Anda di halaman 1dari 79

PENGARUH KONSELING GIZI DENGAN METODE “BRIEF

COUNSELING 5A” TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN


PERILAKU KONSUMSI PROTEIN DAN SUPLEMEN PADA MEMBER
FITNESS CENTER

Proposal Penelitian

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


studi pada Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
DYAH OKTAVIANI
22030116120055

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. 2


DAFTAR TABEL ...................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. 5
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 6
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 6
B. Rumusan Masalah............................................................................ 10
C. Tujuan ............................................................................................. 10
D. Manfaat ........................................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 12
A. Telaah Pustaka ................................................................................. 12
a. Latihan beban.............................................................................. 12
b. Pengetahuan ................................................................................ 15
c. Sikap ........................................................................................... 20
d. Perilaku ....................................................................................... 24
e. Konseling gizi ............................................................................. 34
B. Kerangka teori ................................................................................. 40
C. Kerangka konsep ............................................................................. 41
D. Hipotesis.......................................................................................... 42
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 43
A. Ruang lingkup penelitian ................................................................. 43
B. Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................................... 43
C. Subjek Penelitian ............................................................................. 44
D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional ................................... 46
E. Prosedur Penelitian .......................................................................... 50
F. Alur Penelitian ................................................................................. 52
G. Pengumpulan data............................................................................ 53
H. Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 59

2
LAMPIRAN ............................................................................................. 64
A. Form Informed Consent ................................................................... 64
B. Kuesioner Identitas Responden ........................................................ 65
C. Kuesioner Penelitian ........................................................................ 68
D. Food Recall 1x24 jam ...................................................................... 75
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ................................. 76

3
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Definisi Operasional .................................................................... 47

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Teori Precede-Proceed oleh Green dan Kreuter 2008 .... 25
Gambar 2. Kerangka Teori ........................................................................ 40
Gambar 3. Kerangka Konsep .................................................................... 41
Gambar 4. Skema Penelitian ..................................................................... 44
Gambar 5. Alur Penelitian ......................................................................... 52

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fitness center merupakan salah satu tempat kebugaran yang sedang
populer dan berkembang saat ini. Seiring dengan perkembangan zaman,
keinginan masyarakat untuk hidup sehat dan praktis menjadikan pusat
kebugaran sebagai tempat yang dituju untuk memperoleh manfaat
kesehatan. Selain karena alasan kebugaran, tujuan seseorang melakukan
olahraga di pusat kebugaran adalah untuk membentuk tubuh,
memperbesar otot serta menurunkan berat badan dalam rangka
memperbaiki penampilan.1–3
Latihan beban merupakan salah satu aktifitas fisik yang sering
dilakukan untuk membentuk otot sebab gerakan dasar mendorong dan
menarik pada latihan beban membuat otot tubuh menjadi kencang dan
langsing sehingga otot tubuh dapat terlihat menonjol. 4 Namun, pada
seseorang yang melakukan pembentukan otot seringkali ditemukan
penerapan pola diet yang kurang tepat, seperti mengonsumsi protein yang
berlebihan baik yang berasal dari makanan maupun suplemen demi
mendapatkan bentuk otot yang diinginkan.5
Pola makan penggiat latihan angkat beban pada umumnya
mengkonsumsi setidaknya 1,6 – 2,2 gram protein per kilogram berat
badan per hari untuk mendapatkan hasil yang optimal.6 Sebuah penelitian
pada subjek atlet binaraga menunjukkan bahwa rerata tingkat asupan
protein berlebih pada binaraga mencapai 448,47% dari angka kecukupan
protein. Suplemen sendiri menyumbang rata-rata 19,6% dari keseluruhan
asupan protein, diantaranya adalah whey protein, whey gainer dan
amino.7
Menurut teori, protein berfungsi sebagai pembentuk otot sehingga
dijadikan pedoman bagi atlet. Namun konsumsi protein yang berlebihan
dalam jangka panjang sangat tidak dianjurkan karena akan menghasilkan

6
beban metabolik yang tidak diperlukan ginjal. Sebuah penelitian di
Amerika pada subjek dewasa sehat menunjukkan adanya peningkatan
estimated glomerular filtration rate (eGFR) dari konsumsi diet tinggi
protein yang dikhawatirkan dapat menurunkan fungsi ginjal apabila
dikonsumsi dalam jangka panjang.8 Penelitian lain pada bodybuilder
menujukkan bahwa asupan protein berlebih selama lebih dari 5 tahun
menyebabkan tingginya kadar ureum dan kreatinin dalam darah. 9 Pada
dasarnya, konsumsi suplemen tidak diperlukan lagi apabila seseorang
sudah mendapatkan asupan zat gizi yang cukup dari menu hariannya.
Penggunaan suplemen yang tidak tepat dalam jangka panjang dapat
menimbulkan risiko kesehatan. Sebuah penelitian di Turki pada pria
berusia 18 tahun mengindikasikan adanya hubungan antara penurunan
fungsi ginjal dengan konsumsi suplemen kreatin. Penelitian tersebut
melaporkan adanya peningkatan tekanan darah (150/90 mmHg), ureum
dan kreatinin serum (39,98 mmol/L dan 201,55 mmol/L), serta asam urat
(0,37 mmol/L) setelah mengonsumsi suplemen kreatin dengan dosis 1
g/d selama 6 minggu.10
Perilaku gizi yang baik memiliki peran yang penting dalam
mempengaruhi kesehatan dan menentukan keberhasilan program latihan.
Terbentuknya perilaku gizi yang baik dipengaruhi oleh pengetahuan,
sikap dan tindakan seseorang.11 Pengetahuan gizi merupakan
kemampuan seseorang dalam memahami konsep dan prinsip serta
informasi yang berhubungan dengan gizi, makanan dan kesehatan.
Pengetahuan gizi yang baik sangat berpengaruh dalam pemilihan jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Sikap adalah komponen penting dalam menentukan terbentuknya
perilaku seseorang. Dalam konsep perilaku kesehatan, disebutkan bahwa
sikap merupakan domain kedua setelah pengetahuan dalam tingkatan
perubahan perilaku pada atlet. Pengetahuan dan sikap akan saling
berinteraksi untuk membentuk suatu pola perilaku yang khas. 11 Hal ini
sejalan dengan penelitian di Surakarta yang menunjukkan bahwa terdapat

7
hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu hamil dengan perilaku
keteraturan mengonsumsi tablet Fe.12
Konseling gizi merupakan salah satu bentuk edukasi gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan merubah perilaku
makan seseorang menjadi lebih baik. Konseling gizi merupakan suatu
bentuk pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk menolong
individu dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik tentang
dirinya serta permasalahan yang dihadapi.13 Sebuah penelitian mengenai
efektivitas konseling gizi dalam merubah perilaku makan pada atlet
sepak bola di Pasaman Barat membuktikan bahwa terdapat peningkatan
pengetahuan dan sikap positif setelah dilakukan konseling gizi.
Penelitian lain yang dilakukan pada atlet sepakbola PS Kerinci Padang
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap yang
diikuti dengan peningkatan perilaku makan yang baik. 14,15
Brief Counseling merupakan salah proses pemberian informasi dan
edukasi secara singkat bagi klien dan setiap tahapnya fokus pada
pemberian solusi terhadap permaslahan yang dihadapi. Metode ini dinilai
lebih efektif dibanding dengan metode konvensional yang memerlukan
tenaga dan waktu yang lebih banyak dalam pelaksanaan konseling. Brief
counseling dijabarkan dalam 5 strategi, yaitu Assess, Advise, Agree,
Assist, dan Arrange. Konseling ini memiliki beberapa kelebihan yaitu
efisiensi waktu dan lebih praktis karena sudah ada penilaian terhadap
kondisi pasien. Selain itu, metode ini memiliki potensi untuk
meningkatkan keberhasilan konseling gizi dengan memfasilitasi
pengambilan keputusan pasien sehingga pasien berhak menentukan opsi
yang ingin dipilih. Kelemahan konseling singkat adalah tidak bisa
memberikan pengetahuan secara komprehensif dikarenakan konseling
hanya dilakukan dengan waktu relatif singkat. 16
Sebuah penelitian pada subjek dengan hipertensi menunjukkan
bahwa pemberian konseling dengan metode brief counseling-5A terbukti
dapat mengubah perilaku pasien dalam hal peningkatan aktifitas fisik dan

8
perbaikan asupan gizi. Penggunaan brief counseling-5A sebagai metode
konseling juga dapat merubah perilaku pasien secara signifikan terhadap
asupan lemak pada pasien hipertensi di RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin.17,18 Brief counseling-5A juga terbukti dapat meningkatkan
perilaku pasien DM-hipertensi dari aspek pengetahuan, kepatuhan
berobat dan perubahan lifestyle.19
Lokasi penelitian dilakukan di beberapa pusat kebugaran yang
terdapat di daerah Tembalang dan sekitarnya. Pusat kebugaran dalam
penelitian ini merupakan pusat kebugaran kategori 1, dimana pusat
kebugaran tersebut hanya memiliki fasilitas berupa area fitness. Pusat
kebugaran ini terbuka untuk umum, untuk semua kalangan dan memiliki
iuran yang harus dibayar jika ingin menjadi anggota atau ikut serta
didalamnya. Alat-alat yang tersedia juga sangat umum dan tidak mewah.
Pusat kebugaran kategori satu hanya memiliki alat kardio seperti
treadmill, sepeda stationer serta perlatan-peralatan dumble dan peralatan
weight training lainnya.
Hasil observasi beberapa pusat kebugaran kategori 1 yang ada di
daerah Tembalang dan sekitarnya (Summit Gym, Fitsoul Gym, Be Gym,
Oryza Gym, Anhessa Gym,dan Paus Gym) menunjukkan bahwa rata-rata
member fitness belum pernah mendapatkan konseling gizi, baik dari
tenaga kesehatan maupun personal trainer yang ada di pusat kebugaran
tersebut. Member fitness yang belum pernah mendapatkan konseling
rata-rata merupakan member fitness baru dan belum cukup lama berlatih
(<5 tahun). Personal trainer lebih banyak bertanggung jawab dalam hal
teknis, seperti memastikan member fitness berlatih secara aman,
membuat program latihan dan membantu member dalam menggunakan
alat-alat olahraga. Terkadang personal trainer memberikan saran terkait
dengan suplemen yang bisa digunakan oleh member fitness berdasarkan
pengalaman mereka dan memberikan edukasi seputar gizi apabila
terdapat member fitness yang bertanya. Dengan demikian, dapat

9
disimpulkan bahwa di beberapa pusat kebugaran yang telah dikunjungi
tidak terdapat sesi khusus konseling gizi bagi setiap member fitness.
Member fitness membutuhkan informasi gizi yang akurat untuk
dapat menunjang performa latihan dan mencegah terjadinya masalah
kesehatan di kemudian hari akibat kesalahan dalam mengonsumsi protein
dan suplemen. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan,
pemilihan model konseling dengan brief counseling dirasa tepat untuk
dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi protein
dan suplemen pada member fitness. Belum ada penelitan mengenai
pengaruh brief counseling pada subjek member fitness. Berdasarkan hal
tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh konseling dengan
metode brief counseling-5A terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku
makan pada member fitness center dalam mengonsumsi protein dan
suplemen.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan peneliti ingin
melihat apakah terdapat pengaruh konseling gizi dengan metode brief
counseling 5-A terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen pada member fitness center.

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh konseling gizi dengan metode brief
counseling 5-A terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen pada member fitness center.

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen pada member fitness center sebelum
dilakukan konseling gizi

10
b. Mendeskripsikan pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen pada member fitness center setelah
dilakukan konseling gizi
c. Menganalisis perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku
konsumsi protein dan suplemen pada member fitness center
sebelum dan sesudah dilakukan konseling gizi
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh konseling gizi terhadap peningkatan pengetahuan
gizi, perubahan sikap perilaku makan pada member fitness center dalam
mengonsumsi protein dan suplemen. Mengetahui hal tersebut,
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau pertimbangan
dalam memilih dan menerapkan praktik pemberian konseling yang tepat
dan efektif bagi atlet maupun member fitness center. Selain itu, penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan informasi atau rujukan
bagi penelitian selanjutnya.

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
a. Latihan beban
1. Pengertian latihan beban
Latihan beban adalah latihan kekuatan dengan menggunakan
beban eksternal. Latihan beban adalah latihan yang dilakukan secara
sistematis dengan menggunakan beban sebagai alat untuk
menambah kekuatan otot guna mencapai tujuan tertentu, seperti
memperbaiki kondisi fisik, mencegah terjadinya cidera atau untuk
tujuan kesehatan dan prestasi dalam cabang olahraga.20 Menurut
Djoko Pekik latihan beban merupakan suatu bentuk latihan yang
menggunakan media alat beban untuk menunjang proses latihan
dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran kekuatan otot,
kecepatan, pengencangan otot, hypertrophy otot, rehabilitasi,
maupun penambahan dan pengurangan berat badan. 21
Para pakar olahraga telah meyakini bahwa untuk membangun
kekuatan otot, metode yang efektif adalah dengan menggunakan
latihan beban (weight training), karena dengan metode ini intensitas
pembebanan bisa terukur dan bisa diatur dengan mudah dan tepat,
disesuaikan dengan tujuan latihan yang diinginkan.
Latihan beban dapat menggunakan berat badan sendiri atau
menggunakan beban bebas (free weight) seperti dumbbell, barbell,
atau mesin beban (gym machine). Latihan dengan beban berat badan
sendiri lebih cocok untuk membina daya tahan dan kekuatan otot.
Bentuk latihan yang banyak digunakan antara lain adalah: Chin-up,
push-up, sit-up atau back-up. Sedangkan latihan menggunakan
beban bebas lebih cocok untuk peserta yang sudah berpengalaman. 21
Latihan beban dengan beban bebas dapat memudahkan atlet (peserta
latihan) untuk mencapai kekuatan otot.

12
2. Prinsip-prinsip latihan beban
Prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan
atau dihindari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan. Prinsip-prinsip latihan memiliki peranan penting
terhadap aspek fisiologis dan psikologis bagi olahragawan. Prinsip-
prinsip latihan yang dipahami dengan benar akan menghindarkan
olahragawan dari rasa sakit dan cedera selama proses latihan.
Menurut Bompa (dalam Widiyanto) beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam latihan beban adalah :20
a. Prinsip beban berlebih (overload)
Prinsip beban berlebih pada dasarnya menekankan beban
kerja yang dijalani harus melebihi kemampuan yang dimiliki.
karena itu beban latihan harus mencapm ambang rangsang. Hal
ini bertujuan untuk merangsang penyesuaian fisiologis dalam
tubuh sehingga akan mendorong meningkatnya kemampuan
otot.
b. Prinsip peningkatan secara progresif
Prinsip beban progresif dapat dilakukan dengan
meningkatkan beban secara bertahap dalam suatu program
latihan. Bila telah terjadi adaptasi latihan, maka beban yang
berat akan terasa ringan, karena itu pembebanan terhadap otot
yang bekerja harus ditambah secara bertahap selama program
latihan beban berjalan. Peningkatan beban dapat dilakukan
dengan cara menambah repetisi, menambah set, memperpendek
waktu pemulihan atau menambah frekuensi.
c. Prinsip berkebalikan (reversibilitas)
Kemampuan otot yang telah dicapai akan berangsur-angsur
menurun bahkan bisa hilang sama sekali, jika tidak latihan.
Kualitas otot akan menurun kembali apabila tidak dilatih secara
teratur dan kontinyu. Karena itu rutinitas latihan mempunyai

13
peranan penting dalam menjaga kemampuan otot yang telah
dicapai.
d. Prinsip pulih asa (recovery)
Program latihan yang baik harus dicantumkan waktu
pemulihan yang cukup. Dalam latihan beban waktu pemulihan
antar set harus diperhatikan. Jika tidak diperhatikan, atlet akan
mengalami keielahan yang berat dan penampilannya akan
menurun. Recovery bertujuan untuk menghasilkan kembali
energi, dan membuang asam laktat yang menumpuk di otot dan
darah.
3. Takaran latihan
Kualitas latihan ditentukan dari takaran latihan yang tepat dan
berguna untuk keberhasilan program latihan yang akan dicapai.
Takaran latihan beban yang dimaksud masuk ke dalam konsep FIT
(Frekuensi, Intensity dan Time).
a. Frekuensi
Frekuensi menunjukkan bahwa pada jumlah latihan per
minggu. Frekuensi latihan yang baik untuk endurance training
adalah 2-5 kali per minggu dan untuk anaerobic training adalah
3 kali per minggu. Untuk olahragawan sprinter 5 kali per
minggu dan 6-7 kali per minggu untuk atlet endurance.
b. Intensitas
Intensitas adalah ukuran yang menunjukkan kualitas
(mutu) suatu rangsang atau perbebanan. Beberapa cara untuk
menentukan besarnya ukuran intensitas, antara lain :
a) Denyut jantung
Denyut jantung per menit sebagai ukuran intensitas
dihitung berdasarkan denyut jantung maksimal.denyut jantung
maksimal dapat dihitung menggunakan rumus : Denyut
Jantung Per Menit (DJM) = 220 – usia.
b) Durasi latihan (Time)

14
Durasi adalah ukuran yang menunjukkan lamanya waktu
pemberian rangsang. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa durasi menunjukkan pada lama waktu yang digunakan
untuk latihan.

b. Pengetahuan
1. Pengetahuan secara umum
Pengetahuan secara umum adalah hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimiliki dan dipengaruhi
oleh perhatian dan perseprsi terhadap objek. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera pengelihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pengelihatan dan
pendengaran. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan,
informasi, dan pengalaman. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk sikap dan tindakan atau
perilaku seseorang.22
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung
dua aspek, yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek
ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak
aspek positif dan objek yang diketahui maka akan menimbulkan
sikap positif terhadap objek tertentu. Pengetahuan dibagi
menjadi 6 tingkatan, yaitu :23
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya (recall). Tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk mejelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui serta dapat
menginterpretasikan materi yang telah diberikan secara

15
benar. Seseorang yang telah paham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan,
menyimpulkan, dan menerapkannya.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi memiliki arti sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi
sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan sebagai aplikasi
hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip.
4) Analisis (Analysis)
Analisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menjabarkan atau menjelaskan, kemudian mencari hubungan
antara komponen-komponen yang terdapat di dalam suatu
objek yang diketahui. Jika seseorang sudah dapat
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat
diagram terhadap suatu materi makan orang tersebut telah
sampai pada tingkat analisis.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang
logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Sintesis dapat dikatakan kemampuan seseorang untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi memiliki kaitan yang erat dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan penilaian terhadap objek
tertentu. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditemukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat.

16
2. Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan
yang meliputi zat gizi, sumber zat gizi, makanan yang aman
untuk dikonsumsi, dan cara pengolahan makanan yang baik.
Sedangkan pengetahuan gizi olahraga didefiniskan sebagai
pengetahuan seseorang akan konsep dan proses-proses yang
berhubungan dengan pemenuhan gizi untuk menunjang
performa olahraga.
Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku dalam pemilihan makan. Pengetahuan yang
kurang serta penerapan konsep pengetahuan yang salah
mengenai kebutuhan gizi seseorang dan nilai pangan dapat
mempengaruhi status gizi seseorang. Pengetahuan yang dimiliki
seseorang tentang gizi dapat menuntun dalam pemilihan
makanan yang akan dikonsumsi, baik dari segi kualitas, variasi,
maupun cara penyajian makan yang baik dan benar.
Pengelompokan pengetahuan gizi menurut Ali Khomsan
yaitu :24
a. Baik : > 80% jawaban benar
b. Cukup : 60-80% jawaban benar
c. Kurang : <60% jawaban benar
Pendidikan dan pengetahuan gizi menjadi landasan yang
menentukan konsumsi pangan seseorang. Semakin baik
pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan
kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Orang yang
semakin baik pengetahuan gizinya akan lebih banyak
mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuannya
dibandingkan panca inderanya sebelum mengonsumsi
makanan.25

17
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan
1) Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang, semakin bertambah usia maka semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Setelah melawati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap
dan pola pikir seseorang akan menurun. Rentang umur 36-
45 merupakan usia matang, dimana seseorang pada umur
tersebut akan memiliki pola tangkap dan daya pikir yang
baik sehingga pengetahuan yang dimilikinya juga akan
semakin membaik. Sebagaimana hasil penelitian yang
dilakukan pada responden dewasa akhir menunjukkan
bahwa usia merupakan factor yang dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang. Dalam penelitian tersebut
diketahui responden berada pada kelompok dewasa akhir
memiliki pengalaman yang lebih banyak dibandingan
dengan responden yang berusia lebih muda. Makin tua
umur seseorang keterpaparan informasi semakin banyak,
ditambah dengana adanya minat untuk mencari informasi.26
2) Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin memungkinkan adanya
persepsi yang berbeda sehingga dapat mempengaruhi
pengetahuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Dalam teori pendekatan sosial jenis kelamin dan literatur
dari Gillgan (dalam Carter), laki-laki dan perempuan
mengevaluasi dilema etis secara berbeda. Menurut teori
tersebut, pria lebih cenderung melakukan perilaku kurang
etis dikarenakan mereka lebih fokus pada kesuksesan
secara kompetitif dan cenderung mengabaikan aturan demi
kesuksesan. Berbeda dengan kemampuan kognitif wanita
yang lebih berorientasi pada tugas dan kurang kompetitif. 27

18
3) Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat
kemampuan seseorang dalam memahami dan menyerap
pengetahuan yang telah diperoleh. Umumnya, pendidikan
mempengaruhi suatu proses pembelajaran. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang semakin baik tingkat
pengetahuannya.
4) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu proses dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang telah diperoleh dalam memecahkan
masalah yang dihadapi saat masa lalu dan dapat digunakan
dalam upaya memperoleh pengetahuan.
5) Informasi
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi
perantara dalam menyampaikan informasi. Hal ini akan
mempengaruhi kemampuan seseorang dan semakin banyak
sumber informasi yang diperoleh makan semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki.28 Media informasi untuk
komunikasi massa terdiri dari media cetak yaitu surat kabar,
majalah, buku, dan untuk media elektronik, yaitu radio, TV,
film dan sebagainya. Penelitian terkait dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi pengetahuan membuktikan bahwa
sumber informasi yang tepat dengan informasi yang benar
dapat berpengaruh terhadap pengetahuan individu.
Informasi yang didapatkan akan mempengaruhi keputusan
yang akan mempengaruhi tindakan seseorang. 26
6) Sosial ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi


kebutuhan sosial ekonomi mempengaruhi tingkat

19
pengetahuan dan perilaku seseorang.29 Status ekonomi
mempengaruhi pengetahuan dengan tersedianya suatu
fasilitas yang dibutuhkan. Hal ini berhubungan pula dengan
kesempatan seseorang dalam memperoleh informasi karena
adanya fasilitas atau media informasi. Pekerjaan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan. Ditinjau dari jenis pekerjaan yang sering
berinteraksi dengan orang lain lebih banyak
pengetahuannya bila dibandingkan dengan seseorang yang
bekerja tanpa adanya interaksi. Pada penelitian terkait
hubungan pekerjaan terhadap pengetahuan membuktikan
bahwa terdapat hubungan status pekerjaan dengan
pengetahuan dan persepsi seseorang. Hal ini dikarenakan
pekerjaan membuat intensitas interaksi individu dengan
individu lainnya semakin luas, sehingga keterpaparan
individu terhadap informasi juga semakin besar. 30

c. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap (attitude) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang
untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap
rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek
rangsangan.31 Sikap merupakan afeksi positif atau negatif yang
berhubungan dengan beberapa objek psikologis. Sikap belum
bisa dikatakan sebagai tindakan atau aktivitas, melainkan berupa
kecenderungan (tendency) atau presidposisi bagi seseorang untuk
berperilaku. Sikap merupakan suatu pola perilaku, tendensi, atau
kesiapan antisipatif predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam
situasi sosial atau secara sederhana sikap merupakan suatu respon
terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. 32

20
2. Komponen Sikap
Menurut George J. Mouly (dalam Azwar), struktur sikap
terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang dan terkait,
yaitu :29
1) Komponen Afektif
Komponen afektif adalah perasaan yang menyangkut aspek
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap,
sehingga timbul rasa senang-tidak senang, takut-tidak takut.
2) Komponen Kognitif
Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang
berhubungan dengan belief, idea atau konsep terhadap objek
sikap, komponen kognitif ini merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh pemilik sikap mengenai apa yang berlaku dan
benar bagi seseorang.
3) Komponen Behavioral
Komponen behavioral adalah aspek kecenderungan
berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki
seseorang.
Ketiga komponen tersebut harus berjalan selaras, apabila
salah satu tidak bersikap konsisten maka akan menimbulkan
mekanisme perubahan sikap.29 Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan suatu predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk
berekasi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek. Sikap terdiri dari beberapa
tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving), dapat diartikan bahwa seseorang
(subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek).
b. Merespon (responding), dapat diartikan bahwa subjek dapat
menjawab apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

21
tugas yang diberikan merupakan salah satu indikasi bahwa
subjek menerima stimulus yang diberikan.
c. Menghargai (valuating), merupakan indikasi adanya ajakan
kepada orang lain untuk menghargai atau mendiskusikan
suatu masalah dengan orang lain.
d. Bertanggung jawab (responsible), merupakan bentuk sikap
seseorang yang paling tinggi, karena orang tersebut dapat
mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko yang ada.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap


Menurut Azwar S faktor-faktor yang mempengaruhi sikap,
yaitu :29
1) Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan
sikap apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang
kuat. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor
emosional.
2) Faktor emosional
Sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
3) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki
sikap yang konformis atau searah dengan sikap seseorang
yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting
tersebut.

22
4) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-
individu masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa
disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap
kita terhadap berbagai masalah.
5) Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau
media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual
disampaikan secara obyektif berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
6) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan
lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan.
Tidaklah mengherankan apabila pada gilirannya konsep
tersebut mempengaruhi sikap.

4. Penilaian Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran
secara langsung dapat dilakukan dengan metode wawancara.
Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan
pengisian kuesioner.24

Penilaian sikap seseorang dapat diukur dengan beberapa


metode, antara lain measurement by scales, measurement by
rating, dan indirect method. Penilaian sikap yang sering
digunakan adalah metode measurement by scales. Measurement
by scales di kelompokkan menjadi dua yaitu : skala sikap Likert
dan skala sikap Thorstone. Skala sikap Likert tersusun atas
beberapa pernyataan positif dan pernyataan negatif, dimana
memilik lima kemungkinan jawaban yaitu sangat setuju, setuju,
kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pernyataan

23
positif dapat diberikan skor , yaitu : Sangat setuju (SS) = 5; Setuju
(S) = 4; Kurang Sejutu (KS) = 3; Tidak setuju (TS) = 2; Sangat
tidak setuju (STS) = 1. Sedangkan untuk pernyataan yang negatif
diberikan skor sebaliknya, yaitu : Sangat setuju (SS) = 1; Setuju
(S) = 2; Kurang Sejutu (KS) = 3; Tidak setuju (TS) = 4; Sangat
tidak setuju (STS) = 5.

d. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku menurut Notoatmodjo merupakan semua kegiatan
atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung,
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Skinner (dalam
Notoamodjo) menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi
oleh respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar.11
Salah satu teori yang dapat digunakan sebagai alat untuk
merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan adalah teori
Precede-Proceed oleh Lawrence Green. Pada teori perilaku
kesehatan precede-proceed menjelaskan bahwa sebuah perilaku
dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yaitu :11
1) Faktor predisposisi, yaitu faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,
pendidikan, sikap, keyakinan, tradisi, nilai, kepercayaan, usia,
dan sebagainya.
2) Fakor pendukung, adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku seseorang, seperti ketersediaan
sumber-sumber atau fasilitas, seperti fasilitas kesehatan,
fasilitas olahraga, makanan bergizi, uang, dan sebagainya.
3) Faktor penguat, adalah faktor yang menguatkan seseorang
untuk berperilaku sehat ataupun berperilaku sakit, mendorong
dan memperkuat terjadinya perilaku, seperti

24
pengaruh/dorongan dari orang lain, regulasi/peraturan
Undang-Undang, dan sebagainya.

Berikut merupakan skema teori precede-proceed oleh


Lawrence Green.

PRECEDE
Fase 4 Fase 3 Fase 2
Fase 5 Fase 1
Diagnosis Diagnosis Diagnosis
Diagnosis kebijakan Diagnosis
pendidikan dan perilaku dan epidemiologi
dan administrasi sosial
organisasional lingkungan

Faktor
Predisposisi
PROMOSI
KESEHATAN Perilaku dan
Pendidikan Kebiasaan
Kesehatan
Faktor Penguat
Kesehatan Kualitas Hidup

Kebijakan Faktor Lingkungan


regulasi Kemungkinan
organisasi

Fase 6 Fase 7 Fase 8 Fase 9


Implementasi Evaluasi proses Eavaluasi dampak Evaluasi hasil

PROCEED
Gambar 1. Skema Teori Precede-Proceed oleh Green dan Kreuter 2008

25
2. Perilaku Makan
Perilaku makan menurut Notoatmodjo adalah respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap,
dan praktik terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung
di dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan dan sebagainya. 11
Menurut Koentjaraningrat perilaku makan adalah cara seseorang
berpikir atau berpengetahuan, berperasaan, dan perpandangan,
tentang makan. Perilaku makan adalah tingkah laku manusia atau
sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makanan
yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan. 33

3. Faktor yang mempengaruhi perilaku makan


a. Faktor internal
1) Faktor fisik
Adanya perubahan fisik, khususnya berat badan dan
bentuk tubuh akan meningkatkan risiko seseorang untuk
mencemaskan berat badannya. Karena kehawatiran inilah,
seseorang berusaha untuk membentuk badan yang ideal
dengan menerapkan suatu perilaku makan yang dipercaya
dapat membentuk bentuk tubuh menjadi lebih baik.
2) Faktor psikologis
Faktor psikologis, seperti ketidakpuasan terhadap
citra tubuh yang negatif yang menjadi salah satu penyebab
konsep diri yang kurang baik. Adanya kesadaran diri
bahwa bentuk fisik tidak seperti yang diharapkan akan
mendorong seseorang mencari jalan untuk memperbaiki
penampilan fisik, salah satunya dengan merubah perilaku
makan.31

26
b. Faktor eksternal
1) Sosial Budaya
Menurut Sulistyoningsih, budaya mempengaruhi
perilaku seseorang dengan menentukan apa yang akan
dimakan, bagaimana pengolahan, persiapan dan
penyajiannya, serta kapan seseorang boleh atau tidak
mengonsumsi suatu makanan dan bagaimana pangan
tersebut dikonsumsi.34 Masyarakat sekarang lebih
menyukai perilaku kehidupan modern yang serba praktis,
seperti mengonsumsi makanan cepat saji yang tinggi
kalori, tinggi lemak, tinggi kolesterol, tinggi garam dan
rendah serat, sedangkan pola makan tradisional yang
tinggi karbohidrat dan rendah lemak tidak lagi diminati. 35
2) Ekonomi
Menurut Gibney, seseorang yang tergolong dalam
kelompok kelas sosial yang lebih tinggi cenderung
memiliki perilaku makan yang sehat.33 Adanya
kemampuan daya beli yang lebih mendorong untuk dapat
mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang diinginkan.
Menurut Abdul Kadir, golongan masyarakat ekonomi
kuat mempunyai kebiasaan makan yang cenderung
banyak, dengan konsumsi rata-rata melebihi angka
kecukupannya. Sebaliknya masyarakat ekonomi paling
lemah, mereka mempunyai kebiasaan makan yang
memberikan nilai gizi dibawah kecukupan jaumlah
maupun mutunya.35
3) Norma sosial
Perilaku yang dapat diterima oleh lingkup sosial
seseorang, dalam kaitannya dengan makanan,
berpengaruh kuat terhadap pemilihan makanan. Hal ini
ditunjukkan melalui tekanan oleh teman sebaya (peer

27
pressure) dan memperkuat keyakinan orang tersebut
tentang makanan. Kuswardani dalam penelitiannya
mengungkapkan bahwa teman sebaya di sekolah dapat
membentuk pola makan anak.34
4) Pengetahuan
Tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh
kemampuan berfikirnya. Perilaku manusia yang tidak
didasari dengan pengetahuan yang baik tidak akan
menimbulkan hasil yang baik pula. Pengetahuan
merupakan salah satu petimbangan seseorang dalam
memilih dan mengkonsumsi makanan. Semakin baik
pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin
memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang
dikonsumsinya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan
yang baik akan membentuk perilaku makan yang baik
dikarenakan seseorang akan lebih selektif dan memahami
akan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari perilaku
makan yang kurang baik.
5) Media massa
Media baik media cetak maupun eletronik dikatakan
juga sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya penyimpangan perilaku makan. Adanya iklan-
iklan produk makanan cepat saji di televisi dapat
meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya. Menurut Gibney dkk dampak
media dan iklan diketahui meningkatkan pengetahuan
akan merk dagang produk makanan, menimbulkan sikap
positif terhadap makanan dan mengubah kepercayaan,
tetapi penelitian jangka panjang yang memantau dan
mengukur efek ini hanya sedikit.33

28
4. Perilaku makan pada penggiat latihan beban
a. Perilaku konsumsi protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot
molekul tinggi yang merupakan polimer dan monomer-
monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
dengan ikatan peptida. Menurut teori, protein merupakan zat
gizi yang dianggap penting terutama dalam membentuk
massa otot. Selain itu, dalam dunia olahraga protein
berfungsi untuk meningkatkan massa otot dan komposisi
tubuh, mempercepat pemulihan, meningkatkan komposisi
tubuh, serta meningkatkan kapasitas antioksidan dan
performa tubuh.36 Secara tradisional, atlet ataupun seseorang
yang membutuhkan peningkatan massa otot memerlukan
lebih banyak konsumsi protein, seperti daging, telur, ikan,
ayam dan bahan makanan sumber protein lainnya.
Hasil penelitian mutakhir membuktikan bahwa bukan
ekstraprotein yang membentuk otot, melainkan jenis latihan.
Namun kenyataannya, sampai saat ini para penggiat olahraga
latihan beban, khusunya binaraga masih memiliki keyakinan
bahwa untuk mendapatkan massa otot yang diinginkan harus
mengonsumsi protein dengan jumlah melebihi kebutuhan.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa sebanyak 100% subjek
penggiat latihan beban mengonsumsi protein yang melebihi
kecukupan per harinya (448,47% AKP).7 Penelitian lain
mengenai asupan protein pada bodybuilder mengatakan
bahwa rerata asupan protein yang didapat dari makanan
9
sebesar 95-724% dari angka kecukupan protein (AKP).
Para bodybuilder setidaknya mengonsumsi ≥2,2 gram
protein/kgBB per harinya.10

29
Kecukupan protein memiliki peran penting pada
perkembangan tulang, yaitu dalam mempengaruhi peak bone
mass. Asupan protein yang rendah dapat merugikam
perolehan masa tulang selama pertumbuhan dan cadangan
selama dewasa, namun defisit protein dewasa dapat diatasi
dengan pemberian zat gizi yang adekuat. 37 Disisi lain,
konsumsi protein yang berlebihan sangat tidak dianjurkan
dan sebaiknya dihindari. Diet tinggi protein dapat
menimbulkan efek diuretik dan berpotensi menyebabkan
dehidrasi. Hal ini berkaitan dengan meningkatnya ekskresi
urea dan sisa-sisa dari produksi nitrogen. Oleh sebab itu,
peningkatan konsumsi protein harus diimbangi dengan
peningkatan konsumsi cairan, apabila tidak maka akan
berakibat pada kekurangan cairan atau dehidrasi.38 Diet
tinggi protein juga dihubungkan dengan potensi terjadinya
disfungsi ginjal. Konsumsi diet tinggi protein menunjukkan
adanya peningkatan level glumerolus filtration rate (GFR)
pada subjek dengan kondisi ginjal yang sehat maupun subjek
dengan gangguan ginjal.8 Penelitian lain yang melibatkan
subjek bodybuilder menujukkan bahwa asupan protein
berlebih selama lebih dari 5 tahun menyebabkan tingginya
kadar ureum dan kreatinin9 dalam darah yang dikhawatirkan
dapat berefek pada kerusakan ginjal.

b. Perilaku konsumsi suplemen


Suplemen protein merupakan salah satu suplemen yang
popular digunakan dalam dunia olahraga. Meski penggunaan
food supplement menguntungkan bagi kesehatan, namun jika
penggunaannya salah akan justru membahayakan kesehatan
seseorang. Penggunaan suplemen perlu memperhatikan
aturan pakainya serta suplemen hanya diperuntukkan bagi

30
mereka yang betul-betul membutuhkan. Saat ini suplemen
sudah menjadi sesuatu yang wajib dikonsumsi untuk dapat
meningkatkan massa dan kekuatan otot. Penggunaan
suplemen pada atlet dipercaya dapat meningkatkan ukuran
otot, sehingga kekuatan otot akan bertambah dan dapat
mengurangi lemak tubuh. Alasan lain dari penggunaan
suplemen adalah dikarenakan suplemen dirasa lebih praktis
dan memberikan hasil yang lebih cepat.
Sebuah penelitian pendahuluan terhadap member fitness
center Hotel Danau Toba menjelaskan bahwa sebagian besar
membernya mengonsumsi suplemen protein, dengan tujuan
untuk membantu membentuk otot yang ideal. 4 Suatu
penelitian menerangkan bahwa rata-rata asupan protein para
member fitness berlebih dikarenakan mereka mengonsumsi
suplemen protein.7
Menurut Adrian (dalam Frenki dan Mesnan) suplemen
yang biasa dikonsumsi dengan tujuan untuk membantu
pembentukan otot, antara lain antara lain protein powder,
asam amino, weigh gainers, creatine powder, ZMA dan
Prohormon.4
1) Protein Powder
Bubuk protein ini bisa dugunakan untuk membuat
minuman sehat, jus, bahkan kue dan roti berprotein
tinggi. Bubuk protein yang terkenal yang ada di pasaran
yang dijadikan suplemen untuk penambah massa otot,
antara lain whey protein, casein dan soy protein.
Sementara whey sendiri terdiri lagi dari beberapa jenis,
yaitu: Whey Protein Concentrate (WPC), Ion Exchange
Isolate, dan Cross Flow Microfiltered Whey.

31
2) Asam Amino
Amino lebih unggul dalam hal penyerapan dan
pemanfaatan oleh tubuh dibandingkan dengan whey
karena amino tidak butuh proses cerna melainkan
melalui proses enzymatic digestion. Dengan demikian
amino lebih tepat dikonsumsi sebelum latihan dan
sesudah latihan untuk menjaga dan memaintain massa
otot.
3) Weigh Gainers
Weigh gainers merupakan perpaduan bubuk protein
yang dikombinasikan dengan karbohidrat tinggi dan
beberapa mineral penting untuk metabolisme tubuh.
Kebradaan karbohidrat penting untuk otot, karena
karbohidrat merupakan sumber energi utama untuk
latihan dan memiliki efek muscle sparring yaitu apabila
mengonsumsi karbohidrat cukup maka tubuh tidak akan
mengkanibal otot untuk dijadikan sumber energi.
4) Creatine Powder
Banyak yang menganggap bahwa creatin adalah sebagai
pembesar otot, namun anggapan ini kurang tepat. Fungsi
utama creatin sebenarnya adalah untuk meningkatkan
stamina atau power otot. Creatin sanggup memperlama
kontraksi otot, sehingga performa latihan meningkat.
Creatin akan memperbanyak produksi ATP, zat yang
dapat memperlama kontraksi otot.
5) ZMA
ZMA adalah suplemen yang bersifat spesifik yang terdiri
dari kombinasi dosis tinggi antara vitamin B6, mineral,
zinc dan magnesium. Kombinasi ketiganya berdsarkan
riset telah terbukti mampu meningkatkan hormon
testosteron yang produksinya meningkat saat tidur.

32
Rekuperasi dan pertumbuhan otot bukan terjadi pada
saat latihan, tetapi pada saat tidur.
6) Prohormon mengandung precursor dari hormon
testosteron. Hormon ini selain memberikan karakteristik
pria atau andogenik, juga membuat tubuh menjadi
anabolic, artinya tubuh akan meretensi nitrogen
semaksimal mungkin untuk meningkatkan pembentukan
otot tubuh. Setelah mengonsumsi prohormon diharapkan
akan mengkonversi prekusor hormone menjadi hormon
testosteron yang sesungguhnya.
Konsumsi suplemen sebenarnya tidak diperlukan selama
kebutuhan akan nutrisi dapat dipenuhi secara lagsung dari
makanan yang dikonsumsi. Para ahli mengkhawatirkan akan
efek yang ditimbulkan setelah mengonsumsi suplemen
protein terlebih dalam jangka panjang. Asupan tinggi protein
dalam jangka lama menghasilkan beban metabolik yang
tidak diperlukan ginjal sehingga dapat menyebabkan
gangguan fungsi ginjal. Penelitian yang dilakukan pada
orang yang sehat membuktikan bahwa suplemen kreatin
secara oral dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal. 9
Pada penelitian yang dilakukan pada pegulat pria yang
mengonsumsi 0,3 g/kgBB suplemen kreatin selama 7 hari
mengalami peningkatan ekskresi formladehid pada urin. 39
Sedangkan pada penelitian lain yang melibatkan pria berusia
18 tahun yang diberikan suplementasi kreatin dalam jangka
pendek (20 g/hari selama 5 hari) dan dalam jangka panjang
(1 g/hari selama 6 minggu) mengalami hipertensi,
proteinurea, peningkatan serum ureum dan kreatinin serta
asam urat, serta adanya tubular nekrosis akut.10
Pada dasarnya penggunaan suplemen dimaksudkan
untuk memenuhi kekurangan zat gizi yang tidak dapat

33
terpenuhi dari makanan yang dikonsumsi, namun
penggunaan suplemen yang tidak tepat dalam jangka panjang
dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan. 9

e. Konseling gizi
1. Pengertian Konseling
Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses
komunikasi dua arah untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, serta perilaku sehingga membantu klien atau
pasien mengenali dan mengatasi masalah gizi melalui pengaturan
makanan dan minuman. Konseling gizi dilaksanakan oleh ahli
gizi/nutrisionis/dietisien. Konseling sebaiknya diberikan secara
individual bersamaan dengan terapi diit. Tujuan dari konseling
yaitu membantu klien dalam upaya merubah perilaku yang
berkaitan dengan gizi, sehingga meningkatkan status gizi dan
kesehatan klien.13
Konselor gizi merupakan tenaga kesehatan yang memiliki
latar belakang pendidikan gizi atau pendidikan kesehatam,
sedangkan sasaran konseling disebut sebagai klien. Setelah
dilakukan konseling gizi diharapkan individu atau keluarga
mampu mengambil langkah untuk mengatasi masalah terkait gizi,
termasuk perubahan sikap dan pola makan ke arah hidup yang
sehat. Dalam proses konseling, klien sangat penting diikut
sertakan dalam pengambilan keputusan dalam konseling gizi.
Memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan masukan
mengenai perubahan, kesediaan klien, serta untuk membuat
tujuan konseling. Proses konseling gizi juga membutuhkan
kombinasi antara keahlian dalam bidang gizi, fisiologi, dan
psikologi yang terfokus pada perubahan sikap dan perilaku
tentang makanan dan hubungannya dengan penyakit atau masalah
gizinya.13

34
2. Manfaat Konseling Gizi
Proses konseling dapat berjalan dengan baik bila terjadi
hubungan timbal balik yang saling membantu antara konselor
dengan klien. Hubungan timbal balik yang dimaksud adalah
melalui konseling terbentuk kesepakatan untuk bekerja sama,
melakukan komunikasi, dan terlibat dalam proses yang
berkesinambungan dalam upaya memberikan pengetahuan,
keterampilan, penggalian potensi, serta sumberdaya. Proses
konseling diharapkan dapat memberikan manfaat kepada klien
seperti :13
a. Membantu klien untuk mengenali permaslahan kesehatan dan
gizi yang dihadapi.
b. Membantu klien mengatasi masalah.
c. Mendorong klien untuk mencari cara pemecahan masalah
d. Mengarahkan klien untuk memilih cara pemecahan masalah
yang paling sesuai baginya.

e. Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan


gizi klien.

3. Langkah-langkah konseling gizi


Konseling gizi pada berbagai diet merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam proses asuhan gizi terstandar (PAGT)
atau Nutrition Care Process (NCP). Berdasarkan hal tersebut
maka tata laksana konseling gizi harus mengikuti langkah-
langkah PAGT untuk menjawab dan mengatasi masalah gizi yang
ada pada klien berdasarkan hasi; pengkajian dan diagnosis gizi.
Berikut ini adalah langkah-langkah konseling gizi :13
a. Membangun dasar konseling
Konselor harus memiliki keterampilan komunikasi yang
baik untuk membangun dasar konseling antara konselor dan
klien dalam hal menyambut klien dengan baik dan ramah,

35
membuat klien merasa nyaman, menciptakan hubungan yang
positif (rasa percaya diri, keterbukaan, kejujuran berekspresi).
Sebagai konselor sebaiknya menunjukkan sikap dapat
dipercaya dan kompeten dalam memberikan konseling gizi.
Setelah tercipta hubungnan yang baik antara konselor dengan
klien, konselor menyampaikan tujuan dilakukannya proses
konseling gizi sehubungan dengan masalah yang dihadapi oleh
klien.
b. Menggali permasalahan
Konseling gizi merupakan suatu proses yang di dalamnya
terdapat kegiatan pengumpulan, verifikasi, dan interpretasi
data yang sistematis dalam upaya mengidentifikasi masalah
gizi yang ada. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk
mendapatkan informasi atau data yang lengkap sesuai dalam
upaya mengidentifikasi masalah gizi terkait dengan masalah
asupan atau faktor lain yang menimbulkan masalah gizi.
c. Menegakkan diagnosa gizi
Langkah ini merupakan langkah kritis yang menjembatani
pengkajian gizi dengan intervensi gizi. Diagnosis gizi
merupakan kegiatan mengidentifikasi masalah gizi yang
aktual atau yang dapat berisiko menyebabkan terjadinya
masalah gizi. Diagnosis gizi diuraikan berdasarkan tiga hal,
yaitu komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah
gizi (etiology), dan tanda serta gejala adanya masalah gizi
(sign and symptom).
d. Intervensi gizi
Intervensi gizi merupakan suatu kegiatan yang dilaksanan
secara khusus dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan
gizi yang ada. Intervensi gizi ini dilakukan dengan melakukan
perubahan pola makan dan pola hidup yang sehat, sehingga
klien mendapatkan kesehatan yang optimal.

36
e. Monitoring dan evaluasi
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui respon klien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya. Hal yang
penting dilakukan pada tahapan ini adalah meninjau ulang apa
yang terjadi saat diskusi kemudian menentukan apa yang
membuat berhasil atau tidak dan apakah mungkin untuk
ditingkatkan.
f. Mengakhiri konseling (terminasi)
Terminasi dilakukan pada akhir dari suatu konseling gizi.
Konselor dapat mempersiapkan klien melalui ucapan-ucapan
bahwa konseling akan segera berakhir. Konselor menyiapkan
dan menyerahkan ringkasan tertulis, berupa formulir, leaflet,
atau booklet.

4. Konseling dengan Model 5A (brief counseling-5A)


Konseling dengan model 5A pertama kali diperkenalkan oleh
National Health Institute sebagai terapi konseling untuk
menghentikan kebiasaan merokok,yaitu Ask (menanyakan),
Advise (memberi saran), Assess (menilai), Assist (membantu),
dan Arrange (tindak lanjut) (American Medical Association,
2000). Konsep 5A tersebut terdiri dari :40
a Assess, adalah tahap perilaku sekarang, pentingnya untuk
mengubah kebiasaan tersebut, tingkat kesiapan untuk merubah
dan dukungan sosial. Pada tahap ini juga konselor berusaha
untuk menggali permasalahan yang ada pada klien sehingga
dapat disusun rencana strategis sesuai dengan permasalahan
klien pada tahap selanjutnya.
b Advise, adalah tahap perubahan perilaku individual secara
jelas dan spesifik, termasuk informasi tentang keuntungan dan
kerugian kesehatan pribadi. Pada tahap ini konselor berperan
untuk menjelaskan bagaimana pentingnya dan keuntungan

37
apabila klien merubah perilakunya. Setelah itu konselor
memberikan beberapa pilihan/rekomendasi terkait dengan
permasalahan yang dihadapi klien.
c Agree, adalah tahap kolaborasi untuk mencapai target perilaku
yang diharapkan. Pada tahap ini kosnelor berusaha
membangun kesepakatan dengan klien tentang perubahan-
perubahan yang ingin dilakukan. Klien juga diberikan pilihan-
pilihan mengenai strategi mana yang paling sesuai dan
memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu dekat. Pada
tahap ini, konselor bersama dengan klien menetapkan tujuan-
tujuan yang ingin dicapai.
d Assist, adalah tahap pemberian bantuan untuk memecahkan
berbagai masalah yang dihadapi agar terjadi peubahan perilaku
yang diharapkan. Tidak dipungkiri bahwa setiap orang pasti
memiliki hambatan-hambatan yang dapat mempengaruhi
perubahan perilaku. Pada tahap ini, konselor berusaha untuk
mengidentifikasi apakah ada sesuatu yang dapat menghambat
klien dalam mencapai perilaku yang diharapkan. Konselor
mencoba membantu menemukan solusi dengan menawarkan
beberapa opsi strategi pemecahan masalah (problem solving-
strategies) kepada klien.
e Arrange, adalah tahap dilakukannya follow-up tentang
kemajuan dan kemungkinan adanya hambatan. Pada tahap ini
konselor mencoba untuk meninjau/me-review ulang diskusi
yang terjadi selama konseling dan membuat kesepakatan
kepada klien untuk pertemuan selanjutnya.
Selain digunakan untuk menghentikan kebiasaan merokok,
metode konseling singkat 5A juga diterapkan pada
penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa, ibu hamil, program
perubahan diet pada penderita hiperlipidemia atau faktor risiko
kardiovaskular, perubahan berat badan untuk obesitas, kesehatan

38
seksual untuk remaja dan orang dewasa pada peningkatan risiko
untuk Infeksi Menular Seksual (IMS). 40 Di Indonesia sendiri,
penerapan konseling dengan metode brief counseling-5A sudah
digunakan, antara lain dalam meningkatkan aktifitas fisik,
perbaikan asupan gizi, peningkatan pengetahuan gizi, kepatuhan
berobat dan perubahan livestyle pada pasien hipertensi.17–19
Sebuah studi di Korea juga menerapkan metode counseling 5A
dalam merubah perilaku makan pada dewasa menjadi lebih
baik.41

39
B. Kerangka teori

Pengalaman
Jenis
kelamin

Pengaruh lembaga
Tingkat Konseling pendidikan/lembaga
pendidikan gizi agama

Informasi
Emosional
Usia Pengetahuan Sikap

Pengaruh
orang lain
Sosial
ekonomi

Perilaku makan Media/


iklan

Norma Fisik dan Sosial


sosial psikologis budaya

Gambar 2. Kerangka Teori

40
C. Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka kerangka konsep yang
diambil meliputi beberapa variabel, yaitu konseling gizi sebagai variabel
bebas (independent) sedangkan pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen sebagai variabel terikat (dependent).
Terdapat beberapa variabel yang tidak masuk ke dalam kerangka
konsep seperti, pengalaman, sosial budaya, norma sosial, fisik dan
psikologis. Hal ini dikarenakan variabel-variabel tersebut dianggap tidak
berpengaruh secara langsung terhadap perilaku makan, sedangkan
variabel-variabel lain, seperti jenis kelamin, usia, dan informasi tidak
masuk dalam kerangka konsep, namun dikontrol dengan dijadikan kriteria
inklusi atau by design. Beberapa variabel masuk dalam kerangka konsep
sebagai variabel perancu (counfounding) yang dapat dikontrol by analysis,
seperti tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan keterpaparan media massa.

Konseling gizi

Pengetahuan Sikap
gizi

- Tingkat
pendidikan
- Sosial
ekonomi
- Media Perilaku makan :
massa 1. Konsumsi protein
2. Konsumsi suplemen

Gambar 3. Kerangka Konsep

41
Keterangan :

: variabel yang diteliti

: variabel perancu (confounding)

D. Hipotesis
a. Terdapat peningkatan pengetahuan pada member fitness setelah
mendapatkan konseling gizi
b. Terdapat perubahan sikap pada member fitness center setelah
mendapatkan konseling gizi
c. Terdapat perubahan perilaku makan pada member fitness setelah
mendapatkan konseling gizi

42
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Ruang lingkup penelitian


1. Lingkup Penelitian
Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah gizi masyarakat.

2. Ruang Lingkup Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Fitnes Center yang ada di kota
Semarang.

3. Ruang Lingkup Waktu


a. Penyusunan proposal : Februari – Agustus
b. Pengambilan data : Agustus - September
c. Pengolahan data : September - Oktober
d. Penyususnan laporan : Oktober - November

B. Jenis dan Rancangan Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi
Eksperimental dengan Pretest-Posttest Control Group Design. Pada
penelitian ini terdapat dua kelompok, yaitu satu kelompok eksperimen dan
satu kelompok kontrol. Untuk kelas eksperimen diberi perlakuan berupa
konseling gizi dengan metode brief counseling 5A, sedangkan untuk
kelompok kontrol diberikan edukasi kelompok dengan metode ceramah.41
Edukasi yang diberikan meliputi edukasi gizi seputar protein dan
suplemen. Penelitian dilakukan secara daring (online) dengan pelaksanaan
wawancara melalui chat whatsapp maupun video call.
Sebelum dilakukan intervensi, kedua kelompok terlebih dahulu
diberikan pretest meliputi pengetahuan seputar protein dan suplemen,
sikap mengenai konsumsi protein dan suplemen, serta perilaku konsumsi
protein dan suplemen. Pemberian edukasi dilakukan pada kedua kelompok
sebanyak 4 kali pertemuan dengan teknik ceramah tanya jawab dan materi
yang berbeda tiap sesinya. Konseling gizi dilakukan sebanyak 4x

43
pertemuan dengan waktu 20-30 menit tiap sesi konseling.41,42 Food recall
3x24 jam dilakukan pada minggu awal dan minggu akhir intervensi. Pada
pertemuan akhir diberikan posttest, meliputi pengetahuan seputar protein
dan suplemen, sikap, serta perilaku konsumsi protein dan suplemen untuk
mengukur tingkat keberhasilan konseling yang dilakukan. Skema
rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut :

O1 X O2
O3 O4

Gambar 4. Skema Penelitian


Keterangan :
O1 : Pengukuran pretest kelompok intervensi
O2 : Pengukuran posttest kelompok intervensi
X : Pemberian perlakuan/intervensi berupa konseling gizi dengan
metode Brief Counseling 5A selama 4 minggu sebanyak
1x/minggu
O3 : Pengukuran pretest kelompok control
O4 : Pengukuran posttest kelompok kontrol

C. Subjek Penelitian
1. Populasi
a. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh member fitness
center di kota Semarang.

b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah member fitness
center berusia 19-29 tahun di Kota Semarang berjenis kelamin pria.

2. Sampel
a. Besar Sampel
Sesuai dengan tujuan penelitian, besar sampel minimal yang
diperlukan pada penelitian analitik numerik berpasangan, yaitu :

44
2
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽 )𝑆
𝑛1 = 𝑛2 = 2 ( )
𝑋1 − 𝑋2
Keterangan :
𝑛 = jumlah sampel minimal
𝑍𝛼 = deviat baku alfa
𝑍𝛽 = deviat baku beta
𝑆 = simpangan baku gabungan
𝑋1 − 𝑋2 = selisih rerata minimal yang dianggap bermakna
Perhitungan sampel
𝛼 = 5% (𝑍𝛼 = 1,96)43
𝛽 = 20% (𝑍𝛽 = 0,84)43
𝑋1 − 𝑋2 = 7,643
𝑆 = 7,37
2
(1,96 + 0,84)7,37
𝑛1 = 𝑛2 = 2 ( ) = 15
7,6

Maka jumlah sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian


ini adalah 15 orang per kelompok. Jadi total sampel minimal adalah
sebesar 30 orang, untuk mengatasi kemungkinan subjek penelitian
mengalami drop-out, maka dilakukan koreksi dengan penambahan
10% sehingga besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah
sebesar 34 subjek, yang akan dibagi dalam 2 kelompok dengan
jumlah 17 subjek tiap kelompoknya.

b. Cara pengambilan sampel


Pengambilan sampel penelitian pada kedua kelompok
(intervensi maupun kontrol) dilakukan dengan consecutive
sampling yaitu pemilihan kelompok subjek berdasarkan ciri-ciri
atau karakteristik yang memenuhi tujuan penelitian. Adapun
prosedur pengambilan sampel dilakukan dengan memilih secara
langsung member fitness center yang masih aktif mengikuti
olahraga latihan beban yang sebelumnya telah mengisi form

45
skrinning dan sesuai dengan kriteria penelitian sebanyak 34 orang.
Penentuan kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan
dengan metode mencocokkan (matching) dengan mengambil salah
satu karakteristik yang sama yaitu usia subjek.
c. Kriteria Inklusi
1. Pria berusia 19-29 tahun.
2. Mengonsumsi suplemen dalam 1 bulan terakhir.
3. Aktif melakukan olahraga latihan beban minimal 1 kali dalam
seminggu yang dapat diidentifikasi dari pengisien kuesioner.
4. Belum pernah mendapatkan konseling gizi sebelumnya.
5. Bersedia menjadi subjek penelitian melalui persetujuan setelah
penjelasan (PSP) atau informed consent dari peneliti.
d. Kriteria Eksklusi
1. Absen atau sakit selama penelitian berlangsung.
2. Mengundurkan diri sebelum penelitian selesai.

D. Variabel penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas (independent variabel) dalam peneltiian ini adalah
konseling gizi.
b. Variabel terikat (dependen variabel) dalam penelitian ini
adalah pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi protein dan
suplemen.
c. Variabel perancu (confounding variabel) dalam penelitian ini
adalah tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan media massa.

46
2. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala


Proses komunikasi dua arah yang bertujuan - -
membantu individu untuk mengerti permasalahan
gizi yang sedang dihadapi, kemudian klien mempu
mengambil langkah-langkah sebagai upaya
pencegahan masalah gizi tersebut dengan dibantu
oleh konselor. Dalam setiap sesi konseling
menerapkan 5 langkah konseling, berupa Assess,
Konseling Advise, Agree, Assist, dan Arrange. Proses
gizi konseling dilakukan dengan waktu 20-30 menit
setiap sesi konseling dan dilakukan sebanyak 4x
pertemuan dengan media konseling berupa booklet.
Materi yang diberikan setiap minggunya berupa:
1) konsep dasar protein dan suplemen, 2) efek
konsumsi protein suplemen, 3) kebutuhan protein
untuk penggiat latihan beban, 4) cara menggunakan
suplemen yang tepat.
Pemahaman responden mengenai protein dan Skor Rasio
suplemen yang diukur dari kuesioner pretest dan
Pengetahuan posttest tingkat pengetahuan tervalidasi.
mengenai Pertanyaan memiliki skor 1 jika jawaban benar dan
protein dan skor 0 jika jawaban salah.
suplemen Skor akan dideskripsikan menjadi :
0. Rendah apabila skor pengetahuan < mean
1. Tinggi apabila skor pengetahuan ≥ mean
Sikap terhadap gizi adalah adanya tanggapan atau Skor Rasio
Sikap dalam
pendapat responden mengenai pernyataan dalam
mengonsumsi
kuesioner yang diberikan meliputi kebiasaan

47
protein dan mengonsumsi protein dan suplemen. Alat ukur
suplemen yang digunakan adalah dengan menggunakan
kuesioner sikap tervalidasi yang terdiri dari
pernyataan favorable dan unfavorable dengan
skala Likert. Pada pernyataan favorable, nilai
Sangat Setuju (SS) skor = 4, Setuju (S) skor = 3,
Tidak Setuju (TS) skor = 2, Sangat Tidak Setuju
(STS) skor = 1. Pada pernyataan unfavorable, nilai
Sangat Setuju (SS) skor = 1, Setuju (S) skor = 2,
Tidak Setuju (TS) skor = 3, Sangat Tidak Setuju
(STS) skor = 4.
Subjek dikatakan mempunyai sikap positif jika ≥
rata-rata skor pernyataan, sedangkan sikap negatif
jika < rata-rata skor pernyataan.
Perilaku yang ditunjukkan responden dalam Persen Rasio
mengonsumsi protein, baik yang berasal dari (%)
hewani maupun nabati serta konsumsi suplemen
yang dinilai dari persentase kecukupan asupan
protein responden dibandingkan dengan kebutuhan
Perilaku
tiap individu. Data asupan didapatkan dengan
konsumsi
menggunakan kuesioner FFQ semikuantitatif (SQ-
protein
FFQ). Tingkat kecukupan protein akan
dideskripsikan sebagai berikut :
a. Baik : 80 – 110 %
b. Kurang : < 80%
c. Lebih : > 110%
Perilaku yang ditunjukkan dalam mengonsumsi Skor Rasio
Perilaku
protein dan suplemen, meliputi frekuensi, jumlah
konsumsi
serta cara mengonsumsi protein dan suplemen yang
protein dan
terdiri dari 4 skala penilaian, antara lain Selalu,
suplemen
Jarang, Sering dan Tidak Pernah. Alat ukur yang

48
digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner
perilaku tervalidasi yang terdiri dari pernyataan
favorable dan unfavorable mengenai konsumsi
suplemen dengan skala Likert. Pada pernyataan
favorable, nilai Selalu (SL) skor = 4, Sering (S)
skor = 3, Jarang (J) skor = 2, Tidak Pernah (TP)
skor = 1. Pada pernyataan unfavorable, nilai Selalu
(SL) skor = 1, Sering (S) skor = 2, Jarang (J) skor
= 3, Tidak Pernah (TP) skor = 4. Subjek dikatakan
mempunyai perilaku positif jika ≥ rata-rata skor
pernyataan, sedangkan perilaku negatif jika < rata-
rata skor pernyataan.
Jenis pendidikan formal yang terakhir diselesaikan 0. Dasar (SD, Rasio
oleh responden yang dilihat dari pengisian SMP)
kuesioner tingkat pendidikan. 1. Menengah
Pendidikan (SMA)
2. Tinggi
(Diploma,
S1, S2, S3)
Sosial ekonomi dilihat dari jumlah keseluruhan Rupiah Rasio
pendapatan/uang saku responden (bagi responden
yang belum bekerja) diukur dengan rupiah dalam
Sosial satu bulan. Data pendapatan diketahui melalui
ekonomi wawancara serta pengisian kuesioner. Cut off point
menggunakan nilai mean, yaitu :
0. Rendah, jika pendapatan/uang saku < mean
1. Tinggi, jika pendapatan/uang saku ≥ mean
Pernyataan responden mengenai promosi suplemen 0. Tidak Nominal
protein, pernah mendengar/ melihat/ membaca/ 1. Ya
Media massa
menonton megenai produk/ manfaat suplemen
asam amino melalui media komunikasi massa (TV,

49
Radio, Koran dan Majalah) atau media komunikasi
personal (orang tua, teman, guru, pelatih, dokter
atau ahli gizi) dalam satu bulan terakhir. Dikatakan
“Tidak” jika responden menjawab “tidak pernah”
pada item pertanyaan keterpaparan
media/informasi dan dikatakan “Ya” jika
responden menjawab “pernah” pada item
pertanyaan keterpaparan dan minimal memilih satu
item pada pertanyaan nomor 2.

E. Prosedur Penelitian
1. Instrumen Penelitian
a. Formulir identitas responden.
b. Formulir Informed consent untuk menyatakan persetujuan subjek
menjadi sampel penelitian.
c. Media konseling berupa booklet
d. Microtoise.
e. Tanita body composition Scale.
f. Kesioner Recall 3x24 jam.
g. Kuesioner pengetahuan.
h. Kuesioner sikap.
i. Kuesioner perilaku makan.
j. Software untuk analisis SQ-FFQ dan analisis data.
k. Alat-alat lain yang menunjang peneltian.

2. Cara Kerja Penelitian


a. Tahap 1 : Sebelum Pengukuran Variabel
Pemilihan subjek penelitian dilakukan melalui skrining sesuai
kriteria inklusi. Subjek yang terdeteksi memenuhi keriteria inklusi
dimohon kesediannya untuk mengisi informed consent.
b. Tahap 2 : Sebelum Intervensi

50
Subjek penelitian yang telah mengisi informed consent dilakukan
wawancara serta pengisian kuesioner, berupa kuesioner
pengetahuan, kuesioner sikap, kuesioner perilaku konsumsi protein
dan suplemen seerta dilakukan recall 3x24 jam untuk pre-test.
c. Tahap 3 : Selama Intervensi
Subjek penelitian yang telah melakukan pre-test diminta untuk
menjalani sesi konseling gizi selama 4 minggu pada kelompok
perlakuan dan edukasi ceramah pada kelompok kontrol. Setiap
minggunya dilakukan pemantauan dengan melakukan wawancara
recall 3x24 jam untuk melihat kepatuhan subjek.
d. Tahap 4 : Setelah Intervensi
Subjek penelitian yang telah menjalani konseling gizi dan edukasi
kelompok diminta kembali untuk mengisi kuesioner pengetahuan,
kuesioner sikap untuk post-test yang pertama, kemudian post-test
kedua dilakukan kembali 2 minggu setelah post-test yang pertama
untuk mengukur keberhasilan perubahan perilaku responden. Pada
post-test kedua responden diminta untuk mengisi kuesioner
perilaku konsumsi protein dan suplemen serta dilihat asupan
konsumsi protein dan suplemen melalui wawancara food recall
3x24 jam.

51
F. Alur Penelitian

Pengurusan perizinan

Pengurusan Ethical Clearance

Skrining

Sesuai kriterian inklusi

Subjek penelitian

Kelompok intervensi Kelompok kontrol

Pre-test
Wawancara recall 3x24 jam, pengisian kuesioner
pengetahuan, kuesioenr sikap dan kuesioner perilaku.

- Pemberian edukasi dan konseling gizi


Edukasi kelompok
dengan brief counseling 5A dengan metode ceramah
- Edukasi kelompok dengan metode ceramah

Post-test I
Pengisian kuesioner pegetahuan dan kuesioner sikap

Post-test II
Wawancara recall 3x24 jam dan pengisian kuesioner perilaku.

Gambar 5. Alur Penelitian

52
G. Pengumpulan data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari penelitian langsung pada sampel
yang meliputi identitas pribadi sampel, hasil pengukuran
antropometri, data asupan makan, data pengetahuan gizi dan data
perilaku makan.
a Data karakteristik sampel diperoleh melalui wawancara secara
langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.
Adapun data yang dikumpulkan, meliputi usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, riwayat konsumsi
suplemen, serta keterpaparan media massa
b Data pengetahuan
Data mengenai pengetahuan diperoleh dari pengisian
kuesioner pengetahuan. Kuesioner pengetahuan terdiri dari 28
pernyataan bersifat favorable dan unfavorable tentang konsumsi
suplemen dan protein yang telah dilakukan uji validasi kepada
32 orang pegiat latihan beban.
Hasil validasi kuesioner pengetahuan didapatkan 12 dari
40 pernyataan yang tidak valid dikarenakan nilai r hitung < nilai
r tabel (0,349). 28 Pernyataan lainnya dapat digunakan dengan
rentang nilai r hitung yaitu 0,359-0,696. Hasil uji reliabilitas
didapatkan hasil kuesioner pengetahuan berisi 28 pernyataan
valid dan seluruhnya reliabel dengan nilai Cronbach Alpha
0,892 lebih besar dari nilai r 0,6.
Responden mengisi kuesioner dengan memberi tanda
centang (√) pada salah satu jawaban dari 2 jawaban yang telah
disediakan. Pertanyaan memiliki skor 1 jika jawaban benar dan
skor 0 jika jawaban salah. Skor akan dideskripsikan menjadi :
a. Baik : > 80% jawaban benar
b. Cukup : 60-80% jawaban benar
c. Kurang : <60% jawaban benar

53
c Data sikap mengenai konsumsi protein dan suplemen
Data sikap responden didapatkan dari pengisian kuesioner
sikap tervalidasi mengenai konsumsi protein dan suplemen.
Kuesioner terdiri dari 15 pernyataan yang bersifat favorable dan
unfavorable yang telah dilakukan uji validasi kepada 32 orang
pegiat latihan beban.
Hasil pada kuesioner sikap didapatkan 6 dari 23
pernyataan yang tidak valid dikarenakan nilai r hitung < nilai r
tabel (0,349), sedangkan 15 pernyataan lainnya dapat digunakan
untuk mengukur variabel yang akan diteliti dengan nilai r hitung
0,444-0,761. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner sikap yang
berisi 15 pernyataan valid didapatkan bahwa seluruhnya reliabel
dengan nilai Cronbach Alpha 0,906 lebih besar dari nilai r 0,6.
Kuesioner diisi oleh responden dengan memberi tanda
centang (√) pada salah satu dari empat jawaban yang telah
disediakan. Jawaban dikategorikan dengan skala Likert. Sistem
penilaian pernyataan favorable yaitu :
a. Sangat Setuju :4
b. Setuju :3
c. Tidak Setuju :2
d. Sangat Tidak Setuju :1
Sistem penilaian pernyataan unfavorable yaitu :
a. Sangat Setuju :1
b. Setuju :2
c. Tidak Setuju :3
d. Sangat Tidak Setuju :4
Perhitungan skor sikap dengan rumus sebagai berikut :
∑ 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏
Skor pernyataan = ∑𝒑𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏

54
Subjek dikatakan mempunyai sikap positif jika ≥ rata-rata skor
pernyataan, sedangkan sikap negatif jika < rata-rata skor
pernyataan.
d Data perilaku konsumsi protein dan suplemen
Data perilaku konsumsi protein dan suplemen responden
didapatkan dengan pengisian kuesioner dan melakukan
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner perilaku
makan, kuesioner Food Frequency Questioner-Semi
Quantitative (FFQ). Perilaku konsumsi protein dinilai dari
persentase kecukupan asupan makronutrien protein responden
dibandingkan dengan kebutuhan tiap individu. Data asupan
didapatkan dengan menggunakan kuesioner FFQ
semikuantitatif. Tingkat kecukupan protein akan dideskripsikan
sebagai berikut :
a. Baik : 80 – 110 %
b. Kurang : < 80 %
c. Lebih : > 110%
Data perilaku konsumsi protein dan suplemen juga dinilai
dari kuesioner yang terdiri dari 4 skala penilaian, antara lain
Selalu, Jarang, Sering dan Tidak Pernah. Kuesioner terdiri dari
19 pernyataan dalam bentuk pernyataan positif dan negatif yang
telah dilakukan uji validasi kepada 32 orang pegiat latihan
beban.
Hasil uji validitas pada kuesioner perilaku didapatkan 2
dari 21 pernyataan yang tidak valid dikarenakan nilai r hitung <
nilai r tabel (0,349), sedangkan 19 pernyataan lainnya dapat
digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti dengan
nilai r hitung 0,398-0,780. Hasil uji reliabilitas pada kuesioner
perilaku yang berisi 19 pernyataan valid didapatkan seluruhnya
reliabel dengan nilai Cronbach Alpha 0,871 lebih besar dari
nilai r 0,6.

55
Kuesioner diisi oleh responden dengan memberi tanda
centang (√) pada salah satu dari empat jawaban yang telah
disediakan. Sistem penilaian pernyataan favorable yaitu :
a. Selalu :4
b. Jarang :3
c. Sering :2
d. Tidak pernah :1
Sistem penilaian pernyataan unfavorable yaitu :
a. Selalu :1
b. Jarang :2
c. Sering :3
d. Tidak pernah :4
Perhitungan skor perilaku dengan rumus sebagai berikut :
∑ 𝒔𝒌𝒐𝒓 𝒑𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏
Skor pernyataan = ∑𝒑𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂𝒂𝒏

Subjek dikatakan mempunyai perilaku positif jika ≥ rata-rata


skor pernyataan, sedangkan perilaku negatif jika < rata-rata skor
pernyataan.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi jumlah anggota yang diperoleh dari
pihak manajemen fitness center.

H. Pengolahan dan Analisis Data


1. Pengolahan Data
a. Editing
Editing data dilakukan dengan mengoreksi kelengkapan serta
kebenaran pengisian data karakteristk sampel dan responden,
kuesioner dan data asupan SQ-FFQ.
b. Skoring
Skoring dilakukan dengan memberi skor pada tiap jawaban
pada kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku konsumsi
protein dan suplemen.

56
c. Tabulasi
Proses input data ke dalam master tabel menggunakan program
SPSS. Data yang ditabulasikan antara lain karakteristik subjek
dan responden, data pengetahuan, data sikap, data perilaku
makan, dan data kecukupan asupan makronutrien (energi,
protein, lemak, karbohidrat dan cairan).
2. Analisis Data
a Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan data
karakteristik subjek dan setiap variabel penelitian meliputi
nilai maksimum dan minimum, nilai rata – rata, dan standar
deviasi dengan tabel distribusi frekuensi pada usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keterpaparan
media massa, riwayat konsumsi suplemen, keterpaparan media
massa serta distribusi frekuensi berdasarkan kuesioner
pengetahuan, sikap dan perilaku konsumsi protein dan
suplemen yang telah dilakukan interpretasi.

b Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis
penelitian yaitu apakah terdapat perubahan pengetahuan, sikap
dan perilaku dalam mengonsumsi protein dan suplemen pada
penggiat latihan beban setelah mendapatkan konseling gizi.
Normalitas data diuji menggunakan uji Saphiro Wilk
untuk sampel kurang dari 50. Pemilihan uji statistik yang
digunakan untuk mengetahui perbedaan pengetahuan, sikap
dan perilaku antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
konseling gizi pada masing-masing kelompok intervensi
adalah paired t-test jika data terdistribusi normal, tetapi jika
data tidak terdistribusi normal maka menggunakan Wilcoxon
test. Kemudian untuk mengetahui perbedaan antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol maka menggunakan

57
independent t-test jika data terdistribusi normal atau Mann
Whitney jika data tidak terdistribusi normal.
Pengolahan data dilakukan dengan program komputer
dengan derajat kepercayaan 95% (alpha 0,05). Jika p < α maka
terdapat pengaruh pada intervensi yang dilakukan, sedangkan
jika p > α maka tidak terdapat pengaruh pada intervensi yang
dilakukan.

c Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui
perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku antara sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi konseling gizi pada masing-
masing kelompok intervensi serta perbedaan pengetahuan,
sikap dan perilaku antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol dengan melibatkan variabel perancu, yaitu pendidikan,
sosial ekonomi dan media massa. Analisis multivariat yang
digunakan adalah uji anakova (analisis kovarian) dengan
variabel perancu sebagai kovarian.

58
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan E. Perilaku konsumen fitness center di kota Surabaya [skripsi tidak


dipublikasikan] [Internet]. Universitas Surabaya; 2015. Available from:
http://digilib.ubaya.ac.id/pustaka.php/241312

2. Jayasti H, Lestari S, Herani I. Analisa perbedaan motivasi melakukan fitness


pada dewasa muda: studi pada anggota pusat kebugaran “x” [Skripsi tidak
dipubli-kasikan]. Universitas Brawijaya Malang; 2015.

3. Suharjana. Analisis program kebugaran jasmani pada pusat-pusat kebugaran


jasmani di Yogyakarta. Med IX. 2013;135–49.

4. Saragih FF, Mesnan. Survey tingkat pengetahuan member fitness kota Medan
dalam mengkonsumsi suplemen. Sains Olahraga J Ilm Ilmu Keolahragaan.
2017;1(1):40–51.

5. Yuanita R, Kartini A, Irene MK. Studi pola konsumsi dan status gizi atlet
binaraga Persatuan Angkat Besi Binaraga Dan Angkat Berat Seluruh Indonesia
(PABBSI) Madiun Jawa Timur dalam persiapan kejuaraan daerah di Madiun
tahun 2013. J Kesehat Masy. 2014;2(3):1–43.

6. Iraki J, Fitschen P, Espinar S, Helms E. Nutrition Recommendations for


Bodybuilders in the Off-Season: A Narrative Review. Sports. 2019;7(7):154.

7. Putri HP. Hubungan tingkat pengetahuan gizi dengan asupan zat gizi pada
bodybuilder [Skripsi]. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang. Universitas Diponegoro; 2011.

8. Juraschek SP, Appel LJ, Anderson CAM, Miller ER. Effect of a high-protein
diet on kidney function in healthy adults: Results from the omniheart trial. Am
J Kidney Dis. 2013;61(4):547–54.

9. Nabella H. Hubungan asupan protein dengan kadar ureum dan kreatinin pada
bodybuilder. Univesitas Diponegoro. 2011;1:1–32.

10. Taner B, Aysim O, Abdulkadir U. The effects of the recommended dose of

59
creatine monohydrate on kidney function. NDT Plus. 2011;4(1):23–4.

11. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat:Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta;


2007.

12. Kartikasari MN. Hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang anemia
dengan keteraturan mengonsumsi Fe pada ibu hamil di BPSS Sri Lumintu
Surakarta [jurnal tidak dipublikasikan]. Univ Sebel Maret. 2010;

13. PERSAGI. Konseling Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya Grup; 2013.

14. Masri E, Ilham D, Gusti DS, STIKes Perintis Padang G. Efektifitas konseling
gizi dalam perbaikan perilaku makan atlet sepak bola di pusat pelatihan SMA
N 1 Luhak Nan Duo Pasaman Barat tahun 2017. Pros Semin Kesehat Perintis
E. 2018;1(1):2622–2256.

15. Sartika RP. Pengaruh konseling gizi terhadap prilaku makan pada atlet sepak
bola PS Kerinci tahun 2019 (skripsi). Sekol Tinggi Ilmu Kesehat. 2019;Padang.

16. Vallis M, Piccini-Vallis H, Sharma A, Freedhoff Y. Modified 5 As: Minimal


intervention for obesity counseling in primary care. Can Fam Physician.
2013;59(1):27–31.

17. Aryzki S, Akrom. Pengaruh Brief Counseling terhadap konsumsi lemak pada
pasien hipertensi di RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin. J Sains Farm
dan Klin. 2018;5(1):33–40.

18. Aryzki S, Alfian R. Pengaruh Brief Counseling terhadap aktifitas fisik pada
pasien hipertensi di RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin. J Sains Farm
dan Klin. 2016;3(1):84–90.

19. Saputri G, Akrom, Muhlis M, Muthoharoh. Efek konseling menggunakan brief


counseling 5a modifikasi disertai pesan motivasional farmasis dalam
peningkatan perilaku dan outcome klinik pasien diabetes melitus dengan
hipertensi rawat jalan di RSUD Panembahan Senopati. J Farm Klin Indones.
2019;8(1):31–41.

60
20. Sucipto E, Widiyanto. Pengaruh latihan beban dan kekuatan otot terhadap
hypertrophy otot dan ketebalan lemak. J Keolahragaan. 2016;4(April):111–21.
21. Hidayat F. Pengaruh latihan beban dengan menggunakan alat mekanis dan non
mekanis terhadap kekuatan otot pada mahasiswa FIK UNESA Surabaya.
2016;06(02):472–83.

22. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:


Nuhamedika; 2010.

23. Wawan A, Dewi M. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011. 11 p.

24. Madanijah S, Baliwati Y., Khomsan A, Dwiriani C. Pengantar Pangan dan Gizi.
Jakarta: Penebar Swadaya; 2004. 115 p.

25. Azrimaidaliza A, Purnakarya I. Analisis Pemilihan Makanan pada Remaja di


Kota Padang, Sumatera Barat. Kesmas Natl Public Heal J. 2011;6(1):17.

26. Yeni PSI. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan penggunaan


obat generik pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Padang Payung
kabupaten Nagan Raya tahun 2015. Universitas Teuku Umar; 2015.

27. Suwaryo PAW, Yuwono P. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat


Pengetahuan masyarakat dalam mitigasi bencana alam tanah longsor. Univ Res
Colloq 2017. 2017;305–14.

28. Wardani NI, SR DS, Masfiah S. Faktor-faktor yang berhubungan dengan


tingkat pengetahuan kader kesehatan tentang thalassaemia di kecamatan
Sumbang kabupaten Banyumas. J Chem Inf Model. 2014;6:194–206.

29. Azwar S. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar; 2003.

30. Mohtar. Pengaruh tingkat pengetahuan terhadap persepsi masyarakat tentang


obat generik di kecamatan magetan. Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2014.

61
31. Putri DY. Faktor - faktor yang berhubungan dengan perilaku makan pada
remaja putri di SMAN 10 Padang tahun 2013. Repos Univ Andalas. 2014;1–24.

32. Khumaidi M. Gizi Masyarakat. 1st ed. Jakarta: Gunung Mulia; 1994.

33. Gibney M. Gizi kesehatan Masyarakat alih bahasa. Jakarta: EGC; 2008.

34. Kuswardani A. Hubungan antara perilaku teman sebaya dan pola makan anak
di TK ABA Bleber desa Sumberharjo kecamatan Prambanan kabupaten
Sleman. [Yogyakarta]: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah; 2011.

35. Kadir A. Kebiasaan makan dan gangguan pola makan serta pengaruhnya
terhadap status gizi remaja. J Publ Pendidik. 2016;VI(1):49–55.

36. Harahap NS. Protein dalam nutrisi olahraga. J Ilmu Keolahragaan.


2014;13(2):45–54.

37. Dhiana MA, Dieny FF. Hubungan Muscle Dysmorphia dengan asupan energi
dan zat gizi makro pada pria dewasa usia 19-29 tahun anggota Flozor Sport Club
semarang. J Nutr Coll [Internet]. 2014;3(4):595–603. Available from:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc

38. Cuenca-sánchez M, Navas-carrillo D, Orenes-piñero E. Controversies


surrounding high-protein diet intake : satiating effect and kidney and bone.
2015;1985(4):260–6.

39. Nasseri A, Jafari A. Effects of creatine supplementation along with resistance


training on urinary formaldehyde and serum enzymes in wrestlers. J Sport Med
Phys Fitness. 2016;56(458):64.

40. ACPM. Coaching and counseling patient : A Resource from the American
College of Preventive Medicine A Clinical Reference. 2009;1–56.

41. Lee S, Lim H. Development of an evidence-based nutritional intervention


protocol for adolescent athletes. 2019;23(3):29–38.

42. Gifari N, Kuswari M, Azza D. Pengaruh konseling gizi dan latihan stretching
terhadap perubahan asupan gizi dan status gizi. Darussalam Nutr J.

62
2018;2(1):29–40.

43. Farudin A. Perbedaan efek konseling gizi dengan media leaflet dan booklet
terhadap pengetahuan, asupan energi dan kadar gula darah pasien diabetes
mellitus di RSUD DR.Moewardi Surakarta. UNS; 2011.

63
LAMPIRAN

A. Form Informed Consent

PENGARUH KONSELING GIZI DENGAN METODE “BRIEF COUNSELING


5A” TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KONSUMSI
PROTEIN DAN SUPLEMEN PADA MEMBER FITNESS CENTER

Setelah mendapat penjelasan secara rinci dan memahami penelitian ini, yang
bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Alamat :
Telepon/ HP :
bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh
Nama : Dyah Oktaviani
Alamat : Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro
dengan syarat :
1. Peneliti akan menjaga kerahasiaan data dan hanya digunakan untuk kegiatan
penelitian di Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
2. Sewaktu-waktu saya dapat mencabut kesediaan saya sebagai sampel.
3. Sampel dapat meminta keterangan lebih lanjut kepada Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro mengenai masalah yang
berkaitan dengan penelitian.
Dengan demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada
paksaan dari siapapun.

Semarang, ........................... 2020


Responden

(.........................................)

64
B. Kuesioner Identitas Responden

PENGARUH KONSELING GIZI DENGAN METODE “BRIEF


COUNSELING 5A” TERHADAP PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PERILAKU KONSUMSI PROTEIN DAN SUPLEMEN PADA MEMBER
FITNESS CENTER
STATUS RESPONDEN : KONTROL / PERLAKUAN* (coret salah satu)
Nomor responden : …………………………………………………
Tanggal wawancara : …………………………………………………
Nama Pewawancara : …………………………………………………
Petunjuk : Isi jawaban responden pada tempat yang tersedia
I. IDENTITAS SUBJEK
1. Nama : ……………………………………………
2. Tempat/Tanggal lahir : ……………………………………………
3. Alamat : ……………………………………………
4. Usia : ………… tahun
5. Pendidikan terakhir : SD / SMP / SMA / S1 / S2
6. Pekerjaan : ……………………………………………
7. Pendapatan / uang saku per bulan (apabila belum bekerja) :
……………………………………………
8. No telp : ……………………………………………
9. Lama mengikuti gym : ………… tahun
10. Frekuensi dan lama latihan : …… x/minggu selama ……. menit

65
II. KUESIONER KONSUMSI SUPLEMEN
Petunjuk : Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda
centang (√) pada salah satu jawaban yang menurut Anda sesuai.

Pertanyaan Ya Tidak
Apakah anda mengonsumsi suplemen tertentu ?
Alasan anda mengonsumsi suplemen tersebut :
1. Agar tidak mudah lelah
2. Untuk meningkatkan massa otot
3. Meningkatkan kebugaran
4. Mendukung program diet
5. Menjaga kesehatan
6. Lainnya, Sebutkan……………
Jenis suplemen apa yang biasa anda konsumsi ?
1. Protein powder
2. Asam amino
3. Weight gainers
4. Creatine powder
5. ZMA
6. Prohormon
7. Lainnya, Sebutkan………………….
Cara mendapatkan suplemen
1. Membeli
2. Fasilitas dari fitness
Frekuensi konsumsi suplemen
1. Selalu (1-3 kali/hari)
2. Sering (1-4 kali/minggu)
3. Jarang (1-3 kali/bulan)
Jumlah konsumsi suplemen
1. Tabelt =…………….. (tablet)

66
2. Bubuk =………………. (sendok takar/konsumsi)
3. Kapsul = ……………(butir/konsumsi)
Manfaat yang dirasakan responden setelah mengonsumsi suplemen :
1. ………………….
2. ………………….
3. ………………….

KETERPAPARAN MEDIA MASSA


1. Dalam satu bulan terakhir pernahkah Anda mendengar /melihat/ membaca/
menonton mengenai produk/ manfaat dari suplemen protein /asam amino?
a. Pernah
b. Tidak pernah
2. Jika pernah dari manakah Anda mendengar/ melihat /membaca/ menonton
mengenai produk/manfaat dari suplemen asam amino/ suplemen protein
tersebut? (jawaban boleh lebih dari satu)
a. Pelatih/triner
b. Teman
c. Televisi (TV)
d. Dokter/ahli nutrisi
e. Poster/pamflet
f. Majalah
g. Internet/media sosial
h. Multi Level Marketing (MLM)

67
C. Kuesioner Penelitian
a. Kuesioner Pengetahuan
Petunjuk : Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda
centang (√) pada salah satu jawaban yang menurut Anda sesuai pada salah
satu kolom di bawah ini.

No Item Pertanyaan Pertanyaan Benar Salah

1. Pengertian dan Salah satu fungsi protein adalah √


Fungsi protein mengganti jaringan yang rusak.
2. Protein paling berperan dalam √
meningkatkan massa otot
dibandingkan dengan zat gizi lainnya
3. Protein merupakan zat gizi yang √
berperan sebagai zat pembangun
4. Sebelum diserap oleh tubuh, protein √
diubah terlebuh dulu menjadi asam
amino
5. Asam amino esensial tidak dapat √
diproduksi oleh tubuh
6. Makanan sumber Telur merupakan sumber protein yang √
protein mempunyai mutu yang rendah.
7. Asam amino dapat ditemukan pada √
makanan sumber protein seperti
daging, telur dan susu
8. Sumber asam amino esensial dapat √
ditemukan pada minuman seperti kopi,
teh dan minuman berenergi
9. Kandungan gizi Dalam menghasilkan energi, protein √
protein menyumbang kalori sebanyak 6
kkal/gram.
10. Protein nabati memiliki nilai biologis √
yang lebih tinggi dibandingkan protein
hewani

68
11. Nilai gizi pada protein hewani dapat √
dipenuhi dengan mengonsumsi protein
nabati yang beragam
12. Kebutuhan protein orang dewasa √
sebesar 15% dari total kebutuhan
kalori sehari.
13. Efek konsumsi Konsumsi protein yang berlebih tidak √
protein akan berakibat apapun bagi tubuh.
14. Konsumsi protein yang berlebihan √
dapat menyebabkan tubuh kekurangan
cairan (dehidrasi)

15. Konsumsi protein berlebihan tidak √


akan berakibat apapun bagi ginjal*
16. Pengertian Suplemen merupakan produk yang √
suplemen bertujuan untuk melengkapi
kebutuhan gizi makanan, bukan
sumber makanan utama
17. Suplemen masih tetap diperlukan √
meskipun menu makanan sudah
seimbang
18. Fungsi suplemen Suplemen satu-satunya sumber √
makanan untuk meningkatkan stamina
tubuh
19. Suplemen dapat digunakan sebagai √
obat untuk mengobati penyakit
20. Suplemen asam amino dapat berfungsi √
untuk meningkatkan daya tahan tubuh
21. Kandungan Kandungan vitamin, mineral dan asam √
bahan dalam amino pada suplemen lebih unggul
suplemen dibanding bahan makanan alami
22. Suplemen protein mengandung asam √
amino esensial, seperti histidine,
isoleusine, lisin, leusin, metionin,
fenilalanin, triptofan, valin serta
BCAA

69
23. Cara dan aturan Semakin tinggi dosis vitamin, mineral √
mengonsumsi dan asam amino dalam suplemen
suplemen maka semakin bermanfaat bagi
kesehatan.
24. Mengonsumsi suplemen boleh √
melebihi dosis yang dianjurkan
25. Suplemen makanan tidak dianjurkan √
untuk diminum sesuai
dengan ukuran kemasan saji dan boleh
dikonsumsi
berlebihan
26. Suplemen makanan berbentuk tablet √
effervescent
penggunaanya adalah dengan
mengunyah produk tersebut
27. Efek konsumsi Konsumsi suplemen protein dapat √
suplemen menyebabkan hipertensi
28. Mengonsumsi suplemen makanan √
dengan dosis yang tepat
akan memberikan efek ketergantungan
terhadap produk
tersebut

b. Kuesioner Sikap
Petunjuk pengisian : Berilah jawaban dengan memberi tanda centang (√)
pada kolom yang dipilih.
Keterangan :
SS = Sangat setuju TS = Tidak setuju
S = Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

No Item pernyataan Pernyataan SS S TS STS

1. Anggapan mengenai Suplemen protein aman untuk


protein dan suplemen saya konsumsi setiap hari
protein
2. Saya perlu mengonsumsi
suplemen protein dikarenakan

70
konsumsi protein dari makanan
saja belum cukup
3. Suplemen protein lebih praktis
serta mudah mendapatkannya
4. Saya mengonsumsi makanan
sumber protein lebih banyak
dibandingkan dengan zat gizi
lain
5. Saya lebih memilih untuk
mengonsumsi protein yang
berasal dari makanan daripada
suplemen protein.
6. Konsumsi protein yang tinggi
membuat saya harus
mengonsumsi cairan lebih
banyak
7. Saya lebih mengutamakan
mengonsumsi protein hewani
daripada protein nabati
8. Efek yang dipercaya Mengonsumsi suplemen
setelah meminum membuat tubuh saya menjadi
suplemen lebih bugar*
9. Saya mengonsumsi suplemen
karena membuat saya tidak
mudah lelah*
10. Aturan penggunaan Saya perlu mengurangi
suplemen dan protein konsumsi suplemen protein
karena kurang berdampak baik
bagi tubuh
11. Saya senang mengonsumsi
suplemen protein setiap hari
meskipun saya sudah
mengetahui akan berdampak
buruk bagi kesehatan saya*
12. Saya tetap mengonsumsi tinggi
protein meskipun saya
mengetahui akan berdampak
kurang baik bagi kesehatan*

71
13. Saya minum suplemen protein
sesuai anjuran dan dosis yang
direkomendasikan
14. Saya selalu melihat label nutrisi
yang tertera pada kemasan
sebelum membeli suplemen
protein
15. Saya berkonsultasi kepada
dokter atau pakar/ahli nutrisi
sebelum membeli atau
mengonsumsi suplemen
16. Saya memahami kandungan
dalam suplemen yang saya
konsumsi
17. Saya merekomendasikan
kepada keluarga, teman dan
tetangga untuk mengkonsumsi
suplemen protein*

c. Kuesioner Perilaku Konsumsi Suplemen


Petunjuk pengisian : Berilah jawaban dengan memberi tanda centang (√)
pada kolom yang dipilih sesuai kondisi Anda dalam 1 bulan terakhir.
Keterangan :
Selalu = 5-7x Jarang = 1-2x
Sering = 3-4x Tidak pernah = tidak sama sekali

Tidak
No Item Pernyataan Pernyataan Selalu Sering Jarang
Pernah
1. Frekuensi Saya mengonsumsi suplemen
konsumsi protein protein setiap hari
dan suplemen
2. Saya melakukan diet tinggi
protein untuk membentuk otot
3. Saya minum suplemen protein
sebelum olahraga
4. Saya minum suplemen protein
setelah olahraga

72
5. Saya minum suplemen protein
sebelum dan setelah olahraga
6. Saya mengonsunsumsi
suplemen protein setiap kali
badan saya lelah
7. Saya mengonsumsi suplemen
untuk recovery/penyembuhan
8. Jumlah yang Saya mengonsumsi suplemen
dikonsumsi protein 3x sehari
9. Saya mengonsumsi suplemen
protein lebih dari 3x sehari
10. Saya mengonsumsi suplemen
protein kurang dari 3x sehari
11. Saya mengonsumsi suplemen
sebanyak dosis yang
dianjurkan untuk sekali minum
12. Saya tetap mengonsumsi
suplemen protein walaupun
kebutuhan protein saya sudah
cukup didapatkan dari
makanan
13. Saya mengonsumsi makanan
sumber protein melebihi
konsumsi zat gizi lain
14. Saya mengonsumsi protein
sesuai kebutuhan
15. Saya mengonsumsi telur lebih
dari 10 butir untuk membentuk
otot
16. Untuk membentuk otot saya
mengonsumsi sumber protein
hewani (daging, telur, susu,
ikan) lebih dari 5 porsi per/hari
17. Cara mengonsumsi Saya mengonsumsi suplemen
protein sesuai dosis dan
petunjuk penggunaan
18. Saya membaca tabel nutrisi
pada kemasan untuk
mengetahui kandungan
suplemen sebelum membeli

73
19. Saya berkonsultasi / mencari
informasi kepada orang yang
lebih ahli sebelum membeli
suplemen

74
D. Food Recall 1x24 jam

LEMBAR FOOD RECALL 1 X 24 JAM

Nama :
Hari :
Minggu ke :
Nama Nama bahan Merk Jumlah Jumlah
Waktu Ket
masakan makanan (jika ada) (URT) (gram)

75
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
a. Uji Validitas kuesioner pengetahuan
HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER PENGETAHUAN
No Soal r-hitung t-tabel Keterangan
1 0,359 0,349 VALID
2 0,595 0,349 VALID
3 0,511 0,349 VALID
4 0,557 0,349 VALID
5 0,373 0,349 VALID
6 0,356 0,349 VALID
7 -0,076 0,349 TIDAK VALID
8 0,172 0,349 TIDAK VALID
9 0,471 0,349 VALID
10 0,595 0,349 VALID
11 0,438 0,349 VALID
12 0,471 0,349 VALID
13 0,518 0,349 VALID
14 0,186 0,349 TIDAK VALID
15 0,46 0,349 VALID
16 0,557 0,349 VALID
17 0,405 0,349 VALID
18 0,334 0,349 TIDAK VALID
19 0,669 0,349 VALID
20 0,585 0,349 VALID
21 0,224 0,349 TIDAK VALID
22 0,313 0,349 TIDAK VALID
23 0,557 0,349 VALID
24 0,066 0,349 TIDAK VALID
25 0,445 0,349 VALID
26 0,09 0,349 TIDAK VALID
27 0,413 0,349 VALID
28 0,055 0,349 TIDAK VALID
29 0,373 0,349 VALID
30 0,585 0,349 VALID
31 0,459 0,349 VALID
32 0,185 0,349 TIDAK VALID
33 0,368 0,349 VALID
34 0,696 0,349 VALID
35 0,633 0,349 VALID
36 0,478 0,349 VALID
37 0,467 0,349 VALID
38 0,264 0,349 TIDAK VALID
39 0,198 0,349 TIDAK VALID
40 0,478 0,349 VALID

76
b. Uji Validitas Kuesioner Sikap

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER SIKAP


No Soal r-hitung t-tabel Keterangan
1 0,281 0,349 TIDAK VALID
2 0,691 0,349 VALID
3 0,479 0,349 VALID
4 0,681 0,349 VALID
5 0,101 0,349 TIDAK VALID
6 0,622 0,349 VALID
7 0,503 0,349 VALID
8 0,658 0,349 VALID
9 0,686 0,349 VALID
10 0,105 0,349 TIDAK VALID
11 0,444 0,349 VALID
12 0,495 0,349 VALID
13 0,288 0,349 TIDAK VALID
14 0,34 0,349 TIDAK VALID
15 0,686 0,349 VALID
16 0,691 0,349 VALID
17 0,444 0,349 VALID
18 0,026 0,349 TIDAK VALID
19 0,537 0,349 VALID
20 0,678 0,349 VALID
21 0,728 0,349 VALID
22 0,761 0,349 VALID
23 0,453 0,349 VALID

77
c. Uji Validitas Kuesioner Perilaku

HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER PERILAKU


No Soal r-hitung t-tabel Keterangan
1 0,514 0,349 VALID
2 0,573 0,349 VALID
3 0,46 0,349 VALID
4 0,78 0,349 VALID
5 0,658 0,349 VALID
6 0,481 0,349 VALID
7 0,595 0,349 VALID
8 0,51 0,349 VALID
9 0,421 0,349 VALID
10 0,582 0,349 VALID
11 0,398 0,349 VALID
12 0,337 0,349 TIDAK VALID
13 0,719 0,349 VALID
14 0,618 0,349 VALID
15 0,425 0,349 VALID
16 0,232 0,349 TIDAK VALID
17 0,571 0,349 VALID
18 0,561 0,349 VALID
19 0,639 0,349 VALID
20 0,482 0,349 VALID
21 0,474 0,349 VALID

d. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner


a. Kuesioner pengetahuan

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.892 28

b. Kuesioner sikap

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.906 17

78
c. Kuesioner perilaku

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.871 21

79

Anda mungkin juga menyukai