TUGAS AKHIR
ZAKIYA AMANATINA
NIM. 21070117130110
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
DAFTAR ISI
ii
2.8.2 Pengukuran Beban Kerja dengan NASA-TLX ............................................. 23
2.9 Fatigue Assessment Scale (FAS) ...................................................................... 26
2.10 Path Analysis (Analisis Jalur) .......................................................................... 27
2.10.1 Tujuan Path Analysis .................................................................................... 27
2.10.2 Manfaat Path Analysis .................................................................................. 28
2.10.3 Istilah-Istilah dalam Path Analysis ............................................................... 28
2.10.4 Asumsi-asumsi Path Analysis....................................................................... 30
2.11 Sobel Test ......................................................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................. 33
3.1 Kerangka Pikir Penelitian ................................................................................. 33
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 34
3.3 Sampel Penelitian ............................................................................................. 34
3.4 Metode Penelitian ............................................................................................. 34
3.5 Tahapan Penelitian ........................................................................................... 35
3.5.1 Studi Pendahuluan ........................................................................................ 36
3.5.2 Merumuskan Masalah ................................................................................... 36
3.5.3 Menentukan Tujuan Penelitian ..................................................................... 37
3.5.4 Menentukan Model Penelitian ...................................................................... 37
3.5.5 Menyusun Kuesioner dan Menentukan Responden...................................... 38
3.5.6 Menentukan Hipotesis .................................................................................. 39
3.5.7 Pengumpulan Data ........................................................................................ 39
3.5.8 Pengolahan Data ........................................................................................... 41
3.5.9 Penyusunan Usulan Perbaikan ...................................................................... 42
3.5.10 Analisis Perbandingan .................................................................................. 42
3.5.11 Kesimpulan dan Saran .................................................................................. 42
3.6 Posisi Penelitian ............................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 45
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor Individu ......................... 19
Tabel 2.2 Skala Borg CR-10 ........................................................................................... 20
Tabel 2.3 Indikator Metode NASA-TLX ........................................................................ 23
Tabel 2.4 Indikator Metode NASA-TLX ........................................................................ 24
Tabel 2.5 Klasifikasi Skor Beban Kerja .......................................................................... 25
Tabel 2.6 Daftar Pertanyaan FAS ................................................................................... 26
Tabel 3.1 Deskriptif Data Responden ............................................................................. 39
Tabel 3.2 Kuesioner Peneitian ........................................................................................ 40
Tabel 3.3 Posisi Penelitian .............................................................................................. 42
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan dalam waktu tertentu dengan
menggunakan keterampilan dan potensi yang ada (Munandar, 2001). Beban kerja bisa
berupa beban kerja fisik dan beban kerja mental (Nurmianto, 2003). Menurut ilmu
ergonomi, beban kerja yang diterima seseorang harus sesuai dengan kemampuan fisik,
kognitif, dan keterbatasan manusia dalam menerima beban tersebut. Beban kerja yang
berlebih dapat menyebabkan beberapa resiko, salah satunya adalah terjadinya kelelahan
pada pekerja (Adrianto dan Anggraini, 2010). Kelelahan pada pekerja diestimasi dengan
memberikan kuesioner pendahuluan mengenai gejala-gejala kelelahan yang diraskan oleh
pekerja diantaranya, yaitu perasaan mengantuk, kehilangan keseimbangan, pusing, dan
nyeri pada punggung. Kuesioner pendahuluan menghasilkan 9% pekerja sering
mengalami gejala kelelahan, 72% pekerja pernah mengalami gejala kelelahan, dan hanya
19% pekerja tidak pernah mengalami gejala kelelahan. Kelelahan pada pekerja juga dapat
diestimasi dengan kuesioner Nordic Body Map. Kuesioner Nordic Body Map digunakan
untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot sekeletal individu dalam kelompok kerja
yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat mempresentasikan populasi secara
keseluruhan agar hasilnya valid dan reliable (Tarwaka dkk., 2010), maka kuesioner
disebarkan kepada seluruh operator mesin tenun shift pagi yang berjumlah 59 orang.
Hasil dari kuesioner adalah 94,92% operator mengaku merasakan sakit pada beberapa
bagian tubuh dengan rincian 77,97% operator mengaku menderita sakit pada kaki,
23,73% operator menderita sakit pada tangan, 30,51% operator menderita sakit pada
bahu, 30,51% menderita sakit pada punggung, pinggang, dan pantat, serta 5,08%
menderita sakit pada leher. Hasil dari kuesioner Nordic Body Map ini menandakan adanya
kelelahan fisiologis pada pekerja.
Menurut Cameron dalam Ambar (2006) kelelahan kerja adalah kriteria yang
kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi
dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan
motivasi, dan penurunan produktivitas kerja. Indikator kelelahan kerja diantaranya adalah
perhatian yang menurun, persepsi melambat dan menghambat, kemampuan berprestasi
menurun, dan kegiatan mental dan fisik menjadi kurang efisien (Suma’mur, 2009).
Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja
(Nurmianto, 2003). Sudah banyak penelitian tentang pengaruh beban kerja terhadap
2
kelelahan kerja diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Delima (2018),
penelitian ini menghasilkan adanya pengaruh beban kerja terhadap kelelahan kerja pada
karyawan bagian collection dan marketing PT Adira Dinamika Multi Finance, yaitu
semakin tinggi beban kerja yang diberikan maka kelelahan kerja juga akan meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Septyaningsih (2017) juga menghasilkan adanya
pengaruh beban kerja berlebih terhadap kelelahan kerja pada perawat wanita RSJD Dr.
Amino Gondohutomo Semarang.
Menurut Nurmianto (2003) kelelahan kerja akan menambah tingkat kesalahan
kerja sedangkan menurut Budiawan dkk. (2016) dalam penelitiannya, kelelahan kerja
mempunyai pengaruh terhadap tingkat kewaspadaan. Meningkatnya kesalahan kerja dan
pengaruh tingkat kewaspadaan dapat memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja dapat terjadi karena unsafe condition dan unsafe act (Ramli, 2010).
Unsafe condition adalah kondisi lingkungan kerja yang tidak aman termasuk alat dan
material yang tidak aman dan membahayakan. Unsafe act adalah tindakan aman dari
manusia yang tercermin dalam perilaku keselamatan. Penelitian yang dilakukan oleh
Utami (2018) tentang hubungan kelelahan dan perilaku keselamtan menunjukkan adanya
hubungan negatif antara kelelahan dan perilaku keselamtan. Heinrich dalam Halimah
(2010) mengatakan bahwa perilaku keselamatan adalah tindakan dari seseorang atau
sekelompok orang yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Berdasarkan laporan kecelakaan PT Djohartex tahun 2020, terdapat 30 laporan
kecelakaan akibat kerja dengan 20 diantaranya karena perilaku pekerja yang kurang
memperhatikan keselamatan seperti terjepit mesin karena kurangnya kewaspadaan saat
bekerja dan 14 diantaranya terjadi pada rentang waktu shift pagi ditambah hasil kuesioner
pendahuluan, yaitu sebanyak 58% pekerja shift pagi pernah hampir mengalami
kecelakaan akibat kerja. Angka ini menunjukkan bahwa masih rendahnya perilaku
keselamatan pada PT Djohartex yang berdampak pada tingginya angka kecelakaan kerja
sehingga diperlukan adanya penelitian untuk memberikan usulan perbaikan sistem kerja
untuk meningkatkan perilaku keselamatan pada pekerja.
Penelitian ini bertujuan memberikan usulan perbaikan pada sistem kerja PT
Djohartex berdasarkan hasil analisis dari hubungan antara beban kerja dan perilaku
keselamatan melalui kelelahan kerja. Penelitian ini menggunakan kelelahan kerja sebagai
3
variabel mediasi antara beban kerja dan perilaku keselamatan. Kelelahan pada penelitian
yang dilakukan oleh Septyaningsih (2017) berhasil memediasi hubungan antara beban
kerja berlebih terhadap kinerja. Variabel bebas pada penelitian ini adalah beban kerja fisik
dan mental sedangkan varibel terikat adalah perilaku keselamatan kerja. Penelitian
diawali dengan melakukan studi pendahuluan dengan wawancara dan observasi.
Pengukuran beban kerja fisik dilakukan dengan menggunakan kriteria subjektif Borg CR-
10 (Gudipati dan Pennathur, 2018), sedangkan pengukuran beban kerja mental dilakukan
dengan metode NASA-TLX (Gudipati dan Pennathur, 2018). Kelelahan kerja diukur
menggunakan kuesioner Fatigue Assesment Scale (FAS) (Sitohang dkk., 2010), dan
perilaku keselamatan diukur dengan menggunakan kuesioner. Analisis hubungan antara
beban kerja dengan perilaku keselamtan melalui kelelahan dilakukan dengan path
analysis. Path analysis merupakan perluasan dari analisis regresi berganda yang
digunakan untuk mengukur hubungan kausalitas antar variabel yang telah ditetapkan
sebelumnya. Path analysis dapat digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh tidak
langsung (mediasi). Pengaruh mediasi (tidak langsung) dari path analysis dapat dilihat
dengan rumus sobel test (Gozali, 2016). Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai
dasar untuk memberikan usulan perbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan perilaku
keselamatan pada pekerja. Sedangkan analisis perbandingan sebelum dan sesudah
perbaikan dilakukan dengan uji paired sample t-test.
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh mediasi (tidak langsung) variabel kelelahan kerja antara
beban kerja terhadap perilaku keselamatan pekerja PT Djohartex.
2. Memberikan usulan perbaikan pada sistem kerja PT Djohartex untuk
meningkatkan perilaku keselamatan kerja.
3. Melakukan analisis perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan pada PT
Djohartex.
5
Bab V Analisis dan Pembahasan
Bab V berisi analisis dan pembahasan dari hasil pengolahan data yang telah
dilakukan pada bab IV.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Bab VI berisi kesimpulan dan saran yag didapatkan dari hasil analisis.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
kelelahan fisik, konsentrasi, pengawasan diri, dan akurasi kerja yang menurun
sehingga hasil kerja tidak sesuai dengan standar.
2. Keluhan pelanggan
Keluhan pelanggan timbul karena pelayanan yang diterima tidak sesuai dengan
harapan seperti harus menunggu lama dan hasil layanan yang tidak memuaskan.
3. Kenaikan tingkat absensi
Beban kerja yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan pegawai terlalu lelah
atau sakit. Hal ini akan berakibat buruk bagi kelancaran kerja organisasi karena
tingkat absensi tinggi sehingga dapat memengaruhi kinerja organisasi secara
keseluruhan.
8
2.2 Beban Kerja Fisik
Beban kerja fisik adalah beban kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia
sebagai sumber tenaganya dan konsumsi energi merupakan faktor utama yang dijadikan
tolok ukur penentu berat atau ringannya suatu pekerjaan. Pengukuran beban kerja fisik
menjadi penting karena dapat mengklasifikasikan berat atau ringannya suatu pekerjaan,
aktivitas pekerjaan yang dilakukan secara manual seringkali memiliki keluhan pada tubuh
pekerja (Silviana, 2016).
Tarwaka (2014) menemukakan bahwa kerja fisik adalah kerja yang memerlukan
energi fisik pada otot manusia yang akan berfungsi sebagai sumber tenaga. Kerja fisik
juga disebut sebagai manual operation karena performansi kerja sepenuhnya akan
tergantung pada upaya manusia yang berperan sebagai sumber tenaga maupun pengendali
tenaga.
Seseorang yang melakukan kerja fisik akan mengalami perubahan fungsi pada
tubuh yang dapat diketahui melalui konsumsi oksigen, denyut jantung, peredaran udara
dalam paru-paru, suhu tubuh, konsentrasi asam laktat dalam darah dan air seni, serta
tingkat penguapan. Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan cara langsung dan
tidak langsung yang dilakukan secara objektif (Rodahl, 1989).
9
c. Ukuran tubuh, pekerja dengan postur tinggi besar biasanya dapat melaksankan
tugas yang berat jika dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai postur
pendek.
d. Kondisi kesehatan, pekerja dengan kondisi kesehatan yang baik biasanya lebih
mampu dalam melaksanakan tugas yang lebih baik jika dibandingkan dengan
pekerja dengan kondisi kesehatan yang tidak baik
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang memengaruhi beban kerja fisik diantaranya adalah:
a. Faktor tugas, faktor ini dipengaruhi oleh stasiun kerja, tata ruang tempat kerja,
alat dan sarana kerja, kondisi kerja, dan sikap kerja.
b. Faktor organisasi, dipengaruhi oleh waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja.
c. Faktor lingkngan kerja, faktor ini dipengaruhi oleh lingkungan kerja fisik,
lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja biologis.
10
dan berkurangnya kehati-hatian serta kesadaran dalam melakukan suatu pekerjaan.
Dampak negatif lainnya dapat berupa lupa dalam menjalankan suatu aktivitas pada
waktunya, sulit untuk mengalihkan konsentrasi dari suatu aktivitas ke aktivitas lain, sulit
beradaptasi pada dinamika perubahan sistem, dan kecenderungan untuk tidak
memerhatikan hal-hal yang terjadi di sekeliling. Dampak negatif ini akan berdampak pada
turunnya kinerja yang dapat menyebabkan bertambahnya waktu untuk mengerjakan suatu
aktivitas dan kegagalan suatu sistem yang bersifat fatal (Hock dan Joseph, 2019).
11
2.4 Kelelahan Kerja
Suma’mur (2009) mengartikan kelelahan sebagai suatu mekanisme perlindungan
tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah
istirahat. Menurut Wignjosoebroto (2000) kelelahan kerja adalah menurunnya proses
efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk
terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Grandjean (2000) mengartikan
kelelahan kerja sebagai perasaan lelah dan adanya penurunan kegiatan.
Kelelahan dapat dibedakan berdasarkan tiga bagian, yaitu berdasarkan proses
dalam otot, berdasarkan waktu terjadinya kelelahan, dan berdasarkan penyebabnya.
Berdasarkan proses dalam otot, kelelahan dapat dibedakan menjadi (Grandjean,
2000):
1. Kelelahan otot
Kelelahan otot adalah fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadi tekanan
melalui fisik untuk suatu waktu. Kelelahan otot ditunjukkan dengan berkurangnya
tekanan fisik dan makin rendahnya gerakan. Kelelahan fisik dapat menyebabkan
sejumlah hal yang negatif seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam
melakukan pekerjaan dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan
kerja sehingga dapat memengaruhi produktivitas kerja.
2. Kelelahan umum
Kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa sehingga dapat
menyebabkan aktivitas dapat terganggu dan biasanya akan menimbulkan rasa
kantuk. Tarwaka (2004) mengemukakan tentang tanda-tanda seseorang
mengalami kelelahan kerja, yaitu berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan di rumah,
sebab-sebab mental, status kesehatan, dan keadaan gizi.
Berdasarkan waktu terjadinya, kelelahan dapat dibedakan menjadi
Wignjosoebroto, 2000):
1. Kelelahan akut
Kelelahan akut disebabkan utamanya oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh
secara berlebihan.
12
2. Kelelahan kronis
Kelelahan kronis terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan,
dan bahkan telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan.
Berdasarkan penyebabnya, ada beberapa pendapat ahli mengenai kelelahan, yaitu:
1. Menurut Singleton (1972) kelelahan disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis
di tempat kerja.
2. Menurut McFarland (1972) kelelahan disebabkan oleh faktor fisiologis yaitu
akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis
yaitu konflik yang menyebabkan stres emosional yang berkepanjangan.
3. Menurut Phoon (1988) disebabkan oleh kelelahan fisik yaitu kelelahan karena
kerja fisik, kerja patologis, ditandai dengan menurunnya kerja, rasa lelah, dan ada
hubungannya dengan faktor psikososial.
13
melemahnya kegiatan, melemahnya motivasi, dan kelelahan fisik sebagai akibat dari
keadaan umum yang melemahkan.
Aspek melemahnya kegiatan meliputi:
1. Perasaan berat di kepala 6. Menjadi mengantuk
2. Menjadi lelah seluruh badan 7. Merasakan beban pada mata
3. Kaki merasa berat terhadap 8. Kaku dan canggung dalam
sesuatu gerakan
4. Menguap 9. Tidak seimbang ketika berdiri
5. Pikiran terasa kacau 10. Ingin berbaring
Aspek melemahnya motivasi meliputi:
1. Susah dalam berfikir 6. Merasa kurang sehat
2. Lelah berbicara 7. Tidak dapat berkonsentrasi
3. Menjadi gugup 8. Tidak mempunyai perhatian
4. Suara serak 9. Cenderung untuk lupa
5. Merasa pening 10. Kurang kepercayaan
Aspek kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melemahkan
meliputi:
1. Cemas terhadap sesuatu 6. Punggung terasa nyeri
2. Tidak dapat mengontrol sikap 7. Pernafasan terasa tertekan
3. Tidak dapat tekun bekerja 8. Haus
4. Sakit kepala 9. Spasme dari kelopak mata
5. Bahu terasa kaku 10. Tremor pada anggota badan
14
2.4.4 Penanggulangan Kelelahan
Kelelahan dapat diatasi dengan berbagai cara, menurut Tarwaka (2004) kelelahan
dapat dihindari dengan adanya keseimbangan antara masukan sumber datangnya
kelelahan (faktor-faktor penyebab kelelahan) dengan jumlah keluaran yang diperoleh
lewat proses pemulihan. Waktu istirahat yang cukup adalah salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk proses pemulihan dari kelelahan.
Memperpendek jam kerja harian akan menghasilkan kenaikan output per jam dan
sebaliknya dengan memperpanjang jam kerja harian akan menjurus pada lemabtanya
kecepatan kerja yang berakibat pada penurunan prestasi kerja per jamnya
(Wignjosoebroto, 2000).
Menurut Nurmianto (2003) kelelahan kerja dapat menyebabkan penurunan
kinerja dan meningkatnya tingkat kesalahan kerja sehingga penting untuk menanggulangi
akibat dari kelelahan kerja agar akibatnya tidak semakin parah dan menuntun pada akibat
yang semakin besar. Berikut adalah penanggulangan kelelahan kerja (Setyawati, 2010):
1. Promosi kesehatan
2. Pencegahan kelelahan kerja terutama ditujukan kepada upaya menekan faktor
yang berpengaruh secara negatif pada kelelahan kerja dan meningkatkan faktor-
faktor yang berpengaruh positif.
3. Pengobatan kelelahan kerja dengan terapi kognitif dan perilaku pekerja
bersangkutan, penyuluhan mental, dan bimbingan mental, perbaikan lingkungan
kerja, sikap kerja, dan alat kerja diupayakan berciri ergonomis, serta pemberian
gizi kerja yang memadai.
4. Rehabilitas kelelahan kerja dengan melanjutkan tindakan dan program
pengobatan kelelahan kerja serta mempersiapkan pekerja tersebut bekerja secara
lebih baik dan semangat.
15
dengan lingkungan kerja yang secara khusus berhubungan dengan terbentuknya perilaku
aman yang dapat meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja dan terbentuknya
perilaku aman dalam bekerja yang dapat meneyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
Heinrich (1980) menjelaskan perilaku keselamtan sebagai tindakan atau perbuatan dari
seseorang atau beberapa orang karyawan yang memperkecil kemungkinan terjadinya
kecelakaan terhadap karyawan.
Perilaku keselamatan dapat dibagi menjadi dua tipe menurut Grifiin dan Neal
(2006), yaitu kepatuhan pada prosedur keselamatan kerja (safety compliance) sebagai
perilaku inti keselamatan kerja dan partisipasi keselamatan bagi lingkungan (safety
participated) sebagai perilaku pendukung keselamatan kerja.
16
paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena
sudah terstandarisasi dan tersususn rapi. Menurut Santoso et al (2014), untuk mengetahui
lebih detil bagian tubuh yang mengalami gangguan atau rasa sakit saat bekerja dapat
digunakan metode Nordic body map, meskipun bersifat subjektif, namun kuesioner ini
sudah terstandarisasi dan valid untuk digunakan.
Pengukuran gangguan otot skeletal dengan kuesioner Nordic Body Map
digunakan untuk menilai tingkat keparahan gangguan otot skeletal individu dalam
kelompok kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang mereprensentasikan
populasi secara keseluruhan. Penilaian dengan menggunakan kuesioner Nordic Body Map
dapat dilakukan dengan berbagai cara; misalnya dengan menggunakan 2 jawaban
sederhana yaitu Ya (adanya keluhan atau rasa sakit pada otot skeletal) dan Tidak (tidak
ada keluhan atau tidak ada rasa sakit pada otot skeletal ). Tetapi lebih utama untuk
menggunakan desain penelitian dengan skoring ( misalnya; 4 skala Likert). Apabila
menggunakan skala Likert maka setiap skor atau nilai haruslah mempunyai definisi
operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden (Tarwaka, 2010).
17
1Gambar 2.1 Kuesioner Nordic Body Map
(Sumber: Dewi, 2020)
18
sedikit gangguan atau rasa nyeri pada bagian tertentu) dengan skor 2, sakit (merasakan
ketidaknyamanan pada bagian tubuh tertentu) dengan skor 3, dan sangat sakit (merasakan
ketidaknyamanan pada bagian tertentu dengan skala yang tinggi) dengan skor 4. Tabel
2.1 menunjukkan klasifikasi tingkat risiko berdasarkan total skor individu.
1Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Risiko Berdasarkan Total Skor Individu
19
2.7.1 Skala Borg CR-10
Skala Borg CR-10 adalah skala intensitas umum yang dapat digunakan untuk
memperkirakan sebagian besar jenis intensitas persepsi seperti, nyeri angina, nyeri
musculoskeletal, perasaan atau kebisingan. Skala Borg CR-10 mempunyai penerapan
yang lebih luas dan digunakan untuk sebagain besar intensitas persepsi, termasuk
perceived exertion (Borg, 1998).
Skala ini digunakan untuk mengetahui seberapa kuat perasaan pada sifat tertentu.
Rentang skala dimulai dari tidak ada sampai sepenuhnya maksimal. Perasaan dari latihan
yang dilakukan bergantung dari kekuatan dan kelelahan otot serta perasaan sesak napas
atau nyeri dada. Penggunaan skala ini dimulai dengan cara melihat ekspresi verbal,
kemudian tentukan angka. Sangat penting untuk menjawab apa yang dirasakan dan apa
yang tidak dirasakan (Borg, 1998). Tabel 2.2 menunjukkan skala yang digunakan pada
skala Borg CR-10
2Tabel 2.2 Skala Borg CR-10
20
2.8 Metode NASA-TLX
Metode National Aeronautics and Space Administration Task Load Index atau
yang biasa disebut dengan NASA-TLX adalah sebuah metode untuk mengukur beban
kerja mental atau psikologis secara subjektif. NASA-TLX banyak digunakan dalam
penelitian dan terbukti memberikan hasil yang cukup baik.
Pada metode NASA-TLX subyek diminta untuk memberikan pendapatnya atas
pekerjaan yang dilakukan dengan memberikan nilai antara 0 – 100 pada 6 indikator yang
diberikan, keenam indikator ini adalah mental demand (MD), physical demand (PD),
temporal demand (TD), own performance (OP), effort (EF), dan frustation (FR). Metode
ini dikembangkan oleh Sandra G dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E.
Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981 (Hart dkk., 1999).
21
6. Frustation (FR)
Indikator ini menunjukkan seberapa besar tingkat kecemasan yang dirasakan bila
dibandingkan dengan perasaan kepuasan diri terhadapan pekerjaanya oleh
operator selama menyelesaikan suatu pekerjaan.
Hart dan Staveland (1988) merumuskan masalah pembuatan skala peringkat
beban kerja sebagai berikut:
1. Memilih kumpulan sub skala yang paling tepat
2. Menentukan bagaimana menggabungkan sub skala tersebut untuk memperoleh
nilai beban kerja yang sensitif terhadap sumber dan definisi beban kerja yang
berbeda, baik diantara tugas maupun pemberian peringkat.
3. Menentukan prosedur terbaik untuk memperoleh nilai terbaik dari nilai numerik
sub skala tersebut.
Terdapat 3 kategori dalam pemilihan sub skala, yaitu:
1. Skala yang berhubungan dengan tugas (kesulitan tugas, tekanan waktu dan jenis
aktivitas).
Peringkat yang diberikan pada kesulitan tugas memberikan informasi tentang
persepsi subjek terhadap tugas yang dibebankan. Tekanan waktu dinyatakan
sebagai faktor utama dalam beban kerja yang dihitung dengan membandingkan
waktu yang diperlukan dalam penyelesaian tugas dan waktu yang tersedia.
Peringkat yang diberikan pada jenis aktivitas ternyata tidak pernah berkorelasi
secara signifikan untuk beban kerja keseluruhan. Dengan demikian, pada skala
yang berhubungan dengan tugas, hanya faktor kesulitan tugas dan tekanan waktu
yang memberikan informasi yang signifikan mengenai beban kerja.
2. Skala yang berhubungan dengan tingkah laku (usaha fisik, usaha mental dan
performansi).
Faktor usaha fisik mencerminkan manipulasi eksperimen dengan faktor
kebutuhan fisik sebagai komponen beban kerja utama. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa faktor usaha fisik tidak memiliki korelasi yang tinggi dan
tidak memberikan konstribusi yang signifikan terhadap beban kerja secara
keseluruhan. Namun faktor ini ternyata berhubugan kuat dengan faktor tekanan
waktu (tugas dengan tekanan waktu yang tinggi memerlukan tingkat respon yang
22
tinggi pula) dan faktor stress untuk tugas yang kompleks. Faktor usaha mental
merupakan kontribusi penting pada beban kerja pada saat jumlah tugas
operasional meningkat karena tanggung jawab operator berpindah dari
pengendalian fisik langsung menjadi pengawasan. Peringkat usaha mental
berkorelasi dengan peringkat beban keseluruhan dalam setiap kategori
eksperimen dan merupakan faktor kedua yang paling tinggi korelasinya dengan
beban kerja keseluruhan. Peringkat performansi berkorelasi secara signifikan
dengan peringkat beban kerja keseluruhan.
3. Skala yang berhubungan dengan subjek (frustasi, stress, dan kelelahan).
4. Frustasi merupakan faktor beban kerja ketiga yang paling sesuai. Peringkat
frustasi berkorelasi dengan peringkat beban kerja keseluruhan secara signifikan
pada semua kategori eksperimen. Peringkat stress mewakili manipulasi yang
mempengaruhi peringkat beban kerja keseluruhan, sementara faktor kelelahan
tidak berhubungan dengan beban kerja.
23
5 Kebutuhan Mental KM Tingkat Frustasi TF
6 Kebutuhan Fisik KF Kebutuhan Waktu KW
7 Kebutuhan Fisik KF Performansi P
8 Kebutuhan Fisik KF Tingkat Usaha TU
9 Kebutuhan Fisik KF Tingkat Frustasi TF
10 Kebutuhan Waktu KW Performansi P
11 Kebutuhan Waktu KW Tingkat Usaha TU
12 Kebutuhan Waktu KW Tingkat Frustasi TF
13 Performansi P Tingkat Usaha TU
14 Performansi P Tingkat Frustasi TF
15 Tingkat Usaha TU Tingkat Frustasi TF
2. Pemberian Rating
Pada bagian ini, responden diminta memberi rating atau penilaian terhadap
keenam dimensi beban kerja mental dengan rentang 0-100 indikator. indikator
terlihat pada tabel 2.4
4Tabel 2.4 Indikator Metode NASA-TLX
Kebutuhan Waktu (KW) Rendah, Sedang, Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan
dengan waktu yang dirasakan
selama elemen pekerjaan
berlangsung apakah pekerjaan
perlahan atau santai, cepat dan
melelahkan
24
Tingkat Frustasi (TF) Rendah, Sedang, Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa,
tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan
aman, puas, nyaman dan
kepuasan diri sendiri yang
dirasakan selama bekerja
Tingkat Usaha (TU) Rendah, Sedang, Tinggi Seberapa keras kerja mental dan
fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Skor beban kerja terbagi dalam berbagai bagian, yaitu (Hart dan Staveland, 1988):
5Tabel 2.5 Klasifikasi Skor Beban Kerja
5. Rata-rata WWL
Menghitung rata-rata WWL perawat. Rata-rata WWL diperoleh dengan cara
membagi WWL dengan jumlah bobot total, dengan cara:
𝑊𝑊𝐿
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑊𝑊𝐿 = ...............................................................(2.3)
15
25
2.9 Fatigue Assessment Scale (FAS)
FAS atau Fatigue Assessment Scale adalah alat ukur berupa kuesioner khusus
untuk kelelahan yang dialami seseorang. FAS mengukur indikator kelelahan, yaitu
penurunan kemampuan dan penurunan motivasi. Michielseon dkk. (2003)
membandingkan 6 kuesioner pengukuran dan menyarankan Fatigue Assessment Scale
(FAS) sebagai alat ukur subjektif kelelahan berbasis kuesioner yang paling cocok untuk
mengukur kelelahan pekerja.
Beberapa penelitian di Indonesia mengenai kelelahan, yang menggunakan
instrumen berbasis kuesioner dilakukan antara lain menggunakan Kuesioner Alat Ukur
Perasaan Kelelahan Kerja I, II, III yang dikembangkan oleh Kusumartha (1994) dengan
masing-masing kuesioner berjumlah 17 petanyaan atau 51 pertanyaan. FAS sendiri,
terdiri dari 10 pertanyaan dan tingkat realibilitasya dinyatakan baik di berbagai penelitian
(Michielseon dkk., 2003). Sehingga FAS dengan 10 item pertanyaan, bisa dijadikan
alternatif instrumen pengukuran yang lebih ringkas.
FAS terdiri dari 10 pertanyaan yang menanyakan aspek kelelahan fisik serta
mental dan implikasinya pada motivasi dalam melakukan aktivitas. Jawaban responden
terdiri dari 5 skala likert yang terdiri dari (1) pernah, (2) kadang-kadang, (3) dirasakan
secara teratur, (4) sering dialami, dan (5) selalu dialami. FAS ini tidak mengukur
kelelahan yang dirasakan pada saat pengukuran dilakukan tetapi mengukur kelelahan
yang umumnya dirasakan oleh seseorang. Pertanyaan FAS dijelaskan pada tabel 2.6
berikut
6Tabel 2.6 Daftar Pertanyaan FAS
No Pertanyaan
1. Saya sangat terganggu oleh rasa lelah yang saya rasakan
2. Saya mudah merasa lelah
3. Saya tidak banyak melakukan kegiatan di siang hari
4. Saya merasa memiliki energi yang cukup untuk melakukan aktivitas harian saya
5. Secara fisik, saya merasa lelah
6. Saya merasa sulit untuk mulai mengerjakan sesuatu
7. Saya merasa kesulitan untuk berpikir secara jernih
8. Saya merasa malas untuk melakukan berbagai kegiatan
9. Secara mental saya merasa lelah
26
10. Ketika saya sedang melakukan kegiatan, saya dengan mudah berkonsentrasi penuh.
27
5. Mengidentifikasi jalur penyebab suatu independent exogenous atau lebih terhadap
variabel dependent endogenous.
28
panah yang menuju ke arahnya dan dari arah variabel tersebut dalam suatu model
diagram jalur sedangkan variabel terikat hanya mempunyai anak panah yang
menuju ke arahnya.
4. Koefisien jalur
Koefisien jalur atau dapat disebut dengan pembobotan jalur adalah koefisien
regresi standar atau disebut ‘beta’ yang menunjukkan pengaruh langsung dari
suatu variabel bebas terhadap variabel terikat dalam suatu model jalur. Jika suatu
model mempunyai dua tau lebih variabel penyebab, maka koefisien jalurnya
merupakan koefisien regresi parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu
variabel terhadap variabel lain dalam suatu model jalur tertentu yang mengontrol
dus variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah distandarkan
atau matriks korelasi sebagai masukan.
5. Mediasi
Mediasi adalah perantara yang berfungsi sebagai variabel endogenous pertama
terhadap variabel sebelumnya (variabel exogenous) dan sebagai variabel
exogenous terhadap variabel endogenous kedua atau variabel yang secara teoritis
memengaruhi hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat menjadi
hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Posisi mediasi
pada diagram jalur berada diantara dua variabel dimana pengaruh tidak langsung
akan diukur.
6. Total effect
Pengaruh tidak langsung dari satu variabel exogenous melalui variabel
endogenous perantara menuju ke variabel endogenous kedua.
7. Direct effect
Pengaruh langsung dari suatu suatu variabel exogenous menuju variabel
endogenous.
8. Pengaruh gabungan
Pengaruh dari semua variabel exogenous terhadap satu variabel endogenous yang
dikenal dengan nilai r2.
29
9. Pengaruh parsial
Pengaruh setiap variabel exogenous masing-masing terhadap satu variabel
endogenous.
30
11. Menggunakan sampel probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel
untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel.
12. Obseverved variabels diukur tampa kesalahan (instrument pengukuran valid dan
reliabel artinya variabel yang diteliti dapat diobservasi secara langsung.
13. Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan
teori-teori dan konsep-konsep yang relavan. artinya model teori yang dikaji atau
diuji dibangun berdasarkan kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan
hubungan kausal antar variabel yang diteliti.
31
2. Uji signifikansi efek tak langsung
𝑆𝑎𝑏 = √𝑏 2 𝑆𝑎2 + 𝑎2 𝑆𝑏 2 + 𝑆𝑎2 𝑆𝑏 2 ..............................................................(2.5)
Dimana:
Sa = standard error koefisien a
Sb = standard error koefisien b
Jika t pengaruh mediasi lebih besar dari 1.96 berarti terdapat pengaruh tidak
langsung variabel bebas terhadap variabel terikat melalui mediator.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
33
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Djohartex yang terletak di Kecamtan Tempuran,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penelitian berlangsung selama kurang lebih 6 bulan
yang dimulai dari bulan Januari 2021 sampai dengan bulan Juni 2021 dengan catatan
waktu penelitian dapat lebih dari 6 bulan jika data yang diinginkan belum didapatkan.
Penelitian dilakukan dalam cakupan dan ruang lingkup beban kerja operator dan
keselamatan operator mesin tenun PT Djohartex yang bekerja pada shift pagi.
34
3Gambar 3.2 Tahapan Penelitian
35
3.5.1 Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu studi
lapangan dan studi pustaka. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara dan observasi
lapangan. Studi lapangan dilakukan untuk mengamati kondisi nyata yang ada di lapangan.
Wawancara dilakukan dengan seorang trainer, trainer adalah jabatan yang membawahi
langsung operator yang bertugas mengawasi dan memantau operator saat melakukan
pekerjaan. Wawancara membahas tentang proses produksi, target produksi, dan kendala
produksi. Hasil dari wawancara adalah didapatkannya informasi bahwa seringkali target
produksi tidak dapat dicapai pada shift tertentu sehingga harus dibebankan ke shift
selanjutnya, tidak ada aktivitas fisik seperti pemanasan sebelum memulai produksi, dan
ada sistem reward dan punishment untuk pekerja yang bisa mencapai target dan tidak bisa
mencapai target. Studi lapangan juga dilakukan dengan meminta data kecelakaan akibat
kerja yang terjadi pada tahun 2020, dari data tersebut terdapat 30 laporan kecelakaan
akibat kerja dengan 20 diantaranya karena perilaku pekerja yang kurang memperhatikan
keselamatan seperti terjepit mesin karena kurangnya kewaspadaan saat bekerja.
Penyebaran kuesioner NBM (Nordic Body Map) dilakukan untuk mengetahui keluhan
pada otot skeletal yang diderita oleh pekerja pada. Studi pustaka dilakukan dengan
membaca jurnal nasional ataupun internaional untuk memberi pandangan kepada peneliti
mengenai topik yang digali.
36
pada bahu, 30,51% menderita sakit pada punggung, pinggang, dan pantat, serta 5,08%
menderita sakit pada leher.. Selain masalah target produksi, masalah yang terdapat pada
PT Djohartex adalah tingginya angka kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh perilaku
pekerja yang kurang memperhatikan keselamatan. Terdapat 20 laporan kecelakaan akibat
kerja yang diakibatkan oleh kurangnya perhatian pekerja pada keselamatan. Laporan
kecelakaan tadi jika dihitung dengan rumus TCIR (Total Case Incident Rate) oleh OSHA
(Occupational Safety and Health Administration) menghasilkan angka 9,05. Angka ini
sangat tinggi jika dibandingkan dengan angka TCIR (Total Case Incident Rate) industri
sejenis yang hanya 3,0 pada tahun 2019.
37
terhadap perilaku keselamatan karyawan konstruksi. Pada gambar 3.3 digambarkan
model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
38
(NASA-TLX), kelelahan kerja diukur dengan kuesioner Fatigue Assessment Scale (FAS),
dan perilaku keselamatan pekerja diukur dengan kuesioner dengan memecah faktor-
faktor ysng berpengaruh menjadi pertanyaan. Responden pada penelitian ini adalah
operator mesin tenun shift pagi pada PT Djohartex karena pada shift pagi seringkali terjadi
penambahan target produksi karena shift sebelumnya tidak dapat memenuhi target
produksi. Jumlah operator mesin tenun adalah sebanyak 59 orang dengan 5 pekerja laki-
laki dan 54 pekerja wanita. Rata-rata lama bekerja adalah 16,97 tahun dan rata-rata umur
pekerja adalah 40,07 tahun. Tabel 3.1 menunjukkan deskriptif data dari responden
7Tabel 3.1 Deskriptif Data Responden
39
- Data kuesioner pendahuluan.
- Data kuesioner skala Borg CR-10.
- Data kuesioner NASA-TLX.
- Data kuesioner Fatigue Assesment Scale (FAS).
- Data kuesioner perilaku keselamatan kerja.
Kuesioner perilaku keselamatan kerja dibuat dengan memecah variabel yang
berpengaruh terhadap perilaku keselamatan kerja menjadi indikator lalu dari indikator
tersebut dibuat menjadi pernyataan. Responden diminta untuk memberikan pendapatnya
terhadap pernyataan dengan memberikan skor 1 – 5 dengan skor satu berarti tidak setuju
dan skor lima berarti sangat setuju. Tabel 3.2 menjelaskan tentang butir kuesioner yang
digunakan:
8Tabel 3.2 Kuesioner Peneitian
40
Rekan kerja saya selalu
Diperingatkan jika ada
memperingatkan saya jika saya
perbuatan tidak aman
tidak bekerja dengan aman
Saya selalu memperingatkan
Memperingatkan jika ada rekan kerja saya jika yang
perbuatan tidak aman bersangkutan tidak bekerja
dengan aman
Saya melakukan semua
Melaksanakan petunjuk di area
instruksi keselamatan yang
kerja yang aman
diberikan oleh atasan saya
Saya memakai Alat Pelindung
Pemakaian Alat Pelindung Diri
Diri (APD) sesuai dengan
(APD) yang tepat pada setiap
instruksi keselamatan saat
Perilaku Kerja Aman jenis pekerjaan
bekerja
Saya memperingatkan kerja
Memperingatkan akan
saya ketika yang bersangkutan
keselamatan kerja
mengabikan keselamatan kerja.
Penerapan kebiasaan posisi Saya melakukan pekerjaan
kerja yang aman dengan posisi yang aman
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur dan referensi yang
berhubungan dengan topik penelitian
41
3.5.9 Penyusunan Usulan Perbaikan
Pada tahapan ini dilakukan perumusan perbaikan untuk sistem kerja PT Djohartex
berdasarkan hasil dari analisis hubungan antara beban kerja dan perilaku keselamatan
melalui kelelahan kerja. Penyusunan usulan perbaikan dilakukan dengan melakukan
diskusi dan brainstorming dengan pihak terkait (trainer dan HRD) agar didapatkan
usulan perbaikan yang valid. Usulan perbaikan ini akan diterapkan dan dilakukan analisis
perbandingan sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan.
42
Hana Silvia Dwi P dan Pengaruh Beban Kerja Analisis dengan Beban kerja mental
Budi Hartono (2018) Mental Dan Fisik menggunakan SEM tidak berpengaruh
Terhadap Perilaku PLS signifikan terhadap
Keselamatan Pada perilaku keselamatan
Karyawan Yang karyawan konstruksi.
Bekerja Di Konstruksi Beban kerja fisik
berpengaruh signifikan
dan negatif terhadap
perilaku keselamatan
karyawan konstruksi.
Ajeng Perwitasari Faktor Individu Yang Analisis regresi logistic Hasil dari penelitian
Lestari, dkk (2020) Mempengaruhi biner menunjukkan variabel
Perilaku Keselamatan usia, masa kerja,
Pada Pekerja Di Bagian kepribadian
Filling Pouch conscientiousness, dan
kepribadian
extraversion
berpengaruh terhadap
perilaku keselamatan
Yohanes Kurniawan, Hubungan Analisis dengan chi- Terdapat hubungan
dkk (2018) Pengetahuan, square test antara pengetahuan,
Kelelahan, Beban kelelahan, beban kerja
Kerja Fisik, Postur fisik, postur tubuh saat
Tubuh Saat Bekerja, bekerja, dan sikap
Dan Sikap Penggunaan penggunaan APD
APD Dengan Kejadian dengan kecelakaan
Kecelakaan Kerja kerja
(Studi Pada Aktivitas
Pengangkatan Manual
Di Unit Pengantongan
Pupuk Pelabuhan
Tanjung Emas
Semarang)
Jane Mullen (2004) Investigating Factors Wawancara semi- Salah satu faktor yang
That Influence structured ysng memengaruhi perilaku
Individual Safety dilakukan dengan keselamatan kerja
Behavior At Work responden yang berasal
43
dari berbagai macam individual adalah
pekerjaan. Hasil faktor organisasi
wawancara dianalisis
menggunakan
pendekatan secara
teoritis
Zakiya Amanatina Perbaukan Perilaku Analsis menggunakan
(2021) Keselamatan Kerja path analysis dan uji
Pada Industri Tekstil paired sample t-test -
Berbasis Evaluasi
Beban Kerja
44
DAFTAR PUSTAKA
Ambar (2006). Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan.
Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri
Malang: Malang.
Borg, G. (1998). Borg’s Perceived Exertion and Pain Scales. USA: Human Kinetics.
Bridger, R.S. (2003). Introduction to Ergonomics (2nd ed). London : Taylor & Francis.
Budiawan, W., H. Prastawa, A. Kusumaningsari, dan D. N. Sari (2016). Pengaruh
Monoton, Kualitas Tidur, Psikofisiologi, Distraksi, dan Kelelahan Kerja terhadap
Tingkat Kewaspadaan. J@ti Undip : Jurnal Teknik Industri, vol. 11, no. 1. pp. 37-
44
Cezar-Vaz, M. R., C. A. Bonow, M. C. V. de Almeida, C. F. Sant’Anna, dan L. S. Cardoso
(2016). Workload and Associated Factors: A Study in Maritime Port in Brazil.
Revista Latino-Americana de Enfermagem, vol. 24.
Delima, R. H. (2018). Pengaruh Beban Kerja terhadap Kelelahan Kerja (Studi Kasus pada
Karyawan PT Adira Dinamika Multi Finance Cabang Muara Bungo). Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, vol.18, no.2.
Dewi, N. F. (2020). Identifikasi Risiko Ergonomi Dengan Metode Nordic Body Map
Terhadap Perawat Poli Rs X. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, vol. 2, no. 2. pp.
125-134.
Dwi P, H. S dan B. Hartono (2018). Pengaruh Beban Kerja Mental dan Fisik terhadap
Perilaku Keselamatan pada Karyawan yang Bekerja di Konstruksi. Tesis. Tidak
Diterbitkan. Magister Teknik Industri. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Djpen Kemendag (2016). Peluang Ekspor di Era MEA. Warta Ekspor. Edisi IV. pp. 3-7.
Es-Haghi, M. dan P. Sepehr (2016). Effect of Training Interventions on The Reduction of
Unsafe Behaviors Using Deming Model. International Journal Of Occupational
Hygiene, vol. 8, no. 2. pp. 69-77.
Gozali, N. (2016). Pengaruh Beban Kerja dan Karakteristik Individu terhadap Kepuasan
Kerja serta Dampaknya terhadap Kinerja Pegawai Badan Pusat Statistik (Studi
Kasus pada BPS Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai).
Jurnal Bisnis dan Manajemen Eksekutif, vol.1, no. 1.
Grandjean, E. (2000). Fitting The Task to The Human: A Textbook of Occupational
Ergonomics (5th ed). Philadelphia: Taylor & Francis Inc.
Griffin, M.A dan A. Neal (2006). A Study of The Lagged Relationships Among Safety
Climate, Safety Motivation, Safety Behavior, and Accidents at The Individual and
Group Levels. Journal of Applied Psychology, vol. 91, no. 4. pp. 946-953.
Halimah, S. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di
PT SIM Plant Tambun II Tahun 2010. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Program Studi
Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah: Jakarta.
Hart, S.G. (1990). NASA Task Load Index (NASA-TLX): 20 Years Later. Moffett Field:
NASA-Ames Research Centre.
Heinrich, H. W., D. Petersen, dan N. Roos (1980). Industrial Accident Prevention (5th
ed). New York: McGraw-Hill.
Hock, H. H. dan B. D. Joseph (2009). Language History, Language Change, and
Language Relationship: An Introduction to Historical and Comparative
Linguistics. (2 ed.). Trends in Linguistics. Studies and Monographs, vol. 218.
Kepmenhan (2012). Keputusan Menteri Pertahanan Nomor : Kep/568/VII/2012 Tentang
Standar Militer Indonesia Nomor : SMI-STD-83-1 Pakaian Seragam Militer.
Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Kuncoro, E. A. (2007). Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis).
Bandung : CV Alfabeta.
Kurniawan, Y. (2018). Hubungan Pengetahuan, Kelelahan, Beban Kerja Fisik, Postur
Tubuh Saat Bekerja, dan Sikap Penggunaan APD dengan Kejadian Kecelakaan
Kerja (Studi pada Aktivitas Pengangkatan Manual di Unit Pengantongan Pupuk
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol. 6, no. 4.
Kroemer, K.H.E dan E. Grandjean (1997). Fitting The Task to The Human, A Textbook
of Occupational Ergonomic (5th ed). Philadelphia: Taylor & Francis Publisher.
Kroemer, K.H.E., H. B. Kroemer, dan K. E. Kroemer-Elbert (1994). Ergonomics: How
to Design For Ease and Efficiency. New Jersey: Printice Hall.
Kroemer, K.H.E., H. B. Kroemer, dan K. E. Kroemer-Elbert (2001). Ergonomics: How
to Design for Ease & Efficiency. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
McFarland, R.A. (1972). Psychophysiological Implications Oflife at Altitude and
Including The Role of Oxygen in The Processof Aging. New York: Academic
Press.
Michielseon, H. J., J. de Vreis, G. L. van Heck (2003). Psychomotor Qualities of A Brief
Self-Rated Fatigue Measure: The Fatigue Assessment Scale. Journal of
Psychomotor Research, vol. 54. Pp. 345-352
Munandar, A. S. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Tangerang: UI Press
Mullen, J. (2004). Investigating Factors that Influence Individual Safety Behaviour at
Work. Journal of Safety Research, vol. 35. pp. 275– 285
Nino, L., F. Marchak, dan D. Claudio (2020). Physical and Mental Workload Interaction
in A Steril Processing Department. International Journal of Industrial
Ergonomics, vol. 76.
Nugraha, F. A. (2020). Pengaruh Lingkungan Kerja dan Beban Kerja terhadap Perilaku
Keselamatan Polisi Khusus Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan.
Psikoborneo, vol. 8, no. 1. pp. 25-32.
Nurmianto, E. (2003). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya.
Phoon, W. O. (1988). Practical Occupational Health. Singapore: PG Publishing Pte Ltd.
Purba, Y. S. (2015). Hubungan Beban Kerja Mental dan Perilaku Perawat Pelaksana
dengan Keselamatan Pasien. Jurnal Program Studi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, STIKes BINAWAN, vol. 2, no. 2.
Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Dian
Rakyat.
Riyadi, A. (2015). Analisis Pertumbuhan Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Berbagai
Provinsi di Pulau Jawa. University Research Colloqium 2015.
Rodahl (1989), dalam Manuaba (2000). Hubungan Beban Kerja dan Kapasitas Kerja.
Jakarta. Rineka Cipta.
Rutherford, R. (1993). Statistical Model for Causal Analysis. New York: John Wiley and
Sons Inc.
Santoso, S., R. Yasra, dan A. Purbasari (2014). Perancangan Metode Kerja untuk
Mengurangi Kelelahan Kerja pada Aktivitas Mesin Bor di Workshop Bubut PT
Cahaya Samudra Shipyard. Profesiensi, vol. 2, no. 2. pp. 155-164.
Sarwono, J. (2007) Analisis Jalur untuk Riset Bisnis dengan SPSS. Yogyakarta : Andi
Offset
Schuler, R. S. dan E. J. Susan (1999). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi.ke-6
Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Schultz, D. dan S. E. Schultz (2006). Psychology and Work Today. 9th ed. New Jersey:
Pearson Education. Inc.
Septyaningsih, R. (2017). Pengaruh Beban Kerja Berlebih dan Konflik Pekerjaan
Keluarga terhadap Kinerja melalui Kelelahan Emosional. Management Analysis
Journal, vol. 6, no. 4.
Setyawati (2010). Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Asmara Books.
Silviana, N. A. (2019). Penilaian Postur Kerja Pekerja dengan Menggunakan Metode
REBA dan Biomekanika (Studi Kasus PT. XY Di Bagian Packing). Jurnal
Unprimdn, vol. 2, no. 2.
Singleton, W. T. (1972). Introduction To Ergonomic. Geneva:WHO.
Suma’mur, P. K. (1996). Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
Gunung Agung.
Suma’mur, P. K. (2009). Hiegiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: CV
Sagung Seto
Tarwaka, S. dan S. B. Lilik (2004). Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.
Tarwaka, S. dan S. B. Lilik (2010). Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS.
Tarwaka, S. (2014). Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Manajemen dan Implementasi
K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.
Wignjosoebroto, S. (2000). Ergonomi, Studi Gerak, dan Waktu Teknik Analisis untuk
Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: PT Gunawidya.
Winarsunu, T. (2008). Psikologi Keselamatan Kerja. Yogyakarta: UMM Press
Winaya, K. (1989). Manajemen Sumber Daya Manusia (Lanjutan). Edisi Ke-3. Denpasar:
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Yu, D. (2015). Mental and Physical Workloads in A Competitive Laparoscopic Skills
Training Environment: A Pilot Study. Proceedings of the Human Factors and
Ergonomics Society 59th Annual Meeting. pp. 508-512.
Zin, S. M. dan F. Ismail (2012). Employer’s Behavioural Safety Compliance Factors
Towards Ocuupational, Safety and Health Improvement in the Contruction
Industry. Procedia-Social and Behavioral Sciences, vol. 36. pp. 742-751.
Zuraida, R dan Ho H. C. (2014). Pengujian Skala Pengukuran Kelelahan (SPK) pada
Responden di Indonesia. Comtech, vol. 5. pp. 1012-1020
Kemendagri (2008). Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008. Diakses 11
Februari 2021 dari www.depdagri.go.id.
Gudipati, S. dan A. Pennathur (2018). Workload Assessment Techniques for Job Design.
Diakses 15 Februari 2021 dari http://www.semac.org.mx/archivos/6-9.pdf
Raharjo, S. (2017). Panduan Cara Uji Regresi Variabel Intervening dengan SPSS.
Diakses 28 Maret 2021 dari
https://www.youtube.com/watch?v=kwRsFipI0Uo&t=275s
Ahmad (2021). Cara Menulis Daftar Pustaka dari Buku, Jurnal, Skripsi, Artikel, Website.
Diakses 19 April 2021 dari https://www.gramedia.com/best-seller/cara-menulis-
daftar-pustaka/