Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

HUKUM ADAMINISTRASI NEGARA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara

Dosen : Ade Opik Rohmanudin, S.IP M,Si

Disusun Oleh :

Administrasi Negara 2A

Roni Nurhidayat E.2035223775


Abdul Rojaq E.2035223692
Rafli Fathurrohman E.2035223669

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI

SEBELAS APRIL SUMEDANG

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pengertian hukum administrasi di dalam kepustakaan negeri Belanda terdapat dua

istilah, yaitu bestuursrecht dan administratief recht, dengan kata dasar “administratie” dan

“bestuur”. Terhadap dua istilah ini, para pakar administrasi negara berbeda pendapat

dalam menerjemahkannya dengan istilah tata usaha, tata usaha pemerintahan, tata

pemerintahan, tata usaha negara dan ada yang menerjemahkannya dengan administrasi

saja, sedangkan kata “bestuur” diterjemahkan secara seragam dengan pemerintahan.

Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diartikan secara luas (in the broad

sense) dan dalam arti sempit (in the narrow sense). Pemerintah dalam arti luas itu

mencakup semua alat kelengkapan negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-

cabang kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif atau alat-alat kelengkapan negara

lain yang bertindak untuk dan atas nama negara, sedangkan dalam arti sempit pemerintah

adalah cabang kekuasaan eksekutif. Pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat

perlengkapan negara yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-

undang, sedangkan dalam arti luas mencakup semua badan yang menyelenggarakan

semua kekuasaan di dalam negara baik eksekutif maupun legislatif dan yudikatif. Secara

teoretis dan praktis, terdapat perbedaan antara “pemerintah” dengan “pemerintahan”.

Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan

kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara. Dengan ungkapan lain, pemerintahan


adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas pemerintah, sedangkan pemerintah adalah

organ/alat atau aparat yang menjalankan pemerintahan.

Ditinjau secara umum, hukum administrasi merupakan instrumen yuridis bagi penguasa

untuk secara aktif terlibat dengan masyarakat dan pada sisi lain hukum administrasi

merupakan hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mempengaruhi penguasa dan

memberikan perlindungan terhadap penguasa. Rumusan ini sekedar merupakan deskripsi

awal dan masih sangat luas.

Sejalan dengan deskripsi tersebut, patut diperhatikan tiga fungsi hukum administrasi yang

diketengahkan oleh P. De Haan cs., dalam bukunya Bestuursrecht in de Sociale Rechsstaat

jilid 1 (p. 30) : “het bestuursrecht vervult dus een driedelige functie: norm, instrument en

waarborg” (hukum administrasi memenuhi tiga fungsi: norma, instrumen, jaminan).

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan konsep dasar, produk, dan sumber Hukum Administrasi Negara di
Indonesia?
2. Jelaskan kedudukan, kewenangan dan tindakan pemerintah ?
3. Indentifikasi dan klasifikasikan Instrumen pemerintah ?

C. Tujuan Makalah
1. Mampu menjelaskan konsep dasar, produk dan sumber Hukum Administrasi Negara di
Indonesia.
2. Mampu menjelaskan kedudukan, kewenangan dan tindakan pemerintah.
3. Mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasikan instrumen pemerintah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR HAN


1. Pengertian dan istilah Hukum Administrasi Negara.
Sejarah dari Hukum Administrasi Negara dari Negara Belanda yang disebut Administratif recht
atau Bestuursrecht yang berarti Lingkungan Kekuasaan/ Administratif diluar dari legislatif dan yudisil. Di
Perancis disebut Droit Administrative. Di Inggris disebut Administrative Law. Di Jerman disebut
Verwaltung recht. Di Indonesia banyak istilah untuk mata kuliah ini.
1. E. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Administrasi pada cetakan pertama
memakai istilah hukum tata usaha Indonesia, kemudian pada cetakan kedua mennggunakan istilah
Hukum tata usaha Negara Indonesia, dan pada cetakan ketiga menggunakan istilah Hukum Administrasi
Negara Indonesia.
2. Wirjono Prajokodikoro, dalam tulisannya di majalah hukum tahun 1952, menggunakan istilah “Tata
Usaha Pemerintahan”.
3. Djuial Haesen Koesoemaatmadja dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara,
menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara dengan 2 alasan sesuai dengan Undang-undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970.
4. Prajudi Armosudidjo, dalam prasarannya di Musyawarah Nasional Persahi tahun 1972 di Prapat
mengunakan istilah Peradilan Administrasi Negara.
5. W.F. Prins dalam bukunya Inhiding in het Administratif recht van Indonesia, menggunakan istilah,
Hukum Tata Usaha Negara Indonesia.
6. Rapat Staf Dosen Fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia bulan Maret 1973 di Cirebon,
memutuskan sebaiknnya menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara dengan alasan Hukum
Administrasi Negara pengertiannya lebih luas dan sesuai dengan perkembangan pembangunan dan
kemajuan Negara Republik Indonesia kedepan.
7. Surat Keputusan Mendikbud tahun 1972, tentang Pedoman Kurikulum minimal Perguruan Tinggi
Negeri dan Swasta, meggunakan istilah. Hukum Tata Pemerintahan ( HTP ).
8. Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 dan TAP MPR No. II/1983 tentang
GBHN memakai istilah Hukum Tata Usaha Negara.
9. Surat Keputusan Mendikbud No. 31 tahu 1983, tentang kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana
Hukum menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara.
Sejarah Hukum Administrasi Negara ( HAN ) atau Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) atau Hukum
Tata Pemerintahan ( HTP ) di Negeri Belanda disatukan dalam Hukum Tata Negara yang disebut Staats
en Administratiefrecht.
Pada tahun 1946 di Universitas Amsterdam baru diadakan pemisahan mata kuliah Administrasi
Negara dari mata kuliah Hukum Tata Negara, dan Mr. Vegting sebagai guru besar yang memberikan
mata kuliah Hukum Administrasi Negara. Tahun 1948 Universitas Leiden mengikuti jejak Universitas
Amsterdam memisahkan Hukum Administrasi Negara dari Hukum Tata Negara yang diberikan oleh
Kranenburg.
Di Indonesia sebelum perang dunia kedua pada Rechtshogeschool di Jakarta diberikan dalam
satu mata kuliah dalam Staats en administratiefrecht yang diberikan oleh Mr. Logemann sampai tahun
1941.
Baru pada tahun 1946 Universitas Indonesia di Jakarta Hukum Administrasi Negara dan Hukum
Tata Negara diberikan secara tersendiri. Hukum Tata Negara diberikan oleh Prof. Resink, sedangkan
Hukum Administrasi Negara diberikan oleh Mr. Prins.
Berdasarkan uraian-uraian di atas jelaslah bahwa Ilmu Hukum Administrasi Negara adalah ilmu
yang sangat luas dan terus berkembang mengikuti tuntutan Negara/masyarakat, sehingga lapangan
yang kan digalinyapun sangat luas dan beranekan ragam dan campur tangfan pemerintah dalam
kehidupan masyarakat.
2. Ruang Lingkup Hukum Adminitrasi Negara
Isi dan ruang lingkup Hukum Administarsi Negara menurut Van Vallen Hoven dalam bukunya
yang berjudul :Omtrek van het administratiefrecht, memberikan skema tentang hukum administrasi
Negara didalam kerangka hukum seluruhnya sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara/Staatsrecht meliputi :
1. Pemerintah/Bestuur
2. Peradilan/Rechtopraak
3. Polisi/Politie
4. Perundang-undangan/Regeling
b. Hukum Perdata / Burgerlijk
c. Hukum Pidana/ Strafrecht
d. Hukum Administarsi Negara/ administratief recht yang meliputi :
1. Hukum Pemerintah / Bestuur recht
2. Huku Peradilan yang mel;iputi :
a. Hukum Acara Pidana
b. Hukum Acara Perdata
c. Hukum Peradilan Administrasi Negara
3. Hukum Kepolisian
4. Hukum Proses Perundang-undangan / Regelaarsrecht.

3. Sumber Hukum HAN


a. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang merupakan sumber hukum yang paling penting dalam hukum

administrasi negara. Secara formal undang-undang adalah peraturan hukum yang dibuat oleh

lembaga legislatif, yang di Indonesia dibuat bersama-sama dengan lembaga eksekutif. Menurut

P.J.P. Tak, undang-undang adalah produk dari pembuat undang-undang dan sebagai sumber

hukum dalam arti formal yang berlaku umum, memuat peraturan hukum yang mengikat warga

negara. Undang-undang dianggap sebagai sumber hukum paling penting, karena terutama bagi

negara hukum demokratis yang menempatkan undang-undang sebagai pengejawantahan aspirasi

rakyat yang diformalkan, juga karena berdasarkan undang-undang ini pemerintah memperoleh

wewenang utama untuk melakukan tindakan hukum tertentu atau wewenang untuk membuat

peraturan perundang-undangan tertentu. Tanpa dasar undang-undang pemerintah tidak memiliki

kewengan yang bersifat memaksa. Dengan wewenang yang diberikan oleh undang-

undang/peraturan daerah, pemerintah/pemerintah daerah dapat membentuk keputusan

pemerintah/kepala daerah, yang termasuk sebagai peraturan perundang-undangan dan dapat

menjadi dasar bagi pemerintah/pemerintah daerah untuk mengeluarkan ketetapan.


b. Praktek Administrasi Negara/Hukum Tidak Tertulis

Administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam

rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum ada aturannya dalam undang-undang.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh administrasi negara ini akan melahirkan hukum tidak

tertulis atau konvensi, jika dilakukan secara teratur dan tanpa keberatan atau banding dari warga

masyarakat. Hukum tidak tertulis yang lahir dari tindakan hukum administrasi negara inilah yang

dapat menjadi sumber hukum dalam arti formal dalam rangka pembuatan peraturan perundang-

undangan dalam bidang hukum admnistrasi negara.

c. Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang

kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Yurisprudensi dapat menjadi sumber hukum bagi

hukum admnistrasi negara, itulah sebabnya A.M. Donner, sebagaimana telah disebutkan,

menganggap hukum administrasi memuat peraturan-peraturan yang dibentuk oleh pembuat

undang-undang, juga dibentuk oleh hakim. Barangkali keberadaan yurisprudensi dalam hukum

administrasi negara jauh lebih banyak dibandingkan dengan hukum yang lain, sehubugan dengan

dianutnya asas hakim aktif dan ajaran pembuktian babas dalam hukum acara peradilan

administrasi negara, sehingga yurisprudensi akan menempati posisi penting dalam melengkapi

dan memperkaya hukum administrasi negara.


d. Doktrin

Meskipun ajaran hukum atau pendapat para sarjana hukum tidak memiliki kekuatan

mengikat, namun pendapat sarjana hukum ini begitu penting bahkan dalam sejarah pernah

terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para ahli hukum.

B. KEDUDUKAN, KEWENANGAN DAN TINDAKAN PEMERINTAH

1. Kedudukan hukum Pemerintah

a. Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Publik

Hukum publik negara adalah organisasi jabatan dan diantara jabatan-jabatan

iniada jabatan pemerintah.

Menurut pendapat H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan bahwa :”Didalam

hukum mengenai badan hukum kita mengenal perbedaan antara badan hukum danorgan-

organnya. Badan hukum adalah pendukung hak-hak kebendaan (harta

kekayaan).Badan hukum melakukan perbuatan melalui organ-organnya,yang mewakilinya.

Hukum administrasi adalah mengetahui organ atau jabatan pemerintah dalam melakukan

perbuatan hukum yang bersifat publik.

Karakteristik yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintah menurut P.Nicolai dkk:

1.   Organ pemerintah menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri, yang dalam

pengertian modern, diletakkan sebagai pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau


tanggung jawab pemerintah sendiri di hadapan Hakim. Organ pemerintah adalah pemikul

kewajiban tanggung jawab.

2.   Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum

administrasi,organ pemerintah dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan,

yaitu dalam hal ada keberatan, banding, atau perlawanan.

3.   Di samping sebagai pihak tergugat, organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang

tidak puas, artinya sebagai penggugat.

4.   Pada prinsipnya organ pemerintah tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ pemerintah

merupakan bagian (alat) dari badan hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya.

Jabatan bupati atau wali kota adalah organ-organ dari badan umum “kabupaten”. Berdasarkan

aturan hukum, badan umum inilah yang dapat memiliki harta kekayaan, bukan organ

pemerintahannya. Oleh karena itu, jika ada putusan hakim yang berupa denda atau uang paksa

(dwangsom) yang dibebankan kepada organ pemerintah atau hukuman ganti kerugian dari

kerusakan, kewajiban membayar diserahkan kepada badan hukum yang bersangkutan.

b. Kedudukan Pemerintah dalam Hukum Privat

Badan hukum( recthspersoon ) adalah kumpulan orang, yaitu semua yang ada di dalam

kehidupan masyarakat (dengan berbagai pengecualian) sesuai dengan ketentuan undang-undang

dapat bertindak sebagaimana manusia, yang memiliki hak-hak dan kewenangan-kewenangan,

seperti kumpulan orang (dalam suatu badan hukum), perseroan terbatas, perusahaan

perkapalan,perhimpunan (sukarelan) , dsb. Badan hukum adalah sebagai subjek kewajiban dan

kewenangan yang bukan manusia.

Dalam kepustakaan hukum dikenal ada beberapa unsur dari badan hukum, yaitu:
a.   Perkumpulan orang (organisasi yang teratur)

b.   Dapat melaksanakan pebuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum

c.    Adanya harta kekayaan yang terpisah

d.   Mempunyai kepentingan sendiri

e.    Mempunyai pengurus

f.    Mempunyai tujuan tertentu

g.   Mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban

h.   Dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan

Berdasr hukum perdata negara, provinsi, kabupaten adalah kumpulan dari badan-badan

hukum yang tindakan hukumnya dijalankan oleh pemerimtah. Menurut J.B.J.M. ten berge

“Pemerintah sebagaimana manusia dan badan hukum privat terlibat dalam lalu lintas pergaulan

hukum”.

Tindakan hukum pemerintah di bidang keperdataan adalah sebagai wakil dari badan

hukum (recthspersoon), yang tunduk dan diatur dengan hukum perdata. Dengan demikian,

kedudukan pemerintah dalam hukum privat adalah sebagai wakil dari badan hukum keperdataan.

2. Kewenangan Pemerintah

a. Asas Legalitas dan Wewenang Pemerintah

1. Asas Legalitas

Asas legalitas merupakan prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama negara hukum

sistem kontinental.
Asas legalitas ini digunakan dalam bidang hukum administrasi negara yang memiliki

makna bahwa pemerintah tunduk kepada undang-undang atau asas legalitas menentukan bahwa

semua ketentuan yang mengikat warga negaraharus didasarkan pada undang-undang.

Asas legalitas dalam kedudukan negara hukum liberal memiliki kedudukan sentral atau

sebagai suatu fundamen dari negara hukum. Secara normatif, prinsip bahwa setiap tindakan

pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada

kewenangan ini danut disetiap negara hukum, namun dalam praktik dan penerapan prinsip-

prinsipnya antara negara satu dengan yang lainnya berbeda. Asas legalitas berkaitan erat dengan

gagasan demokrasi dan gagasan negara hukum. Gagasan demokrasi menuntut setiap bentuk

undang-undang dan berbagai keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan

sebanyak mungkin memerhatikan kepentingan  rakyat. Undang-undang merupakan personifikasi

dari akal sehat manusia, aspirasi masyarakat, yang pengejawantahannya harus tampak dalam

prosedur pembentukan undang-undang yang melibatkan atau memperoleh persetujuan rakyat

melalui wakilnya di parlemen. Gagasan negara hukummenuntut agar penyelenggaraan urusan

kenegaraan dan pemerintah harus didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan

terhadaphak-hak dasar rakyat.

Penerapan asas legalitas , menurut Indroharto, akan menunjang berlakunya kepastian

hukum dan kesamaan perlakuan.  Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang yang berada

dalam situasi seperti yang ditentukan dalam ketentuan undang-undang itu berhak dan

berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam undang-undang tersebut.

Kepastian hukum akan tejadi karena suatu peraturan dapat membuat semua tindakan yang akan

dilakukan pemerintah itu dapat diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu dengan melihat

kepada peraturan-peraturan yang berlaku.


2. Wewenang Pemerintahan

Asas legalitas merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan

pemerintah. Setiap penyelenggaraan pemerintahan harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan

yang diberikan oleh undang-undang. Substansi asas legalitas adalah wewenang yakni

kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu. Kewenangan mempunyai kedudukan

penting dalam kajian hukum tata Negara dan hukum administrasi.

Menurut Bagir Manan, wewenang dalamm bahasa hukum bukan berarti kekuasaan.

Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum,

wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban. Hak mengandung pengertian kekuasaan untuk

mengatur  sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban secara horizontal berarti

kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Dalam Negara

hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Tindakan Pemerintah

a. Pengertian Tindakan Pemerintahan

Pemerintahan atau administrasi Negara merupakan subjek hukum sebagai pendukung

hak-hak dan kewajiban-kewajiban, melakukan berbagai tindakan nyata maupun tindakan hukum.

Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan tindakan hukum

sehingga tidak menimbulkan akibat-akibat hukum. Tindakan hukum adalah tindakan yang

dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. Tindakan hukum administrasi adalah suatu

pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus,e dimaksudkan

untuk menimbulkan akibat hukum administrasi. Akibat-akibat hukum dapat berupa:

a.  Jika menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban, atau kewenangyang ada


b.  Bila menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang / objek yang ada

c.   Bila terdapat hak, kewajiban, kewenangan, ataupun  status tertentu yang ditetapkan

Tindakan hukum ini berasal dari ajaran perdata, yang kemudian digunakan juga dalam

hukum administrasi. Tindakan hukum administrasi berbeda sifatnya dengan tindakan hukum

perdata meskipun namanya sama. Tindakan hukum administrasi Negara dapat mengikat warga

Negara tanpa memerlukan persetujuan dari warga Negara yang bersangkutan. Sementara dalam

tindakan  hukum perdata diperlukan persesuaian kehandak antara kedua pihak atas dasar

kebebasan kehendak.

b. Unsur – unsur Tindakan Hukum Pemerintahan

Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ

pemerintahan. Unsur-unsur tindakan pemerintah sbb:

1)  Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai

penguasa maupun sebagai alat kelengkapan pemerintah dengan prakarsa dan

tanggungjawab sendiri

2)  Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan

3)  Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum

administrasi

4)  Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan

Negara dan rakyat.

c. Macam – macam Tindakan Hukum Pemeritahan


Administrasi Negara adalah subjek hukum yang mewakili dua institusi yaitu jabatan

pemerintah dan badan hukum. Karena mewakili dua institusi, yaitu tindakan hukum public dan

tindakan hukum privat.

Cara untuk menentukan apakah tindakan pemerintahan diatur oleh hukum privat atau

hukum public adalah dengan melihat kedudukan pemerintah dalam menjalankan tindakan

tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah, hanya hukum

publiclah yang berlaku. Jika pemerintahan bertindak tidak dalam kualitas pemerintah, maka

hukum privatlah yang berlaku.

d. Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan

Di kalangan para sarjana terjadadi perbedaan pendapat mengenai sifat hukum

pemerintahan.Dalam setiap Negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan harus selalu

didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan peraturan perundang-tindakan-tindakan

yang dilaksanakan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka melayani kepentingan umum

yang dikristalisasikan dalam ketentuan UU yang bersangkutan.

Ruang lingkup urusan pemerintahan itu demikian kompleks sehingga untuk efektivitas

dan efisiensi diperlukan pula keterlibatan pihak swasta, yang diwujudkan dengan kerja sama atau

perjanjian. Tindakan hukum pemerintahan yang dilakukan dengan melibatkan pihak swasta ini

biasa disebut tindakan hukum campuran.

E. Utrecht menyebutkan beberapa cara pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu:

1)   yang bertindak adalah administrasi Negara sendiri


2)   yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang

menpunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah

3)   yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang

menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau izin yang diberikan pemerintah

4)   yang bertindak ialah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan

disubsidi oleh pemerintah

5)   yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama dengan subjk hukum lain yang bukan

administrasi Negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam kerjasama yang diatur oleh

hukum privat

6)   yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah

7)   yang bertindak ialah subjek hukum lain yang bukan administrasi Negara, tetapi diberi suatu

kekuasaan memerintah..

C. Instrumen Pemerintahan

1. Pengertian Instrumen Pemerintahan

Instrumen Pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh pemerintah

atau administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam menjalankan suatu pemerintahan,

pemerintah atau administrasi negara melakukan berbagai tindakan hukum dengan menggunakan

instrumen pemerintahan. Instrumen Pemerintahan ini dibagi menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Instrumen Fisik Instrumen Fisik yang terhimpun dalam publiek domain, terdiri atas: alat tulis

menulis, sarana transportasi dan komunikasi, gedung-gedung perkantoran dan lain-lain.

2. Instrumen Yuridis Instrumen Yuridis ini berfungsi untuk mengatur dan menjalankan urusan

pemerintahan dan kemasyarakatan, yang terdiri atas; peraturan perundangundangan, keputusan-

keputusan, peraturan kebijaksanaan, perizinan, instrumen hukum keperdataan dan lain-lain.


Sebelum menguraikan macam-macam instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah dalam

menjalankan tindakan pemerintahan, terlebih dahulu perlu disampaikan mengenai struktur norma

dalam hukum administrasi negara, yang dapat dijadikan sebagai alat bantu dalam memahami instrumen

hukum pemerintahan.

Untuk menemukan norma dalam hukum administrasi negara dapat dicari dalam semua

peraturan perundang-undangan terkait, dari tingkat yang paling tinggi dan bersifat umum-abstrak

sampai tingkat yang paling rendah yang bersifat individual-konkret. Menurut Indroharto (1993: 139-140)

dalam hukum tata usaha negara, norma-norma yang ada tersusun secara bertingkat-tingkat. Artinya,

peraturan hukum yang akan diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi

dalam kombinasi peraturanperaturan dan keputusan-keputusan tata usaha negara yang satu dengan

yang lain saling berkaitan. Lebih lanjut Indroharto menyebutkan:

1. Keseluruhan norma hukum administrasi negara dalam masyarakat memiliki struktur bertingkat dari

yang sangat umum yang terkandung dalam perundang-undangan sampai pada norma yang paling

individual dan konkrit yang dikandung dalam penetapan tertulis (beschikking).

2. Pembentukan norma-norma hukum dalam hukum administrasi negara tidak hanya dilakukan oleh

pembuat uu (kekuasaan legislatif) dan badan-badan peradilan, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam

hal ini Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

2. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat

umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum. Secara teoritis,

istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau gesetzgebung) mempunyai dua pengertian,

yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan yang merupakan proses pembentukan/proses membentuk

peraturan-peraturan negara, baik ditingkat pusat maupun daerah.

2. Peraturan perundang-undangan yang merupakan segala peraturan negara, yang merupakan

hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

Istilah perundang-undangan secara harfiah dapat diartikan peraturan yang berkaitan dengan

undang-undang, baik peraturan itu berupa undang-undang sendiri maupun peraturan lebih rendah yang

merupakan atribusian ataupun delegasian undangundang. Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan

perundang-undangan, maka yang tergolong peraturan perundang-undangan di negara kita ialah

undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah daripadanya seperti; Peraturan

Pemerintah, Keputusan Presiden (Kepres) yang berisi peraturan, Keputusan Menteri (Kepmen) yang

berisi peraturan, dan Keputusan-keputusan lain yang berisi peraturan (Hamid Attamimi, 1992: 3).

Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif

2. Peraturan perundang-undangan bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-

peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya

3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri.

Sedangkan menurut beberapa undang-undang, peraturan perundang-undangan diartikan

sebagai:

1. Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU RI No 5 Tahun 1986 mengartikan peraturan perundang-

undangan sebagai semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan

Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua

keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang

juga mengikat umum.


2. Pasal 1 angka 2 UU RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, mengartikan peraturan perundang-undangan sebagai peraturan tertulis yang memuat norma

hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat

yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan kualifikasi norma hukum diatas, peraturan perundang-undangan bersifat umum-

abstrak, yang dicirikan oleh:

1. Tidak hanya berlaku pada saat tertentu;

2. Tidak hanya berlaku pada tempat tertentu;

3. Tidak hanya berlaku pada orang tertentu;

4. Tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu, tetapi untuk berbagai fakta hukum yang

dapat berulang-ulang.

Dalam konsep negara kesejahteraan (welfare state) sebagaimana sudah disinggung dalam Bab

III, tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undangundang yang telah dibuat oleh

lembaga legislatif. Dalam perspektif welfare state, pemerintah dibebani kewajiban untuk

menyelenggarakan kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial, yang dalam

menyelenggarakan kewajiban itu pemerintah diberi kewenangan untuk campur tangan dalam

kehidupan masyarakat, dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum. Bersamaan dengan

kewenangan untuk campur tangan tersebut, pemerintah juga diberi kewenangan untuk membuat dan

menggunakan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan membuat peraturan perundang-undangan seharusnya menjadi ranah wilayah

lembaga legislatif kalau kita berpedoman kepada ajaran Trias Politika, tetapi menurut Bagir Manan

(1995: 335) ada beberapa alasan yang menjadi dasar diberikannya kewenangan membuat peraturan

perundang-undangan kepada eksekutif (pemerintah), yaitu:


a. Paham pembagian kekuasaan lebih menekankan pada perbedaan fungsi daripada pemisahan

organ yang terdapat dalam ajaran pemisahan kekuasaan. Dengan demikian, fungsi pembentukan

peraturan perundang-undangan tidak harus terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan.

b. Paham yang memberikan kekuasaan pada negara atau pemerintah untuk mencampuri

kehidupan masyarakat, baik sebagai negara kekuasaan atau negara kesejahteraan. Paham ini

memerlukan instrumen hukum yang akan memberikan dasar bagi negara atau pemerintah untuk

bertindak.

c. Untuk menunjang perubahan masyarakat yang berjalan makin cepat dan kompleks diperlukan

percepatan pembentukan hukum. Hal ini mendorong administrasi negara untuk berperan lebih besar

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

d. Berkembangnya berbagai jenis peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun

di tingkat daerah.

3. Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara

Di Belanda istilah Ketetapan atau Keputusan disebut dengan istilah Beschikking (Van

Vollenhoven). Di Indonesia kemudian istilah Beschikking ini ada yang menterjemahkan sebagai

„Ketetapan‟ (Bagir Manan, Sjachran Basah, Indroharto dll), ada juga yang menterjemahkan

dengan „Keputusan‟ (Philipus M. Hadjon, SF. Marbun dll).

Dikalangan para sarjana terdapat perbedaan pendapat dalam mendefenisikan istilah

ketetapan (beschikking), menurut J.B.J.M Ten Berge (1996: 156) beschikking didefinisikan

sebagai :

1. Keputusan hukum publik yang bersifat konkret dan individual: keputusan itu berasal

dari organ pemerintahan yang didasarkan pada kewenangan hukum publik.


2. Dibuat untuk satu atau lebih individu atau berkenaan dengan satu atau lebih perkara

atau keadaan.

3. Keputusan itu memberikan suatu kewajiban pada seseorang atau organisasi,

memberikan kewenangan atau hak pada mereka

Menurut Utrecht ( 1988: 94), beschikking diartikan sebagai perbuatan hukum publik

bersegi satu (yang dilakukan oleh alat-alat pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).

Sedangkan menurut WF. Prins dan R Kosim Adisapoetra (1983: 42) beschikking adalah suatu

tindakan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemerintahan yang dilakukan oleh suatu

badan pemerintah berdasarkan wewenang yang luar biasa.

Berdasarkan definisi tersebut tampak bahwa Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN)

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

- Penetapan tertulis bukan hanya dilihat dari bentuknya saja tetapi lebih ditekankan kepada

isinya, yang berisi kejelasan tentang:

a. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mana yang mengeluarkannya;

b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan tersebut; dan

c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.

Hal tersebut membawa konsekuensi bahwa sebuah memo atau nota pun kalau sudah

memenuhi ketiga kreteria di atas dapat dianggap sebagai Keputusan Tata Usaha Negara

(KTUN).

- Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN

Sebagai suatu Keputusan TUN, Penetapan tertulis itu juga merupakan salah satu

instrumen yuridis pemerintahan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN dalam rangka

pelaksanaan suatu bidang urusan pemerintahan. Selanjutnya mengenai apa dan siapa yang
dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN sebagai subjek Tergugat, disebutkan dalam pasal 1

angka 2 UU RI No. 5 Tahun 1986:“Badan atau Pejabat Tata Usaha negara adalah Badan atau

Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.”

Badan atau Pejabat TUN di sini ukurannya ditentukan oleh fungsi dan kewenangan yang

dilaksanakan Badan atau Pejabat TUN pada saat tindakan hukum TUN itu dilakukan. Sehingga

apabila yang diperbuat itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan

kewenangan dan pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang

melaksanakan fungsi demikian itu, dianggap sebagai suatu Badan atau Pejabat TUN. Yang

dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah segala macam urusan mengenai masyarakat

bangsa dan negara. Dengan demikian apa dan siapa saja tersebut tidak terbatas pada instansi-

instansi resmi yang berada dalam lingkungan pemerintah saja, akan tetapi dimungkinkan juga

instansi yang berada dalam lingkungan kekuasaan legislatif maupun yudikatif.

- Berisi tindakan Hukum TUN

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa suatu Penetapan Tertulis adalah salah satu

bentuk dari keputusan Badan atau Pejabat TUN, dan keputusan yang demikian selalu merupakan

suatu tindakan hukum TUN. Tindakan hukum TUN adalah suatu keputusan yang menciptakan,

atau menentukan mengikatnya atau menghapuskannya suatu hubungan hukum TUN yang telah

ada. Dengan kata lain, untuk dapat dianggap suatu Penetapan Tertulis, maka tindakan Badan atau

Pejabat TUN itu harus merupakan suatu tindakan hukum, artinya dimaksudkan untuk

menimbulkan suatu akibat hukum TUN


- Berdasarkan Peraturan perundang-undangan; bahwa semua keputusan dan/atau tindakan

administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh pemerintah harus berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

- Bersifat konkret diartikan obyek yang diputuskan dalam keputusan itu tidak abstrak, tetapi

berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Misalnya; Keputusan mengenai Pembongkaran rumah

Dewi Setyawati, Ijin Mendirikan Bangunan bagi Komang Sriwati, atau Surat Keputusan

Pemberhentian dengan Hormat Ketut Kaplug sebagai Pegawai Negeri. Dengan kata lain, wujud

dari keputusan tersebut dapat dilihat dengan kasat mata, namun terhadap ketentuan ini ada

pengecualian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 UU RI No. 5 Tahun 1986, yang berbunyi:

(1) Apabila Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu

menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan TUN;

(2) Jika suatu Badan atau Pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon,

sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundangundangan dimaksud

telah lewat, maka Badan atau Pejabat TUN tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan

keputusan yang dimaksud;

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan

jangka waktu sebagaimana dalam ayat (2), maka setelah lewat waktu empat bulan sejak

diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan dianggap telah

mengeluarkan keputusan penolakan.

- Bersifat individual, diartikan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk

umum, tetapi tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu

orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam keputusan tersebut.
- Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif, keputusan yang tidak lagi

memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, karenanya keputusan ini dapat

menimbulkan akibat hukum.

- Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Menimbulkan Akibat

Hukum artinya menimbulkan suatu perubahan dalam suasana hukum yang telah ada. Karena

Penetapan Tertulis itu merupakan suatu tindakan hukum, maka sebagai tindakan hukum ia selalu

dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Sebagai suatu tindakan hukum, Penetapan Tertulis harus mampu menimbulkan suatu perubahan

dalam hubungan-hubungan hukum yang telah ada, seperti:

a. Menguatkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada (declaratoir);

b. Menimbulkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru (constitutief)

c. 1. Menolak untuk menguatkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada.

2. Menolak untuk menimbulkan hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru

(Amrah Muslimin, 1985: 118-119)

4. Peraturan Kebijaksanaan

Keberadaan peraturan kebijaksanaan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas

(vrijebevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies ermessen. Freies

Ermessen kemudian menjadi asal muasal lahirnya peraturan kebijaksanaan, yang mengandung

dua aspek, yaitu:

1. Kebebasan menilai yang bersifat obyektif, yaitu kebebasan menafsirkan mengenai

ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar wewenangnya;

2. Kebebasan menilai yang bersifat subyektif, yaitu kebebasan untuk menentukan sendiri

dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki administrasi negara itu dilaksanakan.
Secara umum fungsi dari peraturan kebijaksanaan adalah sebagai bagian dari operasional

penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan sehingga tidak dapat mengubah ataupun

menyimpangi peraturan perundang-undangan, sering disebut dengan istilah “perundang-

undangan semu”. Fungsi tersebut kalau dirinci sebagai berikut:

1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan mengisi

kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-undangan;

2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-undangan

3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi

secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan

4. Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan

yang sudah ketinggalan jaman

5. Bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan

pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi

dan kondisi yang dihadapi

5. Perizinan

Tidaklah mudah memberikan definisi apa yang dimaksud dengan izin, hal ini disebabkan

karena antara para pakar tidak terdapat persesuaian paham, masing-masing melihat dari sisi yang

berlainan terhadap obyek yang didefinisikan. Sukar memberikan definisi bukan berarti tidak

terdapat definisi, bahkan ditemukan sejumlah definisi yang beragam, diantaranya:

a. Menurut Sjachran Basah (1995:3), izin adalah perbuatan hukum administrasi negara

bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan

prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.


b. Menurut Bagir Manan (1995:8), izin merupakan suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau

perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

Di samping itu ada beberapa istilah yang hampir sama dengan izin, yaitu sebagai berikut:

1. Dispensasi; yaitu tindakan pemerintah yang menyebabkan suatu peraturan undangundang

menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang istimewa.

2. Konsesi; yaitu suatu izin yang berhubungan dengan pekerjaan yang besar, dimana kepentingan

umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari pemerintah,

tetapi oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang ijin)

3. Lisensi; yaitu suatu izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu perusahaan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah

bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret

menurut prosedur dan persyaratan tertentu.

Dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu:

1. Berupa instrumen yuridis dalam bentuk KTUN;

2. Dibuat berdasarkan wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau

berdasarkan diskresionare power;

3. Dikeluarkan oleh organ pemerintah;

4. Ditujukan pada peristiwa konkret;

5. Telah memenuhi prosedur dan persyaratan tertentu.

Dari unsur-unsur tersebut terlihat bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang

digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang

dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi
selaku ujung tombak dari instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang

masyarakat sehingga terwujud masyarakat adil dan makmur. Tujuan tersebut, dapat dirinci,

sebagai berikut:

1. Untuk mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu;

2. Untuk mencegah bahaya bagi lingkungan;

3. Untuk melindungi obyek-obyek tertentu;

4. Untuk membagi benda-benda yang sedikit; dan

5. Untuk memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan

aktifitasaktifitasnya.

6. Instrumen Hukum Keperdataan

Pemerintah dalam melakukan kegiatannya sehari-hari tampil dengan dua kedudukan, yaitu

sebagai wakil dari badan hukum (pelaku hukum keperdataan) dan wakil dari jabatan pemerintahan

(pelaku hukum publik). Selaku pelaku hukum keperdataan yang melakukan berbagai perbuatan hukum

keperdataan seperti mengikatkan perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan dan sebagainya

yang dijelmakan dalam kualitas badan hukum. Dalam posisi ini kedudukan pemerintah tidak ada

bedanya dengan seseorang atau badan hukum perdata pada umumnya, yaitu diatur dan tunduk pada

ketentuan-ketentuan hukum keperdataan.

Penggunaan instrumen hukum keperdataan ini adalah untuk mengusahakan kesejahteraan

(bestuurszorg), dimana pemerintah terlibat dengan kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai dimensi

sejalan dengan tuntutan perkembangan kemasyarakatan.

Namun demikian, penggunaan instrumen hukum keperdataan oleh pemerintah ini perlu

dibatasi, yaitu:
1. Pemerintah tidak dapat melakukan hubungan keperdataan yang berhubungan dengan hukum

kekeluargaan;

2. Pemerintah tidak boleh membeli tanah untuk dijadikan hak milik;

3. Pemerintah tidak diperkenankan melakukan perbuatan hukum keperdataan yang

bertentangan dengan kepentingan umum atau dilarang oleh peraturan perundangundangan

Namun demikian, penggunaan instrumen hukum keperdataan oleh pemerintah ini perlu

dibatasi, yaitu: 1. Pemerintah tidak dapat melakukan hubungan keperdataan yang berhubungan dengan

hukum kekeluargaan; 2. Pemerintah tidak boleh membeli tanah untuk dijadikan hak milik; 3. Pemerintah

tidak diperkenankan melakukan perbuatan hukum keperdataan yang bertentangan dengan kepentingan

umum atau dilarang oleh peraturan perundangundangan.

Bentuk-bentuk perjanjian yang bisa dijalankan pemerintah dengan pihak lain adalah:

1. Perjanjian perdata biasa; contoh: jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain Perbuatan keperdataan ini

dilakukan karena pemerintah memerlukan berbagai sarana dan prasarana untuk menjalankan

administrasi pemerintahan, seperti: kebutuhan alat tulis menulis yang harus dibeli, menyewa fasilitas

dan lain sebagainya.

2. Perjanjian perdata dengan syarat-syarat standar, contoh: kontrak adhesie Pemerintah dapat pula

menggunakan instrumen hukum keperdataan untuk membuat perjanjian dengan pihak swasta dalam

rangka melakukan tugas-tugas tertentu, misalnya tugas-tugas atau pekerjaan yang tidak sepenuhnya

dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah. Bentuk dari perjanjian ini dapat berupa kontrak adhesie,

yaitu suatu perjanjian yang seluruhnya telah disiapkan secara sepihak hingga pihak lawan berkontraknya

tidak ada pilihan lain, kecuali menerima atau menolaknya.

3. Perjanjian mengenai kewenangan publik Perjanjian mengenai kewenangan publik adalah perjanjian

antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan warga masyarakat dan yang diperjanjikan adalah
mengenai cara badan atau pejabat tata usaha negara tersebut menggunakan wewenang

pemerintahannya.

4. Perjanjian mengenai kebijaksanaan pemerintahan. Kewenangan luas yang dimiliki pemerintah atas

dasar freies ermessen, yang kemudian melahirkan kebijaksanaan dimungkinkan pula dijalankan dengan

menggunakan perjanjian. Dengan kata lain, pemerintah dapat menjadikan kewenangan luas atau

kebijaksanaan yang dimilikinya sebagai obyek dalam perjanjian. Perjanjian seperti ini dikenal dengan

perjanjian kebijaksanaan (beleidsovereenkomst), yaitu perbuatan hukum yang menjadikan

kebijaksanaan publik sebagai obyek perjanjian.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sejarah dari Hukum Administrasi Negara dari Negara Belanda yang disebut Administratif recht
atau Bestuursrecht yang berarti Lingkungan Kekuasaan/ Administratif diluar dari legislatif dan yudisil. Di
Perancis disebut Droit Administrative. Di Inggris disebut Administrative Law. Di Jerman disebut
Verwaltung recht. Di Indonesia banyak istilah untuk mata kuliah ini.
E. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Administrasi pada cetakan pertama
memakai istilah hukum tata usaha Indonesia, kemudian pada cetakan kedua mennggunakan istilah
Hukum tata usaha Negara Indonesia, dan pada cetakan ketiga menggunakan istilah Hukum Administrasi
Negara Indonesia.
Ruang Lingkup Hukum Adminitrasi Negara
Isi dan ruang lingkup Hukum Administarsi Negara menurut Van Vallen Hoven dalam bukunya
yang berjudul :Omtrek van het administratiefrecht, memberikan skema tentang hukum administrasi
Negara didalam kerangka hukum seluruhnya sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara/Staatsrecht meliputi :
1. Pemerintah/Bestuur
2. Peradilan/Rechtopraak
3. Polisi/Politie
4. Perundang-undangan/Regeling
b. Hukum Perdata / Burgerlijk
c. Hukum Pidana/ Strafrecht
d. Hukum Administarsi Negara/ administratief recht yang meliputi :
1. Hukum Pemerintah / Bestuur recht
2. Huku Peradilan yang mel;iputi :
a. Hukum Acara Pidana
b. Hukum Acara Perdata
c. Hukum Peradilan Administrasi Negara
3. Hukum Kepolisian
4. Hukum Proses Perundang-undangan / Regelaarsrecht.
Sumber hukum HAN
- Peraturan Perundang-undangan
- Praktek administrasi negara/ Hukum tidak tertulis
- Yurispudensi
- Doktrin

Hukum dalam lingkup pemerintahan suatu negara dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.      Hukum public, yaitu hukum yang mengatur kepentingan umum/publik, dan
2.      Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur kepentingan khusus/perdata.
Berdasarkan sifatnya, wewenang pemerintah dibagi menjadi 3, yaitu :
1) wewenang pemerintah yang bersifat terikat,
2) wewenang fakultatif, dan
3) wewenang bebas.
Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ
pemerintahan. Unsur-unsur tindakan pemerintah sbb:
1)  Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai
penguasa maupun sebagai alat kelengkapan pemerintah dengan prakarsa dan
tanggungjawab sendiri
2)  Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan
3)  Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum
administrasi
4)  Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan
Negara dan rakyat.
Ada 4 jenis Instrumen Pemerintahan, Sebagai berikut :
1) Perundang-undangan
2) Ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara
3) Peratauran Kebijakasanaan
4) Instrumen Hukum Keperdataan
5) Perizinan

Anda mungkin juga menyukai