Lendutan jalan merupakan data fundamental yang diperlukan dalam program perencanaan
dan pengelolaan jalan. Lendutan jalan dapat diukur menggunakan Benkelman beam (BB).
BB dikembangkan oleh A.C. Benkelman, pada tahun 1953. Awalnya, BB digunakan pada
proyek uji jalan Western Association of State Highway Officials (WASHO). BB termasuk
peralatan ukur lendutan jalan yang reatif murah, mudah dilaksanakan dan bersifat portable
non destructive, karena peralatan tersebut mudah dipindahkan dan dapat mengumpulkan
data (cekung lendutan) jalan tanpa merusak struktur atau konstruksi jalan. BB mengukur
lendutan yang ditimbulkan oleh beban truk standar. Karakteristik beban truk standar adalah
beban gandar sumbu utama 8,17 ton, beban ban belakang 2×4,085 kg, tekanan ban 5,6
kg/cm2 dan tekanan kontak 550 kPa. Data cekung lendutan dapat digunakan untuk
2. desain tebal lapis ulang atau overlay, jika dilengkapi dengan data lalulintas.
Survei kondisi jalan dapat dilakukan secara visual atau diukur langsung. Survei
visual kondisi jalan diolah dengan metode Bina Marga atau Pavement Conditon Index
(PCI) (Bolla, -). Utomo (2001) meneliti kondisi jalan di Kabupaten Sleman menggunakan
metode PCI. Penerapan BB untuk mengukur lendutan dan menilai kondisi struktur jalan
masih jarang dilakukan. Studi ini bertujuan mengumpulkan data lendutan BB dan
(enam) ruas jalan yang termasuk ke dalam wilayah kerja Dinas Pekerjaan Umum dan
Gambar 1 menyajikan skema peralatan BB. Gambar 2 menyajikan arah pergerakan truk.
Truk bergerak lambat dengan kecepatan 2-3 km/jam. Tata cara pengukuran lendutan
dengan BB di Indonesia diatur dalam RSNI3 2416: 2008 (Cara uji lendutan perkerasan
Koesrindartono, 2000)
Data yang diperoleh dari BB adalah data cekung lendutan. Data cekung lendutan
dinyatakan dalam satuan mm dan diukur pada jarak perjalanan truk sejauh 0 cm, 10 cm, 20
cm, 30 cm, 40 cm, 50 cm, 70 cm, 100 cm, 150 cm, 200 cm dan 600 cm dari titik kontak
awal truk dan perkerasan. Gambar 3 menyajikan tipikal cekung lendutan.
Lendutan balik
Lendutan balik adalah ukuran baliknya permukaan jalan setelah beban berpindah atau
bergerak. Beberapa istilah yang digunakan dalam analisis lendutan balik ini didefinisikan
1. Pusat beban adalah letak beban pada permukaan perkerasan yang berada tepat
dibawah garis sumbu gandar belakang dan di tengah-tengah ban ganda sebuah truk.
2. d1 atau residual deflection (pada Gambar 3) adalah lendutan pada saat beban tepat
3. d3 atau maximum deflection (pada Gambar 3) adalah lendutan pada saat beban tepat
Nilai lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim),
faktor koreksi temperatur dan faktor koreksi beban (bila beban uji tidak tepat 8,16 ton).
dengan
d3 atau Dmax = Lendutan pada saat beban tepat pada jarak 6 meter dari titik pengukuran.
Ca = faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim). Jika pengukuran lendutan
dilaksanakan di musim penghujan atau kondisi muka air tanah relatif tinggi maka nilai Ca
yang digunakan adalah 0,9. Jika dilaksanakan pada musim kemarau atau kondisi muka air
FKB-BB = Faktor koreksi beban uji BB dan dihitung dari persamaan 2 berikut ini.
Suhu udara (Tu) dan temperatur permukaan lapis beraspal (Tp) diukur langsung di lapangan.
Tu dan Tp digunakan untuk memprediksi temperatur tengah lapis beraspal (Tt) dan
temperatur bawah lapis beraspal (Tb), yaitu berdasarkan Tabel 1. Jika kedalaman
perkerasan di lapangan tidak seperti yang tersaji dalam Tabel 1 tersebut, maka suhu lapisan
1
T L = × ( T p +T t +T b ) (3)
3
Gambar 4 Nilai Ft
Deflection ratio
Deflection ratio (DR) mencerminkan kekakuan perkerasan dan dihitung dengan persamaan
D 250
DR= (4)
D0
dengan
D250 adalah lendutan pada titik sejauh 250 mm dari titik yang lendutannya maksimum.
Kekuatan tanah dasar dinilai dari D900 yaitu lendutan sejauh 900 mm dari pusat beban.
Hubungan antara nilai D900 dan CBR tanah dasar dinyatakan dalam Gambar 5.
Hasil pengukuran lendutan BB dapat digunakan untuk menilai kondisi struktur perkerasan.
DR, D900 dan d1 (residual deflection). Gambar 6 menyajikan gambar yang digunakan untuk
Pengukuran lendutan dilaksanakan pada tanggal 25 April 2013 di enam lokasi di wilayah
kerja Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman. Jumlah pengambilan data lendutan di
Karakteristik truk beban yang digunakan adalah: beban gandar roda belakang 8,23 ton dan
Berikut ini adalah contoh pencatatan data untuk Sta 1+200 Jalan Rejodani – Kapitu.
Pembacaan lendutan BB
( 0+0+0 )
1. Menghitung rerata d1 atau residual deflection yaitu =0(× 0,01mm).
3
( 105+105+105 )
=105(× 0,01mm) .
3
(37,8−39,9)
¿ 39,9+ ( (5−2,5) ×( 3,5−2,5) )
= 39,06C.
(33,4−37,8)
¿ 37,8+ ( (10−5) ×(7,5−5) )
= 35,6C.
( 34+39,06+35,6 )
7. Menghitung TL yaitu =35,89C
3
0,98.
11. Jadi nilai dB atau D0 = 2 × 1,05 × 0,98 × 0,9 × 0,98 = 1,819 mm.
B. Deflection ratio dihitung berdasarkan nilai D250 dan D0. Titik data untuk menghitung
D250 berada diantara pembacaan arloji untuk posisi 20 cm dan 30 cm dari titik kontak awal
pembacaan. D250 diperoleh dengan cara interpolasi antara pembacaan arloji untuk posisi 20
cm dan 30 cm dari titik kontak awal, yaitu 35 (0,01 mm) dan 50 (0,01 mm). Nilai rerata
pembacaan arloji tersebut kemudian diolah lendutan baliknya sehingga nantiya diperoleh
D250.
C. Titik data untuk menghitung D900 berada diantara pembacaan arloji untuk posisi 70 cm
dan 100 cm dari titik kontak awal pembacaan. D 900 diperoleh dengan cara interpolasi antara
pembacaan arloji untuk posisi 70 cm dan 100 cm dari titik kontak awal, yaitu 70 (0,01
mm) dan 100 (0,01 mm). Nilai rerata pembacaan arloji tersebut kemudian diolah lendutan
berikut ini.
deflection (mm)
Observasi di lapangan menemukan jenis kerusakan berupa amblas, retak dan tambalan.
Jenis kerusakan tersebut mendukung hasil analisis bahwa kondisi perkerasan termasuk
kategori …………………………….