Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH

INSTRUMEN DAN PENILAIAN HASIL BELAJAR

Dosen Pengampu : Deo Demonta Panggabean S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Ahmad Rifai (4183121062)
2. Marthin Daniel Manurung (4183121043)
3. Misva Meltri Purba (4183121050)
4. Nurhayani Nasution (4182121005)

Kelas
Fisika Dik B 2018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irfandi S.Pd.,M.Si yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Penulisan makalah ini
merupakan salah satu syarat untuk mengikuti mata kuliah Pengembangan program pengajaran
fisika.
Penyusunan Makalah ini sudah diusahakan sebaik mungkin, namun disadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya baik dari segi isinya maupun dari tutur
bahasanya. Pada kesempatan ini juga kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun, demi kebaikan peneliti untuk masa yang akan datang.
Tiada kata yang dapat kami berikan, semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada semua. Akhir kata kami mengucapkan Terimakasih dengan
harapan kiranya makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, 29 April 2021

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang............................................................................................................... 4
1.2 Tujuan............................................................................................................................ 5
1.3 Manfaat ......................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………… 23
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 23
3.2 Saran.............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Wand dan Brown, "evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu" (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 11). Selain itu, Rasyid dan
Mansur (2008: 3) mendefinisikan evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk
mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok. Dengan evaluasi, guru akan mengetahui
perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan
kepribadian siswa. Yang lebih penting lagi, hasil evaluasi diharapkan dapat mendorong pendidik
untuk mengajar lebih baik dan mendorong peserta didik untuk belajar lebih baik. Jadi, evaluasi
memberikan informasi bagi kelas dan pendidik untuk meningkatkan proses belajar mengajar.
Menurut pendapat Hamalik (2006: 159), evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan
pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk
membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik setelah
melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kirtpatrick (1998) menyarankan tiga komponen yang harus dievaluasi dalam pembelajaran, yaitu
pengetahuan yang dipelajari, ketrampilan apa yang dikembangkan, dan sikap apa yang perlu
diubah (dalam Rasyid dan Mansur, 2008. Namun, untuk keperluan evaluasi diperlukan teknik
evaluasi yang bervariasi dan tepat tujuan.
Guru sebagai evaluator hendaknya mengetahui dan memahami hakikat teknik-teknik evaluasi
yang dapat digunakan dalam mengukur dan menilai hasil belajar. Karena melalui mengukur,
seorang guru akan memperoleh data kuantitatif terhadap hasil belajar siswa. Hasil tersebut dapat
diketahui melalui angka-angka yang diperoleh dalam pengukuran masing-masing siswa dengan
berpatokan pada suatu ukuran. Selain itu, juga dapat dilakukan melalui sebuah penilaian, yaitu
siswa dinilai berdasarkan angka-angka yang diperolehnya; bersifat kualitatif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana prinsip-prinsip dasar instrumen hasil belajar?
2. Bagaimana ciri-ciri instrumen hasil belajar?
3. Bagaimana langkah-langkah pokok dalam intrumen hasil belajar?
4. Ada berapa macam instrumen hasil belajar?

1.3 Tujuan
Dalam tujuan pembahasan makalah ini diharapkan dapat mengetahui dan memahami:
1. prinsip-prinsip dasar instrumen hasil belajar;
2. ciri-ciri instrumen hasil belajar;
3. langkah-langkah pokok dalam instrumen hasil belajar
4. teknik-teknik instrumen hasil belajar.


BAB II
PEMBAHASAN

INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR


A. PENGERTIAN EVALUASI HASIL BELAJAR
Dalam KBBI, teknik diartikan sebagai sebuah model atau sistem mengerjakan sesuatu.
Akan tetapi, istilah teknik dapat juga diartikan sebagai “alat”. Jadi dalam istilah teknik evaluasi
hasil belajar terkandung arti alat–alat (yang digunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil
belajar.
Evaluasi adalah cara yang dilakukan dalam mengevaluasi hasil belajar. Sedangkan yang
dimaksud evaluasi hasil belajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengevaluasi
proses hasil belajar mengajar.

B. MACAM-MACAM EVALUASI HASIL BELAJAR


Menurut Arikunto (2002: 31) terdapat dua alat evaluasi, yakni teknik tes dan nontes.
Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil belajar itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik.
Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi hasil belajar dilakukan tanpa menguji peserta
didik.

B.1. Teknik Tes


B1.1. Pengertian Tes
Tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak atau sekelompok anak sehingga
menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut, yang dapat
dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau dengan nilai standar yang
ditetapkan (Nurkancana dan Sunartana, 1990: 34).
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2008: 11), bahwa "tes
merupakan salah satu cara menaksir besarnya tingkat kemampuan manusia secara tidak
langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan." Oleh
karena itu, agar diperoleh informasi yang akurat dibutuhkan tes yang handal.
Teknik tes menurut Indrakusuma dalam (Arikunto, 2002: 32) adalah “suatu alat atau
prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan
yang di inginkan seseorang dengan cara yang boleh dikatakan cepat dan tepat”.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara,
prosedur, atau alat yang sistematis dan objektif untuk mengevaluasi tingkah laku (kognitif,
afektif, dan psikomotor) siswa atau sekelompok siswa berdasarkan nilai standar yang telah
ditetapkan.
Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal
mempunyai dua fungsi, yaitu:
(1) untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian
terhadap seperangkat tujuan tertentu; dan
(2) untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan
materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
Fungsi (1) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedangkan
fungsi (2) lebih dititik beratkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu
peserta tes.
B.1.2. Bentuk Tes
Menurut Sudjana (2008: 35), tes hasil belajar dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai
berikut.
1) Tes Lisan (Oral Test)
Tes lisan adalah suatu bentuk tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk
bahasa lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai
dengan pertanyaan ataupun perintah yang diberikan. Tes lisan dapat digunakan untuk
mengetahui taraf peserta didik untuk masalah yang berkaitan dvengan kognitif, yaitu
pengetahuan dan pemahaman. Tes lisan dapat berupa individual dan kelompok. Tes individual,
yaitu suatu tes yang diberikan kepada seorang siswa, sedangkan tes kelompok, yaitu suatu tes
yang diberikan kepada kepada sekolompok siswa secara bersamaan.
Tes tertulis adalah suatu tes yang menuntut siswa memberikan jawaban secara tertulis.
Tes tertulis dapat dibedakan menjadi tes esai atau uraian dan tes objektif.
a. Tes Uraian
Tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk
lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini siswa dituntut untuk mengekspresikan gagasannya
melalui bahasa tulisan. Tes uraian layaknya tes yang lain, memiliki keunggulan dan kelemahan
sendiri.
Adapaun keunggulan pemakaian tes uraian, yaitu:
(1) dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi;
(2) dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, dengan baik dan benar sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa;
(3) dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan
sistematis;
(4) mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving); dan
(5) mudah membuat soalnya sehingga guru dapat secara langsung melihat proses berpikir
siswa.
Adapun kelemahan tes uraian, yaitu:
(1) sampel tes sangat terbatas, karena tidak dapat menguji semua bahan yang telah diberikan,
seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan banyak hal melalui sejumlah pertanyaan;
(2) sifatnya sangat subjektif, baik dalam menanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun
dalam memerikasanya; dan
(3) tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksanya
memerlukan waktu yang lama sehingga tidak praktis bagi kelas yang jumlah siswanya relatif
banyak.
Bentuk tes uraian dibedakan atas (a) uraian bebas (free essay), (b) uraian terbatas, dan (c) uraian
berstruktur.
a) Uraian Bebas
Dalam uraian bebas, jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu
sendiri. Contoh pertanyaan bentuk uraian bebas, misalnya "Manut sameton, punapi sane
mawasta basa Bali?"
Melihat karakteristiknya, pertanyaan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan
untuk:
(1) mengungkap pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas
dan intensitasnya;
(2) mengupas suatu persoalanyang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak
ada satu pun jawaban yang pasti.
(3) Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau
dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi,
sulit menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai
penilainya.
b) Uraian Terbatas
Dalam bentuk uraian terbatas, pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada
pembatasan tertentu. Pembatasan bisa dari segi (a) ruang lingkupnya, (b) sudut pandang
menjawabnya, dan (c) indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas, misalnya
"Indayang sambatang tiga tetujon malajahin basa Bali!"
Dilihat dari keterbatasa pertanyaannya, maka tes ini jauh lebih mudah dan tepat dalam
mengevaluasi jawaban siswa, karena kriteria jawaban yang benar telah diketahui oleh guru.
c) Uraian Berstruktur
Bentuk tes uraian yang ketiga adalah tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang
sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan
serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Soal yang
berstruktur berisi unsur-unsur (a) pengantar soal, (b) seperangkat data, dan (c) serangkaian
subsoal. Adapun contoh uraian berstruktur adalah sebagai berikut.

C.1. Teknik Nontes


Hasil belajar selain dievaluasi melalui teknik tes, dapat juga dievaluasi melalui teknik
nontes. Kenyataan di lapangan adalah guru cenderung lebih banyak menggunakan teknik tes
dalam melakukan evaluasi hasil belajar siswa, dibandingkan dengan teknik nontes.
Evaluasi dengan menggunakan teknik tes hanya mengacu pada aspek-aspek kognitif
(pengetahuan) berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman
belajarnya. Jika dibandingkan dengan teknik tes, teknik nontes jauh lebih komprehensif, dalam
artian dapat digunakan untuk mengevaluasi berbagai aspek dari individu atau kelompok siswa
sehingga tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, tetapi juga pada aspek yang lain
seperti afektif dan psikomotor. Adapun jenis teknik nontes yang dimaksud, yaitu wawancara,
kuesioner, skala, observasi, studi kasus, dan sosiometri.

C.1.1. Wawancara
Wawancara suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan
yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. Wawancara dibagi dibedakan atas dua
kategori, yaitu pertama, wawancara berstruktur, yaitu wewancara yang dilakukan dengan
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan lebih awal sebelum menanyakannya kepada siswa.
Kedua, wawancara bebas (tak berstruktur), yaitu wawancara yang dilakukan tanpa
mempersiapkan pertanyaan lebih awal, namun pewawancara bebas dan secara langsung bertanya
kepada siswa terkait materi tertentu.

C.1.2. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang
memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak
langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta
jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang
yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban
adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota
keluarganya.
Ditinjau dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan
kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih
jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia
anggap sesuai. Sedangkan kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab
diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci sesuai dengan apa yang
ia ketahui.

C.1.3. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai sikap, minat, perhatian, dan sebagainya, yang
disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentung
rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Skala dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
skala pendidikan (rating scale) dan skala sikap.
a. Skala pendidikan
Mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan
perilaku individu pada suatu titik kontinuum atau suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau
kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai terendah. Rentangan dapat dalam
bentuk huru (A, B, C, D, E), angka (4, 3, 2, 1, 0), atau 10, 9, 8, 7, 6, 5. Sedangkan rentangan
kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
b. Skala sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek terlalu. Hasilnya
berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Ada tiga
komponen sikap yaitu kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan
seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan
dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat
terhadap objek tersebut.
Skala sikap yang sering digunakan yaitu skala Likert. Dalam skala ini, pernyataan-
pernyataan yang diajukan, baik penyataanpositif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan
sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.

C.1.4. Observasi
Observasi atau pengamatan digunakan untuk mengukur tingkah laku siswa atau
sekelompok siswa. Melalui pengamatan dapat diketahui bagaimana sikap dan perilaku siswa,
kegiatan yang dilakukannya, tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan, proses kegiatan yang
dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya.
Ada tiga jenis observasi, yaitu (a) observasi langsung, (b) observasi dengan alat (tidak
langsung), dan (c) observasi partisipasi. Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan
terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati
oleh pengamat. Observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan dengan
menggunakan alat pengamatan. Observasi partisipasi adalah pengamatan yang dilakukan dengan
melibatkan diri dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.

C.1.5. Studi Kasus


Studi kasus digunakan untuk memperoleh data mengenai pribadi siswa secara mendalam
dalam kurun waktu tertentu. data yang dikumpulkan merupakan kasus yang dialami oleh siswa.
Pada umumnya kasus-kasus yang menjadi permasalahan, yaitu kegagalan belajar, tidak dapat
menyesuaikan diri, gangguan emosional, frustasi, dan sering membolos serta kelainan-kelainan
perilaku siswa. Data hasil penilaian melalui alat-alat penilaian tersebut sangat bermanfaat, baik
bagi guru maupun bagi siswa, dalam upaya memperbaiki proses dan hasil belajar-mengajar di
sekolah.
C.1.6. Sosiometri
Sosiometri digunakan untuk memperoleh data mengenai hubungan sosial siswa di
kelasnya atau dalam kelompoknya.

D.1. Assesmen Berbasis Kelas


Penilaian berbasis kelas adalah penilaian oleh guru dalam rangka proses pembelajaran
yang merupakan proses pengumpulan dan penggunaaan informasi dan hasil belajar peserta didik
untuk tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan, yaitu standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian belajar.
D.1.2. Tujuan dan Fungsi Penilaian Berbasis Kelas
Secara umum semua jenis penilaian berbasis kelas bertujuan untuk menilai hasil belajar
peserta didik di sekolah, mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada
masyarakat, dan mengetahui ketercapaian mutu pendidikan. Secara khusus penilaian berbasis
kelas bertujuan untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa, mendiagnosis kesulitan
belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses pembelajaran, penentuan kenaikan kelas, dan
memotivasi belajar peserta didik dengan cara mengenal dan memahami diri serta merangsang
untuk melakukan usaha perbaikan. Dengan demikian penilaian berbasis kelas berfungsi sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas, umpan balik dalam perbaikan program
pengajaran, alat pendorong dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dan sebagai alat
untuk peserta didik melakukan evaluasi dan instrospeksi. Adapun manfaat penilaian berbasis
kelas antara lain:
1) memberi umpan balik pada program jangka pendek yang dilakukan oleh peserta didik dan
guru dalam kegiatan proses belajar,
2) memberi kegunaan hasil pembelajaran peserta didik dengan melibatkan peserta didik secara
maksimal,
3) membantu pembuatan laporan lebih bagus serta menaikkan efisiensi pembelajaran, dan
4) mendorong pengajaran sebagai proses penilaian formatif.
Bagi peserta didik, penilaian berbasis kelas sangat bermanfaat untuk memantau pembelajaran
dirinya secara lebih baik dan labih menitik beratkan pada kemampuan, ketrampilan, dan nilai.
Sedangkan bagi orang tua, penilaian berbasis kelas di antaranya bermanfaat untuk:
1) mengetahui kelemahan dan peringkat anaknya,
2) mendorong orang tua peserta didik untuk melakukan bimbingan kepada anaknya, dan
3) melibatkan orang tua peserta didik untuk melakukan diskusi dengan guru atau sekolah dalam
hal perbaikan kelemahan peserta didik.
D.1.3. Prinsip, Karakteristik, dan Dasar Penilaian Berbasis Kelas
Beberapa prinsip penilaian berbasis kelas yang perlu diperhatikan guru dalam rangka
pencapaian kompetensi adalah: motivasi, validitas, adil, terbuka, berkesinambungan, bermakna,
menyeluruh, dan edukatif. Adapun karakteristik utama dari penilaian berbasis kelas di antaranya
adalah terciptanya pusat belajar dan berakar dalam proses pembelajaran serta adanya umpan
balik. alam pembelajaran Matematika, ciri-ciri penilaian berbasis kelas yang dilakukan di
antaranya sebagai berikut:
1) menilai semua kompetensi dasar,
2) semua indikator atau pencapaian kompetensi dijadikan acuan untuk pembuatan instrumen
penilaiannya,
3) pelaksanaan penilaian dapat dilakukan pada setiap kali peserta didik selesai belajar satu atau
lebih kompetensi dasar,
4) hasil penilaian dianalisis dan hasil analisis digunakan untuk menentukan program tindak
lanjutnya yang berupa program remedial atau pengayaan,
5) aspek yang dinilai adalah hasil belajar peserta didik yang berupa kemahiran matematika yang
mencakup kemampuan pemahaman konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan
prosedur serta sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
6) penilaian dapat dilakukan dengan teknik tes dan non tes,
7) penilaian mencakup aspek kognitif dan non kognitif, dan
8) penilaian dilaksanakan selama prosespembelajaran berlangsung, (di tengah atau akhir setiap
pertemuan sebagaipenilaian proses) dan pada akhir belajar suatu kompetensi dasar (sebagai
penilaian hasil).

Penerapan penilaian berbasis kelas dilakukan sesuai dengan jenis dan bentuk
penilaian yang digunakan di kelas. Dalam penggunaan penilaian berbasis kelas, hal-hal
yang perlu diperhatikan:
1. Guru memahami lebih awal pembelajaran peserta didik dan mampu
menerapkan pengajaran yang tepat sehingga teknik penilaian berbasis
kelas dapat dilaksanakan.
2. Guru menjelaskan tujuan kegiatan pembelajaran peserta didik dan
mampu menerapkannya sehingga teknik penilaian berbasis kelas dapat
dilaksanakan.
3. Guru menentukan kompetensi peserta didik sehingga teknik penilaian
berbasis kelas digunakan berdasarkan kompetensi siswa tersebut.
4. Guru memilih teknik penilaian berbasis kelas yang tepat untuk
memberikan umpan balik perbaikan pengajaran bagi guru dan
pembelajaran bagi siswa.
5. Guru memilih gaya pengajaran secara konsisten sehingga dapat
diterapkan dengan mudah dan jelas teknik penilaian berbasis kelas.
6. Guru dan peserta didik mampu menggunakan informasi belajar siswa
secara maksimal melalui teknik penilaian berbasis kelas.
7. Guru dan peserta didik menelaah hasil teknik penilaian berbasis kelas dan menentukan apakah
terdapat perubahan.
8. Peserta didik perlu mengetahui teknik penilaian berbasis kelas yang
digunakan di kelas.
D.1.4. Jenis-Jenis Penilaian Berbasis Kelas
Berbagai jenis penilaian berbasis kelas yang dapat digunakan guru antara lain adalah tes
tertulis, tes perbuatan, pemberian tugas, penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian hasil kerja
siswa, penilaian sikap, dan penilaian portfolio. Tentunya, guru harus yakin bahwa tak ada
satupun jenis penilaian yang tepat untuk setiap saat. Jenis penilaian yang digunakan sangat
bergantung kepada kompetensi dasar yang duraikan dalam kurikulum. Adapun dalam
pembelajaran Matematika, komponen program penilaian pembelajaran mencakup jenis tagihan
dan instrumen penilaian. Tagihan adalah cara ujian atau penilaian yang dilaksanakan. Instrumen
penilaian dirinci menjadi bentuk instrumen dan contoh instrumen. Berbagai bentuk instrumen
penilaian berupa tes yang dapat digunakan guru antara lain adalah: pertanyaan lisan, pilihan
ganda, uraian objektif, uraian bebas, jawaban singkat (isian singkat), menjodohkan, portofolio,
dan performans (unjuk kerja). Adapun untuk instrumen penilaian non tes meliputi angket,
inventori, dan pengamatan. Secara rinci jenis tagihan dan bentuk instrumen yang digunakan
diuraikan sebagai berikut.
E.1. Assesmen berbasis kinerja
Kinerja praktikum merupakan pencapaian yang diperoleh siswa setelah memahami berbagai
keterampilan yang dipelajari dan dilatihkan. Penilaian tersebut dapat memperhatikan aspek
proses atau prosedur yang dilakukan dan atau aspek produk yang dihasilkan serta sikap yang
muncul bersamaan dengan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu. Penilaian
praktikum dapat menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes identifikasi, tes praktikum, daftar
centang atau skala penilaian, laporan, atau portofolio (Doran, 1980; Ebel & Frisbie, 1986;
Russell & Harlen, 1990;Gronlund, 1993; Berg & Giddings, 1992; Nitko, 1996) dalam Sapriati
(2006).
IPA terdiri atas substansi dan proses ilmiah dimana keduanya memiliki tingkat esensial setara
sehingga perlu dimasukkan pada kurikulum. Oleh karenanya, pengujian dan penilaian terhadap
pencapaian hasil belajar kedua hal tersebut, termasuk proses ilmiah pada praktikum, harus
dilakukan. Penilaian hasil belajar aspek substansi dengan tes dan penilaian praktikum melalui
laporan atau tes telah biasa dilakukan. Namun penilaian hasil belajar proses IPA dan atau
praktikum dengan menilai kinerjanya melalui pengamatan masih jarang dilakukan. Penilaian
atau asesmen memerlukan alat atau instrumen yang valid dan reliabel, yang diperoleh melalui
prosedur pengembangan instrumen yang benar, dan dilengkapi dengan rambu-rambu penilaian
yang jelas.
Asesmen merupakan suatu proses terintegrasi untuk menentukan ciri dan tingkat belajar dan
perkembangan belajar siswa. Menurut Mardapi dalam Rasyid (2007) bahwa prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan dalam asesmen adalah akurat, ekonomis, dan mendorong peningkatan kualitas
pembelajaran. Oleh karena itu sistem penilaian yang digunakan di setiap lembaga pendidikan
harus mampu (1) memberi informasi yang akurat, (2) mendorong peserta didik belajar, (3)
memotivasi tenaga pendidik mengajar, (4) meningkatkan kinerja lembaga, dan (5) meningkatkan
kualitas pendidikan.
Menurut Linn & Gronlund (1995:6-8) dalam Jacob (2011), proses asesmen sangat
efektif apabila prinsip-prinsip berikut diperhatikan:
1. Menentukan secara jelas apa yang diases memiliki prioritas dalam proses asesmen.
2. Suatu prosedur asesmen dapat dipilih karena relevansinya terhadap karakteristik atau kinerja
yang diukur.
3. Asesmen komprehensif membutuhkan berbagai prosedur.
4. Penggunaan prosedur asesmen murni membutuhkan suatu kesadaran keterbatasannya.
5. Asesmen merupakan suatu makna terakhir, bukan suatu makna terakhir dalam dirinya-sendiri.

Asesmen Kinerja yaitu penilaian terhadap proses perolehan penerapan pengetahuan dan
keterampilan melalui proses pembelajaran yang menunjukan kemampuan siswa dalam proses
dan produk. Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk tugas-
tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah dilakukan dalam
suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja (performance) yang ditunjukkan dalam
menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan. Hasil yang diperoleh merupakan
suatu hasil dari unjuk kerja tersebut. Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses.
Artinya, hasil-hasil kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan
sebagai basis untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian
program tersebut (Marhaeni, 2007). Menurut Berk (1986) dalam Rasyid (2007), asesmen kinerja
adalah proses mengumpulkan data dengan cara pengamatan yang sistematik untuk membuat
keputusan tentang individu. Asesmen kinerja terutama sangat sesuai dalam menilai keterampilan
proses sains. Keterampilan proses siswa yang dapat dinilai meliputi keterampilan proses
intelektual (seperti keterampilan observasi, berhipotesis, menerapkan konsep, merencanakn serta
melakukan penelitian, dan lain-lain). Asesmen kinerja sangat tepat bila digunakan dalam
kegiatan praktikum biologi. Bentuk asesmen kinerja yaitu kinerja klasikal, asesmen kinerja
kelompok, asesmen kinerja personal.
Menurut Popham (1995) dalam Rasyid (2007), syarat yang digunakan untuk
menggunakan asesmen kinerja yaitu :
1. Generability, yakni apakah kinerja peserta tes dalam melakukan tugas yang diberikan sudah
memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas-tugas lain,
2. Authenticity, yakni apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan apa yang dihadapi
dalam praktek kehidupan nyata sehari-hari,
3. Multiple foci, yakni apakah tugas yang diberikan kepada peserta tes sudah mengukur lebih
dari satu kemampuan yang diinginkan,
4. Teachability, yakni apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang relevan yang hasilnya
semakin baik akibat adanya usaha mengajar pengajar di kelas,
5. Fairness, yakni apakah tugas yang diberikan sudah adil, tidak mengandung bias berdasar latar
untuk semua peserta tes,
6. Feasibility, yakni apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian keterampilan atau
penilaian kinerja memang relevan untuk dapat dilaksanakan mengingat faktor-faktor seperti
biaya, ruangan/tempat, atau peralatannya,
7. Scorability, yakni apakah tugas yang diberikan nanti dapat skor dengan akurat dan reliabel,
karena salah satu tahap dalam penilaian kinerja yang sensitif adalah perlakuan dalam pemberian
skor.
Asesmen kinerja tidak menggunakan kunci jawaban dalam menentukan skor, melainkan
menggunakan pedoman penskoran berupa rubrik. Untuk menjamin reliabilitas, keadilan dan
kebenaran penilaian maka perlu dikembangkan kriteria atau rubrik untuk pedoman menilai hasil
kerja pebelar. Rubrik dapat disusun bersama dengan pebelajar, sehingga jelas dasar yang dipakai
untuk menilai
Tes essay merupakan contoh yang sangat umum dari suatu asesmen berbasis kinerja,
tetapi ada banyak contoh lain, meliputi produksi artistik, eksperimen dalam sains, presentasi
lisan, dan menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah dunia-nyata. Penekanan pada
melakukan, tidak hanya mengetahui; pada proses dan juga produk. Selain itu, asesmen dari
kemampuan siswa untuk membuat observasi, memformulasikan hipotesis, mengumpulkan data,
dan menggambarkan konklusi saintifik valid dapat membutuhkan penggunaan asesmen kinerja.
Asesmen kinerja menentukan suatu basis bagi guru dengan mengevaluasi keefektivan proses
atau prosedur yang digunakan (misalnya pendekatan untuk pengumpulan data, manipulasi
instrumen) dan produk yang dihasilkan dari kinerja suatu tugas (misalnya, laporan hasil lengkap,
senikerja lengkap) (Jacob, 2011).
Asesmen kinerja seringkali menunjuk pada asesmen otentik dengan menekankan bahwa
guru mengases kinerja sementara siswa terlibat dalam pemecahan masalah dan pengalaman
belajar yang dinilai dalam kebenaran diri mereka sendiri, bukan sebagai makna menilai prestasi
siswa. Bagaimanapun, tidak semua asesmen kinerja adalah otentik dalam pengertian bahwa guru
melibatkan siswa dalam menyelesaikan masalah real (Linn & Gronlund, 1995:13) dalam Jacob
(2011). Asesmen kinerja diperlukan siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan dengan
melakukan secara aktual. Asesmen kinerja diperlukan untuk mengobservasi dan evaluasi
keterampilan.
Menurut UPI (2011), cara melaksanakan asesmen kinerja, dapat dikelompokkan menjadi:
1. Asesmen Kinerja klasikal digunakan untuk mengases kinerja siswa secar keseluruhan dalam
satu kelas keseluruhan. Menurut Wulan Asesmen kinerja klasikal terbukti paling mudah dan
efisien untuk digunakan dalam kegiatan praktikum sehari-hari. Format penilaiain ini paling
sederhana dan dapat menilai kinerja siswa secara keseluruhan. Guru juga dapat memperoleh feed
back lebih menyeluruh tentang keterampilan siswa di kelasnya. Melalui penilaian kinerja klasikal
ini, pencapaian tujuan praktikum dapat dilihat secara umum dan langsung pada seluruh siswa.
2. Asesmen Kinerja kelompok untuk mengases kinerja siswa secara berkelompok. Menurut
Wulan Asesmen kinerja kelompok sangat efektif untuk melihat kerjasama di antara anggota
kelompok dan kualitas kerja tim selama kegiatan praktikum. Untuk kemudahan jalannya
asesmen kinerja kelompok. Guru dapat mengawali dengan hanya mengakses beberapa kelompok
sesuai dengan kesanggupan guru. Sebagian kelompok lainnya dapat dinilai kinerjanya pada
praktikum selanjutnya, sehingga dengan beberapa kegiatan praktikum, guru dapat menilai kinerja
seluruh kelompok.
3. Asesmen Kinerja individu untuk mengases kinerja siswa secara individu. Menurut Wulan
Asesmen kinerja secara individual paling tepat dipilih untuk mengungkap sikap dan
keterampilan personal siswa. Dengan jumlah siswa yang sangat banyak, asesmen kinerja
individual ini agak sulit dilakukan. Untuk kemudahan proses asesmen kinerja individual, guru
dapat mengawali dengan dengan hanya mengakses beberapa siswa sesuai kesanggupan guru.
Sebagian siswa lainnya dapat dinilai kinerjanya pada paraktikum selanjutnya sehingga dengan
beberapa kegiatan praktikum guru dapat menilai kinerja seluruh siswa.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja (performance task),
rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja
adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian
tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu
performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga,
yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum
terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek
yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian
skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi (Marhaeni, 2007).
Asesmen kinerja pada prinsipnya lebih ditekankan pada proses keterampilan dan kecakapan
dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Asesmen ini sangat cocok digunakan untuk
menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. proses, kegiatan, atau unjuk kerja dinilai
melalui pengamatan terhadap siswa ketika melakukannya. Penilaian unjuk kerja adalah penilaian
berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitas siswa sebagaimana yang terjadi.
Misalnya penilaian terhadap kemampuan siswa merangkai alat praktikum untuk percobaan
sederhana dilakukan selama siswa merangkai alat, bukan sebelum atau setelah alat dirancang
(UPI, 2011).
Asesmen ini melibatkan aktivitas siswa yang membutuhkan unjuk keterampilan tertentu dan/atau
penciptaan hasil yang telah ditentukan. Karena itu, metodologi asesmen ini memberi peluang
kepada guru untuk menilai pencapaian berbagai hasil pendidikan yang sebenarnya tidak dapat
dijabarkan dalam tes tertulis. Melalui metodologi ini, asesmen kinerja memungkinkan guru
mengamati siswa saat siswa sedang bekerja atau melakukan tugas belajar, atau guru dapat
menguji hasil-hasil yang dapat dicapai, serta menilai (judge) tingkat penguasaan/kecakapan yang
dicapai siswa (UPI, 2011).
Asesmen kinerja tidak hanya bergantung pada jawaban benar atau salah. Sebagaimana halnya
dengan asesmen bentuk essay, observasi yang dilakukan oleh guru dalam rangka melakukan
pertimbangan-pertimbangan subyektif berkenaan dengan level prestasi yang dicapai siswa.
Evaluasi ini didasarkan pada perbandingan kinerja siswa dalam mencapai standar excellent
(keunggulan, prestasi) yang telah dicapai sebelumnya (UPI, 2011).
Sebagaimana tes essay, pertimbangan guru digunakan sebagai dasar penempatan kinerja siswa
pada suatu kesatuan/kontinum tingkatan-tingkatan prestasi yang terentang mulai dari tingkatan
yang sangat rendah sampai tingkatan yang sangat tinggi. Hal-hal yang harus kita pahami tentang
asesmen kinerja adalah kita mendesain dan mengembangkan asesmen kinerja untuk digunakan
kelak di kelas kita sendiri. Metodologi asesman kinerja bukanlan suatu obat yang mujarab, bukan
penyelamat guru, dan juga bukan merupakan suatu kunci untuk menilai kurikulum yang
sebenarnya. Asesmen ini semata-mata merupakan alat yang memberikan cara-cara yang efisien
dan efektif untuk menilai beberapa (bukan keseluruhan) hasil-hasil dari proses pendidikan yang
dipandang berguna (UPI, 2011).
Pada pelaksanaannya, guru dapat mengatur secara fleksibel kinerja-kinerja yang akan diases
dalam kurun waktu tertentu. Misalnya dalam dua semester guru merencanakan untuk mengases
keterampilan setiap siswa dalam membuat larutan. Guru merencanakan dalam dua semester
tersebut empat kali kegiatan yang menuntut siswa membuat larutan. Maka guru dapat membagi
siswa ke dalam empat kelompok siswa yang akan di akses Siswa kelompok pertama akan diases
pada kegiatan pembuatan larutan pertama, kelompok berikutnya diases pada pembuatan larutan
yang berikutnya. Sehingga setiap siswa mendapat kesempatan yang sama untuk dinilai
keterampilannya dalam membuat larutan. Asesmen kinerja yang digunakan oleh guru tersebut
adalah asesmen kinerja individu.
Untuk merealisasikan asesmen kinerja ini, dimulai dengan membuat perencanaan asesmen
kinerja yang meliputi tiga fase penting, yaitu :
 Fase 1 : mendefinisikan kinerja. Pada tahap ini ditentukan jenis kinerja apa yang ingin dinilai.
Misalnya kemampuan menggunakan mikroskop dapat diurai menjadi: membawa mikroskop
dengan benar, menggunakan lensa dengan pembesaran kecil terlebih dahulu, mengatur
pencahayaan, memasang preparat, dan memfokuskan bayangan benda.
 Fase 2 : mendesain latihan-latihan kinerja. Setelah kinerja yang akan dinilai ditentukan tahap
berikutnya adalah menyediakan pembelajaran yang memungkinkan aspek kinerja yang akan
dinilai dapat muncul. Misalnya guru akan menilai kemampuan menggunakan mikroskop, maka
KBM yang dipersiapkan adalah praktikum dengan menggunakan mikroskop.
 Fase 3 : melakukan penskoran dan perekaman/pencatatan hasil
Assesman kinerja bersifat lugas (fleksibilitas) dalam pengembangan bagian-bagiannya, tetapi ada
beberapa yang perlu diperhatikan yaitu ketika meninjau faktor-faktor konteks dalam rangka
pengambilan keputusan tentang kapan mengadopsi metode-metoda assesman kinerja. Pada
dasarnya faktor-faktor utama yang dipertimbangkan dalam proses seleksi assesman sesuai
dengan sasaran prestasi untuk siswa dan juga dengan metodologi assesman kinerja. Dalam
klasifikasi kinerja, pemakai bebas memilih dari suatu rentangan sasaran prestasi yang mungkin,
dan asesmen kinerja dapat difokuskan pada sasaran-sasaran khusus dengan mengambil tiga
keputusan desain: merumuskan jenis kinerja yang dinilai,mengidentifikasi siapa yang akan
dinilai; dan menetapkan kriteria kinerja (UPI, 2011).
Kegiatan dalam komponen pengembangan latihan harus dipikirkan hal-hal yang menyebabkan
siswa melakukan perbuatan tertentu yang dapat merefleksikan tingkat
penguasaan/kecakapan/prestasi yang dicapai. Karena itu, dalam hal ini harus dipertimbangkan
hakekat latihan, banyaknya latihan yang dibutuhkan, dan petunjuk-petunjuk aktual bagi siswa
untuk melakukan latihan tersebut. Dalam hal penskoran, penilaian sebaiknya dilakukan oleh
lebih dari satu orang agar faktor subjektivitas dapat diperkecil dan hasil penilaian lebih akurat.
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (ya – tidak) atau skala
rentang (sangat baik -baik – agak baik- tidak baik).
Pada penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, siswa mendapat nilai apabila kriteria
penguasaan kemampuan tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, siswa tidak
memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak,
misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian nilai tengah tidak
ada. Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala rentang memungkinkan penilai memberi
nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu karena pemberian nilai secara kontinuum
di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua (UPI, 2011).

F.1. Assesmen Berbasis Portofolio


F.1.1. Pengertian Portofolio
Secara etimologi, portofolio berasal dari dua kata, yaitu port (singkatan dari report) yang
berarti laporan dan folio yang berarti penuh atau lengkap. Jadi portofolio berarti laporan lengkap
segala aktivitas seseorang yang dilakukannnya (Erman S. A. 2003 dalam Nahadi dan Cartono,
2007). Secara umum portofolio merupakan kumpulan dokumen seseorang, kelompok, lembaga,
organisasi, perusahaan atau sejenisnya yang bertujuan untuk mendokumentasikan perkembangan
suatu proses dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Paulson (1991) dalam Nahadi dan Cartono (2007) mendefinisikan portofolio sebagai kumpulan
pekerjaan siswa yang menunjukan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu
bidang atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria isi,
kriteria seleksi, kriteria penilaian, dan bukti refleksi diri.
Portofolio adalah kumpulan hasil karya seorang siswa, sebagai hasil pelaksanaan tugas kinerja,
yang ditentukan oleh guru atau oleh siswa bersama guru, sebagai bagian dari uasaha mencapai
tujuan belajar, atau mencapai kompetensi yang ditentukan dalam kurikulum.
Portofolio dalam arti ini, dapat digunakan sebagai instrumen penilaian atau salah satu komponen
dari instrumen penilaian, untuk menilai kompetensi siswa, atau menilai hasil belajar siswa.
Portofolio demikian disebut juga ‘portofolio untuk penilaian’ atau ‘portofolio penilaian’.
F.1.2. Pengertian Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan satu metode penilaian berkesinambungan, dengan
mengumpulkan informasi atau data secara sistematik atas hasil pekerjaan seseorang (Pomham,
1984).
Aspek yang diukur dalam penilaian portofolio adalah tiga domain perkembangan psikologi anak
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
F.1.3. Penilaian Portofolio
Portofolio dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial
pedagogis, maupun sebagai ajektif. Sebagai suatu wujud benda fisik portofolio adalah bundel,
yaitu kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu
bundel. Misalnya hasil tes awal (pre-test), tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan,
keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes akhir (post-test) dan sebagainya. Sebagai
suatu proses sosial pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat
di dalam pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill),
maupun sikap (afektif). Adapun sebagai suatu ajektif portofolio seringkali dihubungkan dengan
konsep pembelajaran atau penilaian yang dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis portofolio
atau penilaian berbasis portofolio.
Portofolio
- Sebagai benda fisik (bundle atau dokumen)
- Sebagai suatu proses social
- Sebagai adjective (Pembelajaran portofolio, assesmen portofolio)
Portofolio sebagai hasil pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan oleh guru atau oleh siswa
bersama guru, sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai kompetensi
yang ditentukan dalam kurikulum. Portofolio dalam arti ini, dapat digunakan sebagai instrument
penilaian atau salah satu komponen dari instrument penilaian, untuk menilai kompetensi siswa,
atau menilai hasil belajar siswa. Portofolio demikian disebut juga portofolio untuk penilaian atau
asesmen portofolio.
Berdasarkan pengertian tentang evaluasi, penilaian, asesmen dan portofolio, maka dapat
disimpulkan bahwa asesmen portofolio dalam pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu usaha
untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh
tentang proses, hasil pertumbuhan, perkembangan wawasan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan peserta didik yang bersumber dari catatan dan dokumen pengalaman belajarnya di
dalam suatu pembelajaran. Dalam konteks penilaian, asesmen portofolio juga diartikan sebagai
upaya menghimpun kumpulan karya atau dokumen peserta didik yang tersusun secara sistematis
dan terorganisir yang diambil selama proses pembelajaran, digunakan oleh guru dan peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu (Surapranata S dan Hatta M, 2004 dalam Nahadi
danCartono, 2007).
Portofolio siswa untuk penilaian atau assesmen portofolio merupakan kumpulan produksi siswa,
yang berisi berbagai jenis karya seorang siswa, misalnya:
 Hasil proyek, penyelidikan, atau praktik siswa yang disajikan secara tertulis atau dengan
penjelasan tertulis.
 Gambar atau laporan hasil pengamatan siswa, dalam rangka melaksanakan tugas untuk
mata pelajaran yang bersangkutan.
 Analisis situasi yang berkaitan atau relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
 Deskripsi dan diagram pemecahan suatu masalah dalam mata pelajaran yang
bersangkutan.
 Laporan hasil penyelidikan tentang hubungan antara konsep-konsep dalam mata
pelajaran atau antar mata pelajaran.
 Penyelesaian soal-soal terbuka.
 Hasil tugas pekerjaan rumah yang khas, misalnya dengan cara yang berbeda dengan cara
yang diajarkan di sekolah, atau dengan cara yang berbeda dari cara pilihan teman-teman
sekelasnya.
 Laporan kerja kelompok.
 Hasil kerja siswa yang diperoleh dengan menggunakan alat rekam vidio, alat rekam audio
dan computer.
 Fotokopi surat piagam atau tanda penghargaan yang pernah diterima oleh siswa yang
bersangkutan.
 Hasil karya dalam mata pelajaran yang bersangkutan, yang tidak ditugaskan oleh guru
(atas pilihan siswa sendiri, tetapi relevan dengan mata pelajaran yang bersangkutan).
 Cerita tentang kesenangan atau ketidaksenangan siswa terhadap mata pelajaran yang
bersangkutan.
 Cerita tentang usaha siswa sendiri dalam mengatasi hambatan psikologis, atau usaha
peningkatan diri, dalam mempelajari mata pelajaran yang bersangkutan.
 Laporan tentang sikap siswa terhadap pelajaran.
Bagi seorang guru, penilaian portofolio walaupun sedikit lebih rumit tetapi bisa memiliki banyak
kegunaan. Seperti misalnya:
 Mendorong pembelajaran mandiri
 Memperjelas pandangan mengenai apa yang dipelajari
 Membantu mempelajari pembelajaran
 Mendemonstrasikan kemajuan berdasarkan keluaran yang diidentifikasikan
 Membuat interseksi antara instruksi dan penilaian
 Memberikan jalan kepada siswa untuk menilai diri mereka sebagai pemelajar
 Memberikan kemungkinan untuk pengembangan dukungan ‘peer’
 Mengetahui bagaiman Portofolio dapat memperbaiki proses persiapan
 Aspek yang diukur dalam asesmen portofolio adalah tiga ranah perkembangan psikologi
anak yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai beikut.
Prinsip-prinsip evaluasi hasil belajar terdiri atas sembilan, yaitu sahih, objektif, adil, terpadu,
terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, dan akuntabel.
Ciri-ciri evaluasi hasil belajar yaitu evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil belajar,
pengukuran secara kuantitatif, kegiatan evaluasi menggunakan unit dan satuan yang lengkap,
prestasi belajar yang dicapai bersifat relatif, dan hasil belajar sering terjadi kekeliruan
pengukuran (error).
Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya
kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan
mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan
moral. Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah
ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain
sebagainya.
Langkah-langkah pokok dalam evaluasi hasil belajar terdiri atas enam langkah, yaitu menyusun
rencana evaluasi hasil belajar, menghimpun data, melakukan verifikasi data, mengolah dan
menganalisis data, memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan, dan tindak lanjut hasil
evaluasi.
3.2 Saran
Teknik-teknik evaluasi hasil belajar hendaknya diketahui dan dipahami oleh guru. Karena
melalui sebuah evaluasi, guru mampu mengetahui semua aspek yang berkaitan dengan
keberhasilan siswa dalam belajar. Dengan terbatasnya sumber pustaka, sudah tentu makalah
sederhana ini belum mampu menjabarkan teknik-teknik evaluasi hasil belajar seperti yang
diharapkan. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/kana-hidayati-mpd/pelatihan-di-man-3-yk.pdf
http://kamriantiramli.wordpress.com/tag/asesmen-kinerja/
http://dikatara.wordpress.com/2011/12/01/penilaian-portofolio/
https://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com/2011/11/instrumen-penilaian-mat-smp.pdf
http://www.academia.edu/6403478/JENIS_DAN_TEKNIK_PENILAIAN_HASIL_BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai