Anda di halaman 1dari 30

MINYAK WIJEN

(Sesame Oil)
ILMU BAHAN MAKANAN
Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, STP, M.Si

FADILLA RAHMA

22030114120047

PRODI ILMU GIZI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
1. Wijen
1.1. Tanaman Wijen
Tanaman wijen (Sesamum indicum L.) termasuk famili Pedaliaceae varietas Sesamum
indicum mempunyai subspesies S.orientale. Wijen dikenal juga sebagai benniseed (Afrika),
benne (Selatan Amerika Serikat), gingelly (India), gengelin (Brazil), sim-sim, semsem
(Ibrani) , dan tila (Sansekerta). Tanaman ini merupakan tanaman minyak tertua di dunia. Ada
sekitar 37 spesies di bawah genus Sesamum, namun diantara 37 spesies tersebut hanya
Sesamum indicum yang banyak dibudidayakan. Spesies wijen di Timur Tengah yang mirip
dengan Afrika diyakini menyebar dari Afrika melalui Mesir. Biji wijen dibawa ke India dan
Burma dari Afrika dan Timur Tengah. Fertilisasi silang spesies dari Afrika dan India
menghasilkan berbagai macam spesies wijen (1).

Wijen biasanya ditanam di tegalan sebagai tanaman sela di antara tanaman jagung, ketela
pohon dan padi gogo. Wijen merupakan tanaman semusim, berbatang tegak dengan tinggi
antara 3-4,5 feet sampai 7 feet tergantung pada varietas dan kondisi pertumbuhannya,
mempunyai toleransi yang baik dalam jangka waktu pendek di daerah kurang hujan, suhu
tinggi dan juga dapat tumbuh pada tanah gersang. Tanaman ini tidak mempunyai kemampuan
bersaing terhadap tanaman lain serta peka terhadap serangga dan hama penyakit, tumbuh baik
pada ketinggian 0-700 meter di atas permukaan laut, tetapi masih dapat tumbuh pada
ketinggian 1.200 meter dan merupakan tanaman yang baik tumbuh di daerah tropis (2).
Wijen memiliki berbagai macam warna mulai dari putih kecoklatan sampai hitam arang
namun warna utamanya putih atau hitam. Warna lain dari varietas biji wijen yaitu kuning,
merah atau coklat (3). Di Nigeria, biji wijen warna khususnya adalah putih, kuning dan hitam
(4). Varietas wijen dengan warna terang yang menjadi pertimbangan dari kualitas yang bagus
umumnya berasal dari Barat dan Asia Tengah. Ada banyak variasi dan ekotipe wijen
disesuaikan dengan kondisi ekologinya (5).
Batang wijen (Gambar 1) memiliki cabang dan obtusely persegi empat, longitudinal
berkerut, dan penuh bulu. Luasnya bulu pada batang dapat diklasifikasikan sebagai halus,
sedikit, dan sangat berbulu. Hal tersebut berkaitan dengan varietas wijen. Tingkat dan jenis
percabangan batang juga termasuk karakter varietas yang penting (1).

Gambar 1
Daun wijen juga berbulu di kedua sisinya , bentuk dan ukurannya pun sangat bervariasi,
tidak hanya pada varietas yang berbeda tetapi juga pada varietas tanaman yang sama. Daun
bawahnya berlawanan, berbentuk oval, kadang-kadang lobusnya palmately, warnanya hijau
kusam, memiliki panjang 3-17,5 cm dan lebar 1-7 cm, kasar bergigi, dan panjang tangkai
daunnya 5 cm. Daun bagian atas subopposite, lanset, dan seluruh atau sebagiannya sedikit
kasar bergigi, dan memiliki panjang tangkai daun 1-2 cm. Susunan daun mempengaruhi
jumlah bunga yang lahir di axils dan demikian juga dengan hasil biji per tanaman (1).
Wijen memiliki bunga yang besar, putih dan berbentuk lonceng. Bunga-bunganya
zygomorphic, dalam axils daun atas, lahir tunggal atau 2-3, pedicelled pendek, dan
geniculate. Kelopaknya kecil dan terpisah lima, segmennya oval-lanset dengan panjang 0,5-
0,6 cm. Corolla yang merupakan lonceng tubular, memiliki panjang 3-4 cm, melebar ke atas,
berbibir dua, mempunyai lima lobus dengan lobus menengah bawah terpanjang, puber luar,
berwarna putih, merah muda, atau keunguan dengan bercak kuning atau ungu, bintik-bintik,
dan garis-garis pada permukaan bagian dalam. Benang sari jumlahnya empat, didynamous,
dan dimasukkan di dasar mahkota; antera yang sagittate. Ovarium unggul dan bersel dua (1).
Biji wijen terdapat pada buahnya yang berbentuk kapsul berwarna coklat atau ungu yang
memiliki panjang 2-5 cm panjang dan lebar 0,5-2 cm. Setiap kapsul mungkin memiliki
empat, enam atau delapan baris benih. Namun sebagian besar kapsul wijen memiliki empat
baris biji, dengan total 70 biji per kapsul. Kapsul dengan diameter yang lebih luas biasanya
akan memiliki baris biji yang lebih tinggi dan jumlah biji per kapsul dapat sekitar 100-200
biji (1).

Ketika buah ini matang, biji wijen akan terbuka. Biji wijen kecil memiliki ukuran
panjang 3-4 mm dan lebar1,5-2 mm, bentuknya datar, bulat telur (sedikit lebih tipis di hilus
daripada di ujung), halus, atau retikular. Biji wijen dapat digolongkan menjadi dua macam,
yaitu berwarna putih dan berwarna gelap (kuning sampai coklat hitam). Bentuk biji kecil
dengan panjang antara 2,5-3 mm, tebal 1,5 mm, serta berat biji berkisar antara 2-3,5
gram/1000 biji. Biji wijen terdiri dari testa (exo dan endo), endosperm, dan kotiledon
(Gambar 2). Tetes sawit berlokasi di kotiledon. Hal ini umumnya percaya bahwa biji
berwarna terang dengan mantel tipis lebih tinggi dalam kualitas dan kandungan minyak dari
biji berwarna gelap (1).

Gambar 2

1.2. Manfaat Gizi Biji Wijen


Biji wijen (Sesamum indicum L.) merupakan biji minyak dengan komposisi kimia
minyak sekitar 50-52%, 17-19% protein dan 16-18% karbohidrat (Tunde-Akintunde dan
Akintunde, 2004). Bijinya mengandung kualitas minyak sekitar 42-54% , protein 22-25% ,
karbohidrat 20-25%, dan abu 4-6%. Sekamnya mengandung sejumlah besar asam oksalat,
serat kasar, kalsium dan mineral lainnya. Ketika benih itu dikuliti dengan benar, kandungan
asam oksalat berkurang dari sekitar 3% menjadi kurang dari 0,25% dari berat biji (6). Biji
wijen mengandung antioksidan yang menghambat perkembangan tengik dalam minyak.
Manfaat gizi yang berasal dari biji wijen didasarkan pada varietas yang digunakan.
Biji wijen (Sesameum indicum L.), dari Utara Kongo dilaporkan mengandung
kelembaban 5,7%, minyak mentah 48,5%, protein kasar 20%, karbohidrat 7.78%, serat kasar
9,4% dan abu 4,2% (5). Kandungan protein biji wijen Sudan putih tinggi (~ 25%) sama
seperti bahan makanan lain yang kaya protein seperti almond dan hazelnut, yang kandungan
proteinnya masing-masing, 20% dan 21% (7). Kadar abu dalam wijen mentah relatif tinggi (~
5%) dibandingkan dengan produk lain seperti almond (3%), dan pistachio (2,7%) (7).
Varietas lokal dan varietas unggul Sudan lain yang dianggap memiliki kadar protein
masing-masing 32,50-35,94 dan 33,43-40,00. Benihnya juga mengandung sejumlah besar
mineral penting dengan konsentrasi Kalium adalah yang tertinggi, diikuti oleh Fosfor,
Magnesium, Kalsium dan Sodium (8). Untuk biji wijen putih (S. indicum L.) dari Sudan,
kandungan minyaknya 52,24%, protein 25,97%, serat 19,33% dan abu 4,685 (9).
Semua unsur-unsur lain hadir dalam konsentrasi yang relatif rendah (10). Kalium
merupakan nutrisi penting dan memiliki peran penting yaitu sintesis asam amino dan protein.
Kalsium dan Magnesium memainkan peran penting dalam fotosintesis, metabolisme
karbohidrat, asam nukleat dan agen pengikat dinding sel. Kalsium membantu dalam
pertumbuhan gigi. Magnesium merupakan mineral penting untuk aktivitas enzim.
Magnesium juga berperan dalam mengatur keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Fosfor
diperlukan untuk pertumbuhan tulang, fungsi ginjal dan pertumbuhan sel. Mineral ini juga
memainkan peran dalam menjaga keseimbangan asam-basa tubuh.
2. Minyak Wijen
Biji wijen memiliki kandungan minyak yang lebih tinggi (sekitar 50%) dari sebagian
besar tanaman penghasil minyak yang kita kenal (1). Meskipun biji wijen memiliki
kandungan minyak lebih tinggi daripada kebanyakan minyak sayur lainnya dan minyak wijen
memiliki rasa yang baik dan stabilitas oksidasi, biji wijen tidak pernah menjadi sumber
minyak utama. Minyak wijen umumnya dianggap sebagai minyak yang harga dan kualitasnya
tinggi dan juga merupakan salah satu dari sebagian besar minyak stabil yang dapat dimakan
meskipun tingkat kejenuhannya tinggi. Hasil produksi dari biji wijen rendah (400-500 kg /
ha) dan prosedur panen padat karya merupakan salah satu faktor pembatasnya. Produksi
minyak wijen di dunia sebanyak 1500 juta lb minyak tiap musimnya. Produksi minyak ini
setara dengan produksi minyak kelapa sawit, minyak biji bunga matahari dan sedikit lebih
kecil dari produksi olive oil. (2)

Cara tradisional yang masih digunakan untuk mengekstrak minyak biji wijen adalah
dengan cara menghancurkan bijinya dalam mortar kayu, kemudian ditambah air panas
sehingga minyak berada di permukaan air dan dapat dipisah. Cara yang lebih baru ialah
dengan penggilingan disusul dengan sistem cold press dan hot press. Hasil minyak dengan
menggunakan cara cold press dapat digunakan sebagai minyak makan tanpa proses
pemurnian.
Metode standar AOAC juga biasa digunakan dalam mempersiapkan pengektrasian dan
karakterisasi biji wijen ini. Sekitar 20gram tiap 1.00mm ukuran partikel sampel makanan
yang telah di panggang di timbang ke dalam saringan, dilapisi dengan kapas dan di masukkan
ke dalam ektrator soxhlet. 250ml heksana dituangkan ke dalam labu yang alasnya berbentuk
bulat dan terhubung ke ekstraktor ; kondensor juga terhubung ke ekstraktor. Selang karet
yang melekat pada inlet kondensor terhubung ke keran air, di mana air bisa mengalir masuk
dan keluar melalui lubang outlet. Heater ditetapkan pada suhu 70⁰C. Alirkan panas ke bagian
bawah botol Heater. Alirkan panas ke bagian bawah botol yang ditempatkan pada mantel
pemanas. Pemanasan berlangsung selama beberapa waktu, perubahan warna yang diamati
dalam labu yaitu (ekstrak dan pelarut). Proses ini diulang untuk ukuran partikel 2.0mm dan
juga untuk sampel yang tidak dipanggang dengan ukuran partikel 1.0mm dan 2.0mm. Semua
eksperimen dilakukan dalam rangkap tiga dan dihitung rata-ratanya (11).
Hasil yang ditampilkan pada tabel 1 menunjukkkan ekstraksi minyak dari 20g sampel
biji wijen yang dipanggang dan yang tidak dipanggang. Sifat fisik kimia dari minyak wijen
yang sudah diekstraksi ditunjukkan pada tabel 2.
Eksperimen ini dilakukan pada temperatur yang tetap menggunakan dua ukuran partikel
yang berbeda. Hasil ekstraksi meningkat pada temperatur yang tetap. Ini dapat dilihat pada
tabel 1, pada temperatur yang tetap hasil ekstarksi meningkat dengan peningkatan waktu
ekstraksi (11).

Table 1 Comparism of oil yield from roasted and unroasted seed samples at different
contact times
Time (hr) Particle size (mm) Roasted seed Unroasted seed
Percentage Yield Percentage Yield
1 1 44 43
1 2 37 31
2 1 51 49
2 2 41 31
3 1 56 56
3 2 43 47

Table 2 Physicochemical properties of extracted sesame seed oil


Properities Sesame Oil Codex Standard (2001)
pH 4.33 -
Boiling point 227⁰C -
Spesific gravity (at 27⁰C) 0.920 0.913-0.929
Refractive index (at 27⁰C) 1.472 1.469-1.479
Colour Yellow Yellow
Peroxide value (meq O2/kg 2.0 1.5-2.4
oil)
Acid value (mg KOH/g oil) 5.64% 6.00%
FFA (as Oleic acid %) 2.82% 3.00%
Saponification value (mg 190.74 186-195
KOH/g oil)
Iodine value (g of I2 100/g of 113 104-120
oil)
Unsaponifiable matter (g/kg) 1.5 ~2

Minyak wijen memiliki bau ringan dan rasa yang enak. Karena hal inilah minyak wijen
banyak digunakan sebagai minyak goreng, mentega dan margarin, sebagai lemak sabun, obat-
obatan dan sebagai sinergis insektisida. Minyak wijen sangat populer sebagai minyak goreng
di banyak negara, dan lebih mahal daripada minyak nabati lainnya. Minyak yang diekstrak
dari biji utuh lebih stabil daripada yang diekstrak dari biji yang sudah dikuliti. Fleksibilitas
dari minyak yang diproduksi oleh biji wijen telah digunakan dalam berbagai macam bidang.
Meskipun proporsi yang tinggi minyak wijen (41%) dari polyunsaturated (omega-6) asam
lemak, itu paling rawan, antara minyak goreng dengan titik asap tinggi.
Minyak wijen cahaya memiliki titik asap yang tinggi, dan cocok untuk menggoreng
sementara minyak berat (gelap) wijen (dari biji wijen panggang) memiliki titik asap sedikit
lebih rendah dan tidak cocok untuk deep-menggoreng, melainkan dapat digunakan untuk
aduk-menggoreng daging dan sayuran, dan membuat omelet. Menerapkan minyak wijen pada
rambut dikatakan menghasilkan rambut yang lebih gelap. Ini dapat digunakan untuk rambut
dan kulit kepala pijat. Hal ini diyakini untuk mengurangi panas tubuh dan dengan demikian
membantu dalam mencegah rambut rontok. Minyak wijen halus yang digunakan dalam
pembuatan margarin di negara-negara Barat serta dalam pembuatan obat Ayurvedic. Minyak
wijen merupakan sumber vitamin E yang merupakan antioksidan. Penggunaan wijen dan
minyak zaitun sebagai antioksidan alami telah dilaporkan. Hal ini juga telah mengklaim
bahwa minyak memiliki potensi dalam menurunkan kadar kolesterol. Minyak wijen
mengandung magnesium, tembaga, kalsium, zat besi, seng dan vitamin B6. Tembaga
memberikan bantuan untuk rheumatoid arthritis. Hal ini ditetapkan bahwa Magnesium
mendukung pembuluh darah dan sistem kesehatan pernafasan sementara Kalsium membantu
mencegah kanker usus, osteoporosis, dan migrain, seng dikenal untuk meningkatkan
kesehatan (11).

2.1 Jenis-jenis Minyak Wijen


Setiap varietas minyak wijen memiliki sifat unik yang membuatnya cocok untuk
berbagai jenis masakan. Pastikan Anda mengetahui jenis minyak wijen digunakan untuk
resep Anda untuk memastikan rasa yang maksimal.

Unrefined Sesame Oil - minyak wijen yang tidak dimurnikan memiliki warna kuning
terang dan menyediakan rasa yang bagus dan pedas. Minyak wijen mentah memiliki titik
asap ( titik asap adalah titik di mana minyak akan mengeluarkan asap, sehingga pada titik ini
minyak kehilangan kestabilannya terhadap kadar lemak tak jenuh)yang tinggi, yang
membuatnya cocok untuk menumis. Karena juga mengandung antioksidan yang paling,
minyak wijen mentah juga yang paling rentan terhadap ketengikan. Selain mempertahankan
rasa dan kandungan antioksidan, minyak wijen mentah juga mengandung berbagai vitamin
dan mineral, seperti magnesium, tembaga, kalsium, dan vitamin B6.
Refined Sesame Oil - minyak wijen yang telah dimurnikan memiliki warna yang
sangat terang dan rasa netral. Ia memiliki titik asap lebih tinggi dari minyak wijen yang tidak
dimurnikan, sehingga tidak hanya baik untuk menumis, tetapi juga menggoreng. Minyak
wijen yang dimurnikan dianggap sebagai minyak netral dan tidak akan memberi rasa
tambahan untuk makanan yang dimasak di dalamnya.
Toasted Sesame Oil - minyak wijen panggang memiliki warna cokelat tua keemasan
karena biji wijen telah dipanggang sebelum mengeluarkan minyak. Proses pemanggangan
juga kaya akan rasa pedas. Rasa minyak wijen panggang cukup kuat, dan sering hanya
sejumlah kecil diperlukan untuk penguat rasa. Minyak wijen panggang memiliki titik asap
terendah dari yang lain dan karena itu tidak baik cocok untuk aduk goreng atau deep frying.
Bahkan, minyak wijen panggang paling sering digunakan sebagai minyak aroma, daripada
minyak goreng. Minyak wijen panggang sering ditambahkan ke dressing, bumbu-bumbu, dan
dips untuk menambah rasa pedas (12).

2.2. Sifat Fisik, Kimia, Sensoris dan Organoleptik Minyak Wijen


Berbagai variasi tanaman wijen, iklim, jenis tanah, tahap kematangan, waktu panen
benih dan metode ekstraksi yang digunakan sangat berpengaruh pada hasil dan kualitas
minyak yang diperoleh dari wijen (9). Jenis biji yang hitam dilaporkan mengandung minyak
lebih sedikit dari biji putih dan coklat unggulan (6). Komposisi asam lemak dalam minyak
wijen juga dilaporkan bervariasi antar setiap varietas yang berbeda di seluruh dunia (9).
Sifat kimia minyak adalah satu di antara sifat yang paling penting yang menentukan
kondisi minyak. Asam lemak bebas dan nilai peroksida menjadi ukuran yang bernilai dari
kualitas minyak.
2.2.1. Sifat Fisik Minyak Wijen

Menurut Ketaren (1986), pengujian sifat fisik minyak diantaranya adalah berat jenis dan
indeks bias. Namun demikian, viskositas juga merupakan salah satu parameter penentu
kualitas minyak. Sifat fisik minyak wijen disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Indeks Bias, Berat Jenis dan Viskositas Minyak Wijen dengan Variasi Suhu
Ekstraksi

Perlakuan (Suhu Indeks Bias (25 Berat Jenis (25


o o
Ekstraksi) C) C)
o a
P1 (40 C) 1.4711 0.9184a

P2 (45oC) 1.4713a 0.9185a

P3 (50oC) 1.4712a 0.9192b

Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf a = 5 %.

Indeks Bias. Variasi suhu ekstraksi minyak wijen pada ketiga perlakuan yaitu suhu ekstraksi
40oC, 45oC dan 50oC menunjukkan nilai indeks bias yang tidak berbeda nyata. Hal ini
disebabkan karena suhu proses 40oC-50oC diduga tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan ikatan rangkap minyak wijen sehingga nilai indeks bias pada ketiga perlakuan
variasi suhu proses menunjukkan tidak beda nyata. Nilai indeks bias minyak wijen dengan
variasi suhu ekstraksi 40oC-50oC serupa dengan Weiss (1983) yang menyatakan bahwa nilai
indeks bias minyak wijen pada suhu 25oC adalah 1,463-1,474 (13).
Nilai indeks bias minyak wijen relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan minyak lain,
misalnya minyak kelapa yang mempunyai nilai indeks bias sebesar 1,46. Menurut Ketaren
(1986), indeks bias minyak atau lemak akan meningkat pada minyak atau lemak dengan
rantai karbon yang panjang dan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap.
Berat Jenis. Tabel 2 menunjukkan bahwa minyak wijen perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40 oC)
dan minyak wijen perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45oC) tidak berbeda nyata, tetapi berbeda
nyata untuk perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50oC). Berat jenis tertinggi diperoleh pada suhu
ekstraksi 50oC dan berbeda nyata dengan suhu proses 40oC dan 45oC. Hal ini diduga pada
suhu proses 50oC berpengaruh nyata terhadap komposisi asam lemak minyak wijen, yang
selanjutnya berpengaruh signifikan terhadap berat jenis minyak.
Menurut Michael (1951) dalam Dewi (1991), berat jenis minyak dipengaruhi oleh derajat
ketidakjenuhan minyak dan berat molekul (BM) rata-rata asam lemak penyusunnya. Berat
jenis minyak naik dengan naiknya derajat ketidakjenuhan minyak, tetapi turun apabila BM
rata-rata asam lemak penyusunnya naik (13).
Hasil analisis berat jenis minyak wijen dalam penelitian, serupa dengan beberapa
penelitian sebelumnya tentang berat jenis minyak wijen, Hilditch (1947) menyebutkan bahwa
berat jenis minyak wijen berkisar antara 0,916 – 0,921, Seegeler (1983) berkisar antara 0,916
– 0,921 dan Weiss (1983) berkisar antara 0,922 – 0,924.

2.2.2. Sifat Kimia Minyak Wijen

Analisis sifat-sifat kimia minyak wijen meliputi kadar air, asam lemak bebas (FFA),
angka iod, angka peroksida, angka penyabunan, komposisi penyusun asam lemak, kandungan
karoten, kandungan tokoferol dan aktivitas antioksidan minyak wijen.
Kadar Air. Kandungan air dalam minyak merupakan salah satu parameter penentu kualitas
minyak. Semakin tinggi kadar air dalam minyak maka kualitas minyak semakin rendah
karena air merupakan salah satu katalisator reaksi hidrolisis minyak yang menghasilkan asam
lemak bebas. Hasil analisis uji kadar air minyak wijen dengan variasi suhu proses dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil analisis kadar air pada ketiga perlakuan (suhu ekstraksi 40oC, 45oC
dan 50oC) tidak beda nyata. Diduga suhu ekstraksi 40 oC-50oC tidak berpengaruh signifikan
terhadap kadar air minyak wijen. Analisis kadar air minyak wijen dengan berbagai variasi
suhu ekstraksi (40oC, 45oC dan 50oC), telah memenuhi standar SNI yang menyebutkan bahwa
kadar air minyak wijen adalah maksimal 0,3 %.

Tabel 3. Kadar air, FFA, Angka Iod, Angka Peroksida dan Angka Penyabunan Minyak Wijen
dengan Variasi Suhu Ekstraksi

Perlakuan Kadar Air FFA (%) Angka Iod Angka Angka


(suhu (%) Peroksida Penyabunan
ekstraksi) meq/ g
P1 (40 °C) 0.0389a 1.0204a
90.1876a
6,6202b 186,7156a
P2 (45 °C) 0.0206a 1.4527b 90.1735a 7,6077 b
188,9089ab
P3 (50 °C) 0.0326a 2.4770c 89.6587a 4,5974a 191,4928b
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf a = 5%.
Asam Lemak Bebas (FFA). Kadar asam lemak bebas (FFA) untuk ketiga perlakuan (suhu
ekstraksi 40oC, 45oC dan 50oC), berbeda nyata pada ketiga perlakuan (Tabel 3). Asam lemak
bebas tertinggi adalah pada perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50oC), kemudian P2 (suhu ekstraksi
45oC) dan terendah adalah perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40oC). Kandungan asam lemak bebas
pada ketiga perlakuan (suhu ekstraksi 40oC, 45oC dan 50oC) serupa dengan Seegeler (1983)
dan Weiss (1983) yang menyatakan bahwa free fatty acid (%FFA) minyak wijen adalah 1.0 –
3.0. Free Fatty Acid (FFA) merupakan salah satu produk hasil hidrolisis dan oksidasi minyak
dengan berat molekul rendah, bersifat mudah menguap dan bersama-bersama dengan yang
lain menghasilkan bau tengik dan rasa yang tidak enak(13).

Angka Iod. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau
ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100
gram minyak atau lemak (13).
Pada penelitian yang telah dilakukan, angka iod ketiga perlakuan (suhu ekstraksi 40 oC,
45oC dan 50oC) tidak berbeda nyata (Tabel 3). Suhu merupakan salah satu penyebab oksidasi
minyak yang dapat menyebabkan putusnya ikatan rangkap pada minyak. Putusnya ikatan
rangkap ini menyebabkan menurunnya bilangan iod. Namun diduga, suhu ekstraksi 40 oC-
50oC tidak berpengaruh signifikan terhadap kestabilan ikatan rangkap pada minyak wijen
sehingga nilai angka iod pada ketiga perlakuan tidak beda nyata.

Angka Peroksida. Proses oksidasi termal pada minyak dimulai dengan hilangnya radikal
hidrogen sehingga dihasilkan radikal bebas akibat adanya panas, metal atau cahaya. Radikal
bebas bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi yang akan bereaksi lebih lanjut
membentuk hidroperoksida yang merupakan produk primer yang tidak berbau dan tidak
berwarna.
Angka peroksida ini merupakan gambaran tingkat ketengikan lemak atau minyak karena
senyawa peroksida adalah hasil antara dalam proses ketengikan yang disebabkan proses
oksidasi. Angka peroksida pada perlakuan P1 dan P2 (suhu ekstraksi 40 oC dan 45oC) tidak
berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50oC). Hal ini
disebabkan karena suhu ekstraksi 40oC dan 45oC tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
senyawa peroksida yang terbentuk. Sedangkan pada suhu proses 50oC, menunjukkan angka
peroksida yang lebih kecil dan berbeda nyata dengan perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40 oC) dan
P2 (suhu ekstraksi 45oC). Pada suhu proses 50oC, diduga angka peroksida yang terbentuk
telah mencapai derajat tertentu dan mengalami reaksi kimia yang menghasilkan produk
aldehid, keton dan asam lemak bebas.
Angka Penyabunan. Hasil analisis angka penyabunan minyak wijen dengan variasi suhu
ekstraksi (40oC, 45oC dan 50oC) dapat dilihat pada Tabel 3. Angka penyabunan perlakuan P1
(suhu proses 40oC) beda nyata dengan perlakuan P3 (suhu ekstraksi 50oC), tetapi tidak beda
nyata dengan perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45oC), demikian pula pada perlakuan P3 (suhu
ekstraksi 50oC) berbeda nyata dengan perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40 oC) tetapi tidak beda
nyata dengan perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45oC). Angka penyabunan ditentukan oleh BM
asam lemak. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa komposisi asam lemak perlakuan P3
(suhu ekstraksi 50oC) berbeda nyata dengan perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40 oC) dalam hal
asam lemak jenuhnya. Hal ini berpengaruh terhadap BM asam lemak yang selanjutnya
berpengaruh terhadap angka penyabunan minyak (13).
Nilai angka penyabunan pada penelitian berkisar antara 186-191. Hal ini mendekati hasil
Ketaren (1986) yang menyebutkan bahwa angka penyabunan minyak wijen adalah 188-193
dan standar Codex (1981) dalam Gunstone (2002) juga menyebutkan hal yang sama, bahwa
angka penyabunan minyak wijen adalah 187-195.

Komposisi Asam Lemak Minyak Wijen. Pada ketiga sampel minyak wijen dengan variasi
suhu proses nilai asam lemak tak jenuhnya (oleat, linoleat, dan linolenat) tidak berbeda nyata.
Diduga hal ini disebabkan suhu ekstraksi 40oC-50oC tidak berpengaruh signifikan terhadap
komposisi asam lemak tak jenuh minyak wijen.
Pada nilai asam lemak jenuh minyak wijen dengan variasi suhu proses terdapat beda
nyata. Nilai asam palmitat pada perlakuan P1 (suhu ekstraksi 40oC) berbeda nyata dengan
perlakuan P2 (suhu ekstraksi 45oC) dan P3 (suhu ek straksi 50oC), akan tetapi antara
perlakuan P2 dan P3 tidak berbeda nyata. Nilai asam stearat pada perlakuan P3 berbeda nyata
dengan perlakuan P1 dan P2, akan tetapi pada perlakuan P1 dan P2 tidak terdapat beda nyata.
Hal ini disebabkan perbedaan suhu proses berpengaruh nyata terhadap komposisi asam lemak
jenuh minyak wijen (13).

Tabel 4. Komposisi Asam Lemak Minyak Wijen dengan Variasi Suhu Ekstraksi
Komponen Suhu Ekstraksi
o
40 C 45oC 50oC
Asam Lemak
Asam Laurat (C 0.0544 0.0706 0.0489
12:0)
Asam Palmitat 9.8058b 9.5195a 9.5664a
(C 16:0)
0.1889 0.1539 Tt
Asam Stearat (C 5.2872a 5.3378a 5.4845b
18:0)
37.8729a 37.9586a 38.1635a
Asam Oleat (C
18:1)
Asam Linoleat 46.0356a 45.8235a 45.5561a
(C 18:2)
Asam Linolenat 0.31646a 0.2611a 0.3505a
(C 18:3)
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf a = 5 %.
Secara umum nilai asam lemak pada ketiga sampel sudah memenuhi SNI (1995) yaitu
kandungan asam linoleat 35 % – 50 %, asam oleat 35 % - 50 %, asam palmitat 7 %-12 %,
asam stearat 3,5 %-6 % dan asam linolenat <1 %. Kandungan asam linoleat dan asam oleat
minyak wijen dengan metode cold press mendekati Sutikno (1996) yang menyebutkan
kandungan asam linoleat sebesar 40.4 % dan asam oleat 45,4 %. Sedangkan Katzer (1994)
menyebutkan 35.5 % untuk asam linoleat dan asam oleat.
Badan kesehatan dunia (WHO) menyarankan bahwa konsumsi lemak perhari adalah 35
% dan SAFA (saturated fatty acid) tidak lebih dari 15 %. Sedangkan Amerika
merekomendasikan konsumsi lemak perhari adalah 30 % dengan komposisi 10 % SAFA, 10
% MUFA dan 10 % PUFA. Minyak wijen mengandung ketiga jenis asam lemak yang
diperlukan tubuh yaitu SAFA, MUFA dan PUFA dalam jumlah yang memadai sehingga baik
untuk kesehatan.

Kandungan Karoten, Tokoferol dan Aktivitas Antioksidan Minyak Wijen. Tabel 5.


Kandungan Karoten, Tokoferol dan aktivitas Antioksidan Minyak Wijen dengan Variasi
Suhu Ekstraksi

Perlakuan Karoten Tokoferol Aktivitas


Total (ppm) Antiok-
(ppm) sidan (%)
0
P1 (40 C) 26,02a 398,16 a
14,11a
P2 (450C) 48,70c 505,25c 19,09b
P3 (500C) 37,97b 453,14b 18,92b
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf a= 5%.
Kandungan Karoten Minyak Wijen. Dari hasil analisis statistik karoten menunjukkan
bahwa variasi proses memberikan hasil yang berbeda nyata pada taraf α 5 %. Dari data yang
diperoleh dapat diketahui bahwa kandungan karoten paling tinggi pada minyak wijen
perlakuan suhu 45oC kemudian perlakuan 50oC, dan paling rendah pada minyak perlakuan
40oC (Tabel 5). Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi suhu yang digunakan,
ekstraksi komponen dalam bahan akan semakin optimal sehingga komponen bahan termasuk
juga pigmen yang salah satunya merupakan karoten lebih banyak yang terekstrak. Namun
jika suhu semakin tinggi, kandungan karoten juga dapat turun karena mengalami kerusakan.
Selain suhu, optimalisasi pengepresan juga berpengaruh terhadap kandungan karoten dalam
bahan. Penggilingan dua kali pada perlakuan 45oC akan memudahkan karoten terekstrak
keluar dari biji wijen bersama dengan minyak. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan
Raman et al. (1996) dalam Gunstone (2002), bahwa pada pengepresan minyak dua kali
diperoleh konsentrasi karoten yang lebih tinggi dibanding pengepresan satu kali.

Kandungan Tokoferol Minyak Wijen. Dari data yang diperoleh pada uji tokoferol (Tabel
5), dapat diketahui bahwa kandungan tokoferol minyak perlakuan 45 oC paling tinggi
kemudian minyak perlakuan 50oC dan paling kecil minyak perlakuan 40oC. Hasil analisis
statistik menunjukkan ketiga variasi proses memberikan hasil yang berbeda nyata pada taraf
α 5 %. Tingginya kandungan tokoferol pada minyak perlakuan 45oC dibandingkan dengan
40oC diduga disebabkan karena dua kali penggilingan pada 45oC memudahkan tokoferol
terekstrak keluar dari biji wijen bersama dengan minyak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ketaren (1986), bahwa kandungan tokoferol pada minyak bervariasi dan dipengaruhi oleh
penanganan selama produksi.

Aktivitas Antioksidan Minyak Wijen. Dari data pengujian aktivitas antioksidan (Tabel 5),
dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan perlakuan 45oC dan 50oC tidak berbeda nyata,
dan lebih besar secara nyata daripada minyak perlakuan 40 oC. Antioksidan utama dalam
minyak wijen berupa sesamin dan sesamol. Kandungan sesamin dan sesamol bervariasi.
Menurut (Fukuda et al., 1988; Tashiro et al., 1990; Yoshida dan Kajimoto, 1994) dalam
Gunstone (2002), kandungan sesamin dalam minyak wijen sebesar 0.02-1.13 % dan
sesamolin sebesar 0.02-0.59 %. Namum demikian belum ada data lain tentang aktivitas
antioksidan. Jika dilihat dari hasil analisis kandungan karoten dan tokoferol, hasil pengukuran
aktivitas antioksidan ini sudah sesuai karena selain sesamin dan sesamol yang terdapat secara
alami dalam minyak wijen, aktivitas antioksidan pada minyak wijen juga dipengaruhi oleh
karoten dan tokoferol yang terdapat dalam minyak tersebut yang juga berperan sebagai
antioksidan. Sehingga tingginya kandungan karoten dan tokoferol pada minyak perlakuan
suhu 40°C juga diikuti dengan aktivitas antioksidan yang semakin meningkat.
Adanya senyawa antioksidan pada minyak wijen dan dibandingkan dengan minyak
tumbuhan lain, menurut Kochhar (2000) dalam Gunstone (2002), dapat menjadikan minyak
ini memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap oksidasi. Minyak wijen yang diproses
dengan cara disangrai maupun non-sangrai mempunyai stabilitas oksidatif yang lebih baik
dibanding minyak tumbuhan lain, seperti minyak bunga matahari, minyak jagung, atupun
minyak kedelai dan minyak biji-bijian yang lain.

2.2.3. Sifat Sensoris Minyak Wijen

Analisis sifat sensoris pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat
penerimaan panelis terhadap minyak wijen dengan variasi suhu proses. Pada penelitian ini,
pengujian tingkat kesukaan panelis terhadap minyak wijen meliputi penilaian terhadap warna,
aroma, kenampakan dan keseluruhan. Uji panelis ini dilakukan dengan menggunakan 30
panelis tidak terlatih dengan hasil penilaian sebagaimana dalam Tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Minyak dengan Variasi Suhu Ekstraksi

Perlakuan Warna Aroma Kenampakan Keseluruhan


P1 (400C) 3,07a 2,80a 3,30ab 2,90a
P2 (450C) 3,17a 2,60a 3,00a 3,07a
P3 (500C) 3,37a 2,93a 3,60b 3,30a
Keterangan : Angka dengan notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
beda nyata pada taraf a = 5 %.
1: Tidak Suka; 2: Kurang Suka; 3: Suka; 4: Lebih suka; 5: Sangat suka

Warna. Menurut Ketaren (1986), warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih
tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna.
Warna jingga atau kuning disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak.
Dalam penelitian ini, warna dipengaruhi oleh variasi suhu proses yang digunakan dalam
pembuatan minyak wijen.
Dari hasil uji sensoris terhadap atribut warna minyak wijen, secara umum panelis
memberikan nilai suka pada semua perlakuan dengan rata-rata nilai 3.07-3.37, namun tidak
berbeda nyata antar perlakuan.

Aroma. Di dalam industri pangan, bau dapat digunakan sebagai indikator terjadinya suatu
kerusakan pada produk. Menurut Kartika dkk. (1998), bau-bauan (aroma) dapat didefinisikan
sebagai sesuatu yang dapat diamati dengan indera embau. Timbulnya aroma atau bau ini
karena zat bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap).
Dari hasil pengujian sensoris minyak pada atribut aroma, secara umum panelis memberikan
nilai sedikit kurang suka pada keseluruhan sampel yang disajikan dengan nilai rata-rata
sebesar 2.60-2.93, namun tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini diduga karena panelis
belum terbiasa dengan aroma minyak wijen natural.

Kenampakan. Pada penelitian ini, kenampakan minyak wijen berhubungan dengan


kejernihan dari minyak yang disajikan. Pada atribut kenampakan, secara umum panelis
memberikan penilaian suka dengan nilai rata-rata sebesar 3.00-3.60. Kenampakan erat
kaitannya dengan warna minyak. Berdasarkan hasil uji sensoris tersebut, minyak perlakuan
50°C mempunyai nilai paling tinggi yaitu sebesar 3.60 dan berbeda nyata dengan perlakuan
40°C yang berarti bahwa minyak dengan perlakuan tersebut paling disukai. Sedangkan
minyak perlakuan 40°C tidak berbeda nyata dengan 45°C dan 50°C. Diduga penyimpanan
pada suhu kamar kemudian disaring memberikan warna yang lebih jernih.
Keseluruhan. Dari uji sensoris keseluruhan yang telah dilakukan, secara umum panelis
memberikan nilai suka pada semua perlakuan dengan rata-rata nilai 2.9-3.30, namun tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Dari penilaian tersebut, dapat diketahui bahwa variasi suhu
proses yang digunakan dalam pembuatan minyak wijen tidak memberikan pengaruh terhadap
tingkat kesukaan oleh panelis. Hal ini dapat disebabkan karena panelis belum terbiasa dengan
aroma minyak wijen natural.

2.2.4. Sifat Organoleptik dan Fisik


Sifat organoleptik dan fisik minyak wijen membentuk kemampuannya dalam aplikasi
baik di bidang gizi maupun industri makanan dan farmasi. Data sifat organoleptik dan fisik
minyak wijen diuraikan pada Tabel (1). Dari tabel tersebut diuraikan warna, bau, dan rasa
dari minyak wijen (14).

Table 1. Organoleptic and physical properties of sesame oil

Organoleptic and physical Sesame oil


properties
Organoleptic properties : Clear, light, yellow (almost
-Color colorless)
-Order Odorless
-Taste Agreeable
Physical Properties
-Refractive index 1.4740
-Spesific gravity 0.8809

2.3. Kandungan yang terdapat dalam minyak wijen

Kandungan Vitamin
Data kandungan asam askorbat dan vitamin E minyak wijen diberikan pada Tabel 3 dan
Gambar 2. Dari data ditunjukkan bahwa nilai asam askorbat dan vitamin E minyak wijen
adalah 0,612 mg / 100 ml, 0.597mg / 100 ml. Minyak wijen merupakan sumber vitamin E.
Vitamin E adalah antioksidan dan telah berkorelasi dengan menurunkan kadar kolesterol
(14).

Table 3. Ascorbic acid and Vitamin E contents of Sesame oil

Vitamin content Sesame oil


Ascorbic acid 0.612
Vitamin E 0.597

Di sisi lain minyak wijen terkenal dengan stabilitas oksidatifnya. Salah satu alasan dari
stabilitas ekstra ini disebabkan kandungan tokoferolnya. α-Tokoferol merupakan tokoferol
utama dalam minyak wijen, dan merupakan antioksidan yang lebih kuat dalam minyak wijen.
Selain itu, tokoferol merupakan antioksidan alami dengan aktivitas biologis.

Kandungan Mineral
Minyak wijen mengandung sejumlah mineral penting. Kandungan tertinggi pada minyak
ini yaitu kalsium, diikuti oleh fosfor, kalsium, magnesium dan kemudian sodium (15).
Kandungan mineral dari minyak wijen diberikan pada Tabel 4.

Table 4. Mineral content of sesame oil

Mineral Sesame oil


(mg/ml)
Calsium (Ca) 1440
Phsphorus (P) 3505
Magnesium (Mg) 1333
Potassium (K) 6500
Sodium (Na) 115
Zinc (Zn) 15
Copper (Cu) 16
Iron (Fe) 17.5
Manganese (M) 10
Selenium (Se) 0.542

Table 5. Fatty acid composition of sesame oil (% of total hydrocarbons)

Hydrocarbons Sesame oil


Tetradecane 14 1.020
Eivosane C2o 0.752
Docosane C22 35.675
Miristic acid (C14:0) -
Palmitic acid (C16:0) 9.367
Stearic acid (C18:0) 1.476
Oleic acid (C18:1) 12.430
Linoleic acid (C18:2) 62.036
Linolenic acid (C18:3) 12.607
Linolenic acid (C18:3) -
Eicosapentaenoic acid (C20:5) -
Docosapentaenoic acid (C22:5) -
Total indentified saturated fatty acid 10.843
Total indentified unsaturated fatty 87.978
Saturated : unsaturated fatty acid 0.12
Komposisi Asam Lemak
Data yang disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 2 menggambarkan komposisi asam lemak
dari minyak wijen. Data tabulasi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh yang utama
diteliti adalah asam linoleat (C18: 2) diikuti oleh asam oleat (C18: 1). Sedangkan, asam
lemak jenuh utama adalah asam palmitat.
Minyak wijen memiliki proporsi asam lemak tak jenuh tinggi yang membuatnya rawan
berubah menjadi tengik. Karena semakin tinggi kandungan asam lemak tidak jenuh dan
jumlah ikatan ganda, ketengikan makin cepat terjadi. Ketengikan juga dapat disebabkan oleh
antioksidan alami yang ada dalam minyak wijen. Minyak wijen yang terang memiliki titik
asap yang tinggi dan cocok untuk menggoreng. Oleh karena itu, minyak wijen termasuk
dalam kelompok asam linoleat oleic. Minyak ini memiliki kurang dari 20% asam lemak
jenuh. Karena sifat antioksidan dari minyak wijen yang tinggi antioksidan dan lignan,
menyebabkan minyak ini stabil bila dicampur dengan minyak lainnya.

2.4. Cara Penyimpanan MinyakWijen


Minyak wijen mempunyai tingkat antioksidan yang tinggi. Oleh karena hal tersebut,
minyak ini dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama sebelum berubah menjadi tengik.
Namun terlepas dari itu, minyak wijen harus selalu disimpan di tempat yang sejuk dan gelap,
jauh dari sinar matahari. Selalu pastikan untuk menyimpannya dalam wadah kedap udara
untuk mencegah paparan oksigen, serangga, dan benda-benda lainnya. Tidak ada panduan
pasti berapa lama minyak wijen akan tetap segar, karena hal tersebut sangat ditentukan oleh
berbagai kondisi penyimpanan. Jika sewaktu-waktu minyak wijen Anda menunjukkan
perubahan warna atau aroma, minyak tersebut harus dibuang.
Dibawah ini merupakan untuk menyimpan beberapa minyak yang digunakan untuk
memasak, termasuk minyak wijen :
1. Simpan minyak di tempat yang gelap pada suhu ruangan.
Simpan di tempat yang gelap pada suhu normal (sekitar 20⁰C) di lemari dibawah
tempat tempat cuci piring dimana pintunya sering dibuka dan ditutup untuk
menghindari panas dan kelembapan yang tinggi.
2. Hindari menyimpan minyak di tempat yang panas
Jauhkan minyak dari tempat yang panas seperti kompor.
3. Hindari paparan udara yang mungkin terlalu banyak.
Pastikan tutup botol tertutup ketika minyak sedang tidak digunakan, dan gunakan
secepatnya setelah minyak dibuka.
4. Bersihkan endapan dari minyak ketika akan menggunakannya untuk menggoreng.
Jika endapan tersisa dalam minyak, oksidasi minyak akan dipercepat. Segera
hilangkan endapan menggunakan saringan setelah menggunakan minyak dan tetap
menjaga minyak dalam wadah yang dapat disegel.
Jika minyak wijen kita belum dibuka dan tidak didinginkan di dalam kulkas, secara
umum minyak ini dapat kita gunakan setidaknya selama satu tahun. Namun jika sudah
dibuka, kita hanya dapat menggunakannya selama enam atau delapan bulan. Paparan udara
yang cepat membuat keadaan minyak memburuk dan menjadi tengik. Jika kita sering
menggunakan minyak wijen, simpanlah minyak ini di lemari. Namun, jika kita jarang
menggunakannya lebih baik simpan minyak ini di dalam kulkas untuk memperpanjang umur
minyak.
Ada beberapa faktor yang memepengaruhi lama penyimpanan minyak wijen, yaitu suhu,
kontrol kelembapan, wadah dan tingkat kehalusan. Faktor wadah berpengaruh pada lama
penyimpanan minyak wijen terutama dikarenakan jumlah cahaya yang masuk dan dapat
memecah minyak. Biasanya, minyak dalam botol plastik memiliki umur simpan yang pendek,
diikuti oleh botol kaca gelap, kemudian kaleng. Sedangkan untuk faktor yang didasarkan
pada tingkat kehalusan, minyak wijen yang halus memiliki umur simpan yang lama
dibandingkan dengan yang tidak halus. Paparan panas tinggi atau perubahan cepat kondisi
lingkungan juga dapat mengurangi umur penyimpanan.
Minyak wijen biasanya menggunakan "use by" atau “expiration date” di atasnya. “use
by” dan “expiration date” adalah batasan akhir makanan tersebut aman dikonsumsi atau
tidak. Tanggal ini disediakan untuk menjamin dari segi rasa dan kualitas yang kita dapat
gunakan ketika masih jangka waktunya. Pada beberapa kasus, minyak masih aman digunakan
setelah tanggal ini telah berlalu, tetapi minyak mungkin tidak memiliki semua kekuatan rasa
yang Anda inginkan. Jika ragu, kita dapat membuang minyak yang sudah berubah tengik
tersebut, karena sedikit saja minyak tengik dapat merusak seluruh hidangan

3. Manfaat Minyak dan Biji Wijen di Beberapa Bidang


3.1. Di Bidang Kesehatan
a. Dapat membantu menurunkan tekanan darah.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa substansi dari minyak wijen dapat
menurunkan tekanan darah sistol dan diastol pada penderita hipertensi. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa sesamin yang merupakan sebuah lignan dari minyak wijen,
menggunakan aksi anti hipertensi menggangu sistem renin angiostensi. Antioksidan alami
dan asam lemak tak jenuh ganda dalam minyak wijen menunjukkan perlindungan fungsi
terhadap hipertensi [1]. Penambahan vitamin E yang juga terdapat dalam minyak ini
mengurangi tekanan darah pada pasien hipertensi ringan dan dikaitkan dengan penurunan
yang luar biasa dalam tekanan darah sistol dan diastol (16).
b. Manfaat untuk diabetes
Dalam penelitian terbaru, wijen dan ligannya telah terbukti memiliki efek bermanfaat
dalam mengobati, mencegah, dan memperbaiki diabetes. Konsumsi gabungan dari minyak
wijen dan glibenklamid tidak hanya mengurangi kadar glukosa darah secara signifikan
tetapi juga menurun plasma kolesterol total, dan secara signifikan meningkatkan kondisi
subyek dengan diabetes tipe 2. Inkubasi sel beta yang rusak akibat STZ dengan sesamin
secara signifikan meningkatkan viabilitas sel, aktivitas sekresi insulin, aktivitas
superoksida dismutase (SOD) dan glutathione peroxidase (GSH px), dan mengurangi
kandungan glutathione (GSH). Pengurangan yang signifikan dalam kandungan
malondialdehid (MDA), produksi oksida nitrat (NO) produksi, kegiatan enzim NO
synthase (NOS), dan diinduksi NOS (iNOS) diamati pada sel-sel ini ketika mereka
diinkubasi dengan sesamin. Status sel yang rusak berubah dengan cara yang positif.
Sesamin dapat mengurangi faktor yang merusak sel beta seperti stres oksidatif dan NOS
(17).

c. Anti-inflamasi
Epi-sesamin, senyawa yang berkaitan dengan sesamin, menunjukkan efek anti-
inflamasi yang kuat yang dapat meningkatkan fungsi arteri dalam studi kultur jaringan
yang diterbitkan dalam edisi Maret 2013 dari "Toxicology and Applied Pharmacology."
Epi-sesamin menghambat pelepasan molekul kekebalan peradangan di sel yang melapisi
arteri, sebuah proses yang dapat memicu pembentukan plak arteri. Para peneliti mencatat
bahwa epi-sesamin lebih efektif dalam menghambat peradangan dari sesamin, senyawa
terkait juga ditemukan dalam minyak wijen. Hasil awal menunjukkan bahwa minyak
wijen menunjukkan potensinya secara alami untuk mencegah dan mengobati kondisi
peradangan yang mempengaruhi arteri (18).

d. Inhibitor plak
Sebuah studi yang diterbitkan dalam "Journal of Agriculture and Food Chemistry "
edisi Desember 2009 menemukan bahwa sesamin dapat mencegah pembentukan plak
arteri dan meningkatkan kesehatan jantung. Dalam sebuah penelitian juga dijelaskan,
sesamin dapat mengurangi efek inflamasi dari oksidasi lipoprotein densitas rendah, bentuk
"buruk" kolesterol, dengan mencegah pembentukan molekul reaktif dan memelihara
fungsi enzim antioksidan yang dapat menjadi terhambat dengan adanya oksidsi LDL.
Selain itu, sesamin mencegah kematian awal sel dan melindungi bagian penghasil energi
dari sel-sel yang melapisi pembuluh darah (18) (19).
3.2. Di Bidang Kuliner
Biji wijen kecil, memiliki aroma dan rasa yang lezat. Biji wijen digunakan secara
keseluruhan dalam memasak dan juga dapat menghasilkan minyak wijen (20). Kaya akan
rasa pedas dan digunakan terutama sebagai bahan makanan dalam bentuk utuh, rusak, hancur,
dikupas, bubuk dan pasta. Di Amerika Serikat bentuk utuh biji wijen digunakan untuk
konveksi dan industri pembuat roti. Hanya persentase kecil dari total produksi yang diolah
menjadi minyak, makanan atau tepung (20). Di Nigeria, biji dikonsumsi segar, kering,
digoreng atau dicampur dengan gula. Biji wijen ini juga digunakan sebagai pasta di beberapa
sup lokal.
Biji wijen tidak hanya digunakan untuk keperluan memasak, tetapi juga digunakan dalam
obat-obatan tradisional untuk Nutritive, preventif dan kuratif. Biji minyak wijenmerupakan
sumber untuk beberapa phyto-nutrisi seperti asam lemak omega-6, antioksidan fenolik
flavonoid, vitamin dan serat. Minyak wijen adalah minyak nabati yang berasal dari biji wijen
yang digunakan di berbagai negara. Minyak ini digunakan sebagai minyak goreng di India
Selatan dan Asia dan sering sebagai penambah rasa dalam makanan Cina, Jepang, Korea, dan
Asia Selatan. Minyak ini stabil dan bebas dari nutrisi atau komponen rasa yang tidak
diinginkan. Minyak wijen juga memiliki oksidan alami yang mencegah penuaan dan sangat
penting untuk produksi sel-sel hati (19).
3.3. Di Bidang Industri
Beberapa kegunakan industri terlah dikumpulkan untuk wijen pada tabel 8. Orang Afrika
menggunakan wijen mempersiapkan parfum dan cologne telah dibuat dari bunga-bunga
wijen. Asam miristat dari minyak wijen digunakan sebagai bahan kosmetik. Sesamin
memiliki aktivitas bakterisida dan insektisida ditambah juga bertindak sebagai antioksidan
yang dapat menghambat penyerapan kolesterol dan produksi kolesterol di hati. Sesamolin
juga memiliki sifat insektisida dan digunakan sebagai sinergis untuk pyrethrum insektisida.
Minyak wijen digunakan sebagai pelarut dan digunakan dalam pembuatan margarin dan
sabun. Chlorosesamone, yang diperoleh dari akar wijen, memiliki aktivitas antijamur (19).
DAFTAR PUSTAKA
1. Hwang LS. Sesame Oil2005.
2. S.Ketaren. MINYAK DAN LEMAK PANGAN1996.
3. Naturland. Organic farming in the Tropics and Subtropics: Sesame 2002. Available
from: www.naturland.de/fileadmin/MDB/documents/Publication/English/sesame.pdf.
4. Fariku S, Ndonya, A.E., & Bitrus, P.Y. . Biofuel characteristics of beniseed (Sesanum
indicum) Oil. . African Journal of Biotechnology 2007;Vol. 6 (21).
5. Nzikou JM, Mvoula-tsiéri, M., Ndangui, C.B., Pambou-Tobi, N.P.G., Kimbonguila,
A.,, Loumouamou B, Silou, Th. & Desobry, S. . Characterization of Seeds and Oil of
Sesame (Sesamum indicum L.) and the Kinetics of Degradation of the Oil During

Heating. . Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology. 2010.


6. Akinoso R, Aboaba, S A & Olayanju, T.M.A. Effects of Moisture Content and Heat
Treatment on Peroxide Value and Oxidative Stability of Un-Refined Sesame Oil.
AJFAND. 2010.
7. Borchani C. BS, Blecker C. H. & Attia H. . Chemical Characteristics and Oxidative
Stability of Sesame Seed, Sesame Paste, and Olive Oils. Journal of Agriculture,
Science and Technology 2010.
8. Loumouamou B. STHDS. Characterization of Seeds and Oil of Sesame (Sesamum
indicum L.) and the Kinetics of Degradation of the Oil During Heating. Journal of
Applied Sciences, Engineering and Technology. 2010.
9. El Khier MKS, Ishag K.E.A., & Yagoub A. E.A. . Chemical Composition and Oil
Characteristics of Sesame Seed Cultivars Grown in Sudan. . Journal of Agriculture
and Biological Sciences. 2008.
10. Elleuch M, Besbes, S., Roiseux, O., Blecker, C. & Attia, H. Quality characteristics of
sesame seeds and by-products. 2007.
11. Dim PE. Extraction and Characterization of Oil from Sesame Seed. Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences Extraction and Characterization of
Oil from Sesame Seed. 2013.
12. Moncel B. What is Sesame Oil? Varieties, uses, purchasing, and storage. [cited 2015
7 April]. Available from: http://foodreference.about.com/od/Fats-And-Oils/a/What-Is-
Sesame-Oil.htm.
13. Sri Handajani GJM, dan R. Baskara Katri Anandito. PENGARUH SUHU
EKSTRAKSI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN SENSORIS
MINYAK WIJEN (SESAMUM INDICUM L.)
Effect of Extraction Temperature on Physical, Chemical and Sensory Characteristics
of Virgin Sesame Oil (Sesamum Indicum L.)

2010.
14. M. Kamal E. Youssef1 NSE, *, Randa S. Hana3. Physicochemical Characteristics,
Nutrient Content and Fatty Acid Composition of Nigella sativa Oil and Sesame Oil.
2013.
15. Hassan MAM. Studies on Egyptian Sesame Seeds (Sesamum indicum L.) and its
products. 3.Effect of Roasting Process on Gross Chemical Composition, Functional
Properties, Antioxidative Components and Some Minerals of Defatted Sesame Seeds
Meal (Sesamum indicum L.)

World Journal of Dairy & Food Sciences 2013.


16. D. Sankar aMRR, b G. Sambandam,c and K. V. Pugalendid. Effect of Sesame Oil on
Diuretics or ß-blockers in the Modulation of Blood Pressure, Anthropometry, Lipid
Profile, and Redox Status. 2006.
17. Yen-Chang Lin1 TDT, Shu-Yin Wang1, Pung-Ling Huang1,2. Type 1 Diabetes,
Cardiovascular Complications and Sesame (芝麻 Zhī Má)

Journal of Traditional and Complementary Medicine. 2014.


18. Tracey Roizman DC. What Are the Health Benefits of Sesame Seed Oil for Arteries?
Available from: http://healthyeating.sfgate.com/health-benefits-sesame-seed-oil-
arteries-8520.html.
19. Kandangath Raghavan ANILAKUMAR AP, Farhath KHANUM, Amarinder Singh
BAWA. Nutritional, Medicinal and Industrial Uses of Sesame (Sesamum indicum L.)
Seeds - An Overview

2010.
20. Hansen. 2011. Available from:
http://www.agmrc.org/commodities__products/grains__oilseeds/sesame_profile.cfm.

Anda mungkin juga menyukai