EVALUASI PEMBELAJARAN
Dosen Pengampu
Ni Nyoman Putu Verawati, S.Pd.,M.Pd
Disusun Oleh :
Kelompok 1
Anggota :
1.) Hendri (E1Q0220)
2.) Lamia Ulfa (E1Q022043)
3.) Mariani (E1Q022045)
(Kelompok 1)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
I. PENDAHULUAN........................................................................................................
a. Latar Belakang..............................................................................................
b. Rumusan Masalah.........................................................................................
c. Tujuan Kepenulisan......................................................................................
II. PEMBAHASAN.........................................................................................................
a. Definisi Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi............................................
b. Sistem Penilaian dalam Pembelajaran........................................................
c. Jenis Tujuan dan Fungsi Penilaian..............................................................
d. Penilaian Berbasis Kompetensi....................................................................
e. Metode dan Teknik Penilaian......................................................................
PENUTUP........................................................................................................................
Kesimpulan.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pemahaman terhadap konsep dasar penilaian dalam pembelajaran merupakan syarat wajib
bagi seorang guru agar ia mampu menilai hasil belajar siswa dengan baik. Pemahaman
konseptual ini sangat diperlukan agar guru mempunyai dasar yang kuat dalam menilai
hasil belajar siswa. Pada saat kita mendiskusikan permasalahan dalam penilaian hasil
belajar, biasanya kita akan menemukan beberapa istilah yang sering digunakan. Beberapa
istilah tersebut adalah tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi. Kita juga sering
menggunakan istilah penilaian untuk menilai hasil belajar siswa. Penilaian sering
digunakan dalam konteks asesmen dan juga dalam konteks evaluasi.
Berbicara tentang evaluasi pembelajaran tentu tak bisa dilepaskan dengan persoalan tes,
pengukuran, dan asesmen. Hal ini disebabkan keempat konsep tersebut memiliki makna
yang berbeda-beda, tetapi saling mengait. Mengapa keempat istilah tersebut perlu
dipahami terlebih dahulu? Hal ini tidak bisa dilepaskan dari urgensi makna keempat
istilah tersebut tatkala melakukan kajian lebih lanjut terhadap bidang evaluasi
pembelajaran. Oleh karena itu, jika seseorang sejak awal sudah salah dalam memaknai
keempat istilah tersebut ada kemungkinan mereka akan mengalami kesesatan dalam
mengkaji aspek-aspek lainnya dalam bidang evaluasi pembelajaran. Pada bagian ini, Anda
akan mempelajari tentang makna tes, pengukuran, asesmen, dan evaluasi.
b. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam kepenulisan makalah ini sebagai berikut :
2.1. Apa yang dimaksud dengan Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi?
2.2. Jelaskan bagaimana Sistem Penilaian dalam Pembelajaran?
2.3. Uraikan Jenis, Tujuan, dan Fungsi Penilaian!
2.4. Ap aitu Penilaian Berbasis Kompetensi?
2.5. Sebutkan Metode dan Teknik Penilaian apa saja yang ada dalam dunia Pendidikan!
c. Tujuan Kepenulisan
Adapun tujuaan dalam kepenulisan makalah ini sebagai berikut:
3.1. Mengetahui apa itu Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi.
3.2. Dapat menjelaskan bagaimana Sistem Penilaian yang telah disepakati.
3.3. Memahami Jenis, Tujuan, dan Fungsi dari Penilaian.
3.4. Dapat menjelaskan apa itu Penilaian Berbasis Kompetensi.
3.5. Mengetahui berbagam bentuk Metode dan Teknik Penilaian di dunia Pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi
1. Definisi Pengukuran
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran
(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau
mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar
apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat,
mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution
(2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka
atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan
performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka)
sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut
dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996). Pernyataan tersebut
diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan
pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki oleh
seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada aturan dan formulasi
yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para
ahli (Zainul & Nasution, 2001). Dengan demikian, pengukuran dalam bidang
pendidikan berarti mengukur atribut atau karakteristik peserta didik tertentu.
Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan tetapi karakteristik
atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih ringkas, Arikunto
dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai
kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga
sifatnya menjadi kuantitatif.
2. Definisi Evaluasi
Evaluasi menurut Kumano (2001) merupakan penilaian terhadap data yang
dikumpulkan melalui kegiatan asesmen. Sementara itu menurut Calongesi (1995)
evaluasi adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001) menyatakan
bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar,
baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian nilai
terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai
proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Dengan demikian,
Evaluasi merupakan suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau
membuat keputusan sampai sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai
oleh siswa (Purwanto, 2002).
Cronbach (Harris, 1985) menyatakan bahwa evaluasi merupakan
pemeriksaan yang sistematis terhadap segala peristiwa yang terjadi sebagai akibat
dilaksanakannya suatu program. Sementara itu Arikunto (2003) mengungkapkan
bahwa evaluasi adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur
keberhasilan program pendidikan. Tayibnapis (2000) dalam hal ini lebih meninjau
pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu sebagai proses menilai
sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai.
3. Definisi Penilaian
Penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis
dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil
belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan
kriteria dan pertimbangan tertentu (Arifin, 2013:4). Jika dilihat dalam konteks
yang lebih luas, keputusan tersebut dapat menyangkut keputusan tentang peserta
didik (seperti nilai yang akan diberikan), keputusan tentang kurikulum dan
program atau juga keputusan tentang kebijakan pendidikan
Wiggins (1984) menyatakan bahwa asesmen merupakan sarana yang
secara kronologis membantu guru dalam memonitor siswa. Oleh karena itu, maka
Popham (1995) menyatakan bahwa asesmen sudah seharusnya merupakan bagian
dari pembelajaran, bukan merupakan hal yang terpisahkan. Resnick (1985)
menyatakan bahwa pada hakikatnya asesmen menitikberatkan penilaian pada
proses belajar siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, Marzano et al. (1994)
menyatakan bahwa dalam mengungkap penguasaan konsep siswa, asesmen tidak
hanya mengungkap konsep yang telah dicapai, akan tetapi juga tentang proses
perkembangan bagaimana suatu konsep tersebut diperoleh. Dalam hal ini asesmen
tidak hanya dapat menilai hasil dan proses belajar siswa, akan tetapi juga
kemajuan belajarnya.
Masukan utama adalah siswa atau peserta didik. Karakteristik siswa terdiri dari
kemampuan kognitif, kemampuan psikomotor, dan kemampuan afektif. Proses
pembelajaran ditentukan oleh produk yang diinginkan karakteristik masukannya.
Pelaksanaan proses pembelajaran melibatkan komponen masukan instrumental yaitu
guru, kurikulum dan silabus, strategi pembelajaran, sistem penilaian, fasilitas belajar,
dan lingkungan belajar. Produk pembelajaran adalah kompetensi yang diinginkan.
Kompetensi lulusan terdiri dari kemampuan berpikir, keterampilan melakukan
pekerjaan atau tugas, dan kemampuan afektif dalam berbagai situasi. Sedangkan umpan
balik adalah segala informasi yang menyangkut proses atau produk. Umpan balik ini
diperlukan sekali untuk memperbaiki masukan maupun proses. Lulusan yang kurang
bermutu atau yang belum memenuhi harapan akan menggugah semua pihak untuk
mengambil tindakan yang berhubungan dengan penyebab kurang bermutunya lulusan.
Kurang bermutu tersebut dapat disebabkan oleh masukan yang kurang baik, guru dan
personal yang kurang tepat, materi yang tidak atau kurang cocok, strategi pembelajaran
dan sistem penilaian yang kurang memadai, kurangnya sarana penunjang dan sistem
administrasi yang kurang tepat.
Kompetensi lulusan yang dimaksud produk di atas adalah kemampuan berpikir
termasuk pada ranah kognitif, yang meliputi kemampuan menghafal, kemampuan
memahami, kemampuan mengaplikasi, kemampuan menganalisis, kemampuan
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada ranah
kognitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan masalah
yang ada di lapangan. Kemampuan ini disebut dengan kemampuan mentransfer
pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya dan sering disebut dengan
belajar kontekstual. Hampir semua mata pelajaran berkaitan dengan kemampuan
kognitif.
Kemampuan yang ke dua adalah keterampilan psikomotor, yaitu mencakup
imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi dan naturalisasi (Dave, 1967). Imitasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang
dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan
kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya tapi berdasarkan pada pedoman atau
petunjuk saja. Presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang akurat (tepat)
sehingga mampu menghasilkan produk yang tepat/baik. Artikulasi adalah
kemampuan melakukan kegiatan yang kompleks dan tepat/akurat sehingga produk
kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Naturalisasi adalah kemampuan melakukan
kegiatan secara reflek atau melakukan kegiatan secara wajar dan efisien sehingga
efektifitas kerja tinggi.
Mata pelajaran yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah
pendidikan jasmani, dan pendidikan seni, serta pelajaran IPA (Fisika, Kimia, Biologi)
serta pelajaran lain yang memerlukan praktik. Kegiatan pada pembelajaran yang
memerlukan kemampuan psikomotor adalah praktik di laboratorium, praktek di studio,
atau praktek di bengkel.
Kemampuan ketiga adalah yang berhubungan dengan afeksi. Menurut
Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen
afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya di dalamnya ada komponen sikap ilmiah.
Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Peringkat ranah afektif menurut taksonomi
Krathwhol ada lima, yaitu: receiving (attending), responding, valuing, organization,
dan Characterization. Pada level pertama;
Receiving atau attending, siswa memiliki keinginan menghadiri atau
mengunjungi suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik,
buku, dan sebagainya. Dilihat dari tugas guru, hal ini berkaitan dengan mengarahkan
perhatian siswa.
Responding merupakan partisipasi aktif siswa, yaitu sebagian dari perilakunya.
Pada level ini siswa tidak saja mengunjungi fenomena khusus tapi ia juga bereaksi.
Hasil pembelajaran pada daerah ini menekankan pada keinginan memberi respons.
Level yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada
pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya kesenangan dalam
membaca buku.
Valuing adalah sesuatu yang memiliki manfaat atau kepercayaan atas manfaat.
Hal ini menyangkut pikiran atau tindakan yang dianggap sebagai nilai keyakinan atau
sikap dan menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat
rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada
internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada level ini berhubungan
dengan prilaku yang konsisten dan stabil. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini
diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
Pada level organisation, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan konflik antar
nilai diselesaikan dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada level ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai,
misalnya pengembangan filsafat hidup.
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization atau nilai yang komplek.
Pada level ini siswa memiliki sistem nilai yang mengendalikan prilaku sampai pada suatu
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada level ini berkaitan
dengan personal, emosi dan sosial.
Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan
studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan
mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu, semua guru harus mampu
membangkitkan minat semua siswa terhadap pelajaran yang diajarkan guru. Ikatan
emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat
persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial dan sebagainya. Untuk itu semua lembaga
pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah afeksi.
Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor sangat ditentukan
oleh kondisi afektif siswa. Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap
pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga dapat
diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
2. Tes Penempatan
Tes jenis ini juga biasa disebut sebagai tes masuk (entry test) dan bertujuan untuk
menempatkan atau mengklasifikasi peserta didik pada kelompokkelompok yang
omogen. Homogenitas ini mengacu pada kemqampuan atau keterampilan yang
relatif sama yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Penempatan peserta didik
yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang relatif sama ini akan
memudahkan bagi guru untuk memberikan layanan pembelajaran yang tepat
sehingga efektifitas pembelajaran dapat tercapai.
3. Tes Diagnostik
Tidak seperti jenis tes lain yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
kesusksesan belajar peserta didik, tes ini sebaliknya dimaksudkan untuk
mengetahui berbagai kendala belajar yang dihadapi oleh peserta didik. Dengan
menggunakan tes ini, guru ingin mengetahui pada bagian mana peserta didik, baik
secara individu maupun kelompok, memiliki kendala atau masalah untuk dapat
menguasai atau mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Jadi, tes
jenis ini lebih dimaksudkan untuk mengetahui berapa banyak pertanyaan yang
dijawab benar oleh peserta didik. Informasi diagnostik yang diperoleh dari hasil
tes diagnostik ini sangat berguna bagiguru untuk mendesain proses pembelajaran
yang efektif. Selain itu, juga dapat digunakan oleh gur untuk mendesain aktivitas
remedial guna membantu keberhasilan belajar peserta didik. Peserta didik juga
dapat memanfaatkan informasi diagnostik untuk menganalisis sendiri masalah-
masalah belajar yang mereka hadapi.
4. Tes Formatif
12
Tes formatif diberikan dengan maksud untuk memberikan informasi berkaitan
dengan efektivitas dan efisiensi proses pembelajarn. Tes ini diberikan pada saat
atau segera setelah pembelajaran berlangsung. Hasil dari tes ini digunakan
sebagai dasar untuk memberikan feedback terhadap proses belajar peserta didik
dan juga feedback terhadap efektivitas metode dan teknik pembelajaran yang
digunakan oleh guru. Tes ini hanya mengukur penguasaan peserta didk berkaitan
dengan apa yang telah diajarkan di kelas. Secara praktis, tes ini dapat
dimanfaatkan oleh guru untuk memperbaiki kualitas pembelajarn yang dilakukan
dan juga dapat digunakan untuk mendorong peserta didik agar belajar lebih baik.
5. Tes Sumatif
Tes ini biasa diberikan di akhir semester dan bertujuan untuk mengetahui apakah
peserta didk telah mencapai tujuan pembelajarn seperti yang dinyatakan dalam
silabus untuk mata pelajaran tertentu. Tes ini banyak dimanfaatkan untuk
menentukan apakah seorang peserta didik dapat naik kelas atau tidak. Oleh karena
itu, tes ini banyak diterapkan pada jenjang sekolah dasar hingga sekolah
menengah. Kelemahan dari jenis tes ini adalah guru tidak dapat memberikan
feedback terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan karena peserta didik
mungkin telah menempati kelas yang berbeda setelah dinyatakan naik
kelas.Selain itu, tes ini banyak mengakibatkan stress atau beban psikologis , baik
bagi peserta didik maupun guru. Hal ini disebabkan karena cakupan bahan atau
materi ajar yang harus diujikan lebih banyak sehingga beban belajar peserta didik
juga semakin banyak. Juga da tuntutan dari setiap peserta didik untuk dapat naik
kelas. Selain itu, tes ini dapat juga digunakan sebagai gambaran dari tingkat
keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Apabila banyak peserta didik yang gagal dalam tes sumatif, tentu saja
beban psikologis guru juga semakin berat. Manfaat tes sumatif
a. Bagi siswa
1) Evaluasi Pencapaian: Tes sumatif memberikan gambaran tentang
sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
2) Umpan Balik: Hasil tes dapat memberikan umpan balik kepada siswa
tentang kekuatan dan kelemahan mereka dalam suatu mata pelajaran
atau keterampilan tertentu.
3) Penyempurnaan Belajar: Dengan mengetahui hasil tes, siswa dapat
menyesuaikan strategi belajar mereka untuk meningkatkan
pemahaman dan kinerja di masa depan.
b. Bagi Guru
1) Evaluasi Pengajaran: Tes sumatif membantu guru dalam mengevaluasi
efektivitas metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan.
13
2) Penyesuaian Instruksi: Hasil tes dapat membantu guru dalam
menyesuaikan instruksi dan memberikan bantuan tambahan kepada
siswa yang membutuhkannya.
3) Perencanaan Pembelajaran: Informasi dari tes sumatif dapat membantu
guru dalam merencanakan pembelajaran di masa depan, termasuk
penyesuaian materi atau pendekatan pengajaran.
c. Bagi sekolah
1) Evaluasi Program: Tes sumatif membantu sekolah dalam
mengevaluasi efektivitas program pembelajaran dan pelatihan yang
mereka implementasikan.
2) Akuntabilitas: Hasil tes dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengukur kemajuan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan.
3) Pengambilan Keputusan: Informasi dari tes sumatif dapat membantu
staf sekolah dan pengambil keputusan dalam merancang kebijakan dan
program pendidikan yang lebih efektif. Secara keseluruhan, tes sumatif
dapat memberikan wawasan yang berharga bagi semua pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dan pencapaian siswa.
6. Pre-test dan Post-test
Pre-test dan post-test adalah dua jenis tes yang digunakan dalam konteks
penelitian atau evaluasi program untuk mengukur perubahan atau kemajuan
sebelum dan sesudah suatu intervensi atau program diterapkan.
1) Pre-Test Pre-test, atau ujian prates, adalah suatu evaluasi yang dilakukan
sebelum suatu pembelajaran atau pelatihan dimulai.Tujuan dari pre-test adalah
untuk menilai pemahaman awal siswa terhadap materi atau keterampilan yang
akan diajarkan. Pre-test membantu guru atau instruktur dalam merancang
program pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pengetahuan awal siswa.
Ini juga memberikan gambaran awal tentang kebutuhan belajar siswa.
2) Post-Test Post-test, atau ujian pascates, adalah evaluasi yang dilakukan
setelah suatu pembelajaran atau pelatihan selesai. Post-test bertujuan untuk
mengukur pemahaman dan pencapaian siswa setelah mereka menyelesaikan
suatu kursus atau pembelajaran. Hasil post-test memberikan informasi kepada
guru atau instruktur mengenai sejauh mana siswa telah memahami materi atau
menguasai keterampilan yang diajarkan. Ini membantu dalam menilai
efektivitas pengajaran. Baik pre-test maupun post-test memiliki peran penting
dalam proses pengajaran. Pre-test membantu menyesuaikan metode
pengajaran, sedangkan post-test memberikan umpan balik tentang efektivitas
pembelajaran dan dapat digunakan untuk merancang perbaikan atau
peningkatan di masa depan
14
D. Penilaian Berbasis Kompetensi
1. Standar kompetensi dan kaitannya dengan penilaian berbasis kompetensi
Penilaian berbasis kompetensi menekankan pada kompetensi dasar yang harus dimiliki
oleh peserta didik. Penilaian ini didasarkan pada standar acuan yang dibuat untuk
mengukur tingkat kelulusan seseorang di suatu Lembaga (dalam hal ini sekolah) sesuai
dengan minimal dari persyaratan.
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam
mata pelajaran sebagai rujukan dalam indicator pencapaian dalam belajar. Kompetensi
dasar yang telah siswa lakukan, selanjutnya dibandingkan dengan standar atau kriteria
yang telah ditetapkan. Maka hasil penilaian tersebut akan menentukan lulus dan tidak
lulusnya seseorang. Lulus berarti peserta didik telah memiliki kompetensi dasar, yaitu
sama atau lebih besar dari standar yang ditetapkan. Sedangkan Peserta didik yang belum
lulus berarti kemampuan yang dimiliki belum memenuhi standar tersebut.
15
Gambar 4.1 Skema prosedur Penilaian berbasis kompetensi
Selain prosedur , pendekatan standar kompetensi memiliki ciri antara lain; adanya visi,
misi dan tujuan pendidikan yg disepakati bersama di tingkat nasional, adanya standar
kompetensi lulusan yg secara konsisten dan jelas dijabarkan dari tujuan Pendidikan
adanya kerangka kurikulum dan silabus yg merupakan artikulasi yang ketat dari
kompetensi lulusan dan adanya sistem penilaian acuan criteria(criterion referenced
assesment) dan standar pencapaian ( performance standard) yang diterapkan secara
konsisten.
16
d. Penilaian berbasis kompetensi memberi kesempatan pada guru dan siswa
untuk evaluasi diri.
Dimana siswa mengevaluasi diri sendiri berkenaan dengan kemajuan belajarnya,
sedangkan guru dapat mengevaluasi efektivitas pembelajaran. Sehingga hasil
penilaian yang diberikan lebih bermakna.
e. Penilaian bersifat otentik, terbuka, holistik dan integeratif
Penilaian yang otentik adalah penilaian secara signifikan atas hasil belajar peserta
didik untuk ranah sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik) dan pengetahuan
(kognitif)
Contohnya : seperti proyek dan pembuatan jurnal.
Penilaian yang terbuka berarti siswa berkemungkinan didorong untuk
memuculkan pemikiran dan merespon tugas secara kreatif serta mampu berfikir
divergen sehingga tidak terpaku pada satu jawaban benar.
(Seorang siswa harus mampu berpikir kritis atas sesuatu permasalahan yang
kemungkinan memiliki banyak variabel kemungkinannya) Penilaian holistik
dimaksudkan bahwa cakupan penilaian meliputi semua aspek kemampuan yang
membentuk suatu kompetensi. Pendidikan holistik adalah pendidikan yang
mengembangkan seluruh potensi siswa secara harmonis, meliputi potensi
intelektual, emosional, phisik, sosial, estetika, dan spiritual. Pendidikan holistik
juga sering disebut pendidikan utuh.Sehingga berkesinambungan dengan,
penilaian yang dilakukan harus bersifat integratif tidak hanya menggunakan satu
pendekatan.
17
Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan obyektif untuk memperoleh data
atau keterangan yang diinginkan tentang seseorang dengan cara yang tepat dan cepat
(Amir D. Indrakusuma)
a. Tes tulis
Tes tulis dilakukan dalam bentuk tes pilihan, uraian, dan isian. Tes isian merupakan tes
yang memerlukan jawaban singkat. Tes uraian meuntut siswa mengorganisasikan ide,
gagasan, argumen, dan kesimpulan berdasarkan pikirnya, sedangkan tes pilihan menuntut
siswa memilih jawaban benar yang disediakan dan dapat diberikan misalnya dalam
bentuk menjodohkan, benarsalah, dan pilhan ganda.
b. Tes lisan
Tes lisan dilaksanakan dalam bentuk tatap muka antar siswa dengan seorang penguji dan
beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Tes jenis
ini memerlukan daftar pertanyaan dan pedoman pensekoran
c. Tes kinerja
Tes kinerja berbentuk tes tulis keterampilan (paper and pencil test), tes identifikasi, tes
simulasi, dan/atau uji petik kerja. Peserta tes diminta melakukan suatu perbuatan tertentu
sesuai dengan kompetensi untuk mendemonstrasikan kinerjanya, misalnya siswa diminta
membuat disain gambar, keterampilan, siswa diminta menampilkan keterampila berbicara
didepan kelas atau membuat benda tertentu di bengkel melalui uji petik. Tes jenis ini
memerlukan pedoman tentang hal-hal yang akan diamati dan cara penyekorannya.
Sedangkan Tes non formal adalah tes yang dilakukan menyatu dengan kegiatan
pembelajaran artinya selama proses pembelajaran berlangsung atau dilaksanakan tidak
khusus dalam suasana tes. Tes non formal dapat dilakukan dengan (observasi dan
penugasan).
2. Metode non-tes
Adalah metode pengukuran sampel tingkah laku, dan jawabannya tidak dapat
dikategorikan benar dan salah.
a. Observasi
Observasi atau pengamatan langsung dilakukan terhadap perilaku yang ditampilkan siswa
terkait dengan ranah afektif, misalnya sikap dan partisipasi siswa terhadap kegiatan yang
diikuti.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang wawasan,
pandangan, atau aspek kepribadian dari siswa yang jawabanya diberikan secara lisan dan
spontan.
c. Inventori
18
Inventori merupakan skala psikologis yang dipakai untuk mengungkapkan sikap, minat,
dan persepsi siswa terhadap suatu objek psikologis. Inventori dapat berbentuk skala
Thurstone, skala Likert, atau skala berdeferensiasi semantik (semantic differential scale).
d. Self report (penilaian diri)
Instrumen ini dapat berentuk kuesioner dan diberikan kepada siswa untuk mengungkap
wawasan, pandangan, atau aspek kepribaian diri siswa sendiri yang jawabannya diberikan
secara tertulis. Kombinasi penggunaan beberapa metode dan teknik penilaian akan
memberikan informasi yang lebih akurat tentang profil peserta didik.
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
TERMODINAMIKA
Asrul, A., Saragih, A. H., & Mukhtar, M. (2022). Evaluasi pembelajaran.
Gufron,A.,& Sutama. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika.Tanggerang Selatan
Universitas Terbuka.
Sahidu, H.(2018). Evaluasi Pembelajaran Fisika.Mataram: Universitas Mataram
Sumardi.(2020).Teknik Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar.Yogyakarta: Deepublish
Suryanto,A., & Djatmi, T. (2021). Evaluasi Pembelajaran di SD. Tanggerang selatan. Unversitas
Terbuka.
Wulan,A. R. (2007). Pengertian dan esensi konsep evaluasi, asesmen, tes, dan
pengukuran. Jurnal, FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
21