Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS PERUSAHAAN JASA

PT BLUE BIRD TBK

Oleh:
Kelompok III / Kelas 4F
Anggota:
1. Luh Sukerti (1915644007 / 01)
2. Novia Tri Rahma (1915644054 / 07)
3. Ida Ayu Windari Darma Laksmi (1915644066 / 08)
4. Ni Gusti Ayu Mayang Anjani (1915644102 / 13)
5. Ni Nyoman Nila Satya Paramitha (1915644120 / 15)
6. I Made Juniarta (1915644132 / 16)
7. I Kadek Wiantara (1915644133 / 17)
8. I Made Cipta Arsana (1915644139 / 19)
9. Putu Dian Pradnya Paramitha (1915644150 / 21)

PROGRAM STUDI DIV AKUNTANSI MANAJERIAL


JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI BALI
2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi i
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II Analisis
2.1. Landasan Teori 3
2.1.1. Pengertian Laporan Keuangan 3
2.1.2. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan 3
2.1.3. Analisis Laporan Keuangan 5
2.1.4. Analisis Perbandingan Data Keuangan 6
2.1.5. Analisis Ratio 6
2.2. Analisis 17
BAB III Penutup
3.1. Kesimpulan 39
3.2. Saran 40
Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT Blue Bird Tbk merupakan perusahaan berorientasi bisnis atau
perusahaan lokal yang bergerak di bidang jasa transportasi asal Indonesia.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1972 di Jakarta. Perusahaan ini melayani jasa
transportasi dan pariwisata. Cabang Blue Bird Group di Indonesia antara lain,
Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Surabaya, Cilegon, Semarang, Manado,
Makassar, Denpasar, Mataram, Medan, Pekanbaru, Batam, Palembang, dan
Padang. Perusahaan ini terus berkembang dan memeroleh keuntungan demi
kemajuan yang lebih baik.
Keuntungan merupakan persyaratan kelangsungan hidup bagi perusahaan.
Diperlukan indikator-indikator keuangan untuk mengetahui keberhasilan
perusahaan dalam mencapai tujuannya yaitu untuk menghasilkan keuntungan
tersebut, apakah hasil tersebut sudah dikatakan maksimal atau belum biasanya
diukur dengan menggunakan angka-angka tertentu. Indikator - indikator tersebut
dapat diperoleh dari laporan keuangan yang disusun secara periodik, yang secara
umum merupakan laporan neraca dan laporan laba/rugi.
Keuangan merupakan faktor penunjang dalam melaksanakan kegiatan
operasional perusahaan. Dalam hal ini, laporan keuangan merupakan salah satu
instrumen yang tepat untuk dipelajari dalam mengevaluasi dan mengukur kinerja
keuangan perusahaan karena didalamnya terdapat informasi yang penting meliputi
informasi keuangan tentang hasil usaha maupun posisi finansial perusahaan
tersebut. Laporan keuangan juga berisikan informasi keuangan yang mencerminkan
kesehatan dan kemampuan perusahaan yang bersangkutan. Hal yang paling penting
untuk menganalisa laporan keuangan ialah dengan perhitungan rasio keuangan.
Perhitungan analisa rasio keuangan merupakan suatu metode perhitungan
dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan.
Di mana penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan
efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu, penganalisa harus mampu menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode

1
atau waktu ini dengan faktor-faktor di masa mendatang yang mungkinakan
memengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang bersangkutan.
Analisa rasio laporan keuangan merupakan penelitian yang berkelanjutan,
jadi dalam analisa rasio laporan keuangan ini tidak hanya dilakukan satu periode
saja, namun setiap tahun analisa ini wajib dilakukan, untuk msengetahui bagaimana
perkembangan perusahaan tersebut dalam setiap tahun.

1.4. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana kesehatan finansial PT Blue Bird Tbk dengan analisis
perbandingan data laporan keuangan pada tahun 2018, 2019, dan 2020?
1.2.2. Bagaimana kesehatan finansial PT Blue Bird Tbk dengan analisis rasio
laporan keuangan pada tahun 2018, 2019, dan 2020?

1.5. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui kesehatan finansial PT Blue Bird Tbk dengan analisis
perbandingan data laporan keuangan pada tahun 2018, 2019, dan 2020.
1.3.2. Untuk mengetahui kesehatan finansial PT Blue Bird Tbk dengan analisis
rasio laporan keuangan pada tahun 2018, 2019, dan 2020.

2
BAB II
ANALISIS

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Pengertian Laporan Keuangan
Secara umum Laporan keuangan atau dalam bahasa inggris
disebut financial statement merupakan hasil akhir dari suatu proses pencatatan
kegiatan transaksi keuangan dalam sebuah suatu perusahaan yang menggambarkan
keadaan keuangan perusahaan itu di satu periode akuntansi serta merupakan
gambaran umum tentang kinerja suatu perusahaan. Adapun pendapat lain yang
menyebutkan, bahwa laporan keuangan merupakan suatu produk akhir proses
akuntansi dalam sebuah perusahaan pada satu periode tertentu di mana informasi di
dalamnya adalah hasil pengumpulan sekaligus pengolahan data keuangan, dengan
tujuan guna membantu perusahaan membuat keputusan atau kebijakan yang tepat.
Dalam penyusunan laporan keuangan ini memakai berbagai sumber data
dalam pembuatannya. Seperti faktur, bon, nota kredit, laporan, bank dan lain
sebagainya. Dari sumber data tersebut nantinya akan dipakai untuk mengisi buku
perkiraan serta sebagai bukti keabsahan transaksi. Selain pengertian di atas, adapun
pengertian yang disebutkan oleh para ahli, diantaranya yaitu:
Menurut pendapat dari Munawir (2010: 5), laporan keuangan pada
umumnya terdiri atas neraca serta perhitungan laba rugi dan juga perubahan
ekuitas. Neraca ini menunjukan sejumlah aset, kewajiban, dan juga ekuitas dari
sebuah perusahaan dalam peroide tertentu.
Menurut Kasmir (2013: 7),  financial statement merupakan sebuah laporan
yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau periode
selanjutnya.
Menurut Sofyan S. Harahap (2009: 15), laporan keuangan menunjukkan
kondisi dari keuangan serta hasil usaha perusahaan dalam jangka waktu tertentu.

2.1.2. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan


Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, laporan
keuangan lengkap terdiri dari 5 jenis laporan, yaitu laporan laba rugi, laporan

3
perubahan modal, laporan neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan
keuangan. Kelima jenis laporan tersebut memiliki fungsi dan peranan tersendiri
dalam agenda pelaporan keuangan pada suatu perusahaan atau bisnis. Berikut
adalah ulasan tentang masing-masing laporan keuangan:
a. Laporan Laba / Rugi
Laporan laba-rugi atau income statement atau profit and loss
statement merupakan laporan keuangan yang berfungsi untuk menilai kinerja
keuangan apakah perusahaan mengalami keuntungan atau kerugian pada satu
periode akuntansi. Selain untuk mengetahui keuntungan atau kerugian, laporan
laba rugi juga dibuat untuk memberikan informasi tentang pajak perusahaan,
bahan evaluasi manajemen, dan membantu dalam pengambilan keputusan.
Dalam format laporan keuangan laba rugi, terdapat beberapa hal atau aspek
yang ada di dalamnya, diantaranya: pendapatan, beban, harga pokok produksi,
beban pajak, dan laba atau rugi perusahaan. Pada dasarnya format  laporan laba
rugi terdiri dari dua bentuk, yakni single step dan multiple step.
b. Laporan Perubahan Modal
Laporan perubahan modal adalah laporan yang menggambarkan perubahan
baik berupa peningkatan atau penurunan aktiva bersih selama satu periode.
Pada saat awal pendirian perusahaan, Anda sebagai pemilik perusahaan pasti
menyetorkan modalnya. Selama beroperasi tentu saja modal awal akan berubah
sesuai dengan kinerjanya. Misalnya, jika pada periode berjalan perusahaan
mengalami kerugian maka modal akan berkurang. Sebaliknya jika perusahaan
mengalami keuntungan, modal akan bertambah. Dalam laporan perubahan
modal, Anda juga dapat melihat penyebab dari adanya perubahan modal tidak
hanya perubahannya saja. Data yang diperlukan untuk membuat laporan ini
adalah modal awal, prive, dan total laba atau rugi bersih yang diperoleh,
c. Laporan Neraca
Seperti namanya neraca atau balance sheet merupakan laporan keuangan yang
menunjukan posisi dan informasi keuangan sebuah perusahaan. Dalam laporan
neraca, Anda akan melihat informasi tentang aset, kewajiban, dan modal
perusahaan secara lengkap dan rinci. Dengan kata lain, elemen dalam laporan
neraca hanya tiga akun tersebut. Untuk membuat neraca, Anda dapat

4
menggunakan pedoman persamaan akuntansi yaitu aset = kewajiban + modal.
Aset untuk sisi aktiva sementara kewajiban dan modal untuk sisi pasiva. Ingat,
antara sisi aktiva dan pasiva harus seimbang.
d. Laporan Arus Kas
Jenis laporan keuangan yang keempat yakni laporan arus kas atau cash flow
statement. Laporan arus kas memberikan informasi tentang aliran kas
perusahaan yang masuk dan keluar. Selain itu, laporan arus kas juga berfungsi
sebagai indikator untuk memprediksi arus kas di periode yang akan datang.
Laporan arus kas merupakan bentuk pertanggungjawaban arus kas masuk dan
keluar selama periode pelaporan. Laporan arus kas terdiri dari 3 aktivitas
utamanya, berikut ketiga aktivitas tersebut: Aktivitas Operasi (Operating
Activities), Aktivitas Investasi (Investing Activities), dan Aktivitas Pendanaan
(Financing Activities).
e. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) merupakan bagian dari laporan
keuangan suatu entitas. Namun, catatan laporan keuangan bukanlah hal yang
wajib dibuat oleh perusahaan. Sehingga biasanya perusahaan yang membuat
catatan atas laporan keuangan adalah perusahaan-perusahaan skala besar atau
perusahaan yang go public. Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk
memberikan penjelasan yang rinci tentang hal-hal yang ada pada jenis laporan
keuangan lainnya sehingga letak catatan atas laporan keuangan ada di belakang
sendiri. Laporan ini akan memudahkan dalam memahami laporan keuangan
lainnya karena isinya yang sangat rinci. Jadi tidak heran jika bentuk catatan atas
laporan keuangan ini sangat tebal dan terdiri dari banyak halaman.

2.1.3. Analisis Laporan Keuangan


Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan
dimengerti, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Setelah dilakukan analisis
laporan keuangan, akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang
telah direncanakan atau tidak. Pada akhirnya bagi pihak pemilik dan manajemen,
dengan mengetahui posisi keuangan dapat merencanakan dan mengambil
keputusan yang tepat tentang apa yang harus dilakukan ke depan.

5
Moeljadi (2006: 43) mendefnisikan pengertian analisis laporan keuangan
sebagai berikut : “ Analisis laporan keuangan merupakan suatu penilaian terhadap
kinerja perusahaan pada waktu yang lalu dan prospek pada masa dating.”
Sedangkan Kasmir (2011: 67) menyebutkan bahwa, “Analisis laporan
keuangan adalah menganalisis antara pos-pos yang ada dalam suatu laporan atau
dapat pula dilakukan antara satu laporan dengan laporan yang lainnya.”
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat dikatakan analisis laporan
keuangan merupakan suatu proses penelitian laporan keuangan berserta unsur-
unsurnya yang bertujuan untuk mengevaluasi dan memprediksi kondisi keuangan
perusahaan dan juga mengevaluasi hasil-hasil yang telah dicapai perusahaan pada
masa lalu dan sekarang.

2.1.4. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan


a. Perbandingan Historis (Analisis Trend).
Merupakan suatu metode analisis statistika yang ditujukan untuk melakukan
suatu estimasi atau peramalan pada masa yang akan datang. Untuk melakukan
peramalan dengan baik maka dibutuhkan berbagai macam informasi (data)
yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup
panjang, sehingga hasil analisis tersebut dapat mengetahui sampai berapa besar
fluktuasi yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terhadap
perubahan tersebut. Secara teoristis, dalam analisis runtun waktu (time series)
hal yang paling menentukan adalah kualitas dan keakuratan dari data-data yang
diperoleh, serta waktu atau periode dari data-data tersebut dikumpulkan. Jika
data yang dikumpulkan tersebut semakin banyak maka semakin baik pula
estimasi atau peramalan yang diperoleh. Sebaliknya, jika data yang
dikumpulkan semakin sedikit maka hasil estimasi atau peramalannya akan
semakin jelek.

2.1.5. Analisis Rasio.


a. Rasio Likuiditas. 
Rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu
perusahaan untuk melunasi semua kewajiban yang harus segera dipenuhi (utang

6
jangka pendek). Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk
membayar utang jangka pendek disebut perusahaan yang likuid sedang bila
tidak disebut ilikuid. Rasio likuiditas yang umum dipergunakan untuk
mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan antara lain:
1) Current Ratio.
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan utang lancar.
Current Ratio memberikan informasi tentang kemampuan aktiva lancar
untuk menutup utang lancar. Aktiva lancar meliputi kas, piutang dagang,
efek, persediaan, dan aktiva lainnya. Sedangkan utang lancar meliputi utang
dagang, utang wesel, utang bank, utang gaji, dan utang lainnya yang segera
harus dibayar (Sutrisno, 2001: 247). Rumus current ratio adalah:

Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar,


semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka
pendeknya. Apabila rasio lancar 1:1 atau 100% berarti bahwa aktiva lancar
dapat menutupi semua utang lancar. Jadi dikatakan sehat jika rasionya
berada di atas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh di atas
jumlah hutang lancar (Harahap, 2002: 301).
2) Quick Ratio.
Quick ratio disebut juga acid test ratio, merupakan perimbangan
antara jumlah aktiva lancar dikurangi persediaan, dengan jumlah utang
lancar. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio karena
persediaan merupakan komponen aktiva lancar yang paling kecil tingkat
likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan komponen-komponen aktiva
lancar yang lebih likuid yaitu: kas, surat-surat berharga, dan piutang
dihubungkan dengan utang lancar atau utang jangka pendek (Martono,
2003: 56). Jadi rumusnya:

7
Jika terjadi perbedaan yang sangat besar antara quick ratio dengan
current ratio, dimana current ratio meningkat sedangkan quick ratio
menurun, berarti terjadi investasi yang besar pada persediaan.
Rasio ini menunjukkan kemampuan aktiva lancar yang paling likuid
mampu menutupi utang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik.
Angka rasio ini tidak harus 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak
mencapai 100% tapi mendekati 100% juga sudah dikatakan sehat (Harahap,
2002: 302).
3) Cash Ratio.
Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bisa
segera menjadi uang kas dengan hutang lancar. Kas yang dimaksud adalah
uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk
rekening koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta lancar
yang dengan mudah dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi
oleh kondisi ekonomi negara yang menjadi domisili perusahaan
bersangkutan. Rumus untuk menghitung cash ratio adalah:

Rasio ini menunjukkan porsi jumlah kas + setara kas dibandingkan


dengan total aktiva lancar. Semakin besar rasionya semakin baik. Sama
seperti quick ratio, tidak harus mencapai 100% (Harahap, 2002: 302).

b. Rasio Solvabilitas. 
Rasio solvabilitas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun
jangka panjang apabila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang mempunyai
aktiva/kekayaan yang cukup untuk membayar semua utang-utangnya disebut
perusahaan yang solvable, sedang yang tidak disebut insolvable. Perusahaan
yang solvabel belum tentu ilikuid , demikian juga sebaliknya yang insolvable
belum tentu ilikuid. Macam-macam rasio keuangan berkaitan dengan rasio
solvabilitas yang biasa digunakan adalah:

8
1) Total Debt to Total Assets Ratio.
Rasio yang biasa disebut dengan rasio utang (debt ratio) ini
mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari utang. Utang yang
dimaksud adalah semua utang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih
menyukai debt ratio yang rendah sebab tingkat keamanan dananya menjadi
semakin baik (Sutrisno, 2001: 249). Untuk mengukur besarnya rasio utang
ini digunakan rumus:

Rasio ini menunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh


aktiva. Semakin kecil rasionya semakin aman (solvable). Porsi hutang
terhadap aktiva harus lebih kecil (Harahap, 2002: 304).

2) Debt to Equity Ratio.


Rasio utang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) adalah
imbangan antara utang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit dibanding
dengan utangnya. Bagi perusahaan sebaiknya, besarnya utang tidak boleh
melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Semakin
kecil rasio ini semakin baik. Maksudnya, semakin kecil porsi utang
terhadap modal, semakin aman. Rumusnya:

3) Long Term Debt to Equity Ratio (LTDTER).


Rumus untuk mencari Long Term Debt to Equity Ratio (LTDTER)
adalah dengan menggunakan perbandingan antara utang jangka anjang
dengan modal sendiri atau ekuitas dengan persamaan berikut:

LDTDER= ( Total Utang Jangka Panjang


Total Modal )

9
c. Rasio aktivitas.
Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan
dalam memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio
aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi
pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya
terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan beragam unsur aktiva
misalnya persediaan, aktiva tetap, dan aktiva lainnya.
Aktiva yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan
semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva tersebut. Dana
kelebihan tersebut akan lebih baik bila ditanamkan pada aktiva lain yang lebih
produktif. Yang termasuk ke dalam rasio aktivitas adalah sebagai berikut:
1) Total Assets Turn Over (perputaran aktiva).
Total assets turn over merupakan perbandingan antara penjualan
dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan
kecepatan perputarannya total aktiva dalam satu periode tertentu.
Total assets turn over merupakan rasio yang menunjukkan tingkat
efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan
volume penjualan tertentu (Syamsuddin, 2009: 19).
Total assets turn over merupakan rasio yang menggambarkan
perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio
ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan
meraih laba serta menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan
aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang
sama dapat memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya
ditingkatkan atau diperbesar.
Total assets turn over ini penting bagi para kreditur dan pemilik
perusahaan, tapi akan lebih penting lagi bagi manajemen perusahaan,
karena hal ini akan menunjukkan efisien tidaknya penggunaan seluruh
aktiva dalam perusahaan. Total assets turn over dihitung sebagai berikut:

10
2) Working Capital Turn Over (Rasio Perputaran Modal Kerja).
Perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara penjualan
dengan modal kerja bersih. Di mana modal kerja bersih adalah aktiva lancar
dikurangi utang lancar. Perputaran modal kerja merupakan rasio mengukur
aktivitas bisnis terhadap kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar serta
menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh
perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja (Sawir, 2009: 16).
Working capital turn over merupakan kemampuan modal kerja
(neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari perusahaan
(Riyanto, 2008: 335). Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau
berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam
keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja (working capital turn over
period) dimulai dari saat kas diinvestasikan dalam komponen-komponen
modal kerja sampai kembali menjadi kas. Makin pendek periode tersebut
berarti makin cepat perputaran atau makin tinggi perputarannya (turn over
rate-nya). Berapa lama periode perputaran modal kerja adalah tergantung
berapa lama periode perputaran dari masing-masing komponen dari modal
kerja tersebut. Perputaran modal kerja dihitung dengan rumus:

3) Rasio Perputaran Aktiva Tetap (fixed assets turnover).


Rasio ini merupakan perbandingan antara penjualan dengan aktiva
tetap. Fixed assets turn over mengukur efektivitas penggunaan dana yang
tertanam pada harta tetap seperti pabrik dan peralatan, dalam rangka
menghasilkan penjualan, atau berapa rupiah penjualan bersih yang
dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan pada aktiva tetap (Sawir,
2003: 17).
Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan
menggunakan aktivanya secara efektif untuk meningkatkan pendapatan.

11
Kalau perputarannya lambat (rendah), kemungkinan terdapat kapasitas
terlalu besar atau ada banyak aktiva tetap namun kurang bermanfaat, atau
mungkin disebabkan hal-hal lain seperti investasi pada aktiva tetap yang
berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang akan diperoleh. Jadi,
semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap
tersebut. Perputaran aktiva tetap dihitung dengan rumus:

4) Rata-rata umur piutang.


Rasio ini mengukur efisiensi pengolahan piutang perusahaan, serta
menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk melunasi piutang
atau merubah piutang menjadi kas. Rata-rata umur piutang ini dihitung
dengan membandingkan jumlah piutang dengan penjualan perhari. Dimana
penjualan perhari yaitu penjualan dibagi 360 atau 365 hari. Rata-rata
piutang ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

 
5) Perputaran Piutang.
Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai hubungn
yang erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran
waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran
piutang tersebut yaitu dengan membagi total penjualan kredit (neto) dengan
piutang rata-rata. Perputaran piutang dapat diukur dengan rumus:

Makin tinggi rasio (turnover) menunjukkan modal kerja yang


ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah
berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa

12
lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak
efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit.

d. Ratio Profitabilitas.
Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) adalah rasio atau perbandingan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba (profit)
dari pendapatan (earning) terkait penjualan, aset, dan ekuitas berdasarkan dasar
pengukuran tertentu. Beberapa jenis rasio profitabilitas yang sering dipakai
untuk meninjau kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang dipakai
dalam jenis jenis akuntansi keuangan antara lain:
1) Net Profit Margin Ratio (NPM).
Net profit margin atau marjin laba bersih merupakan rasio
profitabilitas untuk menilai persentase laba bersih yang didapat setelah
dikurangi pajak terhadap pendapatan yang diperoleh dari penjualan.  Marjin
laba bersih ini disebut juga profit margin ratio (rasio marjin laba). Rasio ini
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net
profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan. Net profit
margin dihitung dengan rumus berikut ini:

Laba Bersih Setelah Pajak


x 100
Total Pendapatan

2) Operating Ratio.
Operating Ratio digunakan untuk mengukur biaya operasi per
rupiah penjualan, semakin kecil angka rasio menunjukan kinerja yang
semakin baik.  Rumusnya sebagai berikut :

CGS+Operating Expense
x 100 %
Sales

3) Return on Equity.
Return on Equity Ratio (ROE) merupakan rasio profitabilitas untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari investasi

13
pemegang saham perusahaan tersebut yang dinyatakan dalam
persentase. ROE dihitung dari penghasilan (income) perusahaan terhadap
modal yang diinvestasikan oleh para pemilik perusahaan (pemegang saham
biasa dan pemegang saham preferen). Return on equity menunjukkan
seberapa berhasil perusahaan mengelola modalnya (net worth) sehingga
tingkat keuntungan diukur dari investasi pemilik modal atau pemegang
saham perusahaan.  ROE yaitu rentabilitas modal sendiri atau yang disebut
rentabilitas usaha. Rumus return on equity sebagai berikut:
Laba Bersih Setelah Pajak
x 100 %
Ekuitas

4) Return on Assets.
Return on assets atau tingkat pengembalian aset merupakan rasio
profitabilitas untuk menilai persentase keuntungan (laba) yang diperoleh
perusahaan terkait sumber daya atau total asset sehingga efisiensi suatu
perusahaan dalam mengelola asetnya bisa terlihat dari persentase rasio ini.
Rumus Rasio Pengembalian Aset sebagai berikut :
Laba Bersih Sebelum Pajak
x 100 %
Total Aset

5) Return on Investment.
Return on investment merupakan rasio profitabilitas yang dihitung
dari laba bersih setelah dikurangi pajak terhadap total aktiva. Return on
investment berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan secara
keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan terhadap jumlah aktiva secara
keseluruhan yang tersedia pada perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti
semakin baik kondisi suatu perusahaan. Rumus Return on
Investment berikut ini :
Laba Bersih Setelah Pajak
x 100 %
Total Aset
6) Return on Capital Employed.
Return on Capital Employed (ROCE) merupakan rasio profitabilitas
yang mengukur keuntungan perusahaan dari modal yang dipakai dalam

14
bentuk persentase (%).  Modal yang dimaksud adalah ekuitas suatu
perusahaan ditambah kewajiban tidak lancar atau total asset dikurangi
kewajiban lancar. ROCE mencerminkan efisiensi dan profitabilitas modal
atau investasi perusahaan. Laba sebelum pengurangan pajak dan bunga
dikenal dengan istilah ”EBIT” yaitu Earning Before Interest And Tax.
Berikut rumus Roce yang sering digunakan:
Laba Bersih Sebelum Pajak
x 100 %
Modal Kerja

e. Ratio Pasar.
Rasio Prospek Pasar digunakan untuk membandingkan harga saham
perusahaan yang diperdagangkan secara publik dengan ukuran keuangan
lainnya. Ukuran keuangan tersebut seperti pendapatan dan tingkat dividen.
Investor menggunakan rasio tersebut untuk menganalisis tren harga saham.
Juga rasio tersebut digunakan untuk membantu mencari tahu nilai pasar saham
saat ini dan di masa depan. Berikut empat dasar rasio prospek pasar yang
cenderung digunakan oleh para investor:
1) Laba Per Saham (Earning Per Share).
Laba Per Saham adalah rasio prospek pasar yang mengukur jumlah
laba bersih perusahaan yang diperoleh per lembar saham yang beredar.
Dengan kata lain, ini adalah jumlah uang yang akan diterima investor di
setiap lembar saham jika semua laba dibagikan ke saham yang beredar pada
akhir periode. Rumus Laba per Saham adalah:
Earning After Tax
Common Stock

2) Price Earning Ratio.


Price Earning Ratio sering disebut rasio P/E yang berfungsi
membandingkan harga pasar per saham suatu perusahaan dengan laba per
sahamnya. Dengan kata lain, rasio P/E menunjukkan nilai wajar saham di
pasar saham berdasarkan laba perusahaan saat ini. Rumus price earning
ratio adalah:

15
Harga Saham per Lembar
EPS

3) Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio).


Rasio ini mengukur persentase laba bersih yang didistribusikan
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen selama tahun tersebut.
Dengan kata lain, rasio ini menunjukkan bagian dari dividen yang
dibagikan kepada pemegang saham di luar nilai laba ditahan perusahaan.
Rumus rasio pembayaran dividen adalah:
Total Dividen
Laba Bersih

4) Dividend Yield Ratio.


Dividend Yield Ratio  adalah rasio yang mengukur jumlah dividen
tunai yang dibagikan kepada pemegang saham biasa relatif terhadap nilai
pasar per saham. Rasio ini digunakan oleh investor untuk menunjukkan
bagaimana investasi saham mereka menghasilkan arus kas dalam bentuk
dividen atau kenaikan nilai aset dari apresiasi saham. Rumus dividend yield
ratio adalah:
Total Dividen
( )
Saham
EPS

f. Analisis Kebangkrutan.
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis
rasio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan suatu
perusahaan. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah multiple discriminan
analysis (MDA) yang biasa disebut metode Z-Score model Altman. Analisis
prediksi kebangkrutan merupakan analisis yang dapat membantu perusahaan
untuk mengantisipasi kemungkinan perusahaan akan mengalami kebangkrutan
yang disebabkan oleh masalah-masalah keuangan. Metode Z-Score (Altman)
adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan
yang akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan

16
(Supardi, 2003: 73). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
metode Z-Score (Altman) adalah suatu alat yang memperhitungkan dan
menggabungkan beberapa rasio-rasio keuangan tertentu dalam perusahaan
dalam suatu persamaan diskriminan yang akan menghasilkan skor tertentu yang
akan menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Rumus dari
metode Z-Score (Altman) adalah:
6,56WC/TA+3,26RE/TA+6,72EBIT/TA+1,05MVE/BVD

2.2. Analisis
2.2.1. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan
Tabel 1
PT. Blue Bird Tbk
Neraca
Per 31 Desember 2018 - 2020
(Dalam Jutaan Rupiah)

KETERANGAN 2018 2019 2020


ASET
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas 474,289 575,900 462,947
Piutang 256,468 299,060 306,814
Persediaan Lainnya 11,817 16,273 16,714
Biaya Dibayar Dimuka Lancar 9,496 10,523 14,661
Uang Muka Lancar 19,152 13,318 8,265
Pajak Dibayar Dimuka Lancar 4,744 574
Aset Tidak Lancar atau Kelompok Lepasan 151,955 128,810
Diklasifikasikan sebagai Dimiliki Untuk Dijual
Jumlah Aset Lancar 771,222 1,071,773 938,785
Aset Tidak Lancar
Uang Muka Tidak Lancar 81,747 78,184 101,526
Aset Keuangan Tidak Lancar Lainnya 6,000
Aset Tetap 5,605,524 5,724,503 6,183,774
Goodwill 61,036
Aset Tidak Lancar Non-Keuangan Lainnya 57,994 80,697 133,183
Jumlah Aset Tidak Lancar 5,745,265 5,883,384 6,485,519
Jumlah Aset 6,516,487 6,955,157 7,424,304
LIABILITAS DAN EKUITAS
Liabilitas
Utang Jangka Panjang 1,149,615 1,075,009 1,262,687
Utang Jangka Pendek 435,947 614,987 753,515
Jumlah Liabilitas 1,585,562 1,689,996 2,016,202
Ekuitas

17
Ekuitas yang Didistribusikan Kepada Pemilik 4,855,439 5,187,394 5,309,189
Entitas Induk
Kepentingan Non-Pengendali 75,486 77,767 98,913
Jumlah Ekuitas 4,930,925 5,265,161 5,408,102
Jumlah Liabilitas dan Ekuitas 6,516,487 6,955,157 7,424,304

Pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa Jumlah Aktiva pada tahun 2018
sebesar Rp. 6.516.487 (dalam jutaan rupiah), tahun 2019 sebesar Rp. 6.955.157
(dalam jutaan rupiah), tahun 2020 sebesar Rp. 7.424.304 (dalam jutaan rupiah).
Begitu juga dengan masing-masing pasivanya sesuai dengan aktivanya. Pada tahun
2018-2020 mengalami kenaikan sebesar Rp. 438.670 (dalam jutaan rupiah) dan
pada tahun 2019-2020 mengalami kenaikan sebesar Rp. 469.147 (dalam jutaan
rupiah). Dengan begitu jika dibandingkan, jumlah tersebut dapat diketahui bahwa
kenaikan tahun 2019-2020 lebih tinggi dibandingkan 2018-2019.

Tabel 2
PT. Blue Bird Tbk
Laporan Laba/Rugi
Per 31 Desember 2018 - 2020
(Dalam Jutaan Rupiah)

KETERANGAN 2018 2019 2020


PENDAPATAN
Pendapatan Operasional 1,137,835 1,179,549 1,095,464
Pendapatan Lainnya 128,074 115,645 127,578
Jumlah Pendapatan 1,265,909 1,295,194 1,223,042
BEBAN/BIAYA
Beban Penjualan 47,228 56,974 35,634

18
Beban Umum dan Administrasi 523,008 564,326 687,881
Beban Keuangan 132,731 65,483 80,696
Beban Lainnya 765 2,236 4,869

Jumlah Beban/Biaya ( 703,732 ) ( 689,019 ) ( 809,080 )


Laba Sebelum Pajak 562,177 606,175 413,962
Pajak Penghasilan 134,682 145,902 98,340
Laba/Rugi 427,495 460,273 315,622
Pendapatan Komprehensif Lainnya Setelah ( 5,760 ) 2,271 ( 10,160 )
Pajak
Laba/Rugi Komprehensif 421,735 462,544 305,462

Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa PT Blue Bird Tbk memeroleh laba pada
tahun 2018 sebesar Rp. 421.735 (dalam jutaan rupiah), pada tahun 2019 Rp.
462.544 (dalam jutaan rupiah), pada tahun 2020 sebesar Rp. 305.462 (dalam jutaan
rupiah). Pada tahun 2018-2019 mengalami kenaikan sebesar Rp. 40.809 (dalam
jutaan rupiah) sedangkan pada tahun 2019-2020 mengalami penurunan sebesar Rp.
57.082 (dalam jutaan rupiah).

2.2.2. Analisis Rasio.


a. Rasio Liquiditas.

1) Current Ratio ( Aktiva Lancar


Utang Lancar
×100 % )

771.222
Tahun 2018 ¿ × 100 %
435.947
¿ 1,769 ×100 %
¿ 176,9 %
1.071.773
Tahun 2019 ¿ × 100 %
614.987
¿ 1,742× 100 %
¿ 174,2 %
938.785
Tahun 2020 ¿ ×100 %
753.515
¿ 1,245 ×100 %
¿ 124,5 %

19
2) Quick Ratio ( Aktiva Utang
Lancar−Persediaan
Lancar
× 100 % )

771.222−11.817
Tahun 2018 ¿ ×100 %
435.947
¿ 1,741× 100 %
¿ 174,1 %
1.071.773−16.273
Tahun 2019 ¿ ×100 %
614.987
¿ 1,716 ×100 %
¿ 171,6 %
938.785−16.714
Tahun 2020 ¿ ×100 %
753.515
¿ 1,223 ×100 %
¿ 122,3 %

3) Cash Ratio ( KasUtang


dan Setara Kas
Lancar
×100 % )

474.289
Tahun 2018 ¿ × 100 %
435.947
¿ 1,087 ×100 %
¿ 108,7 %
575.900
Tahun 2019 ¿ ×100 %
614.987
¿ 0,936 ×100 %
¿ 93,6 %
462.947
Tahun 2020 ¿ × 100 %
753.515
¿ 0,614 × 100 %
¿ 61,4 %
Tabel Hasil Perhitungan Rasio Likuiditas
Tahun 2018-2020
Tahun
Likuiditas Rata-Rata
2018 2019 2020
Current Ratio (%) 176,9% 174,2% 124,5% 158,5%
Quick Ratio (%) 174,1% 171,6% 122,3% 156%
Cash Ratio (%) 108,7% 93,6% 61,4% 87,9%

20
Keterangan:
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa current ratio yang diperoleh
dari hasil perbandingan antara aset lancar dengan utang lancar tahun 2018
sebesar 176,9%, tahun 2019 sebesar 174,2%, tahun 2020 sebesar 124,5%.
Quick ratio yang diperoleh dari hasil perbandingan aset lancar selain
persediaan dengan utang lancar tahun 2018 sebesar 174,1%, tahun 2019
sebesar 171,6%, tahun 2020 sebesar 122,3%. Cash Ratio yang diperoleh dari
hasil perbandingan kas dan setara kas dengan utang lancar tahun 2018
sebesar 108,7%, tahun 2019 sebesar 93,6%, tahun 2020 sebesar 61,4%. Dari
ketiga rasio likuiditas tersebut diperoleh rata-rata Current ratio 158,5%,
quick ratio 156%, dan cash tatio 87,9%. Rata-rata tertinggi adalah pada rasio
likuiditas current ratio.
Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan bahwa pada rasio likuiditas
menghasilkan nilai melebihi angka 1 menunjukkan bahwa kewajiban jangka
pendek perusahaan dapat ditutup sepenuhnya. Semakin tinggi rasio
likuiditas, semakin tinggi pula margin keselamatan yang dimiliki oleh
perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Rasio likuiditas yang
lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa perusahaan yang bersangkutan
memiliki keuangan yang sehat dan kemungkinan kecil akan mengalami
kesulitan keuangan. Analisis likuiditas yang dicapai dengan menggunakan
current ratio, ruick ratio, dan cash ratio selama tiga tahun terakhir (2018-
2020) PT Blue Bird Tbk dilakukan pembahasan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan current ratio maka dapat diperoleh
gambaran bahwa tahun 2018 sebesar 176,9%. Ini berarti bahwa perusahaan
memiliki rasio lancar Rp. 1,769 yang dapat menutupi Rp.1 dari utang lancar.
Pada tahun 2019 terjadi penurunan menjadi 174,2%, ini berarti bahwa
perusahaan memiliki rasio lancar sebesar Rp. 1,742 yang dapat menutupi
Rp.1 dari utang lancar. Pada tahun 2020 terjadi penurunan yaitu menjadi
124,5%, hal ini berarti bahwa perusahaan memiliki rasio lancar sebesar Rp.
1,245 yang dapat menutupi Rp. 1 dari utang lancar. Penurunan ini
dipengaruhi oleh jumlah utang lancar dan aset lancar yang tidak stabil. Dari
hasil current ratio yang diperoleh pada tahun 2018-2020 dipereolah rata-rata

21
sebesar 158,5% atau 1,585 yang berarti telah melebihi angka 1 dan
menunjukkan bahwa perusahaan ini sehat karena semakin besar rasionya
semakin baik karena dianggap perusahaan mampu memenuhi kewajiban
lancarnya atau menuntupi utang jangka pendeknya.
Dari hasil perhitungan, maka dapat dilihat bahwa quick ratio tahun
2018 sebesar 174,1%, hal ini berarti Rp.1,741 aset cair dapat menutupi setiap
Rp. 1 utang lancar. Tahun 2019 sebesar 171,6%, hal ini berarti Rp.1,716 aset
cair dapat menutupi setiap Rp.1 utang lancar. Tahun 2020 sebesar 122,3%,
hal ini berarti Rp.1,223 aset cair dapat menutupi setiap Rp.1 utang lancar.
Tahun 2017 - 2019 quick ratio mengalami fluktuatif (naik/turun) karena
jumlah aktiva lancar yang naik dan turun serta jumlah persediaan dan utang
lancar yang meningkat. Quick ratio pada PT. Blue Bird Tbk sudah cukup
baik. Dari hasil quick ratio didapatkan rata-rata sebesar 156% atau 1,56 yang
berarti telah melebihi anggka 1 sehingga perusahaan ini memiliki aktiva
lancar yang baik dan persediaan yang tidak banyak sehingga besarnya alat
likuid yang paling cepat bisa digunakan untuk melunasi utang lancar.
Dari hasil perhitungan, maka dapat dilihat bahwa cash ratio tahun
2018 sebesar 108,7%, hal ini berarti Setiap Rp. 1 utang dapat ditutupi dengan
Rp. 1,087 kas dan setara kas. Tahun 2019 sebesar 93,6%, hal ini berarti
setiap Rp.1 utang hanya Rp.0,936 yang dapat ditutupi dengan kas dan setara
kas. Tahun 2019 sebesar 61,4%, hal ini berarti setiap Rp. 1 utang hanya Rp.
0,614 yang dapat ditutupi dengan kas dan setara kas. Pada tahun 2018-2020
terjadi penurunan yang cukup signifikan yang disebabkan oleh jumlah utang
lancar yang meningkat tetepi jumlah kas dan setara kas menurun. Dari hasil
tersebut didapatkan rata-rata tahun 2018-2020 sebesar 87,9% sehingga dapat
ditunjukkan bahwa seandainya PT. Blue Bird Tbk diharuskan melunasi utang
jangka pendeknya waktu itu maka ia hanya bisa membayarnya 87,9% saja
dari total utang jangka pendeknya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa
PT. Blue Bird Tbk ini masih tergolong beresiko dan kurang baik untuk
ukuran likuiditas cash ratio yang sehat dan seharusnya.

b. Ratio Solvabilitas

22
1) Debt to Asset Ratio/DAR ( Total Utang
Total Aset )
1.585 .562
Tahun 2018 ¿
6.516.487
¿ 0,243315
1.689.996
Tahun 2019 ¿
6.955.157
¿ 0,242985
2.016 .202
Tahun 2020 ¿
7.424 .304
¿ 0,271568

Total Utang
2) Debt to Equity Ratio/DER ( Total Ekuitas )
1.585 .562
Tahun 2018 ¿
4.930 .925
¿ 0,321555
1.689.996
Tahun 2019 ¿
5.265.161
¿ 0,321977
2.016.202
Tahun 2020 ¿
5.408.102
¿ 0,372811

3) Long Term Debt to Equity Ratio/LTDER ( Total Utang Jangka Panjang


Total Modal )
1.149.615
Tahun 2018 ¿
4.930 .925
¿ 0,233144
1.075.009
Tahun 2019 ¿
5.265.161
¿ 0,204174
1.262.687
Tahun 2020 ¿
5.408.102
¿ 0,233481

23
Tabel Hasil Perhitungan Rasio Solvabilitas
Tahun 2017-2019
Tahun Rata-Rata
Solvabilitas
2018 2019 2020
DAR 0,24332 0,24298 0,27157 0,25262
DER 0,32155 0,321977 0,37281 0,33845
LTDER 0,23314 0,20417 0,23348 0,2236

Keterangan:
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa debt of asset ratio yang
diperoleh dari hasil perbandingan antara total utang dengan total aktiva tahun
2018 sebesar 0,24332, tahun 2019 sebesar 0,24298, tahun 2020 sebesar
0,27157. Debt of equity ratio yang diperoleh dari hasil perbandingan total
utang dengan total ekuitas tahun 2018 sebesar 0,32155, tahun 2019 sebesar
0,32098, tahun 2020 sebesar 0,37281. Long term dept to equity ratio yang
diperoleh dari hasil perbandingan utang jangka panjang dengan total ekuitas
tahun 2018 sebesar 0,23314, tahun 2019 sebesar 0,20417, tahun 2020 sebesar
0,23348. Dari ketiga rasio likuiditas tersebut diperoleh rata-rata debt of asset
ratio 0,25262, debt of equity ratio 0,33845, long term dept to equity Ratio
0,2236. Rata-rata tertinggi adalah pada rasio solvabilitas Debt of Equity
Ratio.
Berdasarkan teori yang sudah dijelaskan bahwa pada rasio
solvabilitas berbeda dengan rasio likuiditas di mana jika menghasilkan nilai
di bawah angka 1 menunjukkan bahwa kewajiban perusahaan baik jangka
pendek atau panjang dapat ditutup sepenuhnya. Semakin rendah rasio
solvabilitas, maka akan semakin rendah pula margin kerugian yang dimiliki
oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Rasio solvabilitas
yang lebih rendah dari 1 menunjukkan bahwa perusahaan yang bersangkutan
memiliki jumlah utang yang lebih rendah dari aset atau jumlah aset yang
mampu menutupi utang tersebut. Analisis rasio solvabilitas yang dicapai
dengan menggunakan debt of asset ratio, debt of equity ratio, dan long term
dept to equity ratio selama tiga tahun terakhir (2018-2020) pada PT Blue
Bird Tbk dilakukan pembahasan sebagai berikut:

24
Dengan menggunakan debt of asset ratio dapat diperoleh hasil pada
tahun 2018 sebesar 0,24332, yang berarti perusahaan memiliki total utang
sebesar 0,24332 dari total aset sebesar 1. Pada tahun 2019 didapat hasil
sebesar 0,24298, yang berarti perusahaan memiliki total utang sebesar
0,24298 dari total aset sebesar 1. Dan pada tahun 2020 diperoleh hasil
sebesar 0,27157, ini berarti perusahaan memiliki total utang sebesar 0,27157
dari total aset sebesar 1. Pada data tahun 2018-2020 data yang dihasilkan
mengalami penurunan dari tahun 2018 ke 2019 dan peningkatan dari tahun
2019 ke 2020 yang disebabkan oleh jumlah utang yang terus meningkat
tetepi jumlah aset yang naik dan turun. Dari hasil tersebut didapatkan rata-
rata (2018-2020) sebesar 0,25262 di mana angka tersebut masih dibawah 1,
sehingga dapat diartikan bahwa PT. Blue Bird Tbk memiliki jumlah total
utang yang lebih rendah dari jumlah total aset. Dengan demikian, bisa
dikatakan bahwa PT. Blue Bird Tbk ini tergolong mampu menutupi seluruh
utangnya dengan menggunakan seluruh aset.
Berdasarkan hasil perhitungan debt of equity ratio maka dapat
diperoleh hasil pada tahun 2018 sebesar 0,32155, ini berarti bahwa
perusahaan memiliki total utang sebesar 0,32155 dari total ekuitas yaitu 1.
Tahun 2019 sebesar 0,321977, yang berarti bahwa perusahaan memiliki
total utang sebesar 0,321977 dari total ekuitas yaitu 1. Pada tahun 2020
sebesar 0,37281, ini berarti bahwa perusahaan memiliki total utang sebesar
0,37281 dari total ekuitas yaitu 1. Pada data tahun 2018-2020 ini terjadi
kenaikan yang disebabkan oleh jumlah utang dan ekuitas perusahaan yang
terus meningkat. Dari hasil debt of equity ratio yang pada tahun 2018-2020
diperoleh rata-rata sebesar 0,33845 yang menunjukkan bahwa perusahaan ini
sehat karena memiliki angka dibawah 1 sehingga dianggap perusahaan
mampu memenuhi atau menutupi total kewajiban.
Dengan menggunakan long term debt of equity ratio dapat dilihat
apakah total ekuitas perusahaan dapat memenuhi utang jangka panjang yang
dimiliki. Dari hasil perhitungan di atas dapat diperoleh hasil pada tahun 2018
sebesar 0,23314, yang berarti perusahaan memiliki utang jangka panjang
sebesar 0,23314 dari total ekuitas yaitu 1. Pada tahun 2019 didapat hasil

25
sebesar 0,20417, yang berarti perusahaan memiliki total utang jangka
panjang sebesar 0,20417 dari total ekuitas yaitu 1. Dan pada tahun 2020
diperoleh hasil sebesar 0,23348, ini berarti perusahaan memiliki total utang
jangka panjang sebesar 0,23348 dari total ekuitas yaitu 1. Pada tahun 2018-
2020 data yang diperoleh menggunakan rasio ini mengalami penurunan dan
peningkatan karena jumlah utang jangka panjang yang naik dan turun tetapi
jumlah ekuitas perusahaan terus meningkat. Dari hasil tersebut didapatkan
rata-rata (2018-2020) sebesar 0,2236 di mana angka tersebut masih di bawah
1, sehingga dapat diartikan bahwa PT Blue Bird Tbk memiliki jumlah total
utang jangka panjang yang lebih rendah dari jumlah total ekuitas perusahaan.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa PT Blue Bird Tbk ini tergolong
mampu menutupi utang jangka panjang perusahaan dengan menggunakan
total ekuitas perusahaan.

c. Ratio Aktivitas
Perhitungan tingkat rasio aktivitas dalam angka dan presentase selama
tiga tahun terakhir (periode 2018-2020) pada PT Blue Bird Tbk sebagai berikut:
1) Total Assets Turn Over (TATO).
Penjualan
TATO =
Total Aktiva
4.203 .846
TATO Tahun 2018 =
6.516 .487
= 0,645109
4.218 .702
TATO Tahun 2019 =
6.955.157
= 0,606557
4.047 .691
TATO Tahun 2020 =
7.424 .304
= 0,545195

2) Working Capital Turn Over (WCTO).


Penjualan
WCTO =
Modal Kerja Bersih

26
4.203 .846
WCTO Tahun 2018 =
335.275
= 12,5385
4.218 .702
WCTO Tahun 2019 =
456.786
= 9,23562
4.047 .691
WCTO Tahun 2020 =
185.270
= 21,84753

3) Fixed Asset Turn Over (FATO).


Penjualan
FATO =
Aktiva Tetap
4.203 .846
FATO Tahun 2018 =
5.745 .265
= 0,731706
4.218 .702
FATO Tahun 2019 =
5.883.384
= 0,717054
4.047 .691
FATO Tahun 2020 =
6.485519
= 0,624112

4) Receivable Turn Over (RTO).


Penjualan Kredit
RTO =
Rata−rata Piutang Dagang
1.137.835
RTO Tahun 2018 =
274.371,5
= 4,14706
1.179.549
RTO Tahun 2019 =
278.268,5
= 4,238888
1.369.893
RTO Tahun 2020 =
293.409,5
= 3,733567

27
5) Average Accounts Receivable Collection Period (AARCP).
360
AARCP =
RTO
360
AARCP Tahun 2018 =
4,14706
= 86,80849
360
AARCP Tahun 2019 =
4,23888
= 84,92793
360
AARCP Tahun 2020 =
3,733567
= 96,42254

Adapun hasil perhitungan ratio aktivitas atas laporan keuangan PT


Blue Bird Tbk Tahun 2018-2020 akan terlihat jelas pada table berikut:
Hasil Perhitungan Ratio Aktivitas PT Blue Bird Tbk
Ratio Tahun Rata-
Aktivitas 2018 2019 2020 rata
0,64510 0,60655 0,54519 0,59895
TATO 9 7 5 4
21,8475 14,5405
WCTO 12,5385 9,23562 3 5
0,73170 0,71705 0,62411 0,69095
FATO 6 4 2 7
4,23888 3,73356 4,03983
RTO 4,14706 8 7 8
86,8084 84,9279 96,4225 89,3863
AARCP 9 3 4 2

Keterangan:
Total Assets Turn Over (perputaran total aktiva) diukur dengan
pendapatan per satu rupiah dari aktiva. Rasio ini menunjukkan seberapa
efisien perusahaan menggunakan aktivanya untuk menghasilkan
pendapatan. Pada tahun 2018, pemutaran total aktiva PT Blue Bird Tbk.
adalah sebesar 0,645109 kali. Hal ini menunjukkan bahwa dari setiap Rp 1

28
aktiva yang dimiliki, dapat dihasilkan Rp 0,0645109 pendapatan. Pada
tahun 2019, perputaran total aktiva dari PT Blue Bird Tbk. menurun dari
0,645109 kali menjadi 0,606557 kali. Hal ini menunjukkan dari setiap Rp 1
aktiva yang dimiliki, dapat menghasilkan Rp 0,606557 pendapatan.
Diketahui pula total aktiva tetap PT Blue Bird Tbk. sebesar Rp 6.955.157
(dalam jutaan rupiah) pada tanggal 31 Desember 2019, meningkat
dibandingkan dengan Rp 6.516.487 (dalam jutaan rupiah) pada 31
Desember 2018. Namun peningkatan tersebut tidak sebanding dengan
peningkatan pendapatan sehingga membuat perputaran total aktiva tahun
2019 menurun. Sedangkan tahun 2020, perputaran total aktiva menurun
menjadi 0,545195 kali diakibatkan oleh pendapatan tahun 2020 menurun
padahal total aktivanya meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa PT Blue
Bird Tbk tidak cukup baik mengelola aktivanya sehingga tidak sebanding
dengan pendapatannya.
Working Capital Turn Over (perputaran modal kerja) PT Blue Bird
Tbk tahun 2018 sebanyak 12,5385 kali sedangkan tahun 2018 perputaran
modal kerja menurn menjadi 9,23562 kali. Hal ini menunjukkan adanya
problem dalam tingkat penurun oleh manajemen PT Blue Bird Tbk dalam
mengelola modal kerjanya. Namun, di tahun 2020 PT Blue Bird Tbk
mampu mengelola dengan baik modal kerja perusahaannya sehingga
membuat perputaran modal kerjanya meningkat kembali menjadi 21,84752
kali.
Fixed Assets Turn Over (perputaran aktiva tetap) menunjukkan
kemampuan aktiva tetap untuk menghasilkan penjualan, menunjukkan
aktiva yang ditunjukkan oleh jumlah hasil penjualan per Rp 1 aktiva tetap.
Pada tahun 2018, PT Blue Bird Tbk memiliki total penjualan sebesar Rp
4.203.846 (dalam jutaan) dengan jumlah aktiva tetap sebesar Rp 5.745.285
(dalam jutaan) sehingga menghasilkan rasio perputaran aktiva tetap sebesar
0,731706. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1 aktiva tetap dapat
menghasilkan penjualan sebanyak Rp 0,731706 atau dengan kata lain
penjulan yang terjadi sebesar 0,731706 kali total aktiva tetap. Pada tahun
2019, perputaran aktiva tetap mengalami penurunan menjadi 0,717054 dan

29
di tahun 2020 kembali mengalami penurunan menjadi 0,624112. Rasio
perputaran aktiva tetap menunjukkan besaran yang menurun pada tahun
201-2019, yang berarti ada penurunan kemampuan perusahaan dalam
menggunakan aktiva tetap untuk menghasilkan penjualan pada tahun
tersebut.
Pada tahun 2018, Receivable Turn Over (perputaran piutang usaha)
pada PT Blue Bird Tbk adalah 4 kali. Hal ini berarti bahwa dalam setahun
PT Blue Bird Tbk mampu merubah piutang menjadi kas sebanyak 4 kali.
Hal ini didapat dari total penjualan bersih sebesar Rp 1.137.835 (dalam
jutaan) dibagi dengan rata-rata piutang usaha pada tahun 2018 yaitu Rp
274.371,5 (dalam jutaan). Di tahun 2019 dan 2020, perputaran piutang
usaha PT Blue Bird Tbk. masih sama dengan tahun 2018 yaitu 4 kali. Ini
berarti bahwa pada tahun 2018-2020 perusahaan secara konsisten mampu
merubah piutang usahanya menjadi kas.
Average Accounts Receivable Collection Period (rata-rata
pengumpulan piutang) pada tahun 2018 pada PT Blue Bird Tbk adalah 87
hari. Tahun 2019, rata-rata pengumpulan piutang PT Blue Bird Tbk selama
85 hari. Namun di tahun 2020, rasio rata-rata pengumpulan piutang adalah
96 hari. Dapat disimpulkan bahwa rata-rata pengumpulan piutang tahun
2018-2020 dapat dikatakan tidak cukup baik karena hampir melewati 90
hari jatuh tempo.

d. Ratio Rentabilitas/Profitabilitas.
1) Net Profit Margin Ratio (NPM).
Laba Bersih Setelah Pajak
NPM = x 100 %
Total Pendapatan
562.177
NPM Tahun 2018 = x 100 %
4.203 .846
= 10,03212%
606.175
NPM Tahun 2019 = x 100 %
4.218 .702
= 10,96413%

30
413.962
NPM Tahun 2020 = x 100 %
4.047 .691
= 7,546574%

2) Operating Ratio (OR).


CGS+Operating Expense
OR = x 100 %
Sales
3.066.011+570.236
OR Tahun 2018 = x 100 %
4.203 .846
= 86,4981%
3.039.153+ 621.300
OR Tahun 2019 = x 100 %
4.218.702
= 86,76728%
2.952.227+723.515
OR Tahun 2020 = x 100 %
4.047 .691
= 90,81084%

3) Return on Equity Ratio (ROE).


Laba Bersih Setelah Pajak
ROE = x 100 %
Ekuitas
421.735
ROE Tahun 2018 = x 100 %
4.930 .925
= 8,552858%
462.544
ROE Tahun 2019 = x 100 %
5.265.161
= 8,784993%
305.462
ROE Tahun 2020 = x 100 %
5.408.102
= 5,648229%

4) Return on Assets Ratio (ROA).


Laba Bersih Sebelum Pajak
ROA = x 100 %
Total Aset
562.177
ROA Tahun 2018 = x 100 %
6.516 .487
= 8,626995%

31
606.175
ROA Tahun 2019 = x 100 %
6.955.157
= 8,715475%
413.962
ROA Tahun 2020 = x 100 %
7.424 .304
= 5,575768%

5) Return on Investment Ratio (ROI).


Laba Bersih Setelah Pajak
ROI = x 100 %
Total Aset
421.735
ROI Tahun 2018 = x 100 %
6.516 .487
= 6,471815%
462.544
ROI Tahun 2019 = x 100 %
6.955.157
Ratio = 6,650375%
Tahun
Rata-rata
ROI Profitabilitas 2018 2019 2020
Tahun 10,9641
NPM (%) 10,03212 7,546574 9,514276
2020 = 3
86,7672
OR (%) 86,4981 90,81084 88,02541
8
8,78499
ROE (%) 8,552858 5,648229 7,662027
3
8,71547
ROA (%) 8,626995 5,575768 7,639413
5
6,65037
ROI (%) 6,471815 4,114352 5,745514
5

305.462
x 100 %
7.424 .304
= 4,114352%

Adapun hasil perhitungan rasio profitabilitas atas laporan keuangan PT


Blue Bird Tbk Tahun 2018-2020 akan terlihat jelas pada tabel berikut:
Hasil Perhitungan Ratio Profitabilitas PT Blue Bird Tbk

32
Keterangan:
Berdasarkan hasil perhitungan Net Profit Margin (NPM) maka
diperoleh gambaran bahwa tahun 2018 sebesar 10,03212%. Ini berarti bahwa
setiap Rp 1 pendapatan akan menghasilkan keuntungan neto sebesar Rp
0,1003212. Pada tahun 2019 terjadi kenaikan dari 10,03212% menjadi
10,96413%. Hal ini berarti setiap Rp 1 pendapatan akan menghasilkan
keuntungan neto sebesar Rp 0,1096413. Tahun 2020 NPM pada PT Blue Bird
Tbk. mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi 7,546574%. Sifat
fluktuatif (naik/turun) ini dipengaruhi oleh beban-beban yang mengalami
kenaikan dan pendapatan yang tidak stabil yang menyebabkan naik turunnya
laba. Semakin besar rasionya semakin baik karena dianggap kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.
Operating Ratio menunjukkan biaya operasi per rupiah penjualan,
semakin kecil rasio ini menunjukkan kinerja yang semakin baik. Hasil
perhitungan Operating Ratio (OR) tahun 2018 sebesar 86,4981%. Ini berarti
setiap rupiah penjualan mengandung biaya operasi sebesar Rp 0,864981. Di
tahun 2019, operating ratio PT Blue Bird Tbk mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya menjadi 86,76728% dan mengalami kenaikan lagi di tahun 2020
menjadi 90,81084%. Disimpulkan bahwa PT Blue Bird Tbk menunjukkan
kinerja yang tidak terlalu baik pada tahun 2018-2020 dilihat dari beban-beban
operasi yang mengalami kenaikan sedangkan penjualannya menurun.
Setelah dihitung, Return on Equity (ROE) pada PT Blue Bird Tbk tahun
2018 sebesar 8,552858%. Hal ini berarti setiap Rp 1 modal menghasilkan Rp
0,08552858 keuntungan neto. ROE mengalami kenaikan di tahun 2019
dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 8,784993%, dari hasil tersebut
dapat ditunjukkan bahwa pada PT Blue Bird Tbk mengelola dengan baik
modalnya untuk menghasilkan keuntungan neto. Di tahun 2020, ROE
perusahaan ini mengalami penurunan menjadi 5,648229% disebabkan oleh
penurunan keuntungan neto yang cukup banyak. Dilihat dari tiga tahun 2018-

33
2020, PT Blue Bird Tbk belum maksimal mengelola modalnya untuk
menghasilkan keuntungan yang ingin dicapai.
Dari hasil perhitungan, maka dapat dilihat bahwa Return on Assets
(ROA) tahun 2018 sebesar 8,626995%. Hal ini berarti setiap Rp 1 aktiva
menghasilkan Rp 0,0862995 keuntungan. Di tahun 2019, ROA pada PT Blue
Bird mengalami kenaikan dari tahun 2018 menjadi 8,715475% karena laba
yang dihasilkan meningkat. Tahun 2020, ROA mengalami penurunan menjadi
5,575768% karena perputaran laba dalam satu tahun menurun. Hal ini
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari asset
belum maksimal.
Return on Investment (ROI) menunjukkan kemampuan modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan asset untuk menghasilkan keuntungan bersih.
Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa ROI tahun 2018 PT Blue Bird Tbk
sebesar 6,471815%. Hal ini berarti setiap rupiah aktiva menghasilkan
keuntungan bersih Rp 0,06471815. Di tahun 2019, ROI perusahaan ini
mengalami kenaikan menjadi 6,650375%. Namun di tahun 2020, ROI pada PT
Blue Bird Tbk mengalami penurunan dari tahun 2019 menjadi 4,114352%. Hal
ini menunjukkan bahwa PT Blue Bird Tbk kurang mampu untuk mengelola
asetnya untuk menghasilkan keuntungan bersih yang diinginkan pada tahun
2018-2020.

e. Analisis Rasio Pasar.


1) Earnings Per Share (EPS dasar).
Tahun 2018 : 170 (dalam juta rupiah)
Tahun 2019 : 183 (dalam juta rupiah)
Tahun 2020 : 126 (dalam juta rupiah)
Hasil: Besarnya rasio EPS menunjukkan keuntungan yang diperoleh
investor dalam setiap lembar saham yang dimiliki. EPS berpengaruh
signifikan terhadap naik turunnya harga saham dan naik turunnya laba
perusahaan. EPS tinggi menyebabkan harga saham menjadi naik, namun
tidak menghambat investor untuk membeli saham karena dengan EPS yang
tinggi akan lebih banyak menarik investor untuk membeli saham. Namun

34
EPS ini tidak bisa dijadikan dasar untuk menilai kinerja suatu perusahaan
karena ini tergantung dari jumlah saham yang beredar. Jika EPS suatu
perusahaan tinggi, semakin menguntungkan untuk berinvestasi dengan
perusahaan tersebut.
Jika dilihat dari data 3 tahun terakhir yaitu 2018, 2019, dan 2020,
EPS PT Blue Bird Tbk mengalami naik turun dengan kenaikan sebesar Rp
13 (dalam juta) pada tahun 2019 sedangkan penurunan sebesar Rp 57
(dalam juta) pada tahun 2020. Jika dibandingkan, kenaikan < penurunan
hal tersebut menunjukkan bahwa kurang menguntungkan jika berinvestasi
dengan PT Blue Bird Tbk.

2) Price Earnings Ratio (PER).


Tahun 2018 : Harga saham perlembar / EPS
= (3.460/170)
= 20,353 (dalam juta rupiah)
Tahun 2019 : Harga saham perlembar / EPS
= (2.870/183)
= 15,683 (dalam juta rupiah)
Tahun 2020 : Harga saham perlembar / EPS
= (2.490/126)
= 19,762 (dalam juta rupiah)
Hasil: Rasio PER menunjukkan bahwa seberapa besar pasar
bersedia membayar laba suatu perusahaan dan seberapa wajar harga saham
yang dimiliki dibanding laba sahamnya. Rata-rata rasio PER suatu saham
biasanya 12-15 namun hal tersebut tergantung pada pasar dan kondisi
ekonomi. Dalam kaitannya dengan PT Blue Bird Tbk, PER yang
dimilikinya sudah termasuk tinggi namun tingkat kewajarannya yang
berbeda-beda.
Jika dibandingkan data PT Blue Bird Tbk 3 tahun terakhir yaitu
2018, 2019, dan 2020, pada tahun 2019 terjadi kenaikan laba namun
penurunan harga saham yang menyebabkan PER 2019 menurun dari tahun
2018. Penurunan PER tersebut bisa disebut wajar karena performa

35
perusahaan dianggap bagus dengan naiknya laba serta menguntungkan
investor yang akan bergabung dengan turunnya harga saham. Pada tahun
2020, terjadi kenaikan PER yang begitu tinggi dengan penurunan harga
dan laba saham. Hal tersebut dianggap tidak wajar karena penurunan laba
yang dratis menunjukkan performa perusahaan yang kurang berkembang
baik dari tahun sebelumnya. Harga saham yang turun, belum tentu
menguntungkan investor karena aspek laba yang tidak terpenuhi.

3) Dividend Payout Ratio (DPR).


Tahun 2018 : Total dividen / laba bersih
= 153.490/421.735 (dalam juta rupiah)
= 0,36
= 36%
Tahun 2019 : Total dividen / laba bersih
= 123.308 / 462.544 (dalam juta rupiah)
= 0,27
= 27%
Tahun 2020 : Total dividen / laba bersih
= 183.791/ 305.462 (dalam juta rupiah)
= 0,60
= 60%
Hasil: Dividend payour ratio (rasio pembayaran dividen) ini sangat
penting bagi informasi terhadap investor karena sebagian besar investor
pasti menginginkan arus dividen yang berkelanjutan sehingga arus yang
konsisten lebih penting daripada tinggi rendahnya rasio. Namun tergantung
dari investor itu sendiri, biasanya investor yang menginginkan laba jangka
pendek akan lebih memilih berinvestasi di perusahaan yang dividend
payout ratio nya tinggi sedangkan jika investor yang menginginkan laba
yang signifikan dan berkembang akan lebih memilih berinvestasi di
perusahaan yang dividend payout ratio nya tidak terlalu rendah dan tidak
terlalu tinggi.

36
Jika dilihat dari data perusahaan PT Blue Bird Tbk 3 tahun terakhir
(2018, 2019, 2020), sempat terjadi penurunan dividen pada 2019 dari 36%
menjadi 27% serta mengalami kenaikan yang drastis pada 2020 menjadi
60%, itu menunjukkan bahwa kinerja operasional perusahaan tersebut
sempat menurun karena beberapa faktor namun PT Blue Bird Tbk
membuktikan pada tahun 2020 kinerja membaik sehingga dividen dapat
melonjak tinggi.

4) Dividend Yield Ratio.


Tahun 2018 : (Total dividen/harga saham) / EPS
= (153.490/3.460) / 170
= 0,261 = 26,1%
Tahun 2019 : (Total dividen/harga saham) / EPS
= (123.308/2.870) / 183
= 0,235 = 23,5%

Tahun 2020 : (Total dividen/harga saham) / EPS


= (183.791/2.490) / 126
= 0,586 = 58,6%
Hasil: Dividend Yield Ratio juga penting untuk dianalisis untuk
mengetahui potensi passive income dari saham yang dimiliki oleh investor.
Dari data PT Blue Bird Tbk 3 tahun terakhir (2018, 2019, dan 2020),
terlihat bahwa pada tahun 2019 hanya mengalami penurunan sedikit dari
tahun 2018 yaitu sebesar 2,6% namun pada tahun 2020 mengalami
perkembangan yang baik dengan kenaikan rasio sebesar 35,1% yang mana
itu menunjukkan bahwa investor memiliki passive income yang tidak
sedikit pada perusahaan PT Blue Bird Tbk.

f. Analisis Kebangkrutan
Rumus :
6,56WC/TA+3,26RE/TA+6,72EBIT/TA+1,05MVE/BVD
Kriteria :

37
Z-Score > 2,6 = Kesehatan financial perusahaan bagus dan aman dari
kebangkrutan
1,1 <= Z-Score < 2,6 = Kesehatan financial perusahaan nutuh perhatian khusus
agar aman dari kebangkrutan
Z-Score < 1,1 = Kesehatan financial perusahaan tidak bagus dan berpotensi
mengalami kebangkrutan
Data 2018
Akun Nilai (dalam juta)
WC (Aset lancar-utang lancar) 335.275
TA 6.516.487
RE 2.092.455
EBIT 562.177
MVE 2.762.984
BVD 1.585.562

Data 2019
Akun Nilai (dalam juta)
WC (Aset lancar-utang lancar 456.786
TA 6.955.157
RE 2.424.410
EBIT 606.175
MVE 2.762.984
BVD 1.689.996

Data 2020
Akun Nilai (dalam juta)
WC (Aset lancar-utang lancar 185.270
TA 7.424.304
RE 2.546.205
EBIT 413.962
MVE 2.762.984
BVD 2.016.202

Perhitungan :
Rumus 2018 2019 2020
6,56(WC/TA) 0,337513755 0,430833719 0,163701702
3,26(RE/TA) 1,046791515 1,136362069 1,118034539
6,72(EBIT/TA) 0,579734056 0,585679949 0,37469164

38
1,05(MVE/BVD) 1,829719178 1,716650927 1,43890999
Z – ACORE 3,793758505 3,869526665 3,095337871
Average Z-SCORE 3,58620768

Hasil: Pada perhitungan analisis kebangkrutan (Z-Score) didapatkan


rata-rata nilai Z-score pada PT Blue Bird Tbk 3 tahun terakhir (2018, 2019, dan
2020) yaitu sebesar 3,58620768. Artinya nilai Z-score > 2,6. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Blue Bird Tbk memiliki kesehatan finansial yang
bagus dan aman dari kebangkrutan.

39
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis Laporan Keuangan PT Blue Bird Tbk Tahun 2018-2020,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
3.1.1. Analisis Perbandingan.
Jumlah aktiva maupun pasiva terus mengalami peningkatan namun
pengelolaannya belum maksimal sehingga laba yang dihasilkan masih bersifat
fluktuatif.
3.1.2. Analisis Rasio.
a. Rasio Liquiditas.
Pada rasio likuiditas rata-rata menghasilkan nilai melebihi angka 1
menunjukkan bahwa PT Blue Bird Tbk ini sehat karena kewajiban jangka
pendek perusahaan dapat ditutup sepenuhnya.
b. Rasio Solvabilitas.
Pada rasio solvabilitas menghasilkan nilai kurang dari 1 menunjukkan bahwa
PT Blue Bird Tbk ini sehat karena mampu menutupi seluruh utangnya dengan
menggunakan seluruh aset.
c. Rasio Aktivitas.
PT Blue Bird Tbk mampu mengelola dengan baik modal kerja perusahaannya
sehingga membuat perputaran modal kerjanya meningkat, namun PT Blue Bird
Tbk tidak cukup baik dalam mengelola aktivitasnya sehingga tidak sebanding
dengan pendapatannya yang berarti ada penurunan kemampuan perusahaan
dalam menggunakan aktiva tetap untuk menghasilkan penjualan. Selain itu,
perusahaan secara konsisten mampu merubah piutang usahanya menjadi kas
walaupun rata-rata pengumpulan piutang dapat dikatakan tidak cukup baik
karena hampir melewati 90 hari jatuh tempo.
d. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas.
PT Blue Bird Tbk menunjukkan kinerja yang tidak terlalu baik dapat dilihat
dari beban-beban operasi yang mengalami kenaikan sedangkan penjualannya
menurun hal ini dikarenakan PT Blue Bird Tbk belum maksimal mengelola

39
modal maupun asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan yang ingin
dicapai.
e. Analisis Rasio Pasar.
Penurunan laba PT Blue Bird Tbk secara dratis menunjukkan menunjukkan
performa perusahaan yang kurang berkembang baik dari tahun sebelumnya
sehingga kurang menguntungkan jika berinvestasi dengan PT Blue Bird Tbk.
f. Analisis Kebangkrutan.
PT Blue Bird Tbk memiliki kesehatan finansial yang bagus dan aman dari
kebangkrutan.

3.2. Saran
Sebaiknya PT Blue Bird Tbk meningkatkan pengelolaan aktivitas maupun
dalam penggunaan aktiva serta harus lebih selektif terhadap beban-beban operasi
yang dikeluarkan agar dapat menghasilkan laba yang ingin dicapai. Apabila laba
atau keuntungan terus meningkat maka investor pun akan tertarik untuk
berinvestasi.

40
DAFTAR PUSTAKA

https://ardra.biz/ekonomi/ekonomi-keuangan-manajemen-keuangan/analisis-rasio-
keuangan-perusahaan/analisis-rasio-keuangan-solvabilitas/
www.duniainvestasi.com/bei/prices/stock
https://dosenakuntansi.com/rasio-profitabilitas
http://ghurfatulilmi.blogspot.com/2016/10/cross-section.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_tren
https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-per-price-earning-ratio-rasio-harga-
terhadap-pendapatan-rumus-per/
http://kjaved.com/2018/04/01/rasio-keuangan/
https://www.jurnal.id/id/blog/format-laporan-keuangan/
https://www.jurnal.id/id/blog/rasio-keuangan-mengenal-rasio-prospek-pasar/
https://www.jurnal.id/id/blog/rasio-keuangan-mengenal-rasio-prospek-pasar/
https://www.jurnal.id/id/blog/rasio-profitabilitas-pengertian-fungsi-jenis-dan-
contoh-terlengkap/
https://www.kajianpustaka.com/2013/03/metode-altman-z-score.html
http://www.sahamgain.com/2016/09/analisis-rasio-keuangan-rasio-pasar
http://www.sahamgain.com/2017/04/rumus-altman-z-score-untuk-prediksi
https://www.yuksinau.id/laporan-keuangan/

Anda mungkin juga menyukai