Anda di halaman 1dari 12

PRAKTIKUM SAINS TANAH

PENETAPAN BAHAN ORGANIK TANAH

Oleh:

Nadya Mirindra N. (181510501012)


Nandita Rani N. (181510501099)
Maudy Niefera Tasha (181510501145)

GOLONGAN/KELOMPOK:
E/3A

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komponen penyusun tanah adalah bahan organik. Menurut Sutanto
(2005), terbentuknya bahan organik berasal dari proses dekomposisi jasad
organisme hidup dan perakaran yang masih hidup maupun mati yang mengalami
modifikasi. Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan. Batuan yang terkikis
akibat erosi lama-kelamaan akan berubah ukuran menjadi partikel-partikel kecil,
dari partikel tersebut nantinya akan membentuk tanah. Tanah menjadi tempat
tumbuhnya bagi tanaman karena kaya akan bahan organik didalamnya.
Kedalaman tanah berpengaruh terhadap jumlah banyaknya bahan organik atau
humus yang terkandung di tanah, semakin dalam lapisan tanah maka semakin
banyak bahan organik yang terkandung. Tanah yang berada pada kedalaman
sekitar 1-3 meter banyak mengandung humus karena memiliki seresah yang tebal
(Dwiastuti dkk, 2016). Permukaan tanah cenderung mengandung sedikit bahan
organik karena adanya erosi permukaan tanah dan aliran air yang membawa bahan
organik masuk hingga ke dalam tanah. Contoh bahan organik ini seperti seresah
tanaman, ranting pohon, daun yang berguguran dan lain sebagainya.

Kandungan bahan organik dan pemanfaatan residu organik atau kompos tanah
dapat meningkatkan kualitas tanah (Moura et al, 2017). Tanah menjadi lebih
subur dan memiliki tekstur yang gembur, hal ini bagus bagi media untuk
keberlangsungan tumbuh tanaman. Cacing juga menjadi indikator dari kesuburan
tanah dan merupakan salah satu organisme tanah. Keberadaan cacing di tanah
menandakan bahwa tanah tersebut subur karena banyak mengandung humus
(Sucipta dkk, 2015). Cacing berperan sebagai dekomposer atau pengurai bagi
tanah dengan kemampuannya membuat lubang di dalam tanah yang menyebabkan
udara dan air dapat masuk ke dalam tanah. Air dan udara ini kemudian dapat
diserap oleh akar tanaman, selain itu juga lendir pada cacing digunakan sebagai
nutrisi bagi tanah. Cacing masuk ke dalam tanah juga dengan membawa sampah
organik, yang mana sampah ini nantinya akan terdekomposisi dan menjadi
kompos. Tanah kemudian menjadi tambah subur.

Tanah yang memiliki bahan organik tinggi dapat ditemukan pada lahan
yang tidak menggunakan zat atau pestisida kimia tinggi serta pola tanam yang
menerapkan sistem rotasi tanaman (Zuazagoitia dan Villarroel, 2015). Tanah yang
minim menggunakan bahan-bahan kimia akan menghasilkan produksi pertanian
yang memiliki kualitas terjamin dan unggul. Hal ini jelas akan meningkatkan
perekonomian para petani. Tanah subur dapat mengalami penurunan kadar
humusnya. Hal ini disebabkan karena tanah terus diolah tanpa melalui masa
istirahat atau bera. Pemanfaatan atau pengelolaan tanah yang sering,
mengakibatkan unsur hara di dalam tanah secara berangsur akan menurun bahkan
habis. Hal ini akan berdampak nantinya pada proses penanaman periode
selanjutnya.

Kadar bahan organik di dalam tanah akan berpengaruh pada sifat kimia tanah.
Penambahan bahan organik tanah seperti pupuk yang berasal dari kotoran ternak
baik kotoran sapi, ayam, maupun lainnya akan meningkatkan pH tanah (Afandi
dkk, 2015). Proses pembusukan daun atau batang tanaman yang jatuh ke tanah
juga memiliki korelasi dengan peningkatan pH tanah. Daun dan batang tanaman
yang membusuk akan melepaskan anion ke tanah, sehingga pH tanah mengalami
kenaikan menuju taraf netral atau basa (McCauley et al, 2017). Tingkat derajat
keasaman tanah yang ideal bagi lahan pertanian umumnya antara 6,5-7,5 yang
termasuk ke dalam pH netral. Keadaan tanah yang memiliki pH netral akan
memudahkan akar tanaman dalam menyerap unsur hara yang ada di dalam tanah.

1.2 Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui dan memahami cara menetapkan bahan organik tanah
dengan metode kurmis serta pengaruhnya dengan sifat kimia tanah.
METODOLOGI

2.1 Alat
1. Timbangan analitis
2. Labu ukur volume 100 ml
3. Dispenser skala 10 ml/pipet ukur 10 ml
4. Pipet volume 5 ml
5. Spektrofotometer visible

2.2 Bahan
1. H2SO4 pa. 98%, BJ 1,84
2. K2Cr2O7 2N (Menimbangnya dan menambahkan 100 ml H2SO4 dan
dilarutkan dalam 100 ml air bebas ion)
3. Larutan standar 5000 ppm ( Menimbang 12,5 glukosa dan dilarutkan
dalam 1000 ml air bebas ion).
2.3 Metode
1. Menimbang 0,5 g contoh tanah yang telah dialuskan ke dalam labu takar
volume 100 ml.
2. Menambahkan berturut-turut 5 ml larutan K2Cr2O7 2N, kocok dan
menambah 7,5 ml H2SO4 dan mengocoknya lagi, biarkan 30 menit jika
perlu sekali-kali dikocok. Setelah 30 menit menambahkan aquades hingga
100 ml dan mengocoknya lagi dan besoknya diukur.
3. Untuk standar yang mengandung 250 ppm C, pipet 5 ml larutan standar
500 ppm C kedalam labu ukur volume 100 ml, menambahkan 5 ml H2SO4
dan 7 ml larutan K2Cr2O7 2N dengan pengerjaan seperti diatas.Kerjakan
pula blanko yang digunakan sebagai standar 0 ppm C. Masing – masing
diencerkan dengan aquades dan setelah dingin volume ditepatkan hingga
tanda tera 100 ml, kocok bolak-balik hingga homogen dan biarkan
semalam. Esoknya diukur dengan spektrofotometer pada panang
gelombang 561 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Deret Standart

Nama WL WL Deret Rumus Konsentrasi Abs

Wl 0 0,053 Wl 0 - Wl 0 0 ppm 0

Wl 50 0,093 Wl 50 - Wl 0 50 ppm 0,045

Wl 100 0,178 Wl 100 - Wl 0 100 ppm 0,125

Wl 150 0,24 Wl 150 - Wl 0 150 ppm 0,187

Wl 200 0,291 Wl 200 - Wl 0 200 ppm 0,238

Wl 250 0,353 Wl 250 - Wl 0 250 ppm 0,3

Wl 300 0,4 Wl 300 - Wl 0 300 ppm 0,347

Tabel 2. Hasil Pengukuran Ketersediaan Bahan Organik Tanah

Kel Wl Abs Y+ X Ml / fp fk %C %B Harkat


Sampel (y) 0,06 (ppm gr
kurva)

1 0,189 0,136 0,196 3,305 200 1 1,06 0,070 0,121 Sangat


Rendah

2 0,246 0,193 0,253 4,246 200 1 1,037 0,089 0,153 Sangat


Rendah

3 0,18 0,127 0,187 3,199 200 1 1,082 0,069 0,118 Sangat


Rendah

4 0,554 0,501 0,561 9,450 200 1 1,063 0,202 0,349 Sangat


Rendah

Berdasarkan hasil praktikum pengukuran ketersediaan bahan organik


tanah, seluruh kelompok melakukan penelitian menggunakan 200 ml/gr sampel
tanah sesuai vegetasi, fp sebesar 1 dan seluruh hasil ketersedian bahan organik
tergolong kedalam harkat yang sangat rendah. Kandungan % bahan organik tanah
tertinggi dimiliki oleh kelompok 4 pada vegetasi Belimbing sebesar 0,349 %
disertai oleh kandungan C organik sebesar 0,202%, sedangkan kandungan %
bahan organik tanah terendah dimiliki oleh kelompok 3 pada vegetasi Jeruk
sebesar 0,118 % disertai oleh kandungan C organik sebesar 0,069%. Seluruh
perhitungan ketersediaan bahan organik tanah menggunakan pengukuran deret
standart yang sama dimulai dari Wl0 sampai ke Wl300 sesuai dengan tabel yang
tertera.

3.2 Pembahasan
Tanah tidak hanya tersusun dari bahan mineral saja, melainkan juga
tersusun dari berbagai komponen bahan organik tanah. Menurut Hasibuan (2015),
bahan organik dalam tanah ini dapat berupa serasah atau daun-daun yang jatuh ke
tanah. Kandungan bahan organik ini dapat meningkatkan sifat fisik dan kimia
tanah. Beberapa sifat kimia tanah antara lain pH tanah, C-Organik, Kapasitas
Tukar Kation (KTK) dan lain-lain (Sembiring dkk, 2015). Praktikum kali ini
memfokuskan pada sifat kimia tanah yaitu kadar C-Organik pada tanah.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapati kadar persentase C-
Organik pada setiap vegetasi berbeda-beda. Hal ini dikarenakan sampel tanah
yang digunakan merupakan sampel tanah terusik. Tanah yang telah mengalami
proses campur tangan dari aktivitas manusia seperti kegiatan pertanian ini dapat
mengubah kadar kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah dapat
terbawa saat proses pemanenan atau ketika tanah tidak mengalami proses daur
ulang setelah kegiatan penanaman (Sutanto, 2005).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapati hasil %C tertinggi
terdapat pada kelompok 4 dengan vegetasi belimbing sebesar 0,202%. Tanah pada
vegetasi ini merupakan tanah asli, tanah yang belum mengalami pencampuran
kegiatan manusia sehingga kandungan bahan organik pada tanahnya seimbang,
namun harkat dari besaran persentasi C-Organik pada tanah ini masih tergolong
sangat rendah. Kandungan persentase bahan organik yang tinggi pada tanah
mempengaruhi sifat kimia tanahnya, seperti pada tingkat pH tanah. Tanah
vegetasi belimbing ini memiliki %C-Organik yang tinggi membuktikan bahwa
tingkat derajat keasaman tanah yang dimiliki juga tinggi. Faktor lain yang
mempengaruhi adanya kenaikan kadar C-Organik yaitu topografi ketinggian
tempat dan kedalaman tanah (Sipahutar dkk, 2014). Saat pengambilan sampel
tanah, kelompok 4 ini melakukan pengambilannya secara dalam sekitar kurang
lebih 30 cm. Semakin dalam tanah, kandungan bahan organiknya akan semakin
tinggi.
Berbeda dengan kelompok lainnya, tanah vegetasi jeruk memiliki
persentase C-Organik terendah sebesar 0,069%. Tampak pada tekstur tanah jeruk
ini sangat kering dan sedikit mengandung air. Hal ini jelas bahwa tanah dengan
tekstur seperti ini memiliki kandungan bahan organik yang sedikit. Harkat
persentasi yang dimiliki oleh tanah vegetasi ini juga termasuk sangat rendah
karena kurang dari 1. Hal ini didasarkan pada acuan kriteria penilaian sifat kimia
tanah. Kadar bahan organik yang rendah pada tanah ini juga dapat disebabkan
oleh jumlah organisme tanah yang sedikit, seperti contohnya cacing. Cacing dapat
menghasilkan sumber bahan organik pada tanah yang berasal dari proses
dekomposisi, hal ini secara otomatis akan mempengaruhi kandungan C-Organik
pada tanah (Sukaryorini dkk, 2016).
Tanah pada vegetasi jambu dan buah naga memiliki selisih persentase C
yang relatif tidak jauh atau sedikit, hanya selisih 0,019%. Selisih persentase yang
tidak terlalu jauh ini bisa saja karena kedua tanah ini memiliki tekstur yang sama.
Kedua tanah ini sama-sama memiliki tekstur yang agak gembur dan terdapat
kandungan air. Tekstur tanah yang seperti ini tentunya masih terdapat bahan
organik di dalamnya walaupun jumlahnya tidak seberapa banyak, karena harkat
persentase C-Organik tergolong sangat rendah. Cara menanggulangi dari adanya
penurunan bahan organik ini dapat diatasi dengan menerapkan sistem pola tanam
rotasi tanaman. Sejatinya, bahan organik merupakan kebutuhan utama bagi
pertumbuhan tanaman. Bahan organik pada tanah ini menjadi faktor yang paling
penting bagi pertumbuhan diatasnya, semakin banyak kandungan organik tanah
maka pertumbuhan tanaman akan semakin baik (Ismoyo dkk, 2017).
KESIMPULAN

Presentase C-Organik tertinggi diperoleh oleh vegetasi Belimbing milik


kelompok 4 sebesar 0,202 % dan presentase C-Organik terendah diperoleh
vegetasi Jeruk milik kelompok 3 sebesar 0,069 dimana seluruh harkat kelompok
tergolong rendah. Nilai C-dipengaruhi oleh aktivitas mahluk hidup tanah berupa
cacing yang menghasilkan sumber bahan organik pada tanah yang berasal dari
proses dekomposisi sehingga berpengaruh pula pada kandungan bahan organik
yang memiliki pengaruh yang nyata dengan sifat fisik maupun kimia tanah yang
berupa pH tanah, C-Organik, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan lainnya.
Kandungan bahan organik didalam tanah secara fisiologis dapat dilihat dari
tekstur tanah, semakin kering tanah makin rendah pula kandungan bahan organik
maupun C-organik dalam tanah.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, F. N., B. Siswanto dan Y. Nuraini. 2015. Pengaruh Pemberian Berbagai


Jenis Bahan Organik terhadap Sifat Kimia Tanah pada Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Ubi Jalar di Entisol Ngrangkah Pawon, Kediri. Tanah
dan Sumberdaya Lahan, 2(2): 237-244.

Dwiastuti, S., Maridi, Suwarno dan D. Puspitasari. 2016. Bahan Organik Tanah di
Lahan Marjinal dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Biology
Education Conference, 13(1): 748-751.

Ismoyo, U., B. Hendarto dan Suryanti. 2017. Analisis Bahan Organik dengan
Kualitas Tanah terhadap Ukuran Daun Bakau (Rhizopora mucronata
Lamk) di Hutan Mangrove Desa Mojo, Ulujami, Pemalang. Fisheries
Science and Technology, 12(2): 134-138.

McCauley, A., C. Jones dan K. Olson-Rutz. 2017. Soil pH and Organic Matter.
Nutrient Management, 1(8): 1-16.

Moura, J. A., M. I. S. Gonzaga, T. L. D. Silva, D. V. Guimaraes dan I. L. D.


Santana. 2017. Organic Matter and Carbon Management Index of Soil
Treated with Composted and Non-Composted Layered Residues. Rev.
Caatinga, Mossoró, 30(1): 78-86.

Rachman, S. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan.


Yogyakarta: Kanisius.

Sembiri, I. S., Wawan dan M. A. Khoiri. 2015. Sifat Kimia Tanah Dystrudepts
dan Pertumbuhan Akar Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
yang diaplikasi Mulsa Organik Mucuna bracteata. JOM Faperta, 2(2): 1-
11.
Sipahutar, A. H., P. Marbun dan Fauzi. 2014. Kajian C-Organik, N dan P
Humitropepts pada Ketinggian Tempat yang Berbeda di Kecamatan
Lintong Nihuta. Agroekoteknologi, 2(4): 1332-1338.

Sucipta, N. K. S. P., N. L. Kartini dan N. N. Soniari. 2015. Pengaruh Populasi


Cacing Tanah dan Jenis Media terhadap Kualitas Pupuk Organik.
Agroekoteknologi Tropika, 4(3): 213-223.

Sukaryorini, P., A. M. Fuad dan S. Santoso. 2016. Pengaruh Macam Bahan


Organik terhadap Ketersediaan Amonium (NH4+), C-Organik dan Populasi
Mikroorganisme pada Tanah Entisol. Plumula, 5(2): 99-106.

Zuazagoitia, D dan J. D. Villarroel. 2015. Studying the Importance of Soil


Organic Matter: an Educational Proposal for Secondary Education.
Educacion Quimica, 1(27): 37-42.
DOKUMENTASI

Menimbang Sampel Tanah Menambahkan H2SO4

Pengocokan Larutan
Memasukan Sampel ke Labu

Sebelum dan Sesudah Larutan


Dibiarkan Semalam
Penambahan Aquades

Diukur dengan Spektrofotometer


Menambahkan K2Cr2O7

Anda mungkin juga menyukai