23 - KODE - B2 - 2 - Budaya Mutu Sekolah Dasar
23 - KODE - B2 - 2 - Budaya Mutu Sekolah Dasar
PENDIDIKAN DASAR
i
NIP. 130 783 511
DAFTAR ISI
PENGANTAR................................................................................
........................................................................................
i
DAFTAR ISI..................................................................................
........................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................
........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL...........................................................................
........................................................................................
iv
BAB I PENDAHULUAN...........................................................
........................................................................................
1
A. Latar Belakang...........................................................
...................................................................................
1
B. Dimensi Kompetensi..................................................
...................................................................................
3
C. Kompetensi Yang Diharapkan Dicapai......................
...................................................................................
3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi.............................
...................................................................................
3
E. Alokasi Waktu............................................................
...................................................................................
3
ii
F. Skenario.....................................................................
...................................................................................
4
iii
DAFTAR RUJUKAN.....................................................................
........................................................................................
45
LAMPIRAN...................................................................................
........................................................................................
48
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian
dari berbagai kalangan, tidak hanya pada kalangan pendidikan, tetapi
juga masyarakat. Mereka menginginkan munculnya perubahan dalam
hal usaha meningkatkan kualitas pendidikan. Fakta menunjukkan
bahwa kualitas pendidikan kita belum sebagaimana diharapkan.
Tuntutan terhadap peningkatan kualitas pendidikan semakin
meningkat. Hal ini dikarenakan adanya (1) kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (2) persaingan global yang semakin ketat,
dan (3) kesadaran masyarakat (orang tua siswa) akan pendidikan
yang berkualitas semakin tinggi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terjadi pada akhir-akhir ini telah membawa dampak
perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sehingga
permasalahan dapat dipecahkan dengan mengupayakan penguasaan
serta peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, seseorang kurang bisa
mengantisipasi perubahan-perubahan dalam kehidupan sehari-hari
dan tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan hidup yang selalu
berkembang dengan pesat.
Persaingan global dalam era pasar bebas, menyebabkan adanya
kompetisi yang sangat ketat. Untuk dapat berpartisipasi dalam
persaingan global tersebut, seseorang dituntut memiliki kemampuan
yang lebih/berkualitas, yaitu memiliki kecakapan berkomunikasi,
memiliki kemampuan menjalin kerjasama, memiliki keterampilan atau
1
skill tertentu, individu yang ulet, disiplin, beretos kerja yang tinggi,
pandai menangkap peluang, dan memiliki semangat untuk maju.
Budaya sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam
membentuk siswa menjadi manusia yang penuh optimis, berani,
tampil, berperilaku kooperatif, dan kecakapan personal dan akademik.
Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan
pendidikan tertentu biasanya dapat dilihat dari beberapa variabel yang
mempengaruhinya seperti perolehan nilai dan kondisi fisik, akan tetapi
kurang memperhatikan hal lain yang tidak tampak yang justru lebih
berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang
mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma
perilaku yang disebut sebagai the human side of organization
(sisi/aspek manusia dan organisasi).
Para kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder
sekolah atau yang terkait termasuk pengawas, dan
pengelola/pembina pendidikan perlu dibekali pemahaman
konsep yang benar tentang budaya organisasi, budaya mutu
sekolah dan pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik
atau unggul. Dengan memiliki pemahaman konsep yang baik
para kepala sekolah dan guru selaku pelaksana penyelenggara
pendidikan yang didukung oleh warga sekolah, stakeholder
sekolah atau yang terkait lainnya akan dapat mengembangkan
budaya mutu sekolah dalam rangka pengembangan sekolah
yang unggul, termasuk pengawas, dan pengelola/pembina
pendidikan akan dapat membinanya dengan efektif dan efisien.
Oleh karena itu, dipandang perlu adanya kerangka acuan
bagaimana kepala sekolah dapat mengembangkan budaya mutu di
sekolah dalam rangka mengembangkan penyelenggaraan sekolah
2
yang baik. Untuk itu perlu disusun pedoman atau panduan
pengembangan budaya mutu sekolah
Dalam rangka peningkatan profesionalisme guru khususnya
peningkatan kompetensi kewirausahaan seorang guru yang
berkeinginan menjadi kepala sekolah perlu mengikuti program
peserta pendidikan dan pelatihan (diklat) tentang kewirausahaan
sekolah.
B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang diharapkan pada akhir diklat adalah
dimensi kewirausahaan.
3
E. Alokasi Waktu
F.
G. Skenario
Secara tentatif (dapat dikembangkan oleh fasilitator diklat),
skenario diklat ini sebagai berikut:
1. Perkenalan
2. Penjelasan singkat, jelas, dan terarah tentang dimensi
kompetensi, kompetensi,
3. indikator pencapaian kompetensi, alokasi waktu dan skenario
diklat.
4. Pre- test
5. Eksplorasi pemahaman peserta berkenaan dengan seluk beluk
budaya mutu melalui pendekatan andragogi.
4
BAB II
KONSEP BUDAYA ORGANISASI
5
taught to new members as the correct way to perceive, think
about and feel in relation to those problem …”.
6
dua sisi, yaitu (1) memahami ditinjau dari sudut sumbernya, (2)
dan memahami dari sisi manifestasi atau tampilannya. Budaya
atau kultur bersumber dari spirit dan nilai-nilai kualitas
kehidupan. Beberapa spirit dan nilai-nilai yang patut dianut
sebuah organisasi, sebagaimana disarankan oleh Torrington &
Weightman, dalam Preedy (1993) diantaranya adalah spirit dan
nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan
nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit
dan nilai-nilai kejujuran, spirit dan nilai-nilai semangat hidup,
spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta
persatuan dan kesatuan. Sedangkan budaya atau kultur
dipahami dari sisi manifestasi atau tampilannya yaitu dengan
cara merasakan atau mengamati manifestasi atau tampilan yang
tercermin dalam aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang
mengatur bagaimana pemimpin dan anggota organisasi
seharusnya bekerja, struktur organisasi yang mengatur
bagaimana seorang anggota organisasi seharusnya
berhubungan secara formal maupun informal dengan orang lain,
sistem dan prosedur kerja seharusnya diikuti, dan kebiasaan
kerja dimiliki seorang pemimpin maupun anggota organisasi.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, budaya atau kultur
organisasi mengikat anggota menjadi suatu kesatuan yang utuh
dan senantiasa diajarkan/disampaikan kepada setiap anggota
baru organisasi atau dengan kata lain bahwa budaya organisasi
merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi,
pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh anggota
organisasi atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi
perilaku dan pemecahan masalah yang dihadapi (Hodge &
7
Anthony, 1988) dan merupakan proses sosialisasi anggota
organisasi untuk mengembangkan persepsi, nilai, dan keyakinan
terhadap organisasi (Sonhadji, 1991) berdasarkan spirit dan
keyakinan tertentu yang dianut organisasi.
Ada seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh
organisasi. Riset yang paling baru mengemukakan tujuh
karakteristik primer berikut yang menangkap hakikat dari budaya
suatu organisasi. Tujuh karakteristik budaya organisasi tersebut,
yaitu: (1) inovasi dan pengambilan risiko, sejauh mana para
karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko, (2)
perhatian ke rincian, sejauh mana para karyawan diharapkan
mem-perlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian
kepada rincian, (3) orientasi hasil, sejauh mana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu, (4) orientasi
orang, sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan
efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu, (5)
orientasi tim, sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar
tim-tim, bukannya individu-individu, (6) keagresifan, sejauh mana
orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-
santai, dan (7) kemantapan, sejauh mana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada
pertumbuhan (Robbin, 2003).
Sehubungan dengan itu, Harris (1998) mengemukakan ciri-
ciri budaya dalam organisasi yang disebut sebagai dimensi dari
organisasi. Ciri-ciri tersebut, yaitu:
“…..(1) tujuan dan misi, (2) sikap, keyakinan, prinsip-prinsip, dan
philosophi, (3) perioritas, nilai, etika, status, dan system hadiah,
(4) norma dan peraturan, (5) desain struktur organisasi, dan
8
teknologi, (6) kebijakan, prosedur, dan proses-proses, (7) system
komunikasi, bahasa, dan terminologi, (8) pengawasan, pelaporan,
dan praktik personal, (9) membuat keputusan, memecahkan
masalah, dan resolusi konflik, (10) kompensasi, pengakuan, dan
promosi, (11) ruang dan lingkungan kerja, dan (12)
kepemimpinan”.
9
produk-produk yang merupakan yang merupakan simbolisasi
nilai-nilai. Wujud budaya organisasi pada tingkatan perspectives
adalah peraturan-peraturan dan norma yang dijadikan acuan
dalam menyelesaikan problema yang dihadapi oleh organisasi
dan menjadi pedoman bersikap dan berperilaku anggota.
Wujud budaya organisasi pada tingkatan values adalah nilai
yang dijadikan acuan dalam segala keputusan dan tindakan
anggota organisasi serta yang mencerminkan tujuan, identitas,
dan standar penilaian terhadap segala sesuatu. Sedang wujud
budaya organisasi pada tingkatan assumption merupakan
pandangan anggota organisasi mengenai dirinya dan orang lain
yang mengarahkan pada hubungan antara dirinya dengan orang
lain tempat ia berada.
Budaya organisasi menjalankan sejumlah fungsi di dalam
sebuah organisasi. Fungsi-fungsi budaya organisasi, yaitu: (1)
berperan menetapkan tapal batas; artinya budaya menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain, (2)
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi,
(3) mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih
luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang, dan (4)
meningkatkan kemantapan sistem sosial organisasi (Robbin,
2003). Senada pendapat tersebut di atas, Greemers & Reynold
(1993) mengemukakan bahwa fungsi budaya organisasi adalah
(1) memberikan rasa identitas kepada anggota organisasi, (2)
memunculkan komitmen terhadap visi dan misi organisasi, (3)
membimbing dan membentuk standart perilaku anggota
organisasi, dan (4) meningkatkan stabilitas sistem sosial.
10
Khususnya fungsi keempat, baik yang dikemukakan oleh
Robbin maupun Greemers & Reynold tersebut di atas, budaya
organisasi merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-
standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan
dilakukan oleh anggota-anggota organisasi. Budaya organisasi
berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota
organisasi.
Berdasarkan paparan tersebut di atas, dapat disimpulkan
bahwa setiap anggota organisasi merupakan bagian dari
organisasi, yang secara psikologis dan emosional terhadap
organisasinya akan menyatu dan melebur dengan komponen
lainnya. Semakin kuat ikatan psikologis dan emosional antara
anggota organisasi, maka semakin kuat komitmen, rasa
identitas, memegang standar perilaku dan mantapnya stabilitas
sistem sosial organisasi.
11
BAB III
PENGEMBANGAN BUDAYA MUTU SEKOLAH
A. Pengertian
Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau
keberhasilan pendidikan oleh Owens, (1995: 81) lebih
dipengaruhi dari kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang
mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan
norma perilaku yang disebut sebagai the human side of
organization (sisi/aspek manusia dan organisasi). Hal tersebut
sesuai apa yang telah dilakukan oleh Frymier dan kawan-kawan
(1984) dalam melakukan penelitian One Hundred Good Schools,
yang dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa iklim
atau atmosphere sekolah, seperti hubungan interpersonal,
lingkungan belajar yang kondusif, lingkungan yang
menyenangkan, moral dan spirit sekolah berkorelasi secara
positif dan signifikan dengan kepribadian dan prestasi akademik
lulusan.
Dengan demikian, budaya sekolah dapat dikatakan bermutu
bilamana memungkinkan bertumbuhkembangnya sekolah dalam
mencapai suatu keberhasilan pendidikan. Budaya mutu sekolah
adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat,
dan iklim sekolah secara produktif mampu memeberikan
pengalaman dan bertumbuhkembangnya sekolah untuk
mencapai keberhasilan pendidikan berdasarkan spirit dan nilai-
nilai yang dianut oleh sekolah. Dalam hal ini, Depdiknas (2000)
telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah
sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan
12
untuk mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas
tanggungjawab, (3) hasil diikuti rewards atau punishment, (4)
kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai dasar kerjasama,
(5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6)
atmorfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan,
dan (8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
Sedangkan Peter dan Waterman (Hanson, 1996) menemukan
nilai-nilai budaya yang secara konsisten dilaksanakan di sekolah
yang baik, yaitu mutu dan pelayanan merupakan hal yang harus
diutamakan, selalu berupaya menjadi yang terbaik, mem-berikan
perhatian penuh pada hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat
jarak dengan klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin, bekerja
melalui orang (bukan sekedar bekerjasama atau memerintahnya),
memacu inovasi, dan toleransi terhadap usaha yang berhasil.
13
pengembangan pada tataran sosial. Pada tataran pertama,
proses pengembangan budaya mutu sekolah dapat dimulai
dengan pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai, yaitu
dengan cara mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai
kualitas kehidupan sekolah yang dianut sekolah, misalnya spirit
dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit
dan nilai-nilai kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan,
spirit dan nilai-nilai kejujuran, spirit dan nilai-nilai semangat
hidup, Spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain,
serta persatuan dan kesatuan (Torrington & Weightman, dalam
Preedy, 1993). Oleh karena itu, tidak ada pengembangan budaya
mutu sekolah secara sistematik tanpa identifikasi berbagai spirit
dan nilai-nilai yang dapat dijadikan landasan.
Dalam rangka pengembangan budaya mutu sekolah ada tiga
langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah, yaitu:
1. Identifikasi spirit dan nilai-nilai sebagai sumber budaya mutu
sekolah, yang dilakukan bersama dengan seluruh stakholder, dan
ditetapkan sebagai sebuah kebijakan resmi sekolah dalam bentuk
surat keputusan kepala sekolah.
0 2. Sosialisasi secara kontinyu spirit dan nilai-nilai kepada seluruh
stakholder, baik melalui pertemuan-pertemuan, majalah sekolah,
buku penghubung sekolah, majalah dinding sekolah, diperagakan
pada dinding kelas, maupun dalam bentuk surat edaran.
1 3. Kepala sekolah selalu menumbuhkan komitmen seluruh
stakeholder agar memegang teguh spirit dan nilai-nilai yang telah
ditetapkan bersama.
Pada tataran kedua, adalah pengembangan tataran teknis.
Pengembangan pada tataran teknis tersebut dilakukan setelah
14
kepala sekolah bersama stakeholder telah ber-hasil
mengidentifikasi spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan cara
mengembangan berbagai prosedur kerja manajemen
(management work procedures), sarana manajemen
(management toolkit), dan kebiasaan kerja (management work
habits) berbasis sekolah yang betul-betul merefleksikan spirit
dan nilai-nilai yang akan dibudayakan di sekolah.
Dalam rangka pengembangan tataran teknis budaya mutu
sekolah dapat ditempuh oleh kepala sekolah melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Kepala sekolah bersama seluruh stakeholder terkait
mengevaluasi sejauh mana keseluruhan komponen sistem
sekolah, seperti struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas
sekolah, sistem dan posedur kerja sekolah, kebijakan dan aturan-
aturan sekolah, tatatertib sekolah, hubungan formal maupun
informal, telah merefleksikan spirit dan nilai-nilai dasar yang
sangat fungsional bagi tumbuh dan berkembangnya sekolah.
2. Selanjutnya, kepala sekolah dengan stakeholder terkait
mengembangkan berbagai ke-bijakan teknis pada setiap
komponen sistem yang betul-betul merefleksikan spirit dan nilai-
nilai dasar yang sangat fungsional bagi tumbuh dan
berkembangnya sekolah. Bagi komponen sistem sekolah yang
telah merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang sangat fungsional
bagi tumbuh dan berkembangnya sekolah sebaiknya tetap
dipertahankan dan diimplementasikan, dan bilamana tidak
hendaknya terlebih dahulu dilakukan berbagai perubahan dan
pembaharuan seperlunya, dan setelah itu kepala sekolah selaku
15
manajer sekolah berkewenangan untuk segera membuat
berbagai kebijakan teknis.
Sedangkan pada tataran ketiga adalah pengembangan
tataran sosial. Pengembangan tataran sosial dalam konteks
pengembangan kultur sekolah adalah proses implementasi dan
institusionalisasi sehingga menjadi sebagai suatu kebiasaan
(work habits) di sekolah dan di luar sekolah.
16
BAB IV
KARAKTERISTIK SEKOLAH UNGGUL
17
merefleksikan lingkungan sekitarnya, (2) organisasi merupakan
sistem yang dinamis dan begitu besar, maka kebutuhannya
semakin kompleks, sehingga tidak mungkin didefinisikan hanya
melalui sejumlah kecil tujuan organisasi yang bermakna.
Sehubungan dengan itu, untuk memberikan gambaran
tentang sekolah yang efektif atau sekolah unggul, perlu disajikan
beberapa kajian atau hasil penelitian dari pakar manajemen
pendidikan tentang sekolah efektif atau sekolah unggul. Sekolah
efektif atau sekolah unggul memiliki kriteria, ciri-ciri atau
karakteristik tertentu. Ukuran dasar yang dapat dijadikan
pedoman untuk melihat apakah sekolah efektif itu atau tidak,
sekolah itu unggul atau tidak, Danim (2006) memberikan kriteria
tentang sekolah tersebut sebagai berikut: (1) mempunyai standar
kerja yang tinggi dan jelas bagi siswa, (2) mendorong aktifitas,
pemahaman multibudaya, kesetaran gender, dan
mengembangkan secara tepat pembelajaran menurut standar
potensi yang dimiliki oleh para pelajar, (3) mengharapkan para
siswa untuk mengambil peran tanggung jawab dalam belajar dan
perilaku dirinya, (4) mempunyai instrumen evaluasi dan penilaian
prestasi belajar, (5) menggunakan metode pembelajaran yang
berakar pada penelitian pendidikan dan suara praktik
profesional, (6) mengorganisasikan sekolah dan kelas untuk
mengkreasi lingkungan yang bersifat memberi dukungan bagi
kegiatan pembelajaan, (7) pembuatan keputusan secara
demokratis dan akuntabilitas, (8) menciptakan rasa aman, sifat
saling menghargai, dan mengakomodasikan lingkungan secara
efektif, (9) mempunyai harapan yang tinggi kepada semua staf,
(10) secara aktif melibatkan keluarga di dalam membantu siswa
18
untuk mencapai sukses, dan (11) bekerja sama atau berpartner
dengan masyarakat dan pihak-pihak lain.
Hampir serupa apa yang dikemukakan oleh Danim tentang
kriteria sekolah efektif di atas, Sammons (Macbeath & Mortimore,
2005) menganalisis tentang sekolah yang efektif itu ditentukan 11
faktor penting, yaitu: kepemimpinan profesional, visi dan tujuan
bersama, suatu lingkungan pembelajaran, konsentrasi pada
belajar dan mengajar, harapan tinggi, dorongan positif,
meminitor kemajuan, hak dan kewajiban murid, pengajaran yang
mempunyai tujuan, suatu organisasi pembelajaran, dan
kemitraan sekolah rumah.
Sedang Suyanto dalam Elfahmi (2006) menegaskan bahwa
sekolah unggul memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: (1) memiliki
budaya akademik yang kuat, (2) memiliki kurikulum yang selalu
relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
(3) memiliki komunitas sekolah yang selalu menciptakan cara-
cara atau teknik belajar untuk belajar yang inovatif, (4)
berorientasi pada pengembangan hard knowlegde dan soft
knowlegde secara seimbang, (5) proses belajar untuk
mengembangkan potensi siswa secara holistik, dan (6)
mengembangkan proses pengembangan kemampuan dan
kompetensi ber-komunikasi siswa secara global.
Lezotte (1983) menemukan dalam penelitiannya bahwa
sekolah-sekolah yang unggul itu memiliki karakteristik-
karakteristik, yaitu: (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib;
(2) iklim serta harapan yang tinggi; (3) kepeminpinan
instruksional yang logis; (4) misi yang jelas dan terfokuskan; (5)
kesempatan untuk belajar dan mengerjakan tugas bagi siswa;
19
dan (6) pemantauan yang sering dilakukan terhadap kemajuan
siswa, dan hubungan rumah-sekolah yang bersifat mendukung.
Dalam penelitian ini, tidak disebut-sebut perihal keefektivan guru
secara khusus, demikianpun perihal ganjaran insentif, yang pada
penelitian lain cukup memberikan sumbangan terhadap prestasi
siswa di sekolah.
Sedang Austin (Moedjiarto, 2002) dalam penelitian
menemukan bahwa sekolah-sekolah yang sukses menunjukkan
saling ketergantungan sehubungan praktek-praktek tertentu
dalam organisasi sekolah. Dalam kaitan ini, karakteristik-
karakteristik yang ditemukan dalam sekolah-sekolah unggul,
adalah (1) kepemimpinan instruksional yang kuat; (2)
pengembangan program, perencanaan pengajaran; (3) harapan-
harapan performansi yang tinggi; (4) kepercayaan bahwa semua
siswa dapat mempelajari keterampilan-keterampilan dasar; (5)
iklim yang positif; (6) pengawasan terhadap fungsi-fungsi
sekolah, kurikulum dan program pengembangan staf; (7)
dukungan staf yang kuat; (8) pemberian semangat; serta (9)
tanggung jawab dan partisipasi siswa.
Dengan demikian sekolah dapat disebut sebagai sekolah
unggul bila memiliki karakteristik keefektivan yang tinggi, yaitu:
iklim sekolah yang positif, proses perencanaan sekolah yang
melibatkan seluruh warga sekolah, harapan yang tinggi terhadap
prestasi akademik, pemantauan yang efektif terhadap kemajuan
siswa, keefektivan guru, kepemimpinan instruksional yang
berorientasi pada prestasi akademik, pelibatan orang tua yang
aktif dalam kegiatan sekolah, kesempatan, tanggung jawab, dan
partisipasi siswa yang tinggi di sekolah, ganjaran dan insentif di
20
sekolah, yang didasarkan pada keberhasilan, tata tertib dan
disiplin yang baik di sekolah, dan pelaksanaan kurikulum yang
jelas.
Pendidikan mencakup semua aktifitas, mulai konsep, visi,
misi, institusi, kurikulum, metodologi, proses belajar mengajar,
SDM kependidikan, lingkungan pen-didikan dan lain sebagiainya,
yang disemangati dan bersumber pada ajaran dan nilai-nilai
yang dibangun dalam proses semua aktiftas tersebut.
Kelembagaan pendidikan yang efektif tersebut adalah lembaga
pendidikan atau sekolah yang merefleksikan konsep-konsep
sekolah yang baik (the good school), sekolah yang efektif (the
effective school), sekolah yang unggul (the exellent school).
Menurut Hasan (2005) ada empat persyaratan yang dapat
dikategorikan sebagai kelembagaan pendidikan yang baik
“sekolah unggul”, yaitu: (1) SDM kependidikan yang
professional, (2) manajemen yang efektif dan professional, (3)
lingkungan pendidikan yang kondusif, dan (4) mampu
membangun kepercayaan kepada masyarakat.
Persyaratan pertama, SDM kependidikan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan berdasarkan seleksi yang
memenuhi syarat kompetensi personal, kompetensi professional,
kompetensi moral dan kompetensi sosial, yang mampu berperan
sebagai pengajar, pendidik, dan sekaligus pemimpin ditengah-
tengah peserta didiknya. Selain itu, tenaga kependidikan tersebut
memiliki pengalaman dan ditunjang oleh adanya keunggulan
dalam kemampuan intelektual, moral, keilmuan, ketaqwaan,
disiplin dan tanggung jawab, keluasan wawasan kepndidikan,
kemampuan pengelolaan, terampil, kreatif, memiliki keterbukaan
21
profesional dalam memahami profesi, karakteristik dan masalah
perkembangan peserta didik, mampu mengembangkan rencana
studi dan karir peserta didik serta memiliki kemampuan meneliti
dan mengembangkan kurikulum, juga menguasai bidang agama
islam dan ketaatan dalam beribadah maupun amaliyahnya.
Manajemen pendidikan diharapkan dapat berperan menjadi
perberdayaan organisasi (empowering organization). Dalam hal
pemberdayaan organisasi, komponen-komponen yang harus
didayagunakan sehingga secara bersinergi mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Diantara komponen-komponen
tersebut adalah kurikulum atau pembelajaran, siswa, pegawai,
sarana prasarana, keuangan, dan lingkungan masyarakat (De
Roche, 1985). Dalam pelaksanaan keseluruhan proses
manajemen tersebut diupayakan dengan bertumpu pada spirit
manajemen pendidikan keunggulan sebagaimana temuan teoritik
pada berbagai hasil penelitian yaitu berwawasan mutu,
kemandirian, partisipasi, dan keterbukaan.
Ada empat langkah proses manajemen pendidikan yang
professional, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengerahan
(kepemimpinan), dan pengendalian. Perencanaan pendidikan
dilakukan dalam bentuk pengembangan arah organisasional-visi,
misi, tujuan, dan target-kelembagaan pendidikan, penyusunan
rencana strategis jangka panjang, rencana strategis jangka
menengah, dan rencana strategis jangka pendek yang
dilanjutkan dengan penyusunan rencana operasional. Prinsip
dasarnya adalah perencanaan yang baik, futuristic namun tetap
realistic, sesuai dengan prinsip utama (Bafadal, 2002).
22
Pengorganisasian pendidikan diupayakan dalam formula
pengembangan struktur organisasi yang menganut prinsip
ramping struktur namun gemuk fungsi, perumusan deskripsi
tugas yang jelas, dan penempatan tenaga kependidikan sesuai
dengan keahliannya. Kepemimpinan pendidikan diwujudkan
dalam bentuk upaya pimpinan lembaga pendidikan dalam
menggerakkan seluruh tenaga kependidikan melalui pendekatan
uswatun hasanah dan mauidhah hasanah (contoh yang baik dan
petuah/nasehat yang baik). Sedangkan pengawasan pendidikan
direalisasikan dalam bentuk melakukan refleksi diri atas seluruh
implementasi program dalam suatu kurun waktu tertentu (Dit
Dikmenum, 2002).
Dalam membentuk budaya mutu sekolah, lembaga
pendidikan merupakan sebuah organisasi. Kultur lembaga
pendidikan merupakan kultur organisasi dalam konteks satuan
pendidikan. Dengan demikian kultur lembaga pendidikan dapat
diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah lembaga pendidikan
yang tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai
tertentu yang dianutnya. Kultur lembaga pendidikan tersebut
akan dapat dikembangkan dengan melalui tenaga kependidikan
yang unggul sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Persyaratan yang ketiga, lembaga pendidikan harus mampu
menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif, yang
memberikan suasana damai, bersih, tertib, aman, indah dan
penuh kekeluargaan. Lingkungan yang memberikan kebebasan
peserta didik untuk berekspresi, mengembangkan minat dan
bakatnya, berinteraksi sosial dengan sehat dan saling
23
menghormati,, dalam atmosfir yang mencitrakan suasana
religius, etis, dan humanis.
Membangun kepercayaan kepada masyarakat merupakan
persyaratan yang terakhir. Dalam hal ini, lembaga pendidikan
harus mampu membangun kepercayaan kepada masyarakat atas
program-programnya sehingga memperoleh dukungan dan
partisipasi masyarakat dalam bentuk pemikiran dan pembiayaan.
Sekolah diharapkan mampu melakukan hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan dengan masyarakat di lingkungan
sekolah.
24
BAB V
PENGEMBANGAN BUDAYA MUTU DI SEKOLAH MENUJU
SEKOLAH UNGGUL
A. Pengertian
25
Tabel 5.1 Tahap Pengembangan Budaya Mutu Sekolah
26
dalam melakukan proses pengembangan budaya mutu sekolah
yang dilakukan melalui tiga tataran, yaitu (1) pengembangan
pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2) pengembangan pada tataran
teknis; dan (3) pengembangan pada tataran sosial. Pada tataran
pertama, dengan cara mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-
nilai kualitas kehidupan sekolah yang dianut sekolah. Pada
tataran kedua, dengan cara mengem-bangan berbagai prosedur
kerja manajemen (management work procedures), sarana
manajemen (management toolkit), dan kebiasaan kerja
(management work habits) berbasis sekolah yang betul-betul
merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang akan dibudayakan di
sekolah. Sedangkan pada tataran ketiga, pengembangan tataran
sosial dalam konteks pengembangan kultur sekolah adalah
proses implementasi dan institusionalisasi sehingga menjadi
sebagai suatu kebiasaan (work habits) di sekolah dan di luar
sekolah.
Dengan pengembangan budaya mutu yang dilakukan oleh
sekolah unggul melalui tahap-tahap pengembangan tersebut di
atas, maka perlu diuraikan gambaran: (1) bagaimana identifikasi
spirit dan nilai-nilai yang telah dilakukan oleh sekolah unggul,
yang dijadikan sebagai acuan atau dasar pengembangan budaya
mutu sekolah unggul, dan (2) bagaimana cerminan atau wujud
budaya mutu nampak pada: (a) visi dan misi sekolah, (b) struktur
organisasi dan deskripsi tugas sekolah, (c) sistem dan prosedur
kerja sekolah, (d) kebijakan dan aturan sekolah, (e) tata tertib
sekolah, (f) penampilan fisik (fasilitas) sekolah, (g) suasana dan
hubungan formal dan informal, sikap dan perilaku kepala
27
sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya, yang juga dapat
dijadikan acuan dalam pengembangan budaya mutu sekolah.
28
Gambar 5.1 Spirit dan nilai-nilai budaya mutu
29
Visi dan misi sekolah unggul tercermin budaya mutu yang
nampak pada: (1) kegiatan dan praktek-praktek, pembiasaan-
pembiasaan, kegiatan-kegiatan ilimiah, pembiasaan bersikap
dengan guru, orang tua, dan teman, (2) program kunjungan ke
tempat-tempat bersejarah, musium, candi, ke instansi
pemerintah (wali kota, DPRD); dan pementasan budaya-budaya
Indonesia yang dikemas dengan metode project based learning
(PBL), dan (3) penggunaan strategi pembelajaran antar kelas
yang berbeda-beda: pembelajaran di luar kelas, pem-belajaran
melalui pengamatan, praktek di laboratorium, pembelajaran
dengan diskusi kelompok pembelajaran, menggunakan metode
pembelajaran CTL, PBL, bilingual, pembelajaran berbasis ITC,
dan lain sebagainya.
Visi dan misi sekolah unggul nampak dijadikan sebagai
pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana pada
gambar dibawah ini
30
Visi dan misi sekolah dijadikan pedoman oleh setiap guru
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas maupun kegiatan-
kegiatan sekolah lainnya, termasuk orang tua siswa dalam
mengarahkan dan bimbingan di rumah. Karena visi dan misi
sekolah ini dianggap sebagai salah satu budaya mutu sekolah
yang merupakan perpaduan nilai-nilai, keyakinan, asumsi,
pemahaman, dan harapan-harapan yang diyakini oleh warga
sekolah atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman bagi
perilaku dan pemecahan masalah yang dihadapi (Hodge &
Anthony, 1988).
Kalau dilihat dari segi keefektifan visi dan misi sekolah yang
dapat mengarahkan semua warga sekolah dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di sekolah sehingga dapat menumbuhkan
adanya interaksi yang dari semua warga sekolah untuk mencapai
cita-cita yang terkandung dalam visi dan misi sekolah tersebut,
hal ini sesuai apa yang dikemukakan DeRoche (1987), beberapa
ciri budaya organisasi yang efektif antara lain: (1) adanya
dukungan bagi interaksi social, (2) dukungan bagi kegiatan-
kegiatan intelektual atau belajar, dan (3) komitmen yang kuat
terhadap visi dan misi organisasi.
31
tugas dan wewenang yang bersifat mikro/operasional. Dengan
demikian semua kebijakan operasional harus mengacu pada
kebijakan makro yang telah ditetapkan oleh organ pengelola dan
merupakan garis instruktif.
Sekolah sebagai pelaksana operasional, dalam
penyelenggaraannya dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang
dibantu oleh guru dan tenaga tata usaha. Pembagian tugas
diantara kepala sekolah, guru, dan tenaga tata uhasa selalu
dilakukan evaluasi keefektifannya, sehingga pola-pola
manajemen yang dilakukan secara dinamis disesuaikan dengan
perkembangan dan kebutuhan riil di sekolah. Garis instruktif
kepala sekolah secara langsung kepada unsur akademik, unsur
administratif, dan unsur penunjang dan garis koordinatif dengan
BP3/komite sekolah/forum orang tua siswa. Sedang garis
koordinatif diantara ketuga unsur tersebut dalam rangka
keefektifan penyelenggaraan sekolah.
Pembagian tugas dan garis instruktif/koordinatif dapat
dilukiskan pada gambar di bawah ini.
32
Gambar 5.3 Pembagian tugas dan garis instruktif/koordinatif
33
3. Sistem dan Prosedur Kerja
Sistem dan prosedur kerja di sekolah unggul adalah: (1)
sistem dan prosedur yang bersifat makro ditetapkan oleh organ
pengelola sebagai pedoman umum pelaksanaan operasional di
sekolah, meliputi: sistem dan prosedur rekrutmen tenaga baru,
sistem pembinaan kepangkatan, ketentuan cuti, peraturan
disiplin kepegawaian, sistem seleksi penerimaan siswa baru,
penetapan kurikulum dan lain sebagainya yang bersifat makro,
(2) sistem dan prosedur yang bersifat operasional ditetapkan
oleh sekolah dalam rangka mempertegas, memperjelas, dan
meng-konkritkan kebijakan makro, meliputi: sistem reward bagi
siswa dan guru, upaya meningkatkan profesional dengan sistem
pengumpulan media yang dibuat sendiri oleh guru, penyiapan
rancangan pembelajaran dengan baik, melakukan pembinaan,
pengiriman dan mengikutkan guru/pegawai dalam kegiatan
pelatihan/diklat/ lokakarya baik yang diselenggarakan oleh organ
pengelola sekolah maupun pihak luar, dan lain sebagainya.
Budaya mutu nampak pada sistem dan prosedur kerja
sekolah unggul sebagai berikut :
34
Tabel 5.2 Sistem dan prosedur kerja sekolah
Sistem dan prosedur kerja bersifat Sistem dan prosedur kerja bersifat
makro mikro (operasional)
1. sistem dan prosedur rekrutmen 1. sistem reward bagi siswa dan guru
tenaga baru 2. upaya meningkatkan profesional
2. sistem pembinaan dengan sistem pengumpulan media
kepangkatan yang dibuat sendiri oleh guru
3. ketentuan cuti 3. penyiapan rancangan pembelajaran
4. peraturan disiplin kepegawaian dengan baik
5. sistem sleksi penerimaan siswa 4. melakukan pembinaan
baru 5. pengiriman dan mengikutkan
6. penetapan kurikulum guru/pegawai dalam kegiatan
7. dan lain sebagainya yang pelatihan/diklat/lokakarya baik yang
bersifat makro diselenggarakan oleh
yayasan/diknas atau pihak luar
35
yang sudah jelas dan memang menjadi kewenangan seorang
kepala sekolah untuk mengambil suatu keputusan, dan
meskipun terlebih dahulu meminta pendapat dari warga sekolah,
(2) kebijakan yang bersifat krusial digodok melalui tim khusus
yang diberi wewenang oleh sekolah kemudian dilakukan
sosialisasi sebelum ditetapkan oleh sekolah, misalnya: masalah
kedisiplinan, PBM, pelayanan kepada siswa, dan lain sebagainya
dan (3) kebijakan dan aturan sekolah yang bersifat teknis,
misalnya: peringatan hari besar nasional dan Islam, teknis
layanan makan siang, kunjungan wisata dan lain sebagainya
dapat muncul dari warga sekolah, sekolah mengkaji, menyetujui
dan menetapkannya.
Disamping hal tersebut di atas, kebijakan mengenai
kebiasaan-kebiasaan dalam sehari-hari di bahas melalui
kesepakatan semua warga sekolah. Hal ini dilakukan dibuat
dalam rangka peningkatan mutu atau keefektifan sekolah, sebab
dengan pelibatan dan partisipasi semua unsur sekolah (warga
sekolah) akan tumbuh rasa memiliki dan menjadi milik bersama.
Kebijakan dan aturan sekolah unggul dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini.
Tabel 5.3 Kebijakan dan aturan sekolah unggul
Sifat/tipe Proses Hasil
Kebijakan untuk kebijakan ditetapkan oleh Hal-hal yang secara jelas
memtegas, kepala sekolah dan pata dan tegas menjadi
memperjelas kebijakan terlebih dahulu meminta kewenangan kepala
makro pendapat dari warga sekolah
yayasan/lembaga sekolah
Kebijakan khusus dibentuk tim khusus dan masalah kedisplinan
disosialisasikan sebelum PBM
disahkan oleh kepala
pelayanan kepada
sekolah
siswa
dan lain-lain
kebijakan teknis dapat muncul dari waga teknis PHBI/N
36
sekolah, sekolah mengkaji, teknis layanan makan
menyetujui dan selanjutnya siang
menetapkannya kunjungan wisata
dan lain-lain
kebijakan mengenai berdasarkan kesepakatan kegiatan istighotsah
kultur/kebiasaan- bersalaman
kebiasaan
menyapa
mengucapkan salam
dan lain-lain
37
5.
38
6. Tata Tertib Sekolah
Tata tertib sekolah dapat dibagi menjadi dua, yaitu tata tertib
untuk guru, pegawai, dan warga sekolah dan tata tertib sekolah
khusus untuk siswa, yang mengatur akan keteraturan sekolah.
Tata tertib sekolah berisi kewajiban yang harus dilaksanakan,
larangan yang harus dihindari, dan sanksi yang akan diberikan
bagi yang melanggar kewajiban dan melakukan larangan
sekolah.
Tata tertib sekolah unggul dirasakan sudah baik dan mapan,
karena dirasakan tidak memberatkan, proses pembuatan melalui
dibentuknya tim khusus atau melibatkan pihak-pihak warga
sekolah yang tidak hanya pimpinan saja, tata tertib diterapkan
tidak kaku dan bersifat reward. Disamping itu tata tertib yang
dibuat tidak hanya mengatur ketentuan umum tetapi juga ada
tata tertib yang mengatur ketentuan khusus.
Budaya mutu nampak pada tata tertib sekolah unggul dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.4 Tata tertib sekolah unggul
Tata tertib siswa Budaya mutu yang nampak
kewajiban yang harus disusun oleh tim tertib (tim work yang
dilaksanakan oleh siswa solid)
larangan yang harus dihindari melibatkan warga sekolah, tidak
oleh siswa hanya pimpinan saja
sanksi yang akan diberikan diterapkan tidak kaku
kepada siswa bagi yang dirasakan tidak memberatkan
melanggar kewajiban dan mengedepankan reward dari pada
melakukan larangan sekolah. hukuman
kewajiban yang harus dapat diterima dan dirasakan dengan
dilaksanakan oleh guru/pegawai baik
larangan yang harus dihindari disusun oleh tim khusus (tim work
oleh guru/pegawai yang solid)
sanksi yang akan diberikan melibatkan warga sekolah, tidak
kepada guru/pegawai bagi yang hanya pimpinan saja
melanggar kewajiban dan diterapkan tidak kaku
melakukan larangan sekolah. dirasakan tidak memberatkan
sudah baik dan mapan
dapat diterima dan dirasakan dengan
39
baik
7. Fasilitas Sekolah
Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah unggul adalah sarana dan
prasarana atau fasilitas sekolah cukup lengkap dan memadahi
untuk menunjang proses pembelajaran yang baik termasuk
pemberian pengalaman belajar bagi siswa. Sarana prasarana dan
fasilitas sekolah yang dimiliki antara lain: gedung yang
representatif, ruang kelas yang luas dan representatif,
laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer,
pusat sumber belajar, perpustakaan sekolah, tempat ibadah
sebagai pusat pengembangan dan pusat kegiatan ibadah siswa,
halaman dan lapangan olah raga dan lain sebagainya.
Dalam rangka optimalisasi dalam menunjang keefektifan
pembelajaran usaha-usaha yang dilakukan oleh sekolah adalam
melakukan perawatan dan pemanfaatan fasilitas sekolah
seefektif dan efisien mungkin, yang teknisnya diatur mekanisme
pemakaian yang diatur oleh masing-masing koordinator
laboratorium atau koordinator unit, sedang sekolah akan
melakukan pemantauan, dan melakukan evaluasi keefektifan
pemanfaatan fasilitas sekolah tersebut.
Tabel 5.5 Fasilitas sekolah dan budaya mutu sekolah unggul
Fasilitas yang dimiliki Kondisi riil Budaya mutu yang nampak
gedung berlantai 3 cukup lengkap Usaha-usaha
ruang kelas yang luas dan memadahi optimalisasi
dan representatif untuk menunjang Usaha perawatan dan
proses
laboratorium IPA pemanfaatan fasilitas
pembelajaran sekolah seefektif dan
laboratorium bahasa yang baik efisien mungkin
laboratorium komputer termasuk
adanya mekanisme
pusat sumber belajar pemberian
pemakaian yang diatur
perpustakaan sekolah pengalaman
oleh masing-masing
tempat ibadah sebagai belajar bagi siswa
koordinator laboratorium
pusat pengembangan atau koordinator unit
dan pusat kegiatan pemantauan dan
ibadah siswa
40
halaman dan lapangan evaluasi keefektifan oleh
olah raga dan lain sekolah.
sebagainya.
41
akrab, dan (d) suasana yang dibangun oleh sekolah adalah
suasana maju, kreatif, inovatif, berbuat yang terbaik, tuntutan
kerja keras, koordinasi yang baik, mempunyai struktur
kepegawaian yang jelas, hubungan antar individu dan antara
bawahan pimpinan baik, serta perhatian secara individu siswa
oleh guru; (3) meskipun demikian tetap diterapkan mekanisme
yang jelas bagi warga sekolah yang melakukan pelanggaran
sekolah.
Budaya mutu sekolah unggul nampak pada suasana dan
hubungan formal maupun informal
42
yang baik dan sebagian indikator/elemen rumusan Depdiknas
(2000) tentang beberapa elemen budaya mutu sekolah. Nilai-nilai
budaya yang secara konsisten dilaksanakan di sekolah yang
baik, oleh Peter dan Waterman (Hanson, 1996) adalah mutu dan
pelayanan merupakan hal yang harus diutamakan, selalu
berupaya menjadi yang terbaik, memberikan perhatian penuh
pada hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat jarak dengan
klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin, bekerja melalui orang
(bukan sekedar bekerjasama atau memerintahnya), memacu
inovasi, dan toleransi terhadap usaha yang berhasil.
43
perilaku perilaku
`
Sikap dan perilaku bersikap adil
mengacu pada bertegur sapa
tuntunan agama dan penyambutan siswa di pintu gerbang sekolah
norma-norma umum oleh guru
bersalaman
memberi salam
berdo’a sebelum dan selesai beraktifitas di
sekolah
saling menghormati
Sikap dan perilaku selalu belajar dari pengalaman
yang dibangun selalu melakukan evaluasi
memberikan motivasi dan selalu memperbaiki untuk mencapai
dan berprestasi yang terbaik
Sikap dan perilaku sopan santun
dalam memberikan ramah
keteladanan dan jiwa senyum
sosial bagi siswa memberikan layanan yang terbaik
sabar
bersodaqoh, dan lain-lain
44
stakeholder sekolah atau yang terkait termasuk pengawas, dan
pengelola/pembina pendidikan perlu dibekali pemahaman
konsep yang benar tentang budaya organisasi, budaya mutu
sekolah dan pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik
atau unggul. Dengan memiliki pemahaman konsep yang baik
para kepala sekolah dan guru selaku pelaksana penyelenggara
pendidikan yang didukung oleh warga sekolah, stakeholder
sekolah atau yang terkait lainnya akan dapat mengembangkan
budaya mutu sekolah dalam rangka pengembangan sekolah
yang unggul, termasuk pengawas, dan pengelola/pembina
pendidikan akan dapat membinanya dengan efektif dan efisien.
Dengan demikian, para kepala sekolah dan guru selaku
pelaksana penyelenggara pendidikan yang didukung oleh warga
sekolah, stakeholder sekolah atau yang terkait lainnya akan
mampu mengembangkan budaya mutu sekolah secara
sistematis melalui tahap-tahap pengembangan, yaitu: (a) tahap
perumusan tujuan pengembangan yang dijiwai spirit dan nilai-
nilai yang dilanjutkan dengan penetapan kebijakan, (b) tahap
sosialisasi dan implementasi, dan (c) tahap evaluasi dan follow
up. Dalam melakukan pengembangan budaya mutu tersebut,
sekolah terlebih dahulu harus mengidentifikasi spirit dan nilai-
nilai budaya mutu yang dijadikan sebagai landasan dan sumber
dalam penyelenggaraan pendidikan pada sekolah, misalnya:
spirit dan nilai-nilai perjuangan, spirit dan nilai-nilai ibadah,
spirit dan nilai-nilai amanah, spirit dan nilai-nilai kebersamaan,
spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai profesionalisme,
spirit dan nilai-nilai menjaga eksistensi sekolah dan lain
sebagainya. Spirit dan nilai-nilai tersebut, tercermin dalam setiap
45
kegiatan, dalam mengambil keputusan, sikap dan perilaku warga
sekolah, pola-pola manajemen yang dilakukan di sekolah.
Sebagai gambaran yang dapat membantu kita dalam melihat
wujud budaya mutu sekolah unggul yang tercermin di sekolah,
misalnya yang nampak pada: (a) visi dan misi sekolah tercermin
dalam program atau kegiatan sekolah, dan strategi pembelajaran
yang diterapkan, (b) struktur organisasi dan deskripsi tugas
sekolah tercermin dengan pembagian tugas yang jelas, garis
instruktif dan koordinatif yang fungsional, (c) sistem dan
prosedur kerja sekolah tercermin dengan sistem reward bagi
siswa dan guru, dan upaya-upaya peningkatan profesional guru,
(d) kebijakan dan aturan sekolah tercermin dalam proses
pengambilan kebijakan atau keputusan sekolah yang melibatkan
warga sekolah, (e) tata tertib sekolah tercermin dalam proses
pembuatan tata tertib sekolah melalui team work yang solid,
implementasi yang mengedepankan reward, dapat diterima dan
dirasakan oleh warga sekolah dengan baik, (f) penampilan fisik
(fasilitas) sekolah tercermin dengan usaha-usaha optimalisasi
pemanfaatan fasilitas sekolah, perawatan, pemantauan dan
evaluasi, (g) suasana dan hubungan formal dan informal
tercermin dengan komunikasi melalui kooodinasi yang kontinyu,
pengakuan bagi yang berprestasi, suasana saling menghormati,
akrab, suasana maju, kreatif, inovatif, hubungan antar individu
dan antara bawahan pimpinan yang baik, perhatian secara
individu siswa oleh guru, serta pemberian tindakan yang jelas
bagi warga sekolah yang melakukan pelanggaran di sekolah, dan
(h) budaya mutu pada sekolah unggul yang nampak pada sikap
dan perilaku kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan
46
lainnya adalah tercermin dengan sikap dan perilaku dan norma-
norma umum (bersikap adil, bertegur sapa, memberi salam,
bersalaman, berdo’a sebelum dan selesai beraktifitas di sekolah,
dan saling menghormati), sikap-sikap motivasi dan berprestasi,
sikap keteladanan dan berjiwa sosial.
Berdasarkan pengembangan budaya mutu dalam rangka
mengembangkan sekolah unggul tersebut diatas, dapat
digambarkan dalam diagram konteks pada gambar berikut.
47
Gambar 5.4 Budaya mutu dalam mengembangkan sekolah
unggul
48
DAFTAR RUJUKAN
Caldweel. B.J. & J.M. Spinks. 1993. Leading the Self Managing
School. London, Washington: The Falmer Press.
49
Harris, Philip R. 1998. The New Work Culture. Amherst: HRD Press.
Hodge, B.J., & W.P. Anthony. 1988. Organizational Theory (3 rd. ed.).
Boston, Massa-Chusetts: Allyn and Bacon, Inc.
50
rd
Gabvermance in Higher Education: (3 ed.). Lexington: Ginn
Press.
51
LAMPIRAN
BAHAN DISKUSI
Sebagai kepala sekolah langkah-langkah apa yang Anda lakukan untuk menerapkan budaya organisasi di sekola
Bagaimana cara Anda untuk menentukan bahwa suatu sekolah sudah menerapkan budaya mutu atau belum?
Menurut pendapat Anda apakah yang dimaksud dengan sekolah unggul? Apa sama maksudnya dengan sekolah u
Bagaimana konsep atau langkah-langkah Anda sebagai kepala sekolah untuk mewujudkan penyelenggaraan sek
52