Anda di halaman 1dari 19

Critical Book Report

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Evaluasi Pelatihan

Disusun Oleh:

Nama : Elvis Tririviera Ginting

Nim : 1183371002

Kelas : Penmas Reg B 2018

Dosen Pengampu:

Fauzi Kurniawan, S. Psi, M. Psi

PENDIDIKAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB  II RINGKASAN BUKU


2.1 Identitas Buku
2.2 Ringkasan Buku

BAB  III PENILAIAN BUKU


3.1 Kelebihan Buku
3.2 Kelemahan Buku

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Critical Book Report ini adalah tugas wajib kedua setelah Tugas Rutin yang
harus di kerjakan. Pada kesempatan ini saya akan mengkritik sebuah buku yang
berjudul “Model Pendidikan dan Pelatihan”. Materi ini di ambil karena
berhubungan dengan mata kuliah Evaluasi Pelatihan.

Sebagai media, buku dapat dipergunakan untuk memuat berbagai jenis


informasi dan keperluan yang berarti bahwa penulis dapat menulis informasi
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, atau seni. Dilihat dari keperluan atau
manfaatnya, buku dapat dipergunakan sebagai media untuk sumber belajar,
dokumentasi,atau hiburan. Mengkritik buku merupakan kegiatan ilmiah yang
dilakukan untuk memberikan tanggapan dan penilaian terhadap isi sebuah buku.
Tanggapan atau penilaian itu dapat memotivasi pembaca atau menjadi tidak
berminat membaca buku yang dikritk itu. Di samping itu mengkritik buku
merupakan umpan balik bagi penulis buku untuk menyempurnakan isi buku itu
pada edisi terbitan berikutnya dan agar buku tersebut dapat berfungsi efektif,
efisien, dan menarik, penulis menulis menyajikan pesan sesuai dengan
karakteristik pesan, pembaca sasaran/penerima pesan, dan gaya khas penulisnya.

1.2 Tujuan
Tujuan utama mengkritik buku ialah memberikan tanggapan dan penilaian
atas isi buku sebagai informasi kepada pembaca buku tersebut.

1.3 Manfaat
1. Menambah informasi/wawasan mengenai keanekaragaman buku
2. Mengetahui kualitas buku
BAB II
RINGKASAN BUKU

2.1 Identitas Buku

Identitas Buku Utama


Judul : Model Pendidikan dan Pelatihan
Penulis : Prof. Dr. h Mustafa Kamil
Penerbit : Alfabeta
Tahun : 2012
Tebal buku : 178 halaman
ISBN : 978-602-8800-20-4

2.2 Ringkasan Buku


BAB 1 Konsep Dasar Pelatihan

A. Pendahuluan

Kebutuhan akan peningkatan penguasaan ilmu dan teknologi pada masa


sekarang semakin dirasakan seiring dengan semakin meluas dan semakin
rasionalnya hubungan-hubungan manusia dalam tatanan global masyarakat
modern. Fenomena ini paling tidak dapat didekati dari kecenderungan tiga elemen
penting, yaltu bahwa: (1) individu- individu semakin membutuhkan wawasan-
wawasan dan penguasaan keterampilan-keterampilan baru atau tambahan bagi
penyesuaian dengan tuntutan dunia kerja, peningkatan karier, atau aktualisasi diri
di masyarakat; (2) organisasi-organisasi usaha maupun organisasi- organisasi
sosial memandang perlu dan mendesak untuk memiliki sumber daya-sumber daya
manusia yang mampu mengembangkan strategi-strategi operasi yang dapat
diandalkan dalam iklim usaha yang semakin kompetitif; dan (3) pemerintah
sangat berkepentingan dengan upaya-upaya memajukan kesejahteraan sosial lewat
pengem- bangan potensi insani pada lingkup mikro organisasi maupun lingkup
makro masyarakat.

B. Pengertian Pelatihan

Simamora (1995: 287) mengartikan pelatihan sebagai serang- kaian


aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan,
pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu. Sementara dalam
Instruksi Presiden No.15 tahun 1974, pengertian pelatihan dirumuskan sebagai
berikut:

Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk


memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang
berlaku, dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan menggunakan metode yang
lebih mengutamakan praktik daripada teori.

Istilah pelatihan biasa dihubungkan dengan pendidikan. Ini terutama


karena secara konsepsional pelatihan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan.
Meskipun demikian secara khusus pelatihan dapat dibedakan dari pendidikan.
Untuk memahami istilah pendidikan, kriteria yang dikemukakan oleh Peters
(1996).

C. Manajemen Pelatihan

Dengan jenis dan berbagal karakteristik apa pun, pada akhirnya pelatihan
perlu dikelola atau dimanaje. Pengelolaan pelatihan secara tepat dan profesional
dapat memberikan makna fungsional pelatihan terhadap individu, organisasi,
maupun masyarakat. Pelatihan memang perlu diorganisasikan, oleh karena itu
biasa dikenal adanya organizer atau panitia pelatihan, Badan-badan pendidikan
dan pelatihan, lembaga-lembaga kursus, dan panitia- panitia yang dibentuk secara
insidental, pada dasarnya adalah organizer pelatihan. Sementara itu dalam
organisasi perusahaan biasa dikenal pula divisi yang tersendiri maupun sebagai
badan yang terintergrasi yang bertanggung jawab melaksanakan tugas-tugas
pengembangan sumber daya manusia. Secara manajerial, fungsi- fungsi organizer
pelatihan adalah merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelatihan.
Sementara secara operasional, tugas-tugas popok organizer pelatihan adalah
meliputi hal-hal berikut.

a. Mengurusi kebutuhan pelatihan pada umumnya;

b. Mengembangkan kebijakan dan prosedur pelatihan;

c. Mengelola anggaran pelatihan;

d. Mengembangkan dan menerapkan administrasi pelatihan;

e. Meneliti metode-metode pelatihan yang sesuai untuk diterapkan;

f. Mempersiapkan materi, peralatan, dan fasilitas pelatihan; dan

g. Menganalisis dan memperbaiki sistem pelatihan.

D. Pendekatan Sistem untuk Pelatihan

Pelaksanaan pelatihan adalah berupa implementasi program pelatihan


untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Pada tahap ini program pelatihan
dirancang dan disajikan. Program pelatihan ini harus berisi aktivitas-aktivitas dan
pengalaman belajar yang dapat memenuhi sasaran-sasaran pelatihan yang telah
ditetap- kan pada tahap penilaian kebutuhan pelatihan. Akhirnya evaluasi
pelatihan dilakukan untuk mengetahui dam- pak program pelatihan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Langkah pertama dalam evaluasi ini
adalah menetapkan kriteria keberhasilan. Kriteria ini harus didasarkan pada
sasaran awal pelatihan. Setelah kriteria dibuat, evaluasi dapat dilakukan baik
terhadap peserta maupun terhadap keseluruhan komponen program pelatihan.
Lebih dari itu evaluasi juga harus menilai apakan proses dan hasil belajar dapat
ditransfer ke situasi kerja atau ke dunia kehidupan nyata.
BAB 2 Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

A. Pendahuluan

Tentunya pelatihan bukanlah satu-satunya bentuk pendidikan luar sekolah.


Dalam pengertian yang luas, setiap proses pendidikan yang secara sengaja di
upayakan agara terjadi proses belajar dan pembelajaran yang mengarah pada
perubahan positif dalam aspek mental dan intelektual individu dan msyarakat di
luar sistem persekolahan yang fomal adalah pendidikan luar sekolah atau
pendidikan nonformal. Dengan demiklan maka selain pelatihan, pendidikan luar
sekolah mencakup pula bentuk-bentuk lainnya seperti kelompok belajar,
kelompok bermain, bimbingan belajar, penyuluhan, kegiatan belajar dan bekerja,
kepanduan, pendidikan perluasan, penataran, home schooling, dan sistem belajar
jarak jauh. Adalah konteks pembahasan yang memfokuskan tulisan ini pada
uralan tentang pelatihan. Menilik ciri-cirinya sebagaimana yang telah
dikemukakan, memang pelatihan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk
pendidikan luar sekolah. Ciri-ciri tersebut terutama yang menunjuk pada jangka
waktu pelaksanaan, materi, metode pembelajaran, dan penghargaan akhir yang
diberikan. Sebagaimna diketahui, pelatihan memiliki ciri-ciri berjangka waktu
pendek, materi yang lebih khusus, metode pembelajaran yang inkonvensional, dan
penghargaan akhir berupa sertifikat atau yang bersifat non degree.

B. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah

Sebagai suatu ilmu, pendidikan luar sekolah memiliki sifat kellmuan yang
berdasarkan pada otonomi disiplin ilmunya tersendiri. Ini karena pendidikan luar
sekolah mampu memberikan argumen dasar mengenal struktur keilmuan yang
jelas, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Dengan jelasnya struktur dan
otonominya, ilmu pendidikan luar sekolah mampu melakukan berbagai
pengkajian dan menghasilkan generalisasi-generalisasi, konsep-konsep, dan teori-
teori tentang belajar dan pembelajaran dalam rangka mewujudkan kemandirian.

C. Model-model Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah


Pemilihan suatu model pelatihan terutama didasarkan pada kebutuhan di
satu pihak dan potensi atau peluang yang dimiliki di pihak lain. Kebutuhan
menunjuk pada kebutuhan belajar warga belajar atau kebutuhan organisasi akan
pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan. Kebutuhan ini dapat
selaras ataupun tidak selaras dengan peluang atau potensi yang dimiliki baik
secara internal maupun eksternal. Potensi internal misalnya berupa kesiapan
warga belajar, waktu yang tersedia, dan biaya yang dimiliki. Potensi ekster- nal
menunjuk pada perangkat lunak model pelatihan dan manajemen atau organizer
pelatihan.

D. Evaluasi Pelatihan dalam Pendidikan Luar Sekolah

Pengertian evaluasi secara luas, selanjutnya dikemukakan pula oleh


Syamsu Mappa (1984) dalam Sudjana (2000:267) yang mende- finisikan
penilaian pendidikan luar sekolah sebagai kegiatan yang dilakukan untuk
menetapkan keberhasilan atau kegagalan program pendidikan. Sejalan dengan
pengertian tersebut, Muhjadi menjelaskan bahwa evaluasi adalah upaya
mengumpulkan informasi mengenal suatu program, kegiatan atau proyek.
Informasi tersebut berguna untuk pengambilan keputusan seperti untuk
penyempurnaan suatu kegiatan lebih lanjut, penghentian suatu keglatan, atau
penyebar- luasan gagasan yang mendasari suatu kegiatan. Informasi yang
dikumpulkan harus memenuhi persyaratan iimlan, praktis, tepat guna dan sesuai
dengan nilai yang selalu mendasari dalam setian pengambilan keputusan.

BAB 3 Pelatihan Magang

A. Pendahuluan

Berkembangnya budaya belajar-bekerja sebagai suatu akibat dari tingginya


kepercayaan masyarakat terhadap teknologi pembel- ajaran ini, sehingga
mengangkat model pembelajaran ini pada kerangka dunia pendidikan luar sekolah
yang lebih maju lagi. Hal ini terlihat dari semakin semaraknya model budaya
belajar-bekerja pada dunia industri yang sangat modern, baik itu di negara-negara
maju (industri) maupun di negara-negara berkembang. Pada kelompok
masyarakat tertentu model pembelajaran (budaya belajar-bekerja) ini pun tetap
menjadi primadona dalam transfer kemampuan, keteram- pilan bagi keturunan
dan kelompok masyarakat lainnya yang memerlukan.

B. Konsep Dasar Magang

Budaya belajar- bekerja (magang) sebagai suatu bentuk pendidikan luar


sekolah, memiliki nilai-nilai luhur yang mengarah pada pencapaian keber- hasilan
dari apa yang diinginkan sekedar sebagai pengisi waktu senggang menjadi lebih
berorientasi pada keuntungan (benefit) dan profesional. Nilai-nilai yang
terkandung dalam proses pembelajaran magang (learning by doing) yaitu
kemauan, ketekunan, keuletan dan tanggung jawab dalam menekuni dan
mempelajri bidang vang digelutinya. Keempat hal tersebut masing-masing harus
dimiliki dan terpatri dalam hati si pemagang dan permagang (sumber belajar).

C. Tujuan Magang

Keberhasilan proses belajar dalam pendidikan luar sekolah melalui


pendekatan pembelajaran sambil bekerja tidak terlepas dari komponen-komponen
sistem pembelajaran pendidikan luar sekolah itu sendiri: Beberapa komponen
pendidikan luar sekolah yang coha dianalisis dan diduga memberi pengaruh kuat
terhadap kemandirian dalam penelitian ini adalah: komponen program yang di
dalamnya menyangkut: komponen kurikulum, dan komponen manajemen
pendidikan luar sekolah. Kecenderungan itu seperti diungkapkan Maclaughglin
dan Gnagey (1981) menyebutkan bahwa program pembelajaran dengan standar
lebih tinggi terutama kesesualan antara program, kurikulum dan kemampuan
pengelolaan yang memadai cenderung menghasilkan kinerja lulusan yang lebih
tinggi. hasil penelitian ini dibuktikan oleh Constantinus Rudy Prihantoro (1999),
bahwa: Model pengembangan pendidikan dengan yang di dalamnya melingkupi
pengembangan kurikulum, manajemen dan program, merupakan sistem yang
terintegrasi dengan kurikulum sebagai inti terlaksananya proses pendidikan yang
sistematis dengan sejumlah aktivitas yang dikembangkan dan didukung oleh
program terencana, di bawah naungan manajemen yang mengelola pendidikan.

D. Kriteria Isi Kurikulum Pembelajaran Magang (Learning by Doing)

Isi spesifik yang menjadi perhatian dalam kurikulum program


pembelajaran sambil bekerja dapat dikonstruksi oleh lembaga profesional (the
professional body) atau oleh tutor, fasilitator dan pemagang sebagai sumber
belajar dan atau disusun bersama dengan warga belajar. Kurikulum yang
dirancang apabila mungkin diajukan untuk mendapatkan persetujuan lembaga
tertentu terutama badan yang profesional, meliputi: 1) Tujuan pembelajaran,
tujuan umum (aims) yang berupa pernyataan filosofis yang menjadi kepentingan-
nya, tujuan khusus (objectives) yang berupa maksud dari tujuan pengajaran atau
sasaran hasil belajar yang secara khusus terbagi dalam bagian-bagian dan
diberikan selama proses pembelajaran. 2) Tuntutan praktik, tuntutan praktik ini
merupakan gambaran profesional dimana kegiatan pembelajaran dilakukan, dan
tidak hanya sekedar kebutuhan (needs) karena kalau need saja bukan merupakan
bentuk suatu ciri sentral dalam memahami kriteria untuk menyeleksi Isi sebuah
kurikulum dll.

E. Pengelolaan Pembelajaran Magang (Learning by Doing)

Apabila perencanaan telah dilakukan maka pengorganisasian mutlak


dilakukan. Pengorganisasian adalah kegiatan mengidentifikasi dan memadukan
sumber-sumber yang diperlukan ke dalam kegiatan vang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber-sumber itu meliputi tenaga
manusia, fasilitas, alat-alat, dan biaya yang tersedia atau dapat disediakan.
Manusia adalah sumber vang paling pokok dalam pengorganisasian. Dengan kata
lain dapat dikemukakan bahwa pengorganisasian adalah upaya melibatkan semua
sumber manusia dan non manusia ke dalam kegiatan yang terpadu untuk
mencapai tujuan lembaga atau organisasi penyelenggara program pembelajaran
magang (learning by doing).

F. Magang (Learning bg Doing) dan Nilai-nilai Budaya Belajar dan Budaya Kerja
Mengacu kepada kedua pandangan ahli tersebut di atas, sistem nilai sosial
budaya yang berkembang di masyarakat khusus- nya, dapat dikategorikan pada
dua kenyataan. Dimana pada satu sisi ada sistem nilai budaya yang
menguntungkan bagi terjadinya proses pembangunan dan pada sisi lain ada nilai-
sosial budaya yang sama sekali kurang mendukung bagi terjadinya proses
pembangunan. Nilai- nilal sosial budaya yang mendukung terjadinya proses
pembangunan adalah nilai-nilai sosial budaya yang sangat dipahami baik
keberada- annya maupun mekanisme kerjanya, serta committed terhadap
perkembangan perikehidupan masyarakat. Sedangkan nilai sosial budaya yang
tidak mendukung terhadap proses pembangunan, adalah nilai-nilai sosial budaya
yang tidak dipahami, akan tetapi hanya dijalankan dan merupakan suatu kebiasaan
hidup sehari-hari yang berlaku dalam kelompoknya. Nilai-nilai sosial budaya Ini
biasanya bukan merupakan sesuatu hal yang terjadi secara turun temurun dan
merupakan aturan (norma), akan tetapi nilai-nilai yang sama sekali dibentuk oleh
sekelompok orang agar masyarakat (penduduk) tetap taat akan pola hidupnya, dan
nilai sosial budaya semacam ini hanya menguntungkan sekolompok orang saja.
Akan tetapi karena nilai-nilai tersebut sudah terpatri dalam perikehidupan
masyarakat (penduduk), maka tingkat kebenarannya dan kepercayaannya tetap
dihargai.

BAB 4 Model Pelatihan Kerja

A. Pendahuluan

Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan juga sering


medorong mereka bekerja lebih keras. Hal ini karena karyawan yang telah
mengetahui dengan baik tuga-tugas dan tanggung jawabnya akan berusaha
meningkatkan moral kerjanya sehingga menjadi lebih tinggi. Kesadaran para
pemimpin organsiasi akan arti pentingnya pelatihan bagi karyawan untuk dapat
mengikuti perubahan-perubahan dalam teknologi dan sistem kerja menjadikan
peranan pelatihan kerja semakin penting peranannya. Pimpinan organisasi tidak
akan segan- segan mengalokasikan dana yang memadai untuk keperluan pelatihan
karyawan, sebab hal ini dianggapnya sebagai suatu investasi yang akan
memberikan jaminan bahwa karyawan-karyawanya adalah anggota organisasi
yang baik.
Hal ini terutama dirasakan oleh organisasi-organisasi yang berada dalam
atau menghadapi peralihan teknologi dan prosedur kerja. Pada peralihan
teknologi, organisasi- organisasi akan menggunakan teknologi yang lebih maju
guna men- jaga kinerja organisasinya. Penggunaan teknologi baru akan
menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru, gerakan-gerakan mesin baru, dan
pencermatan-pencermatan baru. Demikian pula dengan prosedur- prosedur
administrasi dan pelayanan pada orgaisasi publik yang menghadapi tuntutan-
tuntutan tertentu dalam menerapkan paradigma baru pelayanan publik. Oleh
karena itu, diperlukan pelatihan-pelatihan bagi karyawan agar mereka cakap
dalam menangani tugas-tugasnya.

B. Kinerja Sumber Daya Manusia

Dalam kaitannya dengan sistem pengawasan yang diteliti secara


mendalam dalam penelitian ini, maka hubungan antara sistem pengawasan dengan
kinerja ini sangat strategis dalam suatu manaje- men kepegawaian. Maksudnya
bahwa target-target yang harus dicapai oleh setiap unit dalma organisasi
kelembagaan tertentu tentunya dapat dicapai jika kinerja para pegawainya
terawasi dengan betul selama melaksanakan tugas dan fungsi-fungsi manajemen
yang telahn direncanakan.

C. Konsep Dasar Pelatihan Kerja dalam Membangun Kinerja

Suatu analisa objektif tentang mekanisme penyesuaian karyawan pada


setiap waktu ini terbukti mengecewakan. Ini mungkin karena masa transisi belum
cukup atau tidak mudah dilalui, kecuali bila telah diberikan jaminan khusus
berupa pemenuhan kebutuhan. Dengan kata lain, bila para karyawan
menyesuaikan diri dengan cara mereka masing-masing, kemungkinan besar
mereka menolak untuk menerima satu atau beberapa faktor yang dianggap kritis
dalam lingkungan baru. Kelemahan-kelemahan ini seringkali berlangsung tanpa
diketahui dan baru disadari setelah munculnya masalah moral yang berat,
merosotnya produksi, turunnya kualitas, memburuknya citra, dan berbagai
kesukaran lain.Organisasi yang berhasil tidak hanya menghadapi tantangan
zaman, melainkan juga mengadakan pembaharuan dan menggunakan sumber-
sumber yang dimilikinya agar lebih maju. Setiap organisasi memiliki gedung,
mesin dan peralatan, bahan mentah, dan sumber- sumber keuangan. Namun faktor
penentu keuntungan atau keruglan adalah penggunaan sumber-sumber manusia,
yaitu cara mengelola kecerdasan, bakat, prestasi, dan nilal-nilai moralitas dan
menyalur- kannya ke kegiatan yang membutuhkan dengan cara dan pada waktu
yang tepat. Dari sinilah kita dapat menyadari urgensi pelatihan kerja.

BAB 5 Pelatihan dan Kewirausahaan

A. Pengertian Kewirausahaan

Zimmerer (1996: 51) mendefiniskan kewirausahaan adalah Applying


creativity and innovation to solve the problems and to exploit opportunities that
people face everyday". Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan
keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya memanfaatkan peluang
yang dihadapi setiap hari. Dengan demikian, kewirausahaan adalah gabungan dari
kreati- Vitas, keinovasian, dan keberanian menghadapi risiko yang dilakukan
dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.

B. Tujuan Kewirausahaan

Tujuan kewirausahaan adalah . menciptakan untuk menggunakan resource,


mengurangi pemborosan, dan membuka lapangan kerja yang disenangi oleh
masyarakat", Oleh karena itu, dalam tujuan itu terkandung simpul-simpul yang
berhu- bungan dengan konsep baru, pengelolaan, penciptaan, kemakmuran. dan
penanggulangan risiko, serta memanfaatkan kemampuan berusaha.
BAB 6 Model Pelatihan, Kemitraan, Dan Pendampingan Masyarakat Pesisir

A. Latar Belakang Pengembangan Model

Model pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pelatihan yang


dikembangkan pada tiga daerah sasaran (Kecamatan Bulang, Galang, dan
Belakang Padang). Model pemberdayaan ini didasarkan pada hasil studi awal
(penelitian pendahuluan), sehingga konsep model pelatihan dan materi pelatihan
mengacu pada hasil studi tersebut. Namun demikian pada laporan ini tidak akan
dibahas secara terperinci pelatihan yang dilaksanakan, akan tetapi hanya akan
dijelaskan model konseptualnya saja, mulai dari konsep pelatihan yang
dikembangkan, fancangan pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan evaluasi hasil
pelatihan.

B. Konsep Model Pemberdayaan Melalui Pelatihan

Sastrodipoero (2006: 122) memberikan definisi pelatihan adalah "Salah


satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan
di luar sistem pengembangan sumber daya manusia, yang berlaku dalam waktu
yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktik daripada
teori".

Dari definisi pelatihan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan


adalah proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka meningkatkan sikap dan perilaku individu sebagai anggota
masyarakat dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dalam
pelatihan terkandung aspek-aspek yang meliputi:

a. Pelatih, yakni orang-orang yang memberikan pengetahuan dan keterampilan. b.


Peserta pelatihan, yakni orang-orang (dalam hal ini warga masyarakat) yang
membutuhkan pengetahuan dan keterampilan.

c. Proses pembelajaran, yakni peristiwa penyampaian pengetahuan dan


keterampilan.
d. Bahan pelatihan, yaitu berbagai materi yang akan disampaikan pelatih kepada
peserta dalam proses pembelajaran dalam pelatihan.

C. Pelaksanaan Pelatihan

Dalam melaksanakan pelatihan pendekatan yang digunakan adalah


pendekatan partisipatif andragogik (model pendidikan orang dewasa), yakni
dengan memanfaatkan pengalaman-pengalaman peserta pelatihan sebagai sumber
belajar untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pelatihan.
Metode penyelenggaraan pelatihan menggunakan pola/ kelompok. Peserta
pelatihan dibagi dalam kelompok besar 30 orang pada saat memperoleh materi
pelatihan yang bersifat teori. Sedangkan pada saat praktik warga belajar dibagi
dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5 kelompok kecil.
Teknik pelatihan yang digunakan dalam pelatihan, antara lain: (1)
ceramah, (2) tanya jawab, (3) curah pendapat, (4) diskusi, (5) demonstrasi, (6)
simulasi, (7) praktik, (8) penugasan. Media/ alat pembelajaran yang digunakan
antara lain: (a) papan tulis, (b) spidol (boardmaker), (c) isolatif, (d) gunting, (e)
tali rapia, (f) bahan belajar (hand out). Media tersebut digunakan untuk
memperlancar proses pembelajaran dalam pelatihan.

D. Model Kemitraan dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Dunia usaha dan industri merupakan lembaga ekonomi yang dapat


dijadikan mitra (kerjasama) dalam pengembangan usaha yang dilakukan
masyarakat, terutama dalam membina (kontrol), menge- Jola, memasarkan
produk. Hal ini dilakukan agar produksi yang dihasilkan masyarakat betul-betul
berkualitas dan dapat diterima (sesuai standar) serta dipasarkan secara baik
sehingga masyarakat mampu mengembangkan usahanya dalam skala yang lebih
luas. Untuk kepentingan itulah kemitraan dalam pengembangan usaha masyarakat
dengan DUDI sangatlah diperlukan bagi pengusaha kecil dan menengah.

Tujuan jaringan kemitraan adalah untuk memperlancar dan


mengoptimalkan segenap potensi yang ada dalam rangka penyeleng- garaan
program usaha, sehingga tujuan program tercapai sesual dengan rencana awal.
Di samping itu pula tujuan pengembangan model kemitraan adalah,
memformulasikan model yang efektif tentang kemitraan penyelenggaraan
program usaha masyarakat dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan Buku


Buku ini memiliki sistem bahasan pertopik dan juga kegiatan
pembelajaran setiap topik tersusun dan sistematis. Sehingga pembahasan akan
lebih mudah dan dapat dicerna, buku ini juga sangat detail membahas setiap topik
yang disajikan, buku ini juga memberikan beberapa contoh sehingga lebih mudah
dipahami dan dimengerti. Buku ini bisa menjadi bahan referensi karena
pembahasannya bisa dikatakan lengkap dan runtut. Pembahasan dibuku ini sangat
mendetail dan mudah dimengerti, seriap bab juga berkesinambungan.

3.2 Kelemahan Buku


Banyak pendapat-pendapat tanpa penjelasan yang disajikan dibuku, kata-
katanya juga berbalit belit. kekurangan diantaranya yaitu penggunaan tata bahasa
tidak sesuai dengan kaidah baku (EYD). Selain itu tentang teknis penulisan,
banyak kutipan berbahasa asing tidak dicetak miring dan tidak ditulis dengan
benar. Dalam pembahasannya buku ini juga selalu mengulang isi dari sub bab sub
bab yang telah ada sebelumnya, sehingga sedikit makna yang akan dapat diambil
oleh pembaca.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Pelaksanaan pelatihan adalah berupa implementasi program pelatihan
untuk memenuhi kebutuhan peserta pelatihan. Pada tahap ini program pelatihan
dirancang dan disajikan. Program pelatihan ini harus berisi aktivitas-aktivitas dan
pengalaman belajar yang dapat memenuhi sasaran-sasaran pelatihan yang telah
ditetap- kan pada tahap penilaian kebutuhan pelatihan. Akhirnya evaluasi
pelatihan dilakukan untuk mengetahui dam- pak program pelatihan terhadap
kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan. Langkah pertama dalam evaluasi ini
adalah menetapkan kriteria keberhasilan. Kriteria ini harus didasarkan pada
sasaran awal pelatihan. Setelah kriteria dibuat, evaluasi dapat dilakukan baik
terhadap peserta maupun terhadap keseluruhan komponen program pelatihan.
Lebih dari itu evaluasi juga harus menilai apakan proses dan hasil belajar dapat
ditransfer ke situasi kerja atau ke dunia kehidupan nyata.

4.2. Saran
Di sini penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan dari pembaca
karena masih banyak kekurangan-kekurangan dalam penulisan Critical Book
Report ini. Serta isi dari Critical Book Report ini yang masih tidak sesuai dengan
yang di harapkan. Maka jadikanlah ini sebuah buku yang berguna untuk dibaca
para pembaca dan mereka mengetahui bagaimana penyuluhan pertanian.
Lampiran :

Anda mungkin juga menyukai