Latar Belakang
PT Bentoel International InvestamaTbk (kode di Bursa Efek Indonesia RMBA) merupakan
perusahaan rokok keempat terbesar di Indonesia, setelah HM Sampoerna, Gudang Garam, dan
Djarum, berpusat di Malang, JawaTimur. Sejarah Bentoel dimulai pada saat Ong Hok Liong
mendirikan industri rokok rumahan yang dinamakan “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong” pada tahun
1930. Industri rumahan tersebut berubah menjadi NV Pertjetakan Hien An pada tahun 1951. Empat
tahun kemudian perusahaan dirubah menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.
Pada tahun 1970an Bentoel merintis produksi rokok sigaret kretek mesin (SKM) berfilter di
Indonesia. Bentoel juga merupakan perusahaan rokok pertama yang menggunakan plastik sebagai
kemasan. Inovasi tersebut kemudian menjadi acuan di industri rokok nasional. Dalam dasawarsa 70
– 80an Bentoel tumbuh pesat dan menjadi salah satu pemain utama di industri rokok di Indonesia.
Pada 11 April 1987 Bentoel berdiri sebagai sebuah perseroan dengan nama PT Rimba Niaga Idola.
Bentoel pertama kali didaftarkan di bursa efek Jakarta dan Surabaya pada tahun 1990. Pada tahun
1991 kelompok Rajawali diminta oleh pemegang saham Bentoel saat itu untuk mengambil alih
manajemen setelah Bentoel mengalami serangkaian masalah keuangan. Manajemen baru Bentoel
berhasil merestrukturisasi hutang perusahaan pada tahun 1997 dan mengalihkan seluruh asset dan
liabilitas kepada PT Bentoel Prima yang saat itu sahamnya hampir seluruhnya dimiliki oleh
Perseroan. Dengan selesainya proses restrukturisasi tersebut manajemen baru Bentoel mulai
melakukan pembenahan di segala bidang dan menyiapkan rencana strategis untuk mengembangkan
dan meningkatkan kinerja perusahaan.
PT Bentoel International InvestamaTbk sebagai induk perusahaan memiliki beberapa anak
perusahaan yang mayoritas merupakan produsen rokok dengan berbagai merek dagang. Di halaman
berikut ini struktur perusahaan PT Bentoel International Investama Tbk dan anak perusahaannya
(Gambar 1) serta beberapa merk dagangnya (Gambar 2).
Sebelum proses akuisisi oleh PT BAT Indonesia Tbk. (kode BATI), saham PT Bentoel International
Investama Tbk., dimiliki oleh beberapa korporasi seperti (data terakhir Maret 2009);
• Bella Sapphire Ventures Limited memiliki 41,73%
• Blue Eagle Limited memiliki 14,48%
• Citibank NA memiliki 9,66%
Sedangkan masyarakat memiliki 34,1%.
1
Kasus disusun oleh Suad Husnan berdasarkan atas thesis MM UGM yang ditulis oleh Dinar Ari Prasetyo (2012). Informasi
yang digunakan merupakan informasi yang tersedia secara publik. Penggunaan kasus ini harus seizin penulis thesis, Dinar
Ari Prasetyo, dan penyusun kasus, Suad Husnan. Kasus ini disusun hanya untuk maksud pengajaran, tidak untuk
menunjukkan praktek yang benar dan yang salah.
Neraca dan Rugi Laba PT. Bentoel International Investama selama periode 2005 – 2008 disajikan
berikut ini (Tabel 1 dan 2). Tahun 2007 terjadi lonjakan penjualan yang cukup besar, dan pada tahun
tersebut perusahaan memperoleh Laba Bersih yang terbesar. Pada tahun berikutnya Laba tersebut
sedikit menurun meskipun penjualan masih meningkat cukup tinggi.
Tabel 2. Rugi Laba PT Bentoel Int’l Investama tbk, 2005 – 2008 (dalam miliar Rupiah)
PT BAT Indonesia Tbk merupakan bagian dari perusahaan rokok terbesar kedua di dunia British
American Tobacco yang berpusat di London dan menguasai pasar rokok di 40 negara dan pemasaran
produknya menyebar ke 180 negara. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1902 ketika perusahaan
rokok Inggris bernama Imperial Tobacco Company setuju untuk bekerja sama (joint venture) dengan
perusahaan asal Amerika Serikat bernama American Tobacco Company. Dua perusahaan tersebut
membentuk perusahaan baru bernama British American Tobacco Company Ltd., untuk membuat
produk yang akan diekspor ke negara lain selain di teritorial wilayah pemasaran Imperial Tobacco
Company dan American Tobacco Company yaitu Inggris dan Amerika Serikat. Pada awalnya produk-
produk diekspor ke berbagai negara seperti Kanada, Cina, Jerman, Afrika Selatan, Selandia Baru dan
Australia.
Di Indonesia perusahaan memulai kegiatan komersiilnya pada tanggal 7 Agustus 1917 dengan nama
NV Indo Egiptian Cigarette Company. Perusahaan bergerak di bidang manufaktur, pemasaran dan
penjualan cerutu, sigaret dan produk-produk lain yang terbuat dengan atau dari tembakau. PT BAT
Indonesia Tbk didirikan dalam rangka UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
berdasarkan Akta Notaris Kartini Muljadi SH, No. 199, tanggal 29 September 1979. Perusahaan
melakukan penawaran umum perdanan saham ke masyarakat sebanyak 6.600.000 lembar saham
atau 30% dari 22.000.000 saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Saham yang diterbitkan
dalam penawaran umum perdana tersebut dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (sekarang Indonesia),
dengan kode BATI.
Struktur organisasi PT BAT Indonesia Tbk dipimpin oleh presiden direktur dengan dibantu oleh
empat direktur (Gambar 4). Sebelum mengakuisisi PT Bentoel International Investama, kepemilikan
saham dipegang oleh British American Tobacco Ltd sebesar 79%, HSBC 9%, dan sisanya oleh
masyarakat Indonesia.
Neraca dan Rugi Laba BATI sebelum melakukan akuisisi, 2004 – 2008, disajikan berikut ini (Tabel 3
dan 4). Nampak bahwa selama 5 tahun terakhir sebelum melakukan akuisisi, PT BATI menderita rugi
operasi. Pada tahun 2005 Laba Bersih positif karena ada Pendapatan Lain yang cukup besar, yaitu
Rp38 miliar.
1. Akusisi PT. BAT Indonesia Tbk. terhadap PT Bentoel Internasional Investama Tbk
Akuisisi dilakukan oleh PT. BAT Indonesia Tbk. terhadap 85% saham PT Bentoel Internasional
Investama Tbk pada tanggal 15 Juni 2009 yang disampaikan oleh John Daly, Direktur British
American Tobacco untuk Asia Pasifik dalam siaran pers. PT. BAT Indonesia Tbk membeli saham PT
Bentoel Internasional Investama Tbk pada harga Rp. 873 per lembar atau 20% diatas harga saham
RMBA pada tanggal 15 Juni 2009.
Tujuan dari akuisisi bernilai total USD494 juta (303 juta poundsterling) adalah sebagai investasi
bisnis dari Bristish American Tobacco pada pasar di Indonesia karena PT Bentoel Internasional
Investama Tbk merupakan produsen rokok dengan market share terbesar nomer 4. Selain itu untuk
pasar Indonesia PT. BAT Indonesia Tbk hanya memiliki produk rokok putih sementara mereka tidak
memiliki lini produk pada rokok kretek yang merupakan jenis rokok dengan pangsa pasar terbesar di
Indonesia pada tahun 2009 sebesar 93% (Mbalin, 2009). Data Kementrian Perindustrian menunjuk-
kan bahwa selama periode 2006 sd 2009 nilai produksi rokok kretek tumbuh sekitar 17,5% per
tahun sedangkan rokok putih justru turun sekitar 13,5% per tahun.
Akuisisi ini menjadikan posisi PT. BAT Indonesia Tbk cukup strategis untuk mengambil pangsa pasar
rokok kretek di Indonesia yang dinilai cukup menggiurkan. Setelah melakukan akuisisi terhadap 85%
saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk, PT. BAT Indonesia Tbk melakukan tender offer
kepada para pemegang saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk yang masih tersisa dengan
harga Rp. 873. Hingga akhir tender PT BAT Indonesia Tbk total mengakuisisi 99.74% saham PT
Bentoel Internasional Investama Tbk.
2. Merger PT. BAT Indonesia Tbk. dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk
Proses merger ini dilakukan oleh PT. BAT Indonesia Tbk dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk
pada tahun 2010 atau efektif tercatat penggabungan saham oleh bursa padatanggal 4 Januari 2010.
Dalam merger ini PT. BAT Indonesia Tbk melebur menjadi satu denganPT Bentoel Internasional
Investama Tbk. Para pemegang saham PT. BAT Indonesia Tbk (BATI) akan ditukar dengan
kepemilikan saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) dengan rasio 1 saham BATI
menjadi 7,68 saham RMBA.
Jumlah saham perusahaan menjadi 7,24 miliar lembar saham dan komposisi kepemilikan saham
RMBA setelah merger sebagai berikut (Tabel 5).
Struktur organisasi atau manajemen perusahaan PT Bentoel Internasional Investama Tbk pasca
merger berubah dari sebelum akuisisi dan merger. Berikut struktur organisasi perseroan pasca
merger:
President
Director
Chief Chief
Independent Finance &
Business Accounting
Officer Officer
Chief
Procurement &
Warehouse
Officer
Karena akuisisi dilakukan pada Juni 2009 maka analis perlu membuat estimasi laba rugi dan neraca
dari kedua perusahaan tersebut. Dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagaimana disajikan pada
Lampiran 1, diperkirakan Rugi Laba dan Neraca RMBA dan BATI untuk tahun 2009 (Tabel 6 dan 7).
Hal tersebut dilakukan karena sampai dengan akhir tahun 2009 kedua perusahaan tersebut masih
berdiri sendiri-sendiri. Merger baru dilakukan pada tahun 2010. Ditaksir bahwa BATI masih akan
menderita kerugian pada tahun 2009 (karena itu tidak akan membayarkan dividen), sedangkan
RMBA memperoleh laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2008.
Setelah merger pada awal Januari 2010 BATI dilebur ke RMBA. Karena itu proyeksi laba rugi dan
neraca hanya dilakukan untuk RMBA. Untuk memperkirakan neraca RMBA pada tahun 2010
estimasi neraca BATI pada 2009 diakumulasikan dengan estimasi RMBA 2009 sehingga diperoleh
akumulasi neraca RMBA pada 2009. Angka yang ada pada neraca akumulasi tersebut dipergunakan
untuk memproyeksikan neraca RMBA tahun 2010 dengan menggunakan asumsi merger RMBA dan
BATI yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut mekanisme penggabungan pada forecast:
Asumsi pada
Lampiran 1
Akumulasi Aset Lancar tahun 2009 menunjukkan penjumlahan aset lancar RMBA dan BATI tahun
2009. Proyeksi tahun 2010 Aset Lancar menjadi Rp3.559 miliar karena diasumsikan tumbuh 2% (lihat
Lampiran 1). Untuk Aset Tidak Lancar diasumsikan tumbuh sebesar 33,44% sehingga proyeksi tahun
2010 = Rp2.068 x 1,3344 = Rp2.759 miliar. Demikian seterusnya.
Sedangkan proyeksi laba rugi RMBA 2010 – 2013 disajikan pada Tabel 8, dan proyeksi neraca RMBA
disajikan pada Tabel 9. Dengan mengakusisi RMBA dan kemudian melakukan merger, maka
diharapkan bukan hanya penjualan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang, laba (operasi dan
bersih) juga diharapkan akan meningkat. Hal yang diperkirakan tidak mungkin terjadi apabila BATI
hanya menekuni bisnis rokok putih.
Tabel 8. Proyeksi Rugi Laba RMBA 2010 – 2013 (dalam miliar Rp)
Dengan menggunakan data historis bulanan dari awal tahun 2007 sd awal 2009 akan dilakukannya
akuisisi, ditaksir beta RMBA sebesar 0,664. Karena pengamatan menunjukkan bahwa beta tersebut
tidak stabil dari tahun ke tahun, maka digunakan model Merril Lynch untuk menaksir beta tahun
2009 dan seterusnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Sedangkan beta BATI agak sulit ditaksir karena tidak aktifnya saham-saham BATI diperdagangkan.
Meskipun demikian taksiran terbaik beta historis BATI adalah sekitar 0,75.
Sesuai dengan common practice, Market Risk Premium (yaitu selisih antara tingkat keuntungan
pasar yang diharapkan dengan risk free) ditaksir sebesar 6% dan risk free rate sebesar 7,76%. Long
term growth rate ditaksir sebesar pertumbuhan nominal sektor rokok, yaitu sebesar 9,7%. Angka ini
dipergunakan sebagai pertumbuhan cash flow setelah tahun 2013.
Pertanyaan:
1. Dengan menggunakan data dan informasi yang tersedia di kasus ini, apabila sdr/i diminta
melakukan evaluasi kewajaran harga akuisisi saham RMBA sebesar Rp873 per lembar, 20%
lebih tinggi dari harga di bursa, pada 15 Juni 2009, apakah sdr/i akan menggunakan equity
valuation model ataukah corporate valuation model? Jelaskan argumentasi sdr/i.
2. Dengan menggunakan model yang sdr/i pilih (pertanyaan 1) berapa taksiran discount rate
yang relevan? Berapa taksiran cash flow yang relevan untuk keperluan valuasi?
3. Analis menggunakan taksiran pertumbuhan jangka panjang sebesar 9,7%. Kalau
dibandingkan dengan proyeksi R/L dan Neraca RMBA tahun 2010 – 2013 (Tabel 8 dan 9),
apakah angka 9,7% tersebut cukup wajar? Jelaskan.
4. Berapa taksiran harga saham RMBA berdasarkan taksiran pada pertanyaan 2? Apakah harga
Rp873 per lembar tersebut wajar?
---sh---
3. Beban Penjualan
a. RMBA 2009
Rasio Beban Penjualan selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun, karena itu
rasio Beban Penjualan terhadap Penjualan pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 7,2%.
b. BATI 2009
Rata-rata rasio Beban Penjualan terhadap Penjualan selama periode pengamatan adalah
28,44%. Angka ini dipergunakan untuk proyeksi tahun 2009.
c. Merger RMBA BATI 2010 - 2013
Digunakan rasio RMBA, yaitu 7,2%.
6. Pajak Penghasilan
Diasumsikan 30% dari laba sebelum pajak.
Asumsi pertumbuhan : 2%
Karena pada data historis aset tak lancar RMBA 2009 setiap tahun terdapat penurunan
penjualan 11% maka pada tiga tahun kedepan pertumbuhan aset tak lancar akan turun
11% dengan rincian sebagai berikut:
Pertumbuhan tahun 2010 = 33,44%
Pertumbuhan tahun 2011 = 33,44% x (1 – 0,11) = 29,76%
Pertumbuhan tahun 2012 = 29,76% x (1 – 0,11) = 26,48%
Pertumbuhan tahun 2013 = 26,48% x (1 – 0,11) = 23,56%
3. Kewajiban Lancar
a. RMBA 2009
Kewajiban lancar pada proyeksi tahun 2009 diasumsikan sama dengan menggunakan
future value pada kewajiban lancar pada data historis 2005 – 2008.
Perhitungan asumsi:
618,16 miliar x (1 + rate)3 = 1,231,92 miliar
1+ rate = 1.2584
Rate = 0. 2584
b. BATI 2009
Diasumsikan pertumbuhan – 3% sesuai dengan pertumbuhan penjualan dari BATI pada
tahun yang sama.
c. Merger RMBA – BATI (2010-2013)
Menggunakan metode weighted avarege seperti pada aset lancar di kedua perusahaan
tahun 2009:
Kewajiban Lancar Pertumbuhan
RMBA 2010 Rp1.550 miliar 25,84%
BATI 2010 246 miliar -2,10%
Total 1.795,8 miliar 21,59%
b. BATI 2009
Perhitungan asumsi:
29,4 x (1 + rate)4 = 25,07
(1 + rate)4 = 25,07/ 29,4
(1 + rate)4= 0.852
Rate = -0.039
5. Modal Saham
Untuk modal saham pada perusahaan hasil merger maka perhitungan jumlah saham berdasar
jumlah saham setelah merger. Dengan adanya merger maka jumlah lembar saham di RMBA
bertambah menjadi sebesar:
Jumlah setelah Peleburan
= (7.68 x 66.000.000) + 6.733.125.000
= 7.240.005.000 lembar
Diasumsikan pada tahun 2009 BATI akan melakukan revaluasi aset tetap sehingga akun ekuitas
naik sebesar Rp23 miliar. Karena itu penurunan ekuitas BATI hanya sebesar Rp6 miliar meskipun
ditaksir akan rugi sebesar Rp29 miliar.
Daftar Pustaka: