PENDAHULUAN
cadangan sumber energi semakin berkurang, hal ini membuat manusia berusaha untuk
lama dalam pembaharuan seperti bahan bakar minyak dan gas, dimana saat ini
kondisinya semakin menipis menjadi suatu permasalahan penting. Hal ini disebabkan
oleh adanya eksploitasi secara terus menerus dalam jumlah besar untuk memenuhi
kebutuhan energi diberbagai sektor bidang. Oleh karena itu, dibutuhkan energi
alternatif baru untuk memenuhi kebutuhan manusia akan energi setiap tahun dan salah
satunya adalah panas bumi. Panas bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang
memiliki potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi
ketinggian 635 mdpl. Daerah tersebut ditetapkan pada tahun 2011 oleh Menteri
Kehutanan merupakan areal kerja hutan desa dengan luas 490 hektar (BPS Sigi, 2011).
Sumber energi panasbumi di Desa Namo diindikasikan oleh adanya mata air
panas yang muncul dari sisi sungai Sapoo. Munculnya panas bumi ini diduga
dipengaruhi oleh sesar Palu Koro di sekitar lokasi penelitian. Sesar ini yang
1
mengontrol fluida panas dalam reservoir untuk mengalir menuju permukaan.
wilayah ini belum pernah dilakukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan
menggunakan metode geofisika. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah
Namo.
Sulawesi Tengah (Gambar 1.1). Secara geografis terletak pada koordinat 010 24’ 30”
LS dan 1190 58’ 30” BT sampai dengan 010 23’ 30” LS dan 1190 59’ 0” BT.
2
Gambar 1.1 Lokasi penelitian (Ristiani.2015)
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Panas bumi (geothermal) berasal dari dua kata yaitu geo dan thermal. “Geo”
yang artinya bumi dan “thermal” yang artinya panas, jadi geothermal dapat diartikan
sebagai panas bumi. Panas bumi dapat pula dimaknai sebagai energi panas yang
terbentuk secara alami dibawah permukaan bumi. Panasbumi adalah sumber energi
panas yang terkandung didalam air panas, uap, air dan batuan bersama mineral dan
gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem
panasbumi. Panas yang dimiliki bumi berasal dari dua sumber yaitu matahari
(external heat) dan dari dalam bumi itu sendiri adalah internal heat (Lange,
dkk,1991).
Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistem
hidrotermal dibedakan menjadi 2, yaitu sistem 1 fasa dan sistem 2 fasa. Sistem 2 fasa
dapat merupakan sistem dominasi air atau dominasi uap. Sistem dominasi uap
merupakan sistem yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya
mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya.
Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori-pori batuan yang masih menyimpan air.
Reservoir air panas umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi
uapnya. Sistem dominasi air merupakan sistem panas bumi yang umum terdapat di
dunia dimana reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat dominan walaupun
4
“boiling” sering terjadi pada bagian atas reservoir membentuk lapisan penudung uap
Sulawesi merupakan salah satu pulau dalam wilayah Indonesia yang terletak
diantara Pulau Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Dengan luas wilayah sebesar
menyebabkan pulau ini memiliki bentuk yang unik dibandingkan pulau-pulau lain di
Pulau Sulawesi sebagai akibat pertemuan tiga lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia,
5
Beberapa pendapat ahli geologi seperti Sukamto (1975), Hamilton (1979), dan Smith
(1983, Gambar 2.1 ) menyebutkan bahwa Pulau Sulawesi dapat dibagi menjadi 3
lengan utara hingga lengan selatan Pulau Sulawesi. Secara umum, batuan
penyusun Busur Vulkanik Neogen terdiri dari kompleks basement pada masa
(Sukamto, 1975) dan batuan malihan. Busur Vulkanik Neogen sebagai busur
magmatik dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu Sulawesi bagian barat dan
Sulawesi bagian Utara. Sulawesi bagian barat selama periode Pliosen hingga
utara yang tersusun atas litologi bersifat riodasitik sampai andesitik pada umur
2. Sekis dan Batuan Sedimen Terdeformasi (Central Schist Belt), tersusun atas
fasies metamorfik sekis hijau dan sekis biru. Bagian barat dari kelompok batuan
ini merupakan tempat terpisahnya antara sekis, genes, dan batuan granitik
molase yang tersebar di lengan timur dan tenggara Sulawesi. Bagian lengan
6
sekuen dike diabas dan basalt, yang merupakan hasil dari tumbukan antara
platform Sula dan Sulawesi pada saat Miosen Tengah sampai Miosen Akhir
kepulauan, batuan bancuh, ofiolit, dan bongkah dari mikrokontinen terbawa bersama
proses penunjaman, tubrukan, serta proses tektonik lainnya (Van Leeuwen, 1994).
• Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc) sebagai jalur
magmatik (Cenozoic Volcanics and Plutonic Rocks) yang merupakan bagian ujung
7
• Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
• Mandala timur (East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen
Banggai-Sula dan Buton merupakan pecahan benua yang berpindah ke arah barat
Mandala barat, Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur
magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Batuan bagian
utara bersifat riodasitik sampai andesitik, terbentuk pada Miosen-Resen dengan batuan
dasar basaltik yang terbentuk pada Eosen-Oligosen. Busur magmatik bagian barat
mempunyai batuan penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung
granitik yang berupa batolit, stok, dan retas. Mandala Tengah, urut-urutan stratigrafi
• Endapan alluvium,
8
• Batuan sedimen termetamorfose rendah dan batuan metamorf yang keduanya
• Batuan gunungapi (Kapur Atas – Oligosen Bawah) yang menjemari dengan Formasi
Tinombo,
• Batuan intrusi granit (Miosen Tengah – Miosen Atas) ditemukan menerobos batuan
Mandala Timur, Sesar Lasolo yg merupakan sesar geser membagi lembar daerah
Kendari menjadi dua lajur, yaitu: Lajur Tinondo, yang menempati bagian barat daya.
Lajur Tinondo merupakan himpunan batuan yang bercirikan asal paparan benua. Lajur
Hialu yang menempati bagian timur laut daerah ini. Lajur Hialu merupakan himpunan
batuan yang bercirikan asal kerak samudera (Rusmana dan Sukarna, 1985). Batuan
yang terdapat di Lajur Tinondo adalah Batuan Metamorf Paleozoikum, dan diduga
berumur Karbon.
9
3 TQp (Formasi perselingan batupasir dengan batulempung, setempat
Pasangkayu) bersisipan konglomerat dan batugamping
Lokasi penelitian termasuk pada satuan Tmpi (d,g) berupa granit dan granodiorit.
10
Lokasi penelitian
Gambar 2.4 Korelasi satuan peta menurut (Sukido, D. Sukarna & K. Sutisna 1993)
( Peta Geologi Regional Lembar Pasangkayu)
11
BAB III
3.1 Maksud
Maksud dari penulisan seminar ini adalah untuk mengukur / menghitung sebaran
3.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan seminar ini adalah mengetahui potensi sebaran temperatur
dan struktur perlapisan bawah permukaan di daerah panas bumi desa namo.
3.3 Manfaat
Berdasarkan maksud dan tujuan yang telah disampaikan, maka manfaat dari
adanya penyusunan Seminar Geologi ini dapat memberikan wawasan dan informasi
12
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode penelitian
Mulai
Survei pendahuluan
Pengambilan data
Interpretasi
kesimpulan
Selesai
13
lembar Pasangkayu dan topografi daerah penelitian dengan menggunakan peta Rupa
b. Meteran
c. GPS
d. Kompas Geologi
e. Palu Geologi
f. Termometer
memasang kabel pada elektroda sejauh 275 meter. Menentukan arah bentangan
dengan menggunakan kompas geologi dan posisi koordinat elektroda. Merangkai alat
Data yang diperoleh di lapangan yaitu nilai arus, potensial dan hambatan jenis semu.
Earthmarger 2D. Hasil yang diperoleh dari program inversi tersebut berupa variasi
nilai hambatan jenis, kedalaman dan ketebalan lapisan. Data temperatur diperoleh
thermometer. Untuk mengetahui sebaran panas bumi yang didasarkan dari sebaran
14
software exell dan software rockwork dengan melakukan perhitungan sebagai
berikut:
literatur yaitu 1,8 Ωm, Ɛ juga merupakan ketetapan yaitu 0,2 eV, nilai R adalah
b. Nilai temperatur dalam satuan Kelvin diubah menjadi satuan Celcius, kemudian
nilai hambatan jenisnya. Pemetaan lapisan batuan bawah permukaan merujuk pada
Tabel harga hambatan jenis batuan, ditunjukan pada Tabel 4.1. Hasil pemetaan
hambatan jenis dari lokasi penelitian yang terindikasi memiliki lapisan yang
mengandung air panas. Selanjutnya data hasil inversi dikonversi ke dalam parameter
Menurut Telford, dkk (1990), aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral
secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik. Batuan merupakan suatu jenis
15
materi sehingga batuan mempunyai sifat-sifat kelistrikan. Batuan mempunyai sifat
menghantarkan arus listrik karena ada bagian batuan yang mempunyai ikatan atom-
atom secara ionik atau kovalen. Beberapa nilai hambatan jenis mineral dan batuan
Udara ( Air) ~
16
Magnetit ( Magnetite) 0.01-1000
17
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
batuan penyusun di sekitar wilayah Desa Namo adalah Batuan Terobosan yang terdiri
dari granit dan granodiorit. Batuan Terobosan ini tersingkap disekitar lokasi penelitian.
Peta Geologi lokasi penelitian sebagai berikut (Gambar 5.1). Struktur geologi di Desa
Namo secara umum ditandai oleh sebaran pegunungan yang dominan, terutama di
Pola punggung gunung di bagian barat dan timur mempunyai pola memanjang
hampir dibagian Utara – Selatan. Orientasi utama jalur pegunungan ini sangat
berkaitan dengan jalur sesar Palu Koro yang melintas di sekitar daerah penelitian.
Keberadaan jalur sesar ini menimbulkan beberapa sesar lokal dan zona rekahan. Secara
regional, tatanan tektonik yang mengontrol pemunculan manifestasi mata air panas
Desa Namo disebabkan oleh keberadaan zona rekahan yang merupakan jalur naiknya
panas ke permukaan.
18
Gambar 5.1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Ristiani.2015)
Morfologi Daerah penelitian terdiri dari pegunungan dan lembah aliran sungai
yakni disekitar aliran sungai Sapoo. Aliran sungai tersebut mengarah dari Timur ke
Barat dan terdapat titik air panas disekitarnya. Lokasi penelitian ini merupakan daerah
pegunungan dengan kemiringan hampir mencapai 60⁰ yang berada pada ketinggian ±
elektroda 5 meter. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran berupa data arus (I) dan
beda potensial . kemudian hasil pengukuran tersebut diperoleh nilai hambatan jenis
19
semu. Hasil pengukuran tersebut kemudian diolah menggunakan Software
Apparent Resistivity Psedosection yang berasal dari nilai hambatan jenis pengukuran
kedepan, dan penampang ketiga yaitu Inverted Resistivity Section yang merupakan
nilai hambatan jenis sebenarnya. Model Penampang 2D hambatan jenis hasil inversi
Lintasan 1 terletak pada koordinat 010 23’ 55” LS dan 1190 58’ 39” BT sampai
dengan 010 23’ 58” LS dan 1190 58’ 47” BT. Arah bentangan N 900 E dengan
ketinggian maksimum 672 mdpl (meter di atas permukaan laut), menggunakan jarak
nilai error yang didapatkan adalah 8,48 % kedalaman yang terukur antara 54 - 95 m
ditunjukkan pada (Gambar 5.2) Lapisan yang mempunyai nilai hambatan jenis yang
berkisar antara ± 22 – 430 Ωm ditunjukkan dengan warna biru sampai warna hijau
diduga merupakan zona rekahan tersaturasi dengan air. Lapisan selanjutnya yang
mempunyai nilai hambatan jenis yang berkisar antara ± 430 - 2000 Ωm yang
20
ditunjukan dengan warna kuning sampai merah diduga merupakan lapisan batuan
granit.
Lintasan 2 terletak pada koordinat 010 23’ 53 ” LS dan 119 0 58’ 42 ” BT sampai
dengan 010 24’ 05” LS dan 1190 58’ 51” BT. Arah bentangan N 1350 E dengan
ketinggian maksimum 677 mdpl (meter di atas permukaan laut). Berdasarkan hasil
inversi diperoleh 2D penampang hambatan jenis Lintasan 2 dengan nilai error yang
(Gambar 5.3) Karakteristik lapisan bawah permukaan di lintasan ini relatif sama
dengan Lintasan 1. Pada lintasan ini terdeteksi adanya zona rekahan tersaturasi
dengan air, hal ini dapat diketahui dengan nilai hambatan jenis terendah berkisar
21
antara ± 22 – 430 Ωm ditunjukan dengan warna biru sampai warna hijau.
Lintasan 3 terletak pada koordinat 010 24’ 02 ” LS dan 1190 58’ 37” BT
dengan 01 0
24’ 02 ” LS dan 1190 58’ 45” BT. Arah bentangan N 900 E dengan
hambatan jenis Lintasan 3 dengan nilai error yang didapatkan adalah 8,87% dan
Karakteristik lapisan bawah permukaan pada lintasan ini relatif sama dengan Lintasan
1 dan 2. Nilai hambatan jenis terendah pada lintasan ini adalah 22 Ωm dan nilai
hambatan jenis yang tinggi pada lintasan ini adalah 2000 Ωm. Pada lintasan diduga
adanya zona rekahan tersaturasi air dengan nilai hambatan jenis yang terendah ± 22 –
22
430 Ωm ditunjukan dengan warna biru sampai warna hijau.
Lintasan 4 terletak pada koordinat 010 23’ 53 ” LS dan 1190 58’ 38” BT
dengan 010 24’ 05” LS dan 1190 38’ 42” . Arah bentangan N 1800 E dengan
maksimum 652 mdpl dengan nilai error yang didapatkan adalah 8,87% terukur pada
kedalaman ± 70 m dapat dilihat pada (Gambar 5.5). Lintasan ini terletak di sebelah
barat dari titik mata air panas dan memotong Lintasan 1 dan 3. Berdasarkan
diduga merupakan zona rekahan tersaturasi air ditunjukan dengan berwarna biru
23
Gambar 5.5 Penampang 2D Hambatan Jenis Lintasan 4
semua lintasan pengukuran terdeteksi adanya zona rekahan tersaturasi dengan air
dengan nilai hambatan jenis ± 22 – 430 Ωm. Berdasarkan Peta Geologi di daerah
daerah ini didominasi batuan terobosan yakni batuan granit. Diduga batuan granit
tersebut mengalami pelapukan dan dipengaruhi oleh sesar Palu Koro yang melintas
disekitar lokasi penelitian. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya zona rekahan
sehingga fluida mampu menerobos kepermukaan dan nilai resistivitas pada batuan
24
Model penampang hambatan jenis pada setiap lintasan selanjutnya dikonversi
dalam bentuk model sebaran temperatur. Model sebaran temperatur ini memberikan
maksimum 68oC dan minimum 32oC. Model sebaran temperatur ditampilkan dengan
warna yang berbeda- beda. Temperatur maksimum ke 4 lintasan dengan nilai 680C
ditunjukkan dengan warna merah, dan temperatur minimum dengan nilai 320C yang
dicitrakan dengan warna ungu. Berikut adalah gambar hasil pemodelan penampang
A. Lintasan 1
Sebaran temperatur panasbumi pada (Gambar 5.6) diduga berada pada kedalaman
±10m bawah permukaan dengan jarak 0 - 185 m. Ketebalan lapisan ini ± 10 m menipis
ke arah Timur dengan jarak 0 - 185 m. Lapisan temperatur ini diselingi oleh lapisan
yang mempunyai temperatur rendah didekat permukaan. Lapisan ini juga dijumpai
25
B. Lintasan 2
tersebar hampir di seluruh lintasan dimana diselingi oleh lapisan yang mempunyai
C. Lintasan 3
10 m menipis ke arah Timur. Lapisan temperatur ini diselingi oleh lapisan yang
26
Gambar 5.8 Penampang 2D Temperatur Lintasan 3.
D. Lintasan 4
dimana diselingi oleh lapisan yang mempunyai temperatur rendah dekat permukaan
27
5.1.3 Pembahasan
Hambatan jenis dan sebaran temperatur bawah permukaan yang telah diolah
memberikan gambaran bawah permukaan setiap lintasan. Analisis data dilakukan pada
yang lebih rinci. Sebaran panas bumi di daerah penelitian sangat berkaitan dengan
kondisi batuan bawah permukaan. Berdasarkan Peta Geologi batuan penyusun sekitar
lokasi penelitian adalah batuan terobosan yang terdiri dari granit dan granodiorit. Pada
Peta Geologi penelitian tampak struktur geologi berupa sesar geser yang merupakan
mempunyai nilai ± 22 Ωm sampai 2000 Ωm. Nilai hambatan jenis yang relatif rendah
merupakan lapisan zona rekahan tersaturasi dengan air (warna biru sampai warna
hijau). Lapisan ini mampu meneruskan fluida panas ke permukaan sehingga muncul
manifestasi mata air panas di lokasi penelitian. Lapisan batuan ini memiliki
dengan air berada pada kedalaman ± 10 m dan menyebar dari arah Timur ke Barat.
Sedangkan Lapisan batuan granit yang tidak menerus berupa bongkahan pada lintasan
ini. Lapisan zona rekahan tersaturasi dengan air juga tersebar kearah Barat laut pada
arah Barat. Lapisan ini juga diselingi batuan granit yang tidak menerus pada
28
penampang hambatan jenis Lintasan 3. Penampang hambatan jenis pada Lintasan 4
diduga lapisan zona rekahan tersaturasi dengan air tampak menyebar diseluruh lintasan
dari arah Utara ke Selatan. Hal ini dikarenakan Lintasan 4 berada disebelah Timur dari
titik mata air panas yang muncul kepermukaan melalui zona rekahan tersebut.
68oC. Sebaran temperatur ke 4 lintasan ini tersebar merata pada Lintasan 4 dari arah
Utara ke Selatan.
29
BAB VI
6.1 Kesimpulan
ke dalam temperatur di Desa Namo Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi, maka dapat
disimpulkan bahwa ;
merupakan zona rekahan tersaturasi dengan air. Lapisan yang nilai hambatan
granit.
dengan arah Utara ke Selatan. Hal ini disebabkan karena lintasan 4 merupakan
6.2 Saran
Saran dalam penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat dilanjutkan
dan dikembangkan lagi dalam hal yang lebih spesifik mengenai potensi panas bumi
30
DAFTAR PUSTAKA
BPS Sigi, 2011, Sigi dalam Angka 2011, Kabupaten Sigi, Palu.
Haerudin, Nandi dan Syamsurijal R dan Eva, Y., 2008, Metode Geolistrik Untuk
Menentukan Pola Penyebaran Fluida Geothermal Di Daerah Potensi
Panasbumi Gunung Rajabasa Kalianda Lampung Selatan.jurnal
Fisika FMIPA Volume 2, Universitas Lampung.
Hersir, G.P., and Björnsson, A., 1991: Geophysical exploration for geothermal
resources. Principle and applications. UNU-GTP, Iceland, Report
15, 94 pp.
Rosyid, M. I., Zulaikah, S., & Hidayat, S. (2011). Pemanfaatan Metode Geolistrik
Resistivitas Untuk Mengetahui Struktur Geologi Sumber Air Panas
Di Daerah Songgoriti Kota Batu. Jurnal Sains. Jurusan Fisika
FMIPA UM.
Telford W.M., Geldart L.P, dan Sheriff R., 1990, Applied Geophysics, Second
Edition,Cambridge University,USA.
31