Kurniawati Buton (Pengertian Logika)
Kurniawati Buton (Pengertian Logika)
PENGERTIAN LOGIKA
LOGIKA
Dosen :
DISUSUN OLEH
2020
KATA PENGANTAR
Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ………………………………………..
B. Rumusan masalah ………………………………………..
C. Tujuan ………………………………………..
D. Manfaat………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian logika …………………………..
C. Pengertian Penalaran…………………………..
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Nama
logika untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke -1 sebelum
Masehi), tetapi dalam arti “seni berdebat”, Alexander Aphrodisias (sekitar
permulaan abad ke-3 sesudah Masehi adalah orang pertama yang
mempergunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita.[1]
Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan
logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang
mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini
mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang
mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam
tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan
masuk akal. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk
berpikir secara valid.
B. Macam Logika
Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-
104) yaitu:
1. Logika dalam pengertian sempit dan luas
Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika
formal. Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-
kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun
dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
2. Logika Deduktif dan Induktif
Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau
hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar
dan mencapai kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari
langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya
dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan
asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan
akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.
Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang
berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan
tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah
pernyataan yang dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang
diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam
pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.
C. Pengertian Penalaran
Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan manusia
dengan hewan yaitu apabila terjadi kabut, burung akan terbang untuk mengindari
polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan
manusia akan mencari tahu mengapa sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara
menghindari kabut? Apa saja komponen-komponen yang terkadung di dalam
kabut? Apa saja penyakit yang diakibatkan oleh kabut?
Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa
dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang
membedakan manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu
memposisikan dirinya di tempat yang benar.
D. Macam-macam penalaran
1. Penalaran deduktif
b. Analogi
Penalaran secara analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal
yang mempunyai sifat yang sama. Contohnya kita ingin membuktikan adanya
Tuhan berdasarkan susunan dunia tempat kita hidup. Dalam hal ini, kita dapat
mengatakan sebagai berikut. Perhatikanlah sebuah jam. Seperti halnya dunia,
jam tersebut juga merupakan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian yang
sangat erat hubungannya yang satu dengan yang lain. Kiranya tidak seorang pun
beranggapan bahwa sebuah jam dapat membuat dirinya sendiri atau terjadi
secara kebetulan. Susunannya yang sangat rumit menunjukkan bahwa ada yang
membuatnya.
Menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis besar ada dua
macam, yaitu Metode analitiko sintesa dan metode non deduksi.
Metode analitioko sintesa merupakan gabungan dari metode analisis dan metode
sintesis.[2]
a. Metode analisis
Metode analisis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu
dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang
lainnya. Misalnya, seorang filusuf memahami kata atau istilah “keberanian”. Dari
segi ekstensi, dia mengungkapkan makna kata ini berdasarkan bagaimana kata ini
digunakan, dan mengetahui sejauh mana kata “keberanian” menggambarkan
realitas tertentu. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir
kita memperoleh pengetahuan analitis.
b. Metode sintesis
Metode sintesis yaitu cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan cara
menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Contohnya, (1) Ilmu adalah aktifitas,
(2) Ilmu adalah metode, (3) Ilmu adalah produk. Jadi, hasil sintetisnya yaitu Ilmu
adalah aktifitas, metode, dan produk.
Metode non deduksi merupakan gabungan dari metode induksi dan metode
deduksi.
Metode induksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapati ilmu pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang
bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Contohnya:
Umpamanya kita mempunyai fakta bahwa kambing mempunyai mata, gajah
mempunyai mata, demikian juga dengan singa, kucing, dan berbagai binatang
lainnya. Dari kenyataan-kenyataan ini kita dapat menarik kesimpulan yang bersifat
umum yakni semua binatang mempunyai mata.
Metode deduksi, yaitu suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang
bersifat umum, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contohnya:
setiap manusia yang ada didunia pasti suatu ketika pasti akan mati, si Ahmad
adalah manusia; atas dasar ketentuan yang bersifat umum tadi karena Ahmad
adalah manusia maka suatu ketika ia akan mati juga.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam mempelajari suatu nilai
kebenaran, manusia dituntut untuk bisa memanfaatkan wahana berpikir yang
dimilikinya, manusia juga harus mampu memposisikan dirinya diposisi kebenaran.
Hal yang harus dilakukan manusia adalah menempatkan penalaran. Penalaran sebagai
salah satu langkah menemukan titik kebenaran. Pengetahuan inilah yang disebut
dengan ilmu dan ilmu inilah yang membuat manusia bisa berpikir.
Didalam penalaran ditemukan logika. Logika melahirkan deduksi dan induksi, secara
umum induksi dan induksi suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu
kesimpulan yang benar didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki. Metode ilmiah
berkaitan dengan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Jadi suatu
proses pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah dan juga
membuktikan tentang penalaran yang melahirkan logika dibantu dengan metode
deduksi dan induksi maka akan menghasilkan pengetahuan yang baru. Dengan
metode ilmiah pengetahuan akan dianggap sah adanya.
B. SARAN
Diharapkan pembaca dapat dituntut untuk memikirkan secara mendalam mengenai
logika ilmu dan berpikir ilmiah untuk itu diharapkan memiliki referensi keilmuan
yang mencukupi guna menguasai cabang filsafat tersebut. Hal ini amat penting
mengingat filsafat ilmu adalah akar dari berbagai keilmuan yang terus berkembang
pesat dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://lampung.kemenag.go.id/artikel/15012/kerukunan-antar-umat-beragama-
menurut-pandangan-islam
Daud Ali, Mohammad, 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarata: Rajawalu pers.
Sairin, Weinata. 2002. Kerukunan umat beragama pilar utama kerukunan berbangsa:
butir-butir pemikiran.