Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI DESA TLOMPAKAN

KABUPATEN SEMARANG

Oleh:
Kelompok

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan seseorang dengan usia telah mencapai 60 tahun keatas 1. Lansia
dengan usia 60–74 tahun cenderung menurun, sedangkan proporsi lansia di atas 75 tahun
cenderung meningkat di dunia. Estimasi penduduk lanjut usia diatas 75 tahun akan menjadi
sekitar 21% dari total penduduk pada tahun 20352. Indonesia merupakan populasi lansia terbesar
3
kedelapan di dunia dan terbesar keempat diantara negara Asia yang mengalami peningkatan
jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010 menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%)
pada tahun 2019, dan diperkirakan meningkat dimana tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa
(15,77%) 4. Lanjut usia mengalami penurunan fisiologi seperti seperti berkurangnya ketajaman
5
penglihatan, pendengaran, dan gangguan keseimbangan yang menyebabkan rentan terhadap
penyakit 6. Penyakit tersebut meliputi diabetes melitus 7, osteoarthritis 8, kardiovaskular 9,
dementia 10, hipertensi 11, dan sebagainya.
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan
12,13
hiperglikemia dan hemoglobin terglikasi tinggi dengan atau tanpa glikosuria. Gangguan
metabolisme glukosa terjadi karena adanya kerusakan pada sel β-pancreas, sehingga tidak bias
14,15
mensekresikan insulin atau terjadi resistensi insulin . Hiperglikemia kronis menyebabkan
kerusakan dan kegagalan berbagai organ, terutama jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan
16
saraf . Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya prevalensi pada penyakit ini meliputi
perubahan fungsional organ pada lansia berkaitan dengan gangguan fungsi sel beta yang
mensekresi insulin dan gangguan sensitivitas insulin 17, pengurangan massa bebas lemak (otot,
tulang, air) dan peningkatan relatif dari massa lemak dengan obesitas viseral yang menyebabkan
18,19
perubahan sensitivitas insulin . Berdasarkan data dari WHO di Indonesia pada tahun 2016
terdapat 75.800 kasus pada usia 30-69 dan 81.700 pada usia 70 tahun keatas dengan total
kematian 48.300 pada usia 30-69 tahun dan 51.100 kematian pada usia 70 tahun keatas 20.
Menurut data International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015 terdapat 415 juta
penderita DM di dunia dan Indonesia menempati peringkat ke-7 dengan jumlah penderita DM
sebanyak 10 juta orang 21.
Lansia dengan diabetes memiliki tingkat kematian dini lebih tinggi, komplikasi kronis
22,23
mikro dan makrovaskular yang bisa menghambat pengobatan terapeutik , komplikasi akut
24
seperti keadaan hiperglikemik hiperosmolar dan hipoglikemia berat , cacat fungsional,
penyakit penyerta seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan stroke, serta berisiko lebih
besar untuk menderita beberapa sindrom geriatrik, seperti polifarmasi, gangguan kognitif,
inkontinensia urin, risiko jatuh, dan nyeri25. Diabetes tipe 1 dan tipe 2 dicirikan oleh kadar
glukosa darah tinggi (hiperglikemia) (Van Belle et al., 2011). Diabetes tipe 1 adalah penyakit
autoimun kronis karena terjadi kerusakan sel β-pancreas pada pulau langerhans menyebabkan
defisiensi insulin dan hiperglikemia. Diabetes tipe 2 terjadi karena adanya resistensi insulin
(American Diabetes Association, 2008) dan merupakan penyakit yang paling umum dan sangat
terkait dengan riwayat keluarga diabetes, usia yang lebih tua, obesitas dan kurang olahraga
(Baynes, 2015).
Hipoglikemia merupakan komplikasi diabetes yang serius pada lansia dengan gejala
umum kebingungan, mengigau, pusing, lemah, dan jatuh 26. Beberapa faktor meningkatkan risiko
hipoglikemia pada lansia meliputi gangguan fungsi ginjal, regulasi hormonal yang melambat,
asupan nutrisi, polifarmasi, dan penyerapan usus yang lambat 27. Penderita yang disertai dengan
karakteristik spesifik tertentu harus diperhatikan, seperti komorbiditas, faktor risiko
kardiovaskular, kelemahan, harapan hidup terbatas, penurunan berat badan yang tidak disengaja,
perubahan komposisi tubuh, polifarmasi dengan kemungkinan meningkatkan interaksi obat,
risiko tinggi hipoglikemia dan kesulitan dalam mengenalinya, isolasi sosial, situasi fungsional
dan ketergantungan, situasi sosial ekonomi, lingkungan keluarga, sindrom geriatri, serta
keinginan dan preferensi terapeutik 22,23,28.
Berdasarkan latar belakang tersebut diketahui populasi lansia dengan diabetes melitus di
Indonesia terus meningkat dan bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang serius jika tidak
diberi penanganan yang tepat. Perawat berperan penting dalam memberikan perawatan yang
efektif bagi lansia dengan diabetes dan untuk mendukung pengasuh keluarga mereka. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memberikan intervensi keperawatan pada lansia dengan diabetes di
Desa Telompokan.
A. Tujuan
1. Tujuan umum
Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan
diabetes di Desa Telompokan.
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi kasus asuhan keperawatan komunitas pada penderita (lansia)
diabetes di Desa Tlompakan.
b. Memberikan intervensi keperawatan pada lansia dengan diabetes di Desa Tlompakan.
c. Mengetahui perubahan gula darah lansia dengan diabetes setelah mendapatkan asuhan
keperawatan komunitas.
B. Manfaat
1. Manfaat teori
Penulisan makalah ini diharapkan bisa mengembangkan ilmu keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes di Desa Tlompakan.
2. Manfaat praktis
Sebagai masukan bagi instusi puskemas agar memberikan motivasi perawat dalam
melakukan perawatan yaitu dengan kegiatan promosi kesehatan dalam rangka pencegahan
penyakit dan peningkatan pelayanan kesehatan pada lansia dengan diabetes di Desa Tlompakan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Lansia
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas dan merupakan proses
yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, menurunnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh 1. Menua atau menjadi tua adalah suatu
keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua.29
2. Batasan lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
c. Menurut Chalise lansia dikategorikan sebagai berikut30:
1) Young old: usia 65-74 tahun
2) Middle old: usia 75-84 tahun
3) Old-old: usia 85 tahun
4) Centenarians: usia 100 tahun keatas
3. Mekanisme Penuaan

Sel manusia hanya bisa bereplikasi beberapa kali sebelum menjadi tua, ketika sel membelah,
31
telomer pada untai DNA secara bertahap memendek . Mekanisme menunjukkan telomer
berfungsi sebagai pelindung kromosom. Panjang telomer yang berkurang mempengaruhi kualitas
perlindungan protein yang berada di ujung distal telomer dan memungkinkan enzim perbaikan
DNA untuk mengenali telomer di antara situs kerusakan DNA, akibatnya, hilangnya panjang
telomer dan hilangnya protein pelindung ini secara bersamaan menyebabkan ujung kromosom
32
rusak oleh enzim perbaikan DNA . Proses ini juga dipengaruhi oleh aktivasi kompleks
perbaikan DNA dari faktor transkripsi gen p53 berhubungannya dengan cyclin-dependent kinase
inhibitor p21 bisa mengakibatkan penuaan sel dan akhirnya terjadi penghentian fungsi metabolik
dan replikatifnya 33.
4. Perubahan yang terjadi pada Lansia

Usia lanjut mengalami perubahan beberapa fungsi organ tubuh sebegai berikut:
a. Gangguan pendengaran

Kehilangan pendengaran (presbycusis) dan peningkatan produksi serumen dengan


penuaan berkontribusi pada kesulitan mendengar. Prevalensi gangguan pendengaran meningkat
karena faktor usia, akumulasi faktor risiko, dan memiliki hubungan yang tinggi dengan
34
penurunan kualitas hidup . Gangguan pendengaran ringan dapat mengganggu pemrosesan
ucapan, terutama jika ucapan berlangsung cepat atau jika banyak pembicara diruangan besar
menghasilkan suara pantul, oleh karena itu, pada lansia mengalami kesulitan komunikasi verbal
dalam lingkungan tempat orang berkumpul. Peningkatan isolasi sosial memediasi hubungan
yang diamati antara gangguan pendengaran dan depresi, penurunan kognitif, dan penurunan
kualitas hidup. Penggunaan alat bantu dengar dapat membalikkan efek buruk pada kualitas hidup
dan fungsi kognitif pada lansia 35.
b. Gangguan visual

Ketajaman visual menurun secara normal seiring bertambahnya usia (presbiopia). Orang
dewasa yang lebih tua akan sering mengalami masalah pandangan silau. Survei longitudinal
yang dilakukan di Inggris pada populasi berusia 75 tahun ke atas melaporkan prevalensi
gangguan penglihatan yang parah adalah 23% pada usia 85-89 dan meningkat menjadi 37% pada
usia di atas 90 (9). Ketajaman visual memburuk lebih cepat pada usia yang lebih tinggi. Operasi
katarak biasanya aman dan terkadang membantu fungsinya36.
c. Fungsi vestibular

Pusing merupakan sindrom geriatri multifaktorial yang sering menyebabkan jatuh. Fungsi
vestibular menurun secara bertahap seiring bertambahnya usia. Rehabilitasi vestibular bisa
menjadi pengobatan yang efektif 37.
d. Perubahan kekuatan otot dan lemak
Massa dan kekuatan otot menurun mulai dekade keempat kehidupan. Sekitar 20% pada usia
38
85 tahun, orang memenuhi kriteria sarcopenia (kehilangan massa dan kekuatan otot) .
Peradangan kronis, penurunan kadar hormon, gangguan fungsi mitokondria otot, dan gangguan
fungsi sel induk otot semuanya mungkin berkontribusi pada sarcopenia 39. Penurunan massa otot
dan peningkatan massa lemak ini berkontribusi pada perubahan penting dalam farmakokinetik.
Orang dewasa yang lebih tua (lansia) membutuhkan dosis obat yang lebih rendah daripada orang
dewasa yang lebih muda. Kelemahan otot dan kecepatan penurunan kekuatan yang cepat
keduanya memprediksi kematian di masa depan 40.
e. Sistem kekebalan tubuh

Terdapat berbagai macam perubahan terkait usia dalam sistem kekebalan, beberapa dimediasi
oleh peradangan kronis dan keadaan pro-inflamasi kronis, terjadi penurunan fungsi sel B, sel T,
aktivasi sel T yang berubah, dan disfungsi imunitas bawaan (termasuk gangguan fungsi neutrofil
dan kemotaksis serta respons monosit proinflamasi yang tidak teratur). Perubahan ini
melemahkan kapasitas tubuh untuk melawan infeksi 41. Misalnya, infeksi influenza lebih umum
dan lebih serius pada orang dewasa yang lebih tua sementara vaksinnya kurang efektif. Disfungsi
kekebalan seluler juga berkontribusi pada prevalensi herpes zoster diantara lansia. Dosis tinggi
dari vaksin influenza lebih membantu daripada dosis standar 42. Proses inflamasi yang melambat
secara kronis juga berkontribusi pada penyembuhan luka yang lambat pada lansia 43.
f. Saluran kemih

Kandung kemih seringkali tidak steril pada lansia melainkan diinfeksi oleh bakteri yang tidak
menyebabkan patogen. Bakteriuria asimtomatik lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan
pria dan paling sering terjadi pada pasien rawat inap dan penghuni fasilitas perawatan jangka
panjang (hingga 50% wanita dalam kelompok berisiko tinggi) 44. Penggunaan antibiotik dalam
keadaan ini tidak tepat dan dapat menyebabkan resistensi antimikroba 45.
B. Diabetes Mellitus (DM)
1. Definisi
Diabetes merupakan penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik, yang ditandai
dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal hiperglikemia 46, hal ini bisa disebabkan
karena pancreas gagal memproduksi insulin 47, atau insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik
atau bahkan keduanya, adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein juga dapat
48,49
berkontribusi terjadinya diabetes . Efek spesifik jangka panjang dari diabetes meliputi
retinopati, nefropati dan neuropati, selain itu penderita diabetes beresiko lebih tinggi terkena
penyakit lain, seperti jantung, arteri perifer dan penyakit serebrovaskular, obesitas, katarak,
disfungsi ereksi, dan penyakit hati berlemak nonalkohol serta beberapa penyakit menular, seperti
48
tuberculosis . Diabetes membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi
50
pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik . Diabetes yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan sinkop, koma hingga kematian 49.
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi diabetes berdasarkan American Diabetes Association (ADA) pada tahun 1997, dibagi
menjadi 4, meliputi ; DM tipe 1, DM tipe 2, tipe lain, dan diabetes mellitus gestasional (GDM)
a. Diabetes Mellitus tipe 1 : kenaikan kadar gula darah yang dibebkan oleh destruksi sel β
pankreas, sehingga terjadi defisiensi insulin absolute akibat proses imunologik maupun
idiopatik 47. Penderita tipe ini membutuhkan asupan insulin dari luar. Penderita diabetes tipe
1 dan dapat menghasilkan gejala seperti polidipsia, poliuria, enuresis, kekurangan energi,
kelelahan ekstrim, polifagia, penurunan berat badan mendadak, perlambatan penyembuhan
luka, infeksi berulang dan penglihatan kabur dengan dehidrasi parah 49.
b. Diabetes Mellitus tipe 2 : terjadi kegagalan relatif sel β pankreas dan sekresi insulin, bisa
predominan gangguan sekresi insulin ataupun predominan resistensi insulin 51.
c. Diabetes Mellitus tipe lain : gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
darah yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab lainnya seperti defek genetic fungsi
sel beta, defek genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM 47
d. Diabetes Mellitus Gestasional : diabetes yang terjadi pada kehamilan, diduga disebabkan
oleh resistensi insulin akibat hormon-hormon seperti prolaktin, progesteron, estradiol, dan
hormon plasenta 47, bayi yang dikandung oleh penderita diabetes gestasional memiliki factor
resiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan, diabetes ini biasanya hilang setelah bayi
lahir, namun meningkatkan risiko diabetes tipe 2 di kemudian hari 52
3. Faktor Risiko Diabetes
Faktor risiko diabetes meliputi
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 :
a. Genetik
b. Usia
Penyebab pasti dari diabetes tipe 1 tidak diketahui. Secara umum disepakati bahwa diabetes
tipe 1 adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara gen dan faktor lingkungan, meskipun
tidak ada faktor risiko lingkungan tertentu yang terbukti menyebabkan sejumlah besar kasus.
Mayoritas diabetes tipe 1 terjadi pada anak-anak dan remaja 53.
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 :
a. Obesitas
b. Berusia 45 tahun atau lebih
c. Genetik
d. Kurang aktifitas fisik
e. Riwayat diabetes gestasional
Risiko diabetes tipe 2 ditentukan oleh interaksi faktor genetik dan metabolik.
Etnisitas, riwayat diabetes keluarga 53.
3. Diabetes Gestasional :
a. Memiliki riwayat diabetes gestasional
b. Melahirkan bayi lebih dari 9 kg
c. Obesitas
d. Genetik
e. Kelainan hormon polycystic ovary syndrome (PCOS)
4. Gejala Diabetes Mellitus 52
a. Poliuri (banyak kencing)
b. Polidipsi (banyak minum)
c. Polifagi (banyak makan)
d. Penurunan berat badan
e. Kulit kering
f. Menderita banyak infeksi
5. Epidemiologi Diabetes Melitus (DM)
Prevalensi penderita DM di seluruh dunia sangat tinggi dan cenderung meningkat
setiap tahun. Jumlah penderita DM di seluruh dunia mencapai 422 juta penderita pada tahun
2014. Jumlah penderita tersebut jauh meningkat dari tahun 1980 yang hanya 180 juta
penderita. Jumlah penderita DM yang tinggi terdapat di wilayah South-East Asia dan
Western Pacific yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah seluruh penderita DM di
seluruh dunia. Satu dari sebelas penduduk adalah penderita DM dan 3,7 juta kematian
disebabkan oleh DM maupun komplikasi dari DM 53
Prevalensi DM di Indonesia menurut hasil riskesdas 2018 berdasarkan diagnosis
dokter pada usia ≤ 15 tahun sebesar 2 %, angka ini menujukan pengingkatan dibandigkan
prevalensi pada penduduk ≤ 15 tahun ada riskedas 2013 sebesar 1.5 %. Prevalensi diabetes
mellitus menurut hasil pemerikasaan gula darah meningkat dari 6.9 % pada 2013 menjadi
8.5% pada tahun 2018, ini menunjukan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang
mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes 46.
C. Intervensi Perawat untuk diabetes pada lansia
Perawat memiliki peran terhadap pasien diabetes mellitus dengan memberikan asuhan
keperawatan yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya kuratif (memberikan
pengobatan terhadap pasien) 54.
1. Peningkatan kontrol glikemik
Penderita diabetes membutuhkan pengetahuan tentang metode untuk kontrol gula darah
untuk dilakukan dalam pengobatan setiap harinya. Peran perawat dalam hal ini yaitu
memberikan pengetahuan tentang pengobatan menggunakan metode tersebut 55.
2. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan bagian penting dari manajemen diabetes. Pemeliharaan
mobilitas bersama dengan aktivitas fisik rutin merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Latihan fisik membantu mencegah dan mengurangi risiko sarcopenia,
mencegah jatuh dan patah tulang. Penderita yang berisiko osteoporosis harus menghindari
latihan berdampak tinggi. Latihan berdampak rendah seperti latihan satu kaki menginjak
tanah bisa dilakukan. Perawat juga bisa memerikan pelatihan khusus yang digabung dengan
penurunan berat badan akan memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan kebutuhan
pasien terhadap insuline atau obat hipoglikemia oral. Penderita diabetes tipe II yang tidak
menggunakan insulin tidak memerlukan makanan ekstra sebelum melakukan latihan. Perawat
harus mengetahui aktivitas fisik dan perasaan pasien diabetes mellitus. Pasien diabetes
mellitus memiliki aktivitas fisik dan perasaan lebih buruk dibandingkan pasien non diabetes

10
56
mellitus . Oleh karena itu, perawat perlu pengetahuan mengenai diabetes mellitus untuk
57
memberikan pengobatan yang optimal terhadap pasien diabetes mellitus . Perawat pasien
diabetes harus mempertimbangkan perawatan yang berpusat pada pasien dan komunikasi
yang efektif dengan pasien dan keluarganya, serta menilai stres pasien, memberikan strategi
pemecahan masalah untuk membantu pasien membuat keputusan secara sadar sesuai dengan
kebutuhan medis 58.
3. Manajemen stres
Manajemen stres sama pentingnya pada manula seperti halnya pada kelompok usia
lainnya. Perawat harus peka terhadap kebutuhan psikososial dan tantangan lansia.
Kesempatan yang tersedia harus dimanfaatkan untuk meningkatkan keterampilan koping dan
manajemen stres. Strategi non-farmakologis untuk mempertahankan fungsi kognitif dan
menunda demensia atau kehilangan memori dapat dicoba 27.
4. Pendidikan pada pasien
Perawat klinis dibagi menjadi praktisi perawat, spesialis perawat klinis, perawat diabetes,
dan perawat generalis dengan spesifikasi tertentu. Praktisi perawat terlibat dalam promosi
kesehatan dan kegiatan pencegahan penyakit melalui pendidikan dan konseling pasien yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Spesialis perawat klinis bertindak
sebagai administrator, pemimpin, manajer dan kolaborator. Kelompok perawat ini masuk
bertugas menyediakan kebutuhan sosaial dan dukungan psikologis pasien serta keluarga
pasien 59.
5. Pencegahan jatuh dan luka
Asuhan keperawatan pada lansia dengan diabetes juga mencakup intervensi untuk
kesehatan kaki, pencegahan jatuh dan patah tulang, serta pencegahan tukak tekan. Perawatan
harus fokus tidak hanya pada manajemen mikro pada individu tertentu tetapi juga manajemen
makro lingkungan. Perubahan alas kaki, gaya hidup, furnitur, tempat tidur, dan arsitektur
berkontribusi signifikan terhadap mitigasi faktor risiko tukak dan jatuh. Perawat diabetes
harus bekerja sebagai penyokong untuk penyediaan lingkungan dan masyarakat yang ramah
diabetes 60.

11
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI DESA TLOMPAKAN KABUPATEN
SEMARANG

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


A. Core Komunitas
1. Sejarah
Desa Tlompakan merupakan salah satu kelurahan di daerah administrasi
Kabupaten Semarang. Desa Tlompakan terdiri dari 5 dusun yaitu Kebun Dawa,
Muludan, Semen, Sombron dan Tlompakan. Penduduk Desa Tlompokan terdiri
dari berbagai suku ada jawa, sunda dan lain sebagainya, namun mayoritas
penduduknya bersuku jawa dan asli Desa Tlompakan. Hal ini bisa terlihat masih
adanya beberapa rumah yang begaya javanis yaitu rumah joglo.

2. Demografi
a. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi Responden berdasarkan Jenis


Kelamin

Laki-Laki
Perempuan
38%

62%

Hasil pengkajian didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin


perempuan yaitu sebanyak 37 responden. Hasil observasi juga terlihat bahwa
rata-rata responden (perempuan) memiliki postur yang bongsor atau
mengalami obesitas. Hasil wawancara dengan beberapa kader diketahui bahwa
ada anggapan bahwa mempunyai postur badan yang bongsor (gemuk) dapat
memnjadi pertanda bahwa seseorang hidup berkecukupan.

12
b. Demografi Responden berdasarkan Umur

Distribusi Responden berdasarkan Umur

2% <50 tahun
23% 27% 50-59 tahun
60-74 tahun
75-90 tahun
>90 tahun

48%

Hasil pengkajian didapatkan bahwa mayoritas responden berada pada usia 50-
59 tahun yaitu sebanyak 29 orang dan paling sedikit berada pada usia 75-90
tahun.
3. Etnik
Hasil wawancara dengan petugas kesehatan didapatkan bahwa penduduk Desa
Tlompokan mayoritas adalah asli jawa. Penduduk mempunyai kebiasaan
mengkonsumsi makanan dan minuman manis. Hasil wawancara dengan petugas
kesehatan diketahui bahwa konsumsi makanan dan minuman manis di Desa
Tlompokan sudah menjadi tradisi misalnya memasak menambahkan gula sebagai
bumbu masakan atau membuat aneka jajanan yang manis. Penduduk juga
mempunyai kebiasaan minum kopi di pagi hari dan malam hari.

4. Nilai dan Keyakinan


Desa Tlompokan terdapat 3 agama yang dianut oleh masyarakat, yaitu agama
Islam, Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Mayoritas warga memeluk agama
Islam, sedangkan Katolik hanya 3 keluarga, walaupun terdapat perbedaan
keyakinan, namun warga Desa Tlompokan saling toleransi antar umat beragama.
Tempat ibadah untuk umat muslim berupa Masjid berada Dusun Tlompokan
sedangkan beberapa Mushola juga tersebar di setiap dusun lainnya. Rumah ibadah
untuk non muslim yaitu Gereja juga terdapat di Dusun Sombron. Hasil wawancara
dengan petugas kesehatan diketahui bahwa warga Desa Tlompakan terlihat aktif

13
dalam mengikuti kegiatan keagamaan seperti sholat jumat bagi yang muslim dan
ibadah ke Gereja bagi yang Kristiani.

B. Subsistem
1. Lingkungan Fisik
Hasil pengkajian dan wawancara dengan dilakukan pembagian kuesinoer
setiap mahasiswa dengan cara google form dan juga didapat dari survei
langsung ke wilayah Desa Tlompakan.
Hasil wawancara dengan pejabat pemerintah setempat didapatkan bahwa sebagian
besar perumahan penduduk di Desa Tlompokan adalah bangunan permanen
dengan jarak antara rumah yang cukup luas antara rumah satu dan lainnya. Selain
itu, rata-rata ventilasi rumah besar sehingga sinar matahari masuk > 10% dari luas
lantai. Mayoritas penduduk merupakan penduduk asli, sehingga rumah yang
ditempati adalah rumah milik pribadi.
Letak pasar tradisional lumayan jauh dari tempat ini, yaitu ±4 KM, namun
terdapat swalayan seperti di Indomaret dan Alfamaret dan warung-warung yang
biasanya juga digunakan masyarakat untuk berbelanja. Untuk pengelolaan
sampah, warga biasanya membuang sampah dengan menimbunnya di kebun dekat
rumah dengan membuatkan lubang. Untuk sampah organik warga
memanfaatkannya sebagai pupuk, sedangkan sampah non organik warga
membakarnya.
2. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Fasilitas Kesehatan di Desa Tlompakan adalah bidan desa dan Puskesmas.
Biasanya jika sakit warga pergi ke Puskesmas atau bidan desa. Warga sudah tidak
menggunakan ritual-ritual tertentu untuk menyembuhkan penyakit. Masalah
kesehatan yang sering dikeluhkan masyarakat terutama lansia yaitu hipertensi,
nyeri tulang dan sendi, kesemutan, diabetes dan beberapa penyakit ringan lainnya.
Posyandu lansia yang dapat menjadi salah satu wadah untuk membantu lansia
mengatasi masalah kesehatan pun belum tersedia dan untuk mengatasi masalah
tersebut biasanya Puskesmas melakukan pemeriksaan dan memberikan obat setiap
kali kunjungan yaitu tiap 1 atau 2 bulan sekali.

14
a. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Distribusi Responden berdasarkan Tingkat


Pengetahuan

Baik
22% Sedang
Kurang

48%

30%

Hasil pengkajian didapatkan bahwa mayoritas responden mempunyai


pengetahuan baik, namun ada 30% responden mempunyai tingkat
pengetahuan sedang dan 22% responden mempunyai tingkat pengetahuan
kurang.
b. Distribusi Responden berdasarkan Rutin Kontrol Kesehatan

Distribusi Responden berdasarkan Rutin


Kontrol Kesehatan

Rutin
Tidak Rutin

42%
58%

Hasil pengkajian didapatkan bahwa mayoritas responden tidak rutin untuk


melakukan kontrol kesehatn ke faskes. Hal ini dikarenakan masih adanya
budaya obat herbal yang dipercaya penduduk untuk mengatasi masalah
kesehatan, biasanya penduduk akan melakukan kunjungan/periksa kef askes
hanya jika penyakit yang dirasakan sudah parah.

15
c. Distribusi Responden berdasarkan Keluhan yang Sering Dirasakan

Hasil pengkajian didapatkan bahwa semua atau setidaknya ada satu tanda dan
gejala dari penyakit diabetes yang dialami oleh setiap responden.

d. Distribusi Responden berdasarkan Cara Mengatasi Keluhan

Hasil pengkajian didapatkan bahwa masih banyaknya responden yang tidak


memanfaatkan faskes, tidak menjaga pola makanan, tidak suka olahraga dan
meminum obat herbal.

16
3. Ekonomi

Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Petani/buruh
10% 18% Swasta
PNS
18% Pensiunan
Ibu Rumah Tangga
Tidak Bekerja
10%
37%
7%

Mayoritas perekonomian responden berada pada ekonomi menengah yaitu


mempunyai pekerjaan sebagai wiraswasta (mayoritas mempunyai warung) yaitu
sebanyak 22 responden, namun ada juga responden yang bekerja sebagai
petani/buruh dan ada beberapa responden yang tidak bekerja.

4. Transportasi dan keamanan


Setiap Dusun di Desa Tlompakan mempunyai pos kamling yang digunakan
untuk jaga keamanan setiap malam. Untuk sistem keamanan di Desa Tlompakan
menggunakan sistem ronda bergilir dan juga ada hansip. Desa Tlompakan tidak
memiliki alat pemadam kebakaran sehingga harus memanggil petugas pemadam
kebakaran jika terjadi kebakaran. Warga di Desa Tlompakan mayoritas memiliki
alat transportasi untuk memudahkan warga dalam beraktivitas. Mayoritas rumah
di Desa Tlompakan sudah memiliki motor sebagai alat transportasinya.

5. Politik dan pemerintahan


Di Desa Tlompakan dalam pemilihan Kepala Desa berdasarkan hasil
musyawarah bersama tetapi tidak menggunakan sistem pemilu. Untuk
memutuskan segala permasalahan menggunakan system musyawarah mufakat.
Untuk penyebaran jamkesmas di Desa Tlompakan belum merata meskipun sudah

17
di daftarkan ke pemerintah Desa, namun masih belum terealisasikan secara
merata. Masyarakat yang sudah mendapatkan jamkesmas merasa terbantu dan
dapat menggunakannya dengan baik dan efektif.
6. Komunikasi
Cara penyampaian informasi di Desa Tlompakan melalui speaker masjid dan
ada papan pengumuman tetapi pada saat penyampaian informasi lebih sering
melalui speaker masjid karena jika melalui papan pengumuman kurang efektif.
Mayoritas masyarakat di Desa Tlompakan sudah memiliki alat komunikasi
berupa Handphone, televisi dan radio sebagai media informasi. Selain itu, ada
juga perkumpulan Karang Taruna yang bisa dipakai sebagai media informasi.
Karang Taruna di Desa Tlompakan aktif melakukan kegiatan, terutama agenda
rutin setiap tahun yaitu agenda 17 Agustus.
7. Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Desa Tlompakan ini sangat mendukung dan jarak
fasilitas pendidikan cukup dekat. Pendidikan formal terdiri dari SD berjarak ± 2
km ,SMP dan SMA terletak ± 8 km.

Distribusi Responden berdasarkan Tingkat


Pendidikan

Tidak Sekolah
5% SD
20%
22% SMP/SMA/Sederajat
DI/DIII/S1/S2/S3

53%

Hasil pengkajian didapatkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat


menengah yaitu sebanyak 32 responden, sedangkan ada sebanyak 15 responden
yang memiliki tingkat pendidikan rendah atau tidak sekolah sama sekali.

8. Rekreasi
Desa Tlompakan tidak memiliki tempat rekreasi khusus / taman desa sebagai
tempat berlibur hanya saja di Desa Tlompakan terdapat tempat pemancingan

18
umum dan bumi perkemahan. Pemuda pemudi warga RW I sering bermain voli
bersama sebagai media hiburan yang ada. Penduduk biasanya menghabiskan
waktu luang di malam hari untuk melepas rasa capek setelah bekerja seharian
dengan mengobrol dengan tetangga di depan rumah, baleho atau di pos kamling.

C. Persepsi
1. Penduduk
Hasil wawancara pada beberapa keluarga, didapatkan data bahwa mereka
merasa nyaman tinggal di daerah/lingkungan tersebut karena setiap warga hidup
saling rukun satu sama lain. Setiap ada kegiatan semua warga ikut terlibat dalam
kegiatan tersebut. Setiap hari minggu setiap warga ikut melakukan kerja bakti
gotong royong untuk membersihkan lingkungan. Setiap warga terlibat dalam
keamanan dengan adanya ronda dan siskamling. Pemuda dilingkungan tersebut
juga terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan tersebut. Toleransi di lingkungan
tersebut sangat dijaga dimana setiap warga yang berbeda keyakinan tetap saling
menjaga toleransi dan saling berbaur.
Hasil wawancara dengan beberapa penduduk juga didapatkan bahwa selama
ini belum ada kegiatan penyuluhan atau sosialisasi tentang diabetes.
2. Persepsi anda
Hasil observasi kami, pada tanggal 5-20 Mei 2021 kita bisa menarik
kesimpulan bahwa warga Desa Tlompakan warganya ramah dan sangat terbuka
dengan kedatangan kami. Aktif dalam kegiatan sosial, dan saling membantu satu
sama lain serta bisa membaur dan kompak dalam kegiatan aktif desa. Kami
optimis masyarakat Desa Tlompokan mempunyai semangat dan sumber daya
yang baik untuk dapat meningkatkan derajat kesehatannya namun perlu adanya
perhatian khusus berupa penyuluhan dan pendampingan sehingga dapat merubah
pola pikir dan kedepannya dapat merubah pola perilaku yang meugikan kesehatan
mereka.

19
II. ANALISIS DATA DAN PRIORITAS MASALAH
A. Analisis Data
No Data Penunjang Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DS: Kurang Manajemen
 Kader mengatakan bahwa jarang sekali dilakukan kegiatan sosialisasi/penyuluhan tentang terpapar kesehatan
diabetes, biasanya penyuluhan tentang ibu hamil atau ibu menyusui ataupun tentang informasi tidak efektif.
hipertensi
 Kader mengatakan bahwa masih ada budaya mengkonsumsi obat herbal (tumbuhan) yang
dipercaya secara turun temurun
 Kader mengatakan bahwa petugas kesehatan hanya melakukan kunjungan sekitar 1 atau 2
bulan sekali

DO:
 58% responden tidak rutin melakukan kontrol ke faskes setempat
 30% responden mempunyai pengetahuan kategori sedang
 22% responden mempunyai pengetahuan kategori kurang
 Tidak adanya posyandu lansia
2 DS: Pemilihan Perilaku
 Kader mengatakan bahwa penduduk Desa Tlompokan mempunyai kebiasaan mengkonsumsi gaya hidup kesehatan
makanan dan minuman manis yang tidak cenderung
 Kader mengatakan bahwa penduduk Desa Tlompokan mempunyai kebiasaan ngopi di pagi sehat beresiko.
dan malam hari.
 Kader mengatakan bahwa penduduk Desa Tlompokan mempunyai kebiasaan kumpul-
kumpul/ngopi (bergadang) saat malam hari
 Kader mengatakan bahwa penduduk mempunyai kepercayaan bahwa memiliki berat badan
lebih (gemuk) merupakan tanda mereka hidup berkecukupan
 Kader mengatakan bahwamasih ada budaya mengkonsumsi obat herba (tumbuhan) yang

20
dipercaya secara turun temurun

DO:
 78,3% responden tidak memiliki kebiasaan olahraga
 61,7% responden tidak menjaga pola makanannya
 31,7% responden tidak mengkonsumsi obat dari faskes

B. Prioritas masalah

Skor kriteria Total Skor


Pentingnya masalah Perubahan positif pada Peningkatan kualitas Peringkat semua
untuk dipecahkan komunitas bila masalah hidup bila masalah masalah (skor 1-
Masalah
1: rendah dipecahkan dipecahkan 6)
Keperawatan
2: sedang 0: tidak ada 0: tidak ada 1: kurang
Komunitas
3: tinggi 1: rendah 1: rendah penting;
2: sedang 2: sedang 6: paling
3: tinggi 3: tinggi penting)
Manajemen
kesehatan tidak 3 3 3 6 15
efektif
Perilaku kesehatan
2 3 3 5 13
cenderung beresiko.

III.RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

21
No Dx Keperawatan Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Manajemen kesehatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan lansia
tidak efektif selama 2 minggu diharapkan manajemen menerima informasi
kesehatan meningkat, dengan kriteria hasil: - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai dengan
- Melakukan tindakan untuk mengurangi kesepakan dengan responden
faktor resiko meningkat: menyatakan - Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi
keinginan mau berolahraga kesehatan:
- Menerapkan program perawatan meningkat: a. Penyakit diabetes
menyatakan keinginan mau rutin kontrol ke b. Bahaya tidak rutin minum obat/kontrol ke fakes
faskes, rutin minum obat c. Pentingnya periksa kesehatan secara rutin
- Kemampuan menjelaskan tentang diabetes d. Manfaat olahraga bagi penderita diabetes
meningkat e. Cara penanganan hiperglikemi dan hipoglikemi
- - Beri kesempatan lansia untuk bertanya
2 Perilaku kesehatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan - Jadwalkan pendidkan kesehatan sesuai kesepakatan
cenderung beresiko selama 2 minggu diharapkan perilaku dengan lansia
kesehatan meningkat, dengan kriteria hasil: - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi
- Kemampuan melakukan tindakan kesehatan:
pencegahan masalah kesehatan meningkat: a. Diit diabetes
rutin melakukan kontrol kef askes, rutin b. Bahaya begadang bagi penderita diabetes
minum obat, mengatur pola makan - Buat video menu diit diabetes
- Kemampuan peningkatan kesehatan - Identifikasi perilaku upaya kesehatan yang dapat
meningkat: rutin olahraga (sesuai ditingkatkan
kemampuan), senam diabetik - Anjurkan melakukan jalan pagi atau jogging 3x
seminggu (rutin berolahraga)
- Ajarkan teknik senam diabetik
- Kolaborasi dengan petugas kesehatan, kader dan
tokoh masyarakat untuk menjadwalkan senam
seminggu sekali

22
DAFTAR RUJUKAN

1. UU No. 13 Tahun 1998. Kesejahteraan Lanjut Usia Pasal 1 ayat 2.

2. United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division.


World population ageing 2020 Highlights: living arrangements of older persons. 2020.

3. UNFPA Indonesia. Indonesia on The Threshold of Population Ageing. 1st ed. Jakarta:
UNFPA Indonesia, 2014.

4. KEMENKES RI. Indonesia Masuki Periode Aging Population,


https://www.kemkes.go.id/article/view/19070500004/indonesia-masuki-periode-aging-
population.html (2019, accessed 20 April 2021).

5. Jaul E, Barron J. Age-Related Diseases and Clinical and Public Health Implications for
the 85 Years Old and Over Population. Front Public Health; 5. Epub ahead of print 11
December 2017. DOI: 10.3389/fpubh.2017.00335.

6. Setiati S, Laksmi PW, Aryana IGPS, et al. Frailty state among Indonesian elderly:
prevalence, associated factors, and frailty state transition. BMC Geriatr 2019; 19: 182.

7. Mordarska K, Godziejewska-Zawada M. Diabetes in the elderly. Prz Menopauzalny


2017; 16: 38–43.

8. LOESER RF. The Role of Aging in the Development of Osteoarthritis. Trans Am Clin
Climatol Assoc 2017; 128: 44–54.

9. Rodgers JL, Jones J, Bolleddu SI, et al. Cardiovascular Risks Associated with Gender
and Aging. JCDD 2019; 6: 19.

10. LoGiudice D, Watson R. Dementia in older people: an update: Dementia - an update.


Intern Med J 2014; 44: 1066–1073.

11. Lionakis N, Mendrinos D, Sanidas E, et al. Hypertension in the elderly. World J Cardiol
2012; 4: 135–147.

12. Alqahtani N, Khan WAG, Alhumaidi MH, et al. Use of Glycated Hemoglobin in the
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Pre-diabetes and Role of Fasting Plasma Glucose,
Oral Glucose Tolerance Test. Int J Prev Med 2013; 4: 1025–1029.

13. d’Emden MC, Shaw JE, Jones GR, et al. Guidance concerning the use of glycated
haemoglobin (HbA1c) for the diagnosis of diabetes mellitus. Med J Aust 2015; 203: 89–
90.

14. Wang Q, Jokelainen J, Auvinen J, et al. Insulin resistance and systemic metabolic
changes in oral glucose tolerance test in 5340 individuals: an interventional study. BMC
Medicine 2019; 17: 217.

15. Association AD. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care
2012; 35: S64–S71.

23
16. Cade WT. Diabetes-Related Microvascular and Macrovascular Diseases in the Physical
Therapy Setting. Phys Ther 2008; 88: 1322–1335.

17. Kalyani RR, Egan JM. Diabetes and Altered Glucose Metabolism with Aging.
Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 2013; 42: 333–347.

18. Kim K, Park SM. Association of muscle mass and fat mass with insulin resistance and
the prevalence of metabolic syndrome in Korean adults: a cross-sectional study.
Scientific Reports 2018; 8: 2703.

19. He X, Li Z, Tang X, et al. Age- and sex-related differences in body composition in


healthy subjects aged 18 to 82 years. Medicine 2018; 97: e11152.

20. World Health Organization. Diabetes Country Profiles.

21. International Diabetes Federation. IDF diabetes atlas. Brussels: International Diabetes
Federation, 2015.

22. Kim KS, Kim SK, Sung KM, et al. Management of Type 2 Diabetes Mellitus in Older
Adults. Diabetes Metab J 2012; 36: 336–344.

23. Yakaryılmaz FD, Öztürk ZA. Treatment of type 2 diabetes mellitus in the elderly.
World J Diabetes 2017; 8: 278–285.

24. Kirkman MS, Briscoe VJ, Clark N, et al. Diabetes in Older Adults. Diabetes Care 2012;
35: 2650–2664.

25. Kimbro LB, Mangione CM, Steers WN, et al. Depression and All-Cause Mortality in
Persons with Diabetes Mellitus: Are Older Adults at Higher Risk? Results from the
Translating Research Into Action for Diabetes Study. J Am Geriatr Soc 2014; 62: 1017–
1022.

26. Munshi MN, Florez H, Huang ES, et al. Management of Diabetes in Long-term Care
and Skilled Nursing Facilities: A Position Statement of the American Diabetes
Association. Dia Care 2016; 39: 308–318.

27. Migdal A, Yarandi SS, Smiley D, et al. Update on Diabetes in the Elderly and in
Nursing Home Residents. Journal of the American Medical Directors Association 2011;
12: 627-632.e2.

28. Sinclair A, Morley JE, Rodriguez-Mañas L, et al. Diabetes mellitus in older people:
position statement on behalf of the International Association of Gerontology and
Geriatrics (IAGG), the European Diabetes Working Party for Older People (EDWPOP),
and the International Task Force of Experts in Diabetes. J Am Med Dir Assoc 2012; 13:
497–502.

29. United Nations, Department of Economic and Social Affairs, Population Division.
World Population Ageing.

30. Chalise HN. Aging: Basic Concept. AJBSR 2019; 1: 8–10.

24
31. de Magalhães JP, Passos JF. Stress, cell senescence and organismal ageing. Mech
Ageing Dev 2018; 170: 2–9.

32. Diotti R, Loayza D. Shelterin complex and associated factors at human telomeres.
Nucleus 2011; 2: 119–135.

33. Beauséjour CM, Krtolica A, Galimi F, et al. Reversal of human cellular senescence:
roles of the p53 and p16 pathways. EMBO J 2003; 22: 4212–4222.

34. Davis A, McMahon CM, Pichora-Fuller KM, et al. Aging and Hearing Health: The
Life-course Approach. Gerontologist 2016; 56: S256–S267.

35. Amieva H, Ouvrard C, Giulioli C, et al. Self-Reported Hearing Loss, Hearing Aids, and
Cognitive Decline in Elderly Adults: A 25-Year Study. J Am Geriatr Soc 2015; 63:
2099–2104.

36. Evans JR, Fletcher AE, Wormald RPL, et al. Prevalence of visual impairment in people
aged 75 years and older in Britain: results from the MRC trial of assessment and
management of older people in the community. Br J Ophthalmol 2002; 86: 795–800.

37. Jahn K. The Aging Vestibular System: Dizziness and Imbalance in the Elderly. Adv
Otorhinolaryngol 2019; 82: 143–149.

38. Dodds RM, Granic A, Davies K, et al. Prevalence and incidence of sarcopenia in the
very old: findings from the Newcastle 85+ Study. J Cachexia Sarcopenia Muscle 2017;
8: 229–237.

39. Walston JD. Sarcopenia in older adults. Curr Opin Rheumatol 2012; 24: 623–627.

40. Liu L-K, Chen L-Y, Yeh K-P, et al. Sarcopenia, but not sarcopenic obesity, predicts
mortality for older old men: A 3-year prospective cohort study. Journal of Clinical
Gerontology and Geriatrics 2014; 5: 42–46.

41. Bandaranayake T, Shaw AC. Host Resistance and Immune Aging. Clin Geriatr Med
2016; 32: 415–432.

42. Raviotta JM, Smith KJ, DePasse J, et al. Cost-Effectiveness and Public Health Impact of
Influenza Vaccine Strategies for US Seniors. J Am Geriatr Soc 2016; 64: 2126–2131.

43. Gould L, Abadir P, Brem H, et al. Chronic wound repair and healing in older adults:
current status and future research. J Am Geriatr Soc 2015; 63: 427–438.

44. Ariathianto Y. Asymptomatic bacteriuria - prevalence in the elderly population. Aust


Fam Physician 2011; 40: 805–809.

45. Zalmanovici Trestioreanu A, Lador A, Sauerbrun-Cutler M-T, et al. Antibiotics for


asymptomatic bacteriuria. Cochrane Database Syst Rev 2015; 4: CD009534.

46. Infodatin-2020-Diabetes-Melitus.pdf.

47. Kurniawaty E. 8 Diabetes mellitus Diabetes mellitus. Endokrinologie für die Praxis
2015; 114–119.

25
48. Kazi AA, Blonde L. Classification of diabetes mellitus. 2001. Epub ahead of print 2001.
DOI: 10.5005/jp/books/12855_84.

49. Kharroubi AT. Diabetes mellitus: The epidemic of the century. World Journal of
Diabetes 2015; 6: 850.

50. Power D. Standards of medical care in diabetes: Response to position statement of the
American Diabetes Association [20]. Diabetes Care 2006; 29: 476.

51. Kurniawaty E. Diabetes Mellitus. Endokrinologie fur die praxis 2015; 114–119.

52. Egan AM, Dinneen SF. What is diabetes? Medicine (United Kingdom) 2019; 47: 1–4.

53. WHO Global Report on Diabetes. Global Report on Diabetes. Isbn 2016; 978: 6–86.

54. Mulyati S. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes Melitus Dalam Konteks
Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Di Ruang Rawat Penyakit Dalam
Gedung a Rsupn Cipto Mangunkusumo Jakarta Karya Ilmiah Akhir Sri Mulyati
1106130173 Fakultas Ilmu. Karya Ilmiah Akhir Ners Universitas Indonesia.

55. Czupryniak L, Barkai L, Bolgarska S, et al. Self-monitoring of blood glucose in


diabetes: From evidence to clinical reality in central and eastern europe -
Recommendations from the international central-eastern european expert group.
Diabetes Technology and Therapeutics 2014; 16: 460–475.

56. Peimani M, Tabatabaei Malazy O, Pajouhi M. Nurses’ role in diabetes care; a review.
Iranian Journal of Diabetes and Lipid Disorders; 9.

57. Fireman B, Bartlett J, Selby J. Can disease management reduce health care costs by
improving quality? Health Affairs 2004; 23: 63–75.

58. Sharifirad G, Azadbakht L, Feizi A, et al. Structural role of perceived benefits and
barriers to self-care in patients with diabetes. Journal of Education and Health
Promotion 2013; 2: 37.

59. Dambha-Miller H, Griffin SJ, Kinmonth AL, et al. Provision of services in primary care
for type 2 diabetes: a qualitative study with patients, GPs, and nurses in the East of
England. British Journal of General Practice 2020; 70: E668–E675.

60. Kalra S, Sharma SK. Diabetes in the Elderly. Diabetes Ther 2018; 9: 493–500.

26

Anda mungkin juga menyukai