Anda di halaman 1dari 13

Case 6

AKUISISI BENTOEL OLEH BAT INDONESIA


(Akuisisi perusahaan publik oleh perusahaan publik) 1

Latar Belakang
PT Bentoel International InvestamaTbk (kode di Bursa Efek Indonesia RMBA) merupakan
perusahaan rokok keempat terbesar di Indonesia, setelah HM Sampoerna, Gudang Garam, dan
Djarum, berpusat di Malang, JawaTimur. Sejarah Bentoel dimulai pada saat Ong Hok Liong
mendirikan industri rokok rumahan yang dinamakan “Strootjes Fabriek Ong Hok Liong” pada tahun
1930. Industri rumahan tersebut berubah menjadi NV Pertjetakan Hien An pada tahun 1951. Empat
tahun kemudian perusahaan dirubah menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel.
Pada tahun 1970an Bentoel merintis produksi rokok sigaret kretek mesin (SKM) berfilter di
Indonesia. Bentoel juga merupakan perusahaan rokok pertama yang menggunakan plastik sebagai
kemasan. Inovasi tersebut kemudian menjadi acuan di industri rokok nasional. Dalam dasawarsa 70
– 80an Bentoel tumbuh pesat dan menjadi salah satu pemain utama di industri rokok di Indonesia.
Pada 11 April 1987 Bentoel berdiri sebagai sebuah perseroan dengan nama PT Rimba Niaga Idola.
Bentoel pertama kali didaftarkan di bursa efek Jakarta dan Surabaya pada tahun 1990. Pada tahun
1991 kelompok Rajawali diminta oleh pemegang saham Bentoel saat itu untuk mengambil alih
manajemen setelah Bentoel mengalami serangkaian masalah keuangan. Manajemen baru Bentoel
berhasil merestrukturisasi hutang perusahaan pada tahun 1997 dan mengalihkan seluruh asset dan
liabilitas kepada PT Bentoel Prima yang saat itu sahamnya hampir seluruhnya dimiliki oleh
Perseroan. Dengan selesainya proses restrukturisasi tersebut manajemen baru Bentoel mulai
melakukan pembenahan di segala bidang dan menyiapkan rencana strategis untuk mengembangkan
dan meningkatkan kinerja perusahaan.
PT Bentoel International InvestamaTbk sebagai induk perusahaan memiliki beberapa anak
perusahaan yang mayoritas merupakan produsen rokok dengan berbagai merek dagang. Di halaman
berikut ini struktur perusahaan PT Bentoel International Investama Tbk dan anak perusahaannya
(Gambar 1) serta beberapa merk dagangnya (Gambar 2).
Sebelum proses akuisisi oleh PT BAT Indonesia Tbk. (kode BATI), saham PT Bentoel International
Investama Tbk., dimiliki oleh beberapa korporasi seperti (data terakhir Maret 2009);
• Bella Sapphire Ventures Limited memiliki 41,73%
• Blue Eagle Limited memiliki 14,48%
• Citibank NA memiliki 9,66%
Sedangkan masyarakat memiliki 34,1%.

1
Kasus disusun oleh Suad Husnan berdasarkan atas thesis MM UGM yang ditulis oleh Dinar Ari Prasetyo (2012). Informasi
yang digunakan merupakan informasi yang tersedia secara publik. Penggunaan kasus ini harus seizin penulis thesis, Dinar
Ari Prasetyo, dan penyusun kasus, Suad Husnan. Kasus ini disusun hanya untuk maksud pengajaran, tidak untuk
menunjukkan praktek yang benar dan yang salah.

Case 6 – 2021 Kelas B 1


Gambar 1.Struktur perusahaan PT Bentoel International InvestamaTbk

Gambar 2. Beberapa merk dagang PT Bentoel International InvestamaTbk

Neraca dan Rugi Laba PT. Bentoel International Investama selama periode 2005 – 2008 disajikan
berikut ini (Tabel 1 dan 2). Tahun 2007 terjadi lonjakan penjualan yang cukup besar, dan pada tahun
tersebut perusahaan memperoleh Laba Bersih yang terbesar. Pada tahun berikutnya Laba tersebut
sedikit menurun meskipun penjualan masih meningkat cukup tinggi.

Case 6 – 2021 Kelas B 2


Tabel 1. Neraca PT Bentoel Int Investama Tbk, 2005 – 2008 (dalam miliar rupiah)

2005 2006 2007 2008


Aset Lancar 1.368 1.693 2.977 3.053
Aset tak lancar 474 655 882 1.402
Total aset 1.842 2.348 3.859 4.455
Kewajiban lancar 618 1.053 843 1.232
Kewajiban tidak lancar 110 104 1.475 1.493
Ekuitas 1.114 1.191 1.541 1.730
Total kewajiban dan ekuitas 1.842 2.348 3.859 4.455

Tabel 2. Rugi Laba PT Bentoel Int’l Investama tbk, 2005 – 2008 (dalam miliar Rupiah)

2005 2006 2007 2008


Penjualan bersih 2.176 2.997 4.586 5.941
Harga Pokok Penjualan 1.749 2.296 3.581 4.824
Laba kotor 427 701 1.005 1.117
Biaya penjualan 246 316 420 478
Biaya Umum & Administrasi 194 219 242 229
Laba (Rugi) Usaha (13) 166 343 410
Pendapatan (beban) lain 118 13 (62) (166)
Laba (Rugi) Sebelum Pajak 105 179 281 244
Manfaat (beban) pajak 3 (34) (38) (5)
Laba (Rugi) bersih 108 145 243 239

PT BAT Indonesia Tbk merupakan bagian dari perusahaan rokok terbesar kedua di dunia British
American Tobacco yang berpusat di London dan menguasai pasar rokok di 40 negara dan pemasaran
produknya menyebar ke 180 negara. Perusahaan ini dibentuk pada tahun 1902 ketika perusahaan
rokok Inggris bernama Imperial Tobacco Company setuju untuk bekerja sama (joint venture) dengan
perusahaan asal Amerika Serikat bernama American Tobacco Company. Dua perusahaan tersebut
membentuk perusahaan baru bernama British American Tobacco Company Ltd., untuk membuat
produk yang akan diekspor ke negara lain selain di teritorial wilayah pemasaran Imperial Tobacco
Company dan American Tobacco Company yaitu Inggris dan Amerika Serikat. Pada awalnya produk-
produk diekspor ke berbagai negara seperti Kanada, Cina, Jerman, Afrika Selatan, Selandia Baru dan
Australia.
Di Indonesia perusahaan memulai kegiatan komersiilnya pada tanggal 7 Agustus 1917 dengan nama
NV Indo Egiptian Cigarette Company. Perusahaan bergerak di bidang manufaktur, pemasaran dan
penjualan cerutu, sigaret dan produk-produk lain yang terbuat dengan atau dari tembakau. PT BAT
Indonesia Tbk didirikan dalam rangka UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
berdasarkan Akta Notaris Kartini Muljadi SH, No. 199, tanggal 29 September 1979. Perusahaan
melakukan penawaran umum perdanan saham ke masyarakat sebanyak 6.600.000 lembar saham
atau 30% dari 22.000.000 saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Saham yang diterbitkan
dalam penawaran umum perdana tersebut dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (sekarang Indonesia),
dengan kode BATI.

Case 6 – 2021 Kelas B 3


Untuk pasar premium perusahaan meluncurkan merk-merk Dunhill dan Lucky Strike serta untuk
segmen di bawahnya dengan merk Ardath, Kansas dan Comfill (Gambar 3).

Gambar 3. Beberapa merk produksi BAT Indonesia

Struktur organisasi PT BAT Indonesia Tbk dipimpin oleh presiden direktur dengan dibantu oleh
empat direktur (Gambar 4). Sebelum mengakuisisi PT Bentoel International Investama, kepemilikan
saham dipegang oleh British American Tobacco Ltd sebesar 79%, HSBC 9%, dan sisanya oleh
masyarakat Indonesia.

Gambar 4. Struktur Manajemen PT BAT Indonesia Tbk

Neraca dan Rugi Laba BATI sebelum melakukan akuisisi, 2004 – 2008, disajikan berikut ini (Tabel 3
dan 4). Nampak bahwa selama 5 tahun terakhir sebelum melakukan akuisisi, PT BATI menderita rugi
operasi. Pada tahun 2005 Laba Bersih positif karena ada Pendapatan Lain yang cukup besar, yaitu
Rp38 miliar.

Tabel 3. Neraca PT BATI Tbk, 2004 – 2008 (dalam miliar rupiah)

2004 2005 2006 2007 2008


Aset Lancar 526 514 425 501 369
Aset tak lancar 174 168 187 174 159
Total asset 700 682 612 675 528
Kewajiban lancar 272 243 238 319 253
Kewajiban tidak lancar 29 20 23 20 25
Ekuitas 399 419 351 336 250
Total kewajiban dan ekuitas 700 682 612 675 528

Case 6 – 2021 Kelas B 4


Tabel 4. Rugi Laba PT. BATI tbk, 2004 – 2008 (dalam miliar Rupiah)

2004 2005 2006 2007 2008


Penjualan bersih 573 653 666 510 507
Harga Pokok Penjualan 313 402 442 316 301
Laba kotor 260 251 224 194 206
Biaya penjualan 148 168 143 176 175
Biaya Umum & Administrasi 139 91 112 100 107
Laba (Rugi) Usaha (27) (8) (31) (82) (76)
Pendapatan (beban) lain 0 38 (17) 0 5
Laba (Rugi) Sebelum Pajak (27) 30 (48) (82) (71)
Manfaat (beban) pajak 7 (11) 14 21 (16)
Laba (Rugi) bersih (20) 19 (34) (61) (87)

1. Akusisi PT. BAT Indonesia Tbk. terhadap PT Bentoel Internasional Investama Tbk

Akuisisi dilakukan oleh PT. BAT Indonesia Tbk. terhadap 85% saham PT Bentoel Internasional
Investama Tbk pada tanggal 15 Juni 2009 yang disampaikan oleh John Daly, Direktur British
American Tobacco untuk Asia Pasifik dalam siaran pers. PT. BAT Indonesia Tbk membeli saham PT
Bentoel Internasional Investama Tbk pada harga Rp. 873 per lembar atau 20% diatas harga saham
RMBA pada tanggal 15 Juni 2009.

Tujuan dari akuisisi bernilai total USD494 juta (303 juta poundsterling) adalah sebagai investasi
bisnis dari Bristish American Tobacco pada pasar di Indonesia karena PT Bentoel Internasional
Investama Tbk merupakan produsen rokok dengan market share terbesar nomer 4. Selain itu untuk
pasar Indonesia PT. BAT Indonesia Tbk hanya memiliki produk rokok putih sementara mereka tidak
memiliki lini produk pada rokok kretek yang merupakan jenis rokok dengan pangsa pasar terbesar di
Indonesia pada tahun 2009 sebesar 93% (Mbalin, 2009). Data Kementrian Perindustrian menunjuk-
kan bahwa selama periode 2006 sd 2009 nilai produksi rokok kretek tumbuh sekitar 17,5% per
tahun sedangkan rokok putih justru turun sekitar 13,5% per tahun.

Akuisisi ini menjadikan posisi PT. BAT Indonesia Tbk cukup strategis untuk mengambil pangsa pasar
rokok kretek di Indonesia yang dinilai cukup menggiurkan. Setelah melakukan akuisisi terhadap 85%
saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk, PT. BAT Indonesia Tbk melakukan tender offer
kepada para pemegang saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk yang masih tersisa dengan
harga Rp. 873. Hingga akhir tender PT BAT Indonesia Tbk total mengakuisisi 99.74% saham PT
Bentoel Internasional Investama Tbk.

2. Merger PT. BAT Indonesia Tbk. dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk

Proses merger ini dilakukan oleh PT. BAT Indonesia Tbk dan PT Bentoel Internasional Investama Tbk
pada tahun 2010 atau efektif tercatat penggabungan saham oleh bursa padatanggal 4 Januari 2010.
Dalam merger ini PT. BAT Indonesia Tbk melebur menjadi satu denganPT Bentoel Internasional
Investama Tbk. Para pemegang saham PT. BAT Indonesia Tbk (BATI) akan ditukar dengan
kepemilikan saham PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) dengan rasio 1 saham BATI
menjadi 7,68 saham RMBA.

Case 6 – 2021 Kelas B 5


Setelah proses merger terjadi perubahan komposisi modal saham pada PT Bentoel Internasional
Investama Tbk (RMBA) karena adanya peleburan dari PT. BAT Indonesia Tbk (BATI). Berikut
perhitungan modal saham setelah proses merger:

Jumlah saham RMBA; 6.733.125.000


Jumlah saham BATI; 66.000.000
Saham setelah peleburan,
= (7,68 x 66.000.000) + 6.733.125.000
= 7.240.005.000

Jumlah saham perusahaan menjadi 7,24 miliar lembar saham dan komposisi kepemilikan saham
RMBA setelah merger sebagai berikut (Tabel 5).

Tabel 5. Pemegang BATI saham pasca merger dan akuisisi

Nama pemegang saham Jumlah lembar saham %


British American Tobacco Ltd. 7.177.763.978 99,14
Masyarakat 62.241.022 0,86
Jumlah 7.240.005.000 100,00

Struktur organisasi atau manajemen perusahaan PT Bentoel Internasional Investama Tbk pasca
merger berubah dari sebelum akuisisi dan merger. Berikut struktur organisasi perseroan pasca
merger:

President
Director

Group Chief Group Legal Chief Chief Chief Chief


Chief Productio Chief Advisor Corp and R&D Human Information
Marketing n Finance Regulatory Officer Capital Officer
Officer Officer Oficer Officer Officer

Chief Chief
Independent Finance &
Business Accounting
Officer Officer

Chief
Procurement &
Warehouse
Officer

Gambar 5. Struktur Manajemen Setelah Merger dan Akuisisi

Case 6 – 2021 Kelas B 6


3. Estimasi Laba Rugi dan Neraca tahun 2009

Karena akuisisi dilakukan pada Juni 2009 maka analis perlu membuat estimasi laba rugi dan neraca
dari kedua perusahaan tersebut. Dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagaimana disajikan pada
Lampiran 1, diperkirakan Rugi Laba dan Neraca RMBA dan BATI untuk tahun 2009 (Tabel 6 dan 7).
Hal tersebut dilakukan karena sampai dengan akhir tahun 2009 kedua perusahaan tersebut masih
berdiri sendiri-sendiri. Merger baru dilakukan pada tahun 2010. Ditaksir bahwa BATI masih akan
menderita kerugian pada tahun 2009 (karena itu tidak akan membayarkan dividen), sedangkan
RMBA memperoleh laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2008.

Tabel 6. Taksiran Laba Rugi TMBA dan BATI tahun 2009

Dalam miliar Rp RMBA BATI


2.009 2009
Penjualan bersih 7.527 492
Harga Pokok Penjualan 5.952 299
Laba kotor 1.575 193
Biaya penjualan 541 140
Biaya Umum & Administrasi 476 87
Laba (Rugi) Usaha 558 (34)
Pendapatan (beban) lain (168) 5
Laba (Rugi) Sebelum Pajak 390 (29)
Manfaat (beban) pajak (117) -
Laba (Rugi) bersih 273 (29)

Tabel 7. Taksiran Neraca RMBA dan BATI tahun 2009

Dalam miliar Rp RMBA BATI


2009 2009
Aset Lancar 3.131 358
Aset tak lancar 1.912 156
Total aset 5.043 514
Kewajiban lancar 1.550 246
Kewajiban tidak lancar 1.512 24
Ekuitas 1.981 244
Total kewajiban dan ekuitas 5.043 514

4. Proyeksi Laba Rugi dan Neraca setelah merger, 2010 sd 2013

Setelah merger pada awal Januari 2010 BATI dilebur ke RMBA. Karena itu proyeksi laba rugi dan
neraca hanya dilakukan untuk RMBA. Untuk memperkirakan neraca RMBA pada tahun 2010
estimasi neraca BATI pada 2009 diakumulasikan dengan estimasi RMBA 2009 sehingga diperoleh
akumulasi neraca RMBA pada 2009. Angka yang ada pada neraca akumulasi tersebut dipergunakan
untuk memproyeksikan neraca RMBA tahun 2010 dengan menggunakan asumsi merger RMBA dan
BATI yang dapat dilihat pada Lampiran 1. Berikut mekanisme penggabungan pada forecast:

Case 6 – 2021 Kelas B 7


Proyeksi
RMBA
RMBA BATI Akumulasi Merger
2009 2009 2009 2010
Aset Lancar 3.131 358 3.489 3.559
Aset tak lancar 1.912 156 2.068 2.759
Total aset 5.043 514 5.557 6.318
Kewajiban lancar 1.550 246 1.796 2.183
Kewajiban tidak lancar 1.512 24 1.536 1.554
Ekuitas 1.981 244 2.225 2.580
Total kewajiban dan ekuitas 5.043 514 5.557 6.317

Asumsi pada
Lampiran 1

Akumulasi Aset Lancar tahun 2009 menunjukkan penjumlahan aset lancar RMBA dan BATI tahun
2009. Proyeksi tahun 2010 Aset Lancar menjadi Rp3.559 miliar karena diasumsikan tumbuh 2% (lihat
Lampiran 1). Untuk Aset Tidak Lancar diasumsikan tumbuh sebesar 33,44% sehingga proyeksi tahun
2010 = Rp2.068 x 1,3344 = Rp2.759 miliar. Demikian seterusnya.

Sedangkan proyeksi laba rugi RMBA 2010 – 2013 disajikan pada Tabel 8, dan proyeksi neraca RMBA
disajikan pada Tabel 9. Dengan mengakusisi RMBA dan kemudian melakukan merger, maka
diharapkan bukan hanya penjualan akan meningkat pada tahun-tahun mendatang, laba (operasi dan
bersih) juga diharapkan akan meningkat. Hal yang diperkirakan tidak mungkin terjadi apabila BATI
hanya menekuni bisnis rokok putih.

Tabel 8. Proyeksi Rugi Laba RMBA 2010 – 2013 (dalam miliar Rp)

2010 2011 1012 2013


Penjualan bersih 9.814 11.768 13.855 16.040
Harga Pokok Penjualan 7.760 9.305 10.955 12.683
Laba kotor 2.054 2.463 2.900 3.357
Biaya penjualan 705 845 995 1.152
Biaya Umum & Administrasi 621 745 877 1.015
Laba (Rugi) Usaha 728 873 1.028 1.190
Pendapatan (beban) lain (164) (165) (167) (168)
Laba (Rugi) Sebelum Pajak 564 708 861 1.022
Manfaat (beban) pajak (169) (213) (258) (307)
Laba (Rugi) bersih 395 495 603 715

Case 6 – 2021 Kelas B 8


Tabel 9. Proyeksi Neraca RMBA 2010 – 2013 (dalam miliar Rp)

2010 2011 1012 2013


Aset Lancar 3.559 3.630 3.702 3.776
Aset tak lancar 2.759 3.580 4.528 5.595
Total aset 6.318 7.210 8.230 9.371
Kewajiban lancar 2.183 2.655 3.228 3.925
Kewajiban tidak lancar 1.554 1.572 1.590 1.608
Ekuitas 2.580 2.983 3.412 3.838
Total kewajiban dan ekuitas 6.317 7.210 8.230 9.371

5. Estimasi Beta, Cost of Equity dan Long Term Growth Rate.

Dengan menggunakan data historis bulanan dari awal tahun 2007 sd awal 2009 akan dilakukannya
akuisisi, ditaksir beta RMBA sebesar 0,664. Karena pengamatan menunjukkan bahwa beta tersebut
tidak stabil dari tahun ke tahun, maka digunakan model Merril Lynch untuk menaksir beta tahun
2009 dan seterusnya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Adjusted Beta = ⅔(Beta Historis) + ⅓(1)


Adjusted BetaRMBA = ⅔(0,664) + ⅓(1)
= 0,774

Sedangkan beta BATI agak sulit ditaksir karena tidak aktifnya saham-saham BATI diperdagangkan.
Meskipun demikian taksiran terbaik beta historis BATI adalah sekitar 0,75.

Sesuai dengan common practice, Market Risk Premium (yaitu selisih antara tingkat keuntungan
pasar yang diharapkan dengan risk free) ditaksir sebesar 6% dan risk free rate sebesar 7,76%. Long
term growth rate ditaksir sebesar pertumbuhan nominal sektor rokok, yaitu sebesar 9,7%. Angka ini
dipergunakan sebagai pertumbuhan cash flow setelah tahun 2013.

Pertanyaan:
1. Dengan menggunakan data dan informasi yang tersedia di kasus ini, apabila sdr/i diminta
melakukan evaluasi kewajaran harga akuisisi saham RMBA sebesar Rp873 per lembar, 20%
lebih tinggi dari harga di bursa, pada 15 Juni 2009, apakah sdr/i akan menggunakan equity
valuation model ataukah corporate valuation model? Jelaskan argumentasi sdr/i.
2. Dengan menggunakan model yang sdr/i pilih (pertanyaan 1) berapa taksiran discount rate
yang relevan? Berapa taksiran cash flow yang relevan untuk keperluan valuasi?
3. Analis menggunakan taksiran pertumbuhan jangka panjang sebesar 9,7%. Kalau
dibandingkan dengan proyeksi R/L dan Neraca RMBA tahun 2010 – 2013 (Tabel 8 dan 9),
apakah angka 9,7% tersebut cukup wajar? Jelaskan.
4. Berapa taksiran harga saham RMBA berdasarkan taksiran pada pertanyaan 2? Apakah harga
Rp873 per lembar tersebut wajar?

---sh---

Yogyakarta, Maret 2013

Case 6 – 2021 Kelas B 9


Lampiran 1.

Asumsi-asumsi untuk memproyeksikan rugi laba dan neraca.

Asumsi pada Rugi Laba


1. Penjualan bersih
a. RMBA 2009
Dengan memperhatikan pertumbuhan historis, maka diasumsikan pertumbuhan tahun
2008 ke 2009 sebesar 26,7%
b. BATI 2009
Dengan memperhatikan pertumbuhan historis, maka diasumsikan pertumbuhan tahun
2008 ke 2009 minus 3%
c. Merger RMBA BATI 2010 – 2013
2009 - 10 2010 -11 2011 - 12 2012 - 13
Pertumbuhan penjualan 22,38% 19,92% 17,73% 15,77%

2. Harga Pokok Penjualan (HPP)


a. RMBA 2009
Dengan menggunakan data historis diasumsikan rasio HPP terhadap Penjualan adalah
sebesar 79,07%.
b. BATI 2009
Dengan menggunakan langkah yang sama, diasumsikan sama dengan rata-rata rasio
yaitu sebesar 60,74%.
c. Merger RMBA BATI 2010 – 2013
Karena proporsi penjualan BATI hanya sebesar 6,5% dari RMBA maka digunakan
proporsi untuk RMBA yaitu sebesar 79,07%.

3. Beban Penjualan
a. RMBA 2009
Rasio Beban Penjualan selalu mengalami penurunan dari tahun ke tahun, karena itu
rasio Beban Penjualan terhadap Penjualan pada tahun 2009 diperkirakan sebesar 7,2%.
b. BATI 2009
Rata-rata rasio Beban Penjualan terhadap Penjualan selama periode pengamatan adalah
28,44%. Angka ini dipergunakan untuk proyeksi tahun 2009.
c. Merger RMBA BATI 2010 - 2013
Digunakan rasio RMBA, yaitu 7,2%.

4. Beban adminstrasi dan umum


a. RMBA 2009
Rasio Beban administrasi dan umum terhadap Penjualan pada tahun 2009 diperkirakan
sebesar 6,33% yang merupakan rata-rata angka selama periode pengamatan.
b. BATI 2009
Rata-rata rasio Beban administrasi dan umum terhadap Penjualan selama periode
pengamatan adalah 17,67%. Angka ini dipergunakan untuk proyeksi tahun 2009.
c. Merger RMBA BATI 2010 - 2013
Digunakan rasio RMBA, yaitu 6,33%.

5. Pendapatan (beban) lain


a. RMBA 2009

Case 6 – 2021 Kelas B 10


Pendapatan (beban) lain terutama berasal dari bunga pinjaman, tahun 2009
diperkirakan total beban adalah (Rp169 miliar).
b. BATI 2009
Pendapatan (beban) lain sangat kecil diperkirakan mendekati nol rupiah untuk tahun
2009.
c. Merger RMBA BATI 2010 - 2013
2010 2011 2012 2013
Pendapatan (beban) lain 164 121 167 168
(Miliar Rupiah)

6. Pajak Penghasilan
Diasumsikan 30% dari laba sebelum pajak.

Asumsi Pada Neraca


1. Aset Lancar
a. RMBA 2009
Secara umum harusnya nilai kenaikan aset lancar sebanding dengan kenaikan penjualan
dan pendapatan bersih karena adanya kenaikan penjualan otomatis membuat kenaikan
pada aset lancar seperti piutang dan kas. Namun pada perusahaan PT Bentoel
Internasional Investama Tbk kenaikan dari penjualan dan pendapatan bersih tidak
sebanding dengan kenaikan pada aset lancar. Dari data historis empat tahun didapat
data yang yang memiliki kenaikan yang tidak stabil. Untuk menentukan nilai
pertumbuhan pada tahun 2008-2009 digunakan asumsi kenaikanpada tahun
sebelumnya yaitu 2007-2008 karena merupakan pertumbuhan terakhir sebelum tahun
forecast yaitu 2.56%.
b. BATI 2009
Diasumsikan pertumbuhan – 3% sesuai dengan pertumbuhan penjualan dari BATI pada
tahun yang sama.
c. Merger RMBA – BATI (2010-2013)
Dengan menggunakan weighted average pada pertumbuhan RMBA dan BATI 2009 dan
pertumbuhan 2009 didapatkan dari pertumbuhan aset lancar gabungan dari RMBA dan
BATI 2009.
Nilai buku aset lancar Pertumbuhan tahun 2009
(Taksiran 2009) dibanding tahun 2008
RMBA Rp3.131 miliar 2,56%
BATI 358 miliar -3,00%
Total Rp3.489 miliar 2,00%

Asumsi pertumbuhan : 2%

2. Aset Tak Lancar


a. RMBA 2009
Pendekatan yang digunakan untuk menaksirpertumbuhan Aset tak lancar dengan
metode Future Value langsung pada nilai historis aset tak lancar. Data historis yan
dipakai adalah kenaikan dari tahun 2005 – 2007, tahun 2008 tidak diikut sertakan
karena nilainya jauh menyimpang dari nilai ketiga data historis lain sehingga dianggap
sebagai outlier data. Nilai pertumbuhan yang didapatkan digunakan untuk menaksir
pertumbuhan pada tahun 2009. Pendekatannya dilakukan sebagai berikut:

Case 6 – 2021 Kelas B 11


Rp 475 miliar (1 + g)2 = Rp 882 miliar
Dalam hal ini g = pertumbuhan setiap tahun. Digunakan pangkat 2 karena pertumbuhan
tersebut adalah untuk 2 tahun (2005 sd 2007).
Dari persamaan tersebut dapat dihitung g = 0,3633
b. BATI 2009
Digunakan data 2004 sd 2008, karena itu
Perhitungan asumsi:
173,818 x (1 + rate)4 = 159,026
(1 + rate)4 = 159,026 / 173,818
(1 + rate)4= 0.9149
Rate = -0.021
c. Merger RMBA – BATI (2010-2013)
Menggunakan metode weighted average pada aset tak lancar di kedua perusahaan
tahun 2009:
Aset tak lancar 2009 Pertumbuhan
RMBA 2010 Rp1.912 miliar 36,33%
BATI 2010 156 miliar -2,10%
Total 2.068 miliar 33,44%

Karena pada data historis aset tak lancar RMBA 2009 setiap tahun terdapat penurunan
penjualan 11% maka pada tiga tahun kedepan pertumbuhan aset tak lancar akan turun
11% dengan rincian sebagai berikut:
Pertumbuhan tahun 2010 = 33,44%
Pertumbuhan tahun 2011 = 33,44% x (1 – 0,11) = 29,76%
Pertumbuhan tahun 2012 = 29,76% x (1 – 0,11) = 26,48%
Pertumbuhan tahun 2013 = 26,48% x (1 – 0,11) = 23,56%

3. Kewajiban Lancar
a. RMBA 2009
Kewajiban lancar pada proyeksi tahun 2009 diasumsikan sama dengan menggunakan
future value pada kewajiban lancar pada data historis 2005 – 2008.
Perhitungan asumsi:
618,16 miliar x (1 + rate)3 = 1,231,92 miliar
1+ rate = 1.2584
Rate = 0. 2584
b. BATI 2009
Diasumsikan pertumbuhan – 3% sesuai dengan pertumbuhan penjualan dari BATI pada
tahun yang sama.
c. Merger RMBA – BATI (2010-2013)
Menggunakan metode weighted avarege seperti pada aset lancar di kedua perusahaan
tahun 2009:
Kewajiban Lancar Pertumbuhan
RMBA 2010 Rp1.550 miliar 25,84%
BATI 2010 246 miliar -2,10%
Total 1.795,8 miliar 21,59%

Asumsi pertumbuhan untuk tahun 2010-2013 sebesar 21.59%.

Case 6 – 2021 Kelas B 12


4. Kewajiban Tak Lancar
a. RMBA 2009
Untuk memproyeksikan kewajiban tak lancar harus dilihat data historis selama empat
tahun yaitu pada tahun 2005 – 2008. Kewajiban ak lancar PT Bentoel Internasional
Investama Tbk. Dari data tersebut dilihat bahwa terdapat kesenjangan data antara dua
tahun awal dan dua tahun terakhir. Hal ini dikarenakan penerbitan obligasi yang
membuat kenaikan kewajiban tak lancar secara signifikan. Berdasarkan kejadian
tersebut tersebut maka pertumbuhan kewajiban tak lancar pada tahun 2009 dicari
dengan menggunakan asumsi pertumbuhan pada duatahun yaitu 2007 dan 2008.
Berikut perhitungan asumsi pertumbuhan kewajiban lancar pada tahun 2009 :
= (1.512 – 1.493) / 1.493 = 0,0124

b. BATI 2009
Perhitungan asumsi:
29,4 x (1 + rate)4 = 25,07
(1 + rate)4 = 25,07/ 29,4
(1 + rate)4= 0.852
Rate = -0.039

c. Merger RMBA – BATI (2010-2013)


Menggunakan metode weighted avarege seperti pada aset lancar di kedua perusahaan
tahun 2009:

Kewajiban Tak Lancar Pertumbuhan


RMBA 2010 Rp1.512 miliar 12,4%
BATI 2010 24 miliar -3,9%
Total 1.536 miliar 1,16%

Asumsi pertumbuhan untuk tahun 2010-2013 sebesar 0.0116 atau 1.16%.

5. Modal Saham
Untuk modal saham pada perusahaan hasil merger maka perhitungan jumlah saham berdasar
jumlah saham setelah merger. Dengan adanya merger maka jumlah lembar saham di RMBA
bertambah menjadi sebesar:
Jumlah setelah Peleburan
= (7.68 x 66.000.000) + 6.733.125.000
= 7.240.005.000 lembar
Diasumsikan pada tahun 2009 BATI akan melakukan revaluasi aset tetap sehingga akun ekuitas
naik sebesar Rp23 miliar. Karena itu penurunan ekuitas BATI hanya sebesar Rp6 miliar meskipun
ditaksir akan rugi sebesar Rp29 miliar.

Daftar Pustaka:

Mbalin, Y. (2009). BAT Akuisisi 85% Saham Bentoel Internasional. yohanesmbaling.blogspot.com.


Retrieved from http://yohanesmbaling.blogspot.com/2009/06/bat-akuisisi-85-saham-bentoel.html

Yogyakarta, Maret 2013

Case 6 – 2021 Kelas B 13

Anda mungkin juga menyukai