Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Panas bumi (Geothermal) adalah sumber daya alam berupa air panas atau
uap yang terbentuk di dalam reservoir bumi melalui pemanasan air bawah
permukaan oleh batuan panas. Sistem panas bumi merupakan salah satu sistem
yang terjadi dalam proses geologi yang berjalan dalam orde ratusan bahkan
jutaan tahun yang dewasa ini membawa manfaat bagi manusia baik dimanfaatkan
dengan menjadikan manifestasi untuk pariwisata maupun pemanfaatannya untuk
pertanian dan peternakan (Winarsih, 2014).
Secara umum pemanfaatan daerah panas bumi di Indonesia belum dilakukan
secara maksimal. Padahal beberapa negara telah memanfaatkan panas bumi
untuk sektor non-listrik, antara lain untuk pemanasan ruangan, pemanasan air,
pemanasan rumah kaca, pengeringan hasil produk pertanian, pemanasan tanah,
pengeringan kayu, dan kegiatan lainya. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia
pemanfaatan panas bumi bisa lebih ditingkatkan agar lebih bermanfaat. Salah
satunya adalah sebagai sumber energqi alternatif yaitu energi panas bumi.
Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar karena menjadi salah
satu negara yang dilewati oleh cincin api (ring of fire). Sekitar 40% atau 29.000
MW total panas bumi dunia berada di Indonesia karena Indonesia adalah negara
yang memiliki potensi gunung api yang tinggi (Wahyuni, 2012)

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


1. Mengetahuicarakerja system panasbumi
2. Mengetahuihasildanperubahan-perubahan yang terjadi di sekitar area panas
bumi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Panas Bumi Vulkanik dan Vulkano Tektonik


Rangkaian gunung api di Indonesia yang merupakan
lingkungan utama terbentuknya panas bumi vulkanik atau
disebut juga panas bumi konvensional, memanjang sejauh 6000
km. Rangkaian ini adalah terpanjang di dunia. Sistem ini
umumnya menempati jalur sabuk vulkanik sepanjang Sumatra
bagian barat, Jawa bagian selatan hingga kepulauan Flores dan di
Sulawesi bagian utara hingga Kepulauan Maluku. Lingkungan
ideal sistem panas bumi konvensional berada di daerah gunung
api aktif atau gunung api tidak aktif yangi masih memiliki sisa
panas (magma remnant). Sumber panas berasal dari magma.
Dalam sistem ini, panas dari magma memanaskan fluida – yang
sebagian berupa air tanah – di dalam wadah alami yang disebut
reservoir, sehingga menghasilkan hidrotermal. Sumber daya
panas bumi yang berada dalam jalur vulkanik biasanya memiliki
kandungan panas yang tinggi pada fluida reservoirnya. Ini
disebut sebagai sistem high entalphy.
Model sistem panas bumi vulkanik Candi Umbul-Telomoyo, Jawa Tengah. Sumber:
Badan Geologi, 2011.

Sistem panas bumi vulkano – tektonik merupakan sistem panas


bumi yang berkaitan dengan graben dan kerucut vulkanik. Sistem
ini banyak dijumpai di daerah Sumatra, yaitu pada jalur Patahan
Sumatra atau Patahan Semangko.

2.2 Sistem Panas Bumi Non-Vulkanik


Sistem panas bumi Non-vulkanik adalah sistem panas
bumi yang tidak berkaitan secara langsung dengan vulkanisme
dan umumnya berada di luar jalur vulkanik Kuarter. Fluida panas
bumi tipe ini biasanya mempunyai temperatur lebih rendah dan
disebut sistem low entalphy. Lingkungan non-vulkanik di
Indonesia bagian barat pada umumnya tersebar di bagian timur
Paparan Sunda. Batuan di daerah ini didominasi oleh batuan
penyusun kerak benua Asia seperti batuan metamorf dan
sedimen. Di Indonesia bagian timur lingkungan non-vulkanik
berada di daerah lengan dan kaki Sulawesi, Kepulauan Maluku
hingga Irian. Batuannya terutama berupa batuan granit,
metamorf dan sedimen laut.
Model konseptual sistem panas bumi non vulkanik, modifikasi dari Tamayu & Sakaguci
(2000).

Sistem non-vulkanik terdiri dari berbagai jenis yang


dikelompokkan berdasarkan lingkungan geologi dan tektonik.
Sedikitnya terdapat enam jenis yang telah diketahui, yaitu: 1)
panas bumi sistem geopressure yang berkaitan dengan
pembentukan cekungan sedimen; 2) panas bumi dengan panas
berasal dari sisa panas yang tersimpan dalam batuan plutonik
(granitik); 3) panas bumi vulkanik Tersier dan Kaldera tua; 4)
panas bumi hasil peluruhan unsur radioaktif; 5) panas bumi hasil
transfer panas di jalur Subduksi Tua; dan 6) panas bumi pada
zona tektonik aktif. Sistem tersebut juga membutuhkan media
fluida yang membentuk sistem hidrotermal. Topografi umumnya
dicirikan oleh morfologi pedataran atau perbukitan rendah.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. LOKASI PENELITIAN

Pada penelitian hari pertama vulkanologi yang di lakukan pada hari senin
tanggal 6 januari 2020, 3 lokasi penelitian yaitu di desa Pulu Kec. Dolo barat
Kab.Sigi, Desa Bora Kec. Dolo barat Kab.Sigi dan desa KadidiaKec. Nokilalaki
Kab.Sigi
Pada penelitian hari kedua tanggal 7 januari 2020 di lakukan penelitian di 3
lokasi yaitu didesa Marana Kec.Sirenja.Kab.Donggala desa Lompio Kec.Sirenja
Kab.Donggala ,desa Tambu Kec.Balaesang .Kab.Donggala

3.2. ALAT DAN BAHAN


1. Alat

1. Kompas geologi
Digunakan untuk mengetahui arah aliran sungai dan arah singkapan
2. Palu geologi
Digunakan untuk mengambil sampel batuan
3. Rol meter
Digunakan untuk mengukur panjang singkapan, dan diameter mata air
panas
4. Kertas lakmus
Digunakan untuk mengukur PH dari mata air panas
5. Thermometer
Digunakan untuk mengukur suhu mata air panas
6. Alat tulis
Digunakan untuk mencatat data di lapangan

2. Bahan

1. HCL
Digunakan untuk mengetahui kandungan karbonat pada batuan

3.3 OBSERVASI LAPANGAN

1. Data Geologi

Pada praktikum kali ini yang dilakukan di 6 Desa, yaitu di Desa Pulu, Bora,
Kadidia, Marana, Lompio, dan Tambu kami melakukan pengukuran suhu dan
PH air panas bumi, selain itu kami juga mengambil data geomorfologi, struktur
geologi dan data litologinya agar bisa menegetahui kondisi geologi di 6 Desa
tersebut.

2. Pengambilan Data Manifestasi


Pada pengambilan data ini kami menggunakan dua parameter, yaitu
pengukuran geokima (PH dan Suhu), dan pengamatan keadaan fisik (aroma dan
warna air).

BAB IV
KONDISI GEOLOGI DAERAH STUDI

4.1 GEOMORFOLOGI
Daerah penelitain hari pertama di wilayah kabupaten sigi, sebagian besar
wilayah kabupaten sigi penggunaan lahannya di dominasi oleh tegalan, sawah,
hutan, pemukiman, dan kebun, untuk lahan tegalan yang terdapat di dataran
rendah kabupaten sigi seperti di desa pulu dan bora pemanfaatan lahannya adalah
jagung, kelapa, dan cabai , dan pemanfaatan lahan di dataran tinggi di desa
kadidia adalah kopi, bawang putih, jagung, pada kondisi daerah di desa bora dan
pulu dengan kemiringan agak miring (2-7%) , dan di desa kadidia mempunyai
kemiringan curam (30-70%).
Pada hari kedua di wilayah kabupaten donggala sebagian besar wilayah
kabupaten donggala pengguna lahannya di dominasi oleh pemukiman, kebun,
hutan, untuk lahan tegalan terutama yang terdapat di daerah dataran rendah
pemanfaatan lahannya adalah berupa perkebunan cengkeh, dan kelapa, pada
kondisi daerah dengan kemiringan yang datar (0-2%).

4.2 STRATIGRAFI
Daerah penelitian di desa bora dan pulu kabupaten sigi merupakan daerah
dalam lembar pasangkayu, geologi lembar pasangkayu di susun oleh Formasi
Pasangkayu (TQp). Secara stratigrafi Formasi Pasangkayu menindih tidak selaras
dengan Formasi Lariang (Tmpl) yang di bawahnya dan dibagian atas di tindih
secara tidak selaras Formasi Pakuli (Qp) serta endapan Aluvial, dan daerah
penelitian di desa kadidia merupakan daerah dalam lembar poso Berdasarkan
tatanan batuan daerah dalam lembar Poso disusun oleh Batuan Sedimen, Mendala
Geologi Sulawesi Barat, Mendala Geologi Sulawesi Timur dan Pelataran (Platform)
Banggai Sula.

Pada daerah penelitian hari kedua di desa masaingi, lambea, dan tambu
masuk dalam lembar palu, lembar palu di susun oleh kompleks batuan
metamorf,,batuan tertua di dearah yang di petakan,formasi tinombo (Tt) batuan
ini menindih kompleks batuan metamorf secara tidak selaras di dalamnya
terkandung rombakan yang berasal dari batuan metamorf yang di susun oleh
serpih, konglomerat, batugamping, rijang radiolariang dan batuan gunungapi,
molasa celebes serasin dan Sarasin menidih secara tidak selaras formasi tinombo
dan kompleks dan mengandung rombakan yang berasal dari formasi yang lebih
tua terdiri dari konglomerat, batupasir, batu lumpur, batugamping –koral, dan
napal yang semuahnya hanya mengeras lambat. Alluvial dan endapan pantai
kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam lingungan sungai,
delta, dan laut-dangkal merupaan sedimen termuda di daerah ini.
4.3 STRUKTUR
Struktur daerah penelitian di desa bora dan pulu Secara regional pada
daerah penelitian struktur geologi yang berkembang dipengaruhi oleh tiga arah
tegasan utama, yaitu berarah Timurlaut – Baratdaya, Baratlaut – Menenggara,
dan berarah Utara – Selatan (Calvert and hall, 2007). Tegasan utama ini
membentuk struktur perlipatan dan sesar-sesar yang terekam pada batuan-batuan
Mesozoikum. Letak Sungai Lariang yang terlihat sekarang ini dikontrol oleh
tegasan utama yang berarah Baratlaut – Menenggara yang diinterpretasikan
berhubungan dengan pembentukan Sesar Palu-Koro (Sukamto, 1975 dalam
Calvert and Hall, 2007). Adanya beberapa fase tektonik yang terjadi selama dan
sesudah proses penyatuan ketiga mendala geologi menyebabkan terbentuknya
struktur geologi yang cukup rumit di daerah ini. Sesar, lipatan maupun struktur
geologi lainnya dihasilkan dalam beberapa generasi yang berbeda. Sesar naik
utama yang dapat diamati di daerah ini adalah sesar naik berarah hampir Utara
Selatan, termasuk sesar yang memisahkan Mandala Sulawesi Barat dengan
Mendala Sulawesi Timur (Sesar Poso) dan juga Sesar Wekuli. Disamping itu
juga dijumpai zona sesar mendatar besar (Sesar Palu Koro) yang berarah Barat
laut Tenggara, Sesar ini masih aktif sampai sekarang. Lipatan yang dijumpai
merupakan hail dari beberapa pencenanggan yang berbeda sehingga memberikan
bentuk dan pola yang berbeda dari lipatan tegak sampai rebah, dari lipatan
tertutup sampai terbuka. Diduga paling tidak ada empat generasi pembentukan
lipatan.

Struktur daerah penelitian yang meliputi wilayah adminitrasi kabupaten


donggala yaitu desa masaingi, lompio, mapanetampu struktur daerah ini di
dominasi oleh lajur sesar palu yang ber arah utara barat laut. Bentuknya sekarang
ialah menyerupai terban yang di batasi oleh sesar-sesar hidup di antaranya yang
bermata air panas di sepanjang kenampakannya pada permukaan.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH PULU


1. kondisi geologi daerah Pulu
Kondisi geomorfologi pada daerah Pulu lebih tepatnya pada daerah
sekitar manifestasi air panas, memiliki relatif pegunungan, dengan tipe
morfologi yang lebih dominan yaitu fluvial namun terdapat juga morfologi
denudasional karna ada bidang yang tererosi,sehingga tingkat pelapukan
tinggi. Sungai pada sekitar manifestasi berbentuk U dengan stadia daerah
dewasa-tua dan soilnya tebal.Tata guna lahan pada daerah manifestasi di
gunakan sebagai perkebunan dengan vegetasi pohon kelapa dan pohon
coklat.
Litologi pada daerah sekitar manifestasi di dapati singkapan batuan
sedimen, dimana titik pengamatan pertama di dapati batu pasir sedangkan
pada titik pengamatan kedua di temukan batu pasir sedang dengan sisipan
konglomerat dengan fragmen dari batuan beku, titik ketiga di temukan batu
pasir sedang – kasar, dan pada titik keempat di dapati fragmen – fragmen
dari konglomerat dari konglomerat tak terkonsolidasi.
Struktur pada daerah manifestasi tidak di temukan adanya
kenampakkan struktur geologi pada lokasi pengamatan.

2. Hasil Observasi
Pada lokasi daerah pulu di lakukan beberapa titik percobaan pada
daerah manifestasi dengan pengukuran geokimia (ph dan suhu) dan
pengamatan fisik (aroma,dan warna air) serta kenampak di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 5.1)
Warn Kenampakkan
Jumlah Percobaan PH Suhu Aroma
a Air lainnya
Percobaan 1 7 35-63 Belerang Jernih
Percobaan 2 8 35-70 Belerang Jernih
Percobaan 3 7 35-71 Belerang Jernih
Percobaan 4 7 35-76 Belerang Jernih
Tabel 5.1 Hasil Pengukuran Daerah Pulu
Dari hasil pengamatan maka didapatkan hasil suhu pada daerah
manifestasi dengan rentang nilai dari 63-76ºc, dengan Ph 7-6 yang
menunjukan manifestasi air panas tersebut bersifat netral hingga basa
lemah. Adapun suhu udara awal sekitar daerah manifestasi yaitu 35ºc
sedangkan suhu yang di dapatkan pada aliran air panas jauh lebih tinggi
mengakibatkan air masuk kedalam celah atau rekahan pada batuan
sehingga mengakibatkan air mendekati sumber panas, sehingga suhunya
sangat akan tinggi setelah suhunya semakin tinggi maka akan mendapatkan
tekanan dari sekitarnya maka air akan mencari celah keluar dari rekahan
patah pada batuan dan akan menghasilkan air panas,maka dari suhu yang di
dapatkan maka jenis air panas tersebut hanya di gunakan sebagai objek
wisata.

5.2 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH BORA


1. Manifestasi Panas Bumi Daerah Bora
Kondisi geomorfologi pada daerah Bora lebih tepatnya pada daerah
sekitar manifestasi yaitu berada dalam lokasi destinasi wisata permandian air
panas bora, dengan relief pedataran, tipe morfologi struktural,m sehingga
tingkat pelapukan tinggi, soil tebal-sedang, tataguna lahan pada daerah
manifestasi digunakan sebagai objek wisata.
Litologi pada daerah sekitar manifestasi di dapati jenis batuan batu
gamping crytalin,silika lempung,litologi tersebut di jumpai pada lokasi
pertama dalam objek,wisata,pada lokasi kedua di jumpai litologi breksi
hidrothermal karena di akibatkan oleh proses alterasi hidrothermal.
Data struktur pada daerah manifestasi di tinjau dengan geologi
regional,maka di dapatkan hasil strukturnya ada sesar geser.

2.Hasil Observasi
Pada lokasi daerah Bora di lakukan pada daerah bebebrapa tiga percobaan
penelitian pada daerah manifestasi dengan mengukuran geokimia (Ph dan suhu)
dan pengamatan fisik (aroma,dan warna air), serta kenampakan di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan dapat di lihat pada tabel di bawah ini (tabel 5.2).
Banyak Warna Kenampakkan
Ph Suhu Aroma
Percobaan Air Sekitarnya
Percobaan 1 7 85 Beleran Jernih
g
Percobaan 2 8 10 Beleran Jernih
g
Percobaan 3 7-8 60 Beleran Jernih
g
Percobaan 4 7 80 Beleran Jernih
g
Percobaan 5 7 95 Beleran Jernih
g
Percobaan 6 7 72 Beleran Jernih
g
Percobaan 7 8 96 Beleran Jernih
g
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Daerah Bora
Dari hasil pengamatan maka di dapatkan hasil suhu pada daerah manifestasi
dengan rentang nilai dari yang terendah yaitu 10ºc dan yang paling tinggi yaitu
95ºc. Dengan Ph 7-8 yang menunjukan manifestasi air panas tersebut bersifat
netral sampai basa lemah.maka dari hasil suhu yang di dapatkan maka jenis air
panas tersebut hanya di gunakan objek wisata.

5.3 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH KADIDIA


1.Kondisi Geologi Daerah Kadidia
Kondisi geomorfologi pada daerah kadidia, lebih tepatnya pada daerah
manifestasi air panas, relatif peggunungan, dengan tipe morfologi yang lebih
dominan yaitu denudasional karena terdapat bidang erosi, sehingga tingkat
pelapukan tinggi, stadia daerah dewasa-tua dan soilnya tebal. Tataguna lahan
pada daerah manifestasi digunakan sebagai pemukiman dan perkebunan.
Kondisi litologi pada daerah manifestasi ditemukan batupasir kasar
dan batupasir halus, litologi tersebut berada disebelah kiri dan kanan aliran air
panas.
Pada lokasi ini tidak ditemukan adanya struktur geologi yang dapat
diamati.
2. Hasil Observasi
Pada lokasi daerah Kadidia di lakukan beberapa titik percobaan pada
daerah manifestasi dengan pengukuran geokimia (ph dan suhu) dan
pengamatan fisik (aroma,dan warna air) serta kenampak di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan pada stasiun ini yaitu suhu air panas 80 0c
dengan arah aliran N 450 E. Ph aliran air panas pada lokasi penelitian yaitu 7
yang berarti bersifat netral, Ph tersebut di ukur menggunakan kertas lakmus
dengan perubahan warna dari merah ke unguan. Adapun kenampakkan fisik
pada manifestasi air panas di daerah ini memiliki aroma belerang dan airnya
yang jernih.
Berdasarkan hasil dari pengukuran suhu pada air panas maka dapat
diketahui manifestasi air panas di daerah ini hanya dapat digunakan sebagai
tempat objek wisata seperti yang kita lihat secara langsung di lokasi
pengamatan.

5.4 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH MASAINGI


1. Kondisi Geologi Daerah Masaingi
geomorfologi pada daerah Masaingi lebih tepatnya pada daerah sekitar
manifestasi air panas, memiliki relatif pedataran, dengan tipe morfologi yang
lebih dominan yaitu fluvial dan struktural namun terdapat juga morfologi
denudasional karna ada bidang yang tererosi,sehingga tingkat pelapukan tinggi.
Sungai pada sekitar manifestasi berbentuk U dengan stadia daerah dewasa-tua
dan soilnya tebal.Tata guna lahan pada daerah manifestasi di gunakan sebagai
perkebunan.
Litologi pada daerah sekitar manifestasi di dapati singkapan batuan
sedimen, dimana titik pengamatan pertama di dapati hanya soil, pada titik
pengamatan kedua di temukan batupasir halus dengan batulanau dengan sisipan
batu pasir sedang, sedang kan pada lokasi ketiga ditemukan batuan breksi
dengan fragmennya dari batuan metamorf dan batuan beku.
Kenampakkan struktur geologi pada daerah ini yaitu di dapati kekar gerus
dan terdapat juga struktur sedimen yaitu laminasi yang terdapat pada batulanau
sisipan batupasir.

2. Hasil Observasi
Pada lokasi daerah Kadidia di lakukan beberapa titik percobaan pada
daerah manifestasi dengan pengukuran geokimia (ph dan suhu) dan
pengamatan fisik (aroma,dan warna air) serta kenampak di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 5.3)
Banyak Warna Kenampakkan
Ph Suhu Aroma
Percobaan Air Sekitarnya
Percobaan 1 8 78 Belerang Jernih
Percobaan 2 7 70 Belerang Jernih
Percobaan 3 6 74 Belerang Jernih
Percobaan 4 7 80 Belerang Jernih
Percobaan 5 7 84 Belerang Jernih
Percobaan 6 7 65 Belerang Jernih
Percobaan 7 8 70 Belerang Jernih
Percobaan 8 7-8 69 Belerang Jernih
Percobaan 9 7 75 Belerang Jernih
Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Daerah Masaingi

Berdasarkan hasil dari pengukuran suhu pada air panas dengan rentang
nilai 69 - 84 dan nilai Ph yang berkisar 6 – 8 maka sifat air panas pada daerah
masaingi yaitu asam lemah hingga basa lemah. Maka dapat diketahui
manifestasi air panas di daerah ini hanya dapat digunakan sebagai tempat
objek wisata.

5.5 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH LOMPIO


1. Kondisi Geologi Daerah Lompio
geomorfologi pada daerah Lompio lebih tepatnya pada daerah sekitar
manifestasi air panas, memiliki relatif pedataran, dengan tipe morfologi yang
lebih dominan yaitu Denudasional karna batuan disekitar manifestasi bersifat
lapuk, sehingga tingkat pelapukan tinggi. Tata guna lahan pada daerah
manifestasi di gunakan sebagai perkebunan dengan vegetasi pohon kelapa.
Litologi pada daerah ini yaitu pada titik pertama ditemukan adanya
batupasir kasar dan batupasir halus, sedangkan pada titik pengamatan kedua
ditemukan breksi dengan fragmen yang lebih kecil dari batuan beku yang
sudah lapuk.
Pada lokasi ini tidak ditemukan adanya kenampakkan struktur geologi
yang dapat di amati.

2. Hasil Observasi
Pada lokasi daerah Kadidia di lakukan beberapa titik percobaan pada
daerah manifestasi dengan pengukuran geokimia (ph dan suhu) dan
pengamatan fisik (aroma,dan warna air) serta kenampak di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan dilihat pada tabel di bawah ini (Tabel 5.4)
Jumlah Kenampakkan
Ph Suhu Aroma Warna Air
Percobaan Sekitarnya
Percobaan 1 7 79 Belerang Jernih
Percobaan 2 8 90 Belerang Jernih
Tabel 5.4 Hasil Pengamatan Daerah Lompio

Berdasarkan hasil dari pengukuran suhu pada air panas dengan rentang
nilai 79-90 dan nilai Ph yang berkisar 7-8 maka sifat air panas pada daerah
masaingi yaitu netral dan basa lemah. Sehingga dapat diketahui manifestasi
air panas di daerah ini hanya dapat digunakan sebagai tempat objek wisata.

5.6 MANIFESTASI PANAS BUMI DAERAH MAPANE TAMBU


1. Kondisi Geologi Daerah Mapane Tambu
geomorfologi pada daerah Mapane Tambu lebih tepatnya pada daerah
sekitar manifestasi air panas, memiliki relatif pedataran, dengan tipe
morfologi yang lebih dominan yaitu fluvial, dengan kenampakkan seperti
danau namu memiliki mata air dan mengalir ke arah laut dan membentuk
rawa-rawa. Tata guna lahan pada daerah manifestasi di gunakan sebagai
tempat pemandian dengan vegetasi sekitarnya rumput ilalang.
Pada daerah penelitian ini terdapat batupasir halus dan lapisan soil
yang tebal.
Pada lokasi pengamatan tidak ditemukannya struktur geologi.
.
2. Hasil Observasi
Pada lokasi daerah Kadidia di lakukan beberapa titik percobaan pada
daerah manifestasi dengan pengukuran geokimia (ph dan suhu) dan
pengamatan fisik (aroma,dan warna air) serta kenampak di sekitarnya.
Adapun hasil pengamatan pada stasiun ini yaitu suhu air panas 60 0c
dengan arah aliran N 250 E. Ph aliran air panas pada lokasi penelitian yaitu 7
yang berarti bersifat netral, Ph tersebut di ukur menggunakan kertas lakmus
dengan perubahan warna dari merah ke unguan. Adapun kenampakkan fisik
pada manifestasi air panas di daerah ini memiliki aroma belerang dan airnya
yang jernih.
Berdasarkan hasil dari pengukuran suhu pada air panas maka dapat
diketahui manifestasi air panas di daerah ini hanya dapat digunakan sebagai
tempat objek wisata seperti yang kita lihat secara langsung di lokasi
pengamatan.
BAB IV
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan maka ditarik kesimpulan bahwa manifestasi air
panas yang berada pada daerah Pulu, Bora, kadidia, Masaingi, Lompio, dan
Mapane Tambu hanya dapat digunakan sebagai destinasi wisata air panas karena
suhu yang dimiliki kurang dari 1000 c, sehingga tidak dapat digunakan sebagai
pembangkit listrik tenaga uap yang memerlukan suhu di atas 2000 c. Adapun
kenampakkan geologi pada setiap daerah pengamatan yaitu pada kenampakkan
tipe morfologi yang didominasi oleh fluvial dan struktural, litologi yang dominan
yaitu batuan sedimen dimana mengacu pada geologi regional.

6.2 saran
Adapun saran dalam melakukan praktikum lapangan sebaiknya dilakukan
persiapan yang matang dan lebih mengefisienkan waktu agar praktikum berjalan
sesuai jadwal yang telah di tentukan.

Anda mungkin juga menyukai