Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “
Pentingnya Desa dan Pelembagaannya di Desa Kutuh Bagi Masyarakat

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Antropologi Politik
dan Kebijakan Publik. Dalam makalah ini akan membahas tentang Lembaga Pecalang yang
ada di desa kutuh sebagaikemajuan Desa.

Saya sadar masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam Penyusunan makalah ini
dan jauh dari kesempurnaan Oleh karena itu, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat
memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

1
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 4

A. Latar Belakang..................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah................................................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian................................................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian............................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 5

A. Pengertian Pelembagaan Desa……………………………………………………6

B. Bentuk-bentuk Lembaga Yang ada ditingkat Desa……………………………....6

C. Fungsi Pelembagaan Desa Bagi Masyarakat………………………..…………....9

D. Sistim Kelembagaan Pecalang Desa Adat Kutuh………………………………...9

E. Fenomena Pecalang…………………………………………………………..…11

F. Peran lembaga Pecalang bagi Desa Adat Kutuh…………………………………

BAB III PENUTUP.......................................................................................………… 13

A. Kesipulan..................................................................................................….…. 13

B. Saran................................................................................................................... 13

2
C. Daftar pustaka.....................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Desa merupakan kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah


keluarga, yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh
seorang kepala desa).Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Adon
Nasrulloh memberikan pengertian mengenai desa melalui pemilahan
pengertian komunitas dalam dua jenis, yakni komunitas besar (seperi kota,
negara bagian, dan negara) dan komunitas kecil (seperti band, desa, rukun
tetangga). Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang
menetap tetap di suatu tempat. Ia tidak memberikan penegasan bahwa
komunitas desa secara khusus bergantung pada sektor pertanian. Dengan kata
lain, masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil dapat saja memiliki ciri-
ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak hanya disektor pertanian saja.

Pedesaan di Indonesia biasanya memiliki ciri agak tertinggal bila


dibandingkan dengan perkotaan, baik secara ekonomi maupun dalam hal
aspek lainnya, seperti: pembangunan, kualitas kesehatan, pendidikan, dan lain
sebagainya. Banyak pihak yang telah dilibatkan dalam hal pengupayaan
perbaikan mutu kehidupan masyarakat di sana, namun tetap saja hal tersebut
tidak memberi dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat desa tersebut.
Terkadang hal itu menjadi dilema tersendiri bagi masyarakat desa. Hal ini

3
cukup beralasan, karena terkadang ada program yang dalam pelaksanaannya
melibatkan masyarakat desa, namun hasilnya justru tidak dinikmati oleh
masyarakat desa tersebut. Berangkat dari kondisi itulah sekarang muncul
sebuah gagasan baru untuk lebih memberdayakan masyarakat dan potensi
yang ada di pedesaan tersebut, di mana gagasan tersebut melibatkan
masyarakat desa tersebut untuk turun langsung di lapangan, baik dalam hal
pengemasan dan pengorganisasian, sehingga hasilnya pun dapat dinikmati
secara bersamasama oleh semua masyarakat desa. Gagasan tersebut ialah
membangun desa tersebut menjadi sebuah Desa Wisata. Banyak manfaat yang
dapat dirasakan oleh masyarakat, baik secara ekonomi maupun secara non-
ekonomi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil beberapa rumusan


masalah. Diantara nya:

a. Pengertian Pelembagaan Desa


b. Bentuk-bentuk lembaga yang ada di tinggkat desa
c. Mengetahui Sistim Kelembagaan Pecalang Desa Adat Kutuh
d. Fenomena Pecalang
e. Peran Kelembagaan Pecalang bagi Desa Adat Kutuh

C. Tujuan Penelitian

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyampaikan dan mengulas


kembali hasil penelitian yang dilakukan oleh Made Emy Andayani Citra,
S.H.,M.H. Ir. I Made Sastra Wibawa, M.Erg.I Wayan Wiasta, S.H.M.H.

4
D. Manfaat Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai Pentingnya
Desa dan Pelembagaannya di Desa Kutuh Bagi Masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pelembagaan Desa

Lembaga atau institusi adalah wadah untuk mengemban tugas dan


fungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu
keberadaan lembaga desa merupakan wadah untuk mengemban tugas dan
fungsi Pemerintahan Desa. Tujuan penyelenggaraan pemerintah Desa adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat, sehingga tugas pemerintah
desa adalah memberikan pelayanan (Service) dan pemberdayaan
(empowerment), serta pembangunan (development) yang seluruhnya
ditujukan bagi kepentingan nasyarakat.

Istilah lembaga identik dengan organisasi. Dalam suatu organisasi senantiasa


terdapat struktur organisasi yang jelas. Didalam kehidupan organisasi
senantiasa terjadi hubungan kerja antar unit- unit kerja dalam organisasi itu.
Bahkan terjadi pula hubungan kerja dengan organisasi- organisasi lainnya.

B. Bentuk -bentuk dan Kedudukan lembaga yang ada di tinggkat desa

 Pemerintah Desa

Pemerintah Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan


desa, bersama- sama dengan Badan Permusyawaratan Desa

5
menyelenggarakan urusan pemerintahan desa. Kedudukan Pemerintah Desa
tersebut menenmpatkan Pemerintah desa sebagai penyelenggara utama tugas-
tugas pemerintahan desa dalam rangka memberikan pelayanan kepada
masyarakat, pemberdayaan masyarakat, dan pembanguna masyarakat desa.
Dengan begitu kompleksnya permasalahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa, maka pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa selaku
kepala pemerintahan desa dan dibantu oleh Perenagkat Desa selaku pembantu
tugas- tugas Kepala Desa. Perangkat Desa merupakan unsur yang terdiri dari :
Unsur staf (Sekretariat Desa);
Unsur lini (pelaksana teknis lapangan); dan
Unsur kewilayahan (para Kepala Dusun)
Diantara unsur pemerintah desa yaitu unsur kepala (Kepala Desa), unsur
pembantu kepala atau staf (Sekretaris Desa dan para Kepala Urusan), unsur
pelaksana teknis fungsional (para Kepala Seksi), dan unsur pelaksana teritorial
(Kepal Dusun), senantiasa ditata dalam suatu kesatuan perintah dari Kepala
Desa dan terdapat hubungan kerja sesuai pembagian kerja yang jelas diantara
unsur-unsur organisasi Pemerintah Desa tersebut, sehingga tidak terjadi
tumpang tindih kerja serta terciptanya kejelasan tanggungjawab dari setiap
orang yang ditugaskan pada unit-unit kerja Pemerintah Desa.

 Badan Permusyawaran Desa


Badan permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang melaksanakan
fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa
berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Badan
Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi :
Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala
Desa;
Menampung dan Menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa;
Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwakilan dari
penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya

6
dilakukan secara demokratis. Masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa
adlah selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/
janji. Anggota BPD dapat dipilih paling banyak selama 3 (tiga) periode.
Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal, paling sedikit 5 orang
dan paling banyak 9 orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan,
penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa.

 Lembaga Kemasyarakan Desa


Lembaga kemasyarakan desa wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra
Pemerintah Desa. Lemabag Kemasyarakatan Desa mempunyai fungsi :
menanamkan dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan masyarakat;
meningkatkan kualitas dan mempercepat pelayanan Pemerintah Desa kepada
masyarakat Desa;
menumbuhkan, mengembangkan, dan menggerakkan prakarsa, partisipasi,
swadaya, serta gotong royong masyarakat;
meningkatkan kesejahteraan keluarga;
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

 Lembaga Adat
Lembaga Adat adalah lembaga desa yang menyelenggarakan fungsi adat
istiadat dan menjadi bagian dari susunan asli desa yang tumbuh dan
berkembang atas prakarsa masyarakat desa. Lemabaga adat mempunyai tugas
membantu pemerintahan desa dan sebagai mitra dalam memberdyakan,
melestarikan dan mengembangkan adat istiadat sebagai wujud pengakuan
terhadap adat istiadat masyarakat desa.

 Badan Usaha Milik Desa


Badan Usaha Milik Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan dalam bidang ekonomi dan pelayanan umum. Hasil usaha
BUMDes digunakan untuk :
Pengembangan usaha;

7
Pembanguna Desa, pemberdyaan masyarakat desa, pemberian bantuan untuk
masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial dan kegiatan dana bergulir;

C. Sistim Kelembagaan Pecalang Desa Adat Kutuh

Pecalang menjadi lembaga fenomena di desa adat Kutuh. Betapa tidak,


jika dicermati perda No 3 Tahun 2001, khususnya yang mengatur keberadaan
pecalang, ternyata tugas adat dalam hubungan tugas adat dan keagamaan.
Namun dalam faktanya, pecalang telah melaksanakan tugas yang lebih luas di
luar yang ditetapkan dalam perda, baik menyangkut wewengkon (wilyah) desa
adatnya maupun aktivitas yang diamanahkan, Dewasa ini, tidak dapat
dipungkiri bahwa sepak terjang pecalang dalam menjalankan tugasnya telah
banyaknya menadapat respon positif dari masyarakat. Adapun tujuan khusus
penelitian ini adalah menganalisis kelembagaan pecalang desa adat kutuh.
Penelitian ini dirancang menggunakan pendekatan kualitatif kritis yaitu
penelitian yang sasarannya tidak saja menggali makna emik, tetapi juga
menciptakan makna etik. Penelitian ini menyoroti berbagai masalah yang
terkait dengan perilaku, interaksi dan peranan pecalang dalam kerangka
keamanan dan kelestarian lingkungan wilayah desa adat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pecalang menjalankan peranan ganda, yaitu fungsi sosial
sebagai Penyukerta Desa Adat Kutuh, dan fungsi ekomoni yaitu sebagai
sumber nafkah bagi yang bersangkutan. Perkembangan luar biasa yang
dialami Desa Adat Kutuh telah mampu memberikan penghasilan yang layak
bagi pecalang. Pecalang bertugas menjaga keamanan Desa Adat mendapatkan
imbilan berupa gaji pecalang. Pecalang bertugas menjaga keamanan Desa
Adat mendapatkan imbalan berupa gajih di atas UMK Badung.

D. Fenomena Pecalang

8
Pada masa penjajahan, kemerdekaan, era orde lama, dan orde baru
keberadaan Pecalang hampir tidak dikenal masyarakat. Pecalang baru dikenal
masyarakat pada era reformasi tatkala PDIP di bawah kendali Megawati
Soekarno Poetri melaksanakan kongres partai pada September 1998 di Sanur,
Bali dengan menggunakan pasukan pengamanan yaitu Pecalang. Santikarma
menyatakan bahwa pecalang merupakan satuan tugas keamanan tradisional
masyarakat Bali yang mempunyai tugas dan wewenang menjaga keamanan
dan ketertiban wilayah desa adat/ adat. Keberadaan pecalang tidak dapat
dipisahkan dengan keberadaan dan perkembangan desa-desa di Bali.
Penduduk pulau Bali jauh sebelum mendapat pengaruh dari luar terutama dari
Majapahit pada beberapa desa telah dilengkapi dengan adanya petugas
kemanan desa yang dikenal dengan sebutan jagabaya desa, pagebagan desa,
tameng. Satuan tugas keamanan inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya
sikep, dolop, sambangan yang terdapat pada beberapa desa di Bali, Dan
sekarang dikenal dengan istilah pecalang. Dianta dalam artikel yang berjudul
"Pecalang dalam Perspektif Sistem Keamanan Regional" membahas Pecalang
dikaitkan dengan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang secara langsung mengakui keberadaan Pecalang
(dengan sebutan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa).

Hal itu bisa dilihat pada Pasal 3 ayat 1 dalam UU Nomor 2 Tahun 2002,
dinyatakan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara
Indonesia yang dibantu oleh: (a) Kepolisian Khusus; (b) Penyidik Pegawai
Negeri Sipil; (c) Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Yang dimaksud
dengan "bentuk-bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk
pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran dan kepentingan
masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

9
E. Peran Kelembagaan Pecalang bagi Desa Adat Kutuh

Pecalang Desa Adat Kutuh memiliki peran ganda, yaitu fungsi social
sebagai Panyukerta Desa Adat Kutuh, dan fungsi ekonomi, yaitu sebagai
sumber nafkah bagi yang bersangkutan. Perkembangan luar biasa yang
dialami Desa Adat Kutuh telah mampu memberikan penghasilan yang layak
bagi pecalang. Pecalang bertugas menjaga keamanan Desa Adat
mendapaatkan imbilan berupa gaji di atas UMK Badung. Jadi pecalang
berfungsi ekonomi bagi pelakunya, karena mampu memberikan sumber
pendapatan yang layak untuk kesejahteraan keluarganya. Fungsi social
merupakan fungsi alamiah pecalang yang menyertai sejak kelahirannya,
dimana tidak ada orientasi untuk mendapatkan penghasilan dari pelaksanaan
peranannya. Desa Adat Kutuh memiliki sistem keamanan desa adat yang
sangat unik, untuk menjamin rasa aman di kalangan penduduk dan wisatawan
Nusantara dan mancanegara. Keamanan yang terjaga dipandang menjadi
faktor kunci pendorong investor untuk menanamkan modalnya di sector
pariwisata. Berkenaan dengan peranan keamanan yang sangat penting, maka
Desa Adat Kutuh membentuk sistema keamanan desa adat dalam bentuk
kelembagaan Bhaga Panyukerta Desa. Pecalang merupakan salah satu bagian
penting dari Bhaga Panyukerta Desa (Penjaga keamanan desa adat).
Panyukerta berarti pemberi rasa aman.

Secara terintegrasi dan terpadu pecalang bersama polisi, TNI, dan


masyarakat tergabung dalam Lembaga Bhaga Panyukerta Desa. Pada
prinsipnya, tanggung jawab keamanan desa adat merupakan tanggung jawab
bersama segenap lapisan masyarakat yang dipikul atas dasar rujukan falsafah
yang adiluhung, yaitu sagilik saguluk salulung, sabayantaka. Panyukerta Desa

10
merupakan suatu inovasi Desa Adat Kutuh dalam membangun sistem
keamanan terpadu berbasis kebersamaan.

Pecalang dalam kesehariannya berfungsi sebagai Bhaga Panyukerta


Desa. Dalam kapasitasnya sebagai Bhaga Panyukerta Desa, maka setiap
pecalang mendapatkan imbalan di atas UMK Kabupaten Badung. Adapun
imbalan yang diterima pecalang sebesar Rp 100.000,-per hari, dengan rincian
Rp 75.000 diterima langsung sebagai pendapatan, dan Rp 25.000 dibayarkan
sebagai jaminan kesehatan. Dalam satu bulan pecalang dengan kapasitasnya
sebagai Bhaga Panyukerta Desa minimal bertugas 25 kali. Jika hal itu dapat
dipenuhi, maka setiappecalang memperoleh insentif tambahan sebesar Rp
500.000,- Hal ini menunjukkan bahwa pecalang sebagai Bhaga Panyukerta
Desa dijamin kesejahteraannya oleh desa adat, yang bersumber dari laba
Bhaga Usaha Manunggal Desa Adat (BUMDA).

Fungsi sosial pecalang sebagai Panyukerta Desa ditugaskan pada


berbagai lokasi yang dianggap sangat membutuhkan kehadirannya,
diantaranya di Kawasan Pantai Pandawa, di Kawasan Gunung Payung, di
Kawasan LPD, di Kawasan Perhotelan dan Villa, dan tempat strategis lainnya.
Secara faktual Bhaga Panyukerta Desa menjaga keamanan desa adat 24 jam
dengan unit reaksi cepat terpadu. Banyak aspek keaamanan yang ditangani,
termasuk penindakan terhadap anggota masyarakat yang melanggar ketentuan
kebersihan lingkungan, seperti membuang sampah tidak pada tempatnya.
Mereka secara cepat ditindak dengan harapan tidak mengulangi perbuatannya
yang melanggar aturan main yang telah disepakati bersama.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pelaksanaan otonomi desa telah menjadi kebutuhan yang harus


dilaksanakan, karena hal ini merupakan amanah undang-undang dan juga
kebutuhan masyarakat desa itu sendiri. Kenyataan yang ditemukan di desa-
desa di Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya desa-desa sampel bahwa
masyarakat desa memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap
pembangunan yang dilaksanakan di desa mereka. Tanggung jawab ini
dibuktikan dengan masih tingginya semangat gotong-royong dan semangat
pengorbanan.

Pecalang Desa Adat Kutuh memiliki peran ganda, yaitu fungsi sosial
sebagai Panyukerta Desa Adat Kutuh, dan fungsi ekonomi, yaitu sebagai
sumber nafkah bagi yang bersangkutan. Perkembangan luar biasa yang
dialami Desa Adat Kutuh telah mampu memberikan penghasilan yang layak
bagi pecalang. Pecalang bertugas menjaga keamanan Desa Adat
mendapaatkan imbilan berupa gaji di atas UMK Jadi pecalang berfungsi
ekonomi bagi pelakunya, karena mampu memberikan sumber pendapatan
yang layak untuk kesejahteraan keluarganya. Fungsi social merupakan fungsi
alamiah pecalang yang menyertai sejak kelahirannya, dimana tidak ada
orientasi untuk mendapatkan penghasilan dari pelaksanaan peranannya.

B. Saran

12
Sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kekurangan, makalah ini
tetap memerlukan kritik dan masukan dari pembaca, khususnya dosen
pembimbing. saya sangat menantikan hal ini untuk mencapai penyempurnaan
makalah ini di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

http://putatgede.desa.id/2018/kelembagaan-di-desa-menurut-uu-nomor-6-tahun-2014/
(Dikutip pada tgl, 21-Oktober-2020 Pada Jam 7.45 Pm)

https://fisip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/buku-3-1bm2bxp.compressed(Dikutip
pada tgl, 21-Oktober-2020 Pada Jam 8.45 Pm)

http://e-journal.unmas.ac.id/index.php/advokasi/article/view/91(Dikutip pada tgl, 21-


Oktober-2020 Pada Jam 7.55 Pm)

13

Anda mungkin juga menyukai