Anda di halaman 1dari 3

Nama : MELIA OKTORA

No. Bp : 1810842002

Matkul : Pengambilan Keputusan (B)

Dosen Pengampu : Dr. Hendri Koeswara, S.IP, M.Soc, Sc

ESSAY

Kritik terhadap The Rational-Comprehensive Model dan Kritik terhadap The Incremental Model

1. Kritik terhadap The Rational-Comprehensive Model

Pada pemerintahan ini diwarnai oleh birokrat dari kalangan ekonomi yang memiliki
asumsi bahwa semua tingkah laku manusia bertujuan untuk mencari kesenangan dan
menghindari kerusuhan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Menurut model ini semua inidivud sebenarnya tahu tentang berbagai alternatif yang
tersedia pada situasi dan kondisi tertentu dan juga tentang konsekuensi yang ada pada
setiap alternatif tersebut.
2) Dalam model ini konsep rasionalitas identik dengan efisiensi. Kebijakan yang efisien
menurut model ini adalah yang menyebabkan ratio antara nilai yang dicapai dengan nilai
yang dikorbankan adalah positif dan paling tinggi dibanding alternatif-alternatif lain.
3) Secara teoritis, model ini terlihat baik namun memiliki kelemahan, ketika para manajer
yang mempunyai posisi untuk merumuskan kebijakan, sekaligus melaksanakannya,
ternyata tidak memiliki informasi yang akurat sebagai dasar perumusan kebijakannya.
4) Yang paling berbahaya adalah jika secara sengaja dipilih kebijakan yang secara short-run
terlihat efektif namun secara long-run adalah negatif.

Kritik terhadap rational comprehensive theory berpusat pada kecenderungan teori ini
untuk mementingkan isi dan prosedur sebagai konsekuensi dari perencanaan secara ahli
dengan kandungan yang menyeluruh daripada konteks (Beauregard 2003). Akibatnya, teori ini
dipandang tidak realistis. Kuatnya peran organisasi birokratik-terpusat dalam proses
perencanaan menjadikan penerapan teori ini juga dinilai tidak demokratik dan tidak sensitif
terhadap kebutuhan dan/atau kepentingan pihak-pihak di luar lingkaran pengambilan
keputusan. Konsekuensi selanjutnya, rencana yang dihasilkan menghadapi tantangan yang
tidak ringan dalam implementasi, baik karena kualitas rencana maupun karena terbatasnya
dukungan pihak-pihak yang kepentingannya tidak terakomodasikan.

Menurut Robinsom (dalam Faludi 1985: 171) kelemahan-kelamahan model rational


comprehensive theory ini meliputi:

1) Kegagalan model ini untuk menyediakan informasi mutakhir dan bermakna yang
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
2) Kegagalan model ini dalam menjabarkan sasaran masterplan ke dalam bentuk sasaran
tindakan
3) Ketidakberhasilan model ini dalam mendorong tindak lanjut pengambilan keputusan pada
tingkatan instansi pelaksana
4) Kegagalan model ini dalam melakukan evaluasi terhadap akibat-akibat keputusan yang
diambil, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan
Berikut hal-hal yang menjadi rintangan atau kritikan dalam model ini:
1) Tidak ada nilai-nilai sosial yang disetuju, dimana nilai-nilai khusus dari individu dan
kelompok saling berselisih
2) Pertantangan manfaat dan biaya tidak dapat dibandingkan
3) Pembuat kebijakan tidak terdorong untuk membuat keputusan berdasarkan tujuan
masyarakat, melainkan hanya kepentingan pribadi, kelompok seperti kekuasaan, status,
dan kekayaan
4) Pembuat kebijakan tidak termotivasi untuk memaksimalkan keuntungan sosial, tetapi
hanya memuaskan tuntutan untuk kemajuan.
5) Adanya investasi besar dalam suatu kebijakan dapat menghalangi pembuat kebijakan
mempertimbangkan alternatif yang ditetapkan sebelumnya.
6) Hambatan mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk mengetahui seluruh alternatif.
7) Meskipun dilengkapi oleh kemajuan teknik analisis yang canggih, pembuat kebijakan
tidak mempunyai inteligensia yang mencukupi untuk menghitung secara tepat manfaat
dan biaya ketika muncul masalah rumit dalam bidang politik, ekonomi, dan budaya yang
harus ditangani.
8) Ketidakpastian mengenai konsekuensi dari berbagai alternatif menyebabkan pembuat
kebijakan bersikap kaku mempertahankan keputusan sebelumnya.
9) Sifat terpecah belah dari pembuatan kebijakan dalam birokrasi yang besar sulit
mengoordinasikan pembuatan keputusan disebabkan muncul berbagai input dari banyak
ahli menyamarkan point sebenarnya dari keputusan yang akan ditetapkan.
2. Kritik terhadap The Incremental Model
Pada pemerintahan ini dipimpin oleh birokrat yang sudah lama berada di pemerintahan itu
sendiri, yang meruapakan kelanjutan dari kegiatan-kegiatan pemerintah di masalalu dengan
hanya mengubah atau memodifikasi sedikit-sedikit, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Model ini merupakan kritik pada model rational comprehensive yang banyak diterapkan di
negara-negara yang ada di dunia, yang dipelopori oleh negara maju dan kemudian diikuti
oleh negara berkembang. Dimana terbukti bahwa kebijakan negara yang terlihat baik-baik
saja ketika pemimpin sedang berada di posisinya, namun meninggalkan bom waktu di masa
pemimpin penggantinya.
2) Kelemahan model ini adalah cenderung digunakan untuk mempertahankan status quo dan
mengambaikan inovasi sosial.

Model ini melihat bahwa kebijakan publik sebagai keberlanjutan dari kebijakan
pemerintah sebelumnya dengan sedikit mengadakan perubahan atau melakukan modifikasi
kebijakan yang bersifat “tambal sulam”. Ahli ilmu politik Charles E. Lindblom yang pertama
kali mengemukakan model inkremental dalam serangkaian kritiknya terhadap model
pembuatan keputusan yang rasional. Dasar pemikiran inkrementalisme adalah bersifat
konservatif, yaitu pembuat kebijakan menerima keabsahan program-program yang telah
mapan dan secara diam-diam menyetujui agar kebijakan sebelumnya tetap dilaksanakan.
Perhatian terhadap program baru dipusatkan untuk menambah, mengurangi, dan
menyempurnakan program-program yang telah ada. Ada beberapa alasan pembuat kebijakan
lebih bersifat inkrementalistis, antara lain sebagai berikut:

1) Keterbatasan waktu, informasi, ataupun biaya untuk meneliti atas kebijakan yang sedang
berjalan atau meneliti dari semua kemungkinan alternatif dari suatu kebijakan yang ada.
2) Menerima keabsahan dari kebijakan sebelumnya karena ketidaktentuan akibat-akibat yang
ditimbulkan dari kebijakan yang baru.
3) Mungkin terdapat investasi dalam program yang ada sehingga dapat menghalangi
perubahan yang radikal.
4) Secara politis, inkrementalisme adalah cara yang bijaksana. Penting untuk menurunkan
ketegangan konflik, memelihara kestabilan, dan melindungi sistem politik.

Inkrementalisme didukung pula oleh sifat manusia yang cenderung mempertahankan


stabilitas, kurang menyukai konflik, dan tidak mau bersusah payah mencari hal yang paling
baik di antara yang baik. Kelemahan model incremental adalah hanya dapat diambil ketika
masalah yang dihadapi pembuat kebijakan publik merupakan masalah rutin dan tidak dapat
dilaksanakan untuk mengatasi masalah krisis (suwirtini,2009:40). Model inkremental ini
bersifat pragmatis, tidak bermaksud mencari pilihan kebijakan yang terbaik, melainkan
sekedar mencari alternatif yang dapat dilaksanakan. Model ini juga dianggap mendorong
munculnya keputusan-keputusan berdasarkan perhitungan jangka pendek, yang dikawatirkan
akan menimbulkan konsekuensi negatif terhadap jangka panjang.

Ada beberapa kelemahan dalam Model inkremental ini diantaranya adalah, keputusan–
keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan dari kelompok
yang kuat dan mapan sehingga kepentingan dari kelompok yang lemah terabaikan dan
diduakan. Keputusan diambil lebih ditekankan kepada keputusan jangka pendek dan tidak
memperhatikan berbagai macam kebijakan lain sehingga pengambilan keputusan yang bersifat
inkremental tidak mampu menjadi solusi atas permasalahan publik. Dinegara berkembang
Model ini tidak cocok untuk diterapkankarena perubahan yang bersifat inkremental tidak tepat
karena negara berkembang lebih membutuhkan perubahan yang besar dan mendasar. Menurut
Yehezkel Dror(1968) model inkremental dalam membuat keputusan cenderung mengahasilkan
kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga perubahan tidak cepat dan tidak
signifikan.

Referensi:

Endang Soetari. (2014). Pengantar Kebijakan Publik. Bandung: PUSTAKA SETIA.

Fahmi, E. (2019). Perencanaan Berbasis-Komunitas Dalam Rekonstruksi Aceh Pasca-Bencana: Sebuah


Refleksi Teoretik. Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, 2(2), 416.
https://doi.org/10.24912/jmstkik.v2i2.1557

Haryadi, S. (2018). Ekonomi Bisnis Regulasi dan Kebijakan Telekomunikasi : Prinsip Penyusunan Kebijakan
Negara di Bidang Telekomunikasi. Open Science Framework, 1–13.
https://doi.org/10.17605/OSF.IO/YTWMX

Saraswati. (2006). Kearifan Budaya Lokal Dalam Persfektif Teori Perencanaan. Jurnal Perencanaan
Wilayah Dan Kota UNISBA, 6(2).

Anda mungkin juga menyukai