Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan


pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan
jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-
unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2008).

Dinas kesehataan kabupaten Malang menyediakan obat-obatan dan alat


kesehatan untuk 39 puskesmas. Pendistribusian obat dari dinas kesehataan kabupaten
Malang ke puskesmas dilakukan secara aktif, pendistribusian aktif yang dimaksud
adalah pihak Dinas kesehatan kabupaten Malang mengirim obat-obatan dan alat
kesehatan ke puskesmas sesuai dengan permintaan dari puskesmas. Tujuan
pendistribusian adalah terjaminnya obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada saat yang
diperlukan (Depkes, 2008).
4.1 Alur Distribusi Obat
Pada alur pendistribusian, telah ditentukan oleh SOP (Standart Operational
Procedure) distribusi dari Dinas Kesehatan. SOP adalah yang mengatur tahapan suatu
proses kerja yang bersifat tetap, rutin dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut
dilakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai SOP (Budiharjo, 2014).
SOP Perancangan obat dalam pendistribusian yang dilandaskan Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 2010 Tentang Pekerjaan Kefarmasian sebagai berikut:
1. Memahami kebijakan mengenal Perundang-undangan tentang Pengelolaan
Obat.
2. Memiliki kemampuan meneliti usulan obat, obat datang, mutasi obat,
pemusnahan obat dan penggunaan obat yang rasional.
3. Memiliki ijazah apoteker dan atau tenaga teknis kefarmasian.
4. Memiliki kemampuan menganalisa rekaptulasi usulan kebutuhan obat.
Gambar 1. SOP Perencanaan Obat
SOP yang dilandaskan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan Standart Operasional Prosedur Distribusi Obat pada Puskesmas
pengambilan obat sesuai dengan LPLPO (Lembar Pelaporan dan Lembar Permintaan
Obat).
Prosedur SOP pendistribusian dari IFK yaitu:
1. Membuat jadwal pengambilan selama setahun dengan periode
pengambilan tiap puskesmas 2 bulan sekali.
2. Menerima LPLPO (Lembar Permintaan dan Lembar Penggunaan Obat)
dari UPK.
3. Menyiapkan obat sesuai di LPLPO dan disertai pencatatan stelling dari
kartu stok.
4. Menyerahkan obat dari perbekalan kesehatan disertai tanda tangan
penerima.
Gambar 2. SOP Distribusi Obat dari IFK
Pengiriman obat oleh gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
diawali dengan puskesmas menyerahkan LPLPO yang diberikan kepada pihak Dinas
Kesehatan, Kemudian dievaluasi antara permintaan dengan stok yang ada di gudang
serta kebutuhan setiap puskesmas. Pemenuhan permintaan obat setiap puskesmas
dapat terpenuhi tergantung pada sisa stock di puskesmas, pemintaan puskesmas dan
stock di GFK. Apabila LPLPO telah disetujui maka pihak puskesmas diberi jadwal
dan menginformasikan mengenai waktu pendistribusian oleh pihak GFK Kabupaten
Malang.
Gambar 3. LPLPO Puskesmas Pamotan Kab. Malang

Pada saat pengeluaran obat dari gudang farmasi harus dicatat pada kartu
stelling serta kartu stock induk obat pengiriman obat, terlebih dahulu harus
dilaksanakan pengecekan oleh apoteker yang bertanggung jawab di gudang farmasi.
Apoteker yang bertanggung jawab di gudang melakukan pengecekkan terhadap obat
yang telah di siapkan oleh staf bagian distribusi sesuai dengan jenis obat dan jumlah
obat sesuai LPLPO dan SBBK. Hal ini sesuai dengan BPOM (2018). Setelah obat
dan alat kesehatan tiba di puskesmas yang dituju kemudian dilakukan pengecekan
obat dan alat kesehatan oleh Apoteker atau Asisten Apoteker dan petugas distribusi
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang untuk mengecek apakah telah sesuai jenis
dan jumlahnya. Pada saat menurunkan obat atau alat kesehatan dari kendaraan Dinas
Kesehatan Kabupaten Malang di cek ulang nama obat, tanggal kadaluarsa, jumlah
obat dan kondisi obat rusak atau tidak. Pengecekan ini perlu pemeriksaan terhadap
jenis dan jumlah obat, kualitas/kondisi obat, isi kemasan dan kekuatan sediaan,
kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman, No. Batch dan tanggal kadaluarsa
obat (Permenkes RI, 2016).
Apabila terjadi kekeliruan atau kekurangan obat yang didistribusikan, hasil
pemeriksaan ditemukan ketidak sesuaian seperti sediaan obat, nama obat, kekuatan
obat atau nomor bets petugas puskesmas meloporkan kepada Dinas Kesehataan.
Petugas pendistribusian akan melakukan perbaikan atau penambahan obat sesuai
dengan LPLPO yang diterima. Hal ini sesuai dengan ketentuan syarat penerimaan
obat BPOM (2018). Setelah dinyatakan diterima oleh puskesmas, penerima obat
akan menandatangani LPLPO. Puskesmas menerima salinan LPLPO, sedangkan
LPLPO asli disimpan oleh Dinas Kesehatan dan SBBK sebagai bukti serah terima
dengan 3 rangkap yaitu:
1. Asli untuk Instalasi Farmasi Kabupaten (berwarna putih).
2. Tindasan 1 untuk arsip instansi penerima (Puskesmas) (berwarna merah
muda).
3. Tidasan 2 untuk arsip Dinas Kesehatan (berwarna kuning).

Gambar 4. SBBK GFK Dinas kesehatan Malang


Pendistribusian obat dan alat kesehatan ini dilakukan 2 bulan sekali pada tiap
puskesmas. Puskesmas telah memiliki jadwalnya masing-masing untuk pengiriman
obat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Apabila dalam kurun waktu tersebut
obat di puskesmas telah habis maka pihak puskesmas dapat mengambil obat tersebut
langsung ke GFK dengan mengirimkan LPLPO minimal 3 hari sebelum pengambilan
obat agar obat disiapkan terlebih dahulu oleh pihak Gudang Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang.
Jadwal pendistribusian obat di Dinas Kabupaten Malang ini di bagi menurut
bulan yang sudah dibuat sebelumnya. Sehingga penerimaan obat ke puskesmas
tersebut juga mengikuti jadwal. Berikut adalah jadwal pendistribusian dan
penerimaan obat di puskesmas Kabupaten Malang bulan Juli hingga Agustus:
No Nama Puskesmas Juli Agustus
1. Pakis – Jabung 3
2. Tumpang – Poncokusumo 5
3. Kepanjen – Kasembon 9
4. Pujon – Ngantang 11
5. Lawang – Ardimulyo 13
6. Singosari – BP 17
7. Sumberpucung – Kromengan 19
8. Ngajum – Wonosari 23
9. Wagir – Pakisaji 25
10. Wajak Turen 27

No Nama Puskesmas Juli Agustus


1. Ampelgading – Tirtoyudho 2
2. Dampit – Pamotan 6
3. Bululawang – Tajinan 8
4. Sitiarjo – Sumbermanjing Wetan 10
5. Pagak – Sumbermanjing Kulon 14
6. Kalipare – Donomulyo 16
7. Dau – Karangploso 21
8. Pagelaran – Gedangan 24
9. Bantur – Wonokerto 28
10 Ketawang – Gondanglegi 30

Standar CDOB Peraturan KBPOM No HK 03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 dalam


distribusi obat diantaranya yaitu:
1. Obat atau bahan obat dalam pengiriman harus ditangani sedemikian rupa
sehingga identitas obat atau bahan obat tidak hilang.
2. Obat atau bahan obat tidak mencemari dan tidak tercemar oleh produk lain.
3. Harus dilakukan tindakan pencegahan yang memadai terhadap pencurian,
tumpahan atau kerusakan.
4. Obat dan/atau bahan obat harus aman dan tidak terpengaruh oleh cahaya,
suhu, kelembaban, dan kondisi buruk lain yang tidak sesuai.
5. Transportasi obat dan/atau bahan obat yang sensitif terhadap suhu harus
sedemikian rupa, sehingga rantai dingin tetap terjaga.
6. Kondisi penyimpanan harus dijaga sebaik mungkin selama proses pengiriman
sampai dengan tempat tujuan.
7. Jika dipersyaratkan ketentuan penyimpanan khusus (misalnya suhu,
kelembaban), ketentuan tersebut harus dipenuhi, dimonitor dan dicatat pada
saat keberangkatan, dalam perjalanan, dan saat diterima.
8. Harus tersedia prosedur tertulis untuk menangani penyimpangan atas
ketentuan penyimpanan yang spesifik, misalnya penyimpangan suhu
penyimpanan.
9. Obat atau bahan obat yang mengandung narkotika dan zat yang dapat
menyebabkan ketergantungan harus diangkut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
10. Pemisahan fisik di kendaraan harus dilakukan ketika mengangkut obat
dan/atau bahan obat yang ditolak, kedaluwarsa, ditarik atau dikembalikan.
Produk tersebut harus diberi label yang jelas.
11. Harus tersedia prosedur tertulis untuk transportasi yang tepat dan aman bagi
obat dan/atau bahan obat yang dikembalikan sesuai dengan ketentuan
penyimpanan.
12. Kendaraan dan kontainer harus dijaga agar bersih dan kering pada saat
mengangkut obat dan/atau bahan obat.
13. Kemasan untuk pengangkutan dan kontainer harus dalam kondisi baik untuk
mencegah kerusakan obat dan/atau bahan obat selama transportasi.
14. Harus tersedia prosedur tertulis terkait keamanan untuk mencegah pencurian
obat dan/atau bahan obat dan akses orang yang tidak berkepentingan terhadap
obat dan/atau bahan obat selama transportasi.

4.2 Masalah Distribusi Obat

Ada beberapa masalah yang didapatkan dari proses penerimaan ini adalah
sebagai berikut:

4.2.1 Kurangnya Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia menurut Sihotang (2007) manusia yang mengandung


penegrtian usaha kerja yang dapat disumbangkan dalam proses produksi yaitu sumber
daya manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jaga yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sumber daya masnusia di Instalasi farmasi sesuai
dengan PMK no.58 tahun 2014 yaitu apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan petugas
penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan instalasi farmasi

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi farmasi


diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian


1) Apoteker: Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai
apoteker dan telah mengucapkan sumah jabatan apoteker
2) Tenaga teknis kefarmasian: Tenaga Teknik Kefarmasian adalah
tenaga yang membantu apoteker dalam menjalin pekerjaan
kefarmasian yang terdiri dari atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analisis Farmasi dan Tenaga Menengah farmasi/ Asisten
Apoteker.
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator komputer/teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga administrasi
3) Pekarya/ pembantu pelaksana
Masalah utama yang didapatkan yaitu kurangnya Sumber daya manusia
sebagai petugas pendistribusian. Hal ini dapat dilihat pada saat pendistribusian barang
dari Dinas Kesehatan ke Puskesmas, dimana jumlah obat yang dipesan dari Dinas
Kesehatan mencapai ratusan, bahkan ribuan. Petugas Dinas Kesehatan hanya
memiliki 5 petugas diantaranya 2 petugas sebagai kepala gudang dan bagian
administrasi, 2 petugas sebagai pelayanan obat dan 1 petugas sebagai distribusi obat.
Hal ini lah yang memaksa petugas pendistribusian di gudang farmasi untuk
melakukan pengantaran obat sendiri sehingga pelayanan menjadi tidak efisien.

Pada permasalahan tersebut memang tidak ada ketentuan dalam SDM di


pelayanan gudang farmasi, tetapi untuk mengaja efektifan dan keefisienan saat
pelayanan, hal tersebut perlu untuk menambah SDM deketentuan dari SOP yang
dilandaskan Undang-undang Nomor 51 tahun 2010 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
yang telah dibuat yang memenuhi syarat diantaranya memiliki ijazah apoteker atau
minimal tenaga teknis kefarmasian.

4.2.2 Kesalahan Pengambilan Obat

Kesalahan yang kedua adalah kesalahan pengambilan obat. Kesalahan


tersebut dapat berdampak pada pendistribusi agar obat dan pesanan sesuai dengan
LPLPO. Selain itu, efek dari kesalahan tersebut juga berdampak pada penerimaan
obat yang tidak sesuai dengan LPLPO, sehingga terjadi keterlambatan penerimaan
obat.

Penetapan frekuensi pengiriman obat dan perbekalan keehatan ke unit


pelayanan kesehatan ditetapkan dengan memperhatikan (Depkes, 2001).

a. Anggaran yang tersedia


b. Jarak UPK dari Instalasi Farmasi
c. Fasilitas gudang farmasi
d. Sarana yang ada di Instalasi Farmasi
e. Jumlah tenaga di Instalasi Farmasi
Berikut ini adalah contoh kesalahan pengambilan obat pada Puskesmas
Pamotan. Dari 74 obat dan Alkes yang dipesan ada 5 kesalahan yaitu:

No Nama obat Permintaan Pengambilan Analisis


1. Amoxillin 500 mg 3000 tab 2900 tab Kesalahan
yang terjadi
pada jumlah
obat yang
kurang 1 tab/1
dos
2. Natrium Diclofenak 5600 tab 2800 tab Kesalahan
terjadi pada
jumlah obat
yang kurang
2800 tab atau
1 karton.
3. Blood Tranfusion set 100 buah - Kesalahan
terjadi karena
salah
pengambilan
Alkes. Yang
diambil adalah
blood lanclet
dan bukan
blood
transfusion
set. Sehingga,
blood
transfusion
tidak terambil
sama sekali.
4. Urine Bag 200 - Kesalahan
urine bag yang
tidak diambil.
Dapat
disebabkan
karena
kelalaian
SDM.
5. Pharmafix 10 cm x 500 m 20 dos 4 dos Kesalahan
kurangnya
jumlah barang
yang diambil.
Sehingga
pharmafix
kurang 16 dos.

Contoh dari kesalahan-kesalahan tersebut terjadi karena kurang telitinya saat


pengambilan obat dan alat kesehatan, hal ini perlu dievaluasi agar kesalahan dapat
diminimalisir. Salah satu faktor diantaranya kurangnya SDM di Dinas Kesehatan
Kabupeten Malang.

4.2.3 Kurangnya Sarana Transportasi

Masalah yang ketiga yaitu masalah transportasi yang digunakan saat


pendistribusian Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Transportasi yang digunakan
adalah mobil farmasi yang diberikan kepada Dinas Kesehatan yang berukuran kecil
sehingga untuk mendistribusikan obat terlalu banyak ke puskesmas-puskesmas
terkadang tidak mencukupi, sehingga terjadi penundaan dalam pendistribusian obat.
Permasalahan ini kurang efektif dalam pendistribusian. Menurut CDOB (2012)
Standart Efisien diantaranya kendaraan transportasi obat dan/atau bahan obat yang
sensitif terhadap suhu harus dijaga sedemikian rupa, sehingga rantai dingin tetap
terjaga dan kendaraan harus lebih bersih.
4.3 Solusi masalah distribusi obat

Solusi yang bisa diterapkan dalam masalah distribusi obat diantaranya:

1. Penambahan Sumber Daya Manusia pada petugas Gudang Farmasi minimal


3-4 petugas yang bertugas pada bidang masing-masing dengan ketentuan SOP
Tentang Pekerjaan Kefarmasian khususnya dalam pendistribusian agar dalam
distribusi obat bisa lebih efektif dalam perkerjaannya.
2. Petugas pelayanan obat harus lebih teliti dalam pekerjaannya, dan melakukan
penyimpanan yang sesuai dengan jenis obat atau sesuai dengan abjad
sehingga bisa meminimalisir terjadinya kesalahan pengambilan, khususnya
dalam obat cito yang harus segera di dapatkan dan sediaan-sedian lainnya
seperti injeksi, salep, sirup, Alkes dan cairan luar, tetes, obat paten, alkes dan
obat jiwa.
3. Mengganti Transport yang digunakan, dalam pendistribusian obat dibeberapa
puskesmas bisa mencapai beribu-ribu obat dalam sehari distribusi. Untuk itu
mungkin bisa untuk mengganti dengan kendaraan yang berukuran lebih besar
agar dalam pendistribusian obat ke puskesmas sesuai jadwal dan lebih efektif.

Anda mungkin juga menyukai