Anda di halaman 1dari 29

Critical Book Report

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Evaluasi Pelatihan

Disusun Oleh:

Nama : Elvis Tririviera Ginting

Nim : 1183371002

Kelas : Penmas Reg B 2018

Dosen Pengampu:

Fauzi Kurniawan, S. Psi, M. Psi

PENDIDIKAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB  II RINGKASAN BUKU


2.1 Identitas Buku
2.2 Ringkasan Buku

BAB  III PENILAIAN BUKU


3.1 Kelebihan Buku
3.2 Kelemahan Buku

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Critical Book Report ini adalah tugas wajib kedua setelah Tugas Rutin yang
harus di kerjakan. Pada kesempatan ini saya akan mengkritik sebuah buku yang
berjudul “Evaluasi Program Pelatihan”. Materi ini di ambil karena berhubungan
dengan mata kuliah Evaluasi Pelatihan.

Sebagai media, buku dapat dipergunakan untuk memuat berbagai jenis


informasi dan keperluan yang berarti bahwa penulis dapat menulis informasi
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni. Dilihat dari keperluan atau
manfaatnya, buku dapat dipergunakan sebagai media untuk sumber belajar,
dokumentasi,atau hiburan. Mengkritik buku merupakan kegiatan ilmiah yang
dilakukan untuk memberikan tanggapan dan penilaian terhadap isi sebuah buku.
Tanggapan atau penilaian itu dapat memotivasi pembaca atau menjadi tidak
berminat membaca buku yang dikritk itu. Di samping itu mengkritik buku
merupakan umpan balik bagi penulis buku untuk menyempurnakan isi buku itu
pada edisi terbitan berikutnya dan agar buku tersebut dapat berfungsi efektif,
efisien, dan menarik, penulis menulis menyajikan pesan sesuai dengan
karakteristik pesan, pembaca sasaran/penerima pesan, dan gaya khas penulisnya.

1.2 Tujuan
Tujuan utama mengkritik buku ialah memberikan tanggapan dan penilaian
atas isi buku sebagai informasi kepada pembaca buku tersebut.

1.3 Manfaat
1. Menambah informasi/wawasan mengenai keanekaragaman buku
2. Mengetahui kualitas buku
BAB II
RINGKASAN BUKU

2.1 Identitas Buku

Identitas Buku Utama


Judul : Evaluasi Program Pelatihan
Penulis : Prof. Dr. S. Eko Putro Widoyoko, M.Pd
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun : 2017
Tebal buku : 290 halaman
ISBN : 978-602-229-770-3

2.2 Ringkasan Buku


BAB 1 Konsep Dasar Pelatihan

1. Konsep Dasar Evaluasi

Ada tiga istilah yang sering digunakan dan berkaitan dengan evaluasi, yaitu
tes, pengukuran, dan penilaian (test, measurement, and assessment). Dalam
kehidupan sehari-hari orang sering menyamakan pengertian keempat istilah
tersebut padahal keempat istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Beberapa
orang juga sering rancu menggunakan istilah-istilah tersebut karena keempat
istilah digunakan untuk merujuk kegiatan yang sama.

Kata tes (test dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Prancis kuno:
"testum" yang berarti: "piring" untuk menyisihkan logam logam mulia,
maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu kita akan dapat memilih
dan memilah berbagai jenis logam sehingga diperoleh jenis-jenis logam mulia
yang nilainya sangat tinggi. Dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan"tes".
Tes (test) merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya ke mampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 2011: 67). Masyur, dkk. (2009: 21)
mengartikan tes sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau
sejumlah pernyataan yang harus diberi tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat
kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai
tes (testee). Hasil tes merupakan informasi tentang karakteristik seseorang atau
sekelompok orang.

Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat
untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Di antara objek tes
adalah kemampuan peserta pelatihan Respons peserta tes terhadap sejumlah
pertanyaan menggambarkan kemampuan peserta tes dalam bidang tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes meru pakan alat
ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar maupun pelatihan yang
memerlukan jawaban atau respons benar atau salah. Tes merupakan bagian
tersempit dari evaluasi.

Semua kegiatan di dunia ini tidak bisa lepas dari pengukuran. Keberhasilan
suatu program dapat diketahui melalui suatu pengukuran (Djemari Mardaphi,
2011:2). Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by
which information about the attributes or characteristics of thing are determinied
and differentiated (Oriondo,1998: 2). Guilford mendefinisi pengukuran dengan
"assigning numbers to, or quantifying, things according to a set of rules" (Griffin
& Nix,1991: 3). Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap
individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie. 1986: 14).
Allen & Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara
yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1).

Woolfolk (2007 522) menyatakan bahwa "measurement is quantitative-the


description of an event or characteristic using number" Masyur, dkk. (2009: 18)
mengartikan pengukuran sebagai proses pemberian angka kepada suatu atribut
atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang hal, atau objek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas. Djemari Mardapi (2011 2) menyatakan
bahwa pengukuran pada dasarnya merupakan kegiatan penentuan angka bagi
suatu objek secara sistematik. Pemberian angka ini merupakan usaha untuk
menggambarkan karakteristik suatu objek.

Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau


penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-
aturan tertentu (Eko Putro Widoyoko. 2014: 2). Keadaan individu ini bisa berupa
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil pengukuran selalu berupa
angka atau skor. "Measurement tells how much, how often, or how well by
providing scores" (Woolfolk, 2007: 522). Pengukuran memiliki konsep yang lebih
luas daripada tes. Kita dapat mengukur karakteristik suatu objek tanpa
menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, wawancara, atau cara lain untuk
memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.

2. Program Pelatihan

Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2012: 3 - 4) ada dua


pengertian untuk istilah "program", yaitu pengertian secara khusus dan umum.
Menurut pengertian secara umum"program" dapat diartikan sebagai "rencana".
Jika seorang peserta pelatihan ditanya oleh instruktur, apa programnya setelah
lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti, maka arti
"program" dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan kegiatan yang
akan dilakukan setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa keinginan untuk
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, membantu orang
tua dalam membina usaha, atau mungkin juga belum menentukan program apa
pun. Apabila program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program, maka
program didefinisikan sebagai satu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam program yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang.
Wholey, et al (1994:41) menyatakan bahwa "a program is defined a set of
resources and activities directed toward one or more common goals". Pro am
dapat didefinisikan sebagai seperangkat sumber daya dan kegiatan yang diarahkan
pada satu atau lebih tujuan bersama

Dalam buku yang lain Suharsimi Arikunto (2012: 291) mendefi nisikan
program sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dengan saksama. Sedangkan
Farida Yusuf Tayibnapis (2013: 9) mengartikan program sebagai segala sesuatu
yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau
pengaruh.

B. Kegunaan Evaluasi Progam Pelatihan

Evaluasi program pelatihan dilakukan dengan suatu maksud atau tujuan


yang berguna dan jelas sasarannya. Sekurang-kurang. nya ada empat kegunaan
utama evaluasi program pelatihan yaitu: mengomunikasikan program kepada
masyarakat luas, memberikan informasi bagi pembuat keputusan,
menyempurnakan program yang ada, serta meningkatkan partisipasi (Purwanto
dan Atwi Suparman. 1999: 30)

1. Mengomunikasikan program kepada publik

Tidak jarang publik atau pihak-pihak yang mempunyai kepen tingan


terhadap program pelatihan mendapat laporan bersifat garis besar tentang
efektivitas program pelatihan. Laporan demikian biasanya hanya menyajikan
angka-angka statistik tanpa disertai penjelasan secara detail tentang makna dan
hal-hal yang terkait Informasi demikian bagaimanapun kurang lengkap. Padahal
laporan atau informasi demikian dapat saja membentuk opini tentang
penyelenggara pelatihan atau bahkan kinerja penyelenggara pelatihan. Oleh
karena itu, mengomunikasikan hasil evaluasi program pelatihan yang lengkap
akan memiliki keuntungan dan kebaikan bagi penyelenggara pelatihan.
Bagaimanapun publik maupun masyarakat luas lainnya memiliki kepentingan
terhadap pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi tertentu. Oleh karena itu
penyelenggara pelatihan memiliki kewajiban untuk mengomunikasikan efektivitas
program pelatihannya kepada publik melalui hasil-hasil evaluasi yang
dilaksanakan, dengan demikian publik dapat menilai tentang efektivitas program
pelatihan dan memberikan dukungan yang diperlukan.

2. Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan

Informasi yang dihasilkan dari evaluasi program pelatihan akan berguna


bagi setiap tahapan dari manajemen mulai sejak perencanaan, pelaksanaan
ataupun ketika akan mengulangi dan melanjutkan program pelatihan. Hasil
evaluasi dapat dijadikan dasar bagi pembuatan keputusan, sehingga keputusan
tersebut lebih valid dibandingkan keputusan yang hanya berdasarkan intuisi saja.
Pembuat keputusan biasanya memerlukan informasi yang akurat agar dapat
memutuskan sesuatu secara tepat. Informasi yang akurat tersebut antara lain dapat
diperoleh dari kegiatan evaluasi yang dilaksanakan secara sistematis. Masing-
masing pembuat keputusan memerlukan informasi dari hasil evaluasi, karenanya
hal ini harus diperhatikan ketika rencana evaluasi dikembangkan.

Penyediaan informasi bagi pembuatan keputusan dapat dikelompokkan


menjadi tiga macam, menurut tujuannya, yaitu: a. Menunjang pembuatan
keputusan tentang perancangan atau penyusunan program pelatihan berikutnya.
Informasi hasil evaluasi bersifat memberikan petunjuk di dalam memilih dan
menentukan strategi, prosedur, ataupun model-model pelatihan yang akan segera
dilaksanakan.

3. Penyempurnaan program yang ada

Evaluasi program pelatihan yang dilaksanakan dengan bu dapat membantu


upaya-upaya dalam rangka menyempumaku jalannya program pelatihan sehingga
lebihefektif. Dengan instrume yang ada, hasil yang dicapai dapat diukur dan
didiagnosis. Beragam kelemahan dan kendala yang mungkin timbul dapat
ditemukan dan dikenali, kemudian dianalisis serta ditentukan alternat
pemecahannya yang paling tepat. Komponen-komponen dalam sistem pelatihan
yang memiliki kekurangan dan kelemahan dapat dipelajari dan dicari solusi nya.
4 Meningkatkan partisipasi

Hasil evaluasi program pelatihan yang dimasyarakatkan akan menggugah


kepedulian masyarakat terhadap program pelatihan menarik perhatiannya, dan
akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki (self of belonging) Selain itu,
evaluasi juga merupakan upaya meningkatkan motivas instruktur untuk
meningkatkan kinerjanya Informasi hasil evaluasi akan memberikan konfirmasi
tentang komponen komponen program pelatihan yang masih lemah dan perlu
ditingkatkan Bagi peserta pelatihan informasi basil evaluasi yang berupa
kemajuan hasil belajar peserta pelatihan juga mempunyai manfaat untuk
meningkatkan motivasi belajar

C Objek Evaluasi Program Pelatihan

Keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi pelaksanaannya,


maka evaluasi terhadap suatu program akan menyangkut berbagai hal yang terkait
baik yang menyangkut kualitas manukan, kualitas proses maupun kualitas hasil
pelaksanaan program Berdasarkan asumsi bahwa pelatihan merupakan sistem
yang terdiri atas beberapa unsur yaitu marukan, proses dan keluaran/hasil, maka
objek atau sasaran evaluasi program pelatihan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
evaluasi masukan, proses dan keluaran/hasil pelatihan

Evaluasi masukan pelatihan menekankan pada penilaian karakteristik porta


pelatihan kelengkapan dan keadaan alat media ataupun fasilitas pelatihan kualitas
dan kesiapannya instruktur/nara sumber, materi dan bahan pelatihan, strategi atau
metode pelatihan yang sesuai dengan tujuan pelatihan, serta keadaan lingkungan
di mana pelatihan berlangsung Fasilitas pelatihan terdiri atas bangunan fisik,
perpustakaan, dan peralatan penunjang lain dalam pelatihan Instruktur dapat
ditinjau dari aspek kualifikasi, penguasaan materi pelatihan, penguasaan strategi
maupun media pelatihan.

Evaluasi proses pelatihan menekankan pada penilaian penge lolaan


pelatihan yang dilaksanakan meliputi keefektifan strategi pelatihan yang
digunakan, keefektifan media atau alat pelatihan, kinerja instruktur/nara sumber,
dan minat, sikap serta cara belajar maupun berlatih peserta pelatihan.

3. Penilaian hasil pelatihan merupakan upaya untuk melakukan pengukuran


terhadap hasil belajar peserta pelatihan yang meliputi pengetahuan, keterampilan,
sikap dan kinerja peserta sebelum, selama dan sesudah mengikuti pelatihan, baik
menggunakan tes maupun non tes. Termasuk di dalamnya adalah bagaimana
peserta pelatihan mampu menerapkan pengetahuan maupun keterampilan yang
diperolehnya ke dalam dunia kerja yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Terkait dengan ketiga objek atau sasaran evaluasi program pelatihan


tersebut, dapat mengadopsi aspek-aspek program pembelajaran yang
dikembangkan oleh Pusat Pengembangan Sistem Pelatihan Lembaga
Pengembangan Pendidikan Universitas Sebelas Maret (2007: 5). Dalam praktik
pembelajaran secara umum, pelaksanaan evaluasi program pembelajaran
menekankan pada evaluasi proses pembelajaran atau evaluasi manajerial, dan
evaluasi hasil belajar atau evaluasi substansial.

D. Langkah-langkah Evaluasi Program Pelatihan

Menurut Brikerhoff (1986 ix) dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen
yang harus dilakukan, yaitu 1) penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing
the coaluation), 2) penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation). 3)
pengumpulan informasi (collecting information), 4) analisis dan interpretasi
informasi (analyzing and interpreting). 5) pembuatan laporan (reporting
information), 6) pengelolaan evaluasi (managing coaluation), dan 7) evaluasi
untuk evaluasi (evaluating evaluation)

Pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi,


evaluator pada tahap awal harus menentukan fokus yang akan dievaluasi dan
desain yang akan digunakan Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan
dievaluasi yang secara implisit menekankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya
perencanaan bagaimana melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengum
pulan data, menganalisis dan membuat interpretasi terhadap data yang terkumpul
serta membuat laporan. Selain itu, evaluator juga harus melakukan pengaturan
terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan dalam
melaksanakan evaluasi secara keseluruhan.

E Evaluator Program Pelatihan

Keberhasilan kegiatan evaluasi program pelatihan akan sanera ditentukan


oleh siapa yang melakukan evaluasi atau evaluator Evaluator adalah orang yang
dipercaya oleh penanggung jawać program dan orang-orang yang berkepentingan
dengan program (stabziraliter untuk melaksanakan evaluasi. Penentuan siapa yang
akan menjadi evaluator ini sangat tergantung kepada penanggung jawab program.
Berikut ini disajikan hal-hal yang berkaitan deng alternatif evaluator,
pertimbangan penentuan dan kompetens evaluator.

Alternatif Penentuan Evaluator

Penentuan tentang siapa yang akan berperan sebagai er lizator sangat


penting dan menentukan dalam kegiatan evaluas. Membuat keputusan tentang
siapa yang akan mengambil bag sebagai evaluator terkadang mengandung konflik
pilihan yang dilematis Ada beberapa pertanyaan yang perlu diperhatikan da
menentukan evaluator program pelatihan, yaitu: a) asal evaluate apalah dari dalam
atau dari luar organisasi?: b) jumlah evaluator apakah evaluator merupakan
sebuah tim atau individu?; c) sta evaluator, apakah evaluator merupakan tenaga
paruh waktu - imei atau bekerja penuh (full-time)?; d) keahlian atau kompetensi
evaluator.

2. Pertimbangan Penentuan Evaluator

Berikut ini berbagai pertimbangan yang dapat dijadikan pedo man sebelum
menentukan evaluator Pertimbangan ini berkaitan dengan masalah keuntungan
dan kerugian atau kelebihan dan kekurangannya.
a Pertimbangan antara evaluator orang dalam dan orang luar Orang dalam
adalah orang yang berasal dari organisasi atau institusi penyelenggaraan program
pelatihan dan biasanya mereka telah ikut dalam proses pengembangan dan
pelaksanaan program pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan orang luar
adalah mereka yang berperan sebagai evaluator berasal dari luar organisasi atau
institusi penyelenggara program pelatihan

Berdasarkan batasan tersebut maka dalam evaluasi program pelatihan


anggota pelaksana atau penyelenggara dapat menjadi evaluator dari dalam karena
selain sebagai perencana sekaligus pelaksana program pelatihan mempunyai
kewajiban menilai, sikap dan perilaku maupun partisipasi peserta pelatihan dalam
proses pelatihan, juga mempunyai kewajiban menilai hasil belajar peserta
pelatihan.

b. Pertimbangan antara evaluator tim dan individual Berdasarkan jumlah


evaluator dapat dibedakan evaluator yang terdiri dari beberapa orang atau tim dan
evaluator individual. Evaluator dalam bentuk tim kelebihannya adalah adanya
pembagian tugas yang jelas dan evaluator terdiri dari beberapa orang dengan
berbagai keahlian sehingga bisa saling melengkapi satu dengan yang lain.
Kekurangan evaluator bentuk tim adalah perlu waktu untuk pembentukan tim dan
proses pengambilan keputusan serta membutuhkan biaya yang lebih banyak

Kelebihan evaluator individual adalah adanya kejelasan siapa yang


bertanggung jawab. Sedangkan kelemahannya adalah keberhasilan atau kegagalan
evaluasi tergantung pada satu orang Sebenarnya hampir mustahil kegiatan
evaluasi program pelatihan hanya diselesaikan oleh satu orang tanpa bantuan
orang lain C. Pertimbangan antara evaluator parti-time dan full-time

Berdasarkan status evaluator dapat dibedakan antara evaluator dengan


tenaga paruh waktu (part - time) dengan evaluator yang bekerja penuh (full-time).
Evaluator tenaga paruh waktu dan evaluator yang bekerja penuh waktu masing-
masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan apabila evaluator bekerja
penuh waktu adalah pekerjaan terorganisir dengan baik, ketepatan dan arus
informasi tidak tergantung pada evaluator, sedangkankelemahannya adalah biaya
relatif lebih mahal, mengurangi kesempatan partisipasi dalam kegiatan evaluasi.
Apabila evaluator bekerja paruh waktu kelebihannya adalah dapat melibatkan
berbaga keahlian dalam waktu yang tidak terlalu lama dan dimungkinkan
penggunaan tenaga ahli dari luar, sementara kelemahannya adalah waktu
kunjungan singkat tidak memungkinkan untuk mempelajari permasalahan secara
menyeluruh dan perlu biaya dan peralatan yang banyak untuk penjadwalan
(Purwanto dan Atwi Suparman 1999. 53).

d. Pertimbangan antara evaluator profesional dan amatir Berdasarkan


keahliannya evaluator dapat dibedakan menjadi evaluator profesional dan
evaluator amatir. Pengertian evaluator profesional di sini adalah mereka yang
menjadikan pekerjaan evaluasi sebagai pekerjaan pokok sehari-hari dan telah
menekuni pekerjaan evaluasi dalam waktu yang lama. Orang-orang di luar kriteria
tersebut dianggap sebagai amatir

Kelebihan evaluator professional adalah mereka dapat melak sanakan


evaluasi dengan lebih baik berdasarkan pengetahuan, keterampilan maupun
pengalamannya, sedangkan kelemahannya karena mereka pada umumnya orang
dari luar tidak selamanya dapat diterima oleh orang dalam serta membutuhkan
biaya yang lebih mahal Evaluator amatir memiliki kelebihan dari segi biaya lebih
murah dibandingkan evaluator profesional, sedangkan ke kurangannya adalah
karena kurangnya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam
melaksanakan evaluasi program dampaknya mereka memiliki keterbatasan dalam
pemilihan rancangan evaluasi.

3. Kompetensi Evaluator

Evaluator haruslah dipilih dari orang yang benar-benar memiliki


kompetensi di bidangnya. Ketidakbebasan dalam penentuan evaluator harus
dihindari, sebab hal itu akan berpengaruh negatif terhadap hasil evaluasi.
Ketidakbebasan karena konflik kepentingan atau conflict of interest lebih besar
pengaruhnya terhadap hasil ketimbang ketidakmampuan dalam bidang teknis.
Kompetensi evaluator dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu:
kompetensi manajemerial, kompetensi teknis, kompetensi koseptual dan
kompetensi bidang studi (Purwanto dan Atwi Suparman, 1999. 55).

Bab II Penilaian Hasil Pelatihan

A Ruang Lingkup Penilaian Hasil Pelatihan

Kegiatan pelatihan intinya sama dengan kegiatan pembe lajaran seseorang


dikatakan telah mengikuti atau telah Melakukan pelatihan maupun pembelajaran
apabila pada dirinya telah terjadi perubahan Woolfolk (2007 205) menga takan
"learning is a change in a person that comes about as a result of experience
Belajar adalah perubahan seseorang yang datang sebagai hasil dari pengalaman
Begitu Ormrod (2003 188) mengatakan

bahwa learning is a rdatinely permanent change in behavior due experience


Belajar adalah perubahan yang relatif permanen det perilaku karena pengalaman.
Sedangkan Kirkpatrick (200 mengatakan bahwa "learning can be defined as the
extent to uhich participants change attitudes, improve knowledge, and/ur increase
stiu t result of attending the program Belajar dapat didefinisikan bayi perubahan
sikap mental (allitude), perbaikan pengetahuan, dan atau perambahan
keterampilan peserta setelah selesai mengikuti program Peserta pelatihan
dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Namun demikian,
tidak semua perubahan merupakan hasil pelatihan atau berlatih, sebagai contoh
perubahan fisik karena adanya pertumbuhan. Melalui definisi tersebut kita dapat
menentukan aspek apa saja yang mesti diukur dalam evaluasi program pelatihan
Menurut Kirkpatrick (2009: 20) perubahan yang terjadi karena belajar maupun
pelatihan meliputi tiga aspek, yaitu sikap, penge tahuan dan keterampilan. Hal ini
tidak berbeda dengan pendapat Bloom yang mengatakan bahwa perubahan hasil
pelatihan mencakup tiga aspek/ranah, domain yang dikenal taksonomi
pembelajaran, yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan (cognitive
domain, affective domain, dan psychomotor domain). Oleh karena itu, ruang
lingkup penilaian hasil pelatihan juga mencakup tiga aspek tersebut. Dalam
pelatihan bobot keterampilan lebih dominan, namun demikian tidak bisa
mengabaikan pengetahuan maupun sikap, karena penguasaan keterampilan
tertentu didahului dengan pengetahuan tentang keterampilan tersebut.

B. Teknik Penilaian Hasil Pelatihan

Kegiatan penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau me maknai angka


atau skor hasil suatu pengukuran berdasarkan kriteria atau standar maupun aturan-
aturan tertentu. Dengan kata lain penilaian dapat juga diartikan sebagai pemberian
makna hasil suatu pengukuran dengan cara membandingkan skor hasil
pengukuran dengan kriteria atau standar tertentu. Hasil pengukuran selalu dalam
bentuk angka (skor) atau bersifat kuantitatif sedangkan hasil penilaian adalah
makna angka tersebut sehingga selalu bersifat kualitatif.

Penilaian hasil pelatihan mencakup aspek pengetahuan, sikap dan aspek


keterampilan. Tiap-tiap aspek penilaian memiliki karak teristik yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya sehingga memerlukan teknik penilaian yang
berbeda. Tidak ada suatu teknik penilaian yang terbaik yang dapat digunakan
untuk menilai semua aspek hasil pelatihan, karena masing-masing teknik
penilaian memiliki kelebihan yang kekurangan. Memerlukan kejelian dan
kecerdasan evaluator untuk memilih teknik penilaian yang paling sesuai dengan
aspek yang akan dinilai. Teknik penilaian ini dalam metodologi penelitian
(termasuk dalam penelitian evaluasi atau evaluation research disebut dengan
metode pengumpulan data.

C. Standar Penilaian Hasil Pelatihan

Standar penilaian hasil pelatihan di sini dimaksudkan sebagai patokan atau


acuan untuk menentukan klasifikasi, kualifikasi maupun kualitas terhadap skor
hasil pengukuran yang telah diolah. Jika pengukuran untuk menentukan tingkat
kepuasan peserta pelatihan, maka berdasarkan skor tersebut peserta pelatihan
termasuk klasifikasi sangat puas, puas atau tidak puas. Klasifikasi kepuasan
peserta pelatihan ada yang menyebut dengan istilah indeks kepuasan peserta
pelatihan (IKP).

Jika pengukuran untuk menentukan tingkat penguasaan (mastery)


pengetahuan maupun keterampilan, maka berdasarkan skor tersebut peserta
pelatihan termasuk klasifikasi sangat menguasai, menguasai, kurang menguasai,
atau tidak menguasai. Jika dikaitkan dengan keterampilan, peserta pelatihan
termasuk klasifikasi terampil, kurang terampil atau tidak terampil, dan
sebagainya, Jika dikaitkan dengan kemampuan, pourts termasuk klasifikasi sangat
mampu, mampu, kurang, mampu atau belum mampu, dan sebagainya

Berdasarkan standar penilaian utebut penyelenggara pela tihan, peserta


pelatihan, evaluator maupun pihak pihak yang berkepentingan dengan program
pelatihan bisa menentukan taryet. tarypt tertentu untuk menentukan berhasilan
propan pelatihan bayi contoh, penyelenggaraan program pelatihan dianggap
berhasil apabila hasil pengukuran indeks kepuasan pesERta pelatihan masuk
dalam klasifikasi puas atau dengan skor minimal 3,00 dalam penilaian dengan
skala 4.

Bab III Instrumen Tes

A. Pengertian Tes

Kegiatan penilaian hasil pelatihan memerlukan instrumen untuk mengukur


hasil pelatihan yang akan dinilai. Instru men tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu tes dan non tes. Tes merupakan salah satu alat untuk
melakukan pengu kuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik
sua tu objek. Tes merupakan bagian tersempit dari penilaian. Menurut Djemari
(2011:67) tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besamya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui lui respons seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan. Tes dap juga diartikan sebagai sejumlah pernyataan
yang harus diberi tanggapan dengan tujuan untuk mengukur tingkat kemampuan
seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang đa nai tes. Respons
peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan ma pun pernyataan menggambarkan
kemampuan dalam bidang t tentu. Tes digunakan untuk mengukur hasil pelatihan,
khusus aspek pengetahuan Berdasarkan sistem penskorannya tes dap
dikategorikan menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes subjektif

B. Tes Objektif (Objective Test)

Pengertian tes objektif dalam hal ini bentuk tes yang dalam penentuan skor
hasil tes sepenuhnya tergantung pada jawab respons peserta tes, tidak dipengaruhi
subjektivitas pemeriksa objektif merupakan bentuk tes yang mengandung
kemungkin jawaban atau respons yang harus dipilih oleh peserta tes. Les
kemungkinan jawaban atau respons telah disediakan oleh penyu butir tes. Peserta
hanya memilih alternatif jawaban yang telah sediakan. Dengan demikian
pemeriksaan atau penskoran jawaban respons peserta tes sepenuhnya dapat
dilakukan secara objektif de pemeriksa.Secara umum ada tiga tipe tes objektif,
yaitu: benar salah (tr false), menjodohkan (matching), pilihan ganda (multiple
choice).

C Tes Subjektif

Tes subjektif adalah bentuk tes yang dalam penghitungan skor hasil tes
selain dipengaruhi oleh jawaban/respons peserta tes juga dipengaruhi oleh
subjektivitas pemeriksa/pemberi skor. Tes dengan sual dan jawaban yang sama
apabila diperiksa oleh pemeriksa yang berbeda akan menghasilkan skor yang
berbeda.

Tes subjektif, pada umumnya berbentuk uraian (esai), walau- pun tidak
semua tes uraian adalah subjektif, misalnya pada bidang sans Tes bentuk uraian
adalah butir tes yang mengandung per tanyaan atau tugas yang jawaban atau
pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran
peserta tes (Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution (2005). Ciri khas tes uraian
adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyu sun soal tetapi
harus disusun oleh peserta tes. Butir tes tipe uraian essay test) hanya terdiri dari
pertanyaan atau tugas dan jawaban sepenuhnya harus dipikirkan oleh peserta tes.

Berdasarkan tingkat kebebasan peserta tes untuk menjawab butir tes uraian,
secara umum tes uraian dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: tes uraian bebas
atau uraian terbuka (extended response) dan tes uraian terbatas (restricted
response).

Bab IV Instrumen Non Test

P enilaian proses dan hasil pelatihan tidak hanya menggunakan tes, tetapi
dapat juga menggunakan alat atau instrumen pengukuran bukan tes, seperti
pedoman obuervani Ee berupa check list maupun rating scale, angket, skala sikap,
dan rubrik penilaian. Instrumen non tes terutama digunakan untuk mengukur
proses maupun hasil pelatihan yang berkenaan keterampilan dan sikap, yaitu
aspek yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh
peserta pelatihan daripada apa yang diketahu atau dipahaminya. Dengan kata lain
instrumen seperti itu terus ma berhubungan dengan penampilan yang dapat
diamati daripada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati
dengan indra. Instrumen non tes merupakan satu kesatuan den instrumen tes,
karena tes hanya mengukur aspek pengetahuan yang diketahui, dipahami atau
yang dapat dikuasai oleh peserta latihan dalam tingkatan proses mental yang lebih
tinggi belum ad jaminan dapat didemonstrasikan dalam tingkah lakunya

A. Chek Lists (Daftar Cek)

Chek list adalah suatu daftar yang berisi ada atau tidak ada suatu unsur,
komponen, karakteristik, atau kejadian dalam su peristiwa, fenomena, tugas atau
satu kesatuan yang kompleks. Cras list pada dasarnya hampir sama dengan rating
scale Perbedaannya adalah dalam esensi dan penggunaannya. Dalam rating scale
esensinya adalah untuk menentukan derajat atau peringkat dan suatu unsur,
komponen karakteristik atau orang baik dalam bandınganya suatu kriteria tertentu
maupun dibandingkan dengan anggota kelompok yang lain. Sedangkan chek list,
esensinya adalah untuk menyatakan ada atau tidak adanya suatu unsur, komponen
karakteristik, atau kejadian dalam suatu peristiwa, tugas atau satu kesatuan yang
kompleks. Jadi dalam check list pengamat hanya dapat menyatakan ada atau tidak
adanya suatu hal yang sedang diamati bukan memberi peringkat atau derajat
kualitas hal tersebut.

B. Rating Scale (Skala urutan)

Pengertian rating scale adalah instrumen pengukuran non tes yang


menggunakan suatu prosedur terstruktur untuk memperoleh informasi tentang
sesuatu yang diobservasi yang menyatakan posisi tertentu dalam hubungannya
dengan yang lain (Asmawi Zaenul dan Nochi Nasution, 2005). Biasanya rating
scale berisikan seperangkat pernyataan kualitas sesuatu yang akan diukur beserta
pasangannya yang berbentuk semacam cara menilai yang menunjukkan peringkat
kualitas yang dimiliki oleh sesuatu yang diukur tersebut. Jadi suatu rating scale
terdiri dari dua bagian, yaitu (a) pernyataan tentang kualitas keberadaan sesuatu,
dan (b) petunjuk penilaian tentang pernyataan tersebut. Komponen ini mirip
dengan tes objektif, yai tu adanya stem (pernyataan) dan pilihan penilaian Setiap
pasang pernyataan dan penilaian itu dapat dianggap sebagai satu butir soal dalam
rating scale.

Ada empat tipe rating scale, yaitu: numerical rating scale, descriptive
graphic rating scale, ranking method rating scale, dan paired comparisons rating
scale. Dari keempat tipe tersebut, numerical rating scale paling banyak digunakan.
Uraian selanjutnya menunjuk pada numerical rating scale

Tipe rating scale ini dianggap yang paling sederhana bentuk dan
pengadministrasiannya. Komponen numerical rating scale adalah pernyataan
tentang kualitas tertentu dari sesuatu yang akan diukur, yang diikuti oleh angka
yang menunjukkan kualitas sesuatu yang diukur Untuk setiap numerical rating
scale, petunjuk pengerjaannya harus jelas, terutama bila pengadministrasian rating
scale itu dilaku kan oleh peserta pelatihan yang akan diukur hasil pelatihannya.

C. Attitude Scales (Skala Sikap)

Ada beberapa bentuk skala sikap, antara lain: a) skala Likert, b) skala
Thurstone, c) skala Guttman, dan d) semantic differential. Dan keempat macam
skala sikap tersebut yang paling banyak digunakan adalah skala Likert.

1. Skala Likert

Prinsip pokok skala Likert adalah menentukan lokasi kedudukan seseorang


dalam suatu kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai dari sangat negatif
sampai dengan sangat positif. Penentuan lokasi itu dilakukan dengan
menguantifikasi pernyataan seseorang terhadap butir pernyataan yang disediakan

Pada skala Likert ada tiga pilihan skala, yaitu skala tiga, empat atau lima.
Pada umumnya menggunakan skala dengan lima angka. Skala ini disusun dalam
bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh pilihan respons yang menunjukkan
tingkatan

D. Angket

1. Pengertian Angket.

Angket atau kuesioner merupakan salah satu bentuk instrumen penilaian


yang dilakukan dengan cara memberi seperangka pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada peserta pelatihan untuk diberikan respons sesuai dengan keadaan
peserta pelatihan Pilihan respons dalam angket bisa menggunakan skala Likert, rat
scale, maupun laporan pribadi (self report). Pilihan respons bis menggunakan
skala 3, 4, maupun 5. Kelemahan skala ganjil (3 dan 5) responsden cenderung
memilih pilihan tengah. Oleh karena ita disarankan menggunakan skala 4.

Skala Likert memiliki tiga model skala, yaitu:

a. Skala 3, alternatif pilihannya: setuju, kurang setuju, dan tidak setuju

b. Skala 4, alternatif pilihannya: sangat setuju, setuju, kurang setuju, dan


tidak setuju.

C. Skala 5, alternatif pilihannya: sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak


setuju, dan sangat tidak setuju.

Rating scale memiliki tiga model pilihan, yaitu: a. Skala 3, alternatif


pilihannya: baik, kurang baik, dan tidakbaik, atau

b. Skala 4, alternatif pilihannya: sangat baik, baik, kurangbaik, dan tidak


baik.

C. Skala 5, alternatif pilihannya sangat baik, baik, kurang baik, tidak baik,
dan sangat tidak baik.

Bab V validitas dan reliabilitas instrumen

menilai dapat diibaratkan kegiatan memotret. K Dalam memotret


memerlukan alat potret. Gambar potret atau foto dikatakan baik apabila sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. Alat potret dalam kegiatan penilaian disebut
dengan instrumen penilaian, baik menggunakan tes maupun non tes. Gambar hasil
pemotretan dalam kegiatan penilaian dikenal dengan data penilaian. Data yang
baik adalah data yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya dan data tersebut
bersifat tetap, ajek atau dapat dipercaya. Data yang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya disebut data yang valid. Data yang dapat dipercaya disebut data yang
reliabel. Agar dapat diperoleh data yang valid dan reliabel maka instrumen
penilaian yang digunakan untuk mengukur objek yang akan dinilai baik tes
maupun non tes harus memiliki bukti validitas dan reliabilitas

A. Validitas Instrumen

Instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapur dengan tepat


mengukur apa yang hendak diukur. Dengan kata validitas berkaitan dengan
ketepatan dengan alat ukur. Deng instrumen yang valid akan menghasilkan data
yang valid pula. A dapat juga dikatakan bahwa jika data yang dihasilkan dari
sebuah instrumen valid, maka instrumen itu juga valid.

Istilah "valid" sangat sukar dicari penggantinya. Ada yang mengganti


istilah valid dengan "sahih", sehingga validitas diganti menjadi kesahihan, Ada
juga yang menerjemahkan istilah valid dengan kata "tepat", walaupun istilah
"tepat" belum dapat men- cakup semua arti yang tersirat dalam kata "valid",
sehingga istilah validitas diganti dengan ketepatan. Istilah lain dari valid ada yang
menggunakan istilah "cermat", sehingga validitas diter jemahkan dengan istilah
"kecermatan" Sebagai contoh apabila kita ingin mengetahui berat sebuah cincin
emas, maka kita harus menggunakan timbangan emas agar hasil ukur itu dapat
dikatakan valid. Sebuah timbangan beras memang mengukur "berat", tetapi tidak
cukup cermat guna mengukur berat emas. Karena itu sebuah timbangan beras
tidak valid guna mengukur emas, Demikian pula kita ingin menghitung waktu
tempuh yang kita perlukan dari suatu kota ke kota lainnya dengan mengendarai
mobil, sebuah jam tangan biasanya adalah valid untuk digunakan. Tetapi, jam
tangan yang sama tidak cukup valid guna mengukur waktu yang diperlukan
seorang atlet pelari cepat dalam menempuh jarak 100 meter, karena

kita memerlukan unit waktu terkecil sampai pada pecahan detik. Validitas
instrumen secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu validitas internal
(internal validity) dan validitas eksternal (external validity).

B. Reliabilitas Instrumen
Kalau kita mengukur panjang sebuah meja kayu dengan meng gunakan
sebuah meteran berulang-ulang, baik dalam tenggang waktu yang singkat maupun
tenggang waktu yang lama, dan siapa pun yang mengukur apabila hasil
pengukurannya sama atau tetap, maka dapat dikatakan bahwa meteran tersebut
dapat dipercaya (reliable) untuk mengukur panjang meja. Kita katakan bahwa
meteran tersebut reliabel, ajek, tetap, stabil, andal atau konsisten. Alat ukur yang
hasil pengukurannya bersifat tetap dikatakan alat ukur tersebut mempunyai
reabilitas yang bai

Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam
bahasa Inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya.
Instrumen dikatakan dapat dipercaya (reliable) jika digunakan berkali-kali pada
responsden yang sama memberikan hasil yang tetap atau ajek (konsisten). Jika
kepada peserta pelatihan diberikan tes yang sama yang pada waktu yang
berlainan, maka setiap peserta pelatihan akan tetap berada dalam urutan (ranking)
yang sama atau ajek dalam kelompoknya.

Ajek atau tetap tidak selalu harus sama skornya, skor dapat berubah tetapi
mengikuti perubahan secara ajek. Jika keadaan A mula-mula berada lebih rendah
dibandingkan dengan B, maka jika diadakan pengukuran ulang, si A tetap berada
lebih rendah dari B.

Bab VI Model- model evaluasi program pelatihan

M bangkan oleh para ahlievaluasi, yang biasanya dinamakan sama dengan


pembuatnya atau tahap evaluasinya. Selain ada ahli evaluasi yang membagi
evaluasi sesuai dengan misi yang akan dibawakan dan kepentingan yang ingin
diraih serta ada yang menyesuaikan dengan paham yang dianutnya yang disebut
dengan pendekatan. Untuk menentukan jenis atau model evaluasi yang hendak
digunakan, seorang evaluator biasanya mempertimbangkan dua hal yaitu jenis
program yang hendak dievaluasi dan tujuan atau untuk kepentingan apa suatu
evaluasi dilakukan.
Dari sisi tujuan evaluasi, ada evaluasi yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kesenjangan suatu program, tingkat efektivitas suatu program, ada pula
evaluasi yang bertujuan untuk menemukan hasil suatu program di luar tujuan
program yang direncanakan. Dari sisi program, seandainya dipersempit menjadi
program pendidikan, ada program pendidikan dengan jangka waktu yang panjang
dengan cakupan bidang garapan program yang luas dan tujuan program yang
komprehensif, seperti penyelenggaraan kegiatan persekolahan formal. Ada pula
program pendidikan dengan jangka waktu yang singkat dengan bidang garapan
yang lebih spesifik serta memiliki tujuan program yang lebih sempit, contohnya
program diklat kursus, dan pelatihan

Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan Kirkpatrick D.L salah seorang ahli
evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan
model evaluasi yang diberi nama Kirkpatrick's training evaluation model juga
menunjuk model-model lain yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam
mengadakan evaluasi terhadap sebuah program. Model model yang ditunjuk
tersebut di antaranya adalah: Jack PhillPS : Five Level ROI Model Daniel
Stufflebeam's: CIPP Model (Context, Input, Process, Product)

Setiap model evaluasi memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing


oleh karena itu pemilihan model yang tepat akan berdampak langsung terhadap
kualitas informasi yang dihasilkan oleh suatu evaluasi.

Bab VII Model Evaluasi Kualitas Output dan Outcome Pelatihan (Model
EKO2P)

Hakikat Evaluasi Model EKO2P

Evaluasi model EKO2P merupakan hasil penelitian Strategis Nasional


(Stranas) yang dilakukan selama 3 tahun mulai dari tahun 2015 - 2017 dengan
judul "Kajian Ketahanan Pangan Masyarakat Pulau Karimunjawa dan Efeknya
Terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia Pulau Kecil: Pijakan Pengembangan
Model Pendidikan Vokasional di Pulau Kecil". Salah satu hasil dari penelitian
tersebut adalah konsep model pelatihan vokasional dan sadel evaluasi program
pelatihan.

B. Kerangka Pikir Model EKO2P

Evaluasi model EKO2P disusun berdasarkan kerangka pikir bahwa untuk


mengevaluasi keberhasilan program pelatihan tidak cukup hanya dengan menilai
hasil pelatihan semata, namun perlu menilai proses pelaksanaan program
pelatihan, yang dalam buku ini disebut dengan kualitas pelatihan. Hal ini perlu
dilakukan karena bagaimanapun juga dalam setiap program kegiatan, output
program selalu dipengaruhi oleh proses kegiatan itu sendiri, begitu juga dalam
program pelatihan

Kualitas pelaksanaan program pelatihan dapat diukur melalui tingkat


kepuasan pesertanya. Antara keduanya berbanding lurus, artinya semakin baik
pelaksanaan suatu program pelatihan, akan semakin baik pula respons kepuasan
peserta terhadap penye lenggaraan suatu program pelatihan. Selain itu kepuasan
peserta terhadap penyelenggaraan atau proses suatu pelatihan akan ber dampak
langsung terhadap motivasi dan semangat belajar peserta dalam pelatihan. Peserta
pelatihan akan mempunyai motivasi belajar dengan lebih baik ketika dia merasa
puas dengan suasana dan lingkungan tempat ia belajar dan berlatih. Tingkat
kepuasan peserta pelatihan dapat disebut dengan indeks kepuasan peserta (IKP)
pelatihan. Oleh karena itu kualitas pelatihan dapat diukur dari segi indeks
kepuasan peserta pelatihan dan motivasi belajar peserta pelatihan.

Komponen-komponen model EKO2P

Evaluasi program pelatihan model EKO2P mempunyai tiga komponen


yaitu: kualitas pelatihan, output dan outcome pelatihan. 1 Penilaian kualitas
pelatihan merupakan pengukuran kepuasan peserta pelatihan dan motivasi belajar
peserta pelatihan. Kepuas- an peserta pelatihan diukur dari aspek: kinerja
instruktur, materi pelatihan, sarana pendukung (fasilitas) pelatihan, ako modasi
dan konsumsi serta sikap penyelenggaran program pelatihan
Sasaran evaluasi yang diukur pada evaluasi kualitas ini dapat disesuaikan
dengan kebutuhan. Misalnya, apabila program pelatihan diselenggarakan hanya
dalam bentuk materi yang didistribusikan dan dipelajari melalui e-learning, maka
aspek akomodasi dan konsumsi tidak perlu untuk diukur. Penilaian kualitas
pelatihan dapat dilakukan dalam masa pelatihan ataupun pada akhir waktu
pelatihan. 2 Penilaian output pelatihan merupakan pengukuran terhadap
perubahan sikap, pengetahuan maupun keterampilan pese pelatihan yang
diperoleh setelah mengikuti pelatihan dengan menggunakan tes maupun penilaian
kinerja. Penilaian ou pelatihan dapat dilakukan di setiap akhir sesi suatu mate
maupun pada akhir pelatihan

3. Penilaian outcome pelatihan merupakan upaya untuk mengukze


perubahan sikap, pengetahuan, maupun keterampilan pe serta pelatihan setelah
kembali ke tempat kerja (kinerja peserta pelatihan). Kinerja peserta pelatihan
dalam pelatihan kewira- usahaan dilihat dari kemampuan untuk memulai usaha
maupun untuk mengembangkan usaha yang telah dimilis peserta pelatihan
Penilaian outcome pelatihan dilakukan selang beberapa waktu setelah pelatihan
berakhir, biasanya kurang lebih antara 1 sampai 3 bulan setelah program pelatihan
selesai dilaksanakan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan Buku


Buku ini memiliki sistem bahasan pertopik dan juga kegiatan
pembelajaran setiap topik tersusun dan sistematis. Sehingga pembahasan akan
lebih mudah dan dapat dicerna, buku ini juga sangat detail membahas setiap topik
yang disajikan, buku ini juga memberikan beberapa contoh sehingga lebih mudah
dipahami dan dimengerti. Buku ini bisa menjadi bahan referensi karena
pembahasannya bisa dikatakan lengkap dan runtut. Pembahasan dibuku ini sangat
mendetail dan mudah dimengerti, seriap bab juga berkesinambungan.

3.2 Kelemahan Buku


Banyak pendapat-pendapat tanpa penjelasan yang disajikan dibuku, kata-
katanya juga berbalit belit. kekurangan diantaranya yaitu penggunaan tata bahasa
tidak sesuai dengan kaidah baku (EYD). Selain itu tentang teknis penulisan,
banyak kutipan berbahasa asing tidak dicetak miring dan tidak ditulis dengan
benar. Dalam pembahasannya buku ini juga selalu mengulang isi dari sub bab sub
bab yang telah ada sebelumnya, sehingga sedikit makna yang akan dapat diambil
oleh pembaca.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pelaksanaan pelatihan adalah berupa implementasi program pelatihan
untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Pada tahap ini program pelatihan
dirancang dan disajikan. Program pelatihan ini harus berisi aktivitas-aktivitas dan
pengalaman belajar yang dapat memenuhi sasaran-sasaran pelatihan yang telah
ditetap- kan pada tahap penilaian kebutuhan pelatihan. Akhirnya evaluasi
pelatihan dilakukan untuk mengetahui dam- pak program pelatihan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Langkah pertama dalam evaluasi ini
adalah menetapkan kriteria keberhasilan. Kriteria ini harus didasarkan pada
sasaran awal pelatihan. Setelah kriteria dibuat, evaluasi dapat dilakukan baik
terhadap peserta maupun terhadap keseluruhan komponen program pelatihan.
Lebih dari itu evaluasi juga harus menilai apakan proses dan hasil belajar dapat
ditransfer ke situasi kerja atau ke dunia kehidupan nyata.

4.2. Saran
Di sini penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca
karena masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan Critical Book
Report ini. Serta isi dari Critical Book Report ini yang masih tidak sesuai dengan
yang di harapkan. Maka jadikanlah ini sebuah buku yang berguna untuk dibaca
para pembaca dan mereka mengetahui bagaimana penyuluhan pertanian.
Lampiran :

Anda mungkin juga menyukai