Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Alat Ukur Dalam Evaluasi Pembelajaran Pada


Kurikulum KTSP

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Semester : IV
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran Biologi
1. Eric Elton Setiawan (1821160009)
2. Doni Satria (1821100005)
3. Ririn Satrio (1821160013)
4. Xl Jovi Lorenza (1821160044)

Dosen Mata kuliah : Endang Sulaiman, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat,taufiq dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa
umatnya diperadaban saat ini dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Dalam Makalah ini dibahas dengan tujuan agar
mahasiswa mengetahui dan mengenal beberapa isi dan makna
yang terkandung di dalamnya.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari
kesempurnaan, Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca, Amin.

Bengkulu, 28 Maret
2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Rumusan masalah..........................................................2
C. Tujuan penulisan............................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).......................3
B. Pengertian Evaluasi Kurikulum KTSP....................................................3
C. Alat Ukur Evaluasi Pembelajaran Pada Kurikulum KTSP.....................4
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum adalah hal yang sentral dalam pendidikan formal.
Ditetapkannya Permen 22 dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar
Kompetensi Lulusan menunjukkan terjadinya perubahan paradigma dalam hal
kurikulum. Tidak seperti pola kurikulum sebelumnya yang menempatkan
sekolah sebagai penyampai isi kurikulum, dengan KTSP sekolah memiliki
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sendiri dengan mengacu
kepada standar-standar yang ditetapkan pusat dan guru sebagai pelaku utama
proses pembelajaran diposisikan sebagai pengembang kurikulum.
Perubahan peran yang terjadi pada setiap satuan pendidikan tersebut
perlu dijembatani dengan berbagai perspektif baru mengenai pengetahuan dan
keterampilan dalam hal kurikulum. Hal ini diperlukan supaya sekolah dalam
mengembangkan KTSP tidak terjebak dalam pola rutinitas yang sama.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan
kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan
dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan
oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum
dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan
dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Kurikulum saat ini perannya sangat strategis, mulai sebagai pedoman
dalam pelaksanakan akademis, hingga sebagai sarana persaingan. Oleh
karena itu, dibutuhkan adanya alat untuk evaluasi pembelajaran yang sesuai
dengan KTSP. Pengembangan alat evaluasi dalam penilaian berbasis KTSP
dalam belajar merupakan masalah yang sangat penting bagi para siswa dalam
mencapai keberhasilan belajarnya, terlebih lagi bagi para siswa yang
mengalami kesulitan belajar.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
2. Jelaskan Pengertian Evaluasi Kurikulum KTSP?
3. Apa Saja Alat Ukur Evaluasi Pembelajaran Pada Kurikulum KTSP
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
2. Untuk Mengetahui Pengertian Evaluasi Kurikulum KTSP.
3. Untuk Mengetahui Alat Ukur Evaluasi Pembelajaran Pada Kurikulum
KTSP.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


KTSP singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,
karakteristik sekolah daerah, sosial budaya daerah setempat, dan karakteristik
peserta didik sekolah dan komite sekolah, pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab dibidang pendidikan.
Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan
dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam mengembangkan
kurikulum.1
Secara umum KTSP bertujuan untuk memandirikan dan memberdayakan
satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga
pendidikan. KTSP memberikan kesempatan kepada sekolah untuk
berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum.
B. Pengertian Evaluasi Kurikulum KTSP
Banyak definisi mengenai evaluasi yang telah dikemukakan para ahli.
Secara akademik dapat dikatakan bahwa filosofi keilmuan yang dianut
seseorang berpengaruh besar terhadap pengertian evaluasi yang dikemukakan.
Worthen dan Sanders yang menjelaskan masalah ini dengan mengatakan ”the
image the evaluator holds of evaluation work: its responsibilities, duties,

1
uniqueness, and similarities to related endeavors” yang membedakan definisi
evaluasi yang satu dengan lainnya.2
Menurut Rusli Lutan tes adalah sebuah instrumen yang dipakai untuk
memperoleh informasi tentang seseorang atau obyek.3 Sedangkan Menurut
Riduwan tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian
pertanyaan/latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu/kelompok.4
Pelaksanaan penilaian ataupun evaluasi pendidikan diperlukan alat sebagai
instrumentasi evaluasi pendidikan. Menurut Thorndike dan Hagen tujuan dan
kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan kepada keputusan-keputusan
yang menyangkut:
1. Pengajaran
2. Hasil belajar
3. Diagnosis dan usaha perbaikan
4. Penempatan
5. Seleksi
6. Bimbingan dan konseling,
7. Kurikulum
8. Penilaian kelembagaan.
C. Alat Ukur Evaluasi Pembelajaran Pada Kurikulum KTSP
1. Alat Evaluasi berupa Tes
Tes adalah sebuah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbentuk
pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai
yang dapat melambangkan prestasi. Menurut Anne Anastasi yang dimaksud
dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif
sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan
untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku
individu.
2

4
Secara umum ada dua fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu:
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini, tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dimiliki oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar
mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui
tes tersebut dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan telah dapat dicapai.
Alat evaluasi berupa tes dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Tes Obyektif
a) Pengertian Tes Objektif
Test objektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes
jawaban pendek (short answer test), tes “ya-tidak” (yes-no test) dan
tes model baru (new type test) adalah salah satu jenis tes hasil belajar
yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee
dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) diantara beberapa
kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing
items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa
kata-kata atau symbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang
telah disediakan pada msing-masing bitur item yang bersangkutan.5
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara objektif. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan darri tes bentuk essai (Arikunto, 2003:164).
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta
didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:

5
Nurgiyantoro Burhan, Penilaian dalan Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yoggyakarta:
BPFE, 2001), h.98
b) Keunggulan dan Kelemahan Tes Objektif
Kelebihan Test Objektif yaitu:6
(a) Lebih respektif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat
di hindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi
peserta didik maupun segi guru yang memeriksa.Lebih mudah
dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci
tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
(b) Pemeriksaanya dapat diserahkan orang lain.
(c) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang
mempengaruhi.
(d) Untuk menjawab test objektif tidak banyak memakai waktu.
(e) Reabilitynya lebih tinggi kalau di bandingkan dengan tes Essay,
karena penilainnya bersifat objektif.
(f) Validitas tes objektif lebih tinggi dari tes essay, karena
samplingnya lebih luas.
(g) Pemberian nilai dan cara menilai test objektif lebih cepat dan
mudah karena tidak menuntut keahlian khusus dari pada si
pemberi nilai.
(h) Tes Objektif tidak memperdulikan penguasaan bahasa, sehingga
mudah dilaksanakan.
Kelemahan Test Objektif yaitu:
(a) Persiapan untuk menyusun jauh lebih sulit dari pada tes esai
karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari
kelemahan-kelamahan yang lain.
(b) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya
pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur proses mental
yang tinggi.

6
Silverius Suke, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Cetakan Ke-1, (Jakarta: PT
Grasindo, 1991), h.69
(c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
(d) Kerjasama antarpeserta didik pada waktu mengerjakan soal tes
lebih terbuka.
(e) Peserta didik sering menerka-nerka dalam memberikan jawaban,
karena mereka belum menguasai bahan pelajaran tersebut.
(f) Memang test sampling yang diajukan kepada peserta didik-
peserta didik cukup banyak, dan hanya membutuhkan waktu yang
relatif singkat untuk menjawabnya
(g) Tidak biasa mengajak peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi.
(h) Banyak memakan biaya, karena lembaran item-item test harus
sebanyak jumlah pengikut test.
c) Macam-Macam tes Objektif
Tes objektif dibagi dalam lima bentuk antara lain:7
(a) Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test).
Tes obyektif bentuk true-false test sering dikenal dengan
istilah tes obyektif bentuk benar-salah atau tes obyektif “ya-tidak”
(yes-no test).Tes obyektif bentuk true-false adalah sala satu bentuk
tes obyektif dimana butir-butir soal yang diajukan dalam tes hasil
belajar itu berupa pernyataan, pernyataan mana ada yang benar
atau ada yang salah.
Jadi, tes obyektif itu bentuknya adalah kalimat atau
pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban: benar
atau salah, dan testee diminta menentukan pendapatnya mengenai
pernyataan tersebut dengan cara seperti yang ditentukan dalam
petunjuk cara mengerjakan soal.
Kelebihan tes obyektif:
 Soal ini baik untuk hasil-hasil, dimana hanya ada dua
alternative jawaban.
 Tuntutan kurang ditekankan pada kemampuan baca

7
Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Dikmenum Depdikna,
2008), h.5
 Sejumlah soal relative dapat dijawab dalam tipe test secara
berkala.
 Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
Kelemahan tes obyektif:
 Sulit menuliskan soal diluar tingkat pengetahuan yang bebas
dari maksud ganda.
 Jawaban soal tidak memberikan bukti bahwa peserta didik
mengetahui dengan baik.
 Tidak ada informasi diagnostic dari jawaban yang salah.
 Memungkinkan dan mendorong peserta didik untuk menerka-
nerka.
(b) Tes obyektif bentuk menjodohkan (matching test)
Tes obyektif bentuk matching sering dikenal dengan istilah
tes menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan, tes
mencocokkan dan tes mempertimbangkan.
Kelebihannya:
 Suatu bentuk yang efisien diberikan dimana sekelompok
respon sama menyesuaikan dengan rangkaian isi soal
 Waktu membaca dan merespon relative singkat.Mudah untuk
dibuat.Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
Kelemahan:
 Materi soal dibatasi oleh factor ingatan/ pengetahuan yang
sederhana dan kurang dapat dipakai untuk mengukur
penguasaan yang bersifat pengertian dan kemampuan membuat
tafsiran.
 Sulit menyusun soal yang mengandung sejumlah respon yang
homogeny.
 Mudah terpengaruh dengan petunjuk yang tidak relevan.
(c) Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test)
Tes obyektif bentuk completion sering dikenal dengan istileh
tes melengkapi atau menyempurnakan.
Kelebihan:
 Sangat mudah dalam penyusunannya
 Lebih menghemat tempat (menghemat kertas)
 Persyaratan komprehensif dapat dipenuhi oleh test model ini;
 Digunakan untuk mengukur berbagai taraf kompetensi dan
tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau hafalan saja
Kelemahan:
 Lebih cenderung mengungkap daya ingat atau aspek hafalan
saja.
 Butir- butir item dari test model ini kurang relevan untuk
diajukan.
 Tester kurang berhati-hati dalam menyusun kalimat dalam
soal.
(d) Tes obyektif bentuk isian (fill in test)
Tes obyektif bentuk fill in (bentuk isian) ini biasanya
berbentuk cerita atau karangan. Kata-kata penting dalam cerita
atau karangan itu beberapa diantaranya dikosongkan (tidak
dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian
yang yang telah dikosongkan itu.
Kelebihan:
 Mudah dalam perbuatan
 Kemungknan menebak jawaban sangat sulit
 Cocok untuk soal- soal hitungan
 Hasil- hasil pengetahuan dapat diukur secara luas
Kelemahan:
 Sulit menyusun kata- kata yang jawabannya hanya satu.
 Tidak cocok untuk mengukur hasil- hasil belajar yang
komplek.
 Penilaian menjemukan da memerlukan waktu banyak.
(e) Tes obyektif bentuk pilihan ganda (multiple choice item test)
Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal
dengan istilah tes obyektif pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk
tes obyekif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang
sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih
salah satu (atau lebih) dari beberapa kemungkinan jawab yang
telah disediakan pada tiap-tiap butir soal yang bersangkutan.
Kelebihan:
 Hasil belajae yang sederhana sampai yang komplek dapat
diukur.
 Terstruktur dan petunjuknya jelas.
 Alternatif jawaban yang salah dapat memberikan informasi
diagnostic.
 Tidak dimungkinkan untuk menerka jawaban.
 Penilaian mudah, objektif dan dapat dipercaya.
Kelemahan:
 Menyusunnya membutuhkan waktu yang lama
 Sulit menemukan pengacau
 Kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah,
kemampuan untuk mengorganisir dan mengekspresikan ide
 Nilai dapat dipengaruhi dengan kemampuan baca.
b. Tes Essay (Uraian)
Tes Essay adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan
terstruktur dan siswa menyusun, mengorganisasikan sendiri jawaban tiap
pertanyaan itu dengan bahasa sendiri. Tes essay ini sangat bermanfaat
untuk mengembangkan kemampuan dalam menjelaskan atau
mengungkapkan suatu pendapat dalam bahasa sendiri.8
Kelebihan bentuk tes uraian adalah sebagai berikut:
a) Memungkinkan siswa menjawab pertanyaan tes secara bebas.
b) Memberi kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan
kemampuannyabdalam hal menulis, mengutarakan ide-ide atau jalan
pikirannya secara terorganisir, berpikir kreatif dan kritis.
c) Merupakan tes terbaik untuk mengukur kemampuan siswa
mengemukakan pandangan dalam bentuk tulisan
d) Merupakan tes terbaik untuk mengukur kemampuan siswa
menjelaskan, membandingkan, merangkumkan, membedakan,
menggambarkan dan mengevaluasi suatu topik atau pokok bahasan.
e) Relatif lebih mudah menyusun pertanyaannya dibandingkan dengan
tes bentuk obyektif
f) Sangat memperkecil kemungkinan siswa menebak jawaban yang
benar.
g) Dapat menggalakkan siswa untuk mempelajari secara luas
konsepkonsep dan generalisasi yang berkaitan dengan topic
pembahasan/pengajaran
Sedangkan kelemahan dari bentuk tes uraian adalah:
a) Sukar diskor secara benar-benar obyektif, walaupun itu tes yang
dikualifikasi sebagai tes uraian obyektif sekalipun.
b) Membutuhkan waktu yang lama untuk menjawab pertanyaan.
c) Jumlah pokok bahasan/subpokok bahasan yang dapat diambil sebagai
sumber pertanyaaan sangat terbatas.
d) Membutuhkan waktu yang jauh lebih lama bagi guru untuk membaca
dan menilai semua jawaban siswa.
e) Sering terbuka untuk hallo effect yang berupa kecenderungan untuk
memberi nilai tinggi bagi siswa yang dianggap/dinilai mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman sekelasnya.

8
Silverius Suke, Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Cetakan Ke-1, Op Cit, h.73
2. Alat Evaluasi Non Tes
Alat evaluasi Non tes merupakan cara pengumpulan data tidak
menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur dan
tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Teknik ini hanya
bersifat mendeskripsikan atau memberikan gambaran, hasilnya adalah suatu
deskripsi atau gambaran. Terhadap gambaran-gambaran yang diperoleh
dapat dibuat interpretasi, penyimpulan-penyimpulan bahkan dengan
kualifikasi tertentu.
Dengan Teknik Non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar
peserta didik dilakukan dengan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan
dilakukan dengan melakukan beberapa jenis teknik non tes. Teknik non tes
ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka
mengevaluasi hasil belajar peserta didik daris segi ranah sikap hidup
(effective domain) dan ranah keterampilan (psychomotoric domain),
sedangkan teknik tes sebagaimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih
banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi
ranah proses berfikirnya (cognitive domain).
Menurut Arifin dilihat dari jenisnya non tes di bagi menjadi :9
a. Observasi (Observation)
Observasi memungkinkan seorang guru bisa memahami
karakteristik individu yang dibimbingnya, sebab perilaku manusia secara
umum adalah bisa diobservasi (abservable) kecuali hal-hal tertentu yang
memang seharusnya disembunyikan. Gall dkk memandang observasi
sebagai salah satu metode pengumpulan data dengan cara mengamati
perilaku dan lingkungan (sosial dan atau material) individu yang sedang
diamati.

9
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.125
Kelebihan observasi:
(a) Data diperoleh langsung dari objek penelitian, baik secara verbal
maupun tidak.
(b) Pencatatan informasi yang mendukung proses pengumpulan data
dapat dilakukan segera setelah terjadi atau saat berlangusngnya
kejadian tersebut.
Kekurangan observasi:
(a) Kemampuan manusia untuk menyimpan secara akurat terhadap kesan
yang diperoleh dari hasil pengamatan sangat terbatas, baik dalam hal
jumlah maupun lamanya kesan (informasi) itu bisa disimpan.
(b) Cara pandang indivdu terhadap obyek yang sama juga belum tentu
sama, sebab setiap orang memiliki frame yang unik yang mungkin
berbeda dengan yang lain, akibatnya kesan yang diperoleh juga tidak
sama dan penilainnya pun menjadi tidak sama.
(c)Kesan seseorang terhadap suatu obyek juga tidak selalu sama,
akibatnya penafsiran dan penilaian yang diberikan terhadap obyek
yang sama menjadi tidak sama.
(d) Ada kecenderungan pada manusia dalam menilai sesuatu menjadi
terlalu tinggi atau terlalu rendah mendasarkan pada sifat-sifat yang
menonjol atau “pagar bulan” (halo effect).
Syarat-syarat pembuatannya:
(a) Pelaku atau partisipan, yakni meliputi siapa sja orang yang ikut
terlibat dalam kegiatan observasi.
(b) Tujuan, sebainya observer mengetahui apa tujuan yang ingin dicapai
oleh para partisipan ketika melakukan observasi.
(c) Tempat observasi merupakan lokasi berlangsungnya pengamatan.
(d) Waktu, berkaitan dnegan waktu terjadinya peristiwa yang akan
diamati.
(e) Peralatan tertentu yang dibutuhkan kapan saja saat observasi
berlangsung.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Sebagai alat
penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan proses
belajar.10
Wawancara memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan antara
lain:11
Kelebihan wawancara:
(a) Bisa kontak langsung dengan peserta didik sehingga dapat
mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam.
(b)Hubungan dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas
mengemukakan pendapatnya.
(c) Wawancara bisa direkam sehinga jawaban peserta didik bisa dicatat
secara lengkap.
(d)Data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Pertanyaan
yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi.
(e) Jawaban yang belum jelas bisa diminta lagi dengan lebih terarah dan
lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban
peserta didik.
Kekurangan wawancara:
(a) Tidak cukup efisien, karena membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya
yang lebih banyak.
(b) Tergantung pada kesediaan, kemampuan, dan waktu yang tepat
dari interviwi, sehingga informasi tidak dapat diperoleh dengan
seteliti-telitinya.
(c)Jalan dan isi interviu sangat mudah dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
sekitar yang memberikan tekanan-tekanan yang mengganggu.

10
H. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), cet Ke-1, h. 33
11
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), cet. Ke-17, h. 68.
(d) Membutuhkan interviewer yang benar-benar menguasai bahasa
interviewee. Bagi orang-orang yang masih ”asing” amat sulit
menggunakan interviu sebagai metode penelitian.
(e)Jika pendekatan ”sahabat-karib” dilaksanakan untuk meneliti
masyarakat yang sangat hetrogen, maka diperlukan interviewer yang
cukup banyak.
(f) Sulit untuk menciptakan situasi yang terstandar sehingga kehadiran
interviwer tidak mempengaruhi responden dalam memberikan
jawaban.
Syarat-syarat pembuatannya:
(a)Hendaknya ia mempunyai minat yang sungguh-sungguh terhadap
orang lain.
(b)Ia hendaknya mempunyai pengertian, bersimpati dan berempati
dengan interviwi
(c) Mempunyai pengalaman hidup dan daya observasi yang tajam,
seyogianya ia tidak terkurung hanya dalam satu lingkungan saja.
(d)Mudah menyesuaikan diri dengan situasi sosial.
(e) Memahami dan mampu menggunakan pedoman wawancara dengan
baik.
(f) Memahami tujuan akhir yang hendak dicapai melalui interviu.
(g)Mampu memanfaatkan alat-alat bantu (tape recorder dan alat-alat
pencatat data dengan baik).
c. Skala Sikap ( Attitude Scale)
Sikap merupakan digunakan untuk mengukur sikap seseorang
terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada
hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap juga
dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang
kepada dirinya.
Kelebihan skala sikap:
(a) Mempunyai banyak kemudahan.
(b) Mempunyai reliabilitas tinggi dalam mengurutkan manusia
berdasarkan intensitas sikap tertentu.
(c) Skala sikap ini sangat luwes atau fleksibel
Kelemahan skala sikap:
(a) Sulit merumuskan instrumennya.
(b) Didalam pelaksanaannya rentan terhadapsubyektifitas guru.
(c) Memerlukan waktu yang panjang.
d. Skala Penilaian (Rating Scale)
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh
seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu titik kontinu
atau suatu kategori yang bermakna nilai.12
Syarat-syarat pembuatannya:
(d) Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini sehingga
jelas apa yang sehuarusnya dinilai.
(e) Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan
diungkap melalui instrumen ini.
(f) Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan, misalnya nilai
angka atau kategori.
(g) Buatlah item-item pertanyaan yang akan dinilai dalam kalimat yang
singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.
(h) Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil
yang diperoleh dari penilaian ini.
e. Angket (Quetioner)
Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket. Angket yaitu
wawancara tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya. Pada dasarnya
kuesioner adalah sebuah pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang
akan diukur (responden). Dengan kuesiner ini orang dapat mengetahui

12
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op Cit, h. 77
tentang keadaan/data diri, pengalaman, pengetahuan sikap atau
pendapatnya dan lain-lain.13
Kelebihan kuesioner ialah sifatnya yang praktis, hemat waktu,
tenaga, dan biaya. Kelemahannya ialah jawaban sering tidak objektif,
lebih-lebih bila pertanyaan kurang tajam yang memungkinkan peserta
didik berpura-pura. Seperti halnya wawancara, kuesioner pun ada dua
macam, yakni kuesioner langsung dan tidak langsung. Kelebihan
masingmasing kuesioner tersebut hampir sama dengan wawancara.

13
Muhamma Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1999), cet Ke-9, h. 117
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
KTSP singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,
karakteristik sekolah daerah, sosial budaya daerah setempat, dan karakteristik
peserta didik sekolah dan komite sekolah, pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar kompetensi lulusan dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggung jawab dibidang pendidikan.
Tes adalah sebuah cara yang dapat digunakan atau prosedur yang dapat
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian yang dapat berbentuk
pemberian tugas, atau serangkaian tugas sehingga dapat dihasilkan nilai yang
dapat melambangkan prestasi. Alat ukur evaluasi dibagi menjadi dua yaitu tes
dan non tes.
1. Alat evaluasi berupa tes dibagi menjadi dua yaitu tes objektif dan tes
uraian.
2. Alat evaluasi Non tes merupakan cara pengumpulan data tidak
menggunakan alat-alat baku, dengan demikian tidak bersifat mengukur
dan tidak diperoleh angka-angka sebagai hasil pengukuran. Alat non tes
dibagi menjadi lima yaitu
a. Observasi (Observation)
b. Wawancara (Interview)
c. Skala Sikap ( Attitude Scale)
d. Skala Penilaian (Rating Scale)
e. Angket (Quetioner)
DAFTAR PUSTAKA

Adkon, Riduwan. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. Arifin,
Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Burhan, Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalan Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yoggyakarta: BPFE.
Daryanto, H. 1999. Evaluasi Pendidikan cet ke-1. Jakarta : Rineka Cipta.
Depdiknas. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan . Jakarta: Dikmenum Depdiknas.
Kunandar. 2007. Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Lutan, Rusli. 2000. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Depdiknas.
Muhamma Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 1999), cet Ke-9, h. 117
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2012), cet. Ke-17, h. 68.
Suke, Silverius. 1991. Evaluasi Hasil Belajar dan Umpan Balik. Cetakan Ke-1.
Jakarta: PT Grasindo.
Worthen B.R dan Sanders J.R. 1987. Educational Evaluation: Alternatives
Approaches and Particles Guiderlines. New York: Longman Inc.

Anda mungkin juga menyukai