Anda di halaman 1dari 306

Disertasi

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL


MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM MERESPON
PRODUK-PRODUK EKONOMI SYARIAH TAHUN 2000-2011
(Studi Perbandingan Dengan Fatwa Majelis Penasihat
Syariah Bank Negara Malaysia)

Muhammad Maksum
NIM. 07.3.00.1.08.0080

Promotor:
Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar, MSPD.
Prof. Dr. H. Abdul Hamid, MS.

SEKOLAH PASCASARJANA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Agustus 2013
ِ‫الر ِحي ِْم‬
َّ ِ‫من‬
ِِ ْ‫الرح‬
َّ ِِ‫للا‬
ِ ِ‫ْــم‬
ِِ ‫بِس‬

KATA PENGANTAR

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia


(MUI) menjadi standar syariah tunggal praktik keuangan syariah di
Indonesia. Fatwa DSN berupaya menjawab kebutuhan produk
ekonomi syariah di antaranya dengan melakukan kombinasi akad-
akad dalam fikih. Kombinasi dilakukan karena akad tersebut tidak
cukup mewadahi kompleksitas transaksi modern. Fatwa DSN juga
berupaya mengantisipasi bunga pinjaman yang sebelumnya telah
diharamkan. Antisipasi riba itu di antaranya dengan menetapkan
biaya sewa (ija>rah), ibra>', dan kerelaan yang tidak terikat dengan
pinjaman.
Disertasi dengan judul Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Dalam Merespon Produk-Produk Ekonomi Syariah (Studi
Perbandingan Dengan Fatwa Majelis Penasihat Syariah Bank Negara
Malaysia) ini mengungkap respon fatwa terhadap kombinasi akad,
inovasi pendapatan untuk antisipasi riba, dan syarat tambahan.
Alhamdulillah, disertasi dapat diselesaikan sesuai anjuran Promotor.
Penulis sepenuh hati menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. H.
M. Atho Mudzhar, MSPD., sebagai promotor I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan. Penulis baru merasa nggeh dalam
menulis karya ilmiah setelah dibimbingnya. Perhatian dan arahannya
menjadikan penulis paham bagaimana menyusun karya tulis yang
benar. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada Prof. Dr. H.
Abdul Hamid sebagai promotor II yang selain memberi saran dan
masukan, juga support-nya, yang selalu mendorong penulis segera
menyelesaikan tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada jajaran Pimpinan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Prof. Dr. Komaruddin Hidayat
sebagai Rektor, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., Direktur Sekolah
Pascasarjana, dan Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, MA., SH.,
MM., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, tempat penulis
mengabdi. Para Asisten Direktur dan Pegawai Sekolah Pascasarjana,
penulis sampaikan terima kasih atas segala bantuan dan pelayanannya
selama penulis menempuh studi S3.

iii
Kepada KH. Ma’ruf Amin, Ketua Harian DSN-MUI, Drs. H. M.
Ichwan Syam, Sekretaris Jenderal MUI, dan Dr. Hasanudin, MA.,
sekretaris DSN, kami menyampaikan terima kasih atas informasi dan
bantuan yang diberikan. Berkat beliau bertiga, penulis diangkat
sebagai salah satu anggota DPS di perusahaan pembiayaan syariah.
Sahabat-sahabat di SPS, terutama penerima beasiswa S3 Ekonomi
Syariah, terima kasih atas peringatannya, "kapan selesai?". Terima
kasih juga kepada sahabat-sahabat dosen di Fakultas Syariah dan
Hukum dan PBNU. Mereka tempat penulis berdiskusi dan sharing
informasi dan pengalaman.
Kedua orang tua penulis, Nasrun dan Khomsiyah, dan mertua
Sarmi'an dan Zakiyah, yang tidak pernah sedikitpun kasih sayangnya
berkurang hingga saat ini. Doanya selalu mengiringi penulis dalam
keadaan apapun. Allahumma ighfir li> waliwa>lidayya warh}amhuma>
kama> rabbaya>ni> s}aghi>ran. Terima kasih juga kepada para Para kyai
dan guru di Pesantren Al-Hidayah Parakan, MAKN Surakarta, dan
Fakultas Syariah IAIN Jakarta.
Kepada isteri tercinta Yayuk Afiyanah, MA. terima kasih sekaligus
mohon maaf. Terima kasih atas doa, cinta, perhatian, dan
dorongannya, bahkan juga materiilnya. Mohon maaf, penulis telah
mengurangi haknya akibat berlarut-larut dalam menyelesaikan
kuliahnya, termasuk waktu dan perhatian penulis yang tersita. Putra-
putri kami, Akyas Hilmi M, Nejat Ahmad M, dan Ahda Naqiya M,
selalu menjadi penyemangat bagi penulis untuk segera selesai kuliah.
Disertasi penulis rampung bersamaan dengan lahirnya anak kami
yang ketiga. Takdir Allah. Subh}a>nalla>h. Doa kami untuk mereka,
semoga menjadi anak Shaleh dan Shalehah, berbakti kepada kedua
orang tua, berguna bagi agama, bangsa, dan negara, amin.
Pihak-pihak lain yang berkontribusi dalam penulisan disertasi
ini dan tidak dapat penulis sebut, kami ucapkan terima kasih. Semoga
Allah membalas kebaikan semua pihak yang membantu
terselesaikannya penulisan disertasi ini.

Jakarta, Ramadhan 1434


Agustus 2013

Penulis

iv
ABSTRAK

Disertasi ini membuktikan bahwa fatwa Dewan Syariah


Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) merespon
pertumbuhan produk ekonomi syariah dengan mengesahkan
kombinasi akad, inovasi pendapatan, dan syarat tambahan.
Longgarnya fatwa dalam merespon pertumbuhan ekonomi semakin
memperbesar peluang pengembangan produk keuangan syariah.
Fatwa DSN-MUI mengesahkan kombinasi qard}-mu‘a>wad}a>t dan
pendapatan qard} yang diambil dari kombinasi qard}-ija>rah, sedangkan
MPS Malaysia melarangnya. Tatkala MPS mengesahkan bay‘ al-
‘i>nah untuk banyak produk, DSN menggunakannya secara terbatas
dan karena darurat. DSN menghindari bay‘ al-‘i>nah dengan alternatif
sale and lease back. Dasar hukum fatwa DSN dan MPS adalah Al-
Qur'an, hadis, kaidah fikih, dan pendapat ulama (klasik dan
kontemporer). Di setiap fatwa DSN terdapat sumber hukum hadis
dan hampir semua fatwa DSN melansir kaidah fikih, sedangkan pada
fatwa MPS paling banyak merujuk hadis dan fatwa lembaga lain.
DSN-MUI terbatas dalam merujuk fatwa lembaga lain.
Hasil disertasi ini memperkuat pendapat Mervyn K. Lewis
(2008), ‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni> (2003), dan Abdullah
Saeed (2006) yang menyatakan model kontrak fikih tidak diterapkan
secara utuh dalam kegiatan keuangan syariah. Fatwa harus
menetapkan diversifikasi produk, terutama dengan melakukan
kombinasi akad untuk memenuhi kompleksitas transaksi modern dan
menghindari riba. Disertasi ini juga mendukung pendapat Shamim
Ahmad Siddiqui (2010) dan Asyraf Wajdi Dusuki and Abdelazeem
Abozaid (2008) seputar upaya dan klaim LKS menghindari riba. LKS
masih banyak menggunakan produk pembiayaan berbasis utang yang
rentan terhadap praktik bunga yang diharamkan. Disertasi ini berbeda
dengan pendapat Adiwarman A. Karim, M. Nadratuzzaman, dan
Ma'ruf Amin yang menempatkan fatwa DSN tidak lebih longgar dari
fatwa MPS. Fatwa DSN, menurut Ma'ruf Amin, menjembatani
longgarnya fatwa MPS dan konservatisme fatwa Timur Tengah.
Disertasi ini juga membantah pendapat Umar Ibrahim Vadillo dan

v
Zaim Saidi (2003) yang menilai praktik perbankan syariah tidak
sesuai dengan Islam karena masih terlibat dengan penggunaan uang
kertas yang menimbulkan riba. Fatwa DSN telah berupaya, terutama
dengan metode h}i>lah shar‘i>yah, keluar dari riba yang diharamkan.
Sumber utama penelitian ini adalah fatwa DSN MUI dari tahun
2000-2011. Fatwa tersebut dipilih dan dikelompokkan dalam tiga
kategori yang dibahas; pengembangan akad, inovasi pendapatan, dan
syarat tambahan. Selanjutnya fatwa DSN dibandingkan dengan fatwa
MPS Malaysia dan fatwa lembaga lainnya, seperti ketetapan Majma‘
al-Fiqh al-Isla>mi> (MFI) dan fatwa dewan syariah negara lain, dan
pendapat ulama (fikih). Lalu dilakukan analisis terhadap metode
fatwa DSN untuk menghindari hal-hal yang dilarang dan dasar
hukum yang digunakan. Sumber lain yang digunakan adalah pendapat
ulama klasik dan kontemporer dan regulasi yang ditetapkan oleh
otoritas keuangan.

vi
ABSTRACT

This dissertation found that the fatwa issued by National Sharia


Council of Indonesian Ulema Assembly (DSN-MUI) in responding
the development of economic products is less strict compared to
similar fatwa by Malaysian Shariah Advisory Council (MPS). The lax
fatwa of DSN-MUI in responding the economic growth has triggered
the development of shariah financial products. This lax is particularly
laid on the DSN fatwa which allows the combination of qard}-
mu‘a>wad}a>t and qard} income taken from the qard}-ija>rah combination.
To compare with, Malaysian MPS prohibits this combination. By the
time MPS legalized bay‘ al-‘i>nah, DSN also applies it in a limited
and cautious condition. DSN avoides bay‘ al-‘i>nah by alternatively
suggests sale and lease back method. In this case, DSN fatwa is
dominantly based on Quran, hadiths and ulema (classic and
contemporary) consensus. Meanwhile, MPS fatwa is dominated by
hadiths and other institutions’ fatwa.
The results of this dissertation supports the notion of Mervyn K.
Lewis (2008), ‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni> (2003), and
Abdullah Saeed (2006) which states that the fiqh contract model is
not fully applied in the shariah financil practice. Fatwa should
legitimate product diversifiaction, particularly by conducting
contract combination which complies the modern transaction and
avoids interest (riba). This dissertation also supports the point of
Shamim Ahmad Siddiqui (2010), Asyraf Wajdi Dusuki and
Abdelazeem Abozaid (2008) related to the Sharia Financial
Institution (LKS) efforts and claims to avoid riba. LKS still uses
debt-based financing products which is sensitive to prohibited riba
practice.
On the other hand, this dissertation opposes the notion of
Adiwarman A. Karim, M. Nadratuzzaman, and Ma'ruf Amin which
mention that DSN fatwa is not less strict than MPS fatwa. DSN
fatwa, in Ma’ruf Amin’s stand, facilitates the lax of MPS fatwa and

vii
Middle Eastern conservatist’s fatwa. Additionally, this dissertation
also opposes the notion of Umar Ibrahim Vadillo and Zaim Saidi
(2003) which asserts that islamic banking practice is irrelevant to
Islam as it involves the use of paper money (which causes riba). DSN
fatwa has made serious efforts, especially with h}i>lah shar‘i>yah
method to avoid prohibited riba.
The main source of this study are DSN MUI fatwas from year
2000 to 2011. These fatwas are selected and categorized in three
groups; contract development, income innovation, and additional
conditions. Later on, DSN fatwa is compared to Malaysian MPS and
other fatwa institutions, such as Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> (MFI) and
other countries’ shariah councils as well as fiqh ulema. Finally, an
analysis is conducted towards the DSN fatwa method to investigate
the law basis and to . avoid prohibited conditions. Another source of
this study is the opinion of classic and contemporary scholars whom
are appointed as financial authorities.

viii
‫الخالصة‬

‫ي د اِالث دديِأنددتِوىِهي د الِريعدداِالنددريناِال يدداِ ددنِ ن دسِ‬


‫الننمد اِادو اويسددتِقد ِقددر اِالند د مِالمةينيدداِهيعد ِ د لند مِالمر ثدداِ‬
‫اجمدداِالسددنلِرالدددرعقِبد لند مِالي يددا ِ ددمِاسددناِالييد لِ د أمِ‬
‫اليط د ااِا د د اِااقيا د مِاالماسس د اِالم ليدداِااس د ياِالكددنِ‬
‫جعتِالم ظ اا ِهىِو حياِاج زاِريعاِالنريناِال ياِاجيمد ِ‬
‫الدددرعِاااجد ِهددىِ يددرِ ددنِاليي د الِابيدداِالني دداِهددىِق د ِاليي د لِ‬
‫ال احد ِارددطرا ىِاهددىِو حيدداِاتددرلِاب حددتِريعدداِالرق بدداِالنددرأياِ‬
‫بم لزيد ِبيدداِالني دداِهددىِ يددرِ ددنِالييد الِاوعددتِأددنِاجيمد ِالدددرعِ‬
‫االمن ار ا ِاي يلِريعاِالنريناِال يداِبيداِالني داِب جيمد ِالثيداِ‬
‫ق ِ ث د وِاليي د لِالدددراىِاِ‪sale and lease back‬اااج د ِب ل أ د ِر‬
‫ال ييِاااق ااِااليي الِالمن صر ِ‬
‫اِسدديد هِرددلاِالث دديِبددروهِ يددرهينِ ِلي د ِر‪۲۰۰۸‬قىِأث د ِ‬
‫ال ثد ِوحمد ِأثيد ِالنددثع وىِر‪۲۰۰۳‬قىِاِأثد ِللاِسددني ِر‪۲۰۰٦‬قىِاىِ‬
‫طثيقِالند مِهىِالماسس اِالم لياِ يرِ اهدقِبد ليي ل ِ د ِ اهدقِ‬
‫ر اب ِالنريناِا د ِالربدىِبد هِهدكنو ِاااهدقِردلاِالث ديِاقد ااِ‬
‫هميمِوحم ِص يدتِر‪۲۰۱۰‬قِاِاهرفِاج هِماس ىِاِأث ِالنظديمِ‬
‫اب ِزي ِر‪۲۰۰۸‬قِحد اِاقدرا ِاِسدنىِالماسسد اِالم ليداِهدىِاجي د ِ‬
‫الربددى ِ زالددتِالماسسد اِالم ليدداِ نمددلِالندد مِ ثد ور ِالدددرعِاليددىِ‬
‫نددثوِب د لربى ِينيددرعِرددلاِالث دديِبددروهِ م د ِامهِا د ىِ ددريمِاِ‬
‫مددد ِوددد ِالز ددد ىِاِ ندددرافِو دددينِالندددلينِقددد ل اِبي سددد ِالييددد لِ‬
‫ااو اوسيتِبينِاليي لِبم لزي ِاهرقِاااس ِينيدرعِايضد ِبد ق ااِ‬
‫ر‪ِ۲۰۰۳‬قِحددد اِاأمددد اِ اِزأددديمِسدددني ل أمدددرِابدددراريمِه ردددل‬
‫الماسس د اِالم لي داِ يددرِ اهددقِب لنددريناِلنيم سددع ِب د ل د مِال قيددا ِ‬
‫قرا ِاليي لِبم عجِال يناِالنرأياِهىِاجي ِالربت ِ‬
‫الما م ِالرئيسياِلعلاِالث يِرتِهي الِريعداِالندريناِال يداِ‬
‫ددنِ نددسِالننمدد اِادو اويسددتِ ددنِالسدد اِ‪ِ ۲۰۱۱-۲۰۰۰‬يةيدد ِاِ‬
‫ييدددرقِالييددد الِهدددىِا اددداِالمسددد ئل‪ِ,‬اجيمددد ِالندددد مىِحينددداِالربدددىىِ‬

‫‪ix‬‬
‫االنددرا ِاددمِيدد ىِالييد الِبييد الِريعدداِالرق بدداِالنددرأياِبم لزي د ىِ‬
‫اقرا ِالم ماِاليدوِااس ىىِاهي الِريعاِالرق باِلنماسس اِالم لياِ‬
‫ااق ااِالننم ا ِا ث ديِردلاِالرسد لاِايضد ِ د عجِالييد لِهدىِاجي د ِ‬
‫الم عي اِا ث ماِاليي ل‬

‫‪x‬‬
PEDOMAN TRANSLITERASI

‫ا‬ =' ‫ز‬ =z ‫ق‬ =q


=b =s =k
‫ا‬ =t ‫ش‬ = sh ‫ا‬ =l
‫ث‬ = th ‫ص‬ = s} ‫م‬ =m
‫ج‬ =j ‫ع‬ = d} ‫ى‬ =n
‫ح‬ = h} = t} ‫ا‬ =w
‫خ‬ = kh ‫ظ‬ = z} ‫ا‬ =h
‫م‬ =d =‘ ‫ا‬ = a/'
‫ذ‬ = dh ‫غ‬ = gh ‫ه‬ =y
=r ‫ف‬ =f

Mad dan diftong


‫َا‬ = a> panjang, contoh mud}a>rabah ‫ض با‬
‫َِل‬ = i> panjang, contoh shari>‘ah ‫هرينا‬
‫َا‬ = u> panjang, contoh ‘uqu>d ‫أد م‬
‫ا ِْا‬ = aw, contoh jawf ِِِِِِِِِِِِِِِِِ‫ج ف‬
ِْ ‫ا‬
‫ه‬ = ay, contoh hay'ah ‫ريعا‬

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………….iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI……………………………..v
PERSETUJUAN TIM PENGUJI…………………………………vi
ABSTRAK………………………………………………………..vii
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………...xiii
DAFTAR ISI…………………………………………………….xiv
DAFTAR TABEL……………………………………………….xvi
DAFTAR SINGKATAN……………………………………….xviii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………..1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan
Masalah…………………………………………...13
C. Tujuan Penelitian…………………………………14
D. Kajian Pustaka……………………………………14
E. Signifikansi Penelitian………...………………….19
F. Metode Penelitian………………………………...19
G. Sistematika Penulisan…………………………….22

BAB II DINAMIKA FATWA EKONOMI DSN-MUI


A. Konsep-konsep Konvensional dan Kontroversial
Akad...…………..23
B. Dinamika Lembaga Fatwa MUI...………………..51
C. Pertumbuhan Produk Ekonomi Syariah………….75

BAB III FATWA DSN-MUI YANG MELIBATKAN


PENGEMBANGAN AKAD
A. Kombinasi Akad Mu‘a>wad}at> ……………………..79
B. Kombinasi Akad Tabarru‘a>t…………………….133
C. Pergeseran Akad………………………………...156

BAB IV FATWA DSN-MUI YANG MENYIASATI


LARANGAN RIBA
A. Fatwa Antisipasi Riba Utang…………………...169
B. Fatwa Anitisipasi Riba Jual Beli Uang (S}arf)…..186
C. Pengaturan Pendapatan dan Pelepasan Hak…….198

xiv
BAB V FATWA DSN-MUI YANG MENGESAHKAN
PERLUASAN SYARAT
A. Hak dan Tanggung Jawab Pihak Berkontrak.…..235
B. Pengikatan Janji…………………………………244
C. Hukum Jaminan…………………………………251

BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………...267
B. Saran…………………………………………….274

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...275
LAMPIRAN……………………………………………………..289
GLOSARI……………………………………………………….297
INDEKS…………………………………………………………301
BIODATA PENULIS…………………………………………...307

xv
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1: Daftar Pertumbuhan Bank Syariah Tahun 2001-


2013………..3
Tabel 2: Pengelompokan Fatwa DSN Tahun 2000-2011………..8
Tabel 3: Daftar Pendapat Ulama Seputar Syarat Pelaku Akad
………..28
Tabel 4: Pengaturan Kewenangan Syariah………..61
Tabel 5: Daftar Produk dan Ketentuan Fatwa DSN dan
MPS………..81
Tabel 6: Produk dengan Akad Mud}a>rabah………..83
Tabel 7: Produk dengan Akad Musha>rakah………..93
Tabel 8: Produk dengan Akad Mura>bah}ah………..102
Tabel 9: Produk dengan Akad Salam/Istis}na>‘………..114
Tabel 10: Produk dengan Akad Jual Beli/Bay‘………..118
Tabel 11: Produk dengan Akad Ija>rah………..130
Tabel 12: Produk dengan Akad Waka>lah………..136
Tabel 13: Produk dengan Akad Kafa>lah………..142
Tabel 14: Produk dengan Akad Hibah………..147
Tabel 15: Produk dengan Akad Qard}………..154
Tabel 16: Respon Fatwa Terhadap Pengembangan Akad………..168
Tabel 17: Dasar Hukum Pengembangan Akad………..169
Tabel 18: Respon Fatwa Terhadap Inovasi Pendapatan………..233
Tabel 19: Dasar Hukum Inovasi Pendapatan………..234
Tabel 20: Respon Fatwa Terhadap Syarat Tambahan………..268
Tabel 21: Dasar Hukum Syarat Tambahan………..268
Matrik 1: Persamaan dan Perbedaan DSN dan MPS dalam Merespon
Pengembangan Akad………..270
Matrik 2: Persamaan dan Perbedaan DSN dan MPS dalam Merespon
Inovasi Pendapatan………..271
Gambar 1: Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di
Indonesia………..56
Gambar 2: Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di
Malaysia………..58
Gambar 3: Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di
Kuwait………..59

xiv
Gambar 4: Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Uni Emirat
Arab………..60
Gambar 5: Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Qatar………..61
Grafik 1: Frekuensi Penggunaan Dasar Hukum dalam Fatwa DSN dan
MPS………..274

xv
DAFTAR SINGKATAN

AAOIFI : Accounting and Auditing Organisation for Islamic


Financial Institutions
ABS : Asal Bapak Senang
AD/ART : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
AITAB : al-Ija>rah Thumma al-Bay‘
ATM : Automatic Teller Machine
Basyarnas : Badan Arbitrase Syariah Nasional
BBA : Bay‘ Bithaman Ajil
BI : Bank Indonesia
BNM : Bank Negara Malaysia
BPRS : Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
BUS : Bank Umum Syariah
CBK : Central Bank of Kuwait
CGC : Credit Guarantee Corporation
CMH : Commodity Murabahah House
DF : Dewan Fatwa
DNB : Danajamin Nasional Berhad
DPS : Dewan Pengawas Syariah
DFPS : Dewan Fatwa dan P{engawas Syariah
DSN : Dewan Syariah Nasional
HAS : Higher Authority of Sharia
HR. : Hadis Riwayat
HFRS : Hay'ah al-Fatwá wa al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah
IMA : Investasi Mud}ar> abah Antarbank
IMBT : al-Ija>rah al-Muntahiyah bil-Tamli>k
IMFD : al-Ija>rah al-Maws}u>fah fi> al-Dhimmah
IRS : Ida>rah al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah
KFH : Kuwait Finance House
KPS : Komite Perbankan Syariah
KS : Komite Syariah
LC : Letter of Credit
LKK : Lembaga Keuangan Konvensional
LKS : Lembaga Keuangan Syariah
LPPOM : Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan
Kosmetika
LPS : Lembaga Penjamin Simpanan

xiv
MDC : Margin During Construction
MFI : Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>
MPS : Majelis Penasihat Syariah
MUI : Majelis Ulama Indonesia
M2BT : al-Musha>rakah al-Muntahiyah bil-Tamli>k
NBNBD : Nota Bank Negara Boleh Dijual
NSB : National Sharia Board
PER : Profit Equalisation Reserve
PLBS : Penjualan Langsung Berjenjang Syariah
PUAS : Pasar uang antarbank syariah
RUPS : Rapat Umum Pemegang Saham
SA : Sharia Advisor
SAC : Sharia Advisory Council
SB : Sharia Board
SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah
SBSN : Surat Berharga Syariah Negara
SC : Sharia Committee
SPV : Special Purpose Vehicle
SSA : Sharia Supervisory Authority
SSB : Sharia Supervisory Board
SSC : Sharia Supervisory Council
SUBD : Sertifikat Utang Boleh Dijual
SUBDS : Sertifikat Utang Boleh Dijual Syariah
UU : Undang-Undang
UUS : Unit Usaha Syariah
tt. : Tanpa Tahun

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fatwa ekonomi syariah memiliki peran penting dalam
menjawab kebutuhan pertumbuhan produk ekonomi syariah.
Keberadaan fatwa untuk mendinamisasikan hukum Islam dalam
merespon persoalan yang muncul, termasuk permasalahan ekonomi
modern, sesuai dengan dimensi ruang dan waktu yang
melingkupinya.1 Sebagai sebuah produk pemikiran hukum Islam,
fatwa dihasilkan dari proses istinbat hukum sebagai jawaban atas
persoalan hukum yang diajukan baik oleh individu, kelompok,
maupun lembaga.2
Dalam kegiatan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh kondisi
ruang dan waktu, posisi fatwa sebagai pijakan hukum diperlukan.
Fatwa dijadikan pedoman oleh otoritas keuangan dan lembaga
keuangan syariah (LKS) dalam kegiatan ekonomi syariah. Fatwa
dijadikan standar untuk memastikan kesyariahan produk dan
operasional keuangan syariah. Bahkan menurut Mahmoud A. El-
Gamal, fatwa menjadi satu-satunya sarana menentukan keabsahan
transaksi keuangan Islam.3
Pertumbuhan ekonomi syariah ditandai dengan meningkatnya
jumlah lembaga keuangan syariah (LKS) dan jumlah serta model
produk yang ditawarkan. Pertumbuhan perbankan syariah tergolong
paling cepat dibanding keuangan syariah lainnya, seperti asuransi
syariah, pegadaian syariah, pembiayaan syariah, dan pasar modal
syariah. Sejak pertama kali berdiri tahun 1991 dengan lahirnya Bank

1
Fathurrahman Djamil, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah
(Jakarta: Logos, 1995), hal. 19
2
‘A<mir Sa‘i>d al-Zaybari>, Maba>hith fi> Ah}ka>m al-Fatwá (Beiru>t: Da>r ibn
H}azm, 1995), 31.; Yu>suf al-Qarada>wi>, al-Fatwá Bayn al-Indiba>t wa-al-Tasayyub,
terj. As’ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 5.
3
Mahmod A. El-Gamal, Islamic Finance, Law, Economics, and Practice
(Cambridge: Cambridge University Press, 2006), 33.

1
Muamalat, bank syariah terus tumbuh dari tahun ke tahun. Data
menunjukkan hingga Maret 2013 sudah berdiri 35 bank syariah, yang
terdiri dari 11 (sebelas) Bank Umum Syariah dan 24 Unit Usaha
Syariah (UUS), dan 159 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).4
Dilihat dari konteks sejarah, selama tahun 1991 – 2000 hanya ada
satu bank syariah, yaitu Bank Muamalat.5 Kemudian pada Desember
2003, bank syariah berkembang menjadi 10 buah, yang terdiri dari 2
bank umum syariah dan 8 unit usaha syariah (bank konvensional yang
membuka unit-unit syariah). Pada bulan yang sama tahun berikutnya
telah ada 3 bank umum syariah dan 15 unit usaha syariah. Pada bulan
Desember setahun selanjutnya sudah meningkat menjadi 3 bank
umum syariah dan 19 unit usaha syariah.6 Pada Januari 2006 ada 22
bank syariah, yang terdiri dari tiga bank umum syariah dan 19 Unit
Usaha Syariah. Statistik yang dikeluarkan Bank Indonesia
menunjukkan bahwa jumlah kantor bank umum syariah mencapai
1.812 kantor, unit usaha syariah mencapai 529 kantor, dan BPRS
sebanyak 399 kantor.7 Bank syariah masih akan bertambah lagi
seiring dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap bank
syariah.8 Meskipun demikian, pertumbuhan bank syariah lebih rendah
dari bank konvensional. Hal ini terbukti dari tingkat kenaikan pangsa
pasar (market share) bank syariah yang masih rendah. Hingga
Desember 2009 pangsa pasar bank syariah baru mencapai 4,9% dari
total perbankan nasional.

4
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Mei 2013 (Jakarta: Bank
Indonesia, 2013), 1.
5
Dari sisi kelembagaan ekonomi Islam dimulai sejak tahun 1991 dengan
didirikannya bank Islam pertama, Bank Muamalat. Lihat Muhammad Syafi'i
Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
6
Statistik Perbankan Indonesia Vol. 4, No. 2 Januari 2006, 84.
7
Statistik Perbankan Indonesia Maret 2011.
8
Laporan penelitian Bank Indonesia terhadap preferensi masyarakat
terhadap bank syariah di beberapa wilayah menunjukkan angka kegairahan
masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah. Sebab utama dari ketertarikan
terhadap bank syariah adalah karena penerapan prinsip syariah dan menjauhi sistem
riba (bunga).

2
Tabel 1
Daftar Pertumbuhan Bank Syariah Tahun 2001-2013
Indikator Desember Mar.
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2013
BUS
Jum. Bank 2 2 2 3 3 3 3 5 6 11 11
Jum. 84 113 189 263 301 346 399 504 711 1.215 1.812
Kantor
UUS
Jum. Bank 3 6 8 15 19 20 25 25 25 23 24
Jum. 12 25 45 74 133 162 170 230 287 264 529
kantor
BPRS
Jum. Bank 92 150 159
Jum. 92 286 399
kantor
Sumber: Diolah dari Statistik Bank Indonesia 2001-2013

Pertumbuhan portofolio perbankan syariah Malaysia lebih maju


dari Indonesia. Malaysia yang telah memiliki bank syariah sejak
1983, hingga 2010 baru memiliki 16 bank syariah dan 12 perusahaan
asuransi,9 sedangkan Indonesia telah memiliki 35 bank syariah dan 25
asuransi syariah. Namun dari sisi aset, perbankan syariah Malaysia
melampaui jauh dari Indonesia. Aset bank syariah Malaysia mencapai
65,6 miliar dolar (sekitar 351 triliun dengan kurs 9.000/dolar) dengan
rata-rata pertumbuhan 18-20%,10 sementara aset bank syariah
Indonesia baru mencapai 214,494 triliun dengan pertumbuhan 37,8%
(Maret 2013).11
Pertumbuhan LKS juga ditandai dengan munculnya produk-
produk kreatif yang ditawarkan kepada masyarakat. Penawaran
produk-produk baru tersebut sebagai salah satu strategi pemasaran
untuk meningkatkan nasabah di tengah persaingan LKS yang
semakin terbuka. Di antara produk baru tersebut adalah mud}a>rabah
mushtarakah, musha>rakah mutana>qis}ah, kartu kredit syariah, letter of

9
Diunduh dari http://www.bnm.gov.my/microsites/financial/pdf/resolutions/
shariah_ resolutions_2nd_edition.pdf
10
Statistik Tahunan Bank Negara Malaysia Tahun 2007.
11
Bank Indonesia, Statistik Perbankan Syariah Mei 2013 (Jakarta: Bank
Indonesia, 2013), 5.

3
credit syariah, kafa>lah bi-al-ujrah, Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) sale and lease back, dan salam mawa>zi>. Kebaruan produk
syariah tersebut dilihat dari dua aspek; kelahirannya dan akad yang
membangunnya. Dilihat dari kelahirannya, produk-produk tersebut
memang terbilang baru diluncurkan oleh bank syariah, namun produk
tersebut tidak tergolong baru jika dibandingkan dengan produk bank
konvensional, karena bank konvensional sudah menerapkannya lebih
dahulu. Dilihat dari akad yang digunakan, produk-produk tersebut
menggunakan model akad baru atau akad yang sudah ada dengan
pengembangan.
Munculnya produk-produk baru di perbankan syariah dan
merambahnya bisnis syariah di sektor lain, seperti asuransi syariah,
pasar modal syariah, pasar uang syariah, pegadaian syariah,
pembiayaan syariah, multi level marketing syariah, dan sukuk
syariah, menuntut adanya pengembangan akad. Semakin modernya
dunia bisnis dengan ditandai lahirnya berbagai model lembaga
keuangan yang menawarkan ragam produk, akan memicu persoalan
keabsahan kegiatan keuangan itu.12 Keabsahan kegiatan ekonomi
ditinjau dari sudut pandang hukum Islam ditentukan sejauhmana
kesesuaiannya dengan akad-akad yang membangun dan terhindar dari
larangan hukum Islam. Sebagaimana dikatakan M.A. Mannan,
syariah yang diturunkan dalam bentuk aturan kegiatan ekonomi
sebagai bentuk hukum ekonomi. Sifat syariah sendiri cocok dengan
sifat ekonomi yang elastis dan fleksibel.13
Ijtihad untuk menjawab produk-produk baru diperlukan
mengingat kompleksitas transaksi modern yang membutuhkan
model-model akad baru. DSN telah berupaya memberikan jawaban
terhadap kebutuhan transaksi modern yang tersebar dalam 78
fatwanya (Desember 2011). Majelis Penasihat Syariah (MPS) Bank
Negara Malaysia (BNM) telah mengesahkan 135 fatwa (Oktober
2010). Dewan Fatwa dan Pengawas Syariah/DFPS (Hay'ah al-Fatwá

12
Yusuf al-Qaradhawi, Ijtihad Kontemporer, terj. Abu Barzani. (Surabaya:
Risalah Gusti, 1995), 7-8.
13
M.A. Mannan, Ekonomi Islam, Teori dan Praktik (Jakarta: PT. Intermasa,
1992), 27.

4
wa al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah) Kuwait Finance House (KFH) telah
memberikan jawaban lebih dari 500 pertanyaan berkaitan dengan
transaksi KFH. Sebagian fatwa tersebut merupakan transformasi
akad-akad dalam hukum Islam ke dalam kegiatan transaksi keuangan
modern. Keuangan syariah merupakan bentuk aplikasi dari hukum
Islam.14
Kegiatan transaksi modern tidak cukup hanya dipayungi dengan
akad-akad sederhana (basi>t}) sebagaimana tersedia dalam literatur
fikih klasik. Vogel mengemukakan, keislaman praktik perbankan
syariah saat ini dinilai dari bangunan akad yang digunakan dalam
transaksi. Padahal akad-akad merupakan produk fikih yang bersifat
formal, sementara kegiatan ekonomi, termasuk di dalamnya bank,
tidak cukup diatur dengan ketentuan formal itu. Produk-produk dan
operasional bank syariah dikontrol dan ditentukan kesyariahannya
oleh standar fikih. Padahal keuangan Islam (ekonomi Islam)
merupakan perpaduan antara hukum Islam dan ekonomi Islam.
Hukum Islam mengacu pada ketentuan-ketentuan formal sedangkan
ekonomi Islam mengacu pada norma-norma agama terkait dengan
ekonomi, seperti anti penipuan, larangan gharar, maysir, keadilan,
kemanusiaan, kepemilikan, kejujuran, kemitraan, dan kesejahteraan.15
Pengembangan akad diperlukan untuk mewadahi transaksi modern
yang semakin beragam yang sebelumnya tidak ditemukan pada masa
ulama klasik.
Fikih ekonomi ulama klasik tidak seluruhnya dapat diterapkan
dalam konteks waktu dan tempat yang berbeda. Gagasan keilmuan
ekonomi klasik muncul dengan konteks sosio-ekonomi masyarakat
saat itu sehingga tidaklah tepat mengutip kembali pendapat mereka
tanpa melihat konteks sosialnya.16 Sementara itu, konteks sosial dan
perkembangan ekonomi di masa sekarang sangat kompleks dan

14
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance: Religion,
Risk, and Return (The Netherlands: Kluwer Law International, 1998), 23-dst.
15
Lihat Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, 29.
16
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bungan
Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin, (Jakarta: Paramadina, 2004),
cet.ke-1, 185.

5
berbeda dengan yang terjadi pada saat ulama klasik menelurkan
gagasan mereka. Selain itu, ayat-ayat Al-Qur'an yang berbicara
tentang ekonomi sangat terbatas dan hanya beberapa ayat yang
menunjuk pada model akad tertentu. Penelusuran ‘Abd al-Wahha>b
Khalla>f membuktikan bahwa ayat-ayat yang berbicara tentang
muamalah (termasuk ekonomi) sangat sedikit. Menurutnya, ayat
tentang perdagangan berjumlah 70 ayat dan ayat tentang hubungan
kaya-miskin sebanyak 10 ayat. 17
Fatwa-fatwa DSN, MPS, dan DFPS berupaya menyelaraskan
produk LKS dengan berbagai metode, di antaranya dengan
melakukan pengembangan akad, membuat syarat-syarat tambahan,
dan menggunakan model akad yang diperselisihkan di kalangan
ulama. Di antara pengembangan akad yang telah disahkan oleh tiga
lembaga fatwa tersebut adalah kombinasi akad (ijtima>‘ al-‘uqu>d).
Contoh kombinasi akad adalah jual beli istis}na>‘ pararel yang secara
jelas merangkum pengulangan akad dalam satu transaksi,18 akad
ija>rah muntahi>yah bi-al-tamli>k yang mengkombinasikan akad ija>rah
dan jual beli atau hibah,19 dan akad mud}a>rabah mushtarakah yang
secara eksplisit merangkum dua akad dalam satu transaksi. Akad
mud}a>rabah dan musha>rakah dalam fatwa DSN digunakan dalam satu
tahap saja (transaksi).20 Pengembangan akad lainnya tampak pada
fatwa produk-produk bank syariah yang melibatkan banyak akad,
seperti kartu kredit syariah, letter of credit syariah, sale and lease
back, anjak piutang syariah, dan produk lainnya.
Selain melakukan kombinasi akad, fatwa-fatwa tersebut
membenarkan penggunaan akad-akad yang diperdebatkan di kalangan

17
‘Abd al-Wahha>b Khalla>f, ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh (al-Qa>hirah: Da>r al-Ma‘a>rif,
1956), 34.
18
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.1,
(Jakarta: DSN dan BI, 2006), 132.
19
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 156. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah dalam Kewangan Islam, edisi kedua (Kuala Lumpur: Bank Negara
Malaysia, 2010), 3. Fatwa DFPS nomor 390. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page. aspx?pageid=529&TOCID=111& BookID=506&PID=93, tanggal
23 Maret 2012.
20
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 363.

6
ulama dan membuat syarat-syarat tambahan. Akad bay‘ al-‘i>nah dan
tawarruq adalah contoh akad yang diperselisihkan keabsahannya.21
MPS Malaysia telah mengadopsi dua akad tersebut, sedangkan DSN
menggunakannya secara terbatas.22 Adapun DFPS Kuwait secara
tegas menolak akad bay‘ al-‘i>nah dan membenarkan penggunaan akad
tawarruq.23
Pengembangan akad dalam bentuk kombinasi beberapa akad
dalam satu transaksi tersebut terbilang terobosan yang berani. Para
ulama klasik telah memperdebatkan status hukum penggabungan
akad tersebut. Ibn al-Qayyim al-Jawzi>yah berpendapat bahwa hukum
asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan atau
dilarang oleh agama.24 Nabi telah menjelaskan hukum penggabungan
akad melalui beberapa hadisnya yang menunjukkan larangan Nabi
atas praktik tersebut.25 Ibn al-Qayyim menegaskan, tidaklah boleh
mengharamkan yang telah dihalalkan oleh Allah atau dimaafkan,
begitu pula tidak boleh menghalalkan yang telah diharamkan oleh-
Nya.26 Ibnu Huma>m secara jelas menyatakan bahwa hukum dari
penggabungan akad adalah boleh selama tidak mengandung unsur
yang diharamkan, seperti riba.27 Kebolehan penggabungan akad

21
Resolusi nomor 69-73. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah.
22
Akad tawarruq digunakan dalam produk SBSN dan bay‘ al-‘i>nah pada
produk pengalihan utang dari lembaga keuangan konvensional ke lembaga
keuangan syariah.
23
Fatwa DFPS nomor 128. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=206 dan PID=211,
tanggal9 Juni 2012.
24
Ibn al-Qayyim al-Jawzi>yah, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n ‘an Rab al-‘A<lami>n, j.1
(al-Qa>hirah: Maktabah Ibn Taymi>yah, tt.), 344.
25
Di antaranya adalah hadis yang menyatakan: "Dari Abu Hurairah,
Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman". (HR. Ah}mad). Juga hadis Nabi yang
menyatakan: “Dari Abu Hurairah, berkata: "Rasulullah melarang dua jual beli
dalam satu jual beli". (HR. Ma>lik). Lihat Abu ‘Abdullah Ah}mad ibn H}anbal,
Musnad Ah}mad, j.2 (Beiru>t: Da>r al-Ih{ya> al-Tura>th al-‘Arabi>, 1414 H), cet. ke-3,
178.; Imam Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a', j.5 (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1409 H), cet. ke-
1, 663.
26
Ibn al-Qayyim, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n, j.1, 383.
27
Kama>l al-Di>n Ibn Huma>m, Fath} al-Qadi>r, j.7, (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmi>yah, 1415 H), 3>

7
didasarkan pada hukum asal dari muamalah, yaitu boleh selama tidak
ada larangan.28 Menurut Ibn Taymi>yah, hukum asal dari segala
muamalat di dunia adalah boleh kecuali yang diharamkan Allah dan
Rasulnya, tiada yang haram kecuali yang diharamkan Allah, dan tidak
ada agama kecuali yang disyariatkan.29
Pengembangan akad dalam fatwa DSN dan MPS didasarkan
pada pendapat ulama yang membolehkan penggabungan akad.
Kombinasi akad dalam fatwa DSN merupakan solusi yang sesuai
syariah dalam menjawab tuntutan penggunaan akad-akad modern.30
Sementara itu, DFPS Kuwait tampak membatasi penggunaan
kombinasi akad.
Hingga Desember 2011, DSN telah mengeluarkan fatwa
sebanyak 78 buah. Fatwa yang memuat kombinasi akad terdapat di
antara jumlah fatwa tersebut. Berikut rincian fatwa tersebut.
Tabel 2
Pengelompokan Fatwa DSN Tahun 2000-2011
No Kategori Fatwa Jumlah
1 Perbankan syariah 56
2 Asuransi syariah 5
3 Pasar modal syariah 8
4 Pegadaian syariah 4
5 Surat berharga negara syariah 3
6 Akuntansi syariah 1
7 Pembiayaan syariah 1
Jumlah 78
Sumber: diolah dari fatwa-fatwa DSN tahun 2000-2011
Model pengembangan akad yang dilakukan otoritas fatwa
tersebut tidak luput dari kritik. Abdullah Saeed dalam penelitiannya

28
‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-‘Imra>ni>, al-‘Uqu>d al-Ma>li>yah
al-Murakkabah: Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah wa Tat}bi>qi>yah (Riya>d}: Da>r Kunu>z
Eshbeliya li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2006), cet.ke-1, 69.
29
Ah}mad ibn Taymi>yah, Ja>mi‘ al-Rasa>'il, j.2 (al-Qa>hirah: Mat{a>bi‘ al-
Muh}ammadi>yah, 1370 H), 317. Bunyi lengkap pernyataan Ibnu Taymi>yah sebagai
berikut ِ‫اا ِالمن اِهىِال وي ِه اصلِهيع ِاووِاِي رمِ ع ِااِ ِحرمِللاِا س لوىِه ِحرامِااِ ِحرم‬
‫للاِِااِمينِااِ ِهرأو‬
30
Hasanudin, "Konsep Dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)", (Disertasi Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)

8
menjelaskan upaya pengembangan akad yang dilakukan lembaga
fatwa dengan cara memodifikasi akad-akad yang sudah diperkenalkan
oleh ulama klasik (fikih klasik). Modifikasi ini merupakan upaya
h}i>lah (muslihat hukum) agar terhindar dari riba.31 H}i>lah dilakukan
karena adanya keputusan haram bunga bank terutama terbatas pada
bunga pinjam-meminjam (qard{).32 Sementara itu, kegiatan utama dari
bank adalah pinjam-meminjam uang. Pengembangan akad dalam
bentuknya sebagai h}i>lah karena berada di antara kesulitan
menghindari pengenaan bunga pada pinjaman dan fungsi utama bank
untuk mencari keuntungan dari pemberian pinjaman uang (qard{).
Bank syariah, menurut Siddiqui, mengklaim menghindari riba, namun
umumnya pembiayaan berbasis utang banyak dilakukan dan adanya
jaminan bank memberikan kestabilan profit bagi nasabahnya.33 Ada
korelasi positif antara tingkat suku bunga dan kecenderungan
menabung di bank syariah.34 Bank syariah belum menunjukkan
perbedaan yang signifikan dari bank konvensional, karena bank
syariah masih enjoy dan tergantung pada mura>bah}ah dan variannya.35
Konsep hi>lah sebagai metode pengembangan akad juga
mendapat kritik dari kalangan ulama. Menurut Husain Hamid Hasan,
ketua dewan syariah Bank Dubai, ada indikasi unsur riba pada
penerapan kombinasi bay‘-bay‘ dalam kontrak tawarruq36 di

31
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 52-53.
32
Qard} merupakan bentuk dari salaf, yaitu memberikan pinjaman uang.
Hukum dari qard} dibolehkan berdasarkan sunah Nabi dan ijmak. Lihat H}asan Ayu>b,
Fiqh al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah fi> al-Isla>m (al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2006), cet.ke-
3, 157.
33
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting a
Strategy to Develop Profit and Loss Sharing Islamic Banking", Journal of Islamic
Economic, Banking, dan Finance, Vol. 6 No. 4, (Oktober-December 2010), 29.
34
Timur Kuran, "The Economic System in Contemporary Islamic Thought:
Interpretation and Assessment", International Journal of Middle East Studies, Vol.
18, No. 2 (May, 1986), 158-159.
35
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need", 50-51.
36
Tawarruq adalah bentuk jual beli yang melibatkan pembelian suatu barang
secara tangguh dan kemudian barang tersebut dijual secara tunai kepada pihak
ketiga (bukan penjual asal), yang mana harga jual tersebut lebih rendah dari harga
beli, dengan tujuan mendapatkan tunai. "Al-Mawsu>'ah Fiqhiyyah, Waza>rah al-
Awqa>f wa al-Shu'u>n al-Isla>mi>yah", Kuwait. www.islam.gov.kw, diakses pada

9
perbankan syariah. Menurutnya, praktik tawarruq yang ada saat ini
mengandung unsur riba yang diharamkan.37 Praktik tawarruq
merupakan bentuk dari muslihat hukum (hi>}lah) untuk terhindar dari
riba. Abdullah Saeed lebih tegas menyatakan produk fikih yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berotoritas dan dipraktikkan dalam
kegiatan ekonomi syariah sudah menjauh dari kaidah fikih yang
ditelurkan oleh ulama-ulama klasik.38
DSN-MUI, MPS Malaysia, dan DFPS Kuwait, sebagai lembaga
yang memiliki otoritas mengeluarkan fatwa ekonomi syariah, berada
dalam keadaan dilematis. Satu sisi, lembaga fatwa tersebut dituntut
mampu menemukan hukum baru terkait dengan kegiatan ekonomi
modern yang sangat kompleks. Pada sisi lain, lembaga tersebut masih
berpegang teguh pada pendapat-pendapat ulama klasik. Meskipun
telah terjadi pergeseran bermazhab yang tercermin dalam fatwa-
fatwa Majelis Ulama Indonesia, namun ulama tetap terkooptasi
dengan pendapat ulama klasik. Fatwa DSN tidak bisa melepaskan diri
dari merujuk pada pendapat ulama klasik.39 Bahkah menurut
Abdullah Saeed, otoritas syariah bersikap taklid dan legalis dalam
merumuskan kesyariahan ekonomi. Fatwa-fatwa yang dikeluarkan
sangat bergantung pada fikih klasik dengan mencocokkan transaksi
modern dengan kaidah-kaidah akad yang dicetuskan ulama klasik
dengan tidak memperhatikan konteks sosio-historisnya dan
keotentikan hadis yang digunakan sebagai dasar penetapan hukum.40
Metode (manhaj) fatwa yang dirumuskan oleh MUI masih

tanggal 23 Pebruari 2010.


37
Lihat "Al-Fuqaha>‘ wa Hay'ah al-Muh}a>sabah Aqarruw al-Man‘u ‘alá al-
Tawarruq", dalam http://www.badlah.com/page-135.html , yang diakses pada selasa
23 Pebruari 2010.
38
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 185.
39
Lihat penelitian M. Atho Mudzhar, Fata>wá Majlis al-‘Ulama> al-Indonisi>,
Dira>sah fi> al-Tafki>r al-Tashri>‘i> al-Isla>mi> bi-Indonesi> (Jakarta: CENSIS, 1996).
Imam Ghazali Said dan A. Ma'ruf Asrori, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama
1926-1999 (Surabaya: LTNU Jawa Timur dan Diantama, 2004), cet.ke-1, xxxiv-
xxxvi.
40
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 185-186.

10
menempatkan pendapat ulama sebagai rujukan penetapan hukum.41
Ketergantungan terhadap fikih klasik itu terlihat dalam banyak
fatwa. Beberapa fatwa DSN hanya melandaskan pada satu pendapat
ulama sebagai pertimbangan hukumnya. Sebagai contoh Fatwa DSN
Nomor 50 Tahun 2006 tentang akad mud}a>rabah mushtarakah yang
mendasarkan pada pendapat Ibn Quda>mah dalam kitabnya al-
Mughni>.42 Begitu juga Fatwa DSN Nomor 52 tentang akad waka>lah
bil-ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah yang juga mendasarkan
pada pendapat Ibn Quda>mah.43 Selain mendasarkan pada pendapat
ulama klasik, fatwa DSN juga mendasarkan pada pendapat ulama
modern. Pada contoh kedua fatwa tersebut, fatwa DSN melandaskan
pada pendapat Wahbah al-Zuh}ayli> dalam kitabnya al-Mu‘a>mala>t al-
Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah.44
Fatwa DSN cenderung berhati-hati dalam mengesahkan produk
baru. DSN, seperti yang diungkap oleh Ma'ruf Amin, berupaya
menjembatani antara fatwa MPS yang cenderung l\iberal dan fatwa
Timur Tengah (DFPS) yang cenderung konservatif.45 DSN berupaya
tidak terlalu longgar dan tidak terlalu kaku terhadap pendapat ulama
dan kebutuhan transaksi modern. Meski demikian, DSN semestinya
dapat melakukan penjawaban terhadap transaksi modern dengan
tidak bergantung pada produk akad masa lalu. Posisi fatwa DSN
tidak lagi sekedar sebagai jawaban atas permasalahan hukum saja,46
tetapi menjadi landasan hukum yang mengikat bagi LKS.
Kedudukan fatwa DSN sebagai pedoman penyelenggaraan

41
Pada bab III Metode Penetapan Fatwa, bagian pertamanya menyebutkan:
"Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu pendapat para imam
mazhab tentang masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut
dalil-dalilnya". Hal ini membuktikan posisi pendapat ulama klasik sangat
diperhatikan dalam penetapan fatwa DSN-MUI. Lihat pedoman fatwa yang
dikeluarkan pada tanggal 12 April 2001.
42
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 369-370.
43
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 396.
44
Wahbah al-Zuh}ayli>, Al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah (Dimashq:
Da>r al-Fikr, 2002)
45
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, tanggal 7 Juni 2011 di kantor DSN
Jakarta.
46
al-Zaybari>, Maba>hith, 31.

11
keuangan syariah diakui oleh negara. Instrumen keislaman ekonomi
syariah saat ini hanyalah ditentukan oleh fatwa DSN itu. Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, standar syariah ditetapkan oleh fatwa
DSN. Pengakuan negara terhadap DSN tersebut diwujudkan dalam
penempatan ulama sebagai pihak yang diberi wewenang untuk
memastikan kesyariahan kegiatan ekonomi. Untuk setingkat undang-
undang, sedikitnya ada tiga UU yang mengatur fatwa sebagai standar
syariah, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas47, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN), dan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang merupakan
ketentuan organik perbankan syariah. Pasal 25 UU 19/2008
menyebutkan "Dalam rangka penerbitan SBSN, Menteri meminta
fatwa atau pernyataan kesesuaian SBSN terhadap prinsip-prinsip
syariah dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan
fatwa di bidang syariah". Kemudian dalam bagian penjelasan UU
tersebut dijelaskan: "Yang dimaksud dengan “lembaga yang memiliki
kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah” adalah
Majelis Ulama Indonesia atau lembaga lain yang ditunjuk
Pemerintah". Otoritas keuangan juga memberi respon positif terhadap
fatwa DSN. Pada Desember 2004, Bank Indonesia mengeluarkan
peraturan standar kesyariahan bank syariah. Melalui keputusan
Nomor 6/24/PBI/2004 yang ditandatangani pada 14 Oktober 2004,
ditetapkan kepatuhan aspek syariah merujuk pada fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dan pengawasan

47
Pada Pasal 109 dijelaskan secara eksplisit mengenai kemungkinan
didirikannya perusahaan berbasis syariah dan kedudukan ulama sebagai pengawas
kesyariahan perusahaan tersebut. Ayat (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib
mempunyai Dewan Pengawas Syariah; (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat
oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia; (3) Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan
saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan
prinsip syariah. Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, undang-undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah.

12
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Peraturan perundangan
menempatkan MUI sebagai satu-satunya lembaga yang berotoritas
mengeluarkan fatwa keislaman praktik ekonomi syariah.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi
beberapa masalah dalam penelitian ini, di antaranya mengenai
kedudukan fatwa dalam sistem hukum Islam dan sistem ekonomi
Islam, faktor-faktor yang mempengaruhi fatwa, kelonggaran fatwa
dalam merespon produk-produk LKS, pengaruh fatwa terhadap
pertumbuhan perbankan syariah, respon masyarakat terhadap fatwa,
respon politik dan ekonomi terhadap fatwa, produk-produk fatwa,
proses ijtihad dan kodifikasi fikih syariah yang dilakukan oleh DSN,
fatwa DSN sebagai instrumen jaminan keislaman ekonomi syariah,
dan peran DSN dalam menumbuhkan ekonomi syariah di Indonesia.
Dari daftar masalah tersebut, penelitian ini memilih salah satu tema
yaitu bagaimana fatwa DSN-MUI merespon produk ekonomi syariah,
terutama produk-produk ekonomi kontemporer yang diperselisihkan
di kalangan ulama. Respon dimaksud di sini berkaitan dengan
persetujuan atau penolakan terhadap produk yang diperselisihkan
keabsahannya di kalangan ulama dan upaya fatwa menyiasati keluar
dari hal-hal yang dilarang. Seberapa banyak fatwa membolehkan
produk tersebut menunjukkan tingkat kelonggaran fatwa. Rumusan
masalah tersebut diturunkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian
berikut:
1. Bagaimana fatwa DSN-MUI merespon produk ekonomi yang
mengandung pengembangan akad?
2. Bagaimana fatwa DSN-MUI mengantisipasi produk ekonomi dari
unsur riba?
3. Bagaimana fatwa DSN-MUI menetapkan syarat tambahan dalam
berbagai produk ekonomi syariah?
4. Bagaimana fatwa DSN-MUI menggunakan sumber hukum untuk
fatwa pengembangan akad, antisipasi riba, dan syarat tambahan?
5. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi persetujuan dan
penolakan fatwa DSN terhadap produk yang diperselisihkan
keabsahannya?

13
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon fatwa DSN-
MUI terhadap produk ekonomi syariah yang diperselisihkan
keabsahannya. Secara khusus, tujuan penelitian adalah:
1. Mengungkap respon fatwa DSN-MUI terhadap kebutuhan
transaksi modern dilihat dari tiga bentuk fatwa; pengembangan
akad, inovasi pendapatan, dan syarat tambahan.
2. Menggali pertimbangan dan dasar hukum yang dibangun dalam
menetapkan fatwa ekonomi syariah.
3. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi respon fatwa DSN
MUI terhadap produk ekonomi syariah yang diperselisihkan.

D. Kajian Pustaka
Keberadaan akad dalam kegiatan ekonomi syariah sangat
fundamental karena menentukan keabsahan suatu transaksi. Produk-
produk LKS diukur kesyariahannya dari sejauhmana kesesuaiannya
dengan akad-akad yang membangunnya.
Bal‘abba>s (2008) menilai bahwa pondasi ekonomi Islam
sejatinya terletak pada kewajiban zakat dan larangan riba. Dari
pondasi zakat akan melahirkan sedekah sunat, kafarat, wakaf, wasiat,
waris, dan sebagainya. Dari pokok riba berkembang pada larangan
ih}tika>r, gharar, jaha>lah, judi, tadli>s, dan larangan lainnya.48 Bank
syariah, menurut Siddiqui, mengklaim telah menghindari riba, namun
pada kenyataannya pembiayaan berbasis utang masih banyak
dilakukan dan bank memberikan jaminan kestabilan profit bagi
nasabahnya.49 Pada kenyataannya, pengaruh bunga atau stabilitas
profit menjadi daya tarik tersendiri bagi nasabah. Nasabah, menurut
Timur Kuran, tidak serta merta meminjam atau meminjamkan
uangnya, tetapi mereka tetap mengharapkan bunga dalam bentuknya

48
‘Abd al-Razza>q Sa‘i>d Bal‘abba>s, "Hal Qas}ar al-Fuqaha>' al-Mu‘a>s}iru>n fi>
Baya>n Us}u>l al-Niz}a>m al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>?", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King
Abdul Aziz, Vol.21, No. 1, (2008), 35-36.
49
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need", 29.

14
yang lain.50
Sistem bagi hasil (profit and loss sharing system) yang menjadi
model dasar akad di lembaga keuangan syariah tidak banyak
dipraktikkan karena memiliki risiko yang lebih besar. LKS lebih
memilih pembiayaan berbasis jual beli dan jasa. Lewis melihat bahwa
LKS telah memodifikasi kontrak jual beli barang biasa menjadi
pembiayaan dengan sistem kredit. Upaya modifikasi ini telah
merubah lenskap dari dua hal; pertama, risiko barang ditanggung
penjual sedangkan risiko utang ditanggung bank. Hal ini sama persis
seperti yang terjadi pada konvensional. Kedua, keuntungan bank
diperolah dari charge perbedaan harga tunai dan kredit.51
Perubahan model pembiayaan tersebut berakibat pada tidak
dipenuhinya ketentuan hukum muamalah. Temuan al-Sibha>ni> (2003)
membuktikan praktik pembiayaan barang, seperti mura>bah}ah tidak
dipraktikkan secara murni. Dalam jual beli mura>bah}ah, risiko
kerugian mestinya ditanggung oleh penjual, tetapi bank syariah tidak
menanggung risiko tersebut karena transaksi mura>bah}ah yang
dilakukan bank adalah setelah nasabah menentukan objek akad dan
berjanji membelinya.52 Praktik mura>bah}ah tersebut telah menjauh
dari model dan ketentuan yang disepakati ulama. Mura>bah}ah yang
diterapkan adalah bay‘ al-muwa>s}afah ma‘a al-wa‘ad al-mulzim.
Alasan penggunaan model tersebut karena bank syariah bukanlah
pedagang sebenarnya, tetapi menjalankan fungsi dagang dengan
model al-mura>bah}ah lil-a>mir bi-al-shira>' yang keuntungannya tidak
berbanding dengan risiko. Bank syariah menghindari risiko pasar,
turunnya harga, dan sebagainya yang risikonya dibebankan kepada
nasabah. Kerusakan dan cacat yang seharusnya menjadi tanggung
jawab bank syariah, namun hal itu tergantung penyebabnya dan
diserahkan kepada asuransi. Adapun kerugian akibat risiko pasar dan

50
Timur Kuran, "The Economic System", 158-159.
51
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ from
conventional finance?", Journal of Islamic Economic, Banking, dan Finance ,
Volume 4, Nomor 3, (September-December 2008), 9.
52
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-
Isla>mi>yah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16, No. 1,
(2003), 31.

15
harga tidak ditanggung bank juga oleh asuransi.53
Para ulama memberlakukan hukum berbeda terkait perbedaan
harga uang karena perbedaan waktu. Konsep time value of money
diakui yang tercermin dari sahnya jual beli kredit (muajjal) dengan
harga lebih tinggi dari harga tunai, sementara pinjaman uang yang
dibayar secara kredit tidak boleh dikenakan tambahan. Uang di masa
kini cenderung akan berbeda nilainya di masa yang akan datang.54
Pinjaman dengan tambahan dilarang agama.
Larangan tambahan dalam bentuk bunga pinjaman (qard})
tersebut, menurut Saeed, telah menyita perhatian ulama untuk
membuat formula akad bagi produk keuangan syariah. Upaya yang
dilakukan ulama (dalam bentuk fatwa) dengan melakukan muslihat
hukum (h}i>lah) agar terhindar dari larangan tersebut.55 Muslihat
tersebut dilakukan agar keluar dari larangan bunga dan tetap
mengesahkan praktik pinjam-meminjam yang masih berlaku di
lembaga keuangan syariah.
Tantangan yang dihadapi LKS adalah mendiversifikasi produk
yang bebas dari bunga. Pengembangan produk tersebut dilakukan
untuk menggantikan model produk berbasis jual dan beli barang
untuk tujuan pembiayaan yang selama ini banyak dipraktikkan.56
Kombinasi akad, perluasan syarat, dan antisipasi riba termasuk upaya
pengembangan produk. Wahbah al-Zuh}ayli> telah menguraikan
berbagai bentuk pengembangan akad. Bentuk pengembangan akad
yang disebutkan al-Zuh}ayli> di antaranya dengan model penggabungan
beberapa akad dalam satu transaksi. Dia menguraikan akad al-ija>rah
al-muntahiyah bi-al-tamli>k dan kartu kredit (al-bit}a>qat al-
i'tima>ni>yah).57 Penelitian al-‘Imra>ni> lebih lengkap dalam menyajikan
model pengembangan akad. Disertasinya yang berjudul al-‘Uqu>d al-

53
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh", 3, 35.
54
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need", 30.
55
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 52-53.
56
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 14.
57
Wahbah al-Zuh}ayli>, Al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah (Dimashq:
Da>r al-Fikr, 2002).

16
Ma>li>yah al-Murakkabah,58 menguraikan model multi akad (‘akd
murakkab) yaitu penggabungan beberapa akad yang dikandung oleh
sebuah produk59
Model multi akad inilah yang diteliti oleh Hasanudin
menyangkut penerapannya di fatwa Dewan Syariah Nasional. Dalam
penelitiannya, Hasanudin mengkategorikan 23 fatwa dalam
klasifikasi multi akad.60 Artinya, jika jumlah fatwa DSN adalah 78,
berarti ada 55 fatwa yang mungkin masuk kategori fatwa
sederhana/pokok (basi>t}) atau masuk kategori lain. Hasanudin tidak
membahas bagaimana metode dan model pengembangan yang
dilakukan oleh DSN. Ia hanya melakukan penelitian terhadap satu
model pengembangan akad, yaitu akad murakkab.
Produk-produk LKS berbasis akad sederhana, seperti wadi>‘ah,
mud}a>rabah, mura>bah}ah, salam, istis}na>‘, musha>rakah, ija>rah, waka>lah,
kafa>lah, h}awa>lah, qard}, s}arf, dan ju‘a>lah, telah digunakan dalam fatwa
DSN. Meskipun dari sisi nama akad dalam teori dan fatwa DSN
sama, namun dari sisi aplikasinya terdapat perbedaan. Perbedaan ini
terjadi karena karakteristik bisnis (muamalah) yang melandasi fatwa
DSN berbeda dengan muamalah yang melandasi bentuk-bentuk akad
yang sudah ada dalam khasanah pemikiran hukum Islam. Sebagai
contoh akad mud}a>rabah yang dalam fikih dijelaskan sebagai
kemitraan usaha dua pihak yang salah satu pihak berperan sebagai
pemodal (s}a>hi} b al-ma>l) dan pihak lain sebagai pengelola (mud{a>rib),
sedangkan dalam kegiatan perbankan syariah akad mud}a>rabah ini
dipraktikkan secara bertingkat (thuna'i>yah). Akad mud}a>rabah
pertama dilakukan antara nasabah penabung dengan bank syariah dan
akad mud}a>rabah kedua antara bank syariah dengan nasabah
peminjam.61

58
‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-‘Imra>ni>, al-‘Uqu>d al-Ma>li>yah
al-Murakkabah: Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah wa Tat}bi>qi>yah (Riya>d{: Da>r Kunu>z
Es}belia lil-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2006), cet. ke-1.
59
al-‘Imra>ni>, al-‘Uqu>d al-Ma>li>yah al-Murakkabah, 46.
60
Hasanudin, "Konsep Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI)" (Disertasi UIN Jakarta, 2008).
61
Noel J. Coulson, Islamic Jurisprudence (Chicago: The University of
Chicago Press, 1969).

17
Selama ini fatwa diakui sebagai salah satu sumber pembuatan
peraturan perundang-undangan. Penelitian Wahiduddin Adams dan
Muhtar Ali membuktikan tesis ini. Adams melihat adanya
transformasi fatwa dalam peraturan perundang-undangan62 sementara
Ali memandang adanya kemungkinan fatwa dijadikan sebagai hukum
positif, sebagaimana fatwa di Malaysia dan Brunei Darussalam yang
mengikat secara hukum.63 Fatwa DSN tidak lagi sekedar sebagai
bahan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, melainkan
juga sebagai produk hukum yang mengikat bagi LKS. LKS tidak bisa
membuat produk baru apabila tidak ada fatwa DSN yang
mendukungnya. Fatwa DSN menjadi landasan formal kesyariahan
produk dan operasional LKS. Fatwa berfungsi sebagai hukum bisa
karena proses legislasi, seperti dalam temuan penelitian Wahiduddin,
tetapi juga karena faktor-faktor lain karena ternyata tidak semua
fatwa DSN telah dilegislasi tetapi telah digunakan oleh LKS.
Fatwa MUI yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa yang
sasarannya masyarakat muslim berbeda dengan fatwa yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional yang sasarannya lembaga
keuangan syariah (LKS). Fatwa haram bunga bank yang dikeluarkan
Komisi Fatwa tidak berpengaruh terhadap masyarakat. Penelitian Edi
Fairuzzabadi membuktikan fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama
Indonesia pada Januari 2004 tersebut tidak berpengaruh terhadap
mobilisasi dana masyarakat ke perbankan syariah. Fatwa tersebut
tidak mendorong secara signifikan migrasi nasabah bank
konvensional ke bank syariah.64 Fatwa tersebut tidak mengikat bagi
masyarakat, sedangkan fatwa DSN mengikat bagi LKS.
Disertasi ini berupaya meneliti respon fatwa DSN dan
argumentasi yang dibangun dalam mengesahkan produk-produk

62
Wahiduddin Adams, "Pola Penyerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
MUI dalam Peraturan Perundang-undangan 1975 – 1997" (Disertasi UIN Jakarta).
63
Muhtar Ali, "Prospek Fatwa Sebagai Hukum Positif di Indonesia: Suatu
Tinjauan Historis dan Yuridis" (Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009).
64
Edi Fairuzzabadi, "Analisis Kinerja Perbankan Syariah Sebelum dan
Sesudah Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 1 Tahun 2004 tentang Bunga" (Tesis
Program Studi Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada, 2007).

18
ekonomi syariah yang keabsahannya diperselisihkan. Fatwa DSN
tersebut diperbandingkan dengan fatwa MPS dan beberapa fatwa
lembaga dan negara lain.

E. Signifikansi Penelitian
Secara akademik penelitian ini akan mengungkap respon fatwa
DSN terhadap pertumbuhan produk LKS dan argumentasi yang
mendukungnya. Penelitian terhadap transformasi fatwa MUI dalam
hukum positif, konsep multi akad, dan pengaruh sosial politik
terhadap fatwa telah dikaji oleh peneliti lain. Respon fatwa terhadap
persoalan-persoalan yang diperselisihkan di kalangan ulama, seperti
pengembangan akad, antisipasi riba, dan syarat tambahan belum
dikaji. Banyak produk yang telah disahkan oleh fatwa DSN
mengandung tiga aspek yang diperselisihkan tersebut. Fatwa DSN
mengantisipasinya dengan metode pemisahan dan memasukkan janji.
Fatwa DSN berupaya menjembatani antara pendapat mayoritas
ulama yang melarang dan kebutuhan transaksi baru. Fatwa DSN
merefleksikan proses pembaruan pemikiran hukum Islam dengan
mengkaji kembali fikih dan usul fikih agar sesuai dengan kebutuhan.
Secara pragmatis, penelitian ini digunakan untuk mengoreksi
metode fatwa dalam menjawab kebutuhan transaksi modern yang
sangat kompleks. Penemuan akad yang sama sekali baru dalam
wacana fikih muamalah adalah diperbolehkan selama tidak melanggar
ketentuan dasar agama.

F. Metode Penelitian
Penelitan ini tergolong penelitian deskriptif-analitik yang
bermaksud menggali dan mengungkap respon fatwa DSN terhadap
pertumbuhan produk ekonomi syariah. Penelitian dilakukan dengan
membandingkan fatwa DSN dan MPS pada tiga kelompok fatwa,
pengembangan akad, inovasi pendapatan untuk antisipasi riba, dan
perluasan syarat, yang diperselisihkan ulama. Di banyak bagian,
fatwa MFI dan DFPS dijadikan pembanding bagi dua fatwa tersebut.
Fatwa MPS Malaysia dipilih sebagai perbandingan utama dengan
pertimbangan dua hal; pertimbangan praktis yaitu ketersediaan data
yang lengkap dan pertimbangan teoritik yaitu kesamaan dari sisi

19
jumlah penduduk muslim yang besar, negara serumpun, keragaman
budaya dan etnik, dan regional yang sama.
Penelitian ini menggunakan pendekatan fikih dan ushul fikih.
Pendekatan ushul fikih digunakan untuk melihat argumentasi dan
sumber-sumber hukum yang digunakan sebagai pertimbangan
penetapan fatwa. Pendekatan fikih digunakan untuk melihat
produknya berupa akad-akad dan syarat-syarat yang dikembangkan.
Ketetapan fatwa tersebut akan dibandingan dengan pendapat ulama
(fikih) dan fatwa-fatwa lembaga lain lain. Dengan asumsi ulama tidak
bisa lepas dari qawl fikih (pendapat ulama), dapat diduga bahwa
tidak ada pengembangan akad yang sama sekali baru dan berbeda dari
ulama klasik.
Ada tiga hal utama yang akan dijawab dalam penelitian ini;
pertama, respon fatwa terhadap produk transaksi modern; kedua,
dasar hukum fatwa dalam memberikan jawaban atas produk-produk
ekonomi syariah; dan ketiga, faktor yang mempengaruhi fatwa.
Respon fatwa dikaji melalui persetujuan atau penolakan fatwa
terhadap produk dan hal-hal yang diperselisihkan ulama. Peneliti
membatasi pada tiga persoalan pokok yang diperselisihkan di
kalangan ulama, yaitu pengembangan akad, larangan riba, dan
membuat syarat tambahan. Kombinasi akad merupakan salah satu
metode yang digunakan fatwa untuk menjawab kompleksitas produk
yang diusulkan. Namun demikian, kombinasi akad tersebut status
hukumnya diperselisihkan ulama karena setidaknya tiga hadis Nabi
melarangnya. Larangan riba merupakan prinsip dasar dalam ekonomi
Islam, selain kewajiban zakat. Fatwa mencoba membuat inovasi
produk untuk menghindari larangan riba, satu sisi, dan
mempertahankan peran LKS sebagai pemberi pembiayaan
(pinjaman), di sisi yang lain. Syarat tambahan yang diadopsi dalam
fatwa umumnya menyangkut pengaturan hak dan kewajiban para
pihak, pengikatan janji, dan jaminan pembiayaan.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dan
wawancara. Metode dokumentasi dilakukan untuk menelusuri sumber
data yang termuat dalam dokumen, terutama dokumen resmi DSN
dan MPS. Metode wawancara dilakukan terhadap pimpinan DSN-
MUI. Sumber data penelitian terdiri dari sumber primer dan

20
sekunder. Sumber primer penelitian ini adalah fatwa DSN MUI dari
tahun 2000-2011 dan fatwa MPS Malaysia dari tahun 1997-2010.
Ketetapan MFI dan fatwa DFPS Kuwait Finance House termasuk
sumber primer, meskipun posisinya sebagai pembanding tambahan.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur atau
kepustakaan lain yang terkait dengan topik penelitian, terutama
berkaitan dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan otorisasi fatwa
atau kedudukan lembaga fatwa. Data sekunder lainnya adalah fatwa
lembaga fatwa kontemporer dan pendapat ulama klasik dan modern,
serta dokumen lainnya, seperti kumpulan makalah dan keputusan
annual meeting. Fatwa DSN-MUI yang dibaca dalam penelitian ini
adalah fatwa giro, tabungan, deposito, mura>bah}ah, salam, istis}na>‘,
pembiayaan mud}a>rabah, pembiayaan musha>rakah, pembiayaan ija>rah,
waka>lah, kafa>lah, h}awa>lah, prinsip distribusi hasil usaha, diskon
dalam mura>bah}ah, sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran, qard}, pedoman pelaksanaan investasi untuk reksa dana
syariah, pedoman umum asuransi syariah, istis}na>‘ pararel, potongan
pelunasan dalam mura>bah}ah, rahn, rahn emas, al-ija>rah al-muntahi>yah
bi-al-tamli>k, jual beli mata uang (al-s}arf), pembiayaan pengurusan
haji, pengalihan utang, LC impor syariah, LC ekspor syariah, pasar
uang antarbank syariah (PUAS), asuransi haji, pedoman umum
penerapan prinsip syariah dalam pasar modal, syariah charge card,
ganti rugi (ta‘wi>d}), pembiayaan multijasa, potongan tagihan
mura>bah}ah, reconditioning dalam mura>bah}ah, mud}a>rabah
mushtarakah, mud}a>rabah mushtarakah pada asuransi syariah, waka>lah
bi-al-ujrah pada asuransi syariah, akad tabarru‘ pada asuransi syariah,
syariah card, review ujrah, LC dengan kafa>lah bi-al-ujrah, h}awa>lah bi-
al-ujrah, penyelesaian piutang dalam ekspor, penyelesaian utang
dalam impor, anjak piutang syariah, rahn tasji>li>, SBSN, metode
penerbitan SBSN, sale and lease back, SBSN ija>rah sale and lease
back, musha>rakah mutana>qis}ah, penjaminan syariah, SBSN ija>rah
asset to be leased, jual beli emas secara tidak tunai, dan mekanisme
dan instrumen pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah.
Metode analisis yang digunakan adalah perbandingan. Analisis
penelitian dilakukan dengan membandingkan fatwa DSN dengan
fatwa MPS Malaysia dan fatwa lembaga fatwa lainnya, seperti

21
ketetapan majma‘ al-fiqh al-Isla>mi> (MFI) dan fatwa dewan syariah
negara lain yang dapat diakses, dan pendapat ulama (fikih). Tiga hal
pokok yang dibandingkan, menyangkut pengembangan akad, inovasi
fatwa untuk antisipasi riba, dan pengaturan syarat tambahan. Analisis
penelitian tersebut dilakukan untuk mencari hubungan antara konsep-
konsep dengan data penelitian dalam usaha untuk mengembangkan
suatu teori.65

G. Sistematika Penulisan
Disertasi ini terdiri dari tujuh bab. Bab pertama pendahulun
yang berisi latar belakang, identifikasi, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua tentang teori akad dalam wacana fikih klasik. Bab
ini mengulas seputar teori akad dan fleksibilitas pengaturan akad.
Bab ini juga mengulas kontroversi pengembangan akad. Pembahasan
teori akad diperlukan karena akad merupakan aspek utama dalam
produk-produk keuangan di LKS. Bab ini memberi pijakan bagi
pembahasan bab selanjutnya, terutama bab inti.
Bab tiga tentang dinamika lembaga fatwa. Bab ini mengulas
hubungan fatwa, dewan pengawas, dan otoritas keuangan. Bab ini
juga mengkaji peran dan fungsi lembaga fatwa. Bab ini perlu ditulis
karena struktur dan wewenang lembaga fatwa ekonomi syariah di
satu negara dengan lainnya berbeda. Struktur tersebut memberi
pengaruh pada fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga fatwa.
Bab empat, lima, dan enam merupakan bab inti yang
menganalisis fatwa-fatwa ekonomi syariah. Bab empat menyangkut
fatwa pengembangan akad, bab lima fatwa inovasi pendapatan untuk
antisipasi riba, dan bab enam syarat tambahan. Pada tiga bab tersebut
dikaji pula argumentasi yang membangun fatwa tersebut. Bab tujuh
penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

65
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1989), cet.ke-1, 189-207.

22
BAB II
DINAMIKA FATWA EKONOMI MUI

Akad merupakan komponen utama dalam fatwa Dewan Syariah


Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Akad juga menjadi
penentu kesyariahan produk yang ditawarkan lembaga keuangan
syariah (LKS). Fatwa ekonomi syariah dikeluarkan oleh otoritas
fatwa yang kedududannya berbeda antara satu negara dengan negara
lain. Perbedaan kedudukan otoritas fatwa tersebut dapat berpengaruh
terhadap efektifitas fatwa.

A. Konsep Akad dan Pengembangannya


1. Teori Umum Akad
a. Pengertian akad
Kata akad berasal dari bahasa Arab ( ‫ )الند‬yang berarti mengikat,
menetapkan, membangun,66 lawan dari melepaskan (‫)وددي ِال دل‬. Kata
akad berarti juga perikatan ( ‫ )الندد‬atau janji ( ‫)النعد‬. Kata akad sudah
diserap dalam bahasa Indonesia yang berarti janji, perjanjian,
kontrak.67 Akad merupakan kesepakatan kedua belah pihak yang
mewajibkan keduanya melaksanakan apa yang telah disepakati.68
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa akad merupakan kegiatan
dari dua belah pihak untuk maksud tertentu. Wahbah al-Zuh}ayli>
menjelaskan bahwa akad adalah:
ِ‫الددرب ِبددينِو ددرافِالن د ِس د ااِو د ىِ بط د ِحسددي ِومِ ن ي د ِ ددنِج و د ِااح د ِومِ ددن‬
‫ج وثين‬69
Artinya: "Mengikat antara beberapa ujung sesuatu, baik berupa
ikatan secara nyata maupun secara abstrak (maknawi), dari satu pihak

66
Louis Ma‘lu>f, al-Munjid fî>> al-Lughah wa-al-A‘la>m (Beiru>t: Da>r al-
Mashriq, 1986), 518.
67
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 2 (Jakarta: Balai
Pustaka, 1996), 15.
68
ِ‘Alá al-Di>n al-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", diunduh
tanggal 20 Juli 2011 dari situs http://www.alzatari.org/showart_details.php?id=103,
2.
69
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4 (Siria: Da>r al-Fikr,
2006), cet.ke-9, 2917.

23
maupun dua pihak."
S}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, membagi perbuatan hukum atas harta dalam
dua bentuk, pertama disebut dengan akad, yaitu sesuatu kegiatan
yang membutuhkan kesepakatan dua belah pihak atau lebih. Kedua,
suatu kegiatan dapat terjadi cukup dari kehendak sepihak saja.70
Termasuk dalam kelompok pertama adalah jual beli, sewa-menyewa,
salam, dan sebagainya. Termasuk dalam kelompok kedua adalah:
perbuatan tambahan (tas}arrufa>t al-fud{u>li>) dalam hukum keluarga dan
syarat; nazar dan sumpah (al-nudhu>r wa al-ayma>n), yang
berhubungan dengan masalah ibadah; pembatalan (al-isqa>t}a>t) dalam
hukum keluarga (al-ah}wa>l al-shakhs}i>yah), seperti perceraian,
pembebasan budak, dan lainnya; wakaf dan wasiat; dan pembebasan
utang (al-ibra'> ), pembatalan, dan kafa>lah.71
Dalam istilah ulama fikih, sebagaimana disimpulkan al-Zuh}ayli>,
dua klasifikasi itu masuk dalam kelompok akad dalam arti umum.
Akad dalam arti umum mencakup kegiatan muamalah secara umum,
yaitu segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan,
baik yang muncul dari kehendak sepihak, maupun yang
membutuhkan kehendak dua pihak dalam melakukannya.72 Menurut
al-Za‘tari>, akad adalah segala sesuatu yang dikehendaki seseorang
untuk melaksanakannya, baik karena keinginan sendiri atau menuntut
kehendak dua belah pihak. Semua kehendak yang mengikat seseorang
untuk dikerjakan masuk dalam kategori akad.73
Selain berarti umum, akad juga mengandung arti khusus, yaitu
perikatan (tautan) antara ijab dan kabul berdasarkan ketentuan yang
berlaku (ketentuan agama) yang berdampak hukum pada objek
perikatannya (‫)ا ث ِاي ِبدث اِأندىِاجدوِ ندرا ِي ثدتِوادراِهدىِ ندو‬.74 Akad
berarti keterikatan perkataan satu pihak dengan pihak lain sesuai
syariah dengan cara tertentu yang menunjukkan akibat hukum
tertentu pada objek akad(ِ‫ننقِ مِوح ِالن ق ينِب اترِهرأ ِأنىِاجوِيظعرِوارا‬

70
ِS}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah lil-Mu>jiba>t wa-al-‘Uqu>d fi> al-
Shari>‘ah al-Isla>mi>yah (Beiru>t: Da>r al-‘Ilm lil-Malayi>n, 1983), cet.ke-3, 262.
71
ِS}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah lil-Mu>jiba>t, 262.
72
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2917-2918.
73
al-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 2
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2918; Ibn ‘A<bidi>n,
74

Radd al-Mukhta>r ‘alá Dar al-Mukhta>r, j.2 (Mis}r: Al-Muni>rah, tt.), 355.

24
‫)هىِالم ل‬.75
Kata ijab dan kabul lebih spesifik dari dua belah pihak, seperti
yang diungkapkan Mah}mas}a>ni>. Ijab dan kabul menunjukkan
kehendak dua belah pihak, adapun dua belah pihak masih bersifat
umum, belum tentu menunjukkan ijab dan kabul. Namun demikian,
baik ijab dan kabul maupun dua belah pihak termasuk dalam unsur
(rukn) akad. Dua belah pihak atau lebih, dalam istilah Mah}mas}a>ni>,
adalah pihak yang melakukan ijab dan kabul.
Akad yang mengharuskan adanya pertautan dua belah pihak
(membutuhkan ijab dan kabul) tidak bisa terjadi kecuali adanya
kesepakatan antara keduanya. Akad yang masuk dalam kategori ini
adalah jual beli, sewa-menyewa, perwakilan, gadai, mud}a>rabah, dan
sebagainya.
Kehendak sepihak dalam akad tidak cukup hanya dengan niat,
melainkan kehendak itu diwujudkan dengan perbuatan harta seperti
kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, talak, sumpah, dan
ju‘a>lah. Teori dasar dari akad sesungguhnya menghendaki adanya dua
belah pihak yang menyatakan ijab dan kabul. Pernyataan sepihak
dalam kondisi tertentu tetap membutuhkan pihak lain dalam
pelaksanaannya.76 Seseorang yang membebaskan orang lain, tidak
membutuhkan jawaban dari orang lain. Namun jika orang lain
tersebut memberikan jawaban penolakan, maka pembebasan itu
batal.77
Istilah perikatan (verbintenis) dalam hukum perdata
konvensional adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan
harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu
menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang
lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu.78 Istilah perikatan lebih
luas dari perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana
seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian merupakan

75
Kama>l al-Di>n ibn Huma>m, Fath} al-Qadi>r (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmi>yah, 1415 H), 2918.
76
ِal-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 3.
77
ِS}ubhi Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah lil-Mu>jiba>t, 262.
78
ِSubekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1982), cet.ke-
16, 122-123.

25
salah satu sumber dari perikatan.79
Dari pengertian di atas tampak ada persamaan antara definisi
perikatan (akad) dalam Islam dengan perikatan konvensional.
Perbedaannya terletak pada pentingnya ijab dan kabul dalam
penentuan akad dan berlakunya ketentuan syariah dalam akad.80
Akad dalam Islam berbeda dengan janji (al-‘ahd).81 Akad mengikat
dua belah pihak, sementara janji mengikat orang yang berjanji. Dalam
kontrak konvensional tujuan utamanya adalah memenuhi kebutuhan
(kemaslahatan) para pihak, sedangkan dalam Islam tujuan dari akad
untuk memenuhi tujuan syariah.82

b. Rukun dan Syarat


Akad dapat terlaksana apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Unsur-
unsur yang bergantung padanya keberadaan suatu akad itulah yang
disebut dengan rukun. Rukun merupakan esensi dalam setiap akad.83
Adapaun syarat adalah suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun,
tetapi bukan merupakan esensi. Jika syarat tidak terpenuhi, maka
rukun tidak terbentuk, dampaknya akadnya tidak sah, meskipun akad
dapat terbentuk. Jika rukun menentukan terbentuk tidaknya akad,
maka syarat menentukan sah atau tidaknya akad.

79
ِSubekti, Pokok-pokok, 123.
80
ِDalam fikih akad harus dijalankan sesuai ketentuan syariah, sedangkan
dalam hukum kontrak tidak terikat dengan ketentuan syariah. Ada beberapa hal
yang diatur secara khusus oleh syariah, seperti larangan riba dan objek akad harus
benda yang mutaqawwim (bernilai secara syariah). Wahbah al-Zuh}ayli>, j.4, al-Fiqh
al-Isla>mi> wa Adillatuh, 2918.
81
ِJanji adalah keinginan yang dikemukakan oleh seseorang secara sepihak
untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan maupun ucapan, dalam rangka
memberikan keuntungan bagi pihak lain. Janji merupakan keinginan melakukan
sesuatu di waktu lain. Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad fi>
al-Fiqh al-Isla>mi> wa Tat}bi>qa>tuh al-Mu‘a>s}irah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas
King Abdul Aziz, Vol.16, No. 2, (2003): 45-46.
82
ِWahbah al-Zuh}ayli>, j.4, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, 2920.
83
Menurut Hanafiyah, rukun adalah sesuatu yang bergantung padanya
keberadaaan sesuatu dan termasuk bagian (esensi) dari sesuatu itu. Hanafiyah
memasukkan ijab dan kabul sebagai rukun akad. Adapun objek akad dan pelaku
akad sebagai pembentuk (luzu>m) akad. Keduanyalah yang membentuk ijab dan
kabul. Menurut jumhur ulama rukun adalah sesuatu yang bergantung padanya
keberadaan sesuatu meskipun ia tidak termasuk bagian dari esensi sesuatu itu.
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2930.

26
Suatu akad dikatakan sah apabila memenuhi dua hal; terpenuhi
syarat-syaratnya dan terbebas dari penghalangnya. Akad dikatakan
tidak sah (batal) bila tidak memenuhi keduanya.84 Jual beli ijon tidak
sah karena tidak memenuhi syarat kejelasan barang yang dijual atau
batalnya transaksi riba karena adanya larangan (ma>ni‘) riba.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun akad terdiri atas tiga hal;
para pihak yang berakad (‘a>qid), objek akad (ma‘qu>d ‘alayh), dan
s}i>ghah (ijab dan kabul). 85 al-Zuh}ayli> menambahkan rukun akad yang
keempat yaitu tujuan akad (mawd}u>‘ al-‘aqd).86 Kalangan Hanafiyah
berpendapat bahwa rukun akad adalah segala yang menunjukkan
kesepakatan kehendak dua pihak atau sejenisnya, baik berupa
perbuatan, isyarat, ataupun tulisan.87 Tiga rukun lainnya, menurut
Hanafiyah, termasuk lawa>zim al-‘aqd (hal-hal yang mesti ada) atau
muqawwima>t al-‘aqd (pilar-pilar akad).
Pelaku (‘a>qid) adalah para pihak yang menjadi unsur utama
dalam kontrak. Tidak ada akad tanpa keberadaannya. Syariah
mengatur ada pihak yang dapat melakukan akad secara mandiri, ada
yang tidak bisa melakukan akad apapun, ada sebagian orang yang
hanya bisa melakukan akad tertentu, dan hanya ada sebagian orang
yang dapat mewakili orang lain untuk melakukan akad. Ulama
berbeda pendapat dalam menentukan siapa mereka yang memiliki
kewenangan tersebut.
Pelaku akad harus memenuhi syarat kompetensi (ahliyah)88 dan

84
ِS}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah lil-Mu>jiba>t, 266; Ah}mad ibn
Zayn al-‘A<bidi>n ibn Nujaym, al-Ashba>h wa-al-Naz}>air (Mis}r: al-Mat}ba‘ah al-
H}usayni>yah al-Mis}ri>yah, 1322H), 135.
85
Ah}mad al-Dardi>r, Sharh} al-Kabi>r, j.3, 2.
86
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2930.
87
ِIbn Huma>m, Fath} al-Qadi>r, j.5, 74.; Ibn ‘A<bidi>n, Radd al-Mukhta>r, j.4, 5.
88
ِAhliyah adalah kompetensi/kelayakan seseorang untuk menetapkan suatu
hak dan kewajiban atasnya serta kebolehan melakukan transaksi ( tas}arruf).
Kompetensi jenis ini terbagi dalam dua jenis; ahliyah al-wuju>b dan ahliyah al-ada>'.
Ahliyah yang pertama adalah kompetensi seseorang untuk menetapkan hak bagi
dirinya dan melepaskan hak dari dirinya. Ahliyah kedua adalah kompetensi
seseorang untuk melakukan tindakan yang ditentukan oleh agama. Dengan kata lain
kompetensi terakhir ini berkaitan dengan tanggung jawab seseoarang terhadap hak-
hak Allah seperti kegiatan ibadah dan atas perkatan dan perbuatan yang
dilakukannya. Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2960-
2965.

27
kewenangan (wila>yah)89 yang ditentukan syariah. Kompetensi
tersebut bertumpu pada tiga hal, yaitu berakal (‘a>qil), dewasa
(baligh), dan rela (rid}a). Ulama sepakat bagi mereka yang memenuhi
syarat kompetensi tersebut dapat melakukan akad.
Para ulama berbeda pendapat tentang tiga kriteria tersebut.
Tabel berikut menunjukkan pandangan mereka.
Tabel 3
Daftar Pendapat Ulama Seputar Syarat Pelaku Akad
Kriteria Hanafiyah Malikiyah Syafi'iyah Hanabilah
Berakal Harus berakal yang Harus berakal yang Harus cerdas (al- Harus cerdas (al-
berarti mumayyiz (telah berarti mumayyiz (telah rushd) yaitu balig rushd) yaitu balig
mencapai umur tujuh mencapai umur tujuh dan berakal. dan berakal.
tahun). Tidak sah akad tahun). Tidak sah akad Tidak sah transaksi Tidak sah
anak kecil, gila, bodoh anak kecil, gila, bodoh anak kecil, orang transaksi anak
(ighm>a') (ighm>a') gila, orang bodoh, kecil, orang gila,
Orang mabuk sah Orang mabuk tidak sah boros, mah}ju>r ‘alayh, orang bodoh,
bertransaksi akadnya Orang mabuk sah boros, mah}ju>r
transaksinya. ‘alayh. Anak kecil
dengan izin
walinya boleh
untuk hal-hal
kecil. Tidak sah
transaksi orang
gila, mabuk.
Dewasa Tidak menjadi syarat. Termasuk syarat Baligh dan cerdas Syaratnya
Sah transaksi anak-anak berlaku (luzu>m) bukan termasuk syarat sah. mukallaf, baligh,
yang berakal syarat sah. Syarat akad (QS. Al-Nisa ayat 6). dan rushd. Anak-
(mumayyiz), dia luzu>m mukallaf (baligh, Transaksi mumayyiz anak mumayyiz
memiliki kompetensi berakal, dan tidak sah meskipun dan safi>h sah
untuk itu. cerdas/rushd). Kalau dapat izin walinya. dengan izin
mumayyiz tetap sah. Begitu juga dengan walinya. Tidak
Anak-anak belum transaksi anak-anak mumayyiz tidak
mumayyiz tidak sah tidak sah, bahkan dia sah meskipun ada
jual belinya. tidak dapat dimintai izin dari walinya,
pertanggungjawaban kecuali urusan
atas perbuatannya. sepele.
Rela Menjual atau membeli Tidak sah transaksi Tidak sah transaksi Harus karena
terpaksa akadnya karena terpaksa yang karena terpaksa yang kerelaan. Bisa
berlaku tapi rusak. Jika tidak benar (ِ‫كددراِبغيددر‬ tidak hak, sah jika dipaksa karena
para pihak meneruskan ‫)حدددق‬. Kalau terpaksa dipaksa karena alasan benar,
akadnya dengan benar, akadnya sah, alasan benar. (QS. seperti perintah
kemauan sendiri seperti perintah hakim Al-Nisa 29). hakim untuk
(ikhtiya>r), menjadi sah untuk menjual sesuatu membayar
dan berlaku (ghayr demi menjaga agama. hutangnya.
fa>sid).

89
ِWila>yah adalah kekuasaan seseorang menurut agama untuk melakukan
akad dan kegiatan lainnya yang memiliki dampak hukum baginya. Jika ahliyah
berkaitan dengan kepantasan seseorang untuk berhubungan dengan akad, maka
wila>yah berkaitan dengan kepantasan seseorang untuk melaksanakan akad. Lihat
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, 2983-2984.

28
Sumber: hadis dan pendapat ulama.

Perbedaan pendapat ulama di atas disebabkan adanya penafsiran


hadis Nabi yang berbeda seputar beberapa orang yang dibebaskan
dari hukum, yaitu orang tidur hingga terbangun, anak-anak hingga
dewasa, dan orang gila hingga sehat kembali.90 Hadis lainnya
menyebutkan bahwa jual beli harus didasarkan pada prinsip
kerelaan.91 Hadis-hadis tersebut menjadi landasan pandangan ulama
yang berbeda tersebut.
Objek akad (mah}al al-‘aqd/al-ma‘qu>d ‘alayh) dapat berupa harta
(‘ayn ma>liyah), seperti mobil, rumah, tanah, dan sebagainya; barang
bukan harta seperti perempuan pada akad perkawinan; atau berupa
manfaat benda seperti penyewaan rumah, penyewaan transportasi dan
manfaat orang seperti pemberian upah mengerjakan sesuatu.92 Harta
yang akan dijadikan objek akad harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
Pertama, objek akad harus ada saat akad dilangsungkan (al-
sil‘ah mawju>dah).93 Hanafiyah94 dan Syafi'iyah95 tidak membolehkan

90
ِHadis dikabarkan dari Ya‘qu>b ibn Ibra>hi>m, diceritakan dari Abdurrahma>n
ibn Mahdi, diceritakan dari H}amma>d ibn Sulamah dari H}amma>d dari Ibra>hi>m dari
Aswad dari A<ishah, Rasulullah bersabda, "Dibebaskan dari ketentuan hukum tiga
kelompok, yaitu orang tidur hingga terbangun, anak-anak hingga dewasa, dan orang
gila hingga sehat kembali." (HR. Al-Nasa>'i). Abu ‘Abdurrah}ma>n Ah}mad ibn
Shu‘ayb ibn ‘Ali al-Nasa>'i, Sunan al-Nasa>'i, j.6 (Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, 1412 H),
468.
91
ِDiceritakan dari ‘Abba>s ibn Wali>d, diceritakan dari Marwa>n ibn
Muh}ammad, diceritakan dari ‘Abdul‘azi>z ibn Muh}ammad dari Dawu>d ibn S}a>lih}
dari bapaknya berkata, aku mendengar Abu Sa‘i>d al-Khudri> berkata, Rasulullah
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu dilaksanakan berdasarkan kerelaan". (HR. Ibn
Ma>jah). Muh}ammad ibn Yazid ibn Ma>jah, Sunan ibn Ma>jah, j.7 (al-Qa>hirah: Da>r
Ih}ya> al-Sunan al-Nabawi>yah, 1975), 10.
92
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3018-3019.
93
ِDikecualikan dari ketentuan ini, akad salam dan istis}na>‘. Wahbah al-
Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3020.
94
ِIbn Huma>m, Fath} al-Qadi>r, j.5, 192.; Muh}ammad al-Kha>t}ib al-Sharbi>ni>.
Mughni> al-Muh}ta>j ilá Ma‘rifah Ma‘a>ni> al-Minha>j, j.2, (Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.), 30.;
Shams al-Di>n al-Sarkhasi>, al-Mabsu>t}, j.12, (Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, 1986), 194-dst.
95
ِAl-Nawa>wi>, al-Majmu>‘ Sharh} al-Muhadhdhab, j.1, (Beiru>t: Da>r al-Fikr,
tt.), 262.

29
transaksi yang barangnya tidak bisa diserahterimakan saat akad
seperti jual beli ikan dalam sungai dan susu yang masih di perut sapi.
Pendapat ini didasarkan atas beberapa hadis yang melarang jual beli
susu dalam perut sapi, anak hewan yang masih berada di perut
induknya,96 dan barang yang tidak dikuasai manusia.97 Kalangan
Hanabilah membolehkan transaksi yang objeknya diyakini akan ada
di masa yang akan datang. Yang dilarang menurut mereka adalah
objeknya yang gharar, yaitu objeknya tidak bisa diserahterimakan.98
Alasannya tidak ada nash yang secara tegas melarang jual beli yang
barangnya tidak ada saat akad. Nash melarang jual beli yang
mengandung gharar.99 Objek yang belum ada dan tidak bisa
dipastikan keberadaannya di masa akan datang dilarang dijadikan
objek bukan karena barangnya tidak ada, tapi karena unsur
ketidakpastian (gharar).100 Ibnu Rushd berpendapat tidak ada
perbedaan pendapat atas kebolehan memberikan (hibah) barang yang
tidak ada yang dimungkinkan keberadaannya.101
Kedua, objek akad diakui keberadaannya oleh syariah. Objek

96
ِDari Ibn ‘Umar, bahwasanya Rasulullah melarang jual beli anak onta yang
masih berada dalam induknya". (HR. Ah}mad, Muslim, dan Al-Turmudhi>).
Muh}ammad ibn ‘Ali al-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5 (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmi>yah, tt.), 147.
97
ِ"Dari Umar bin S}u‘ayb dari Bapaknya dari Kakeknya, Rasulullah
bersabda, "Tidak sah pinjaman (salaf) dengan jual beli, dua syarat dalam satu
transaksi, keuntungan tanpa tanggungan, dan jual beli barang yang tidak kamu
kuasai". (HR. Ah}mad). Muh}ammad ibn Isma>‘i>l al-S}an‘a>ni>, Subul al-Sala>m Sharh}
Bulu>gh al-Mara>m, j.3 (Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1987), 16.
98
ِIbn Qayyim al-Jawzi>yah, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n ‘an Rab al-‘A<lami>n, j.2, (al-
Qa>hirah: Maktabah Ibn Taymi>yah, tt.), 8-dst.; Ah}mad Ibn Taymi>yah, Naz}ariyah al-
‘Aqd (Mis}r: al-Sunnah al-Muh{ammadi>yah, 1968), 224.; ‘Abdullah ibn Ah}mad ibn
Muh}ammad ibn Quda>mah al-Maqdisi>, al-Mughni>, j.4 (al-Qa>hirah: Da>r al-Mana>r,
tt.), 200, 208.
99
ِHadisnya berbunyi Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Nabi Muhammad
melarang jual beli dengan sistem judi/dadu dan jual beli gharar. (HR. al-Jama>‘ah
kecuali Imam al-Bukha>ri>).
100
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3021.
101
ِMuh}ammad ibn Ah}mad ibn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat al-
Muqtas}id, j.2 (Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, tt.), 324.

30
akad yang bisa ditransaksikan adalah harta (ma>l)102, yang dimiliki
(mamlu>k),103 dan bernilai/mengandung manfaat (mutaqawwim). 104
Jual beli hewan mati, darah, dan hewan sembelihan orang kafir tidak
sah karena barang tersebut tidak termasuk harta menurut syariah.
Menjual barang milik umum atau barang yang tidak dimiliki seperti
burung terbang dan ikan di sungai dilarang karena objek akad tidak
dimiliki (ghayr mamlu>k). Harta yang tidak bisa disimpan dan tidak
bermanfaat menurut syariah juga tidak bisa dijadikan objek akad.
Harta adalah sesuatu yang dapat disimpan meskipun tidak halal
seperti khamr, sedangkan mutaqawwim adalah harta yang boleh
dimanfaatkan dan dapat disimpan.105 Menurut al-Jazi>ri>, harta
dikatakan bernilai apabila memenuhi dua syarat: ada nilai
manfaatnya dan dapat dimanfaatkan menurut ketentuan agama.106
Ketiga, objek akad dapat diserahterimakan. Objek akad
meskipun ada dan dimiliki secara sah namun tidak bisa
diserahterimakan tidak bisa dijadikan objek akad.107 Tidak sah
menjual mobil yang hilang, burung yang sedang terbang, dan ikan di
kolam. Kalangan Malikiyah berpendapat sah akad terhadap objek
yang tidak dapat diserahterimakan saat akad untuk jenis akad

102
ِMenurut al-Jazi>ri>, harta adalah sesuatu yang disukai secara naluriah dan
disimpan untuk digunakan pada waktu diperlukan, seperti emas, perak, dan
binatang ternak Al-Jazi>ri>, al-Fiqh ‘alá al-Madha>hib al-Arba‘ah, j.2 (Beiru>t: Da>r
Ih}ya> al-Tura>th al-‘Arabi>), 149.
103
ِJual beli barang yang bukan miliknya, bukan karena walinya atau
wakilnya dan tidak ada izin untuk menjualnya termasuk jual beli fud}u>li (‫)بياِاليض لى‬.
Menurut Hanafiyah jual beli ini berlaku tapi mawqu>f, tidak bisa berakibat hukum.
Dia berakibat hukum dan sah manakala pemiliknya mengizinkannya. Jual beli
barang orang lain tidak terlaksana (mawqu>f) kecuali ada izin dari pemiliknya. Jual
beli fudhu>li bergantung (mawqu>f) pada izin pemiliknya. Al-Jurja>ni>, al-Ta‘rifa>t, j.9
(Mis}r: Maktabah wa Mat}ba‘ah Mus}t}afá al-Ba>b al-H}alab wa Awladih, 1936),
167,174,270,285.
104
ِAl-Khirs}i, Mukhtas}ar Khali>l, j.5 (al-Qa>hirah: Da>r al-Kita>b al-Isla>mi> li
Ih{ya> wa Nashr al-Tura>th, tt.), 15.
105
ِal-Sharbini>, Mughni> al-Muh}ta>j, j.2, 11.; Al-Ka>sa>ni>, al-Bada>'i‘ fi> Tarti>b al-
Shara>'i‘, j.5, (Mis}r: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1986), 140.
106
ِAl-Jazi>ri>, al-Fiqh, j.2, 149.
107
ِIbn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid, j.2, 156.

31
tabarru‘.108 Dalam akad tabarru‘ seseorang dapat menghibahkan atau
meminjamkan mobil yang sedang dicari karena hilang. Tujuan akad
ini untuk kebaikan dan orang yang dipinjami tidak dikenakan
kewajiban menyerahkan ganti/biaya (‘iwad})} . Akad demikian tidak
akan menimbulkan pertentangan di antara kedua belah pihak.109
Keempat, objek akad diketahui secara jelas karakteristiknya
oleh kedua belah pihak. Pihak yang berakad harus mengetahui jenis
objek, kualitasnya, ukurannya, dan hal-hal yang berkenaan dengan
keadaan barang tersebut.110 Tujuan dari syarat ini agar tidak terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak akibat ketidaktahuan
terhadap objek tersebut.111 Rasulullah melarang jual beli gharar
(ketidakpastian) dan jaha>lah (ketidakjelasan). Sabdanya menegaskan:
ِ‫ِوىِال ثددىِصددننمِوعددىِأددنِبيدداِال ا د ِاأددنِبيدداِالغددر ِر ااا‬, ‫أددنِابددىِرريددر‬
112
‫ال م أاق‬
"Dari Abu Hurairah: Sesungguhnya Nabi Muhammad melarang
jual beli dengan sistem judi/dadu113 dan jual beli gharar." (HR. al-
Jama>‘ah)
Kelima, objeknya suci. Jual beli barang najis atau yang terkena
najis dan tidak bisa disucikan seperti minuman dan minyak tidak sah.

108
ِTabarru‘ adalah akad yang bertujuan kebajikan dan tidak berharap
imbalan. Al-Dardi>r, Al-Sharh} al-S}aghi>r, j.4, (Mis}r: Da>r al-Ma‘a>rif, tt.), 142.;
Wahbah al-Zuh}ayli>, Al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3020.
109
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3026.
110
ِSyafi'iyah dan Hanabilah memasukkan syarat ini untuk transaksi
berkaitan dengan harta dan nonharta (seperti perkawinan) serta transaksi kebajikan
(tabarru‘). Hanafiyah membolehkan objek yang majhu>l untuk transaksi kebajikan
(tabarru‘) karena tidak akan menimbulkan perselisihan. Malikiyah mensyaratkan
objek jelas untuk akad pertukaran harta saja, untuk akad selain harta dan kebajikan
dibolehkan meskipun ada jaha>lah. Al-Sharbini>, Mughni> al-Muh}ta>j, j.2,16.; Abu
Isha>q al-Shi>ra>zi>, al-Muhadhdhab, j.1 (al-Qa>hirah: Must}afá al-Ba>b al-H{alabi>, tt.),
263, 266.; Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.4, 209, 234.; Al-Ka>sa>ni>, al-Bada>'i‘, j.5, 158.;
Ibn Huma>m, Fath} al-Qadi>r, j.5, 113.; al-Dardi>r, Sharh} al-Kabi>r, j.3, 106.; Wahbah
al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3027.
111
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3026.
112
ِal-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5, 147.
113
ِSebagai contoh saya menjual tanah di mana batu ini berhenti setelah saya
lempar. Atau saya jual baju di antara baju-baju ini yang terkena lemparan batu.

32
Tidak sah jual beli khamr, babi, dan bangkai.114 Barang suci yang
terkena najis dan bisa disucikan seperti baju sah diperjualbelikan.
Kalangan Hanafiyah membolehkan akad pada objek yang najis
kecuali yang ditegaskan keharamannya oleh agama seperti khamr,
bangkai, babi, dan darah.115 Bagi mereka setiap yang dapat
dimanfaatkan dan dihalalkan agama, boleh diperjualbelikan karena
segala sesuatu diciptakan Allah untuk kemanfaatan bagi manusia.116
S}i>ghat al-‘aqd adalah pernyataan yang menunjukkan kehendak
kedua belah pihak untuk melaksanakan suatu kontrak tertentu. S}i>ghat
mencakup ijab (pernyataan menyerahkan sesuatu) dan kabul
(menerima pernyataan penyerahan).117 Ijab dalam jual beli, misalnya,
merupakan pernyataan penjual untuk menjual sesuatu dan kabul
adalah pernyataan dari pembeli untuk membeli barang tersebut. Ijab
dan kabul menunjukkan kehendak menjual dari penjual dan kehendak
membeli dari pembeli. Dikatakan kabul untuk menunjukkan kerelaan
pihak pembeli atas tindakan atau pernyataan yang dilakukan pihak
pertama, penjual. Inti dari s}i>ghat adalah bertemunya dua kehendak
dan kerelaan dua pihak.118
Ijab dan kabul dinyatakan sah apabila memenuhi tiga syarat;
pertama, ijab dan kabul harus menunjukkan maksud yang dapat
dipahami kedua belah pihak (wud}u>h al-ma‘na). Kehendak dua belah
pihak harus dapat dimengerti di antara mereka. Akad-akad memiliki

114
ِAbu Bakar al-H}is}ni>, Kifa>yat al-Akhya>r fi> H}illi Gha>yat al-Ikhtis}a>r, j.1.
(S}ida: al-Maktabah al-‘As}ri>yah, tt.), 459.
115
ِAl-Ka>sa>ni>, al-Bada>'i‘, j.5, 142.; Ibn Huma>m, Fath} al-Qadi>r, j.5, 188.
Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang menyatakan: "Dari Ja>bir ibn
‘Abdullah, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi, dan berhala". (HR.
Ah}mad, al-Bukha>ri, dan Muslim). Lihat Abu Abdulla>h Ah}mad ibn H}anbal, Musnad
Ah}mad ibn H}anbal, j.3 (Beiru>t: Da>r Ih}ya>' al-Tura>th al-‘Arabi>, 1414 H), 326.
116
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3029. Pendapat
Hanafiyah ini didasarkan pada firman Allah "Diciptakan untuk kalian segala apa-
apa yang ada di bumi".
117
Mus}t}afá Ah}mad Zarqá, al-Madkhal al-‘A<m fi> al-Fiqh al-Isla>mi> fi> Thawbih
al-Jadi>d, j.1 (Dimashq: Mat}a>bi‘ Alifba al-Adi>b, 1968), cet.ke-9, 1292.
118
Muh}ammad Mus}t}afa Shalabi>, al-Madkhal fi> al-Ta‘ri>f bil-Fiqh al-Isla>mi>
wa Qawa>‘id al-Milki>yah wa-al-‘Uqu>d Fi>h (Beiru>t: Da>r al-Nahd}ah al-
‘Arabi>yah,1981), 440.

33
karakteristik dan dampak hukum yang berbeda sehingga pernyataan
ijab dan kabul harus menyesuaikan dengan akad yang digunakan.
Begitupun dengan adat dan kebiasaan yang berbeda di masyarakat
menuntut ijab kabul harus dimengerti oleh pihak yang berakad.
Kedua, antara ijab dan kabul harus selaras (tawa>fuq al-ija>b wa-al-
qabu>l). Kesesuaian itu mencakup objek, harga, penyerahan, dan hal-
hal yang berhubungan dengan akad. Jika ijab menyatakan bahwa
suatu rumah disewakan dengan harga lima juta selama satu tahun,
maka kabul pun harus menunjukkan penerimaan yang sama yaitu
sewa rumah dengan harga lima juta untuk masa satu tahun. Jika ada
ketikdaksesuaian di antara keduanya, maka akad batal. Milsanya,
pernyataan kabul menyatakan sewa rumah dengan harga lima juta
untuk masa enam bulan. Ada ketikdsesuaian dalam hal masa sewa
antara ijab dan kabul yang berakibat batalnya akad ija>rah. Ketiga,
tersambungnya ijab dan kabul (jazm al-ira>datayn/ittis}a>l).119
Tersambungnya ijab dan kabul terjadi dengan kehadiran dua belah
pihak saat akad (majlis al-‘aqd) sehingga keduanya dapat
melangsungkan ijab dan kabul.120 Ijab dan kabul juga dikatakan
tersambung meski keduanya tidak berada dalam satu tempat selama
mereka dapat mendengar dan memahami ijab dan kabul sehingga
dapat memberikan pernyataan masing-masing, baik ijab atau kabul.
Majlis akad bermakna fisik (hadir dalam satu majelis) dan bermakna
non-fisik (keduanya tidak dalam satu majelis, tapi dalam satu
kegiatan akad).121

119
ِal-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 3.
120
Untuk meyakinkan bahwa ijab dan kabul telah bersambung harus
dipenuhi syarat-syarat; 1. harus di tempat yang sama. Akan tetapi boleh di tempat
yang belainan, asalkan keduanya saling mengetahui, misalnya lewat telepon,
teleconfrence, dsb.; 2. tidak boleh ada penolakan dari salah satu pihak; 3. ijab tidak
boleh ditarik kembali atau dibatalkan sebelum ada jawaban kabul. Lihat
Muh}ammad Abu Zahrah, al-Milki>yah wa Naz}ari>yah al-‘aqd fi> al-Shari>‘ah al-
Isla>mi>yah (al-Qa>hirah: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1996), 177-178. Lihat juga Rachmat
Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2004), cet. ke-2, 52.
121
Ada tiga akad yang tidak memerlukan persyaratan tempat, yaitu; 1.
wasiat; 2. penitipan keturunan keluarga dengan cara berwasiat kepada orang lain
untuk memelihara keturunannya setelah ia meninggal; 3. perwakilan, seperti
mewakilkan kepada orang yang tidak ada di tempat yang mewakilkan. Lihat

34
S}i>ghat akad dapat berupa pernyataan lisan, tulisan, isyarat, atau
perbuatan. S}i>ghat yang disebut terakhir dilakukan dengan perbuatan
yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak. S}i>ghat tersebut
dikenal dengan istilah al-mu‘a>t}ah. Konsepnya adalah dengan saling
menyerahkan dan menerima sesuatu. Secara istilah, al-mu‘a>t}ah
berarti menyerahkan harga (bayaran) dan mengambil barang objek
akad atas dasar kesepakatan antara penjual dan pembeli tanpa
pernyataan lisan. Kesepakatan itu ditandai dengan saling
menyerahkan harga dan barang dari kedua belah pihak.
Ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan bentuk ijab dan
kabul perbuatan. Sebagian tidak membolehkan secara mutlak dan ada
pula yang membolehkan dengan sejumlah ketentuan. Meski
demikian, mereka sepakat bahwa al-mu‘a>t}ah tidak dapat dilakukan
untuk akad nikah.122 Kalangan Hanafiyah dan Hanabilah
membolehkan bentuk ijab dan kabul tersebut untuk semua jenis akad,
baik yang bernilai kecil ataupun besar. Argumentasinya, praktik
tersebut sudah menjadi kebiasaan yang diketahui oleh masyarakat
luas sehingga pernyataan ijab dan kabul dengan perbuatan diketahui
oleh pihak yang berakad. 123 Kegiatan jual beli, sewa-menyewa,
wakaf, naik kendaraan, hadiah, dan sebagainya sudah dipraktikkan
oleh masyarakat. Begitu juga dengan orang membeli barang di mal,
menggunakan jasa angkutan, mewakafkan masjid, memberi hadiah,
dan menggunakan jasa orang, dilakukan suka sama suka dalam
bentuk tindakan tidak dengan perkataan. Kegiatan semacam ini telah
dilakukan sejak dahulu hingga sekarang.124 Pendapat lain
diungkapkan kelompok Malikiyah yang membolehkan s}i>ghat al-
mu‘a>t}ah bahkan dengan perbuatan yang mungkin belum diketahui
luas oleh masyarakat selama perbuatan itu menunjukkan kerelaan di
antara para pelaku akad.125 Bahkan sebagian ulama berpendapat,

Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, 53; Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa


Adillatuh, j.4, 2945.
122
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2940.
123
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2938.
124
ِSa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>malat al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah
fi D}aw al-Isla>m (Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, 2002), cet.ke-1, 123.
125
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2939.

35
transaksi dan akad sah dengan menggunakan bahasa yang
menunjukkan maksudnya, baik dengan perkataan atau perbuatan.
Istilah yang digunakan bisa jadi berbeda antara satu daerah dengan
daerah lain, apalagi bahasa dan tradisi yang digunakan berbeda pula.
Transaksi dan akad dengan ragam bahasa dan tindakan itu sah selama
menggambarkan maksud dari akad itu sendiri.126 Kelompok
Syafi'iyah, Syi'ah, dan Zhahiriyah berpendapat tidak sah ijab dan
kabul dengan perbuatan. Alasannya perbuatan tersebut tidak bisa
dijadikan dasar kerelaan akad. Bisa jadi suatu perbuatan ijab dan
kabul tidak menggambarkan kerelaan dari pelakunya.127 Syafi'iyah
berpendapat kalimat yang digunakan dalam s}i>ghat harus yang
menggambarkan maksud dan keinginan dari pihak yang bertransaksi,
tidak cukup dengan perbuatan yang mengandung banyak
kemungkinan maksud. Akad termasuk dalam kegiatan perkataan,
sebagaimana dzikir dan doa dalam ibadah.128 Namun Al-Nawa>wi>, al-
Baghawi>, Mutawalli>, dan Ibn Surayh dari kalangan Syafi'iyah
membolehkan bentuk ijab dan kabul tersebut dengan alasan tidak ada
syarat ijab dan kabul dengan perkataan dan larangan tersebut dapat
menyulitkan kegiatan muamalah sementara agama sendiri
memberikan kemudahan dan toleransi.129
Bentuk s}i>ghat semacam ini telah dipraktikkan di lembaga
keuangan syariah modern. Kebutuhan terhadap bentuk s}i>ghat ini
sangat nyata untuk memudahkan transaksi. Ada beberapa alasan yang
mendukung keabsahan bentuk ijab dan kabul tersebut, yaitu; pertama,
prinsip syariah menghilangkan kesulitan. Persyaratan s}i>ghat akad
melalui pernyataan lisan dengan perkataan tertentu akan menyulitkan
kegiatan transaksi yang beraneka ragam dan berbeda-beda tradisi. Hal

126
ِAh}mad Ibn Taymi>yah, Majmu>‘ al-Fata>wá, j.29 (Riya>d}: al-Ria>sah al-
A<mmah Lishuu>n al-H}aramayn, tt.), 5, 6, 7.
127
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2939.
128
ِSa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 122.
129
Tidak ada satu petunjuk pun dalam Al-Qur'an dan hadis yang
mengharuskan penggunaan bentuk atau kata-kata tertentu dalam pembuatan akad.
Oleh karena itu, mengenai formulasi akad dapat digunakan dengan cara apa pun
sepanjang menurut kebiasaan (‘urf) dipandang telah menunjukkan pelaksanaan ijab-
kabul. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 2939-2940.

36
ini tidak sesuai dengan semangat syariah yang menghapus kesulitan.
Kedua, Al-Qur'an yang berbicara tentang akad tidak menjelaskan
ketentuan pernyataan lisan (s}i>ghat lafz}iyah). Al-Qur'an menegaskan
prinsip s}i>ghat yaitu kerelaan, kepemilikan sah atas objek transaksi,
dan larangan riba. Ketiga, Nabi dan sahabat melakukan transaksi
dengan menggunakan pernyataan dan tindakan yang menjadi tradisi
masyarakat Arab. Mereka tidak menyebutkan penggunaan kata-kata
tertentu dalam transaksi.130
Inti dari s}i>ghat adalah kesepakatan kehendak dan kerelaan
kedua belah pihak. Perkataan dan perbuatan merupakan sarana yang
menggambarkan kesepakatan dan kerelaan. Kerelaan sebagai prinsip
dalam transaksi sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an131 tidak
dijelaskan secara jelas bentuk dan sarananya. Karena itu, pernyataan
dan tindakan rela diserahkan pada pendapat umum masyarakat (‘urf)
dan tradisi yang berkembang (‘a>dah).132
Mawd{u>‘ al-‘aqd adalah tujuan akad atau akibat hukumnya. Inti
dari akad adalah tercapainya tujuan akad. Orang melakukan akad
karena berkeinginan memperoleh tujuannya. Dalam jual beli,
misalnya, tujuan akadnya adalah penyerahan barang dengan
pembayaran, dalam sewa-menyewa tujuannya adalah dimilikinya
manfaat suatu benda/jasa dengan bayaran, dan dalam hibah tujuan
akadnya adalah beralihnya kepemilikan tanpa imbalan.133
Tujuan atau akibat hukum akad telah ditentukan oleh agama.
Menurut Zarqá, ada tiga model akibat hukum yang hampir ada di
setiap akad, yaitu nafaz}, ilza>m, dan luzu>m.134 Nafaz} berarti

130
ِSa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 123.
131
Firman Allah dalam surat al-Nisa>' (4) ayat 29 menyatakan: "Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu."
132
ِAh}mad ibn Taymi>yah, al-Qawa>‘id al-Nu>ra>ni>yah al-Fiqhi>yah (al-Qa>hirah:
Mat}a>bi‘ al-Muh}ammadi>yah, 1370 H), 77-79.
133
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3030.
134
Mus}t}afá Ah}mad Zarqá, al-Madkhal al-‘A<m, 417-420. Lihat pula Wahbah
al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3084-3085.

37
berlakunya akibat hukum khusus akad setelah akad selesai
dilakukan.135 Akad yang tidak memenuhi syarat tidak berdampak
hukum (mawqu>f). Dalam jual beli, nafaz} berupa perpindahan
kepemilikan dan pembayaran. Kewajiban para pihak (penjual dan
pembeli) untuk menyerahkan objek akad dan pembayaran itulah yang
dimaksud akibat hukum ilza>m. Kedua pihak berkewajiban melakukan
ketentuan dalam akad sesuai kewajiban masing-masing.136 Adapun
akibat hukum dalam bentuk luzu>m (mengikat) berupa larangan kedua
belah pihak membatalkan akad kecuali atas kerelaan mereka.137

c. Fleksibilitas Pengaturan Akad


Ketentuan syariah yang berkaitan dengan akad terbatas.
Ketentuan syariah berkaitan dengan muamalah secara umum berlaku
pula untuk akad. Begitu juga dengan prinsip umum dalam muamalah
berlaku pula dalam akad. Ketentuan syariah yang secara khusus
mengatur akad menyangkut unsur-unsurnya dan hal-hal yang
membatalkannya.
Ketentuan yang dijelaskan secara konkrit dalam nash
menyangkut prinsip kerelaan (rid{a>). Menurut Za‘tari>, prinsip akad
yang ditegaskan nash hanya rid}a> dan ikhtiya>r (kehendak).138 Prinsip
ini didasarkan nash Al-Qur'an,139 hadis,140 dan kaidah umum akad.141

135
ِDalam jual beli misalnya, akibat hukum dalam bentuk nafaz} adalah
berpindahnya kepemilikan barang yang dijual (kepada pembeli) dan pembayaran
harganya (kepada penjual).
136
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3085 dan Mus}t}afá>
Ah}mad Zarqá, al-Madkhal al-‘A<m, 435.
137
Akad yang sudah luzu>m tidak mengandung hak khiya>r (hak pilih untuk
meneruskan atau membatalkan akad). Menurut Hanafiyah dan Malikiyah, akibat
hukum luzu>m timbul begitu akad selesai dilakukan, sedangkan menurut Syafi’iyah
dan Hanabilah, luzu>m muncul setelah majlis akad selesai. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-
Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3085.
138
al-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 9.
139
PadaِQS. Al-Nisa>' [4] ayat 4 disebutkan prinsip kerelaan berkaitan dengan
mahar dalam perkawinan. "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang
kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan."
140
ِMisalnya hadis Nabi "Sesungguhnya jual beli itu didasarkan pada asas
kerelaan". (HR. Ibn Ma>jah)

38
Setiap akad harus dibangun di atas prinsip kerelaan. Karena itu,
segala yang menghalangi kerelaan, seperti adanya paksaan (ikra>h),142
penipuan (tadli>s, ghalat}, dan ghaban), ketidakpastian (gharar), dan
penawaran palsu (najsh) harus ditolak. Ghalat} terjadi karena
ketidaktahuan, misalnya seseorang yang menghendaki membeli emas,
karena ketidaktahuannya ternyata yang ia beli adalah kuningan.
Ghaban terjadi karena informasi tidak utuh, seperti seseorang yang
membeli laptop dengan harga sangat tinggi tidak seimbang dengan
harga pasaran.143 Penipuan (tadli>s) dapat terjadi dalam empat hal,
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.144 Penipuan
tersebut dapat dilakukan dengan perbuatan, seperti mencampur
antara barang kualitas bagus dengan rendah, dengan perkataan
misalnya dengan memberikan informasi palsu, dan dengan
menyembunyikan hakikat objek akad.145 Adapun gharar dan najsh
terjadi karena ketidakpastian dan penipuan dalam penawaran. Dalam
najsh ada pihak yang menawar dengan tujuan menaikkan harga,
padahal ia tidak punya tujuan membeli sehingga dapat memengaruhi
orang lain untuk membeli dengan harga tinggi. Seolah-olah banyak
permintaan atas barang tersebut.146
Kerelaan dapat diwujudkan dalam bentuk kalimat, pernyataan,

141
ِDi antara prinsipnya adalah "prinsip akad adalah kerelaan" (ِ‫ث دىِالندد مِأندى‬
‫)اليرارى‬.
142
ِUlama sepakat akad yang dibangun atas dasar paksaan batal demi hukum
dan tidak memiliki akibat hukum. Hanafiyah mengecualikan pada akad perkawinan
yang tidak bisa dibatalkan, meskipun ada paksaan, akad tersebut tetap sah. Wahbah
al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, .j.4, 3066.
143
ِGhaban adalah tidak seimbangnya antara satu di antara dua yang
diserahkan (harga dan objek akadnya). Tidak seimbangnya itu bisa karena terlalu
rendah atau terlalu tinggi dibandingkan dengan harga pasaran. Ghaban dapat terjadi
dalam skala rendah dan tinggi. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh,
.j.4, 3072.
144
ِAdiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 31.
145
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3069-3071.
146
ِAdiwarman A. Karim, Bank Islam, 35.; Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-
Isla>mi> wa Adillatuh, .j.4, 3074.

39
dan tindakan. Bentuk-bentuk tersebut merupakan sarana untuk
memenuhi syarat akad, adanya kerelaan, meskipun sarana itu bukan
substansi dari kerelaan, dan kerelaan merupakan sikap hati
seseorang.147 Ketentuan kerelaan itu diserahkan kepada tradisi
masyarakat. Bentuk dan tata cara yang menggambarkan kerelaan bisa
jadi berbeda di satu tempat dengan tempat yang lain. Bentuk
pengungkapan kerelaan dalam tradisi berstatus hukum mengikat dan
diakui agama.148
Hal lain yang ditegaskan dalam nash berkenaan dengan akad
berupa larangan-larangan akad. Yang termasuk dalam larangan akad
adalah riba,149 maysir (perjudian), gharar (ketidakpastian),150 jaha>lah

147
Sa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 128.
148
ِPengakuan tradisi dapat menduduki posisi ketentuan agama ditemukan
dalam banyak kaidah fikih. Setidaknya ada lima kaidah fikih yang berkaitan dengan
hal tersebut sebagaimana dilansir al-Kibbi> dari Ah}mad Zarqá. Di antara kaidah
yang menyatakan "Kedudukan sesuatu yang sudah dikenal sebagai ‘urf sama
dengan kedudukan sesuatu yang dijadikan syarat", dan "Tradisi berlaku sebagai
hukum." Lihat: Sa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 219.
149
ِRiba berarti bertambah (ziya>dah), berkembang (numuw), dan berlebihan
atau menggelembung. Menurut al-Jazi>ri>, riba ialah penambahan-penambahan yang
disyaratkan oleh orang yang memilki harta kepada orang yang meminjam hartanya
karena pengundurun janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan. Jumhur ulama membagi riba menjadi dua, riba fad}l dan riba nasi>'ah.
Kalangan Syafi'iyah mengklasifikasi riba dalam tiga bentuk, riba fad}l, nasi>'ah, dan
yad. Riba fad}l adalah jual beli barang sejenis yang disertai tambahan dari salah
satunya. Riba yad ialah jual beli dengan mengahirkan penyerahan yakni setelah
berpisahnya dua orang yang berakad sebelum timbang terima seperti jual beli
antara gandum dengan syair tanpa harus menyerahkan dan menerima di tempat
akad. Riba nasi>'ah ialah jual beli yang pembayarannya diakhirkan tetapi
ditambahkan harganya. Menurut Ibn Qayyim, riba dibagi menjadi dua, riba jali dan
riba khafi>. Riba jali sama dengan riba nasi>'ah dan riba khafi> merupakan jalan yang
menyampaikannya kepada riba jali. Riba nasi>ah disebut juga dengan riba utang,
karena masyarakat Jahiliyah meminjamkan harta kepada orang lain dengan
meminta tambahan dari pokok pinjaman dan jika tidak mampu membayar maka
diminta tambahan lagi. Riba yad dan fad}l disebut juga dengan riba jual beli (buyu>‘).
Riba yang pokok adalah riba utang, adapun riba jual beli diharamkan dengan
prinsip sad al-dhari>‘ah (preventif) agar tidak terjerumus pada riba utang yang
diharamkan. Ibn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid, j.2, 129. Ibn Qayyim al-Jawzi>yah,
I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n, j.2, 130. Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, 264. Ashraf
Muh}ammad Dawa>bah, Fawa>'id al-Bunu>k, Mubarrara>t wa Tasa>'ula>t (al-Qa>hirah: Da>r
al-Sala>m, 2008), 22.

40
(ketidaktahuan),151 objeknya haram,152 larangan waktu untuk
transaksi, mendorong pada dosa, permusuhan (al-‘ada>wah), dan
kebencian (al-baghd{a'> ), membahayakan pihak lain,153 terdapat syarat
yang dilarang, tidak terpenuhinya syarat akad, dan memakan harta
dengan jalan tidak benar (ba>t}il).154 ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b menegaskan
bahwa seorang produsen muslim tidak boleh menganggap cukup
hanya karena produksinya halal, tapi dia harus mencermati bahwa
sarana dan cara produksinya juga mubah; sebagaimana dia juga harus
menjauhi aktivitas produksi yang berdampak buruk terhadap
masyarakat, meskipun pada dasarnya mubah.155
Larangan akad di atas jumlahnya sedikit dibanding yang

150
ِGharar berarti bahaya (al-khat}ar). Dikatakan gharar karena lahiriahnya
jual beli (akad), sementara tujuannya (bat}in) tidak jelas. Menurut istilah, gharar
adalah sesuatu kegiatan yang hasilnya tidak diketahui, apakah ada atau tidak.
Gharar adalah setiap transaksi yang objeknya tidak jelas (majhu>l), tidak pasti
(ma‘ju>z), dan tidak dapat diukur (ghayr maqdu>r). Keharaman gharar didasarkan
pada hadis Nabi "Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dengan dadu
dan yang mengandung gharar." (HR. Muslim). Jenis dan bentuk transaksi gharar ini
sangat banyak, seperti jual beli budak yang melarikan diri ( al-a>biq), objeknya tidak
ada (ma‘du>m), objektnya belum jelas (majhu>l), objeknya tidak dapat
diserahterimakan, kepemilikan atas barang tidak sempurna, ikan dalam air yang
sulit ditangkap, susu yang belum diperah, janin dalam kandungan dan burung yang
terbang, menjual satu kambing di antara banyak kambing, dan menjual baju
ditumpukan banyak baju. Lihat: Muh}ammad Muji>d al-Di>n ibn Ya‘qu>b al-Fayru>z
A<ba>di>, al-Qa>mu>s al-Muh}i>t}, (Beiru>t: Muassasah al-Risa>lah, 1407H), 577.; Al-
Jurja>ni>, Al-Ta‘rifa>t, j.9, 161.
151
Jaha>lah berarti tidak jelas, lawan dari ‘ilm yang berarti jelas
(mengetahui). Jaha>lah termasuk bentuk gharar. Jaha>lah dilarang karena
menimbulkan ketidakpastian (gharar). Ibn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid, j.2, 155.
152
Objek yang dilarang agama tidak bisa ditransaksikan, seperti babi,
minuman memabukkan, anjing, patung berhal ( as}na>m), dan barang-barang najis.
Sa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 185-186.
153
ِDi antaranya prinsip syariah berkenaan dengan pengembangan harta (dan
produksi) adalah larangan investasi dan produksi yang membahayakan. Setiap
produksi dan investasi yang berakibat buruk bagi manusia, baik untuk agama, jiwa,
keturunan, akal, akhlak, dan segi lainnya sangat diharamkan. Yu>suf al-Qarad}a>wi>,
Maqa>s}id al-Shari>‘ah al-Muta‘alliqah bil-Ma>l, (al-Qa>hirah: Da>r al-Shuru>q, 2010),
37.
154
ِSa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 153.
155
ِJaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab, terj.
(Jakarta: Khalifa, 2006), 74.

41
diperbolehkan. Untuk menghindari riba, misalnya, banyak model
akad yang dapat dipilih untuk memperoleh keuntungan. Begitu juga
dengan larangan maysir, gharar, dan jaha>lah yang lebih sedikit dari
akad yang jelas dan dapat diketahui hasilnya. Bahkan dalam hal
transaksi yang mengandung gharar kecil, syariah masih
mentoleransinya.156 Waktu akad yang dilarang pun terbatas pada
waktu shalat jumat. Pada waktu itu, kaum laki-laki diwajibkan
melaksanakan ibadah jumat dan diharuskan meninggalkan urusan
perniagaan.157 Selain shalat jumat, masih ada waktu banyak yang
diperbolehkan melakukan akad.158 Akad yang melahirkan permusuhan
dan membahayakan pihak lain dilarang karena akad itu dapat
menimbulkan keburukan (mad}arat), meskipun bisa jadi akadnya
sah.159 Ketentuan ini memperlihatkan bahwa pengaturan akad tidak

156
ِPraktik gharar yang diperbolehkan meliputi; pertama yang mengandung
sedikit gharar, kedua, gharar yang diketahui kuantitasnya seperti jumlah waktu
yang tidak pasti, tapi akumulasinya jelas, seperti menyewakan rumah atau
kendaraan dalam sebulan, yang mungkin 29 hari, 30 hari, atau 31 hari, ketiga gharar
pada sarana publik. Seperi menggunakan toilet umum dengan membayar sama,
padahal air yang digunakan berbeda, begitu juga dengan waktu yang digunakan
selama menggunakan toilet itu berbeda antara satu dengan lainnya. Praktik gharar
ini diperbolehkan apabila memenuhi syarat bahwa transaksi itu tidak bisa terlepas
dari gharar dan kadar ghararnya kecil.156 Sa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 182.
157
ِLarangan ini didasarkan atas firman Allah dalam surat al-Jumu‘ah [62]
ayat 9 yang menegaskan:ِ"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui." Larangan tersebut berlaku juga untuk kegiatan akad selain jual beli.
Semua kegiatan akad pada waktu shalat jumat dilarang karena dapat melalaikan
untuk menunaikan kewajiban menjalankan shalat jumat. Abu ‘Abdullah
Muh}ammad ibn Ah}mad al-Ans}a>ri> al-Qurt}u>bi>, al-Ja>mi‘ li-Ah}ka>m al-Qur'a>n, j.18 (al-
Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2002), 80.
158
ِSebagian ulama memperluas larangan tersebut pada setiap shalat wajib.
Setiap kegiatan yang dapat melalaikan untuk menunaikan shalat wajib sehingga
waktu shalat wajib tersebut dapat habis, dilarang. Larangan ini diqiyaskan dengan
larangan pada waktu shalat jumat. Sa‘d al-Di>n Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t
al-Ma>li>yah, 187.
159
Dalam surat Al-Ma>idah [5] ayat 2 ditegaskan "Dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran." Dalam hadis dijelaskan larangan menjual

42
saja pada prosesnya, tetapi juga pada dampak yang ditimbulkan
darinya.160 Termasuk hal yang dilarang karena alasan berdampak
buruk adalah larangan berakad di atas objek yang sedang dalam
proses akad pihak lain.161 Dalam batas tertentu, syariah membolehkan
seseorang melanggar ketentuan ketika dalam kondisi darurat. Dalam
kondisi darurat diperbolehkan memakan barang haram untuk
menyelamatkan jiwa seseorang dari bahaya kematian.162

2. Kontroversi Pengembangan Akad


Dalam merespon kebutuhan transaksi modern, para ahli fikih
dan lembaga fatwa melakukan pengembangan akad dan menetapkan
syarat-syarat tambahan. Akad-akad yang telah diperkenalkan oleh

senjata saat ada perpecahan (ba>b bay‘ al-sil‘a>h fi> al-fitnah). Abu ‘Abdullah
Muh}ammad ibn Isma‘i>l al-Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.8, (Riya>d}: Da>r al-Sala>m,
1999), 13.
160
Menjual barang yang dapat menghantarkan pada perbuatan dosa dan
tindakan permusuhan dihukumi transaksinya tidak sah. Sebagai contoh menjual vcd
porno, menjual senjata di daerah konflik, menjual bahan minuman keras, menjual
bahan dan sarana pembuatan barang haram, dan sebagainya.ِSa‘d al-Di>n
Muh}ammad al-Kibbi>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 188.
161
ِHal ini dilarang dalam sebuah hadis Nabi "Rasulullah bersabda dilarang di
antara kalian menjual objek yang sedang dijual kepada orang".ِMeskipun ulama
berbeda pendapat tentang keabsahan akad tersebut, namun ulama sepakat dampak
buruk harus dihindari. Menurut Hanafiyah dan Syafi'iyah transaksi demikian
berlaku namun berdosa pelakunya. Sebagian Malikiyah dan Hanabilah berpendapat
sah dan yang sebagian lainnya berpendapat batal. Menurut Zhahiriyah akadnya
tidak sah. Lihat Abu al-H}usayn Muslim ibn al-H}ujja>j al-Qushayri>, S}ah}i>h} Muslim,
j.10 (al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 1993), 158.; al-Bukha>ri, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, 2139.;
Ah}mad ibn ‘Ali Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri Sharh} S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.4.
(al-Qa>hirah: Da>r al-Rayya>n li al-Tura>th, 1986), 354.
162
Menurut al-Nawa>wi>, umat sepakat transaksi yang dilakukan dengan cara
tidak benar (ba>t}il) haram, baik dalam hal makanan, jual beli, hibah, dan hal yang
diatur pada QS. Al-Nisa>' [4] 29 (bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah). Namun dalam kondisi darurat,
seseorang dapat melakukan hal yang dilarang tersebut seperti yang dijelaskan pada
lanjutan QS. Al-Nisa>' ayat 29 tersebut: "Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya." Kebolehan memakan barang
haram ini karena untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari kerusakan. Lihat:
Al-Nawa>wi>, al-Majmu>‘, j.9, 169.; Ah}mad Ibn Taymiyah, Majmu>‘ al-Fata>wá, j.20,
340-341; Al-Qurt}u>bi>, al-Ja>mi‘ li-Ah}ka>m al-Qur'a>n, j.2, 151-153.

43
ahli fikih klasik tidak lagi mampu menjawab transaksi modern.
Pengembangan akad dimaksud dapat dilakukan dengan berbagai
bentuk. Di antara bentuk pengembangan akad adalah inovasi akad
(membuat akad baru) dan modifikasi akad. Inovasi akad berarti
menciptakan akad yang sebelumnya belum ada. Modifikasi akad
berarti membuat bentuk baru akad dengan memodifikasi akad-akad
yang sudah ada. Sebagian bentuk modifikasi akad, seperti akad
berganda, telah juga dibahas oleh ulama klasik. Bahkan semasa Nabi
Muhammad pun sudah muncul praktik akad berganda tersebut,
sebagaimana dilansir dari hadis Nabi tentang dilarangnya
penggabungan beberapa akad dalam satu transaksi.163
Syarat-syarat tambahan yang diadopsi fatwa umumnya
berkaitan dengan jaminan, ganti rugi, denda, pembatasan (shart} al-
taqyi>d), syarat bergantung (shart} al-ta‘li>q), dan khiya>r al-shart}.
Syarat-syarat tersebut umumnya ditetapkan untuk melindungi pihak
yang berakad, terutama pihak yang memiliki hak atas pihak yang
memiliki tanggungan. Sebagian syarat tersebut sesuai dengan
ketentuan agama dan sebagian lainnya termasuk syarat yang tidak
dibenarkan. Di antara syarat yang tidak dibenarkan adalah syarat
yang tidak sesuai dengan tujuan akad, seperti larangan bagi pembeli
memanfaatkan barang beliannya padahal tujuan jual beli adalah
beralihnya kepemilikan objek akad.164
Modifikasi akad dan syarat-syarat tersebut telah dipraktikkan
oleh lembaga keuangan syariah dan disahkan oleh otoritas keuangan.
Kartu kredit (bit}a>qat al-i'tima>n) telah disahkan di antaranya oleh

163
ِDi antara hadis yang melarang penggabungan akad adalah: "Dari Abu
Hurayrah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman". (HR. Ah}mad). Hadis lain
"Dari Abu Hurayrah, berkata: "Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual
beli". (HR. Ma>lik). "Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Barangsiapa
melakukan dua jual beli dalam satu jual beli, maka baginya kekurangannya atau
kelebihannya (riba)". (HR. Abu Da>wu>d). Dari Ibnu Mas‘u>d berkata: "Rasulullah
melarang dua transaksi dalam satu transaksi". (HR. Ah}mad). Lihat: Ah}mad ibn
H}anbal, Musnad Ah}mad, j.2, 178.; Ima>m Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a', j.2 (Beiru>t:
Da>r al-Fikr, 1409 H), cet. ke-1, 663.; Abu Da>wu>d Sulayman ibn al-Ash‘at} al-
Sajastani>, Sunan Abi Da>wu>d, j.10, (Beiru>t: al-Maktabah al-‘As}ri>yah), 283.; al-
Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5, 152.
164
ِS}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah lil-Mu>jiba>t, 460-461.

44
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> Internasional,165 fatwa Negara Yordan,166
DSN-MUI, MPS Malaysia, dan DFPS KFH.167 Kartu kredit juga telah
dipraktikkan di banyak perbankan syariah. Akad al-ija>rah al-
muntahi>yah bi-al-tamli>k, musha>rakah mutana>qis}ah, dan salam pararel
adalah contoh lain bentuk modifikasi akad yang telah disahkan
lembaga fatwa dan digunakan oleh LKS.
Modifikasi akad tersebut sebagiannya termasuk bentuk multi
akad (murakkab)168 sebagaimana telah dikaji dalam disertasi
Hasanudin.169 Modifikasi akad lainnya, menurut al-‘Imra>ni>, dapat
berupa al-mujtami‘ah (terhimpun),170 al-mutaqa>bilah (akad
bersyarat), al-mutana>qid}ah (akad berlawanan), al-mukhtalifah (akad
berbeda), al-mutaja>nisah (akad sejenis), al-ta‘addud (akad berbilang),
al-tikra>r (pengulangan), al-tada>khul (saling masuk), al-mukhtalit}a>h
(bercampur).171

165
ِKetetapan Nomor 108, dikeluarkan pada tanggal 23-28 September 2000.
Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-2.htm, tanggal 3 Juli 2011.
166
ِFatwa Nomor 935, disahkan pada tanggal 14 Oktober 2010. Diunduh dari
http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember 2010.
167
ِFatwa Nomor 54, dikeluarkan pada tanggal 11 Oktober 2006.
168
Akad murakkab adalah akad yang mengandung beberapa akad yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. ‘Abd al-H}a>mid Mah}mu>d al-Ba‘li>>, D}awa>bit} al-‘Uqu>d
Dira>sah Muqa>ranah fi al-fiqh al-Isla>mi>, (al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah, tt.), cet.ke-
1, 314.
169
ِDisertasi S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 dengan judul
"Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia".
170
ِAl-‘Imra>ni> membedakan istilah murakkab dan mujtami‘ah, sedangkan
Nazi>h H}amma>d mempersamakan keduanya. Hasanudin menjelaskan, dalam
murakkab beberapa akad yang membangunnya melebur menjadi satu akad
(transaksi). Sedangkan dalam mujtami‘ah, belum tentu terjadi peleburan akad.
"Konsep dan Standar Multi Akad", 55-56.
171
Akad al-mujtami‘ah adalah terhimpunnya dua akad atau lebih dalam satu
akad. Akad mutaqa>bilah akad pertama bergantung pada akad kedua ( ishtira>t} ‘Aqd
bi ‘Aqd). Akad mutana>qid}ah (al-mutad}a>dah dan al-mutana>fiyah) adalah akad yang
saling bertentangan di antara akad yang membangunnya. Terkumpulnya dua akad
atau lebih baik melebur menjadi akad tertentu atau tetap berdiri sendiri masuk
dalam arti mukhtalit}ah. Mukhtalifah adalah dua akad atau lebih yang terhimpun
dalam satu akad yang memiliki perbedaan semua akibat hukum di antara kedua
akad itu atau sebagiannya. Al-tikra>r adalah pengulangan akad yang telah dilakukan
sebelumnya. Al-tada>khul berarti terhimpunnya suatu hal tertentu dalam dua

45
Modifikasi akad yang disahkan fatwa, menurut Abdullah Saeed,
hanya sekedar kombinasi akad-akad yang sudah ada.172 Modifikasi
tersebut berupaya menghindari bunga dalam pinjam-meminjam yang
merupakan fungsi utama dari bank. Upaya menghindari riba tersebut
terkesan sebagai muslihat saja (hi>lah). Akad tawarruq yang
digunakan di LKS, menurut H}usayn H}a>mid H}asan, ketua dewan
syariah Bank Dubai, terindikasi mengandung riba yang
diharamkan.173 Fatwa yang dikeluarkan lembaga syariah dan akad-
akad yang dipraktikkan LKS sudah menjauh dari kaidah fikih yang
ditelurkan oleh ulama-ulama klasik.174 Kalangan Zhahiriyah
berpendapat bahwa akad dan syarat baru di luar ketentuan agama
hukumnya tidak sah (batal).175 Hukum asal dari muamalah adalah
haram kecuali yang dibolehkan oleh agama.176 Menurut Hasanudian,

ketentuan hukum agama (syar'i) dan cukup hanya melakukan salah satu ketentuan
hukum tersebut pada umumnya boleh dipilih, namun akibat hukum keduanya atau
salah satunya dapat tercapai. Al-mutaja>nisah adalah akad-akad yang mungkin
dihimpun dalam satu akad, dengan tidak memengaruhi di dalam hukum dan akibat
hukumnya. Ta‘addud adalah adanya tambahan jumlah syarat, akad, pelaku, harga,
objek, atau sejenisnya. Istilah ta‘addud lebih umum dari pada murakkab. Ta‘addud
mencakup juga murakkab. ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-‘Imra>ni>, al-
‘Uqu>d al-Ma>li>yah al-Murakkabah: Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah wa Tat}bi>qi>yah
(Riya>d}: Da>r Kunu>z Eshbeliya li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2006), 47, 49, 50-52, 57.;
A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwar Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), 1456.
172
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. (Jakarta: Paramadina, 2006).
173
Lihat "Al-Fuqaha>' wa Hay'ah al-Muh}a>sabah Aqarruw al-Man‘u ‘alá al-
Tawarruq", dalam http://www.badlah.com/page-135.html , yang diakses pada selasa
23 Pebruari 2010.
174
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah.
175
Abu Muh}ammad ‘Ali ibn Ah}mad ibn Sa‘i>d ibn H}azm, al-Muh}alla, j.5, (al-
Qa>hirah: Da>r al-Tura>th, tt.), 15. Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi
Muhammad: "Dari ‘Aishah, Nabi bersabda: Tiadalah sekelompok orang membuat
syarat-syarat (perjanjian) yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an?. Setiap perjanjian
yang tidak dinyatakan dalam Al-Qur'an hukumnya batal, meskipun seratus
perjanjian. Ketentuan Allah lebih benar dan perjanjian-Nya lebih kuat". (HR.
Muslim). Lihat Muslim, S}ah}i>h} Muslim, j.4, 214.ِ
176
Pendapat Zhahiriyah ini dapat ditelusuri dari beberapa literatur, antara
lain dari kitab al-Muh}alla karya Ibn H}azm. Pada jilid 56 hal 15 dinyatakan "Ayat-

46
fatwa yang dikeluarkan DSN sebagai solusi untuk menjawab
kebutuhan transaksi modern.177 Modifikasi akad yang disahkan fatwa
sesuai dengan kaidah syariah.
Hukum asal dari akad-akad adalah dibenarkan agama selama
tidak bertentangan dengan prinsip agama. Firman Allah menegaskan
tentang halalnya jual beli. Praktik Nabi dan sahabat dalam berbagai
kegiatan muamalah, seperti berdagang, menyewa, menggadaikan,
berkongsi dalam bisnis, dan sebagainya, sebagai bukti kebolehan
akad. Akad dan syarat boleh selama tidak menghalalkan yang haram
dan mengharamkan yang halal.178 Ibn Taymi>yah dan Ibn al-Qayyim
berada dalam pendapat ini. Setiap akad dan syarat yang belum
dijelaskan keharamannya oleh Allah tidak bisa dinyatakan sebagai
haram. Bahkan syarat dalam pernikahan pun diperbolehkan, di mana
selama ini syarat tersebut dianggap tidak lazim (lumrah).179 Tidaklah
boleh mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.180
Prinsip dari akad adalah boleh (idhn) bukan melaksanakan
(ta‘abbud).181 Kebolehan akad dan syarat didasarkan pada hadis Nabi
yang menyatakan:
ِ ِ‫ا ْدن ِِجد ئِزِِبديْنِِ ْالمسْد ِن ِمينِِإ‬
َِّ‫ا‬ ُّ ‫ِال‬,‫أنِأمراِبنِأد فِالمزاودىِقد اِ سد اِللاِصدننم‬

ayat ini adalah bukti nyata batalnya setiap janji, akad, perikatan, dan syarat karena
tidak ada perintah dalam Al-Qur'an atau tidak ada nash yang membolehkannya.
Setiap akad dan janji adalah syarat dan setiap yang mengandung unsur syarat
hukumnya sama, tidak boleh". Lihat al-‘Imra>ni>, al-‘Uqu>d al-Ma>li>yah al-
Murakkabah, 70.
177
ِHasanudin, "Konsep dan Standar Multi Akad", 229.
178
ِAh}mad Ibn Taymi>yah, Majmu>‘ al-Fata>wá, j.29, 132.
179
ِHal ini didasarkan pada hadis Nabi yang diriwayatkan al-Bukha>ri> yang
menyebutkan "sesungguhnya syarat yang benar dalam pernikahan adalah syarat
yang dapat mendukung kehalalan bersetubuh." ِ‫إىِاحدقِالندرا ِوىِ هد اِبدوِ د ِاسدي ننيمِبدو‬
‫اليدراج ِر اااِالثةد لق‬. Hadis ini menegaskan syarat dalam pernikahan dibolehkan.
Memenuhi syarat dalam pernikahan adalah hal yang sangat dituntut. al-Bukha>ri,
S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.2, 970.
180
Ibn Qayyim al-Jawzi>yah, I‘la>m al-Muwaqqi‘i>n, j.1, 383.
181
ِAl-Sha>tibi berpendapat hukum asal ibadah adalah melaksanakan perintah
(ta‘abbud) dan tidak ada peluang untuk melakukan perubahan dan hukum asal dari
muamalat adalah tujuan dari kegiatan tersebut ( iltifa>t ilá ma‘a>ni>) dan ada peluang
melakukan perubahan dan penemuan baru. Lihat Abu Ishaq Al-Sha>t}ibi>, al-
Muwa>faqa>t fi> Us}ul al-Shari>‘ah, j.1, (al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2006), 284.

47
ِ ‫ص ْن ً ِح َّرمِِح‬
َِّ ‫اًِو ِْاِوح‬
ِ 182‫لِحرا ً ِر اااِالير للق‬
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram."
Selain hadis yang secara eksplisit menegaskan kebolehan akad,
beberapa ayat Al-Qur'an juga menunjukkan hal yang sama. Pada surat
al-Ma>'idah ayat 1 dijelaskan bahwa orang beriman harus memenuhi
akad.183 Akad yang dimaksud dalam ayat itu bersifat umum dan tidak
menunjuk pada bentuk akad tertentu. Tafsir al-Jas}s}as} menerangkan
bahwa orang mukmin dituntut memenuhi akad-akad, termasuk akad
jual beli, sewa menyewa, nikah, dan segala yang termasuk dalam
kategori akad.184 Pada ayat lain dijelaskan "Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba". Ayat ini bersifat umum dan mencakup
banyak macam dan cara transaksi yang dilakukan orang. Nabi
Muhammad tidak menjelaskan seperti apa transaksi yang dibolehkan,
dia hanya menjelaskan bentuk-bentuk transaksi yang dilarang. Ayat
di atas berlaku untuk bolehnya berbagai macam transaksi, kecuali
yang diharamkan sesuai dengan apa yang telah Nabi jelaskan tentang
bentuk transaksi yang dilarang.185 Manusia dapat melakukan
transaksi yang diperlukan kecuali yang dilarang.186 Berdasarkan
hukum boleh ini, seseorang dapat melakukan transaksi perdagangan,
penyewaan, jual beli, dan sebagainya sesuai dengan cara dan
kebutuhan.187

182
ِAbu Da>wu>d, Sunan Abi Da>wud, j.10, 466.
183
ِ"Wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-akad". (QS.
Al-Ma>idah : 1)
184
Abu Bakar Ah}mad al-Ra>zi> al-Jas}s}as}, Ah}ka>m al-Qur'a>n, j.2, (Beiru>t: Da>r
al-Fikr, tt.), cet.ke-1, 418.
185
ِAl-Nawa>wi>, al-Majmu>‘, j.9, 170.; dan j.12, 83-84.
186
ِAh}mad Ibn Taymi>yah, Majmu>‘ al-Fata>wá, j.28, 386. Pada firman Allah
surat al-A‘raf [7] ayat 32 ditegaskan larangan mengharamkan yang telah Allah
halalkan:ِKatakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rizki yang baik?"
187
ِAh}mad Ibn Taymiyah, Majmu>‘ al-Fata>wá, j.29, 18.

48
Arbouna memandang bahwa kombinasi akad merupakan
alternatif menjawab kebutuhan transaksi modern. Kombinasi akad
adalah perikatan dua atau lebih pihak untuk melakukan dua atau lebih
akad yang berbeda secara bersamaan untuk memenuhi kebutuhan
transaksi.188 Kombinasi akad dapat dipilih sebagai alternatif dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan nash, memperhatikan hal-hal
yang dilarang dalam akad, dan tidak menimbulkan akad yang
bertentangan.189
Berpeluangnya modifikasi akad, termasuk bentuk kombinasi
akad, merupakan sebuah terobosan untuk mengisi kekosongan hukum
sekaligus memenuhi kebutuhan legalitas terhadap transaksi modern.
Peluang modifikasi lebih besar karena pilihan tersebut tidak keluar
dari akad-akad yang telah ada. Kegiatan yang saat ini dilakukan
umumnya dengan mencocokkan transaksi modern dengan kaidah
akad yang sudah ada (takyi>f al-fiqh).190
Lembaga fatwa umumnya berhati-hati dalam mengesahkan
produk-produk baru. Upaya pengembangan akad tidak menyentuh
pada upaya pembuatan akad baru dan cenderung menganalogikan
dengan akad yang sudah ada, padahal para ulama mengakui
kebolehan inovasi.191 Keterbatasan ulama dalam membahas kontrak
baru disebabkan dua hal, pertama tujuan para ulama adalah
mengembangkan cabang (furu>‘), terutama dengan analogi terhadap
kontrak yang sudah ada agar dapat diterapkan dalam kegiatan
muamalah, dan kedua karena kebutuhan akan kontrak baru tidak
mendesak mengingat kontrak yang sudah ada telah mencukupi untuk
memenuhi kegiatan muamalah di masanya.192

188
ِMohammed Burhan Arbouna, "Combination of Contracts in Shari'ah: a Potential
Mechanism for Product Development in Islamic Banking and Finance", Makalah
disampaikan pada International Conference on Islamic Banking: Risk Management,
Regulation, and Supervision, Jakarta 30 September – 2 October 2003, 4.
189
Mohammed Burhan Arbouna, "Combination of Contracts in Shari'ah", 14.
190
Takyi>f al-fiqhِadalah upaya memberikan penilaian syar‘i (akad) terhadap
suatu kegiatan dari sisi bentuk dan ketentuan syariatnya. al-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa
Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 14.
191
ِFrank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance: Religion,
Risk, and Return (The Netherlands: Kluwer Law International, 1998), 98.
192
ِFrank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, 98-99.

49
Pada aspek pertama (pengembangan furu>‘), ulama modern telah
melakukannya dengan pengembangan akad meskipun tetap
menggunakan akad-akad yang sudah ada. Bentuk-bentuk
pengembangan akad seperti, IMBT, musha>rakah mutana>qis}ah, dan
salam pararel, adalah contoh hasilnya. Namun pada aspek kedua yaitu
tercukupinya kebutuhan muamalah modern dengan akad yang sudah
ada jelas tidak tepat. Dalam kasus produk kartu kredit syariah, akad-
akad klasik tidak bisa mewadahi secara utuh transaksi tersebut
disebabkan model dan relasi pihaknya berbeda. Pada kontrak klasik
pihak yang terlibat adalah dua pihak, yaitu penjual dan pembeli,
sementara dalam kartu kredit setidaknya ada tiga pihak yang terlibat,
pemegang kartu, penerbit kartu, penerima kartu (dapat berupa
merchant atau ATM).193
Dalam praktiknya, pemegang kartu tidak pernah membuat
kontrak dengan penerima kartu. Pemegang kartu hanya membuat
kontrak dengan penerbit kartu (bank atau lembaga pembiayaan).194
Kontrak dengan penerima kartu dilakukan oleh penerbit kartu.
Hubungan pemegang kartu dan penerima diatur oleh penerbit kartu
berikut hak dan kewajiban keduanya.
Untuk mengatasi kerumitan tersebut, fatwa modern
menggunakan beberapa akad untuk mewadahi transaksi tersebut. Di
Malaysia, transaksi kartu kredit menggunakan akad bay‘ al-‘i>nah,
ija>rah, wadi>‘ah, waka>lah, dan kafa>lah.195 Di Indonesia akad yang
digunakan adalah qard}, ija>rah, dan kafa>lah.196 Perbedaan penggunaan
akad di dua fatwa tersebut menandakan ketidaksamaan penerapan

193
ِKasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 319.
194
ِMenurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 125/KMK.013/1988
tanggal 20 Desember 1988, kartu kredit merupakan jenis usaha bidang pembiayaan.
Penerbit kartu tersebut berupa lembaga pembiayaan, seperti Dinner Club yang
dikeluarkan oleh PT. Dinners Jaya Indonesia atau bank seperti Hasanah Card yang
dikeluarkan oleh BNI Syariah.
195
ِBank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam
(Malaysia: Bank Negara Malaysia, 2010), resolusi nomor 89,90,93.; Ascarya, Akad
dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 201.
196
ِDSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.2
(Jakarta: DSN-BI, 2010), 19.

50
akad-akad dalam transaksi modern.
Modifikasi akad-akad yang telah dilakukan tersebut bersifat
terbatas, apalagi jika dikaitkan dengan klasifikasi akad bernama (al-
‘uqu>d al-musamma>h) dan akad tidak bernama (al-‘uqu>d ghayr al-
musamma>h). Jumlah akad bernama yang telah ditentukan nama dan
hukumnya secara khusus oleh agama sangat sedikit, seperti bay‘,
ija>rah, shirkah, hibah, qard}, h}iwa>lah, rahn, waka>lah, qirad}, s}ulh}, dan
lain sebagainya. Sementara itu, akad yang tidak bernama yaitu akad-
akad yang tidak dijelaskan nama dan hukumnya tidak terbatas.
Bahkan akad istis}na‘ dan bay‘ al-wafá termasuk akad temuan baru
yang tidak termasuk dalam akad bernama.197 Karena itu, peluang
inovasi akad sangat besar.
Bentuk-bentuk transaksi modern sebenarnya bisa dijadikan
pijakan menemukan akad baru. Membuat akad baru dibenarkan
selama tidak bertentangan dengan syariah dan prinsip-prinsip umum
akad.198 Bahkan transaksi modern bisa menjadi akad baru yang dapat
diberi nama tersendiri seperti istis}na>‘ yang menampung antara akad
jual beli dan ija>rah. Akad baru itu menampung beberapa akad dalam
satu transaksi yang hukum asalnya boleh selama tidak ada larangan
nash karena prinsip kebebasan akad dan kewajiban memenuhi
kesepakatan.199
Otoritas fatwa dan lembaga keuangan syariah dapat membuat
inovasi akad baru yang sebelumnya tidak dikenal, baik dengan
memodifikasi akad yang sudah ada, menetapkan akad baru dengan
metode ushul fikih yang sudah ada seperti qiya>s,200 istih}sa>n,201 atau

197
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3095.
198
ِWahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 3097.
199
ِNazi>h H}amma>d, al-‘Uqu>d al-Murakkabah fi> al-Fiqh al-Isla>mi>, (Dimashq:
Da>r al-Qalam, 2005), 8.
200
ِQiya>s berarti perkiraan (taqdi>r), mengetahui ukuran sesuatu. Qiya>s berarti
membandingkan satu hal dengan yang lainnya untuk mengetahui kesamaan
keduanya. Secara istilah, qiya>s adalah membandingkan (ilh}a>q) suatu perkara yang
tidak ada hukumnya secara nash dengan sesuatu yang telah dijelaskan hukumnya
oleh nash karena ada kesamaan illat hukumnya. Wahbah al-Zuh}ayli>, Us}u>l al-Fiqh
al-Isla>mi>, j.1, (Dimashq: Da>r al-Fikr, 2005), 571-574.
201
ِIstih}sa>n berarti menganggap sesuatu baik. Imam Ma>lik
mendefinisikannya sebagai berbuat berdasarkan satu dari dua dalil yang lebih kuat

51
dengan mengesahkan model yang sudah ada (sudah dipraktikkan
luas/‘urf) sebagai akad selama tidak bertentangan dengan prinsip
syariah.202 Kebolehan membuat akad baru termasuk pendapat yang
lebih unggul (ra>jih) dan sesuai dengan kebutuhan perkembangan
transaksi modern.203 Kesimpulan ini didasarkan atas pertimbangan
kuatnya dalil yang digunakan, kesesuaian dengan tujuan syariah
(maqa>s}id shari>‘ah), yaitu adanya kemudahan, keringanan, dan
peluang inovasi, serta sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan manusia akan transaksi modern.204
Pengembangan akad dalam bentuk kombinasi akad atau
membuat akad-akad baru adalah alternatif yang dilakukan fatwa
untuk memberikan jawaban syariah atas kebutuhan transaksi modern.
Pada prinsipnya pengembangan akad dibenarkan selama tidak
menimbulkan hal-hal yang dilarang, seperti riba dan terkumpulnya
dua akad dalam satu transaksi.

B. Dinamika Lembaga Fatwa MUI


1. Hubungan Dewan Syariah dan Otoritas Keuangan
Indonesia menjadi salah satu model relasi agama-negara bagi
dunia muslim lainnya. Indonesia bukanlah negara agama dan bukan
pula negara sekuler. Ada relasi antara negara dan kelompok-
kelompok agama (masyarakat sipil).205 Relasi lembaga fatwa
ekonomi syariah (DSN-MUI) dan otoritas keuangan membuktikan
dinamika relasi tersebut.
Indonesia dianggap satu-satunya negara yang dalam

atau menjadikan maslahah tertentu ketika berhadapan dengan dalil umum. Menurut
Wahbah al-Zuh}ayli>, istih}sa>n mengandung dua makna, pertama memakai qiya>s khafi>
dan meninggalkan qiya>s jali> karena petunjuk tentang hal itu, kedua hukum
pengecualian dari kaidah-kaidah yang berlaku umum karena ada petunjuk untuk hal
tersebut. Wahbah al-Zuh}ayli>, Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>, j.2, 18-21.
202
ِal-Za‘tari>, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>", 9.
203
ِHasanudin, "Konsep dan Standar Multi Akad", 76.
204
al-'Imra>ni>, al-'Uqu>d al-Ma>liyah al-Murakkabah, 74-75.
205
Irman Gusman, "Relasi Negara, Agama, dan Masyarakat Sipil", Harian
Seputar Indonesia, Kamis 7 Juni 2012, 9.

52
perundangannya mengadopsi lembaga sosial keagamaan.206
Setidaknya ada empat UU yang menyebut MUI memiliki wewenang
tertentu, yaitu UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU 21/2008
tentang Perbankan Syariah, UU 18/2008 tentang SBSN, dan UU
Pokok Kehakiman.207 Dalam UU tersebut diatur kewenangan MUI
terutama dalam hal fatwa ekonomi syariah, rekomendasi dewan
pengawas syariah, dan pembinaan syariah.
Menurut Wahiduddin Adams, penyebutan entitas tertentu
dalam sebuah peraturan perundang-undangan tidak lazim dilakukan.
Hal itu untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan atau
hilangnya entitas tersebut. Penyebutan MUI bertujuan memberikan
kepastian karena lembaga-lembaga keagamaan tidak satu. Selain itu,
MUI melalui DSN juga telah mengeluarkan fatwa-fatwa ekonomi
syariah.208 Pengakuan MUI dalam UU merupakan bentuk
keberhasilan umat Islam dalam memperjuangkan Islam dalam bidang
ekonomi.209
Dalam relasi agama dan negara, hubungan Islam dan negara
mengalami era kejayaan.210 Islam dan politik serta ekonomi tidak bisa

206
Wawancara dengan Dr. Wahiduddin Adams, SH.,MA., Direktur Jenderal
Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu, 2 Januari
2011, di Kantornya.
207
Misalnya pada pasal 32 ayat 2 UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah
dijelaskan bahwa pengangkatan DPS harus mendapatkan rekomendasi dari MUI.
208
Wawancara dengan Dr. Wahiduddin Adams, SH.,MA., Direktur Jenderal
Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu, 2 Januari
2011, di Kantornya.
209
Kesuksesan perbankan syariah tidak bisa dilepaskan dari upaya
kebangkitan umat Islam (revival of muslim society). Gerakan kebangkitan ini
merupakan bentuk protes melawan kemerosotan internal dan serangan internal.
Penguasaan ekonomi merupakan salah satu faktor eksternal kebangkitan Umat
Islam, selain faktor marjinalisasi umat Islam secara umum. Krisis kepemimpinan
umat Islam menjadi faktor internal kebangkitan Islam. Kebangkitan ekonomi Islam
merupakan bentuk perlawanan terhadap segala sesuatu yang dianggap peneyebab
frustasi dan penindasan, baik internal maupun eksternal. M. Imdadun Rahmat,
"Jalan Alternatif Syariat Islam", Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi Nomor 12 Tahun
2002, 3
210
Aziz Thaba membuat periodesasi pola hubungan Islam dan negara pada
era orde baru ke dalam tiga model; pertama, hubungan yang bersifat antagonistik
terjadi pada tahun 1966 – 1981; kedua, hubungan yang bersifat resiprosikal-kritis
tahun 1982 – 1985; dan ketiga, hubungan yang bersifat akomodatif sejak tahun

53
dipisahkan. Meminjam istilah KH. Abdul Wahab Hasbullah, Islam
dan politik seperti gula dan manisnya, tidak bisa dipisahkan.211
Kesadaran akan hadirnya Islam dalam politik selalu muncul dalam
politik Islam Indonesia sejak lahirnya bangsa ini.212
MUI adalah organisasi yang mewadahi ulama dan cendekiawan
dari berbagai kalangan. MUI dianggap dapat mewakili umat Islam.
MUI sendiri sesuai dengan AD/ART-nya berupaya menjembatani
pemerintah dan ulama (umara dan ulama).
Kebangkitan perbankan syariah menunjukkan besarnya peran
ulama dalam menyiapkan gagasan pendirian bank berbasis agama.
Bagi Nejatullah Shiddiqie, terumuskannya sistem ekonomi Islam
secara konseptual, termasuk sistem perbankan syariah, adalah buah
dari kerja keras para ulama.213 Ulama bertugas mengarahkan
kebijakan ekonomi kepada arah yang benar dan sesuai syariah. Ulama
harus berani berpihak kepada kebenaran dan bersikap tegas menolak
kebijakan penguasa yang korup. Ulama harus punya prinsip yang jelas
terhadap kebenaran, tidak ABS (asal penguasa senang).214 Nabi
mengingatkan agar ulama tidak terjerumus pada kemunafikan.215

1985. Lihat Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru,
(Jakarta: Gema Insani Pres, 1996), cet.ke-1, 153-154
211
Zainal Abidin Ahmad, (Membangun) Negara Islam, (Jakarta: Pustaka
Iqra, 2001), cet.ke-1, vi. Dalam Muktamar NU ke XX di Surabaya, K.H. Abdul
Wahab, Rois Akbar NU, menyatakan: "Bahwa kalimat "Islam" telah terkandung di
dalamnya soal-soal politik dan hukum tata negara. Kalau orang dapat memisahkan
antara gula dengan manisnya, maka dapatlah ia memisahkan antara agama Islam
dengan politik".
212
Beberapa kelompok umat Islam berupaya untuk menjadikan Islam sebagai
landasan bernegara di Indonesia. Meskipun, seperti dikatakan Munawir Syadzali,
Islam tidak memiliki preferensi sistem politik yang mapan. Hal ini terlihat sesaat
setelah wafatnya Rasulullah, sahabat Nabi terbelah dalam menentukan sistem
peralihan kekuasaan dan pengganti Rasulullah. Lihat Munawir Syadzali, Islam dan
Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta: UI Pres, 1990), 4-7
213
Muhammad Nejatullah Shiddiqi, Banking Without Interest, (Lahore: SH.
Asraf Publication, 1954).
214
Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. (Jakarta: Gema
Insani Pres, 2000), cet.ke-1, 158
215
Hadis Nabi mengatakan: "Dari ‘Awf ibn Ma>lik, Rasulullah bersabda:
"Aku khawatir tiga perkara akan menimpamu; hilangnya para ulama, berperannya
penguasa yang zalim, dan keinginan untuk mencari kesenangan dunia". (HR.
Tabra>ni>)

54
Hubungan MUI (dalam hal ini Dewan Syariah Nasional/DSN),
otoritas keuangan, dan lembaga keuangan menunjukkan model relasi
yang unik. Hubungan tersebut membuktikan kuatnya peran sipil di
Indonesia dibandingkan dengan Malaysia dan Kuwait. Relasi tersebut
erat kaitannya dengan relasi agama-negara dan sejarah politik Islam
Indonesia.
Kelahiran DSN erat kaitannya dengan peran ulama dalam
pembangunan bangsa. Peran ulama terhadap bangsa telah dilakukan
sejak keikutsertaan ulama dalam politik kerajaan, perlawanan ulama
terhadap penjajah, dan keterlibatan ulama di panggung politik era
kemerdekaan, hingga masuknya ulama di parlemen.216
Jika konteks pendirian Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai
induk dari DSN, dalam rangka memupuk kerukunan umat
beragama,217 maka pendirian DSN dilatarbelakangi kebutuhan
legitimasi syariah dalam kegiatan ekonomi dan akselerasi
pertumbuhan ekonomi syariah.218 Ada tiga arah yang menjadi tujuan
dari pendirian DSN, yaitu pertama, nasihat dan fatwa kepada
pemerintah dan otoritas keuangan, kedua fatwa dan rekomendasi
kepada lembaga keuangan syariah, ketiga sosialisasi dan percepatan
pengembangan ekonomi syariah di kalangan masyarakat.219
Indonesia mengatur struktur ekonomi syariah dengan
melibatkan unsur otoritas keuangan, lembaga keuangan syariah,
DSN, dewan pengawas syariah (DPS), dan komite perbankan syariah
(KPS). Malaysia dalam struktur ekonomi syariahnya melibatkan

216
Wahiduddin Adams, "Pola Penyerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam Peraturan Perundang-Undangan 1975-1997" (Disertasi Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2002), 154.
217
Lihat Wahiduddin, "Pola Penyerapan Fatwa", 156-158.
218
Jika DSN dilatarbelakangi faktor legitimasi syariah pada aspek ekonomi,
maka MUI menurut Atho Mudzhar, dilatarbelakangi oleh situasi sosial politik yang
berkembang saat itu. Ada tiga peristiwa penting menopang pendirian MUI, yaitu
pemilu 1971 dan lahirnya Golkar, kebijakan pemerintah untuk mendapatkan
dukungan umat Islam dalam pemilu 1977 dan keluarnya Rancangan Undang-
Undang Perkawinan pada tanggal 31 Juli 1973. Lihat Muhammad Atho Mudzhar,
Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum
Islam di Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS, 1993), 57.
219
Berbeda dengan MUI yang memiliki dua arah tujuan. Arah pertama
memberi fatwa dan nasihat kepada pemerintah dan arah kedua membina umat Islam
melalui fatwa dan dakwah. Lihat Wahiduddin, "Pola Penyerapan Fatwa" , 160.

55
otoritas keuangan, lembaga keuangan syariah, Majelis Penasihat
Syariah (MPS/Sharia Advisory Council), dan komite syariah (KS).
Kuwait lebih simpel lagi dengan menyatukan otoritas fatwa dan
pengawasan syariah pada satu lembaga yang berada dalam struktur
LKS. Model relasi kelembagaan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 1
Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Indonesia

Bank Indonesia DSN-MUI

KPS

RUPS DPS

Bank Syariah

Struktur tersebut menggambarkan kedudukan DSN-MUI


sebagai lembaga independen. DSN memiliki tugas utama
mengeluarkan fatwa sebagai standar prinsip syariah dan
merekomendasikan anggota DPS (Pasal 26 UU Perbankan
Syariah).220 Fatwa yang dikeluarkan DSN bersifat mandiri dan belum
mengikat secara langsung ke LKS karena tidak memiliki hubungan
instruksi ke LKS. MUI (DSN) adalah lembaga di luar struktur Bank
Indonesia. Karena itu, pada pasal 26 UU Perbankan Syariah
disebutkan fungsi legislasi fatwa ke dalam Peraturan Bank Indonesia
dilakukan oleh Komite Perbankan Syariah.221 Rekognisi UU terhadap
MUI menempatkan lembaga tersebut sebagai satu-satunya lembaga

220
Pasal 26 UU 21/2008 menyatakan, (1) Kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 dan/atau produk dan jasa syariah,
wajib tunduk kepada Prinsip Syariah. (2) Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia.
221
Pada Penjelasan UU 21/2008 pasal 26 ayat (4) disebutkan bahwa komite
perbankan syariah beranggotakan unsur-unsur dari Bank Indonesia, Kementerian
Agama, dan unsur masyarakat dengan komposisi yang berimbang, memiliki
keahlian di bidang syariah dan berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang.

56
fatwa sebagai rujukan prinsip syariah kegiatan perbankan syariah.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah pihak terafiliasi di bank
syariah. DPS diangkat oleh rapat umum pemegang saham atas
rekomendasi MUI. Peran DPS menjadi kepanjangan tangan DSN
dalam menerapkan dan mengawal prinsip syariah (fatwa DSN) pada
LKS. DPS membuat laporan pengawasan syariah kepada tiga pihak;
RUPS, Bank Indonesia, dan DSN-MUI.222
Malaysia menempatkan otoritas fatwa ekonomi syariah pada
struktur bank sentral (Bank Negara Malaysia/BNM). Majelis
Penasihat Syariah (MPS) adalah lembaga, semacam DSN, yang
berada dalam struktur BNM. Dari sisi organisasi, MPS memiliki
kemiripan dengan Komite Perbankan Syariah yang berada di struktur
bank sentral, dan dari segi fungsinya, MPS sama dengan DSN, yang
berwenang mengeluarkan fatwa ekonomi syariah. MPS disahkan
berdasarkan UU Bank Sentral Malaysia tahun 1958 pasal 16B (1).
Meski berada di bawah bank sentral, kedudukan MPS sebagai
lembaga independen.223 Penempatan MPS di struktur BNM
diharapkan menjadi kerangka kerja syariah yang efektif sehingga
dapat menyelaraskan pendapat-pendapat syariah, menguatkan
kebijakan dan pengawasan terhadap LKS, dan memelihara penasihat
syariah yang mumpuni.224 Jika fatwa DSN untuk dapat mengikat
kepada LKS membutuhkan legislasi dari Komite Perbankan Syariah,
maka fatwa yang dikeluarkan oleh MPS secara otomatis merupakan
produk peraturan yang mengikat LKS. Meski Malaysia memiliki
Majelis Fatwa Nasional (The National Council of Fatwas), namun
lembaga tersebut tidak memiliki kaitan dengan penerapan prinsip
syariah dalam ekonomi dan fatwa ekonomi syariah.
Di Malaysia, komite syariah (KS) adalah dewan pengawas
syariah yang ditempatkan di LKS. KS direkomendasikan oleh dewan
direktur lembaga keuangan syariah untuk disahkan oleh BNM. Bank
Negara Malaysia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
usulan tersebut. Proses pengusulan hingga persetujuan membutuhkan
waktu selama enam puluh hari.225 Fungsi KS seperti DPS,

222
Lihat UU Perbankan Syariah Pasal 32 ayat (2).
223
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance of Shariah
Committee for the Islamic Financial Institution, (Malaysia: BNM, 2002), 1.
224
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 1.
225
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 3-4.

57
memastikan kesesuaian produk dan operasional LKS dengan fatwa
yang dikeluarkan MPS. KS menyampaikan laporan tugasnya kepada
RUPS dan MPS. KS tidak memberikan laporan kepada Majelis Fatwa
Nasional. Struktur pengawasan aspek syariah di Malaysia sebagai
berikut:
Gambar 2
Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Malaysia

Bank Negara
Malaysia

MPS

Komite Syariah Bank Syariah

Model relasi otoritas fatwa dan keuangan di Malaysia


diterapkan pula di Pakistan dan Bahrain.226 Di kedua negara tersebut,
dewan syariah/DS (Sharia Board) berada di bank sentral. Di LKS
dibentuk semacam dewan pengawas syariah yang bertugas
memastikan penerapan fatwa dalam kegiatan LKS. Laporan kinerja
DPS di dua negara tersebut diserahkan ke dewan syariah (DS).
Dua model relasi lembaga fatwa dan otoritas keuangan di
Indonesia dan Malaysia menggambarkan kecenderungan yang
berbeda. Kecenderungan memformalkan fatwa terjadi di Malaysia.
Otoritas keuangan lebih dominan ketimbang lembaga fatwanya,
meskipun MPS merupakan lembaga independen. Model Indonesia
menunjukkan kompromi antara kepentingan otoritas keuangan dan
independensi lembaga fatwa. Hasil kompromi tersebut meletakkan
kewenangan fatwa pada MUI dan legislasinya berada di Komite
Perbankan Syariah.
Dominasi negara tampak pada relasi lembaga fatwa dan otoritas
keuangan di Kuwait. Di Negara teluk tersebut tidak dibentuk

226
Model relasi diolah dari makalah Aznan Hassan, "Optimal Shariah
Governance in Islamic Finance", bahan presentasi tidak diterbitkan, 9-22.

58
lembaga fatwa di bank sentral dan tidak ada lembaga khusus fatwa
ekonomi syariah. Lembaga fatwa yang ada berupa lembaga fatwa
resmi negara, yaitu Dewan Fatwa (DF) di Kementerian Wakaf dan
Urusan Agama Islam.
Kedudukan Dewan Fatwa dan Pengawasan Syariah (Hay'ah al-
Fatwá wa al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah/HFRS) diatur dalam UU Bank
Sentral (Central Bank of Kuwait/CBK. Dalam UU tersebut
dinyatakan bahwa setiap bank syariah harus memiliki HFRS. Meski
pengawasan syariah diatur dalam UU Bank Sentral, namun CBK
tidak memiliki kewenangan untuk mengatur HFRS. HFRS diangkat
oleh RUPS dan HFRS melaporkan kegiatannya ke RUPS. Kedudukan
HFRS semacam itu sama dengan DPS di Indonesia. Hanya saja, di
Indonesia, DPS memiliki hubungan struktural dengan DSN dan
Komite Perbankan Syariah, sedangkan HFRS tidak memiliki
hubungan struktural dengan Dewan Fatwa (DF). Tata kerja HFRS
tersebut dianggap ideal sebagai lembaga independen yang memiliki
tugas mengawal produk dan operasional LKS.227
Selain berwenang mengawasi aspek syariah, HFRS berwenang
memberikan fatwa. Pengawasan implementasi fatwa dilakukan oleh
departemen pengawas syariah (Ida>rah al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah/IRS)
Setiap HFRS di LKS dapat mengeluarkan fatwa sendiri-sendiri. Jika
tejadi perbedaan di antara fatwa HFRS, maka keputusannya dirujuk
pada fatwa Dewan Fatwa Kementerian Wakaf dan Urusan Islam.
Dewan Fatwa tersebut memiliki otoritas tertinggi dalam bidang
syariah.228
Gambar 3
Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Kuwait
Bank Sentral Kementerian
Kuwait Wakaf dan Islam

Dewan Fatwa

227
"Islamic Banking Law in Kuwait", diunduh dari http://islamicfinance
updates.wordpress.com/islamic-banking-law-in-kuwait/, tanggal 25 Mei 2012.
228
"Islamic Banking Law in Kuwait", diunduh dari http://islamicfinance
updates.wordpress.com/islamic-banking-law-in-kuwait/, tanggal 25 Mei 2012.

59
Bank Syariah HFRS HFRS Bank Syariah

IRS IRS
Kedudukan Dewan Fatwa berfungsi manakala terjadi
perselisihan fatwa di antara anggota HFRS. Keputusan yang
dikeluarkan oleh Dewan Fatwa bersifat final. Keputusan tersebut
menjadi pedoman bagi HFRS.
Negara-negara Arab lainnya, seperti Uni Emirat Arab dan
Qatar, mengatur relasi dewan syariah dan otoritas keuangan mirip
dengan Kuwait. Hanya saja, di Uni Emirat Arab dibentuk Dewan
Syariah Tinggi/DST (Higher Sharia Authority) yang menangani
aspek ekonomi syariah. Di Qatar Dewan Syariah Tinggi/DST
(Supreme Sharia Council) dibentuk di Kementerian Wakaf. Fatwa
DST Qatar dijadikan pedoman oleh Bank Sentral Qatar. Dewan
pengawas syariah (Sharia Advisor/SA) di LKS harus tunduk kepada
fatwa yang dikeluarkan oleh otoritas syariah. Saudi Arabia dan Oman
juga meletakkan SA dalam struktur LKS. SA memiliki kewenangan
fatwa dan pengawasan syariah. Lembaga fatwa dalam struktur bank
sentral tidak ada. Dua negara tersebut mengangkat mufti resmi
negara dan lembaga fatwanya diakui negara, meski dua negara
tersebut tidak memiliki perundangan khusus tentang perbankan
syariah.229 Struktur SA di LKS meliputi dewan syariah (ama>nah al-
hay'ah al-shar‘i>yah), bagian pengawasan syariah (ida>rah al-riqa>bah al-
shar‘i>yah), dan bagian pendukung (ida>rah al-da‘m wa al-tat}awwur).230
Gambar 4
Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Uni Emirat Arab231
Bank Sentral Otoritas Syariah
Tinggi

229
"Kuwait Islamic Banking Law Opens Doors for Others", diunduh dari
http://www.arabnews. com/node/231869, tanggal 14 Juni 2012.
230
Sa‘d ibn ‘Abdulla>h al-Sabr, "Hay'ah al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah fi>> Mas}raf al-
Ra>jih}i>", diunduh dari www.alrajhibank.com.sa.
231
Model relasi diolah dari makalah Aznan. Aznan Hassan, "Optimal Shariah
Governance in Islamic Finance", bahan presentasi tidak diterbitkan, 9-22.

60
Bank Syariah Sharia Advisor

Gambar 5
Model Relasi Dewan Syariah-Otoritas di Qatar
Bank Sentral Kementerian
Qatar Wakaf

Dewan Syariah
Tinggi

Bank Syariah Sharia Advisor

hubungan instruksional dan mengikat


hubungan koordinatif
hubungan untuk kasus tertentu

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa otoritas fatwa


ekonomi syariah terbagi dalam tiga model; otoritas fatwa ada di
lembaga sosial keagamaan (Indonesia), otoritas fatwa ada di bank
sentral (Malaysia, Pakistan, Bahrain), otoritas fatwa ada di dewan
pengawas syariah (Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Oman, dan Uni Emirat
Arab). Tabel berikut menggambarkan hal tersebut:
Tabel 4
Pengaturan Kewenangan Syariah
Negara Otoritas Syariah Final
Authority
Bank Sentral Bank Syariah Ormas
Indonesia KPS DPS DSN DSN
Malaysia MPS KS - MPS
Pakistan DS DPS Pakistan - DS
Kuwait - HFRS - DF
UAE - SA - DST

61
Bahrain DS DPS Bahrain - DS
Qatar - SA - DST

Relasi lembaga fatwa dan otoritas keuangan sebagaimana


diterapkan di Indonesia memiliki kelemahan dan kelebihan.
Keberadaan lembaga fatwa di bank sentral memiliki kelebihan aspek
maksimalisasi kinerja karena sumber daya ditanggung oleh bank
sentral. Fatwa yang dikeluarkan lembaga tersebut otomatis menjadi
produk hukum dan mengikat bagi semua pihak. Pengawasan yang
dilakukan lembaga tersebut terkait implementasi fatwa juga lebih
kuat karena otoritas pengawasan didukung oleh regulasi. Selain fatwa
mengikat, kelebihan lembaga fatwa dalam struktur Bank Indonesia,
menurut Djamil, meliputi efektifitas, efisiensi, dan independsi akan
lebih terjamin karena tidak ada kecenderungan untuk memihak pada
salah satu bank, karena anggota DSN bukan anggota DPS, proses
pengambilan keputusan akan lebih cepat, karena anggota DSN
bekerja full time, pendaanaan memadai, karena anggota DPS tidak
digaji oleh bank yang bersangkutan, penguasaan anggota DSN atas
aspek teknis operasional bank akan lebih memadai, DPS dan audit
internal -tentang keuangan- akan bersama-sama melakukan
pengawasan dan mempunyai kewenangan untuk menanyakan kepada
direksi tentang laporan keuangan.232 Kelemahan model relasi tersebut
terletak pada independensi fatwa. Fatwa yang dikeluarkan
dikhawatirkan mendapat pengaruh dari otoritas keuangan. Kondisi ini
akan memperburuk citra fatwa dan merusak kredibilitas ulama. Fatwa
tidak lagi independen dan menyimpan banyak kepentingan yang
dapat mengenyampingkan kepentingan agama dan kemaslahatan
umat demi kepentingan peminta fatwa.233 Hal tersebut sangat
berbahaya bagi kemandirian fatwa.234 Al-Mis}ri> berpendapat bahwa

232
Fathurrahman Djamil, "Kelebihan dan Kelemahan DSN dalam Struktur
Bank Indonesia dan MUI", bahan kuliah Pasca Sarjana UIN Jakarta tidak
diterbitkan.
233
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, tanggal 2 Desember 2012 di
Jakarta.
234
Muhammad Maksum, "Penerapan Manajemen Pengawasan dalam
Pengawasan Bank Syariah oleh DPS", (Jakarta: Tesis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2006).

62
dewan syariah harus terbebas dari kepentingan pemodal dalam
memberikan fatwa. Lembaga fatwa mengabdi pada agama, bukan
pada kepentingan ekonomi.235
Fatwa dewan syariah tidak dibenarkan mengikuti kepentingan
LKS untuk meloloskan proposalnya dengan cara memudahkan
hukum, legal excuse (h}i>lah), dan mendukung kepentingan yang
diinginkannya. Tujuan fatwa menghasilkan hukum yang sah, bukan
menghalalkan hukum yang diminta LKS dan otoritas keuangan.236
Fatwa tidak boleh dijadikan legitimasi syariah untuk membenarkan
produk dan lembaga keuangan padahal lembaga tersebut
mempraktikkan kegiatan yang tidak sesuai syariah.
Kelemahan lembaga fatwa berada dalam struktur Bank
Indonesia memunculkan image masyarakat tentang DSN karena Bank
Indonesia yang mengurusi moneter bukan syariah. Kelemahan lainnya
adalah terbuka kemungkinan bantahan dari kalangan ulama lain,
karena DSN yang ada di BI tidak merupakan representasi dari
komunitas ulama, melainkan hanya personal saja, kurang mendapat
pengakuan dari masyarakat luas, hasil ijtihadnya tidak merupakan
ijtihad kolektif, lemah komunikasi dengan organisasi keagamaan
Islam, dan daya dukung dari masyarakat kurang karena minimnya
dukungan sosialisasi dari tokoh agama.237 Kelemahan lainnya terletak
pada pengingkaran sejarah ekonomi syariah Indonesia. Ada penafian
peran MUI yang menginisiasi berdirinya bank syariah di Indonesia.
Kelahiran bank syariah tidak dapat dilepaskan dari peran MUI yang
memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberi peluang
dibukanya bank syariah. MUI juga mempersiapkan banyak hal untuk
lahirnya Bank Muamalat, bank syariah pertama di Indonesia. Peran
MUI terus berjalan selama masa sosialisasi dan pengembangan bank
syariah. Selama ini fatwa-fatwa MUI dijadikan rujukan bank syariah
dan Bank Indonesia dalam membuat kebijakan dan standar akuntansi
syariah.238

235
Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, "'Amal al-Fuqaha>' lada> Rija>l al-Amwa>l wal-A'ma>l",
Jurnal Ekonomi Islam Universitas Malik 'Abdul Aziz, Vol.21, No. 1, (2008): 62.
236
Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, "'Amal al-Fuqaha>'", 63-64.
237
Fathurrahman Djamil, "Kelebihan dan Kelemahan DSN."
238
Muhammad Maksum, "Penerapan Manajemen Pengawasan",.

63
Kedudukan DSN berada dalam struktur MUI seperti sekarang
ini juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya antara lain,
lembaga tersebut berada pada pos yang pas sebagai pemegang
otoritas syariah sehingga kecil kemungkinan fatwanya dibantah
ulama lain, keterlibatan ulama dan cendekiawan dalam fatwa untuk
mewujudkan ijtihad kolektif, dan terbukanya komunikasi dengan
masyarakat dan LKS. Adapun kelemahannya adalah adanya
kecenderungan memihak kepada bank karena sebagian anggota DSN
adalah anggota DPS, lambatnya pengambilan keputusan fatwa karena
kerja paruh waktu, dukungan dana tidak maksimal, minimnya
penguasan teknis perbankan, dan tidak ada kewenangan untuk audit
syariah ke LKS.239
Model relasi DSN dan otoritas keuangan saat ini merupakan
wujud mempertahankan independensi fatwa. Tanggung jawab DSN
terletak pada fatwa, bukan pada ekonominya.240 Model ini juga ingin
mempertahankan sejarah MUI dalam melahirkan bank syariah di
Indonesia dan peran sertanya dalam mengembangkan dan
mensosialisasikan bank syariah. MUI dan para ulama diharapkan
berperan aktif mengembangkan bank syariah di masa depan. Ulama
memiliki peran strategis untuk menggiring massa muslim berhijrah ke
bank syariah, karena pangsa pasar muslim untuk bank syariah belum
tergarap dengan baik. Relasi tersebut menggambarkan kepentingan
negara terhadap suatu bank, apakah negara akan meletakkan
pengawasan di bank sentral atau lembaga tersendiri.241

2. Peran dan Tugas Dewan Syariah


a. Sejarah

239
Fathurrahman Djamil, "Kelebihan dan Kelemahan DSN".
240
Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, "'Amal al-Fuqaha>'", 65.
241
Ada tiga model negara menyikapi masalah pengawasan bank ini, yaitu:
(1) meletakkan fungsi pengawasan bank pada bank sentral, dengan kewenangan
yang cenderung menguat dan independen, (2) semula memisahkan otoritas moneter
dengan otoritas pengawasan bank, kemudian menyatukannya dengan domain
otoritas moneter, sehingga serupa dengan sikap negara pada poin 1, (3) semula
menempatkan fungsi pengawasan bank dalam fungsi bank sentral, kemudian
melakukan pemisahan, sehingga otoritas pengawasan bank dilakukan oleh suatu
badan pemerintah tersendiri. Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan
Bank, (Jakarta: Gramedia, 2004), 7-8.

64
Sejarah berdirinya DSN merupakan hasil rangkaian hasil dan
rekomendasi lokakarya Reksadana Syariah yang diadakan bulan Juli
1997.242 Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang
dibentuk oleh MUI untuk menangani masalah-masalah yang
berhubungan dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.243 DSN
merupakan lembaga otonom di bawah MUI seperti halnya Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LP POM), dan
Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).244 Lembaga ini
pertama kali didirikan pada tahun 1998 yang kemudian pada tahun
1999 pengurusnya dikukuhkan kembali melalui SK Dewan Pimpinan
MUI Nomor Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Pebruari 1999.245
Sebab lain yang melatarbelakangi lahirnya DSN selain
penanganan ekonomi syariah adalah munculnya kekhawatiran
perbedaan fatwa dan hukum ekonomi syariah sebagai dampak
banyaknya anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga
keuangan syariah yang memiliki otoritas persetujuan produk baru.
Aspek syariah yang begitu luas membutuhkan koordinasi di antara
ulama agar tidak terjadi perbedaan pandangan di antara mereka dalam
meresponi perkembangan keuangan. Kesamaan pandangan syariah

242
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001), 235.
243
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.1,
(Jakarta: DSN dan BI, 2006), 420.
244
LPPOM didirikan pada 6 Januari 1989, bertepatan dengan 26 Jumadil
Awal 1409 H berdasarkan Surat Keputusan No. 18/MUI/1989. Fungsi lembaga ini
menentukan kebijaksanaan, merumuskan ketentuan-ketentuan, rekomendasi dan
bimbingan yang menyangkut pangan, obat-obatan dan kosmetika sesuai dengan
ajaran Islam. Basyarnas (sebelumnya bernama BAMUI) adalah lembaga arbitrase
yang dibentuk MUI sebagai alternatif penyelesaian sengketa di bidang ekonomi
syariah. Pendirian lembaga ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank
Muamalat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Aisjah Girindra, LPPOM MUI
Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal, (Jakarta: LPPOM MUI, 2005), 43;
Wirdyaningsih (ed.), Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Fakultas
Hukum UI dan Prenada Media, 2005), 290, 293.
245
Kepengurusan DSN telah mengalami perubahan dan penyempurnaan
beberapa kali. Untuk pengurus periode pertama dilantik oleh Menteri Agama Prof.
H.A. Malik Fajar pada Pebruari 1999 di Hotel Indonesia Jakarta. Hasanudin,
"Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia," (Jakarta: Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 105-
106.

65
dapat terwujud melalui suatu wadah yang menghimpun ulama yang
secara khusus menangani masalah ekonomi syariah.246 Aspek syariah
pada ekonomi yang masih dominan247 dimungkinkan terjadi
perbedaan pendapat karena sifatnya yang khila>fi>yah. Lahirnya DSN
sebagai antisipasi atas kekhawatiran munculnya perbedaan pendapat
tersebut.248
Pada level praktis dan masyarakat, dorongan untuk
mengembangkan ekonomi syariah terus berlanjut. Praktisi ekonomi
syariah berharap pasar modal dan pasar uang berbasis syariah terus
dikembangkan. Di sisi lain gairah masyarakat untuk mengamalkan
syariah dalam kehidupan sehari-hari semakin menguat. Lahirnya
DSN dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai
masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam
bidang perekonomian/keuangan.249
Sejarah pendirian Majelis Penasihat Syariah (MPS) Malaysia
juga dilandasi oleh kebutuhan kepastian hukum aspek syariah dalam
kegiatan ekonomi syariah. Bedanya, pendirian DSN lebih bersifat
bottom-up sementara MPS lebih bersifat top-down. Fungsi fatwa
yang dijalankan oleh mufti dalam sejarah Malaysia, menurut Ishamm
Amal, selalu bergandengan dengan kekuasaan (sultan). Dalam sejarah
kerajaan Malaysia, mufti berada di bawah sultan. Mufti berperan
memberikan nasihat dan saran atas segala hal yang berkaitan dengan
agama. Dia memiliki komite fatwa yang bertugas mengeluarkan
fatwa dan menyelesaikan kontroversi yang terjadi.250 Secara resmi,
kantor mufti negara baru dibicarakan setelah tahun 1927. Kantor
mufti, pengadilan syariah, dan dewan agama Islam (Council of

246
Lihat konsideran pendirian DSN MUI. DSN dan BI, Himpunan Fatwa,
j.1, 281.
247
Saat ini ukuran kesyariahan bank syariah terletak pada kesesuaiannya
dengan fatwa DSN yang umumnya mengatur hubungan para pihak dalam akad.
Hubungan para pihak tersebut diatur dalam fikih muamalah yang membahas
tentang akad. Lihat Muhammad Maksum, "Penerapan Manajemen Pengawasan".
248
Muhammad Firdaus (peny.), Sistem dan Mekanisme Pengawasan Syariah
(Jakarta: Renaisan, 2005), 13.
249
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 418-419.
250
Mohdh Ishamm Ohdk Amal, "Office of The Mufti in Malaysia: Legal
History and Constitutional Role", sharia law report (2009): 34.

66
Islamic Religion), termasuk lembaga negara.251
Keinginan bank sentral untuk mewujudkan kesatuan prinsip
syariah sangat dominan dalam pembentukan MPS. MPS (Majelis
Penasihat Syariah) didirikan pada tahun 1997. Anggota MPS
berjumlah 11 orang yang juga melibatkan pihak berkebangsaan lain,
seperti dari Indonesia. Mereka yang menjadi anggota harus memiliki
kompetensi dan pengalaman di bidang perbankan, ekonomi,
keuangan, hukum dan penerapan syariah di bidang ekonomi syariah.
Latar belakang anggota lembaga ini beragam yang berasal dari
berbagai unsur.252 Di Indonesia unsur komite perbankan syariah
didasarkan pada lembaga yaitu Bank Indonesia, Kementerian Agama,
dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang.253 Ketentuan
ini menunjukkan kuatnya sektor kelembagaan dalam penyusunan
peraturan perundangan.
Kelahiran DSN lebih terlambat dari bidang garapannya,
ekonomi syariah. Perbankan syariah, sebagai salah satu bidang
ekonomi syariah, lahir pada tahun 1992 dengan didirikannya Bank
Muamalat.254 Begitu juga dengan asuransi syariah yang telah berdiri
tahun 1994.255 Keterlambatan pendirian DSN, menurut Ichwan Syam,
karena kebutuhan akan adanya lembaga yang secara khusus
menangani dan menjawab perkembangan ekonomi syariah.256

b. Kompetensi
DSN memiliki kompetensi yang mengikat secara eksternal dan
internal. Kompetensi eksternal adalah kewenangan yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan sehingga keputusan DSN

251
Mohdh Ishamm Ohdk Amal, "Office of The Mufti in Malaysia," 30,33.
252
Latar belakang anggota berasal dari kalangan praktisi keuangan syariah,
dewan pengawas syariah, mufti, perguruan tinggi, dan mantan hakim (termasuk
unsur MUI dari Indonesia). Lihat website www.bnm.gov.my
253
Bagian Umum Penjelasan UU perbankan syariah.
254
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah, 25.
255
Asuransi syariah baru mulai berkembang pada tahun 1994, dengan
didirikannya Syariat Takaful Indonesia. Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam
Perbankan Syariah dan Perasuransian Syariah di Indonesia (Jakarta: Kencana,
2004), 125-126.
256
Wawancara dengan Ichwan Syam, sekretaris MUI pada tanggal 12 Mei
2011 di kantor DSN.

67
mengikat bagi pihak luar. Adapun kompetensi internal adalah
kewenangan yang diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai
induk dari DSN. Putusan DSN mengikat secara internal bagi anggota
DSN, MUI, dan DPS.
Kewenangan DSN yang mengikat bagi pelaku usaha dan
lembaga keuangan meliputi dua hal; memberikan fatwa ekonomi
syariah dan merekomendasikan anggota dewan pengawas syariah
(DPS). DSN berwenang memberikan fatwa atas kesyariahan surat
berharga syariah negara yang akan dikeluarkan oleh negara. Fatwa
DSN menjadi acuan kesesuaian syariah produk SBSN. Kewenangan
ini diatur dalam pasal 25 UU 19/2008 Tentang Surat Berharga
Syariah Negara.257 Fatwa yang dikeluarkan DSN juga menjadi acuan
bagi penerbitan produk perbankan syariah.258
Kewenangan merekomendasikan anggota DPS berlaku untuk
perbankan syariah dan LKS lainnya. Setiap bank yang didirikan
berdasarkan prinsip syariah harus memiliki anggota dewan pengawas
syariah. Anggota dewan pengawas tersebut diangkat melalui rapat
umum pemegang saham dan harus mendapatkan rekomendasi dari
Majelis Ulama Indonesia.259 Rekomendasi anggota DPS non-bank
syariah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas Pasal 109.260

257
Pada Penjelasan Pasal 25 disebutkan: "Yang dimaksud dengan "lembaga
yang memiliki kewenangan dalam menetapkan fatwa di bidang syariah" adalah
Majelis Ulama Indonesia atau lembaga lain yang ditunjuk Pemerintah".
258
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/24/Pbi/2004 Tentang Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Pasal 27 tentang
(1) Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah antara lain
meliputi: d. mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan
fatwa kepada DSN.
259
Pada pasal 32 UU 21/2008 Tentang Perbankan Syariah disebutkan (1)
Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS. (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
260
Pasal 109 secara eksplisit menyebutkan kewajiban penunjukan anggota
DPS untuk setiap perusahaan syariah. Ayat (1) Perseroan yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris
wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariah.; (2) Dewan Pengawas Syariah

68
Kewenangan yang bersifat internal yang mengikat DSN dan
lembaga strukturalnya meliputi aspek-aspek berikut; pertama
mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga
keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait;
kedua memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga
keuangan syariah; ketiga mengundang para ahli untuk menjelaskan
suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,
termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam maupun luar
negeri; keempat memberikan peringatan kepada lembaga keuangan
syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh DSN; kelima mengusulkan kepada instansi yang
berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak
diindahkan.261
MPS Malaysia memiliki kewenangan yang lebih spesifik yaitu
fatwa ekonomi syariah. Lembaga tersebut berwenang menjelaskan
aspek syariah bagi kegiatan perbankan, asuransi, pembiayaan, dan
lembaga bisnis lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Lembaga ini
juga berwenang memastikan kesyariahan produk keuangan syariah.262
Kewenangan MPS semakin kokoh dengan keluarnya UU Bank
Sentral Malaysia Nomor 701 tahun 2009. Fatwa yang dikeluarkan
MPS menjadi penilai akhir bagi perbedaan pendapat di kalangan
anggota komite syariah (dewan pengawas syariah Malaysia) di
lembaga keuangan syariah dan menjadi rujukan bagi penyelesaian
sengketa ekonomi syariah.263 Menurut Miskan, ada penguatan peran
dari sisi pengikatan fatwa MPS terhadap peradilan umum yang mana
pada UU Bank Negara Malaysia pasal 16B UU 509 BNM 1958

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih
yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia; (3) Dewan
Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan
nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai
dengan prinsip syariah.
261
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, hal. 282
262
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam,
(Malaysia: BNM, 2010), xv.
263
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, xv.

69
(diamandemen 2003), menetapkan keputusan MPS hanya mengikat
pada arbritasi tidak pada pengadilan umum.264
Dari penjelasan di atas terlihat ada kesamaan kewenangan DSN
yang diatur dalam Keputusan MUI dengan peraturan perundang-
undangan. Dua kewenangan yang diatur sama yaitu menyangkut
pemberian fatwa ekonomi syariah dan rekomendasi anggota DPS.
Ada kewenangan yang diatur dalam Keputusan MUI yang tidak
diadopsi dalam peraturan perundang-undangan yaitu kewenangan
memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah yang
menyimpang dari prinsip syariah dan memberikan rekomendasi
kepada otoritas negara untuk mengambil kebijakan terhadap lembaga
keuangan syariah jika tidak mengindahkan peringatan yang diberikan
oleh MUI. Kedua kewenangan terakhir ini tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan karena MUI bukanlah lembaga
pengawas yang berotoritas untuk mencabut izin usaha tertentu.
Otoritas keuangan ada di Bank Indonesia dan Pemerintah.265

c. Dewan Pengawas
Ketentuan di Malaysia, Indonesia, dan Kuwait memiliki
kesamaan dalam hal pembentukan dewan pengawas syariah (DPS).
Setiap LKS harus memiliki dewan pengawas syariah.266 DPS menjadi

264
Surianom Miskam, "Reference To The Shariah Advisory Council In
Islamic Banking And Finance Cases: The Effect Of The Central Bank Of Malaysia
Act 2009", (2010): 1.
265
Kewenangan Bank Indonesia terpusat pada tiga hal, menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank. Kewenangan pengaturan lembaga
keuangan lainnya, seperti asuransi, pasar modal, dan pembiayaan ada di pemerintah
melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).
Namun setelah disahkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
kewenangan sektor keuangan, termasuk bank dan lembaga keuangan dialihkan ke
OJK. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali Grafindo
Persada, 1998), 171-172.
266
Bank Islam di Kuwait diatur dan diawasi oleh Bank Sentral Kuwait
(Centrak Bank of Kuwait/CBK). Dasar hukum keberadaan bank Islam adalah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1986 Tentang Bank Sentral Kuwait yang telah
diamandemen pada tahun 2003. UU tersebut mengatur mata uang, bank sentral, dan
kelembagaan bisnis bank. Bank Islam diatur pada Bagian III Bab 10 Pasal 86-100
amandemen UU tersebut. Dalam UU tersebut pasal 93 ditegaskan keharusan

70
karakter utama dan pembeda bagi LKS dari lembaga keuangan
konvensional (LKK). Pasal 93 UU Bank Sentral Kuwait menyatakan
bahwa DPS Kuwait (HFRS) adalah lembaga independen. Keberadaan
HFRS tersebut harus dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga LKS yang minimal diatur sekitar struktur, wewenang, dan
tugas HFRS. Jika terjadi perbedaan pendapat di antara HFRS
berkaitan dengan isu syariah, maka dewan direksi menyampaikan hal
tersebut kepada Dewan Fatwa Kementerian Wakaf dan Urusan Islam.
Keputusan Dewan Fatwa tersebut bersifat final. HFRS memberikan
laporan tahunan kepada RUPS berkenaan dengan kesesuaian kegiatan
LKS dengan prinsip syariah. Laporan berisi opini syariah dan
pendapat lain yang diperlukan. Laporan tersebut menjadi bagian dari
laporan tahunan bank syariah.267
Komite Syariah di Malaysia diusulkan oleh dewan direksi dan
disahkan oleh BNM. Di Indonesia dan Kuwait, dewan pengawas
syariah diangkat oleh rapat umum pemegang saham. DPS yang
diangkat tersebut merupakan rekomendasi dari Majelis Ulama
Indonesia.268 Jumlah anggota pengawas syariah di Malaysia dan
Kuwait ditetapkan minimal 3 orang.269 Di Indonesia jumlah anggota
DPS di lembaga pembiayaan syariah minimal 2 orang, satu
diantaranya menjadi ketua.270

membentuk Dewan Pengawas Syariah di setiap lembaga keuangan syariah. Kuwait


tidak memiliki lembaga semacam DSN yang berfungsi mengeluarkan fatwa.
267
"Islamic Banking Law in Kuwait", diunduh dari
http://islamicfinanceupdates.wordpress. com/islamic-banking-law-in-kuwait/,
tanggal 25 Mei 2012.
268
Pasal Pasal 32 UU 21/2008 Tentang Perbankan Syariah ayat (2)
menyatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah diangkat oleh Rapat Umum
Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Peraturan Ketua
Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor: Per-03 /Bl/2007
Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah pasal 10
ayat 2 bahwa anggota DPS diangkat dalam rapat umum pemegang saham atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
269
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 4.
270
Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan
Nomor: Per-03 /Bl/2007 Tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syariah pasal 10 ayat 2 bahwa (1) Perusahaan Pembiayaan yang melakukan
kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah wajib memiliki Dewan Pengawas
Syariah yang terdiri dari paling kurang 2 (dua) orang anggota dan satu orang ketua.

71
Peraturan perundangan di Indonesia tidak terlalu rinci mengatur
tugas, hak, dan larangan DPS. Tugas utama DPS adalah memberikan
nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan LKS agar
sesuai dengan prinsip syariah. DPS juga menjadi mediator antara
LKS dan DSN-MUI. Dalam Keputusan Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia No: 02 Tahun 2000 Tentang Pedoman
Rumah Tangga Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(PRT DSN-MUI), pasal 4 disebutkan tugas DPS dan kewajiban LKS.
Tugas DPS meliputi; memberikan nasihat dan saran kepada direksi,
pimpinan unit usaha syariah dan pimpinan kantor cabang lembaga
keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek
syariah, melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara
pasif, terutama dalam pelaksanaan fatwa DSN serta memberikan
pengarahan/pengawasan atas produk/jasa dan kegiatan usaha agar
sesuai dengan prinsip syariah, sebagai mediator antara lembaga
keuangan syariah dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syariah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari DSN, dan DPS berfungsi sebagai
perwakilan DSN yang ditempatkan pada lembaga keuangan syariah.
DPS tersebut memiliki kewajiban untuk mengikuti fatwa DSN,
merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan DSN, dan
melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya satu kali
dalam setahun.
Malaysia dan Kuwait mengatur lebih rinci tugas dan
kewenangan KS dan HFRS. Anggota KS berasal dari unsur individu
bukan dari lembaga, badan, atau perusahaan. Calon KS harus
mememuhi kualifikasi pengetahuan, keahlian, dan pengalaman dalam
bidang ushul fikih atau fikih muamalah (hukum transaksi syariah).
Jumlah anggota KS dalam tiap LKS minimal 3 orang. Selain itu,
untuk mendukung peran dan fungsi KS, diangkat minimal satu orang,
diutamakan memiliki pengetahuan bidang syariah, untuk asistensi KS
sebagai tim sekretariat.271
Anggota KS diharapkan terlibat aktif dan dinamis di antara

271
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 5.

72
mereka untuk mendiskusikan isu syariah. Tugas utama KS adalah
memberikan saran aspek syariah bagi operasional kegiatan LKS.
Tugas ini dilakukan untuk memastikan agar segala kegiatan
operasional LKS sesuai dengan prinsip syariah. Tugas lainnya adalah
mengesahkan manual/pedoman kepatuhan syariah. Tiap LKS
diharapkan memiliki pedoman tersebut. Pedoman mengurai secara
rinci bab-bab yang menjadi rujukan untuk nasihat yang dikeluarkan
oleh KS sesuai dengan hasil pertemuan KS dengan direksi. Pedoman
tersebut disahkan oleh KS. KS juga mengesahkan dan memvalidasi
dokumen terkait. Untuk memastikan produk sesuai dengan prinsip
syariah, KS mengesahkan hal-hal berikut; pertama, syarat dan
ketentuan dalam pengajuan bentuk produk, kesepakatan kontrak, atau
dokumen legal lainnya yang digunakan untuk melaksanakan
transaksi. Kedua, pedoman produk, iklan pemasaran, ilustrasi
penjualan dan brosur yang digunakan untuk menggambarkan produk.
Dalam hal tertentu, KS mendampingi bagian lain ketika diminta
nasihat dalam bidang syariah. Bidang lain yang terkait dengan KS
adalah konsultan hukum dan auditor yang mungkin membutuhkan
saran syariah dari KS. Kepatuhan syariah diharapkan diterapkan
secara utuh di LKS.
Menyarankan aspek syariah untuk diteruskan ke MPS adalah
tugas KS yang lain. KS diharuskan menyarankan kepada LKS untuk
berkonsultasi kepada MPS berkenaan dengan aspek syariah yang
belum disahkan oleh MPS. KS membuat pernyataan syariah dan
mencatat opini yang dikeluarkan. Dalam kasus tertentu, KS
menyiapkan catatan syariah berkenaan dengan; pertama, LKS
mengajukan saran dan pendapat dari MPS dan kedua, LKS
mengajukan pengesahan produk baru ke Bank Negara Malaysia yang
membutuhkan panduan untuk produk tersebut.
KS membantu MPS dalam memberikan saran. KS harus
menjelaskan isu syariah terkait dengan rekomendasinya untuk
pengambilan kebijakan. Hal itu harus didukung dengan argumentasi
hukum dari sumber yang dipercaya. KS diharapkan membantu MPS
menjelaskan berbagai hal yang dibutuhkan oleh LKS. KS harus

73
menjamin kebijakan MPS dapat diterapkan di LKS.272
Bank Negara Malaysia selain mengatur tugas-tugas KS, juga
menetapkan kewajiban LKS. Di antara kewajiban LKS yang
ditetapkan BNM adalah menyampaikan isu syariah kepada KS. LKS
mengajukan pandangan syariah kepada KS terhadap setiap isu syariah
yang muncul. Pengajuan nasihat syariah diajukan secara lengkap
meliputi hal-hal yang berkenaan dengan isu tersebut (termasuk proses
yang ada, dokumen yang diperlukan, dan informasi penting lainnya)
untuk memudahkan pembahasan di tingkat KS. Kewajiban LKS
menerapkan nasihak KS dan menetapkan standar pelaksanaan nasihat
tersebut, memastikan seluruh dokumen produk telah divalidasi
kesyariahannya oleh KS, dan memiliki manual kepatuhan syariah (a
Shariah Compliance Manual) yang disahkan oleh KS. LKS harus
memberikan akses kepada KS untuk mendapatkan dokumen yang
dibutuhkan. LKS memberikan dukungan kepada KS untuk
mendapatkan laporan, traksaksi, manual, dan informasi lain yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas KS. Untuk hal
tersebut, anggota KS dibebaskan dari ketentuan kerahasiaan
perusahaan. LKS wajib memberikan sumber daya yang memadai,
memberikan anggaran, konsultan ahli independen, bahan-bahan, dan
pelatihan, memperkenalkan KS atas bisnis dan operasional
perusahaan, dan memberikan gaji pantas kepada anggota KS.273
Laporan yang dibuat KS diserahkan kepada Dewan Direksi LKS. Hal
ini untuk menunjukkan kedudukan KS sebagai lembaga independen
dalam LKS.
BNM menetapkan larangan dan kemungkinan pembatalan KS.
Hal tersebut tidak ditemukan secara jelas dalam peraturan di
Indonesia. Anggota KS Malaysia dapat dibatalkan oleh Bank Negara

272
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 6-9. Sesuai Surat
Edaran tentang Kepatuhan Syariah tanggal 9 Maret 2006, Bank Negara Malaysia
menegaskan agar LKS menjalankan ketentuan tersebut yang menuntut KS
menyertakan pengesahan syariah untuk setiap produk yang diajukan ke BNM.
Dalam hal tertentu, persetujuan syariah tersebut harus didukung oleh sumber
syariah yang jelas dan pandangan fikih yang relevan dari rujukan yang dipercaya.
Setiap pengajuan ke BNM yang tidak disertai dengan sumber kuat dan pandangan
yang jelas tidak akan diperhatikan.
273
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 9-12.

74
Malaysia jika memenuhi unsur berikut; melakukan tindakan yang
dapat mengurangi kelayakannya untuk menjabat sebagai anggota KS,
tidak bisa menghadiri 75% pertemuan yang dijadualkan oleh KS
dalam rentang setahunnya tanpa ada alasan yang membenarkan,
dinyatakan pailit atau dituntut untuk kasus kepailitan, diketahui
melakukan kejahatan serius atau kejahatan lainnya yang diancam
dengan hukuman setahun atau lebih, dan sebagai warga negara yang
ditahan, diawasi, dilarang bertempat tinggal, atau dibuang.274
Indonesia belum mengatur secara khusus pembatalan anggota DPS.
Anggota DPS yang tidak aktif masih ditemukan di beberapa LKS.
Ada beberapa larangan yang membatasi KS. Pertama, anggota
Majelis Penasihat Syariah (MPS) dilarang menjadi anggota KS. Di
Indonesia justru sebaliknya anggota DSN umumnya adalah anggota
DPS. Larangan tersebut untuk menghindari konflik kepentingan.275
Kedua, anggota KS tidak dapat menjadi anggota KS lain dalam
lembaga keuangan syariah yang sama untuk menghindari konflik
kepentingan dan demi alasan kepercayaan. Anggota KS di perbankan
syariah tidak dapat menjadi KS di bank syariah lain, ia hanya dapat
menjadi KS di asuransi syariah dan lembaga keuangan syariah
lainnya.276 Di Indonesia masih ditemukan anggota DPS yang
merangkap di dua atau lebih perbankan syariah dan juga menjadi
anggota DPS di LKS yang lain.
Dewan syariah di Kuwait Finance House (KFH) mencakup
fungsi fatwa, pengawasan, dan sekretariat. Dewan syariah tersebut
diberi nama Dewan Fatwa dan Pengawas Syariah/DFPS (Hay'ah al-
Fatwá wa al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah). DFPS berada pada struktur
khusus di KFH, yaitu bertanggung jawab langsung kepada rapat
umum pemegang saham dan berada pada struktur di atas direksi
KFH. Posisi tersebut untuk memberikan kemudahan dan kepastian
pelaksanaan tugas DFPS secara efektif dan efisien.
Tugas utama dari DFPS adalah membuat laporan tahunan

274
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 5.
275
Fathurrahman Djamil mengkategorikan sebagai salah satu kelemahan
struktur DSN saat ini yaitu anggota DSN umumnya adalah anggota DPS sehingga
cenderung mendukung LKS. Fathurrahman Djamil, "Kelebihan dan Kelemahan
DSN".
276
Bank Negara Malaysia, Guidelines on the Governance, 5-6.

75
kesesuaian syariah kegiatan KFH kepada RUPS, membimbing tugas-
tugas Departemen Pengawas Syariah (Ida>rah al-Riqa>bah al-Shar'i>yah)
yang berfungsi membantu divisi-divisi KFH, dan mengorganisasi
kursus syariah bagi pegawai-pegawai KFH agar memahami aspek
syariah dalam menjalankan tugasnya. DFPS dapat mengusulkan
diselenggarakannya seminar dan pelatihan kepada dewan direksi
berkaitan dengan ekonomi syariah dan tugas lain yang dibebankan
kepadanya.277 DFPS menyelenggarakan sedikitnya 12 kali pertemuan
dalam setahun. Pertemuan tersebut diselenggarakan di kantor pusat
KFH di Kuwait. Keputusan rapat DFPS mengikat bagi KFH.
Anggota DFPS harus memiliki kompetensi dan pengalaman dalam
bidang fikih muamalah (hukum kontrak syariah).
Departemen Pengawas Syariah (Ida>rah al-Riqa>bah al-
Shar‘i>yah/IRS) termasuk bagian penting dalam struktur KFH. IRS
bertugas mengawasi implementasi fatwa dan keputusan DFPS pada
produk dan operasional KFH. IRS juga bertugas mengarahkan
implementasi fatwa tersebut. IRS menjawab berbagai pertanyaan
berkaitan dengan pemahaman (tafsir) atas fatwa dan keputusan
DFPS. Secara umum, tugas IRS adalah bertanggung jawab atas
kesesuaian syariah kegiatan KFH. IRS bertanggung jawab kepada
DFPS dan manajemen KFH terkait dengan kekurangan dan kesalahan
dalam menerjemahkan fatwa dan ketentuan yang dikeluarkan DFPS.
IRS terdiri dari dua unit; penelitian dan pengembangan syariah
serta sekretariat dan audit syariah. Dua unit ini memiliki kebijakan
dan prosedur yang harus dipatuhi.278 IRS telah menerbitkan buku
fatwa sebanyak lima jilid.279

277
Diunduh dari http://www.kfh.com/ar/about/index.aspx, tanggal 20 Mei
2012.
278
Diunduh dari http://www.kfh.com/ar/about/index.aspx, tanggal 20 Mei
2012.
279
Terbitan DFPS meliputi; pertama, buku Fatwa Syariah Bidang Ekonomi.
Memuat fatwa dan ketetapan DFPS sejak berdiri hingga tahun 2010 berkaitan
dengan operasional KFH. Kedua, kumpulan Hasil Seminar. Buku tersebut memuat
hasil-hasil seminar ekonomi syariah yang diselenggarakan KFH. Buku terdiri dari
lima jilid. Tema-tema hasil seminar meliputi; asuransi, khiyar syarat ( conditional
option), sekuritas, akad janji dan pendukung, equitas, leasing, mura>bah}ah,
penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan sebagainya. Diunduh dari
http://www.kfh.com/ar/about/index.aspx, tanggal 20 Mei 2012.

76
Setiap negara memiliki keunikan sendiri dalam mengatur
hubungan dewan syariah dengan otoritas keuangan. Hubungan MUI
(DSN) dan otoritas negara membuktikan kuatnya masyarakat sipil di
hadapan negara. Fungsi utama dewan syariah adalah fatwa ekonomi
syariah dan pengawasan syariah. Dua fungsi tersebut ada yang
dijalankan oleh satu lembaga, seperti Kuwait, dan ada yang
dijalankan oleh dua lembaga seperti Malaysia dan Indonesia. Fatwa
ekonomi syariah adalah kewenangan DSN, sedangkan pengawasan
syariah adalah kewenangan DPS.

C. Pertumbuhan Produk Ekonomi Syariah


Komposisi fatwa DSN dapat dibedakan pada delapan kelompok
fatwa, yaitu; fatwa berkaitan dengan produk perbankan syariah
(berjumlah 45 buah), produk asuransi syariah (5 buah), pasar modal
syariah (12 buah), pegadaian syariah (2 buah), surat berharga syariah
negara (5 buah), akuntansi syariah (3 buah), dan lainnya (6 fatwa). Di
antara beberapa fatwa tersebut dapat digunakan sebagai produk untuk
berbagai kegiatan keuangan syariah, seperti gadai syariah (rahn) yang
dapat diterapkan di pegadaian syariah, perbankan syariah, dan
pembiayaan syariah. Banyaknya fatwa perbankan syariah
menunjukkan bahwa kegiatan perbankan syariah lebih maju
dibanding yang lainnya. Perbankan syariah lebih dulu berdiri
dibanding LKS lainnya.
Dari sisi waktu, DSN-MUI paling produktif mengeluarkan
fatwa di tahun 2000 dan 2002. Pada dua tahun tersebut, DSN
mengeluarkan fatwa sebanyak masing-masing 18 buah. Tahun 2003
dan 2010, DSN sangat sedikit mengesahkan fatwa, yaitu masing-
masing 1 fatwa. Secara berurutan berdasarkan tahun, tahun 2003
disahkan 3 fatwa, tahun 2004 disahkan 5 fatwa, tahun 2005 sebanyak
4 fatwa, tahun 2006 sebanyak 5 fatwa, tahun 2007 sebanyak sepuluh
fatwa, tahun 2008 sebanyak sebelas fatwa, dan tahun 2009 sebanyak
dua fatwa disahkan.280
Perkembangan produk keuangan syariah dapat dilihat dari fatwa
yang disahkan DSN. Produk perbankan syariah dibedakan dalam tiga
produk; penggalangan dana, penyaluran dana, dan jasa perbankan.
Produk LKS lainnya umumnya berkaitan dengan penyaluran dana dan

280
ِDiolah dari fatwa DSN-MUI dari tahun 2000-2010.

77
jasa keuangan. Jumlah produk akan terus berkembang seiring dengan
pertumbuhan LKS di Indonesia.281 Berikut produk keuangan syariah
berdasarkan fatwa DSN-MUI.
1. Produk perbankan syariah (45 Fatwa)
a. Penghimpunan dana (3 fatwa), terdiri dari: giro mud}a>rabah
dan wadi>‘ah, tabungan mud}a>rabah dan wadi>‘ah, dan deposito
mud}a>rabah.
b. Penyaluran dana (26 fatwa), terdiri dari pembiayaan
mura>bah}ah dan ketentuan seputar mura>bah}ah (9 fatwa),
pembiayaan salam, istis}na>’ dan istis}na>‘ pararel (2 fatwa),
mud}a>rabah, musha>rakah, ija>rah, qard}, pembiayaan rahn emas,
pembiayaan al-ija>rah al-muntahi>yah bi-al-tamli>k, pengurusan
haji, rekening koran syariah (PRKS), pengalihan utang,
pembiayaan multijasa, line facility, mud}a>rabah mushtarakah,
PRKS musha>rakah, dan musha>rakah mutana>qis}ah.
c. Jasa perbankan syariah (16 fatwa), terdiri dari: jasa waka>lah,
kafa>lah, h}awa>lah, safe deposit box, L/C impor dan ekspor
syariah, syariah charge card, syariah card, L/C dengan kafa>lah
bi-al-ujrah, jasa h}awa>lah bi-al-ujrah, penyelesaian piutang
dalam ekspor, penyelesaian utang dalam impor, produk
ju’a>lah, SWBI, SBIS dan SBIS ju’a>lah.
2. Produk di pasar modal syariah (12 fatwa), terdiri dari: investasi
reksa dan syariah, jual beli mata uang (s}arf), obligasi syariah,
obligasi Syariah mud}a>rabah, pasar uang antarbank syariah,
sertifikat investasi mud}a>rabah (IMA), pasar modal syariah,
obligasi syariah ija>rah, obligasi syariah mud}a>rabah konversi, hak
memesan efek terlebih dahulu syariah (HMETD), waran syariah,
dan instrumen pasar uang syariah.
3. Produk asuransi syariah (5 fatwa), terdiri dari: asuransi syariah,
asuransi haji, produk mud}a>rabah mushtarakah, produk waka>lah
bi-al-ujrah, dan pengaturan akad tabarru‘.
4. Produk pegadaian syariah (2 fatwa), terdiri dari: produk gadai
syariah dan produk rahn tasji>li>.
5. Produk akutansi syariah (3 fatwa), terdiri dari: sistem distribusi

281
ِBandingkan dengan produk perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia.
Muhammad Nadratuzzaman, Produk Keuangan Islam di Indonesia dan Malaysia,
(Jakarta: Gramedia, 2013), 31-36.

78
hasil usaha, prinsip distribusi hasil usaha, dan pencadangan
penghapusan aktiva produktif.
6. Produk SBSN (5 fatwa), terdiri dari: SBSN syariah (2 fatwa),
produk sale and lease back, SBSN ija>rah sale and lease back, dan
SBSN ija>rah asset to be leased.
7. Lainnya (6 fatwa), terdiri dari: MLM syariah, jual beli emas tidak
tunai, ganti rugi, review ujrah, anjak piutang, dan penjaminan.
Tabel 5
Daftar Produk dan Ketentuan Fatwa DSN dan MPS
JUM JUM
No DSN-MUI MPS-BNM
FAT FAT
1 Giro 1 Tabungan mud}a>rabah 1
2 Tabungan 1 Tabungan wadi>’ah 1
3 Deposito 1 Tabungan hibrid wadi>’ah-mud}a>rabah 1
4 Pemb. mud}a>rabah, musha>rakah 2 Deposito waka>lah bi-al-istithma>r 1
Pemb. mura>bah}ah, salam, istis}na>’ dan
5 12 Deposito hibrid mud}a>rabah-qard} 1
istis}na>’ pararel
6 Pemb. ija>rah, IMBT, review ujrah 3 Deposito hibrid wadi>’ah-mud}a>rabah 1
7 Pemb. qard} 1 Deposito tawarruq 1
8 Pemb. Multi jasa 1 Deposito mud}a>rabah 1
9 Pemb. pengurusan haji 1 Pembiayaan tawarruq, istis}na>’ pararel 3
10 Pemb. rekening koran 2 Pembiayaan mud}a>rabah, musha>rakah 8
11 Pemb. mud}a>rabah mushtarakah 1 Pembiayaan qard} 2
Pembiayaan ija>rah dan IMBT, Ija>rah
12 Pengalihan utang 1 11
mawsu>fah fi> al-Z}immah
13 Musha>rakah mutana>qis}ah 1 Pembiayaan musha>rakah mutana>qis}ah 2
14 Safe deposit box 1 Mud}a>rabah mushtarakah 1
Pembiayaan hibrid istis}na>’ mawa>zi>,
15 Line facility 1 1
IMFZ, dan IMBT
16 Rahn emas 1 Kartu kredit 5
Jasa waka>lah, kafa>lah, h}awa>lah, dan
17 4 Gadai syariah 6
h}awa>lah bi-al-ujrah
Asuransi tabarru’-waka>lah, reasuransi
18 S}arf, Instrumen pasar uang syariah 2 1
waka>lah-wakaf
Asuransi dan reasuransi pembiayaan
19 Produk L/C 3 6
syariah, konvensional dan kartu kredit
20 Syariah charge card dan syariah card 2 Pengaturan asuransi dan dana 11
21 Penyelesaian piutang ekspor 1 Sertifikat Investasi Mud}a>rabah 1
22 Penyelesaian utang impor 1 S}arf, s}arf dengan bay’ al-’i>nah 7
23 Produk ju’a>lah 1 Sukuk mura>bah}ah dengan tawarruq 1
24 SWBI, SBIS dan SBIS ju’a>lah 3 Nota Boleh Niaga BNM ija>rah 1
25 Reksa dana 1 Sukuk ija>rah, bay’ bithaman ajil 5
Instrumen deposit boleh niaga
26 Asuransi dan reasuransi 1 1
mud}a>rabah
Asuransi mud}a>rabah mushtarakah dan
27 3 Akuntansi syariah 5
waka>lah bi-al-ujrah
28 Pengaturan akad tabarru‘ 1 Jaminan asuransi kredit 2
29 Asuransi haji 1 Operasional danajamin syariah 6
30 Obligasi syariah, ija>rah, mud}a>rabah 4 Jaminan tabungan/LPS 6
31 Pasar modal, PUAS 2 Gadai janji 1
32 HMETD, waran 2 Instrumen mudah tunai qard} 1
33 Produk gadai syariah 1 Model pasar komoditas sawit 1
Sertifikat utang boleh niaga dengan bay’
34 Akuntansi syariah 2 2
al-dayn, bay’ al-’i>nah
35 SBSN syariah 4 Ketentuan jual beli utang 1

79
Hibah dalam IMBT, mud}a>rabah,
36 Produk sale and lease back 1 4
wadi>’ah dan qard}
37 MLM syariah 1 Bay’ al-’i>nah, sale and lease back 3
38 Jual beli emas tidak tunai 1 Potongan pelunasan/ibra>' 3
39 Ganti rugi 1 Ketentuan ganti rugi dan denda 3
40 Anjak piutang syariah 1 Pembubaran perbankan syariah 3
41 Penjaminan syariah 1 Lainnya 12
Sumber: diolah dari fatwa DSN tahun 2000-2011 dan fatwa MPS tahun 1997-2010.
Ket. Nomor tidak menunjukkan jumlah produk LKS, beberapa produk disatukan dalam satu kategori.

Pengaturan syariah berkaitan dengan akad menunjukkan sifat


keluesan terbukti dengan sedikitnya hal-hal yang diatur atau dilarang.
Prinsip akad atau muamalah secara umum adalah boleh membuat dan
menetapkan hal-hal baru dalam akad selama tidak bertentangan
dengan syariah. Akad-akad yang difatwakan menggambarkan produk
LKS yang dibolehkan atau dilarang menurut syariah. Penerapan akad
dalam kegiatan LKS sangat dipengaruhi oleh kedudukan lembaga
fatwa dan regulasi yang mendukungnya.

80
BAB III
FATWA DSN-MUI TENTANG PENGEMBANGAN AKAD

Ketentuan syariah ada yang mengatur larangan kombinasi dan


pengembangan akad. Akan tetapi, dalam praktik dua hal tersebut
diperlukan dan fatwa DSN-MUI telah mengesahkannya. Fatwa
berupaya menyiasati larangan tersebut dengan menetapkan beberapa
aturan dan model pengembangan akad.

A. Kombinasi Akad Mu‘a>wad}a>t


1. Kombinasi Akad Mud}a>rabah
Akad pertukaran yang digunakan dalam fatwa DSN adalah
mud}a>rabah, musha>rakah, ija>rah, salam, istis}na>‘, mura>bah}ah, bay‘,
ju‘a>lah, dan s}arf. Akad pertukaran berbasis modal yang digunakan
dalam produk keuangan syariah meliputi mud}a>rabah dan musha>rakah.
Akad mud}a>rabah digunakan dalam lima belas (15) produk.282 MPS
memfatwakan akad mud}a>rabah dalam tiga belas fatwa (resolusi)
mencakup produk dan ketentuan tentang akad mud}a>rabah.283 Fatwa
MPS yang mengatur mud}a>rabah misalnya, penyamaan keuntungan
(Profit Equalisation Reserve/PER), biaya pengelolaan termasuk biaya
tak langsung, penggunaan weightage, jaminan dalam mud}a>rabah baik
dari mud}a>rib ataupun pihak ketiga, dan pelepasan hak (ibra>').
Model penggunaan akad mud}a>rabah dapat dibedakan dalam
empat bentuk; pertama, mud}a>rabah tunggal, seperti pada fatwa giro,
fatwa tabungan, fatwa deposito, fatwa pembiayaan mud}a>rabah; kedua,
kombinasi eksplisit mud}a>rabah mushtarakah; ketiga, kombinasi akad
mud}a>rabah dan akad lainnya, seperti pada fatwa pedoman umum
investasi reksa dana syariah dan obligasi syariah; keempat, mud}a>rabah
pararel (thuna'i>yah). Kombinasi akad yang dibahas dalam bagian ini
adalah kombinasi akad dalam bentuk mud}a>rabah-mud}a>rabah

282
Produk tersebut tertuang dalam fatwa nomor 01, 02, 03, 07 tahun 2000,
nomor 20, 21 tahun 2001, nomor 30, 32, 33, 34, 35, 37, 38 tahun 2002, nomor 40
tahun 2003, nomor 45 tahun 2005, nomor 50, 51, 53 tahun 2006, nomor 59, 63 tahun
2007, nomor 69 tahun 2008, dan nomor 78 tahun 2010.
283
Fatwa tersebut diletakkan pada fatwa nomor 16-28 dari tahun 1997-2009.

81
(thuna'i>yah) dan mud}a>rabah-musha>rakah (mud}a>rabah mushtarakah).
Akad mud}a>rabah atau qirad} telah dipraktikkan luas di
masyarakat.284 Akad tersebut diperkenalkan pertama kali untuk
praktik keuangan modern pada tahun 1960 di Mesir.285 Akad tersebut
masuk kategori perikatan kerjasama (musha>rakah) antara dua pihak
atau lebih. Akad mud}a>rabah dilakukan antara nasabah dan lembaga
keuangan syariah (bank syariah, asuransi syariah, emiten), di mana
salah satu pihak bertindak sebagai pemberi dana (s}a>hi} b al-ma>l) dan
yang lain mengelola dana tersebut (mud}a>rib), keuntungan yang
didapat dibagi berdua sesuai kesepakatan.286 Jika terjadi kerugian
yang menanggung pemilik harta, pengelola dana menanggung rugi
tenaga dan upaya yang telah dilakukannya.287 Dalam akad ini, nasabah
dapat bertindak sebagai pemilik harta (penabung) atau pengelola bagi
nasabah peminjam dan bank syariah sebagai pekerja (mud}a>rib).

284
Penduduk Irak menamainya akad mud}a>rabah, adapun penduduk Hijaz
menamainya akad qira>d}. qira>d} berasal dari kata qard} yang berarti bagian, karena
pemilik harta memberikan sebagian hartanya untuk dikelola pihak lalu dan dia
berhak atas bagian keuntungan dari kegiatan pengelolaan tersebut. Atau kata
tersebut berasal dari kata muq}a>rad}ah yang berarti sama dalam arti kedua belah pihak
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan bagian keuntungan. Adapun
mud}a>rabah berasal dari d}arb di mana kedua pihak berhak atas bagian keuntungan.
Pekerja membutuhkan upaya perjalanan di muki untuk mengelola harta tersebut.
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.5, (Syria: Da>r al-Fikr, 2006),
3923.
285
Adalah Muh}ammad ‘Abdullah al-‘Arabi> yang pertama kali
memperkenalkan model mud}a>rabah untuk dipraktikkan di lembaga keuangan
modern. Gagasan itu disampaikannya pada Pertemuan ke-2 Lembaga Majma‘ al-
Buh}u>th al-Isla>mi>yah di Mesir tahun 1960. Menurutnya, hubungan antara nasabah
dan bank dibangun berdasarkan akad mud}a>rabah, di mana pihak nasabah menjadi
pemilik harta dan bank sebagai pengelola. Bank memiliki hak untuk mewakilkan
kepada pihak lain dalam pengelolaan harta tersebut. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.),
Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah lil-Mas}a>rif wa-al-Muassasa>t al-Ma>li>yah al-
Isla>mi>yah, j.2, (al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2010), 14.
286
Unsur-unsur mud}a>rabah meliputi pemilik harta, pekerja, ijab kabul, modal,
pekerjaan, dan keuntungan. Wahbah al-Zuh}ayli> membagi unsur menjadi tiga
kelompok, pelaku (pemilik harta dan pekerja), objek akad (pokok harta, pekerjaan,
dan keuntungan), dan s}i>ghat (ijab dan kabul). Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3928.
287
Jika keuntungan hanya diperuntukkan pemilik harta maka disebut
muba>d}a‘ah, sedangkan jika keuntungan diberikan seluruhnya kepada pekerja maka
termasuk qard} bukan mud}a>rabah. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3924-3925.

82
Tujuan dari mud}a>rabah untuk mengembangkan harta sekaligus
tolong-menolong di antara sesama manusia. Namun demikian, akad
tersebut mengalami kendala dalam praktik di LKS karena pembiayaan
mud}a>rabah yang mengandalkan prinsip bagi hasil hanya akan
diberikan kepada nasabah yang betul-betul sudah dikenal
reputasinya.288
Tabel 6
Produk dengan Akad Mud}a>rabah
DSN MPS
No Produk Th. Produk Th.
1 Giro 2000 Instrumen Deposito Boleh 1997
Dijual
2 Tabungan sda Tabungan 1998
3 Deposito sda Sertifikat Investasi Mud}a>rabah 1999
4 Pembiayaan mud}a>rabah sda Instrumen jual beli mata uang 2001
5 Investasi reksa dana syariah 2001 Mud}arabah mushtarakah 2009
6 Asuransi syariah 2001
7 Obligasi syariah 2002
8 Letter of credit/LC impor dan 2002
ekspor syariah
9 Rekening koran syariah 2002
10 Investasi di pasar uang 2002
11 Investasi di pasar modal 2003
12 Line facility 2005
13 Mud}a>rabah mushtarakah 2006
14 Sertifikat Bank Indonesia 2007
Syariah/SBIS
15 Surat Berharga Syariah 2008
Negara/SBSN

Akad mud}a>rabah yang digunakan di lembaga keuangan syariah


adalah jenis mud}a>rabah mut}laqah, yaitu kontrak pembiayaan yang
tidak dibatasi oleh jenis pekerjaan, waktu, tempat, dan pihak
mitranya.289 Lembaga keuangan syariah dan nasabah pembiayaan
mud}a>rabah dapat menggunakan modal untuk berbagai jenis kegiatan

288
Timur Kuran, "The Economic System in Contemporary Islamic Thought:
Interpretation and Assessment", International Journal of Middle East Studies, Vol.
18, No. 2 (May, 1986): 158.
289
Akad mud}a>rabah terbagi dalam dua bentuk, mud}a>rabah mutlaqah dan
muqayyadah. Mud}a>rabah muqayyadah adalah kontrak kerjasama yang dibatasi jenis
pekerjaannya, waktu, tempat, dan pihak mitranya. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5,
3928.

83
usaha. Jenis mud}a>rabah ini memungkinkan mereka membuat inovasi
bisnis dan pihak pemodal (s}a>hi} b al-ma>l) tidak dibenarkan mencampuri
bisnis tersebut.290 Akad mud}a>rabah muqayyadah digunakan dalam
produk instrumen pasar uang. LKS menawarkan produk tersebut
kepada nasabah yang secara jelas menyebutkan investasi mud}a>rabah
dilakukan di pasar uang.291 Akad muda>rabah yang digunakan sebagai
produk penggalangan dana dibagi dalam dua bentuk; pertama yang
dibatasi waktunya (seperti deposito 3, 6, 12 bulan) dan kedua yang
tidak dibatasi waktunya (seperti tabungan yang bisa diambil sewaktu-
waktu).292
Akad mud}a>rabah yang digunakan dalam produk lembaga
keuangan syariah (LKS), menurut Vogel dan Hayes, dipraktikkan
dalam dua tahap. Tabungan di bank syariah, misalnya, menggunakan
akad mud}a>rabah berganda (the two tier mud}a>rabah) atau perpaduan
mud}a>rabah-mud}a>rabah. Antara nasabah penabung dan bank syariah
meneken akad mud}a>rabah, kemudian bank syariah menyalurkan
tabungan nasabah kepada nasabah peminjam dengan akad mud}a>rabah
pula.293 Mud}a>rabah kedua menurut El-Gamal dilakukan secara
terselubung (silent partnership).294 Dalam posisi seperti itu, bank
syariah, menurut Lewis, berperan sekaligus sebagai mud}a>rib dan s}ah> }ib

290
Pada fatwa tentang pembiayaan mud}a>rabah poin 4 dijelaskan: "Mud}a>rib
boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai
dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Kebebasan
memilih usaha dalam mud}a>rabah ini juga dipilih oleh ulama. Kalangan Syafi'iyah
dan Malikiyah bahkan menetapkan syarat mud}a>rabah harus mutlaqah karena
pembatasan terhadap kontrak mud}a>rabah dapat membatasi ruang gerak pekerja
untuk mengelola dana. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3929.
291
Produk ini digunakan di Malaysia, yaitu Instrumen Deposit Boleh Niaga
secara Islam Berasaskan Muda>rabah dengan keuntungan fleksibel. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia: Bank Negara
Malaysia, 2010), 24.
292
Fatwa DFPS nomor 48. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=497, tanggal 9 Juni 2012.
293
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, Religion,
Risk, and Return (The Netherlands: Kluwer Law International, 1998), 130-131.
294
Mahmoud A. El-Gamal, Islamic Finance, Law, Economic, and Practice
(New York: Cambridge University Press, 2006), 138.

84
al-ma>l.295 Pada fatwa MPS nomor 16 tentang instrumen pasar uang
disebutkan prosedur akad mud}a>rabah, yaitu investor menaruh dana
deposito ke LKS (mud}a>rib), kemudian LKS menginvestasikan dana
tersebut di pasar uang antar bank syariah.296 Fatwa DSN mengakui
kemungkinan penerapan mud}a>rabah ganda tersebut.297 Pada kegiatan
investasi di reksa dana syariah, kontrak mud}a>rabah melibatkan
waka>lah. Akad mud}a>rabah digunakan antara pemodal dan pengguna
modal. Akad waka>lah digunakan antara pemodal dan manajer
investasi.298 Tiga pihak yang terlibat dalam akad tersebut yaitu
investor (s}a>hi} b al-ma>l), manajer investasi (waki>l), dan emiten
(mud}a>rib). Waka>lah di reksa dana syariah digunakan sebagai agensi
yang dijalankan oleh manajer investasi. Agensi tersebut berbeda
dengan agensi di bank, di mana waka>lah di bank syariah merupakan
hak yang diberikan nasabah kepada bank syariah dalam melakukan
kegiatan mud}a>rabah.
Konsep mud}a>rabah dua tahap diakui juga oleh Majma‘ al-Fiqh
al-Isla>mi>. Ketetapan MFI secara tegas menempatkan LKS sebagai
mud}a>rib yang melakukan mud}a>rabah ulang kepada pihak ketiga
(mud}a>rabah-mud}a>rabah), bukan sebagai perantara antara nasabah dan
mud}a>rib.299 Namun menurut pencetusnya, Muh}ammad ‘Abdullah al-
‘Arabi>,300 akad mud}a>rabah di bank syariah disertai dengan hak

295
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ from
conventional finance?", Journal of Islamic Economic, Banking, dan Finance ,
Volume 4, Nomor 3, (September-December 2008): 13.
296
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 24. Resolusi tersebut didasarkan
pada keputusan fatwa MPS pada pertemuan ke-3 tanggal 28 Oktober 1997 yang
membolehkan instrumen pasar uang dengan akad mud}a>rabah dengan keuntungan
fleksibel.
297
Pada fatwa DSN tentang giro dan tabungan ditegaskan: "Dalam
kapasitasnya sebagai mud}a>rib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di
dalamnya mud}a>rabah dengan pihak lain." DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI, j.1, (Jakarta: DSN-BI, 2006), 6, 13.
298
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 112-113.
299
Ketetapan nomor 123 (13-5) yang disepakati pada pertemuan ke-13 di
Kuwait tanggal 22-27 Desember 2001. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Mud}a>rabah al-
Mushtarakah fi> al-Muassasa>t al-Ma>li>yah", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/13-5.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
300
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.2, 14.

85
perwakilan (waka>lah), di mana bank syariah selaku pengelola
(mud}a>rib) berhak mewakilkan pengelolaan harta nasabah kepada
pihak lain (nasabah peminjam).301 Jika tidak ada akad atau hak
waka>lah, maka menurut fatwa Nas}mi dari Kuwait, bank dilarang
menyalurkan dana nasabah kepada pihak lain karena tidak ada izin
dari nasabah. Al-Suwaylim sependapat dengan peran bank syariah
sebagai wakil. Pada prinsipnya, bank syariah berkedudukan sebagai
perantara antara orang yang punya uang (penabung) dan yang
membutuhkan uang (pedagang). Dengan begitu, bank syariah berperan
sebagai wakil (dengan waka>lah, mud}a>rabah, atau musha>rakah), agar
peran tersebut berjalan dengan baik. Bank syariah tidak seperti bank
konvensional yang menjadi perantara atas pinjaman dengan bunga,
atau model pengembangan, perantara berdasar akad mura>bah}ah.
Model pertama, bank syariah sebagai wakil, lebih baik dari dua model
terakhir, konvensional dan pengembangan.302
Izin nasabah diperlukan karena karakter dari akad mud}ar> abah
adalah kepercayaan sehingga perbuatan mengalihkan dana kepada
pihak lain tidak dibenarkan. Sebagai wakil, bank syariah bertanggung
jawab sebatas perannya. Berbeda dengan bank syariah, bank
konvensional yang menjalin kontrak penjaminan (qard}) dengan
penabung atau peminjam bertanggung jawab atas dana qard}.
Pendapat lain menyatakan bahwa akad yang digunakan dalam
kontrak mud}a>rabah adalah mud}a>rabah mushtarakah. Nasabah dan
bank syariah berkedudukan sebagai musha>rik (pemilik harta) yang
kemudian menginvestasikan kepada nasabah peminjam dengan akad
mud}a>rabah. Bank syariah modern, menurut al-Suwaylim, mencoba
menggabungkan antara model perantara syariah dan model
konvensional. Akibatnya, bank syariah tidak produktif sebagai wakil,
dan tidak sempurna dalam menerapkan peran seperti bank
konvensional.303

301
Dr. Nas}mi, "Daf‘u al-Mud}a>rib al-Ma>l lighayrih liyud}a>riba fi>>h ‘anh", fatwa
nomor 2126 yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 2008. Diunduh dari
http://www.dr-nashmi.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=1910 pada tanggal
3 November 2011.
302
Sa>mi> Ibra>hi>m al-Suwaylim, "'al-Wasa>t}ah al-Ma>li>yah fi> al-Iqtis}a>d al-
Isla>mi>", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.10, No. 1, (1998):
89.
303
Sa>mi> Ibra>hi>m al-Suwaylim, "'al-Wasa>t}ah al-Ma>li>yah", 107.

86
Perbedaan pendapat tersebut terjadi karena pihak yang terlibat
dalam produk mud}a>rabah adalah tiga pihak (‘ala>qah thula>thi>yah),
nasabah penabung, bank syariah, dan nasabah peminjam. Akad
mud}a>rabah hanya mengatur dua pihak saja (‘ala>qah thuna'i>yah),304
sehingga konsep akad tersebut tidak cukup mewadahi transaksi di
bank syariah. Hubungan akad tripartite merupakan pengembangan
hubungan akad two-parties yang selama ini diperkenalkan oleh fikih.
Konteks bisnis modern mengakomodasi kontrak yang melibatkan
lebih dari dua pihak, yang dalam hal akad mud}a>rabah ini, nasabah
sebagai pemilik harta, bank sebagai agen/wakil, dan peminjam sebagai
mud}a>rib.305 Fungsi utama perbankan memediasi nasabah yang
memiliki modal (penabung) dan nasabah yang membutuhkan modal
(peminjam).306
Kombinasi akad mud}a>rabah mushtarakah digunakan dalam
produk asuransi syariah (fatwa DSN nomor 50 dan 51) dan produk
keuangan lain (resolusi 27). MPS dan MFI mengesahkan kemungkinan
mud}a>rib melibatkan modal dalam kontrak mud}a>rabah sehingga ia
berperan sebagai musha>rik dan mud}a>rib sekaligus.307 Mud}a>rabah
mushtarakah merupakan perpaduan dua akad, mud}a>rabah dan

304
Unsur pembentuk akad mud}a>rabah terdiri atas tiga hal; para pihak, s}i>gat,
dan modal. Para pihak dimaksud adalah pemilik harta yang memberikan modalnya
dan pekerja yang mengelola dana tersebut. Muh}ammad Rawa>s Qal‘ahji>, al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah fi> D}aw'i al-Fiqh wa-al-Shari>‘ah (Beiru>t: Da>r al-
Nafa'>is, 1999), 72.
305
Tanzilur Rahman, "Mudarabah and the Pakistan Perspective", makalah
diunduh dari http://www.irtipms.org/puballe.asp, diunduh pada tanggal 12
Desember 2011, 14.
306
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2005), 24-25.
307
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 38. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>,
"al-Mud}a>rabah al-Mushtarakah fil-Muassasa>t al-Ma>li>yah", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/13-5.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
Keputusan MPS pada pertemuan ke-90 tanggal 15 Agustus 2009 memutuskan
kebolehan mud}a>rib melibatkan modal dalam kontrak mud}a>rabah. Sumbangan modal
tersebut adalah sah dan mengambil hukum musha>rakah. Karena itu, perkongsian
untung dan rugi hendaklah dibuat mengikuti prinsip musha>rakah terlebih dahulu,
dan diikuti pembahagian keuntungan berdasarkan nisbah perkongsian keuntungan
yang disetujui dalam kontrak mud}a>rabah.

87
musha>rakah. Fatwa DSN dan MPS menetapkan pembagian
keuntungan dilakukan berdasarkan kontrak musha>rakah terlebih
dahulu, kemudian pembagian keuntungan berdasarkan akad
mud}a>rabah.308
Ibn Quda>mah telah membicarakan kombinasi dua akad tersebut
dalam kitabnya al-Mughni>. Menurutnya, kombinasi antara mud}a>rabah
dan shirkah sah dilakukan, dimana dua orang ber-musha>rakah dalam
modal, satu diantaranya sebagai pengelola. Satu orang tersebut
mendapatkan dua kali bagian, bagian pertama sebagai musha>rik
(peserta dalam modal) dan bagian kedua sebagai mud}a>rib
(pengelola).309 Ibn Quda>mah tidak menyebut istilah mud}a>rabah
mushtarakah, tapi kombinasi shirkah dan mud}a>rabah. Imam Malik
melarang terkumpulnya akad qira>d} dan shirkah, juga akad qira>d} dan
ija>rah.310 Demikian pula kalangan Syafi'iyah melarang akad shirkah-
qira>d} karena jika kerja sama dilakukan atas harta, maka keuntungan
sebagai akibatnya (ta>bi‘) bukan pekerjaan.311 Fatwa Dewan Fatwa dan
Pengawas Syariah Bank Islam Dubai (DFPS BID) membolehkan
modifikasi akad tersebut. Menurutnya, tidak ada larangan untuk
memadukan akad qira>d} dan shirkah karena kedua akad tersebut tidak
saling bergantung. Keuntungan tidak saja didapat dari harta yang
dikelola, seperti alasan Syafi'iyah tersebut, tetapi juga didapat dari
kerja bagi mereka yang tidak memiliki uang. Yang dilarang, menurut
fatwa DFPS BID, adalah menetapkan keuntungan tertentu tanpa ada
upaya (la> muqa>bal lah).312

308
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 377. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 38.
309
Lihat Abu Muh}ammad 'Abdullah ibn Ah}mad ibn Muh}ammad ibn
Quda>mah al-Maqdisi>, al-Mughni>, j.6, (Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>), 348. Konsep ini
digunakan dalam fatwa DSN, di mana pihak mud}a>rib dan musha>rik mendapatkan
dua bagian, bagian pertama dari kedudukannya sebagai pemilik modal (s}a>h}ib al-ma>l)
dan sebagai pengelola (mud}a>rib). Lihat DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 372-373;
383-385.
310
Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.5, 28.
311
Muh}ammad ‘Uthma>n Shibi>r, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah fi> al-
Fiqh al-Isla>mi> (Yordania: Da>r al-Nafa'>is, 2007), 346.
312
Bank Islam Dubai, Fatwa Dewan Fatwa dan Pengawas Syariah Bank Islam
Dubai, ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 365-

88
Fatwa Dewan Fatwa dan Pengawas Syariah (DFPS) Kuwait
Finance House (KFH) membolehkan peserta (shari>k) mendapatkan
upah (ujrah) manakala dia bekerja mengelola dana kerja sama
(musha>rakah). DFPS beralasan kerja sama saat ini berbeda dengan
kerja sama yang dikenalkan dalam fikih. Kerja sama yang berlaku
dalam bentuk perusahaan, di mana perusahaan tersebut
melambangkan sejenis orang (shakhs}) yang pemegang sahamnya tidak
seluruhnya terlibat dalam pekerjaan.313 ‘Abd al-Ba>sit menilai ulama
klasik belum memikirkan peserta dalam bisnis yang bukan saja orang
tetapi badan atau perusahaan (shakhs}i>yah i‘tiba>ri>yah). Praktik modern
membuktikan para pihak yang terlibat dalam akad mud}a>rabah atau
musha>rakah adalah badan dan perusahaan. Orang-orang yang
mewakili perusahaan, bukan perusahaan itu sendiri, berhak
mendapatkan ujrah jika ia bekerja untuk mengelola harta kerja
sama.314 Sebagian ulama melarang praktik tersebut karena kerja sama
tersebut termasuk mud}a>rabah di mana bagian keuntungan didapat dari
hasil investasi. Sebagian ulama lain membolehkannya karena
pengelolaan tersebut membutuhkan keahlian tertentu. Komisi Fatwa
Yordania menegaskan suatu pekerjaan yang tidak bisa dilakukan
kecuali dengan memberikan upah maka pekerjaan tersebut dapat
dikenakan upah. Harus ada kesepatakan penetapan upah di antara para
mitra.315 Posisi satu pihak selain sebagai shari>k juga aji>r. Ibn H}azm
membenarkan praktik tersebut.316 Ulama kontemporer seperti Wahbah

366.
313
Fatwa DFPS nomor 33 membenarkan peran salah satu peserta sebagai aji>r.
http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=111&BookID=506&
PID =119
314
Badr al-Mutawalli ‘Abd al-Ba>sit}, Penasihat Syariah Bayt al-Tamwi>l
Kuwait. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 366-
367.
315
Komisi Fatwa Yordania menjelaskan bahwa ulama yang membolehkan
pengenaan upah bagi shari>k adalah al-Bahuti dari mazhab Hanabilah. Fatwa Komis
Fatwa Yordania nomor 330 tanggal 24 Agustus 2009 dengan judul "yaju>z ishtira>t}
h}ulu>l aqsa>t} al-dayn idha taakhkhara al-madi>n bi al-sada>d", diunduh dari
http://www.aliftaa. jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember 2010.
316
Menurutnya, jika salah satu pihak dalam shirkah bekerja lebih dari yang
lain atau bekerja atas kemauannya tanpa ada syarat tertentu diperbolehkan. Baginya
berhak mendapatkan upah atas pekerjaannya baik kondisi shirkah tersebut untung

89
al-Zuh}ayli> dan ‘Ali> Jum‘ah telah menggunakan istilah tersebut dalam
karyanya.317
Menurut al-Zuh}ayli>, kombinasi akad mud}a>rabah mushtarakah
merupakan pengembangan akad mud}a>rabah untuk memenuhi kontrak
bisnis yang membutuhkan waktu lama dan mengelola dana besar.
Akad mud}a>rabah tunggal, menurut fikih, dilakukan dua pihak dan
pembagian keuntungan hanya dapat dilakukan setelah usaha selesai
dilakukan dan modal dikembalikan kepada pemiliknya (s}a>hi} b al-ma>l).
Pada kombinasi akad mud}a>rabah dan shirkah tersebut, pihak yang
terlibat tiga unsur; para investor (as}h}a>b al-amwa>l), para pengelola
(mud}a>ribu>n), dan perantara (wasi>t}) di antara keduanya. Keuntungan
dapat dibagi dalam term tahunan atau bulanan dengan metode
penghitungan tertentu yang sudah lazim digunakan di lembaga
keuangan syariah.318
Pendapat Ibn Quda>mah, al-Zuh}ayli>, dan Muh}ammad ‘Abd al-
Mun‘im Abu Zayd tersebut menjadi dasar pertimbangan fatwa DSN.
Nash Al-Qur'an, hadis, dan ijmak juga mendasari fatwa. Tiga sumber
hukum tersebut tidak menetapkan secara khusus mud}a>rabah
mushtarakah, namun mengesahkan praktik mud}a>rabah dan
musha>rakah. Sebagian dalil tidak berkaitan langsung dengan dua akad
tersebut. Pada fatwa nomor 50, dalil yang dirujuk adalah al-Ma>idah
[5] ayat 1 yang menegaskan kewajiban memenuhi akad, al-Nisa>' [4]
ayat 58 yang mewajibkan pelaksanaan amanat kepada yang berhak, al-
Ma>idah ayat 90 yang menyebutkan hal-hal yang diharamkan, al-
Baqarah [2] ayat 275 dan 278 yang menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba, al-Nisa> ayat 29 yang melarang memakan harta
secara tidak benar/batil. Hadis yang dirujuk adalah kebolehan
membuat syarat (hadis Tirmidhi>), larangan jual beli gharar (hadis
Muslim), menjauhi mudarat (hadis Ibn Ma>jah). Kaidah fikih yang
dirujuk adalah hukum asal muamalah dan menjauhi mudarat. Fatwa
DSN juga merujuk ijmak dan pendapat ulama tentang kebolehan

atau rugi, karena ia tidak wajib bekerja untuk mitranya. Abu Muh}ammad ‘Ali ibn
Ah}mad ibn Sa‘i>d ibn H}azm, al-Muh}allá, j.8, (al-Qa>hirah: Da>r al-Ittiha>d al-‘Arabi>,
1968), 125.
317
Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah,
(Dimashq: Da>r al-Fikr, 2002), 107.
318
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 448.

90
mud}a>rabah.319 MPS mendasarkan fatwanya hanya pada keputusan
Accounting and Auditing Organisation for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI).320 Di fatwa Instrumen Deposito Boleh Dijual
Syariah, MPS mengesahkan kontrak mud}a>rabah berdasarkan surat al-
Muzammil [73]: 20 dan al-Jumu‘ah [62]: 10, hadis Ibn Ma>jah tentang
keberkahan mud}a>rabah, dan ijmak sahabat. Alhasil, DSN masih
merujuk pada qawl fikih, sedangkan MPS merujuk pada fatwa
lembaga fatwa kontemporer.
Pengembangan akad mud}a>rabah dilakukan untuk menjawab
perkembangan transaksi keuangan dan kerumitan penerapan akad
karena perbedaan konsep akad terutama pihak yang terlibat. Akad
mud}a>rabah mushtarakah baru diperkenalkan pada tahun 2006 yang
sebelumnya tidak ada.

2. Kombinasi Akad Musha>rakah


Akad musha>rakah321 digunakan untuk sembilan (9) produk, yaitu
pembiayaan musha>rakah, pengalihan utang, obligasi syariah, LC
impor dan ekspor syariah, pasar uang antarbank syariah/PUAS, dan
line facility. Produk lain yang mengadopsi akad musha>rakah adalah
produk pembiayaan rekening koran musha>rakah, SBIS, SBSN, dan
musha>rakah mutana>qis}ah.322 MPS memfatwakan akad musha>rakah

319
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 372-373.
320
Keputusan AAOIFI nomor 13 (9/1/6). Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 38.
321
Secara etimologis, musha>rakah berasal dari shirkah yang berarti
percampuran (ikhtilat}). Shirkah berarti percampuran harta dua pihak sehingga tidak
dapat dibedakan di antara milik keduanya. Secara istilah, musha>rakah adalah
kesepakatan antara dua pihak dalam hal pokok modal dan keuntungan. Istilah ini
diungkapkan oleh kalangan Hanafiyah. Syafi'iyah mendefinisikan musha>rakah
sebagai pengakuan hak atas sesuatu oleh dua belah pihak atau lebih dengan tujuan
pekerjaan. Malikiyah mendefinisikannya sebagai kerelaan dua belah pihak atas
pengelolaan harta mereka dengan tetap berlaku hak keduanya untuk mengelola harta
tersebut. Kalangan Hanabilah menyebut shirkah sebagai percampuran hak dan
pengelolaan. Keberlakuan akad musha>rakah didasarkan pada Al-Qur'an, hadis, dan
ijmak. Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3875-3877.
322
Produk tersebut terdapat dalam fatwa nomor 08/DSN-MUI/IV/2000,
nomor 31/DSN-MUI/VI/2002, 32/DSN-MUI/IX/2002, 34/DSN-MUI/IX/2002,
35/DSN-MUI/IX/2002, nomor 37/DSN-MUI/X/2002, 78/DSN-MUI/IX/2010,

91
untuk dua produk, pembiayaan musha>rakah dan musha>rakah
mutana>qis}ah. Pembiayaan musha>rakah dapat mengambil bentuk kerja
sama antara nasabah dan LKS di mana nasabah diangkat sebagai
pengelolanya dan antara nasabah dan LKS menunjuk atau membentuk
sebuah badan usaha yang ditujukan untuk mengelola dana shirkah
keduanya.323
Akad musha>rakah/shirkah yang dimaksud dalam fatwa adalah
shirkah ‘aqd,324 yaitu kerja sama dua belah pihak dalam modal dan
keuntungan.325 Shirkah tersebut terbagi dalam empat bentuk shirkah
al-‘ina>n, shirkah al-mufa>wad}ah, shirkah al-abda>n, dan shirkah al-
wuju>h.326 Ulama sepakat atas keabsahan shirkah al-‘ina>n dan berbeda
pendapat terhadap jenis shirkah yang lainnya.327
Tabel 7
Produk dengan Akad Musha>rakah
No DSN Th. MPS Th.
1 Pembiayaan musha>rakah 2000 Pembiayaan musha>rakah 2005
2 Pengalihan utang 2002 Pembiayaan musha>rakah 2006

45/DSN/II/2005, nomor 55/DSN-MUI/V/2007, 63/DSN-MUI/XII/2007, 69/DSN-


MUI/VI/2008, dan 73/DSN-MUI/XI/2008.
323
Resolusi nomor 29 (2005), nomor 30 (2006), dan nomor 31 (2007).
Musha>rakah mutana>qis}ah disahkan tanggal 6 Februari 2006 dan 18 Januari 2007.
324
Akad shirkah terbagi dalam tiga bentuk; shirkah iba>h}ah, shirkah milk, dan
shirkah ‘aqd. Shirkah pertama adalah kepemilikan publik atas barang-barang yang
dibolehkan (al-ashya>' al-muba>h}ah) yang tidak ada pemiliknya, seperti air, tanaman
di hutan, dan sebagainya. Shirkah jenis kedua adalah sesuatu yang dimiliki bersama
dua orang atau lebih yang disebabkan kepemilikan, seperti karena pembelian, hibah,
wasiat, waris, atau percampuran harta yang tidak bisa dipisahkan. Adapun shirkah
al-‘aqd adalah kontrak kerja sama dua pihak atau lebih atas harta dan keuntungan
atau atas keuntungan saja dan tidak pada pokok modal. Nu>r al-Di>n ‘Abd al-Kari>m
al-Kawa>milah, al-Musha>rakah al-Mutana>qis}ah wa Tat}bi>qa>tuha> al-Mu‘a>s}irah fi> al-
Fiqh al-Isla>mi> (Yordania: Da>r al-Nafa'>is, 2008), 67-72.
325
Akad shirkah dapat terwujud dari tiga unsurnya; para pihak, objek shirkah,
dan ijab kabul. Menurut Hanafiyah rukun shirkah ada dua ijab dan kabul. Wahbah
al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3879.
326
Klasifikasi ini disepakati ulama. Hanabilah membagi shirkah menjadi lima
bentuk; shirkah al-‘ina>n, shirkah al-muwa>fad}ah, shirkah al-abda>n, shirkah al-wuju>h,
dan al-mud}a>rabah. Hanafiyah mengklafisikan shirkah menjadi enam bentuk, yaitu
shirkah al-amwa>l (mufa>wad}ah dan ‘ina>n), shirkah al-a‘ma>l (mufa>wad}ah dan ‘ina>n),
dan shirkah al-wuju>h (mufa>wad}ah dan ‘ina>n). Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5,
3878.
327
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3878.

92
mutana>qis}ah
3 Obligasi syariah sda Penggunaan wa‘ad pada 2007
musha>rakah mutana>qis}ah
4 LC impor dan ekspor syariah sda
5 Pasar uang antarbank sda
syariah/PUAS
6 Line facility 2005
7 Pembiayaan rekening koran syariah 2007
musha>rakah
8 SBIS sda
9 SBSN 2008
10 Musha>rakah mutana>qis}ah 2008

Penerapan akad musha>rakah terbagi dalam dua model, akad


musha>rakah tunggal dan pengembangan akad dalam bentuk
musha>rakah mutana>qis}ah (kombinasi akad shirkah-bay‘) dan
kombinasi akad musha>rakah-mura>bah}ah. Akad musha>rakah tunggal
digunakan untuk produk pembiayaan musha>rakah, obligasi syariah,
instrumen pasar uang antarbank syariah (PUAS), LC ekspor syariah
dan impor syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Kombinasi akad musha>rakah-
mura>bah}ah (bay‘ al-‘i>nah) digunakan dalam produk pengalihan utang.
Akad musha>rakah mutana>qis}ah merupakan kombinasi akad
shirkah-bay‘ yang disebutkan secara eksplisit dalam fatwa.328
Kombinasi akad tersebut pertama kali dipraktikkan di Mesir untuk
kontrak antara bank syariah dan perusahaan travel pariwisata.329
Melalui akad ini, bank syariah dan nasabah melakukan kontrak kerja
sama (musha>rakah) dengan disertai janji menjual dari bank dan
membeli dari nasabah atas aset musha>rakah. Aset musha>rakah
disewakan kepada nasabah. Pembayaran sewa dari nasabah dijadikan
sebagai pembayaran pembelian aset secara cicilan.330 Bagian (h}is}s}ah)
modal bank dalam aset musha>rakah akan habis menjadi milik penuh

328
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia, j.2, (Jakarta: DSN dan BI, 2010), 217.; Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 43.
329
Muh}ammad ‘Uthma>n Shibi>r, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah, 334.
330
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 43. Fatwa DFPS nomor 393
membolehkan salah satu peserta menyewa objek shirkah. Ketentuan tentang shirkah
dan ija>rah berlaku untuk keduanya. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=410&BookID=506&PID=343, tanggal 9 Juni 2012.

93
nasabah pada waktu tertentu melalui pembelian (bay‘), baik secara
tunai ataupun cicilan.331 Akad pembelian tersebut dapat dilakukan
secara jual beli mura>bah}ah.332
Fatwa DSN secara tegas mengharuskan adanya wa‘ad dari dua
belah pihak untuk menjual dan membeli objek.333 Wa‘ad digunakan
untuk mengantisipasi kemungkinan nasabah mengelak dari membeli
objek akad.334 Jika nasabah membatalkan untuk membeli aset, maka
LKS dapat menjual aset atas dasar janji tersebut kepada pihak ketiga.
Hasil penjualan tersebut digunakan untuk menutupi kekurangan yang
menjadi hak LKS. Jika hasil penjualan tersebut masih kurang, LKS
dapat meminta tambahan kepada nasabah dan jika nasabah dianggap
tidak mampu lagi, maka LKS harus menanggung risiko kerugian. Jika
ada kelebihan dari hasil penjualan aset, maka sisanya harus dibagikan
ke nasabah sesuai porsi masing-masing saat aset dijual.335
Fatwa MPS awalnya tidak menentukan perlunya janji dalam
akad tersebut. Resolusi nomor 30 yang dikeluarkan Pebruari 2006
tidak menyebutkan kewajiban LKS atau nasabah untuk berjanji
menjual dan membeli aset. Namun, pada resolusi 31 yang dikeluarkan
Januari 2007 disebutkan kemungkinan penerapan janji oleh nasabah
untuk menghindari kemungkirannya dari membeli objek akad. Fatwa
MPS menegaskan agar janji tersebut tidak boleh menimbulkan
ketidakadilan dengan mengabaikan untung dan rugi.336 MFI

331
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 216-217.
332
Pada fatwa DFPS nomor 91 disebutkan bahwa akad shirkah antara KFH,
bank syariah dan perusahaan penerbangan dengan modal 80% KFH dan bank
syariah, sisanya 20% oleh perusahaan penerbangan, kemudian KFH menjual
bagiannya kepada perusahaan secara tangguh dengan akad mura>bah}ah adalah
dibenarkan setelah pembelian pertama terjadi. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx? pageid=529&TOCID=410&BookID=506&PID=343, tanggal
9 Juni 2012.
333
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 217.
334
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 45.
335
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 45-46. Fatwa MPS yang
disahkan pada pertemuan ke-64 tanggal 18 Januari 2007 dan pertemuan ke-65
tanggal 30 Januari 2007 telah mengesahkan penggunaan wa‘ad oleh pelanggan
untuk membeli aset musha>rakah dalam kontrak musha>rakah mutana>qis}ah untuk
mengantisipasi pengelakan nasabah.
336
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 44-45.

94
menetapkan janji hanya dari satu pihak, sedangkan pihak lain
memiliki hak pilih (khiya>r).337
Ulama berbeda pendapat mengenai status hukum kombinasi
akad tersebut. Fatwa Dewan Pengawas Syariah Bank Islam Faisal
Sudan melarang modifikasi akad shirkah dan bay‘ dalam satu
transaksi.338 Fatwa DFPS Kuwait membolehkan dua pihak yang
berserikat dalam pembelian suatu objek, salah satu pihaknya berjanji
membeli bagian pihak lainnya secara tangguh dengan harga lebih
tinggi dari harga pembelian.339 Ibnu Quda>mah membolehkan shari>k
(pihak akad) membeli bagian (h}is}s}ah) pihak lainnya karena ia membeli
barang milik orang lain.340 Ibn ‘A<bidi>n (w. 1252H) membatasi
kebolehan menjual aset tersebut hanya kepada peserta (shari>k) bukan
pada pihak lain.341 Kama>l Taufi>q menyimpulkan kebolehan penjualan
aset shirkah kepada peserta shirkah atau pihak lain di luar peserta
shirkah.342 Dalam hal shari>k adalah lembaga, maka jual dan beli atas
bagiannya harus mendapatkan persetujuan dari pemiliknya (rabb al-
ma>l).343 Jika pembelian itu dilakukan secara tangguh, maka objek
tersebut tidak boleh dijual kembali kepada shirkah.344
Pengembangan akad musha>rakah mutana>qis}ah dengan ija>rah
telah dipraktikan di Bank Islam Qatar dan beberapa negara Barat.345

337
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Musha>rakah al-Mutana>qis}ah wa D}awa>bit}uha>
al-Shar‘i>yah", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/15-2.htm, pada
tanggal 3 Juli 2011.
338
Fatwa Dewan Pengawas Syariah Bank Islam Faisal Sudan. ‘Ali> Jum‘ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 367-368.
339
Fatwa DFPS nomor 3. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid =529&BookID=506&TOCID=410, tanggal 9 Juni 2012.
340
Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.5, 173.
341
Ibn ‘A<bidi>n, Radd al-Mukhta>r ‘alá Da>r al-Mukhta>r, j.3, (Mis}r: Al-Muni>rah,
tt.), 365.
342
Kama>l Taufi>q Muh}ammad Hat}a>b, "Jurnal Dira>sa>t Iqtis}a>diyah Isla>miyah",
Muharram 1434 H, jilid 10, Vol. 2, 48.
343
Fatwa DFPS nomor 338. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=190, tanggal 9 Juni 2012.
344
Fatwa DFPS nomor 228. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=244, tanggal 9 Juni
2012.
345
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ," 13.

95
Istilah yang digunakan di Bank Islam Qatar adalah al-musha>rakah al-
muntahiyah bi al-tamli>k (M2BT).346 Pada M2BT, nasabah dan bank
syariah melakukan kontrak musha>rakah atas objek tertentu, kemudian
objek tersebut disewakan kepada nasabah. Hasil penyewaan dibagi
keduanya sesuai kesepakatan. Di akhir masa penyewaan, bank syariah
menjual aset musha>rakah kepada nasabah.347 Model demikian mirip
dengan modifikasi al-ija>rah al-muntahi>yah bi-al-tamli>k (IMBT).
Keuntungan penyewaan dibagi kepada nasabah dan LKS sesuai
porsi kepemilikan aset. Demikian juga dengan kerugian yang terjadi
ditanggung keduanya sesuai porsi shirkah. Fatwa DSN memberi
peluang adanya kesepakatan pembagian keuntungan mengikuti
perubahan porsi kepemilikan masing-masing pihak. Fatwa MPS tidak
secara eksplisit mengatur hal tersebut.348 Biaya sewa yang dibayarkan
nasabah, menurut fatwa MPS adalah pembelian aset milik LKS.349
Fatwa DFPS Kuwait menetapkan larangan penjualan kembali
objek tersebut kepada shirkah karena dikhawatirkan menjadi praktik
bay‘ al-‘i>nah.350 Selain itu, transaksi tersebut menimbulkan

346
Fatwa Dewan Pengawas Bank Islam Qatar. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.),
Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 153-155. Pada fatwa nomor 49 dijelaskan
bahwa akad musha>rakah harus terpisah dari akad ija>rah. Antara bank syariah dan
nasabah menjalin kerja sama membangun pom bensin (tanah dari nasabah, biaya
pembuatan pom dari bank). Setelah akad musha>rakah usai, kemudian dilanjutkan
dengan akad ija>rah. Melalui akad ija>rah ini, bank syariah mendapat fee (ujrah) sesuai
kesepakatan. Di akhir masa sewa, bank syariah menjual asetnya kepada nasabah.
Pada fatwa nomor 74, dijelaskan tahapan akad M2BT antara bank syariah dan
Universitas Arab Teluk (Ja>mi‘ah al-Khali>j al-‘Arabi>). Tahap pertama, Pemerintah
Bahrain memastikan izin pemanfaatan tanah dan bangunan untuk perguruan tinggi
atau kegiatan bisnis lainnya. Kedua, bank syariah membeli bagian dari gedung
dengan harga tertentu. Ketiga, menyewakan geduang kepada universitas. Keempat,
bank syariah dan universitas menjalin kontrak musha>rakah yang diakhiri dengan
penjualan objek bangunan kepada universitas menurut harga pasaran di akhir masa
penyewaan.
347
Akad al-Musha>rakah al-Muntahi>yah bi-al-Tamli>k mengandung tiga unsur
akad; shirkah ‘ina>n, janji bank untuk menjual bagian asetnya, dan penjualan aset
bank kepada nasabah (shari>k) seluruhnya atau sebagiannya. Muh}ammad ‘Uthma>n
Shibi>r, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah, 336.
348
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 218.
349
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 43-44.
350
Fatwa DFPS nomor 228. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/ Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=244, tanggal 9 Juni 2012.

96
tergabungnya dua akad dalam satu transaksi (bay‘atayn fi> al- bay‘ah)
yang dilarang. Karena itu, pada akad musha>rakah mutana>qis}ah akad
yang digunakan adalah shirkah disertai dengan janji menjual dan
membeli dari para pihak yang berakad, bukan akad shirkah dan bay‘
secara bersamaan.351 Wahbah al-Zuhayli> menegaskan bahwa dua akad
tersebut terpisah satu dari lainnya dan tidak ada saling keterkaitan.352
Fatwa DFPS Kuwait menetapkan pemisahan antara akad ija>rah
dengan pembelian aset yang dimiliki bank syariah. Pada fatwa nomor
314, DFPS Kuwait membenarkan praktik pembelian bersama antara
bank syariah dan nasabah terhadap suatu objek dengan perjanjian
sebagian aset milik bank syariah akan dijual kepada nasabah. Aset
tersebut disewakan kepada nasabah. Nasabah membayar sewa
sekaligus membayar cicilan pembelian aset.353 Fatwa MPS secara
tegas mengatur agar dua akad, musha>rakah dan bay‘, ditandatangani
secara terpisah. Dua akad tersebut tidak boleh saling tercampur.
Pemisahan tersebut untuk menghindari larangan dua transaksi dalam
satu transaksi (bay‘atayn fi> bay‘ah).354 DSN tidak mengatur
pemisahan tersebut.
Perbedaan pendapat tersebut terjadi karena adanya kemungkinan
(shubhah) terjadinya praktik yang dilarang. Ada beberapa
kemungkinan terjadi praktik yang diharamkan akibat pelaksanaan
akad tersebut. Al-Kawa>milah menguraikannya; pertama, praktik
pinjaman dengan bunga, karena bank memberikan pinjaman dengan
meminta keuntungan. Kedua, adanya kemungkinan praktik bay‘ al-
‘i>nah, jual beli tanpa ada peralihan objek akad, hanya untuk muslihat
(h}i>lah) riba. Ketiga, adanya janji dalam akad memungkinkan
terjadinya dua hal, jika janji tidak mengikat maka terjadi jual beli
dengan tambahan waktu masa yang akan datang atau jika janji
mengikat maka akan terjadi jual beli objek yang belum dimiliki.
Keempat, kemungkinan terjadinya jual beli wafá, karena nasabah
harus membayar harga tertentu, padahal dalam jual beli wafá pembeli

351
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 28.
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 217.
352
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 436-437.
353
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=111&BookID=506&PID =116, tanggal 23 Maret 2012.
354
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 44.

97
tidak wajib bayar sebelum objek akad ada. Kelima, ada indikasi tidak
terpenuhinya prinsip keberlanjutan (al-daymu>mah), padahal prinsip
shirkah adalah keberlanjutan usaha sampai berhasil sesuai
kesepakatan, namun dalam musha>rakah mutana>qis}ah akad akan segera
berakhir karena janji pembelian atas objek shirkah oleh satu pihak
baik tunai atau kredit.355 MFI memutuskan keharaman jual beli wafá',
yaitu jual beli harta dengan syarat tatkala penjual dapat
mengembalikan harganya maka objek barang yang dijual harus
dikembalikan kepada penjual.356
Pengembangan akad musha>rakah mutana>qis}ah merupakan
alternatif produk pembiayaan perumahan atau kendaraan. Produk
mura>bah}ah sebelumnya telah mendominasi untuk pembiayaan dua
objek tersebut. Dengan akad musha>rakah mutana>qis}ah, bank syariah
dan nasabah sama-sama memberikan modal untuk pembelian objek
akad. Objek musha>rakah dapat disewakan (ija>rah) baik untuk nasabah
atau pihak lain. Keuntungan dari penyewaan itu dibagi sesuai porsi
modal, begitu pula dengan kerugian ditanggung oleh keduanya.357
Biaya perawatan termasuk asuransi, menurut MFI, harus ditanggung
oleh shirkah sesuai porsi modalnya.358 Dalam mura>bah}ah objek akad
secara hukum milik nasabah sehingga tidak bisa lagi disewakan
kepada nasabah atau pihak lain oleh bank syariah.
Fatwa DSN mendasarkan keabsahan produk musha>rakah
mutana>qis}ah pada Al-Qur'an, hadis, ijmak, kaidah fikih, dan pendapat
ulama, sedangkan fatwa MPS hanya mendasarkan pada fatwa

355
Nu>r al-Di>n ‘Abd al-Kari>m al-Kawa>milah, al-Musha>rakah al-Mutana>qis}ah,
100-103.
356
Keputusan Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> nomor 66 (7-4) yang ditetapkan pada
Pertemuan ke 7 di Jedah tanggal 9-14 Mei 1992. Diunduh dari http://www.
fiqhacademy.org.sa/qrarat/7-4.htm, tanggal 3 Juli 2011.
357
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 216-218. Fatwa DFPS nomor 5
menegaskan bahwa pembagian keuntungan dalam shirkah al-milk sesuai porsi modal
masing-masing. Dalam shirkah al-‘aqd, pembagian keuntungan sesuai kesepakatan
dan pembagian kerugian sesuai porsi modal yang disertakan para peserta. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
BookID=506&TOCID=438, tanggal 9 Juni 2012.
358
Ketetapan MFI nomor 136. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Musha>rakah al-
Mutana>qis}ah wa D}awa>bit}uha> al-Shar‘i>yah", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/15-2.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.

98
kontemporer dan pendapat ulama. Pendapat Ibn ‘A<bidi>n yang
melarang penjualan aset musha>rakah kepada pihak lain dan
membolehkannya kepada anggota shirkah lain sama-sama dirujuk
fatwa DSN dan MPS.359 Fatwa DSN juga merujuk pendapat Ibn
Quda>mah dan pendapat ulama kontemporer, seperti Wahbah al-
Zuh}ayli>, al-Hat}t}a>b, dan al-Kawa>milah. Al-Hat}t}a>b membolehkan
penjualan aset kepada anggota shirkah atau orang lain.360 MPS
mendasarkan fatwanya pada keputusan AAOIFI Nomor 12 tentang
shirkah.361 Ayat Al-Qur'an yang dijadikan pertimbangan fatwa DSN
adalah surat S}ad [38]: 24 dan al-Ma>idah [5]: 1. Hadis Nabi yang
dirujuk DSN yaitu riwayat Tirmidhi> tentang kebolehan syarat dan
pengakuan (taqri>r) atas praktik shirkah. Dasar hukum lain adalah
ijmak ulama dan kaidah fikih (hukum asal muamalah).362
Dalil dan pertimbangan fatwa DSN dalam produk musha>rakah
mutana>qis}ah meluas dengan memasukkan sumber-sumber
kontemporer. Meski demikian, sumber utama pendapat fikih klasik
tetap digunakan. Dalil-dalil dari Al-Qur'an, hadis, ijmak, dan kaidah
fikih tetap digunakan yang mengatur kontrak musha>rakah secara
umum. MPS tidak merujuk sumber hukum Islam utama, Al-Qur'an,
hadis, dan ijmak. Sumber hukum utama tersebut dirujuk sebagai
keabsahan akad musha>rakah secara umum. Sumber rujukan
musha>rakah mutana>qis}ah adalah pendapat fikih dan keputusan/fatwa
kontemporer (AAOIFI).
Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa fatwa DSN dan MPS
menempatkan wa‘ad sebagai muh}allil (faktor keabsahan) kombinasi
akad musha>rakah dan bay‘. Fatwa MPS selain menggunakan wa‘ad,
juga menetapkan pemisahan dua akad tersebut.

3. Kombinasi Akad Mura>bah}ah

359
Ibn ‘A<bidi>n, H}a>shiyah Radd al-Mukhta>r ‘alá al-Da>r al-Mukhta>r Sharh}
Tanwi>r al-Abs}a>r, j.6, (Da>r A‘la>m al-Kutub, 2003), 488.
360
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 212-215.
361
Transaksi tersebut merupakan bentuk akad modern yang dibenarkan
agama sesuai dengan keputusan AAOIFI, "al-Ma'a>yir al-Shar‘i>yah", keputusan no.
12 (al-Shirkah) sebagaimana dirujuk MPS. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,
44.
362
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 209-215.

99
DSN dan MPS berbeda konsep dalam menerapkan akad
mura>bah}ah. Akad mura>bah}ah dalam fatwa DSN adalah akad jual beli
dengan marjin keuntungan. Nasabah dan LKS membuat perjanjian
pembelian suatu objek. LKS baik sendiri atau diwakili nasabah
terlebih dahulu membeli objek akad, kemudian objek akad itu dijual
kepada nasabah dengan harga perolehan ditambah keuntungan.
Mura>bah}ah di fatwa MPS adalah tawarruq, jual beli dua tahap dengan
melibatkan tiga pihak. Jual beli pertama antara A dan B secara kredit
dan jual beli kedua antara B dan C secara tunai. Baik jual beli
mura>bah}ah ataupun tawarruq sama-sama memuat dua transaksi jual
beli. Akad mura>bah}ah sebenarnya tawarruq juga kalau objek berasal
dari pihak ketiga.
Dalam konteks fikih, kedua konsep jual beli itu memiliki
perbedaan. Dalam mura>bah}ah titik tekannya pada harga sedangkan
tawarruq titik tekannya pada tujuan akad. Objek mura>bah}ah dijual
dengan harga asal ditambah keuntungan.363 Pejual memberitahukan
kepada pembeli harga perolehan objek tersebut dan keuntungan yang
diminta.364 Objek tawarruq yang dibeli secara tangguh dijual kembali
kepada pihak lain secara tunai. Tujuan dari jual beli tawarruq adalah
untuk mendapatkan uang tunai.365 Dalam praktik di lembaga

363
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=163&BookID= 506&PID=206danPID=211, tanggal 9 Juni 2012.
364
Imam Syafi'i dalam kitabnya al-Umm membolehkan praktik mura>bah}ah.
Seseorang dapat meminta orang lain membelikan sesuatu yang diinginkan kemudian
ia memberikan keuntungan tertentu kepadanya. Kalangan Malikiyah mendefinisikan
mura>bah}ah sebagai jual beli di mana pemilik barang menjelaskan harga perolehan
barang tersebut dan mengambil untung sejumlah uang yang diinginkannya baik
totalnya, per rupiahnya, atau persentasenya. Hanafiyah mendefinisikan mura>bah}ah
sebagai menyerahkan barang dengan akad awal dan harga dasar ditambah
keuntungan. Syafi'iyah dan Hanabilah mendefinisikan mura>bah}ah sebagai jual beli
dengan pokok harga atau dengan harga yang dipatok penjual dengan keuntungan
misal satu dirham untuk setiap sepuluh dirham dengan syarat para pihak mengetahui
pokok harga tersebut. Lihat Al-Sha>fi’i>, al-Umm, j.3, (al-Mans}u>rah: Da>r al-Wafá,
2005), 33. Ibn Juzay, al-Qawa>ni>n al-Fiqhi>yah, (al-Qa>hirah: Da>r al-Hadi>th, 2005),
263; Muh}ammad al-Kha>t}ib al-Sharbi>ni>, Mughni> al-Muh}ta>j ilá Ma‘rifah Ma‘a>ni> al-
Minha>j, j.2, (Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.), 77; al-Shi>ra>zi>, al-Muhadhdhab, j.1, 382; Ibn
Quda>mah, al-Mughni>, j.4, 199.
365
Tawarruq berasal dari kata wariqa yang berarti perak. Secara istilah,
tawarruq berarti membeli barang dengan harga tangguh kemudian menjualnya

100
keuangan syariah, dua model jual beli tersebut memiliki kesamaan
dalam hal pihak yang terlibat, yaitu tiga pihak, penjual (pemilik
objek), LKS, dan nasabah.
MPS menggunakan akad tawarruq untuk produk pembiayaan
dan penggalangan dana (resolusi 60 dan 61). Akad tersebut juga
digunakan dalam produk sukuk tawarruq (resolusi 63) dan transaksi
jual beli minyak kelapa sawit di pasar sawit (Commodity Murabahah
House/CMH) yang disahkan melalui resolusi 64. Di fatwa DSN,
mura>bah}ah hanya mungkin digunakan sebagai produk pembiayaan
saja. DFPS Kuwait mengesahkan penggunaan akad mura>bah}ah dan
tawarruq untuk produk pembiayaan (fatwa nomor 112). Dua akad
tersebut tidak bertentangan dengan prinsip jual beli.366
DSN menggunakan akad mura>bah}ah dalam empat belas (14)
fatwa. Akad tersebut digunakan untuk enam produk, pembiayaan
mura>bah}ah, line facility, pembiayaan rekening koran syariah, LC
impor syariah, pengalihan utang, dan penjualan langsung berjenjang
syariah/PLBS. Fatwa lainnya mengatur pembiayaan mura>bah}ah.367
Tabel 8
Produk dengan Akad Mura>bah}ah

kepada orang lain selain penjual pertama dengan harga tunai. Sa>mi ibn Ibra>him al-
Suwaylim, "al-Tawarruq wa al-Tawarruq al-Munaz}z}am, Dira>sah Ta's}i>li>yah",
Makalah untuk Muktamar Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, Agustus 2003, 8; "H}ukm al-
Tawarruq alladhi Tajri>h al-Bunu>k", diunduh dari http://www.ibtesama.com/vb/
showthread-t_2779.html, tanggal 23 Pebruari 2010.
366
Fatwa DFPS nomor 128. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx? pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=6, tanggal 23
Maret 2012.
367
Produk tersebut ditemukan pada fatwa nomor 45/DSN/II/2005, fatwa
nomor 30/DSN/VI/2002, nomor 34/DSN-MUI/IX/2002, nomor 31/DSN-
MUI/VI/2002, dan nomor 75/DSN-MUI/VII/2009. Pengaturan produk pembiayaan
mura>bah}ah tersebar dalam sembilan fatwa, yaitu ketentuan umum pembiayaan
mura>bah}ah (fatwa nomor 04/DSN-MUI/IV/2000), uang muka dalam mura>bah}ah
(fatwa nomor 13/DSN-MUI/IX/2000), diskon dalam mura>bah}ah (fatwa nomor
16/DSN-MUI/IX/2000), sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda
pembayaran (fatwa nomor 17/DSN-MUI/IX/2000), potongan pelunasan mura>bah}ah
(fatwa nomor 23/DSN-MUI/III/2002), potongan tagihan mura>bah}ah (nomor
46/DSN-MUI/II/2005), rescheduling dalam mura>bah}ah (nomor 47/DSN-
MUI/II/2005), penyelesaian dalam mura>bah}ah tak mampu bayar (nomor 48/DSN-
MUI/II/2005), dan reconditioning dalam mura>bah}ah (nomor 49/DSN-MUI/II/2005).

101
No DSN Th. MPS Th.
1 Pembiayaan mura>bah}ah 2000 Pembiayaan mura>bah}ah 2005
2 Line facility 2005 Tabungan mura>bah}ah 2005
3 Pembiayaan rekening koran 2002 Sukuk mura>bah}ah 2007
syariah
4 LC impor syariah sda Pasar perdagangan 2008
5 Pengalihan utang sda
6 Penjualan langsung berjenjang 2009
syariah/PLBS

Bentuk mura>bah}ah yang disahkan DSN adalah mura>bah}ah yang


disertai kewajiban membeli (mura>bah}ah muqtarinah bi al-wa‘ad al-
mulzim lit}araf wa>h}id aw lit}arafayn).368 Menurut Qal‘ahji>, akad
mura>bah}ah yang dikenalkan dalam fikih adalah akad pembelian
barang dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati.
Adapun mura>bah}ah yang dipraktikkan di bank syariah adalah
mura>bah}ah al-a>mir bi-al-shira>' yaitu seseorang meminta pihak lain
membeli objek tertentu dengan kualifikasi yang diminta kemudian ia
membelinya kembali dengan memberikan keuntungan tertentu.369
Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan barang dengan janji
(wa‘ad) akan membeli barang tersebut.370 Janji tersebut dapat tidak
mengikat jika nasabah mengalami ketidakmampuan untuk melunasi
utang karena berbagai sebab, seperti pailit dan sebagainya.371 Bank
setelah membeli objek tersebut menawarkan kembali kepada nasabah
dengan harga perolehan (harga barang dan biaya-biaya) ditambah
keuntungan yang disepakati. Pembelian oleh bank harus secara nyata
telah dilakukan sehingga objek tersebut secara hukum telah dimiliki
oleh bank syariah.372

368
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 25.
369
Muh}ammad Rawa>s Qal‘ahji>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 89, 93.
370
Muh}ammad Rawa>s Qal‘ahji>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 95-97; Wahbah al-
Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 69-70. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 25.
371
Pada fatwa DFPS nomor 140 diputuskan bahwa KFH tidak harus
menyerahkan pesanan mura>bah}ah kepada nasabah yang mengalami kepailitan dan
ketidakmampuan lainnya. KFH harus lebih melindungi dana pemodal dan penitip
ketimbang memberikan pembiayaan yang diragukan kemampuan bayarnya. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&
BookID=506&PID=258, tanggal 9 Juni 2012.
372
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3765; Fatwa Abdul Aziz Abdullah bin

102
Produk dengan akad tawarruq tidak menggunakan janji dan
peran bank sebagai penjual atau pembeli. Dalam produk pembiayaan
tawarruq, LKS membeli objek dari penyedia barang dengan harga
tunai kemudian objek tersebut dijual kepada nasabah secara
mura>bah}ah. Nasabah dengan mewakilkan kepada LKS menjual objek
kepada pihak lain secara tunai. Nasabah mendapatkan uang tunai dari
penjualan aset kepada pihak lain dan nasabah berkewajiban melunasi
utang mura>bah}ah kepada LKS dalam jangka waktu yang disepakati.373
Dalam produk penggalangan dana, nasabah membeli aset dari pihak
lain yang diwakili oleh LKS secara tunai. Kemudian nasabah menjual
aset tersebut kepada LKS secara mura>bah}ah. LKS menjual kembali
aset tersebut kepada pihak lain secara tunai dengan harga sama seperti
harga pembelian pertama. Nasabah akan mendapatkan harga
mura>bah}ah yang dibayar sesuai kesepakatan.
Prosedur tawarruq tergambar pada produk sukuk mura>bah}ah dan
CMH. Investor, dalam sukuk mura>bah}ah, akan membeli aset yang
menjadi objek sukuk secara tunai. Kemudian objek tersebut dijual
kepada penerbit sukuk secara mura>bah}ah. Penerbit akan menjual lagi
aset tersebut kepada pihak lain. Penerbit akan membayar harga
mura>bah}ah kepada investor. Kontrak sukuk tersebut dibenarkan
selama akad jual beli tiga pihak atau lebih berjalan dengan benar.374
Produk sukuk demikian belum diakomodasi secara jelas di Indonesia.
Produk sukuk Indonesia yang disahkan DSN adalah sukuk ija>rah,
mud}a>rabah, dan sale and lease back.375 Produk SBSN sale and lease
back, menurut Ma'ruf Amin, merupakan bentuk tawarruq, karena

Baz membolehkan praktik mura>bah}ah dengan ketentuan bank telah secara nyata
membeli dan menguasai objek akad. Muh}ammad Sulayma>n al-Ashqar, Bay‘ al-
Mura>bah}ah kama> Tajri>h al-Bunu>k al-Isla>mi>yah, (Yordan: Da>r al-Nafa'>is, 1995), 52-
53; DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 26.
373
Fatwa MPS dalam pertemuan ke-51 tanggal 28 Juli 2005 membenarkan
praktik tersebut. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 96.
374
Produk tersebut disahkan oleh MPS pada pertemuan ke-67 tanggal 3 Mei
2007. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 96.
375
Fatwa berkaitan dengan sukuk adalah fatwa pasar modal, fatwa SBSN,
fatwa obligasi syariah dan obligasi syariah muda>rabah.

103
melibatkan pihak ketiga, yaitu perusahaan yang ditunjuk pemerintah
untuk menjual aset SBSN.376
Produk CMH dibentuk Bank Negara Malaysia dan Bursa
Malaysia. Para pembeli sawit di CMH terlebih dahulu harus
mengenali lokasi sawit, kuantitas, dan kualitasnya sebelum meneken
kontrak jual beli. Penyerahan objek akad dilakukan setelah
mendapatkan persetujuan (lisensi) dari Lembaga Minyak Sawit
Malaysia. Pembeli akan membayar iuran dan biaya-biaya lain seperti
penyerahan dan penyimpanan. Fatwa MPS menyatakan penjualan
tersebut sah selama objek jual beli diketahui secara pasti dan
disarankan pembeli dan penjual ditetapkan secara acak (random).377
Jual beli acak dilakukan untuk menghindari pihak yang berakad sama
karena tawarruq meniscayakan tiga pihak yang berbeda.378
Kedudukan Bank syariah dalam kontrak bay‘ al-mura>bah}ah al-
muqtarinah bi-al-wa‘d sebagai perantara (ta>jir wasi>t}) antara penjual
pertama (supplier) dengan nasabah.379 Bank syariah harus membeli
objek mura>bah}ah setelah nasabah menyatakan keinginan dan berjanji
akan membeli objek tersebut.380 Bank dapat mewakilkan kepada
nasabah membeli dan menjual sekaligus.381 Penyedia barang dapat
pula bertindak sebagai wakil bank untuk menjual secara mura>bah}ah
kepada nasabah. Bank syariah menjalin kerja sama dengan supplier
untuk menjual barang ditambah harga perolehan kepada nasabah.
Ketika nasabah datang ke supplier membeli barang, maka nasabah
akan bertransaksi kepada penyedia barang atas nama bank syariah

376
Wawancara dengan KH. Ma'ruf, ketua harian DSN-MUI pada tanggal 20
Pebruari 2013 di kantor DSN Jakarta.
377
Produk ini didasarkan pada fatwa MPS pada pertemuan ke-78 tanggal 30
Julai 2008. CPO harus dikenal dan ditentukan secara jelas dan tepat ( mu‘ayyan bi
al-dha>t) dari segi lokasi, kuantitas dan kualitas untuk memenuhi syarat objek akad.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 100.
378
Ciri tawarruq adalah pihak yang berakad tiga pihak di mana penjualan
kedua objek akad dilakukan kepada pihak ketiga. Ini berbeda dengan konsep SBSN
sale and lease back dimana pihak yang berakad 2 pikak dan penjualan kedua oleh
pihak tersebut.
379
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.1, 45.
380
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 25.
381
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 280-
281, 287.

104
untuk pembelian barang tersebut secara mura>baha}ah. Fatwa DFPS
Kuwait berpendapat transaksi tersebut termasuk tradisi yang
dibolehkan dan bagi yang memiliki sesuatu berhak untuk
menyerahkan sesuatu tersebut kepada yang lain termasuk melalui
wakilnya.382
Dalam praktik, bank syariah biasanya mewakilkan kepada
nasabah untuk membeli objek mura>bah}ah kemudian objek tersebut
dijual oleh nasabah atas nama bank kepada nasabah. Hal ini terjadi
karena umumnya nasabah yang mencari objek mura>bah}ah kemudian
mengajukan pembiayaan kepada bank syariah. Namun apabila harga
ditentukan oleh wakil maka hukumnya tidak sah. Harga mura>bah}ah
harus ditetapkan oleh yang mewakilkan (muwakkil). Menurut El-
Gamal, perwakilan dilakukan untuk mengurangi biaya yang
dikeluarkan oleh bank dan pajak ganda karena pembelian dua kali
yang biasanya dikenakan kepada nasabah.383 Pada fatwa nomor 237,
DFPS Kuwait berpendapat bahwa ada baiknya nasabah ketika
membeli objek menyatakan sebagai wakil dari bank syariah, meskipun
hal tersebut tidak menjadi keharusan.384
Penetapan wakil tersebut dapat menghindari peran bank sebagai
pemberi pinjaman semata.385 Hal tersebut mengantisipasi terjadinya
hal yang dilarang (sadd al-dhari>‘ah)386 dan terjadi dua jual beli dalam
satu jual beli. Jika terjadi dua jual beli, salah satunya harus dibatalkan
terlebih dahulu (iqa>lah). Kesepakatan antara nasabah dan penjual
(supplier) adalah kesepakatan dalam bentuk janji. Kesepakatan tidak
terjadi dalam bentuk jual beli karena jual beli dilakukan antara
nasabah dan bank syariah. Jika dua jual beli tersebut dilakukan maka
terjadi dua akad.387

382
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "Kita>b al-Fata>wá al-Shar‘i>yah", j.1-3. ‘Ali>
Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 282.
383
Mahmoud A. El-Gamal, Islamic Finance, 65.
384
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "Kita>b al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa>il al-
Iqtis}a>di>yah", j.1-3, Bayt al-Tamwi>l Kuwait, fatwa nomor 368. ‘Ali> Jum‘ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 287-288.
385
Fatwa DFPS nomor 17 dan 24. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506, tanggal 9 Juni 2012.
386
Fatwa DFPS nomor 54. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=16, tanggal 23 Maret 2012.
387
Pada fatwa DFPS nomor 107 dan 347. Diunduh dari http://moamlat.al-

105
Lewis melihat terjadi paradoks antara peran bank syariah
sebagai intermediary uang dan jual beli barang secara mura>bah}ah.388
Jenis perantara dalam fikih cukup banyak.389 Perantara yang tepat
bagi bank syariah, menurut al-Suwaylim, adalah perantara keuangan
(wasa>t}ah ma>li>yah) antara orang yang membutuhkan uang dengan
investor.390
Praktik mura>bah{ah di atas, menurut Saeed, tampak di
permukaan sebagai kontrak jual beli, namun kenyataannya akad
tersebut merupakan suatu jenis pembiayaan dengan keuntungan yang
ditetapkan di muka, yang tidak jauh berbeda dengan pembiayaan
berdasarkan bunga tetap.391 Akad mura>bah}ah dipraktikkan secara
semu (artificial) karena bank tidak berhubungan dengan objek akad.
Hubungan tersebut hanya secara teori, dalam praktik tidak terjadi.392
Peran bank sebagai pemberi biaya bukan penjual barang, karena bank
hanya mengurus dokumen pembiayaan. Bank tidak mengurus
penjualan dan risiko atas objek tersebut tidak menjadi tanggung jawab
bank melainkan asuransi.393 Dalam keadaan semacam itu, fatwa MFI
menegaskan larangan mura>bah}ah. Menurut MFI, bank syariah tatkala
membeli objek pesanan nasabah (melalui janji/wa‘ad) harus menerima
objek tersebut dan menguasainya serta bertanggung jawab atas segala
risiko atas objek tersebut sebelum dijual kembali ke nasabah.394

islam.com/Page.aspx?pageid =529&BookID =506&TOCID=351, tanggal 9 Juni


2012.
388
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 16.
389
Sa>mi> Ibra>hi>m al-Suwaylim, "'al-Wasa>t}ah al-Ma>li>yah," 92.
390
Sa>mi> Ibra>hi>m al-Suwaylim, "'al-Wasa>t}ah al-Ma>li>yah," 89.
391
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 143.
392
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, 141.
Fatwa DFPS nomor 94 dan 225 menyarankan untuk tidak melaksanakan akad
mura>bah}ah di mana penyedia barang menjadi wakil bagi bank syariah untuk menjual
kembali objek akad. Apalagi penyedia barang tersebut yang dibeli bank syariah
masih atas nama dan menggunakan uang penjual. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506& PID=522, tanggal
9 Juni 2012.
393
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 142.
394
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Wafa> bil-Wa‘ad wal-Mura>bah}ah lil-A<mir
bil-Shira>'", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada
tanggal 3 Juli 2011.

106
Nashmi melarang praktik mura>bah}ah yang objeknya belum
dikuasai.395 Fatwa DSN menegaskan bahwa bank syariah harus
melakukan pembelian objek mura>bah}ah lebih dahulu secara sah dan
terbebas dari riba. Meskipun bank mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli objek akad, fatwa DSN menekankan bahwa secara prinsip
objek tersebut harus sudah dimiliki terlebih dahulu oleh bank.396
Fatwa MPS dalam produk tawarruq menekankan proses jual beli
pertama dan kedua.397 Fatwa DSN dan MPS sama-sama menekankan
keharusan keabsahan jual beli pertama. Fatwa DFPS Kuwait nomor
137 melarang KFH yang berperan hanya sebagai pemberi dana. KFH
dalam kontrak mura>bah}ah harus berperan sebagai penjual kepada
nasabah. Pada fatwa nomor 259 ditegaskan bahwa transaksi jual beli
hanya antara KFH dan penyedia barang, nasabah hanya berjanji
membeli atau dapat meminta harga kepada penyedia barang. Pada
fatwa nomor 69 disebutkan bahwa objek harus beralih terlebih dahulu
atas nama KFH, baru dialihkan kepada nasabah.398
Al-Sibha>ni> melihat praktik mura>bah}ah tidak murni dan menjauh
dari model dan ketentuan yang disepakati ulama. Dalam jual beli,
risiko kerugian harus ditanggung oleh penjual. Namun bank syariah
tidak menanggung risiko tersebut karena transaksi mura>bah}ah yang
dilakukan bank setelah nasabah menentukan objek akad dan berjanji
membelinya.399 Mura>bah}ah yang ada mengambil bentuk bay‘ al-
muwa>s}afah ma‘a al-wa‘ad al-mulzim disertai janji mengikat. Dia
mencatat beberapa sebab pergeseran akad mura>bah}ah; pertama, bank
syariah bukanlah pedagang sebenarnya, tetapi menjalankan fungsi
dagang dengan model al-mura>bah}ah lil-a>mir bi-al-shira>' yang

395
Fatwa Nashmi, mufti Kuwait, nomor 2144 tanggal 26 Januari 2009.
Nashmi, "Bay‘ ma>lam yamlik". Diunduh dari http://www.dr-nashmi.com/fatwa/
index.php?module=fatwa&id= 1910, tanggal 3 November 2011.
396
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 24-25.
397
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 94-96.
398
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
BookID=506&TOCID=351, tanggal 9 Juni 2012.
399
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-
Isla>mi>yah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16, No. 1,
(2003): 31.

107
keuntungannya tidak berbanding dengan risiko; kedua, bank syariah
menghindari risiko pasar, turunnya harga, dan sebagainya dan risiko
dibebankan kepada nasabah; ketiga, kerusakan dan cacat menjadi
tanggung jawab bank syariah, namun hal itu tergantung penyebabnya
dan diserahkan kepada asuransi. Namun demikian, kerugian akibat
risiko pasar dan harga tidak ditanggung bank juga tidak oleh
asuransi.400
Al-Kaff, sebagaimana dikutip Abdullah Saeed, berpendapat
bahwa akad mura>bah}ah tidak ditemukan pada masa Nabi Muhammad
dan sahabatnya.401 Akad ini termasuk jual beli dengan prinsip
kepercayaan (amanah)402 yang di dalam Al-Qur'an tidak ditemukan
ayat yang mengaturnya secara khusus. Para ulama menetapkan syarat-
syarat keabsahan akad mura>bah}ah. Syarat tersebut meliputi: pokok
harga dan keuntungan harus diketahui pihak yang berakad, pokok
harga berupa ukuran (berat, ukuran, dan bilangan), tidak berakibat
riba pada barang ribawi (emas, perak, uang, gandum), dan jual beli
pertama harus sah.403 Fatwa Syria membolehkan praktik tawarruq
yaitu membeli barang dengan tujuan tidak untuk menggunakannya
tapi untuk menjualnya kembali agar mendapatkan uang dengan syarat
barang tersebut telah diterima baru dijual kembali.404
Ulama dahulu telah memperdebatkan keabsahan mura>bah}ah. Al-
Dasu>qi> mencontohkan praktik jual beli mura>bah}ah sebagai berikut;
"Seseorang minta orang lain membeli barang darinya, tapi karena dia
tidak memiliki barang, maka ia membeli dari penjual untuk dijual
kembali kepada orang yang minta kepadanya sebelum barang itu ia

400
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t", 3, 35.
401
Al-Kaff, "Does Islam Assign Any Value", dalam Abdullah Saeed, Menyoal
Bank Syariah, 119.
402
Jual beli dengan prinsip kepercayaan terbagi atas tiga bentuk; al-tawli>yah
(pewakilan) yaitu jual beli suatu objek dengan harga asalnya; al-wad‘i>>yah yaitu jual
beli objek dengan harga lebih rendah dari harga asal; dan mura>bah}ah yaitu jual beli
objek dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati. Muh}ammad Rawa>s
Qal‘ahji>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 89.
403
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, 3767-3770.
404
Fatwa nomor 1769 tanggal 11 Mei 2009 dan fatwa nomor 1484 tanggal 20
Januari 2009. Sumber http://www.eftaa-aleppo.com/index.jsp?inc=21&id=1769-
1484, diunduh 27 Oktober 2011.

108
miliki. Jual beli tersebut termasuk bay‘ al-‘i>nah karena penjual minta
bantuan penjual untuk mencapai tujuannya, yaitu membayar murah
untuk mendapat keuntungan besar. Jual beli tersebut dikenal di
kalangan ulama dengan istilah bay‘ al-muwa>s}afah yang sama sekali
berbeda dengan mura>bah}ah yang dibenarkan syariah.405 Imam al-
Sha>fi‘i> membolehkan jual beli dengan janji pembelian yang tidak
mengikat. Di dalam al-Umm dijelaskan, seseorang (pembeli) berkata,
belikan barang ini, saya akan beri untung kepadamu (penjual). Jual
beli pertama sah. Kalimat saya memberi untung adalah khiya>r antara
membeli barang tersebut atau tidak membelinya. Syafi'iyah,
Malikiyah, dan Hanafiyah membolehkan akad tersebut dengan syarat
janji ingin membeli tidak mengikat.406 Sebagian Malikiyah
melarangnya karena ada riba yang diharamkan. Jual beli tersebut
termasuk kategori bay‘ al-‘i>nah. Larangan tersebut sebagai bentuk
antisipasi (sadd al-dhari>‘ah).407 Jika janji mengikat, maka menurut al-
Sha>fi‘i> akad tidak sah karena dua alasan; jual beli atas barang yang
belum dimiliki oleh penjual dan adanya gharar dalam harga.408 Fatwa
DSN menyebutkan bahwa janji bersifat mengikat. Nasabah harus
membeli objek mura>bah}ah yang sudah dipesan. Fatwa DSN
menghindari bay‘ al-‘i>nah dengan menetapkan syarat kepemilikan
objek akad terlebih dahulu terjadi secara sah oleh LKS.409 Fatwa MPS
juga mengatur kepemilikan objek tersebut seperti yang diatur DSN.410
Mura>bah}ah yang dipraktikkan di bank syariah tidak sesuai
dengan pendapat al-Sha>fi‘i> yang menetapkan tidak mengikatnya janji.
Pengikatan janji dalam fatwa DSN memberi kepastian dan
menghindari kemungkiran nasabah yang memesan objek. Al-Sarkhasi>
menyarankan adanya khiya>r selama tiga hari untuk memastikan

405
Al-Dasu>qi> sebagaimana dikutip al-Sibha>ni> melarang jual beli tersebut.
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t", 34.
406
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t", 37.
407
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t", 41.
408
Al-Sha>fi‘i>, al-Umm, j.3, 48.
409
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 25.
410
MPS mendasarkan kebolehan tawarruq di antaranya pada pendapat Syafi'i
yang membolehkan bay‘ al-‘i>nah selama dua jual beli dijalankan secara terpisah.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 113.

109
apakah nasabah melanjutkan membeli objek yang dipesannya atau
tidak.411 Adanya gharar seperti diungkap al-Sha>fi‘i>, menurut Yu>suf al-
Qarad}a>wi>, termasuk gharar kecil dalam praktik di perbankan syariah.
Pembeli sudah tahu harga objek yang akan ditransaksikan dan hal
tersebut mengurangi gharar harga. Gharar kecil dimaafkan dalam
kegiatan muamalat.412
Al-Zuhayli> tidak sependapat adanya kemiripan praktik
mura>bah}ah dengan riba. Menurutnya, praktik akad tersebut tidak
hanya dilihat dari hasilnya semata, tetapi juga prosesnya. Akad
mura>bah}ah mengharuskan adanya praktik jual beli yang dilakukan
oleh bank. Hukum jual beli membolehkan penjual mengambil
keuntungan dari harga perolehannya. Penjualan dapat dilakukan
secara tunai atau kredit.413 El-Gamal menegaskan bahwa bunga
didapat dari pinjaman, sedangkan untung dari jual beli.414 Untuk
mengantisipasi terjadinya praktik riba, fatwa Komisi Fatwa Yordania
(Da>'ira>t al-Ifta>' al-‘A<m al-Urduni>yah) menetapkan dua syarat; pertama
adanya kepastian objek akad telah dimiliki oleh bank melalui akad
jual beli antara bank dan penjual. Kedua objek akad telah diterima
secara nyata oleh bank baik diterima secara fisik maupun hukmi.415
Dewan Fatwa Syria menegaskan bahwa bank syariah tidak cukup
dengan membayar sebagian objek akad (misalnya 80%) dan nasabah
sisanya (20%), kemudian bank syariah menetapkan keuntungan

411
Al-Sarkhasi> menyebutkan: "seseorang meminta dibelikan rumah dengan
harga 1000 dirham, dan dia menyatakan jika ia jadi beli akan dibayarnya rumah
tersebut seharga 1100 dirham. Namun orang yang diperintah khawatir dengan
kemungkinan tidak jadinya pihak yang meminta barang untuk membelinya.
(Muhammad menjawab hal ini), jual beli rumah tersebut disertai khiya>r selama tiga
hari, jika yang meminta jadi beli maka khiya>r selesai, namun jika batal maka yang
diminta dapat mengembalikan rumah tersebut. Shams al-Di>n al-Sarkhasi>, al-
Mabsu>t}, j.3. (Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah, 1986), 237-238.
412
Pendapat Yu>suf al-Qarad}a>wi> dikutip al-Sibha>ni>. ‘Abd al-Jabba>r H}amd
‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t", 39.
413
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 70-71.
414
Bank menetapkan biaya perolehan dan keuntungan sebagai harga yang
dijual kepada nasabah (credit price). Mahmoud A. El-Gamal, Islamic Finance, 64.
415
Fatwa nomor 816 tanggal 13 Juli 2010 dengan judul "Yajib tahaqqaq al-
qabd} qabl bay‘ al-bank al-Isla>mi> ‘alá al-‘ami>l", diunduh dari situs
http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/ 608, tanggal 15 Nopember 2010.

110
baginya. Hal ini dilarang karena sebenarnya tidak terjadi pembelian
objek akad oleh bank. Bank hanya memberikan dana kepada nasabah
dan menetapkan keuntungan. Praktik semacam ini termasuk riba yang
dilarang.416
Al-Zuh}ayli> juga menekankan syarat yang sama. Ia menegaskan
beberapa hal; pertama, bank syariah harus secara nyata memiliki dan
menerima objek mura>bah}ah, kedua tidak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli dan menjual objek akad kecuali terpaksa, ketiga akan
lebih baik meminimalkan penggunaan akad ini karena ada
kecenderungan menyerupai qard}, apalagi jika sering dilakukan,
mungkin akan terjerumus pada praktik pinjaman dengan bunga. Fatwa
mufti Mesir, ‘Ali Jum‘ah, menekankan agar praktik tawarruq betul-
betul terhindar dari yang dilarang, seperti jual beli bukan barang
miliknya dan tidak dikuasainya objek akad karena berakibat tidak
dapat diserahterimakan.417 Fatwa DFPS Kuwait memungkinkan
pembelian objek akad kemudian objek akad tersebut disimpan di
penjual. Objek mura>bah}ah yang ditawarkan oleh supplier kepada
nasabah adalah milik bank syariah yang sebelumnya telah
dibelinya.418 DFPS menyarankan untuk menghindari perpaduan akad
mura>bah}ah dan tawarruq dalam satu transaksi.419 Perpaduan tersebut
dapat mengakibatkan jual beli secara semu dan dapat menjadi
kebiasaan yang tidak menunjukkan keseriusan dalam jual beli.
Keputusan tersebut sebagai bentuk antisipasi pada hal-hal yang
dilarang (sadd al-dhari>‘ah).420

416
Fatwa nomor 1428 tanggal 25 Desember 2008, diunduh dari
http://www.eftaa-aleppo.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=1428, tanggal 27
Oktober 2011.
417
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 70-71. Fatwa mufti Mesir,
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad, nomor 279 "al-bay‘ bi-al-taqsi>t" tanggal 17 November
2005, diunduh dari http://www.dar-al-ifta.org, tanggal 23 Desember 2010.
418
Fatwa DFPS nomor 134. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=35, tanggal 23 Maret 2010.
419
Pada fatwa nomor 327 dan 339. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=244, tanggal 9 Juni
2012.
420
Fatwa nomor 122, 327, dan 339. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=6danPID=224,

111
DSN dan MPS mendasarkan keabsahan mura>bah}ah dan tawarruq
pada firman Allah dalam surat al-Baqarah [2] ayat 275 tentang
kebolehan jual beli. Selain ketentuan jual beli, dasar hukum
mura>bah}ah dalam fatwa DSN yaitu: al-Ma>idah [5] ayat 1 seputar
kewajiban memenuhi akad, al-Nisa>' [4]: 29 tentang perdagangan, al-
Baqarah [2]: 280 memberi kemudahan dalam bentuk tangguh, hadis
Nabi riwayat al-Bayha>qi> berkaitan dengan prinsip kerelaan dalam jual
beli, riwayat Ibn Ma>jah tentang keberkahan jual beli tangguh, riwayat
Tirmidhi> tentang kebolehan membuat syarat, riwayat Jama‘ah
mengenai tindakan menunda-nunda pembayaran, riwayat Ibn Ma>jah
tentang hukuman orang yang menunda-nunda pembayaran, dan
riwayat ‘Abd al-Ra>ziq dan Na>fi‘ seputar kebolehan uang muka
(‘urbu>n). Dasar hukum lain adalah ijmak ulama dan kaidah fikih
hukum asal muamalah.421 Fatwa MPS mendasarkan kebolehan
tawarruq pada pendapat ulama seperti Ibn Huma>m (Hanafiyah) dan
Ibn Muflih} (Hanabilah). Fatwa MPS juga merujuk pendapat Syafi'iyah
yang membolehkan bay‘ al-‘i>nah dan kaidah fikih hukum asal
muamalah.422
Pemisahan dua jual beli dalam produk mura>bah}ah dan tawarruq
sebagai bentuk antisipasi terjadinya riba dan bay‘atayn fi> bay‘ah.
Fatwa DSN dan MPS dalam produk mura>bah}ah atau tawarruq sangat
memperhatikan prosedur dua jual beli. Jual beli pertama harus terjadi
secara sah dan objek akad harus secara prinsip telah dimiliki oleh
LKS. Ketentuan ini menghindari peran LKS yang hanya sekedar
memberikan pinjaman uang.

4. Kombinasi Akad Salam/Istis}na>‘


Produk dengan akad salam antara lain jual beli salam, obligasi
syariah, dan LC impor syariah. Adapun produk LKS dengan akad
istis}na>‘ antara lain pembiayaan istis}na>‘, jual beli istis}na>‘ pararel,
obligasi syariah, line facility, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN),

tanggal 23 Maret dan 9 Juni 2012.


421
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 21-24.
422
MPS menyimpulkan, kalangan Hanafiyah, Hanabilah, dan Syafi'iyah telah
membenarkan praktik tawarruq. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 95.

112
dan LC impor syariah.423 Resolusi MPS hanya menetapkan satu
keputusan berkaitan dengan akad istis}na>‘ yaitu istis}na>‘ pararel
(resolusi nomor 15).
Tabel 9
Produk dengan Akad Salam/Istis}na>‘
No DSN Th. MPS Th.
1 Jual beli salam 2000 Pembiayaan istis}na>‘ pararel 2007
2 Obligasi syariah 2002
3 LC impor syariah. 2002
4 Pembiayaan istis}na>‘, 2000
5 Jual beli istis}na>‘ pararel 2002
6 Line facility 2005
7 Surat Berharga Syariah Negara 2008
(SBSN)

Akad salam dan istis}na>‘ memiliki banyak kemiripan.424 Sebagian


ulama memasukkan istis}na>‘ bagian dari salam dan ulama lain
menganggapnya sebagai akad yang berdiri sendiri.425 Perbedaan salam
dan istis}na>‘ terletak pada pembayaran atas barang. Pada salam
pembayaran dilakukan pada saat akad, sedangkan pada istis}na>‘
pembayaran dapat dilakukan setelah barang pesanan diterima atau

423
Produk salam tersebut ditemukan pada fatwa nomor 05/DSN-
MUI/IV/2000, 32/DSN-MUI/IX/2002, 34/DSN-MUI/IX/2002. Produk istis}na>‘
ditemukan dalam fatwa nomor 06/DSN-MUI/IV/2000, 22/DSN-MUI/III/2002,
32/DSN-MUI/IX/2002, 45/DSN/II/2005, 69/DSN-MUI/VI/2008, dan fatwa nomor
34/DSN-MUI/IX/2002.
424
Kesamaan dua akad tersebut adalah; keduanya merupakan jual beli yang
objeknya belum ada, harus ada kejelasan karakteristik objek yang dipesan, harga
yang disepakati tidak menimbulkan riba, dan tempat penyerahan disepakati secara
konkrit. Perbedaan keduanya adalah objek salam adalah utang sedangkan istis}na>‘
adalah barang, pembayaran salam di muka sedangkan istis}na>‘ dapat di muka atau
setelah terima barang, pengakhiran dalam salam untuk memperlambat sedangkan
dalam istis}na>‘ untuk mempercepat, dan salam untuk barang-barang yang bisa
diukur (mithliya>t) sedangkan istis}na>‘ untuk barang yang dapat diukur dan tidak.
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3642. Su‘u>d ibn Mas‘ad al-Thabi>ti>, al-Istis}na>‘,
(Beiru>t: Da>r Ibn H}azm, 1995), 11-13. Muh}ammad Sulayma>n al-Ashqar, ‘Aqd al-
Salam wa ‘Aqd al-Istis}na>‘ wa Imka>niyat Istifa>dat al-Bunu>k al-Isla>mi>yah minha>, 91.
425
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 98-
99.

113
dicicil dalam waktu tertentu. Fatwa MPS menentukan kebolehan
syarat tambahan dalam istis}na>‘ selama disepakati para pihak.426 Harga
dalam akad salam/istis}na>‘ dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu
pelunasan.427
Bentuk akad salam dan istis}na>‘ yang digunakan dalam produk
LKS dapat dikelompokkan menjadi dua; akad salam/istis}na>‘ tunggal
dan salam/istis}na>‘ berganda. Akad salam tunggal digunakan untuk
produk salam dan obligasi syariah. Akad istis}na>‘ tunggal digunakan
dalam produk istis}na>‘, line facility, obligasi syariah, dan SBSN. Akad
salam berganda digunakan pada fatwa salam (salam pararel) dan
istis}na>‘ pararel digunakan pada fatwa jual beli istis}na>‘ pararel.
Akad salam/istis}na>‘ di bank syariah hanya dapat dilakukan
dengan akad salam/istis}na>‘ berganda (al-salam/al-istis}na>‘ al-
mawa>zi>).428 Keberadaan bank syariah yang tidak memiliki
kewenangan untuk menjual barang berakibat tidak bisa menyediakan
barang yang dipesan oleh nasabah. Bank syariah dapat memenuhi
pesanan barang/jasa dari nasabah dengan cara bank memesan kepada
supplier. Dalam kondisi tersebut, akad yang digunakan adalah salam-
salam atau istis}na>‘-istis}na>‘. Salam/istis}na>‘ pertama dilakukan antara
nasabah pemesan barang/jasa dan bank syariah. Akad salam/istis}na>‘
kedua dilakukan antara bank syariah dan penyedia barang
(supplier).429 Fatwa DSN menetapkan syarat dua akad salam/istis}na>‘

426
Keputusan MFI pada pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=
506&PID=144, tanggal 23 Maret 2012.
427
Fatwa DFPS nomor 323 memperkenankan penetapan harga yang berbeda
karena perbedaan waktu pelunasan. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=144, tanggal 23 Maret
2012.
428
Penetapan fatwa salam pararel dijelaskan dalam satu paket fatwa tentang
salam, sedangkan akad istis}na>‘ pararel dijelaskan secara khusus dalam fatwa istis}na>‘
pararel. Fatwa salam dan istis}na>‘ disahkan pada waktu yang bersamaan. Akad
istis}na>‘ pararel baru disahkan dua tahun kemudian (2002).
429
Fatwa MPS membolehkan istis}na>‘ pararel yaitu, nasabah mengajukan
pembiayaan istis}na>‘ dalam bentuk proyek pembuatan gedung bertingkat kepada
LKS dengan harga tertentu yang dibayar secara angsur. Kemudian LKS menunjuk
kontraktor untuk mengerjakan proyek tersebut sesuai dengan spesifikasi yang
disepakati antara LKS dan nasabah dengan harga yang disepakati antara kontraktor

114
pararel dilakukan terpisah dan tidak saling bergantung. Kedua akad
dibuat dalam kontrak yang berbeda.430 Fatwa MPS menekankan
pelaksanaan dua akad tersebut secara benar.431 MFI membenarkan
bank syariah membuat kontrak salam dengan pihak lain, kemudian
objek salam yang telah diterima tersebut dijual kepada nasabah.432
MPS juga mengesahkan kombinasi akad istis}na>‘ mawa>zi> dengan
ija>rah maws}u>fah fi> al-dhimmah (IMFD) dan ija>rah muntahi>yah bi-al-
tamli>k (IMBT). Kombinasi akad tersebut digunakan untuk
pembiayaan perumahan yang belum siap dihuni. Nasabah memesan
rumah (istis}na>‘) ke developer dengan membayar down payment 10%.
Nasabah mengajukan pembiayaan ke bank dengan menjual rumah
tersebut ke bank secara istis}na>‘ (istis}na>‘ mawa>zi>). Bank sebagai wakil
nasabah akan membayar harga rumah kepada developer. Kemudian
nasabah akan meneken kontrak IMFD dengan membayar sewa rumah
bulanan meskipun rumah belum ditempati.433 Setelah rumah siap
dihuni, bank meneruskan penyewaan rumah dengan mekanisme
IMBT. Di akhir masa sewa bank akan menghibahkan rumah tersebut
kepada nasabah. Fatwa DSN melarang pengenaan biaya tertentu
sebelum objek diterima. Dalam fatwa istis}na>‘ pararel, DSN melarang
bank syariah selaku mustas}ni‘ memungut MDC (margin during
construction) dari nasabah (s}a>ni‘) karena hal ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah.434 Jika bank syariah memungut margin, maka
tindakan itu menyalahi ketentuan jual beli di mana kesepakatan awal
harga dan barang sudah diteken.
Fatwa DSN mengesahkan istis}na>‘ pararel berdasarkan hadis

dengan LKS yang dibayar secara tunai. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,
21. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 33, 138.
430
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 33, 138. lihat juag Dewan Syariah PT.
Al-Barakah, sebagaimana dinukil ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 66-67. Muh}ammad Sulayma>n al-Ashqar, ‘Aqd al-Salam wa
‘Aqd al-Istis}na>‘, 142.
431
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 23.
432
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Salam wa Tat}bi>qa>tuh al-Mu‘a>s}irah",
diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/9-2.htm, diunduh pada tanggal 3
Juli 2011.
433
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 159.
434
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 134-135.

115
Nabi dan kaidah fikih. Hadis Nabi yang dijadikan sumber berupa
hadis-hadis yang bersifat umum yaitu: riwayat Tirmidhi> tentang
kebolehan membuat syarat dan Ibn Ma>jah tentang menghindari
mudarat. Kaidah fikih cukup banyak disebut dalam fatwa DSN, antara
lain hukum asal muamalah, prinsip kesulitan menarik kemudahan,
kebutuhan dapat menempati darurat, dan status pengakuan adat sama
seperti pengakuan syariah.435 Fatwa MPS melandaskan keabsahan
istis}na>‘ pararel pada dua hadis Nabi yang diriwayatkan al-Bukha>ri>
dari Ja>bir ibn ‘Abdullah dan Na>fi‘ yang membolehkan praktik istis}na>‘.
Keputusan AAOIFI adalah rujukan MPS yang secara spesifik
mengesahkan kontrak istis}na>‘ pararel.436
Kombinasi akad salam-salam dan istis}na>‘-istis}na>‘ terjadi karena
pihak yang terlibat tiga unsur, nasabah pemesan, bank syariah, dan
penyedia barang.437 Alternatif salam dan istis}na>‘ pararel bisa
digunakan untuk mengantisipasi ta‘alluq al-‘aqd. Al-Ashqar
menawarkan beberapa model alternatif. Pertama, bank mewakilkan
kepada perusahaan atau agen tertentu untuk memasarkan objek
salam/istis}na>‘ yang telah dimiliki bank dengan perjanjian upah atau
bagi hasil. Kedua, bank mewakilkan kepada penyedia barang (al-
muslam ilayh) untuk memasarkan objek salam/istis}na>‘. Ketiga, bank
menjual kembali barang kepada penyedia barang setelah sempurna
kesepakatan antara keduanya.438 Keempat, bank menjanjikan kepada
pihak ketiga untuk menjual objek salam/istis}na>‘ sebelum objek itu
diterimanya.439 Penyedia barang dapat menjadi wakil pemesan untuk

435
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 136-138.
436
Keputusan AAOIFI nomor 11 (al-Istis}na>‘ wa al-istis}na>‘ mawa>zi>). Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 23.
437
Mahmoud A. El-Gamal, Islamic Finance, 83-84.
438
Untuk menghindari terjadinya bay‘ al-‘i>nah, kontrak salam/istis}na>‘
pertama harus betul-betul terjadi, baru kontrak jual beli kedua dapat dilaksanakan.
Maulana Ejaz Ahmad Samadani, Islamic Banking and Uncertainty (Pakistan: Darul
Ishaat, 2007), 54-55. Lihat juga larangan praktik salam semu oleh fatwa Komisi
Fatwa Arab Saudi, fatwa nomor 20213 dengan judul "Bay‘ al-Salam", yang diunduh
dari http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaSubjects.aspx?View=Page&
NodeID=2363 tanggal tanggal 13 September 2011.
439
Penggunaan akad waka>lah pada salam/istis}na>‘ lebih banyak digunakan
karena bank syariah tidak memesan secara langsung kepada penyedia barang. al-

116
menjual kembali objek akad yang telah dibelinya.440
MPS dan DSN mengesahkan kontrak salam/istis}na>‘ pararel
selama dua akad tersebut terpisah dan tidak saling bergantung.
Ketentuan tersebut untuk menghindari larangan bay‘atayn fi> bay‘ah.
Landasan kontrak tersebut didasarkan pada kontrak jual beli secara
umum dan praktik istis}na>‘ pada masa Nabi. Fatwa lembaga
kontemporer seputar istis}na>‘ pararel dirujuk oleh MPS.

5. Kombinasi Akad Jual Beli/Bay‘


Produk pembiayaan dengan akad jual beli (bay‘) tidak banyak
ditemukan. Akad jual beli yang merupakan akad dasar dalam fikih
tidak banyak digunakan dalam fatwa DSN karena mayoritas fatwa
berkenaan dengan perbankan syariah yang kegiatan utamanya
intermediasi, tidak jual beli (jual beli dalam arti umum). Akad jual
beli ditemukan sepuluh kali dalam fatwa.441
MPS cukup banyak menggunakan akad jual beli dengan berbagai
jenisnya. Selain mura>bah}ah dan tawarruq, MPS mengesahkan kontrak
bay‘ al-‘i>nah, bay‘ al-dayn, dan sale and lease back. Akad-akad
tersebut digunakan dalam produk sukuk, Sertifikat Utang Boleh
Dijual Syariah (SUBDS), Nota Bank Negara Boleh Dijual (resolusi 5,
14, 67, 69, 71, 73, dan 89).
Tabel 10
Produk dengan Akad Jual Beli
No DSN Th. MPS Th.
1 Ija>rah muntahi>yah bi-al-tamli>k 2002 Bay‘ al-‘i>nah 1997
2 LC ekspor syariah 2002 al-Ija>rah thumma al-Bay‘ 1997
3 Pengalihan utang 2002 Bay‘ al-dayn 2000
4 LC impor syariah 2002 Tawarruq 2005
5 Reconditioning dalam mura>bah}ah 2005 Musha>rakah mutana>qis}ah 2006

Ashqar, ‘Aqd al-Salam wa ‘Aqd al-Istis}na>‘, 138-142.


440
Fatwa DFPS nomor 77. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=522, tanggal 9 Juni 2012.
441
Yaitu fatwa 71/DSN-MUI/VI/2008, 75/DSN-MUI/VII/2009, 27/DSN-
MUI/III/2002, 72/DSN-MUI/VI/2008, 49/DSN-MUI/II/2005, dan 35/DSN-
MUI/IX/2002. Fatwa lainnya adalah nomor 31/DSN-MUI/VI/2002, 34/DSN-
MUI/IX/2002, 76/DSN-MUI/VI/2010, dan fatwa nomor 77/DSN-MUI/VI/2010.

117
6 SBSN ija>rah sale and lease back 2008
7 Produk sale and lease back 2008
8 Penjualan langsung berjenjang 2009
syariah/PLBS
9 SBSN ija>rah asset to be leased 2010
10 Jual beli emas secara tidak tunai 2010

Akad jual beli442 umumnya dimodifikasi dengan akad lainnya,


kecuali pada fatwa penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS)
yang menggunakan akad jual beli tunggal. Kombinasi akad bay‘
mengambil bentuk bay‘-ija>rah (fatwa 49, 71, 72, 76), bay‘-waka>lah
(fatwa 35), dan bay‘ (musha>rakah)-mura>bah}ah.
Kombinasi akad bay‘-ija>rah (sale and lease back) dan bay‘-
IMBT digunakan untuk produk SBSN dan konversi akad mura>bah}ah.
Di Malaysia kombinasi akad tersebut digunakan untuk produk Nota
Bank Negara Boleh Dijual (NBNBD), sukuk ija>rah, dan Sertifikat
Utang Boleh Dijual Syariah (SUBDS).443 DFPS Kuwait membolehkan
praktik jual beli pararel (buy and sale by mura>bah}ah).444 Fatwa MPS
mengesahkan kombinasi akad tersebut sejak tahun 2003 dan 2004
(sukuk BBA), sementara DSN baru menetapkan akad tersebut pada
tahun 2008 (untuk SBSN) dan 2005 (untuk konversi akad
mura>bah}ah).
Akad sale and lease back digunakan karena peralihan objek yang
tunggal. Pada kontrak tersebut, akad bay‘ dilakukan untuk menjual
aset antara penjual dan pembeli. Aset yang telah dimiliki pembeli
disewakan kepada penjual sesuai kesepakatan.445 Objek akad berada

442
Akad jual beli (bay‘) secara bahasa berarti mengeluarkan atau
memasukkan sesuatu dari kepemilikan. Ulama secara umum mengartikan jual beli
sebagai pertukaran harta dengan harta secara sukarela (termasuk dengan
ditunjukkan adanya ijab dan kabul). Ramad}a>n H}a>fiz} ‘Abd al-Rahma>n, al-Buyu>‘ al-
D}a>rrah, (al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2006), 11.
443
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 9, 20, 112.
444
Fatwa DFPS nomor 310. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid =529&TOCID=163&BookID=506&PID=246, tanggal 9 Juni 2012.
445
Pada reconditioning akad mura>bah}ah, nasabah menjual objek mura>bah}ah
kepada bank syariah. Selanjutnya bank menyewakan dengan akad IMBT kepada
nasabah. Pada SBSN ija>rah asset to be leased, akad hibah digunakan untuk
pengalihan kepemilikan hak atas sebagian aset objek ija>rah dari pemerintah ke

118
pada pemilik sekaligus penyewa. Objek akad awalnya milik pihak
yang akan menyewa. Penyewaan tidak akan terjadi pada barang milik
sendiri. Akad ija>rah dapat dilakukan apabila objek tersebut telah
dimiliki pihak lain. Dalam fatwa DSN dijelaskan kemungkinan
pembelian kembali aset sewa oleh penjual pertama.446 Artinya, pada
kontrak tersebut akad yang digunakan adalah bay‘-IMBT.
Peralihan satu objek untuk dua akad harus memperhatikan
prinsip keabsahan masing-masing akad. DSN, MPS, dan DFPS
menegaskan bahwa kontrak bay‘ harus terpisah dari ija>rah. Akad
ija>rah baru dapat dilakukan setelah akad jual beli atas aset terjadi.447
MPS mengatur, jika transaksi tersebut dilakukan oleh wakil, maka
status wakil harus disebutkan.448 Fatwa Syria membolehkan transaksi
jual dan beli satu objek sekaligus. Fatwa tersebut mendasarkan pada
pandangan kalangan Malikiyah yang membolehkan seseorang yang
membeli objek (selain makanan) kemudian menjual kembali objek
tersebut kepada pihak lain sebelum menerima objek tersebut (al-qabd})
selama pembelian pertama telah terjadi.449 Menurut fatwa DSN dan
MPS, peralihan kembali objek akad kepada penjual pertama dilakukan
dengan akad hibah atau jual beli melalui wa‘ad.450
Pengalihan aset dalam kontrak sale and lease back dapat
dilakukan sebelum berakhirnya masa sewa. Pada fatwa nomor 72, 76,
dan resolusi nomor 69 membenarkan hal demikian. Pemerintah dalam
produk SBSN dan pengutang dalam produk Sertifikat Utang Boleh

perusahaan penerbit SBSN atau wakil yang ditunjuk. Aset tersebut disewakan
kepada pemerintah dan pada saat atau sebelum jatuh tempo pemerintah dapat
membeli objek ija>rah tersebut. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 265-266.
446
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j2, 195. Fatwa Suria nomor 726 tanggal 5
Maret 2008 membolehkan praktik sale and buy back. Diunduh tanggal 27 Oktober
2011 dari http://www.eftaa-aleppo.com/fatwa/index.php? module=fatwa&id=1977.
447
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 195. Fatwa DFPS nomor 109. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&
BookID=506& PID=36, tanggal 23 Maret 2012.
448
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 4.
449
Fatwa nomor 1637 tanggal 31 Maret 2009. Sumber http://www.eftaa-
aleppo.com/index.jsp?inc=21&id= 1637, diunduh 27 Oktober 2011.
450
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 195; Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 4.

119
Dijual Syariah (SUBDS) dapat membeli sebagian atau seluruh aset
SBSN/SUBDS sebelum jatuh tempo dan/atau sebelum berakhirnya
masa sewa dengan harga sesuai kesepakatan.451 Penjualan aset sewa
tersebut dibenarkan syariah.452 Penjualan dapat dilakukan dengan
melakukan perubahan atau pengakhiran akad (SBSN).453 Dengan kata
lain, pembelian tersebut baru dapat dilakukan apabila akad ija>rah
telah diakhiri.454 Ketentuan tersebut mengantisipasi transaksi
penjualan dan sewa yang tidak sesuai syariah. Fatwa Dewan Syariah
Bank Al-Rajhi melarang praktik sewa dan beli seperti terjadi dalam
praktik berikut; perusahaan membeli apartemen, kemudian
menyewakan apartemen tersebut kepada penjual. Kemudian
perusahaan menjual apartemen tersebut kepada pihak lain, dengan
syarat hasil sewa dari penjual pertama menjadi hak perusahaan.
Praktik tersebut tidak sesuai syariah karena upah sewa seharusnya
menjadi milik pembeli terakhir karena dialah yang memiliki aset.455
Pengalihan kepemilikan SBSN ija>rah juga dapat dilakukan oleh
pemegang SBSN kepada pihak lain dengan harga yang disepakati.456
Pemilik SBSN terakhir berhak atas barangnya baik untuk menjual
atau memanfaatkannya.457
Fatwa DSN mengesahkan kontrak sale and lease back

451
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 106.
452
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 6.
453
Pembatalan kontrak dibenarkan untuk menghindari ketidakadilan,
kerugian, manfaat aset tidak berlaku lagi, para pihak tidak memenuhi syarat dan
ketentuan yang disepakati, dan diinginkan oleh kedua belah pihak. DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.2, 207, 266. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 8.; Al-
Sha>t}ibi>, al-Muwa>faqat fi> Us}u>l al-Shari>'ah, j.3, (Da>r al-Ma'rifah, 1999), 165; Ibn
Quda>mah, al-Mughni>, j.8, 125.
454
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa'>il al-
Iqtis}a>di>yah", j.4, fatwa nomor 624. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 113.
455
Bank Al-Rajhi, "Fata>wá al-Hay'ah al-Shar‘i>yah Lishirkah al-Ra>jih}i> al-
Mas}rafi>yah Lil-istithma>r", Saudi, fatwa nomor 39. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.),
Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 115-116.
456
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 207, 266.
457
Bait al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa>il al-
Iqtis}a>di>yah", j.4, fatwa nomor 630. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 113.; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 6-8.

120
berdasarkan firman Allah, hadis Nabi, ijmak, pendapat ulama, dan
kaidah fikih. Firmah Allah yang dijadikan dasar kontrak sale and lease
back adalah al-Ma>idah [5]: 1, al-Qas}as} [28]: 26, al-Kahfi [18]: 77, al-
Baqarah [2]: 275, dan al-Nisa>' [4]: 29. Hadis yang dirujuk fatwa DSN
adalah riwayat al-Bukha>ri> tentang kelompok orang dimusuhi Allah,
Ibn Ma>jah tentang memberi upah sebelum kering keringat, ‘Abd al-
Razza>q seputar pemberitahuan upah ija>rah, riwayat Ah}mad tentang
penyewaan tanah dengan bayaran emas, dan Tirmidhi> tentang
kebolehan syarat. Fatwa DSN merujuk juga ijmak ulama yang
membolehkan akad ija>rah dan kaidah fikih hukum asal muamalah.
Pendapat fikih yang dirujuk DSN adalah pendapat al-Shi>razi>, Ibn
Quda>mah, dan al-Nawa>wi>.458 Sumber hukum fatwa 71 (sale and lease
back), 72 (SBSN ija>rah sale and lease back), dan 76 (SBSN ija>rah
asset to be leased) sama. Pada fatwa 72 ditambah pendapat fikih
kontemporer, Wa>lid Kha>lid al-Shayiji>, yang mengatur kewenangan
negara dalam mengelola keuangan dan kekayaan negara. Pada fatwa
nomor 76, DSN menambah dasar hukum fatwanya, yaitu: keputusan
AAOIFI nomor 17 tentang s}uku>k al-istithma>r dan pendapat Nazi>h}
H}amma>d.459 Fatwa MPS tidak merujuk satupun dasar hukum
kebolehan kontrak sale and lease back. Fatwa menegaskan bahwa
kontrak tersebut dibenarkan karena termasuk jual beli bersyarat, di
mana kontrak jual beli pertama telah terjadi dengan ditandai
perpindahan hak milik.460
Kontrak sale and lease back memiliki kemiripan dengan
kombinasi kontrak bay‘-bay‘, tawarruq, dan bay‘ al-‘i>nah. Kemiripan
itu terutama terletak pada peralihan 1 objek akad untuk transaksi
ganda. Dalam bay‘-bay‘, sale and lease back, dan bay‘ al-‘i>nah pihak
yang terlibat adalah dua sedangkan dalam tawarruq pihaknya adalah
tiga.
Fatwa MPS membenarkan praktik bay al-‘i>nah untuk transaksi
Surat Hutang Boleh Niaga (SHBN), kartu kredit, dan Sukuk BBA.

458
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 189-195.
459
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 204-205, 259-262.
460
Keputusan AAOIFI nomor 9 dan MFI tentang al-ija>rah al-muntahiyah bi-
al-tamli>k. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 9, 112.

121
LKS akan menjual aset kepada nasabah/investor secara tunai
kemudian nasabah menjual kembali aset tersebut kepada LKS secara
tangguh dengan harga lebih tinggi dari harga tunai.461 Pada sukuk
BBA,462 penerbit sukuk melakukan kontrak mud}a>rabah antar bank
(sertifikat IMA). Melalui mekanisme bay‘ al-‘i>nah, sertifikat IMA
dijual kepada investor secara tunai dan dibeli kembali oleh penerbit
sukuk secara tangguh dengan harga lebih tinggi. Uang tunai
digunakan penerbit untuk pembelian utang pembiayaan rumah untuk
selanjutnya dilakukan ija>rah muntahi>yah bi-al-tamli>k (IMBT).463
Sertifikat IMA dijadikan sebagai aset jaminan transaksi sukuk.464
Akad bay‘ al-‘i>nah juga digunakan untuk transaksi di pasar uang
antar bank syariah. Bank sentral menjual aset kepada bank syariah
secara tangguh dengan harga tertentu. Kemudian bank sentral
membeli kembali aset tersebut secara tunai dengan harga lebih rendah
dari harga tangguh.465 DSN tidak memfatwakan larangan atau
kebolehan penggunaan akad bay‘ al-‘i>nah secara eksplisit. Meskipun
demikian, DSN telah mengesahkan kontrak kombinasi bay‘-bay‘
dalam produk pengalihan utang. Dalam produk tersebut, LKS
membeli objek nasabah secara tunai (melalui qard}), kemudian menjual
kembali kepada nasabah secara kredit dengan harga lebih tinggi
(mura>bah}ah).466 Selain dengan model akad tersebut, fatwa DSN
mengesahkan penggunaan akad musha>rakah dan mura>bah}ah. Pada
akad tersebut, bank syariah membeli sebagian aset yang belum
dilunasi oleh nasabah. Dengan pembelian tersebut, aset menjadi milik
bersama antara nasabah dan bank syariah. Selanjutnya, bank syariah

461
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 109.
462
Fatwa MPS pada pertemuan ke-41 tanggal 8 Maret 2004 dan pertemuan
ke-42 tanggal 25 Maret 2004. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 160, 162.
463
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 160.
464
Fatwa MPS pada pertemuan ke-41 tanggal 8 Maret 2004 membolehkan
Sertifikat investasi Mud}a>rabah antar dijadikan aset sandaran (underlying asset)
dalam transaksi jual beli tangguh. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,160.
465
Fatwa MPS pada pertemuan ke-8 tanggal 12 Disember 1998. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 111.
466
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 189-190.

122
menjual secara mura>bah}ah sebagian aset tersebut kepada nasabah.467
Penggunaan akad bay‘ al-‘i>nah dalam fatwa DSN, menurut Ma'ruf
Amin, dilakukan karena keadaan darurat, tidak ada akad lain yang
cukup mewadahi traksaksi tersebut.468 Fatwa DFPS Kuwait
mensyaratkan penjualan kembali tidak disepakati saat akad dan pihak
yang telah membeli aset secara tangguh tidak boleh membelinya
kembali untuk menghindari jual beli al-‘i>nah.469
Fatwa DFPS Kuwait juga melarang praktik jual dan beli kembali
suatu objek. Fatwa DFPS Kuwait melarang penjualan suatu bangunan
kepada pihak lain dengan janji bangunan tersebut akan dibeli kembali
secara tangguh dengan harga yang sama disertai dengan pemberian
sewa setelah pembelian pertama.470 Pada fatwa 98, DFPS Kuwait
melarang pembelian peralatan gambar baru dari satu perusahaan
dengan syarat menjual peralatan lama kepada perusahaan tersebut.
Perusahaan tidak dibenarkan membeli mobil dari satu perusahaan
dengan syarat perusahaan tersebut menyewa kendaraan tersebut.
Larangan tersebut disebutkan pada fatwa nomor 181. Pada fatwa 345
disebutkan larangan menjual hewan dengan pengecualian kulit dan
anggota badan lain sebagai gantinya diberikan harga tertentu. DFPS
Kuwait memblehkan transaksi seperti itu apabila pengecualian
tersebut tidak dihargai, sebagaimana pendapat kalangan Hanabilah
dan Malikiyah.471 Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> (Komisi Fikih Islam) pada
tahun 2007 mengeluarkan fatwa yang melarang kombinasi akad bay‘-
bay‘ yang objeknya satu. Bentuk transaksi yang dilarang MFI adalah

467
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 186.
468
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN, tanggal 20 Pebruari
2013 di kantor DSN Jakarta.
469
Bay al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa'>il al-
Iqtis}a>di>yah" dalam ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah,
j.3, 368-369. Pada fatwa DFPS nomor 211 disebutkan, akad musha>rakah terpisah
dari akad mura>bah}ah. Dalam musha>rakah, kedua belah menyerahkan modal dan
kerja sesuai kesepakatan. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529& BookID=506&TOCID=433, tanggal 9 Juni 2012.
470
Fatwa nomor 319. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529& TOCID=4&BookID=506&PID=36, tanggal 23 Maret 2012.
471
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=4&BookID= 506&PID=3, tanggal 23 Maret 2012.

123
nasabah mewakilkan kepada bank untuk membeli objek tertentu
dengan harga tunai. Kemudian bank membeli objek tersebut dengan
harga pembelian ditambah keuntungan dengan pembayaran secara
tangguh.472
DFPS beralasan bahwa keharaman praktik tersebut dikarenakan
termasuk jual beli janji (bay‘ al-wafá) dan memiliki kemiripan dengan
bay‘ al-‘i>nah. Kedua jual beli tersebut tidak sesuai dengan prinsip
syariah.473 Kombinasi bay‘-bay‘ tersebut menurut Majma‘ al-Fiqh al-
Isla>mi> sebagai bentuk muslihat (h}i>lah) bay‘ al-‘i>nah.474 Transaksi
tersebut termasuk h}i>lah riba, yaitu pinjaman dengan mengambil
manfaat.475 Selain itu, MFI beralasan ada indikasi kesamaan bay‘-bay‘
dengan al-tawarruq al-munaz}z}am yang diharamkan oleh lembaga
tersebut pada pertemuan ke 17 dan praktik tersebut menafikan tujuan
bisnis Islam yang berbasis pada usaha riil untuk mendukung
pertumbuhan.476 Menurut Ibra>hi>m, h}i>lah yang pertama dan paling
banyak digunakan adalah h}i>lah bay‘ al-‘i>nah, yaitu seseorang menjual
barang secara tangguh kemudian ia membelinya saat itu (dalam satu
majelis) dengan harga tunai untuk mendapatkan riba. Hukum
transaksi tersebut diharamkan apabila disertai syarat pembelian. Jika
tidak disertai syarat, Imam Syafi'i membolehkannya, namun yang lain
melarangnya. Jika menjualnya kepada pihak ketiga, maka transaksi
tersebut termasuk ‘i>nah yang dibolehkan.477 Keharaman kombinasi

472
Fatwa al-Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, tanggal 8 November 2007 dengan
judul "al-muntaj al-badi>l ‘an al-wadi>‘ah liajl", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/ qrarat/17-4.htm, diunduh pada tanggal 3 Juli 2011.
473
Fatwa nomor 319. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529& TOCID=4&BookID=506&PID=36, tanggal 23 Maret 2012.
474
Fatwa al-Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, tanggal 8 November 2007 dengan
judul "al-muntaj al-badi>l 'an al-wadi>'ah li-ajl", diunduh dari http://www.
fiqhacademy.org.sa/ qrarat/17-4.htm, diunduh pada tanggal 3 Juli 2011.
475
Keputusan MFI pada pertemuan ke-1 sampai ke-8. Diunduh dari http://
moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&BookID=506&TOCID=4, tanggal
23 Maret 2012.
476
Fatwa al-Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, tanggal 8 November 2007 dengan
judul "al-muntaj al-badi>l 'an al-wadi>'ah li-ajl", diunduh dari http://www.
fiqhacademy.org.sa/ qrarat/17-4.htm, diunduh pada tanggal 3 Juli 2011.
477
Muh}ammad ibn Ibra>hi>m, al-H}iyal al-Fiqhi>yah, 106.

124
akad bay‘ al-‘i>nah selaras dengan hadis Nabi yang melarang bay‘atayn
fi> bay‘ah wa>h}idah (dua jual beli dalam satu jual beli).478 Untuk
menghindari muslihat keharaman riba, fatwa Komisi Fatwa Yordania
menetapkan dua syarat, pertama kebutuhan mendesak untuk
memenuhi kebutuhan (darurat) dan tidak ada solusi lain, kedua tujuan
jual beli untuk perdagangan dan sarana mencari keuntungan bukan
mendapatkan uang tunai.479
MPS mengesahkan bay‘ al-‘i>nah pada pertemuan perdananya
tahun 1997 dengan mendasarkan pada firman Allah surat al-Baqarah
[2]: 275, pendapat Imam Sha>fi‘i> dan Abu Yusuf. Menurut Imam
Syafi'i, seseorang yang telah menjual sesuatu barang dalam waktu
tertentu dan pembeli telah menerimanya, maka dibenarkan penjual
tersebut membeli kembali objek akad dengan harga yang kurang.480
Fatwa DSN mengesahkan akad bay‘-bay‘ untuk produk pengalihan
utang tahun 2002, dua tahun sejak DSN mengeluarkan fatwa
pertamanya (tahun 2000).
Fatwa DSN mendasarkan kebolehan transaksi bay‘-bay‘ untuk
produk pengalihan utang pada Al-Qur'an surat al-Ma>idah [5]:1
tentang kewajiban memenuhi akad, surat al-Isra>' [17]: 34 tentang
kewajiban memenuhi janji, al-Baqarah [2]: 275 tentang kebolehan jual
beli, al-Ma>'idah [5]: 2 tentang tolong-menolong dalam kebaikan.
Dasar hukum lainnya adalah hadis al-Tirmidhi> tentang kebolehan
membuat syarat dan riwayat Ibn Ma>jah untuk menghindari mudarat.
Kaidah fikih yang dilansir fatwa DSN adalah hukum asal muamalah,

478
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=4&BookID=506&PID=3, tanggal 23 Maret 2012.
479
Fatwa nomor 866 tanggal 25 Juli 2010 dengan judul "H}ukm al-Tawarruq",
diunduh dari http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/ show/id/608, tanggal 15
Nopember 2010. Pada perbedaan pendapat hukum ulama ini, Hassan Hanafi
mengkritik adanya proses reduksi yang terjadi dalam ketentuan hukum oleh ulama
kontemporer di mana membatasi hukum pada halal (boleh) dan haram (tidak boleh)
saja. Fatwa-fatwa ulama kontemporer dalam hukum tertentu menetapkan antara
boleh (halal) dan tidak boleh (haram). Padahal hukum Islam terdiri dari lima
ketentuan; wajib (harus), sunah (boleh), haram (dilarang), makruh (dibenci), dan
mubah (dibolehkan). Dialog dengan Hassan Hanafi dalam rangka konsultasi
disertasi peserta program short course Kementerian Agama di Mesir, tanggal 12, 23
Nopember 2010.
480
Al-Sha>fi‘i>, al-Umm, 461.

125
kesulitan menghantarkan kemudahan, kebutuhan menempati darurat,
dan status hukum ‘urf sama dengan syariah.481
Transaksi bay‘-bay‘, menurut MPS, dibenarkan selama dua jual
beli terpisah dan dijalankan menurut ketentuan jual beli serta aset
yang didagangkan dibenarkan secara syariah.482 Jual beli kedua,
menurut al-Subki>, terpisah dan dijalankan sendiri dari jual beli
pertama. Jual beli kedua bukan jual beli yang pertama.483 Waktu
pelaksanaan dua akad tersebut juga berbeda. Kontrak pertama harus
sempurna baru kontrak kedua dapat dilakukan. Penegasan pemisahan
dua jual beli tersebut tampak berupaya menghindari kemungkinan jual
beli semu yang bertujuan mendapatkan uang tunai dan pengenaan
lebihan pinjaman (riba).484 Fatwa MPS setuju persyaratan pemisahan
akad tersebut. Selain itu, fatwa MPS mensyaratkan tidak adanya
syarat penjualan kembali dalam kontrak dan telah terjadi pemindahan
kepemilikan dan penguasaan atas objek akad (qabd} dan h}iya>z) secara
sah dan diterima umum (‘urf).485 Syarat penjualan kembali objek akad
tersebut menjadikan kontrak bay‘ al-‘i>nah diharamkan.486 Fatwa
DFPS Kuwait juga mensyaratkan objek akad telah diterima dan

481
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j186-188.
482
Fatwa MPS pada pertemuan ke-8 tanggal 12 Disember 1998. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 111; Fatwa MPS pada pertemuan pertama tanggal 8 Juli
1997. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 110.
483
Menurut al-Subki> dalam jual beli secara ‘i>nah harga pembelian kedua bisa
lebih tinggi atau rendah dari harga penjualan pertama. Pembayaran dapat dilakukan
secara tunai atau tangguh. Al-Subki>, Takmilah al-Majmu>‘ Sharh} al-Muhadhdhab,
j.10, (Maktabah al-Irsha>d, 1995), 141.
484
Yu>suf al-Qarad}a>wi> sebagaimana dikutip MPS melarang penjualan kembali
yang disyaratkan yang dapat mengakibatkan riba. Menurutnya bay‘ al-‘i>nah dalam
Ummu Walad Zaid bin Arqam dibenarkan jika tidak ada pengaturan awal ( tawa>tu')
untuk membeli semula hamba dan tidak menimbulkan riba. Yu>suf al-Qarad}a>wi>,
Bay‘ al-Mura>bah}ah lil-A<mir bi-al-Shira>', (Maktabah Wahbah, 1995), 43.
485
Syarat-syarat bay‘ al-‘i>nah tersebut ditetapkan dalam pertemuan MPS ke-
16 tanggal 11 November 2000 dan pertemuan ke-82 tanggal 17 Februari 2009. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 113.
486
Pertemuan MPS ke-82 tanggal 17 Pebruari 2009 memutuskan syarat
pembelian kembali aset dalam akad bay‘ al'i>nah menyebabkan akad tersebut batal.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 114. Al-Nawa>wi>, al-Majmu>' Sharh} al-
Muhadhdhab, j.10, 128.

126
dikuasai sebelum dijual kembali.487 Fatwa DSN tidak menegaskan
pemisahan antara kontrak bay‘-bay‘. Fatwa DSN hanya membedakan
bay‘ pertama adalah bay‘ atau musha>rakah, sedangkan bay‘ kedua
adalah mura>bah}ah.488
Ada polarisasi di tubuh DSN dalam menyikapi bay‘ al-‘i>nah.
Ma'ruf Amin menegaskan sikap DSN menolak bay‘ al-‘i>nah karena
pertimbangan mayoritas ulama menolaknya.489 Tampaknya sebagian
besar anggota DSN sependapat dengan pendapat Ma'ruf Amin.490
Sementara itu, Karim berpendapat tidak tegasnya DSN menyikapi
akad tersebut lebih didasari pada pertimbangan situasi dan kondisi
ekonomi dan keuangan syariah Indonesia yang belum memungkinkan
dari pada pertimbangan hukum.491
Fatwa Dewan Syariah Al-Barakah membedakan istilah janji
(wa‘ad) dan pilihan (khiya>r) berkaitan dengan perpindahan aset, baik
dalam akad IMBT, sale and lease back, musha>rakah mutana>qis}ah,
waka>lah-ija>rah pada obligasi syariah ija>rah, dan akad lainnya yang
memuat perpindahan kepemilikan. Khiya>r (hak memilih) untuk
membeli atau tidak atas aset tidak bisa digunakan karena khiya>r
terjadi setelah akad pembelian terjadi, sementara wa‘ad terjadi pada
akad yang belum terjadi. Janji dapat menggantikan khiya>r karena janji
bersifat sepihak. Untuk memperkuat keinginan membeli yang
dituangkan dalam bentuk janji dapat dilakukan dengan meminta
jaminan uang atau bentuk komitmen lainnya.492 Modifikasi akad

487
Fatwa DFPS nomor 4 yang diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=71&BookID=506&PID=63, tanggal 23 Maret
2012.
488
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 189-191.
489
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN, tanggal 20 Pebruari
2013 di kantor DSN Jakarta.
490
Aminudin Ya'kub, misalnya, menyatakan bahwa DSN memiliki posisi
yang jelas dan tegas dalam menolak bay‘ al-‘i>nah.
491
Pernyataan tersebut disampaikan Adiwarman A. Karim, anggota DSN,
pada presentasinya dalam acara Konferensi Internasional Fatwa, yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama dan Rabitah al-Alam al-Islami, di Jakarta
pada tanggal 26-29 Desember 2012. Secara hukum, menurutnya, bay‘ al-‘i>nah
diperselisihkan di kalangan ulama. Ada peluang penggunaan akad tersebut dengan
disertai d}awa>bit} yang rinci dan jelas.
492
Fatwa Dewan Syariah Al-Barakah Nomor 9/10. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad

127
bay‘dengan akad ija>rah dapat dilakukan sepanjang wa‘ad berdiri
sendiri dari akad ija>rah dan tidak ada keterkaitan antara akad ija>rah
dan jual beli.493
Kombinasi akad bay‘-ija>rah dibenarkan selama dua akad
dijalankan secara terpisah. MPS secara rinci mengatur kombinasi akad
bay‘-bay‘ atau bay‘ al-‘i>nah, yaitu kedua akad dijalankan secara benar
dan sah dan tidak ada syarat penjualan kembali. DSN tidak membuat
batasan pemisahan dalam kontrak bay‘-bay.

6. Kombinasi Akad Ija>rah


Akad ija>rah termasuk akad paling banyak digunakan. Akad
ija>rah dapat digunakan untuk produk pembiayaan maupun jasa. Al-
ija>rah al-muntahiyah bi-al-tamli>k adalah contoh pembiayaan dan safe
deposit box adalah contoh jasa LKS. Akad ija>rah494 digunakan dalam
23 fatwa DSN untuk 19 produk.495
Tabel 11
Produk dengan Akad Ija>rah
No DSN Th. MPS Th.
1 Pembiayaan ija>rah 2000 al-Ijarah thumma al-Bay‘ 1997
2 Safe deposit box 2002 Rahn 1998
3 Gadai/rahn dan rahn emas 2002 NBNBD 2003
4 IMBT 2002 Musha>rakah mutana>qis}ah 2006

(ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 298-301.


493
Fatwa Dewan Syariah Al-Barakah Nomor 9/10. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad
(ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 298-301.
494
Akad ija>rah adalah pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
dengan pembayaran sewa (ujrah). Keabsahan akad ija>rah didasarkan pada Al-Qur'an,
hadis, dan ijmak. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 72.
495
Fatwa dengan akad ija>rah adalah fatwa nomor 09/DSN-MUI/IV/2000,
nomor 24/DSN-MUI/III/2002, nomor 25/DSN-MUI/III/2002 dan 26/DSN-
MUI/III/2002, nomor 27/DSN-MUI/III/2002, nomor 29/DSN-MUI/VI/2002, nomor
31/DSN-MUI/VI/2002, nomor 41/DSN-MUI/III/2004, dan 42/DSN-MUI/V/2004.
Fatwa lainnya adalah nomor 44/DSN-MUI/VII/2004, 54/DSN-MUI/X/2006,
69/DSN-MUI/VI/2008, fatwa nomor 72/DSN-MUI/VI/2008, dan 76/DSN-
MUI/VI/2010). Akad ija>rah juga digunakan dalam fatwa nomor 32/DSN-
MUI/IX/2002, 45/DSN/II/2005, fatwa nomor 73/DSN-MUI/XI/2008,
30/DSN/VI/2002, fatwa nomor 71/DSN-MUI/VI/2008, dan fatwa nomor 75/DSN-
MUI/VII/2009. Fatwa lain mengatur ketentuan ija>rah yaitu, fatwa nomor 43/DSN-
MUI/VIII/2004, 56/DSN-MUI/V/2007, dan 49/DSN-MUI/II/2005.

128
5 Pembiayaan pengurusan haji 2002 Sukuk ija>rah 2007
6 Pengalihan utang 2002 Kartu kredit 2008
8 Pembiayaan rekening koran syariah 2002
8 Obligasi syariah ija>rah 2002,
2004
9 Syariah charge card 2004
10 Pembiayaan multijasa 2004
11 Line facility 2005
11 Syariah card 2006
12 SBSN 2008
13 SBSN ija>rah sale and lease back 2008
14 Musha>rakah mutana>qis}ah 2008
15 Sale and lease back 2008
16 PLBS 2009
17 SBSN ija>rah asset to be leased 2010

Fatwa MPS berkenaan ija>rah tersebar pada empat belas fatwa.


Dimulai dari fatwa tentang al-ija>rah thumma al-bay‘ (AITAB/IMBT)
untuk produk pembiayaan kendaraan, pemindahan tanggungan dalam
AITAB, status pemilikan aset ija>rah, pembatalan kontrak ija>rah,
terbitan Nota Bank Negara Boleh Dijual berdasarkan akad ija>rah, dan
akad ija>rah dengan biaya sewa boleh dirubah. Fatwa lainnya adalah
tanggung jawab biaya pemeliharaan dan asuransi aset ija>rah, liabilitas
penyewa atas aset pihak ketiga, hak pembelian objek IMBT jika gagal
bayar, hak kelebihan uang atas penjualan objek sewa, penggunaan aset
pihak ketiga yang diperoleh melalui kontrak muda>rabah sebagai aset
jaminan (underlying asset) dalam s}uku>k ija>rah, penggunaan akad
ija>rah maws}u>fah fi> al-dhimmah untuk produk musha>rakah
mutana>qisah, uang muka dalam IMBT, dan penggunaan aset pihak
ketiga yang diperoleh dengan IMBT dalam produk s}uku>k ija>rah.
Akad ija>rah dikembangkan untuk mewadahi transaksi modern
yang semakin kompleks. Pengembangan akad umumnya ditemukan
dalam bentuk kombinasi dua atau lebih akad dan penambahan syarat
dan ketentuan. Akad ija>rah tunggal digunakan untuk produk
pembiayaan ija>rah, safe deposit box, obligasi syariah, obligasi syariah
ija>rah, pembiayaan multijasa, fatwa line facility, dan transaksi
penjualan langsung berjenjang syariah (PLBS).
Pembiayaan al-ija>rah al-muntahi>yah bi-al-tamli>k (IMBT) adalah
produk yang secara istilah telah menunjukkan kombinasi dua akad
yang digunakan sebagai produk syariah dari leasing. Produk leasing

129
sudah dipraktikkan luas di masyarakat. Leasing adalah transaksi sewa
yang berakhir dengan perpindahan kepemilikan objek sewa kepada
penyewa.496 Dalam fikih, akad memiliki tujuan dan akibat hukum.
Pada akad IMBT terkandung dua dampak akad, perpindahan manfaat
dan kepemilikan. Ija>rah adalah perpindahan manfaat semata,
sedangkan tamli>k adalah perpindahan kepemilikan, baik dengan cara
jual beli, hibah, maupun lainnya. Kamali menilai, ija>rah di bank
syariah adalah bentuk pembiayaan atas barang jangka panjang tanpa
bunga.497
Fatwa DSN menggunakan istilah IMBT sedangkan MPS
menggunakan istilah al-ija>rah thumma al-bay‘ (AITAB).498 Istilah
AITAB mempertegas tahapan implementasi akad tersebut, yaitu
ija>rah kemudian bay‘. Akad yang digunakan pun secara eksplisit
menyebutkan kombinasi antara ija>rah dan bay‘. Fatwa DFPS Kuwait
membolehkan praktik ija>rah yang disertai janji dari pihak pemberi
sewa untuk memberikan (hibah) objek sewa kepada penyewa di akhir
masa sewa.499 Sifat janji yang tidak mengikat tersebut menurut
Kamali agar nasabah dan LKS bisa memilih melanjutkan pemindahan
kepemilikan aset atau tidak tergantung kondisi keduanya saat akad
ija>rah berakhir.500

496
Leasing adalah perjanjian antara lessor (perusahaan pembiayaan) dengan
lessee (nasabah) di mana pihak lessor menyediakan barang dengan hak penggunaan
oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu. Leasing
yang sama dengan IMBT adalah leasing yang disertai hak opsi (finance lease) yaitu
kegiatan sewa guna usaha di mana lessee pada akhir masa kontrak mempunyai hak
opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang disepakati.
Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa
guna usaha. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 258.
497
Mohammad Hashim Kamali, "A Sharia Analysis of Issues in Islamic
Leasing", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.20, No. 1,
(2007): 7.
498
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 3.
499
Fatwa DFPS nomor 390 berkenaan dengan objek sewa yang dapat
dihibahkan kepada penyewa di akhir masa sewa. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529& TOCID=111&BookID=506&PID=93, tanggal
23 Maret 2012.
500
Mohammad Hashim Kamali, "A Sharia Analysis of Issues in Islamic
Leasing", 8.

130
Akad yang digunakan dalam IMBT dapat berbentuk kombinasi
antara ija>rah-hibah atau ija>rah-bay‘. Pada ija>rah-hibah, akad ija>rah
diakhiri dengan perpindahan kepemilikan dengan opsi hibah,
pemberian objek ija>rah dari pemilik kepada penyewa. Adapun pada
akad ija>rah-bay‘, setelah masa sewa selesai, penyewa dapat memiliki
objek sewa dengan cara membeli. MFI memberi tiga alternatif pada
kontrak IMBT setelah masa sewa berakhir: meneruskan sewa,
berhenti menyewa dan menyerahkan objek sewa kepada pemiliknya,
dan membeli objek sewa dengan harga pasar.501 Fatwa MPS memilih
model terakhir, yaitu akad sewa dilakukan lebih dahulu sampai tempo
sewa berakhir kemudian opsi jual beli aset ija>rah dilakukan.502
Fatwa DSN, MPS, MFI, dan DFPS menekankan pemisahan
antara akad ija>rah dan hibah/jual beli. Akad kedua bisa dilakukan
dalam bentuk janji.503 Akad ija>rah, menurut MFI, harus dijalankan
dengan benar, tidak sekedar untuk menutupi akad jual beli.504 Jika dua
akad tersebut tidak dipisah, maka akan terjadi dua jual beli dalam satu

501
Selain dengan tiga opsi tersebut, Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>,
memperkenalkan model leasing dengan cara jual beli secara kredit dengan disertai
jaminan penuh atas objek. Fatwa nomor 44 (5-6), pada pertemuan ke-5 di Kuwait
tanggal 10-15 Desember 1988. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-I<ja>r al-Muntahi> bi al-
Tamli>k", diunduh dari http://www. fiqhacademy.org.sa/qrarat /5-6.htm, tanggal 3
Juli 2011.
502
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 3.
503
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-I>ja>r al-Muntahi> bil-Tamli>k wa S}uku>k al-
Ta'ji>r", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-4.htm, pada tanggal 3
Juli 2011. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=111&BookID=506&PID=93, tanggal 23 Maret 2012. DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.1, 160.
504
Ketetapan Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mia (MFI) Nomor 110 (12/4), pada
pertemuan ke-12 di Riya>d} tanggal 23-28 September 2000. Dalam ketetapan ( qara>r)
tersebut diatur beberapa hal; pertama, janji (wa‘ad) dari bank untuk menyewakan
objek ija>rah yang telah dimilikinya dibenarkan agama; kedua, akad ija>rah betul
dilakukan dan tidak untuk sekedar menutupi akad jual beli. Ketiga, akad ija>rah
terpisah dari akad bay‘. Ketiga, kerusakan dan cacat menjadi tanggung jawab bank
sebagai pemilik objek sewa selama tidak terjadi karena perbuatan sengaja dan
berlebihan dari penyewa. Keempat, bank dapat mengasuransikan objek tersebut
pada perusahaan asuransi syariah jika memungkinkan. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-
I>ja>r al-Muntahi> bil-Tamli>k wa S}uku>k al-Ta'ji>r", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-4.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.

131
jual beli (bay‘atayn fi> bay‘ah wa>h}idah) yang dilarang. DFPS dan MFI
mengharuskan adanya akad baru setelah akad pertama berakhir.505 Di
tahap awal, LKS dan nasabah melakukan kontrak sewa-menyewa.
Setelah berakhir masa kontrak sewa, kedua pihak melakukan kontrak
jual beli jika nasabah ingin melanjutkan kontrak pemilikan aset
sewa.506 Fatwa Dewan Syariah Bank Al-Rajhi justru membolehkan
adanya syarat menjual dalam akad ija>rah (IMBT). Kedua akad (ija>rah
dan bay‘) harus dinyatakan secara jelas dengan tujuan dan dampak
hukum yang jelas pula.507 Perbedaan ketentuan pemisahan tersebut
disebabkan adanya penafsiran yang berbeda mengenai larangan dua
jual beli dalam satu transaksi (bay‘atayn fi> bay‘ah).508 Perlunya akad
baru jual beli (bay‘) atau hibah untuk menghindari larangan
tersebut.509 DSN tidak menyebutkan akad baru, namun menegaskan
pemisahan kedua akad.
Komisi Fatwa Yordania mengatur sempurnanya akad ija>rah,
yaitu akad ija>rah dapat dilaksanakan apabila objek ija>rah betul-betul
telah dimiliki oleh bank syariah (melalui pembelian).510 Mekanisme
perolehan objek sewa tidak dijelaskan dalam fatwa DSN. Fatwa MPS
menetapkan kemungkinan mengangkat nasabah sebagai agen (wakil)
LKS untuk mendapatkan objek tersebut.511 Status wakil tersebut
harus disebutkan secara jelas dalam akad. Wakil sebaiknya bukan

505
Fatwa nomor 132. Diakses dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529& TOCID=111&BookID=506&PID=116, tanggal 23 Maret 2012.
506
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 3.
507
Fatwa Dewan Syariah Bank Syariah Al-Rajhi nomor 95. ‘Ali> Jum‘ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 309.
508
Hadis Nabi diriwayatkan oleh Imam Malik bahwa Nabi melarang dua jual
beli dalam satu jual beli. Hadis tersebut menjadi pertimbangan hukum fatwa DSN.
Fatwa MPS tidak secara eksplisit melansir hadis tersebut. Ma>lik ibn Anas, al-
Muwat}t}a', j.2, (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1409 H), 663.; DSN dan BI, Himpunan Fatwa,
j.1, 158.
509
Bait al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa>il al-
Iqtis}a>di>yah", fatwa nomor 101, dalam ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 312. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 3.
510
Fatwa Komisi Fatwa Yordania nomor 932 tanggal 26 September 2010,
diunduh dari http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15
Nopember 2010.
511
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 4.

132
nasabah calon penyewa, tetapi dari nasabah atau pihak ketiga.512
Kamali menegaskan bahwa peran wakil hanya sebatas memesan dan
menerima objek sewa. Sebagai wakil, nasabah tidak bertanggung
jawab atas objek sewa. Kontrak sewa baru terjadi setelah terjadi
pembelian objek sewa.513
Pengesahan kontrak IMBT umumnya didasarkan pada
kebutuhan transaksi keuangan. Akad tersebut sudah secara luas
dipraktikkan di masyarakat dan menjadi ‘urf dalam kegiatan
ekonomi.514 MPS merujuk pada ketetapan MFI dan AAOIFI yang
membolehkan kontrak IMBT dengan ketentuan pemisahan akad-akad
di dalamnya.515 DSN melansir Al-Qur'an, hadis, dan kaidah fikih
sebagai dasar hukum fatwanya. Nash Al-Qur'an yang dirujuk adalah
surat al-Zukhruf [43] ayat 32 yang tidak secara langsung berkaitan
dengan akad yang difatwakan. Dua hadis riwayat ‘Abd al-Razza>q dan
Ah}mad berkaitan dengan kegiatan ija>rah secara umum. Satu hadis
riwayat Tirmidhi> tentang prinsip kebolehan membuat syarat. Dalam
fatwa IMBT, DSN merujuk hadis Nabi riwayat Ah}mad yang melarang
dua transaksi dalam satu transaksi (s}afqatayn fi> s}afqah). Kaidah fikih
prinsip kebolehan muamalah dan kemaslahatan sebagai sumber hukum
Allah dijadikan pertimbangan fatwa DSN juga.516
Fatwa DSN dan MPS sama-sama menekankan perlunya wa‘ad
dan pemisahan akad ija>rah-bay‘/hibah. Dua batasan tersebut untuk
menghindari transaksi yang diharamkan berupa terkumpulnya dua
akad dalam satu transaksi. Fatwa MPS tampak lebih hati-hati dengan

512
Pandangan ini digunakan dalam ketetapan MFI Nomor 5-2/3. Diunduh
dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, tanggal 3 Juli 2011.
513
Jika nasabah menjadi wakil LKS, maka terjadi dua tahap transaksi;
pertama nasabah mewakili LKS membeli barang yang akan disewa. Pada tahap ini,
nasabah sebagai wakil tidak bertanggung jawab atas objek sewa. Kedua, nasabah
menerima objek sewa dari supplier. Pada tahap kedua ini sebenarnya akad ija>rah
baru dimulai. Mohammad Hashim Kamali, "A Sharia Analysis of Issues in Islamic
Leasing", 9.
514
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 4; DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.1, 159.
515
Fatwa MPS melandaskan keputusannya dengan argumen kebutuhan
(maslahah), penggunaan umum (‘urf), dan fatwa MFI dan AAOIFI. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 4.
516
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 159.

133
menetapkan keharusan membuat kontrak baru untuk akad bay‘/hibah.

B. Kombinasi Akad Tabarru‘a>t


Akad-akad kebajikan (tabarru‘a>t) yang digunakan dalam fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
adalah waka>lah, kafa>lah, h}awa>lah, qard}, rahn, wadi>‘ah dan hibah.
Akad waka>lah517 sebagiannya disebutkan secara eksplisit dan sebagian
lain ditemukan dalam praktik meskipun tidak eksplisit dinyatakan.
Pada transaksi mura>bah}ah, produk LC impor syariah, akad salam dan
istis}na>‘, akad waka>lah tidak disebutkan tetapi digunakan dalam
praktik. Pegawai bank dapat mewakili nasabah untuk transaksi
tertentu kepada bank.518 Akad kafa>lah519 digunakan sebagai salah satu
bentuk jasa bank.520

1. Kombinasi Akad Waka>lah


Akad waka>lah digunakan pada dua belas fatwa DSN untuk 11
produk.521 Fatwa MPS mengesahkan satu akad waka>lah bi-al-

517
Secara etimologis waka>lah berarti penjagaan dan penyerahan (urusan).
Secara terminologis, waka>lah berarti mengganti peran seseorang untuk melakukan
suatu kegiatan atau transaksi yang diperbolehkan. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5,
4057.
518
Fatwa DFPS nomor 258. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=323&BookID=506, tanggal 9 Juni 2012.
519
Secara bahasa kafa>lah berarti mengumpulkan, memegang, menyatukan.
Kafa>lah juga berarti pengikatan (iltiza>m). Ulama Malikiyah, Syafi'iyah, dan
Hanabilah mengartikan kafa>lah sebagai menyatukan tanggungan (z}immah)
penjamin atas tanggungan orang yang dijamin untuk menetapkan hak (utang),
sehingga utang menjadi tanggungan keduanya. Umat Islam sepakat atas kebolehan
jaminan untuk menghindari kemungkinan kerugian dalam utang-piutang. Mereka
berbeda pendapat dalam hal bentuk-bentuk kafa>lah, yang menurut sebagian umat
diperbolehkan namun menurut yang lain dilarang. al-Sharbi>ni>, Mughni> al-Muh}ta>j,
j.2, 198; dan Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.4, 534; A.W. Munawwir, Kamus Al-
Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 828-829.
520
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006), 97.
521
Fatwa yang memuat akad waka>lah adalah fatwa nomor 10/DSN-
MUI/IV/2000, 20/DSN-MUI/IV/2001, 30/DSN/VI/2002, 34/DSN-MUI/IX/2002 dan
35/DSN-MUI/IX/2002, 41/DSN-MUI/III/2004. Fatwa lain adalah fatwa nomor
52/DSN-MUI/III/2006, fatwa nomor 53/DSN-MUI/III/2006, fatwa nomor 60/DSN-
MUI/V/2007, 63/DSN-MUI/XII/2007, dan fatwa nomor 75/DSN-MUI/VII/2009.

134
istithma>r (perwakilan untuk melakukan investasi). Fatwa tersebut
tertuang pada resolusi nomor 66 yang disahkan tanggal 18 Juni 2007.

Tabel 12
Produk dengan Akad Waka>lah
No DSN Th. MPS Th.
1 Jasa waka>lah 2000 Jasa waka>lah bi-al-ujrah 2007
2 Investasi reksa dana syariah 2001
3 Pembiayaan rekening koran 2002
syariah
4 LC impor syariah dan ekspor 2002
syariah
5 Obligasi syariah ija>rah 2004
6 Produk asuransi syariah dengan 2006
waka>lah bil-ujrah
8 Penyelesaian piutang dalam 2007
ekspor
9 SBIS 2007
10 Anjak piutang syariah 2008
11 Penjualan langsung berjenjang 2009
syariah (PLBS)

Akad waka>lah yang digunakan di perbankan syariah umumnya


bersifat khusus dan terbatas waktu.522 Ulama membolehkan akad
waka>lah khusus dan melarang akad waka>lah untuk kegiatan yang
bersifat umum dan tidak terbatas.523 Waka>lah yang bersifat umum
mengandung ketidakpastian (gharar).524 Muwakkil dapat menetapkan

522
Akad waka>lah dapat dibatasi waktunya, seperti sebulan atau untuk satu
kegiatan tertentu. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 4058.
523
Hanafiyah dan Malikiyah termasuk yang membolehkan waka>lah umum.
Menurut Malikiyah, waka>lah terbagi dua, waka>lah mufawwid}ah, yaitu penyerahan
kewenangan kepada wakil atas segala yang diperbolehkan untuk diwakili dalam
urusan harta dan lainnya kecuali yang dibatasi oleh yang mewakilkan dan menurut
pandangan umum tidak berlaku; dan waka>lah khusus yaitu penyerahan kewenangan
kepada wakil untuk melaksanakan sesuatu yang telah ditentukan. Muh}ammad ibn
Ah}mad ibn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat al-Muqtas}id, j.2, (al-Qa>hirah:
Da>r al-Hadi>th, 2004), 302; ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-
Ma>li>yah, j.5, 258-259.
524
Syafi'iyah dan Hanabilah melarang waka>lah yang bersifat umum. al-
Sharbi>ni>, Mughni> al-Muh}ta>j, j.2, 221; Mans}u>r ibn Yu>nus ibn Idri>s al-Bahu>ti>,
Kashsha>f al-Qina>' ‘an Matn al-Iqna>', j.3, (Riya>d}: Mat}ba‘ah al-Nas}r al-Hadi>thah, tt.),
471.

135
beberapa syarat yang harus dilaksanakan oleh wakil selama syarat
tersebut tidak bertentangan dengan agama. Wakil tidak bertanggung
jawab atas risiko kecuali atas kesalahannya.525 Waka>lah diutamakan
kepada sesama muslim.526
Kombinasi akad waka>lah dengan akad lain digunakan untuk
kepentingan agensi dan penentuan tanggung jawab para pihak.
Kombinasi akad waka>lah bi-al-ujrah-qard}/mud}ar> abah/h}awa>lah
digunakan untuk produk LC impor dan ekspor syariah dan akad
waka>lah bi-al-ujrah-qard} untuk produk penyelesaian piutang dalam
ekspor dan anjak piutang. Pada produk LC, pihak yang terlibat dalam
akad sedikitnya 3-4 pihak: bank syariah, nasabah berutang, nasabah
berpiutang, dan pihak lain yang ditunjuk oleh nasabah (berupa bank di
luar negeri dalam LC impor atau ekspor).527 Bank syariah mengurus
dokumen yang dibutuhkan dan melakukan penagihan. Dalam hal
waka>lah bi-al-ujrah berhimpun dengan akad qard}, fatwa DSN
menetapkan dua ketentuan; pertama, besarnya ujrah harus disepakati
pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam
bentuk persentase yang dihitung dari pokok piutang, kedua antara
akad waka>lah bi-al-ujrah dan akad qard} tidak boleh ada
ketergantungan (ta‘alluq).528 Fatwa MPS, DFPS Kuwait, dan Dewan
Syariah Bank Al-Rajhi membolehkan penetapan persentase pada akad
waka>lah atas peran bank untuk menghasilkan sesuatu yang

525
Fatwa DFPS nomor 238 dan 239. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=511 dan PID=521,
tanggal 9 Juni 2012.
526
Fatwa DFPS nomor 232. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=547, tanggal 9 Juni
2012.
527
Letter of credit adalah pernyataan dari bank atas permintaan nasabah
(biasanya importir) untuk menyediakan dan membayar sejumlah uang tertentu
untuk kepentingan pihak ketiga (penerima L/C atau eksportir). Pembukaan L/C oleh
importir dilakukan di bank yang ditunjuk ( opening bank/issuing bank) dan eksportir
membuka bank pembayar yang disebut advising bank. Lihat Kasmir, Bank dan
Lembaga Keuangan Lainnya, 152-153.
528
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 211-214, 223-225; DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.2, 75-76, 157-158.

136
diwakilkan.529 Fatwa MPS mengharuskan prinsip waka>lah
diberlakukan.530 Larangan ta‘alluq dalam fatwa DSN sebagai bentuk
kehati-hatian agar terhindar dari riba pinjamaan (qard}).531
Fatwa DSN memberikan alternatif penggunaan akad lain untuk
produk LC impor syariah yaitu dalam bentuk waka>lah (untuk
salam/istis}na>‘)-mura>bah}ah dan waka>lah untuk bay‘-mura>bah}ah. Akad
salam/istis}na>‘ digunakan untuk memesan produk dari luar negeri.
Pemesanan dilakukan oleh bank syariah atau oleh importir (waka>lah).
Bank sebagai mustas}ni‘ mengurus dokumen dan membayar harga
produk impor kepada bank penerima pembayaran. Barang impor
tersebut dijual kepada nasabah dengan skema mura>bah}ah. Antara
bank syariah dan nasabah terikat akad mura>bah}ah. Semua biaya yang
dikeluarkan bank untuk proses pengurusan dokumen impor
dimasukkan dalam biaya perolehan produk.532
Fatwa DFPS Kuwait membenarkan kedudukan satu orang
sebagai wakil untuk dua pihak. Seorang wakil dapat mewakili penjual
dan pembeli sekaligus. Hal tersebut memudahkan transaksi di
masyarakat.533 Wakil juga dapat menjadi kafi>l jika ia diberi
kewenangan untuk akad sekaligus qabd}. Namun, jika ia hanya
berwenang untuk akad dan tidak berwenang untuk serah terima
(taqa>bud}), maka wakil tidak boleh menjadi kafi>l.534
Peran ganda wakil ditemukan pada produk LC ekspor syariah.

529
Lihat Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa>il al-
Iqtis}a>di>yah", j.1-3, DFPS, fatwa nomor 362.; Bank Al-Rajhi, "Fata>wá al-Hay'ah al-
Shar‘i>yah Lishirkah al-Ra>jihi al-Mas}rafiyah lil-Istithma>r", Arab Saudi, fatwa nomor
75. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 299-300,
303.; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 104.
530
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 104.
531
Hadis Nabi menyatakan kullu qard} jarra manfaah wahuwa wajh min wuju>h
al-riba> (Setiap pinjaman yang menetapkan manfaat termasuk salah satu dari praktik
riba). Abu Bakar Ah}mad ibn al-H}usayn ibn ‘Ali> al-Bayha>qi>, Sunan al-Bayha>qi>, j.2,
(Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, tt.), 72.
532
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 212-123. Modifikasi akad waka>lah
(untuk salam)-mura>bah}ah dapat dirujuk kembali pada penjelasan subbab mura>bah}ah.
533
Fatwa DFPS nomor 20. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=9, tanggal 23 Maret 2012.
534
Fatwa DFPS nomor 421. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid= 529&TOCID=489&BookID=506&PID=538, tanggal 9 Juni 2012.

137
Pada produk tersebut akad yang digunakan adalah bay‘-waka>lah dan
waka>lah (untuk bay‘/salam/istis}na>‘)-mura>bah}ah. Nasabah bertindak
sebagai wakil bank syariah untuk membeli barang dan menjual
kembali kepada nasabah atau pihak lain (diekspor ke luar negeri).535
Peran nasabah sebagai wakil untuk membeli dan menjual. Ketika ia
menjual barang kepada nasabah, harga harus terlebih dahulu
ditentukan oleh pemberi wakil (muwakkil).536 Pembelian pertama atas
nama bank syariah harus telah terjadi, baru dapat dilakukan penjualan
kepada wakil. MFI menyarankan agar pembeli bukan nasabah yang
akan membeli kembali aset yang dibeli tersebut.537
Fatwa peran ganda wakil merupakan terobosan dalam fatwa
DSN mengingat banyak ulama yang melarang seorang wakil dalam
ija>rah menyewa objek untuk dirinya sendiri. Fatwa tersebut
mendasarkan pada pertimbangan pendapat ulama terdahulu yang
dianggap lemah (marju>h}), namun kini sangat relevan dengan kondisi
sekarang (ra>jih}). Penilaian kembali atas pendapat ulama terdahulu
dengan mempertimbangkan illat hukum dan kemaslahatan
disandarkan pada teori i‘a>dat al-naz}ar.538 Pendapat terdahulu
ditentukan oleh kondisi dan ruang yang melingkupinya sehingga
pendapat tersebut di saat sekarang bisa menjadi unggul (ra>jih}) atau
lemah (marju>h}) karena kondisi dan ruang yang berbeda.

535
Nasabah dapat menjadi wakil bank syariah untuk membeli barang kepada
pihak ketiga (luar negeri) kemudian sekaligus menjualnya kepadanya secara
muraba>h}ah.
536
Fatwa Bayt al-Tamwi>l Kuwait, fatwa nomor 343. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad
(ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 288; fatwa Nadwah al-Barkah al-U>la> lil-
Iqtis}a>d al-Isla>mi>, Majmu‘ah Dallah al-Barkah, qit}a‘ al-Amwa>l, Jedah, fatwa nomor
1/15. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 290-291.
537
Organisasi Konferensi Islam (Munaz}z}amah al-Mu‘tamar al-Isla>mi>,
"Majma‘ al-Fiqh al-Isl>a>mi> wa Taws}iya>t Majlis al-Fiqh al-Isla>mi>", Jedah, Pertemuan
1-2, keputusan nomor 1. http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, tanggal 3
Juli 2011.
538
Teori ini pula, dan juga teori tah}qi>q al-mana>t} dan tafri>q al-h}ala>l min al-
h}ara>m yang menjadi pertimbangan M. Atho Mudzar, promotor 1, mengusulkan
pemberian gelar Doktor Kehormatan (Dr.Hc) kepada Ma'ruf Amin. Ma'ruf Amin,
Era Baru Ekonomi Islam Indonesia, dari Fikih ke Praktik Ekonomi Islam, (Depok:
eLSAS, 2001), 54-55.; M. Atho Mudzhar, "KH. Ma'ruf Amin, Seorang Ulama yang
Cemerlang dalam Ilmu Hukum Ekonomi Syariah dan Motor Penggerak Ekonomi
Syariah Indonesia", Pidato Promotor 1, 2012, 9-10.

138
Teori tersebut membandingkan berlakunya illat hukum di masa
dulu dengan sekarang. Seorang wakil dalam sewa-menyewa menurut
mayoritas ulama dilarang menyewa objek yang dipercayakan
kepadanya karena alasan tuhmah (diduga kuat ada kebohongan) dari
wakil sehingga dapat merugikan pemilik. Setelah ditelaah ulang, illat
hukum tersebut (tuhmah) dapat dihilangkan manakala pemilik
menetapkan tarif sewa sehingga wakil dapat menyewa dengan harga
yang ditentukan. Kebolehan peran ganda wakil dikaji melalui proses
telaah ulang.539
Kebolehan akad waka>lah didasarkan pada ijmak umat Islam
yang memandangnya sebagai kegiatan kebajikan (sunah) dalam
rangka tolong-menolong di antara sesama manusia. Firman Allah
dalam surat al-Kahfi [18] ayat 19, Yu>suf [12] ayat 55, al-Baqarah [2]
ayat 283, dan al-Ma>idah [5] ayat 2 menerangkan tentang pentingnya
tolong-menolong dalam kebaikan dan menunaikan amanah. Ayat-ayat
tersebut tidak menjelaskan langsung tentang waka>lah. Hadis Nabi
yang dirujuk adalah riwayat Imam Ma>lik tentang perwakilan dan
pernikahan, al-Bukha>ri> tentang berbuat baik dalam membayar utang,
dan al-Tirmidhi> tentang kebolehan membuat s}ulh}. Kaidah fikih
seputar hukum asal muamalah juga dirujuk dalam fatwa DSN.540 MPS
mengesahkan akad waka>lah berdasarkan surat al-Kahfi [18] ayat 19
dan hadis Nabi riwayat al-Bukha>ri> tentang mewakili menyembelih
hewan dan Abu Da>wu>d tentang orang Islam terikat dengan syarat
yang dibuatnya.541
Akad waka>lah digunakan dalam banyak produk terutama pada
transaksi yang melibatkan lebih dari dua pihak. Waka>lah bi-al-ujrah
hanya berlaku bagi LKS, sedangkan bagi nasabah tidak berlaku.
Banyak produk LKS yang menempatkan nasabah sebagai wakil,
bahkan wakil ganda juga, wakil penjual dan wakil pembeli.

2. Kombinasi Akad Kafa>lah

539
Ma'ruf Amin, Era Baru Ekonomi Islam Indonesia, dari Fikih ke Praktik
Ekonomi Islam, (Depok: eLSAS, 2001), 54-55.
540
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 66-70.
541
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 104-105.

139
Akad kafa>lah digunakan untuk enam produk dalam fatwa
DSN.542 Akad kafa>lah tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga
bentuk; kafa>lah tunggal, kafa>lah bi-al-ujrah, dan kombinasi kafa>lah-
ija>rah-qard}.
Akad kafa>lah dalam kegiatan perbankan syariah digunakan
sebagai salah satu bentuk jasa bank.543 Kafa>lah untuk menjamin
kegiatan atau usaha yang diajukan oleh nasabah.544 Di Malaysia, akad
tersebut digunakan sebagai akad penjaminan yang diberikan oleh
Perusahaan Penjamin Kredit (Credit Guarantee Corporation
(Malaysia) Berhad (CGC) yang didirikan pada 1972) untuk usaha
kecil dan menengah dan jaminan yang diberikan oleh Danajamin
Nasional Berhard (DNB) untuk investasi di pasar modal (sukuk dan
obligasi konvensional) yang didirikan pada tahun 2009. DFPS Kuwait
membenarkan bank garansi/khit}a>b al-d}ama>n dengan akad kafa>lah.545
Tabel 13
Produk dengan Akad Kafa>lah
No DSN Th. MPS Th.
1 Jasa kafa>lah 2000 Credit Guarantee Corporation 2005
2 Syariah charge card 2004 Kartu kredit 2008
3 Pembiayaan multijasa 2004 Jaminan DNB 2009
4 Syariah card 2006
5 LC dengan kafa>lah bil-ujrah 2007
6 Penjaminan syariah. 2009

Kombinasi akad kafa>lah digunakan dalam produk kartu plastik.

542
Produk dengan akad kafa>lah ditemukan pada fatwa nomor 11/DSN-
MUI/IV/2000, 57/DSN-MUI/V/2007, 74/DSN-MUI/I/2000, 42/DSN-MUI/V/2004,
44/DSN-MUI/VII/2004, dan fatwa nomor 54/DSN-MUI/X/2006.
543
Kegiatan utama bank syariah adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan. Selain itu,
bank syariah juga memili produk jasa yang dapat diakses oleh masyarakat.
Adiwarman A. Karim, Bank Islam, 97.
544
Penjaminan dalam bentuk kafa>lah bisa dilakukan dengan model jaminan
harta (kafa>lah bi al-ma>l) dan jaminan orang/lembaga (kafa>lah bi al-nafs). Secara
finansial atau kelembagaan bank menjamin pihak yang mengajukan jasa penjaminan
tersebut. ‘Ali> al-Khafi>f, al-D}ama>n fi> al-Fiqh al-Isla>mi> (al-Qa>hirah: Da>r al-Fikr al-
‘Arabi>, 2000), 193-194.
545
Fatwa DFPS nomor 206. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid= 529&TOCID=368&BookID=506&PID=328, tanggal 9 Juni 2012.

140
Fatwa DSN mengesahkan penggunaan kombinasi akad kafa>lah, ija>rah,
dan qard} untuk menyesuaikan syariah produk syariah charge card dan
syariah card. Keputusan MFI menyebutkan penggunaan ija>rah dan
qard} dalam produk kartu kredit (bit}a>qah al-i'tima>n ghayr al-
mughat}t}ah) dengan ketentuan kedua akad tersebut terpisah. Akad
ija>rah digunakan untuk penerbitan kartu, sedangkan qard} untuk
talangan pengambilan uang tunai.546 Meski tidak menyebutkan
ketentuan pemisahan akad-akad, fatwa DSN menegaskan pentingnya
menghindari riba sebagai akibat dari kombinasi akad.547 Penetapan
ujrah tidak dikaitkan dengan qard}, penangguhan utang, dan pertukaran
uang tunai dengan tunai pada nilai yang berbeda.548 Pada keputusan
MFI disebutkan penerbit kartu dilarang menetapkan manfaat pada
dana talangan (qard}) dan biaya-biaya penerbitan kartu tidak boleh
didasarkan pada jumlah talangan dan waktu pelunasannya.549 Akad
kafa>lah digunakan untuk menjamin semua tranksasi yang dilakukan
pemegang kartu (untuk belanja atau ambil uang tunai). Akad ija>rah
digunakan sebagai bentuk jasa dan layanan yang diberikan bank
kepada nasabah. Akad qard} digunakan untuk menalangi dana yang
diambil nasabah dari ATM atau membeli barang. Kombinasi akad ini
terutama terjadi pada produk kartu kredit syariah. Pada produk kartu
debit syariah (syariah charge card),550 akad yang digunakan bisa ija>rah

546
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "Bit}a>qah al-I'tima>n Ghayr al-Mughat}t}ah",
diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada tanggal 3 Juli
2011.
547
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 304; DSN dan BI, Himpunan Fatwa,
j.2, 19-20.
548
Keputusan MPS pada pertemuan ke-77 tanggal 3 Juli 2008 dan pertemuan
ke-78 tanggal 30 Juli 2008 membolehkan kartu kredit dengan akad ujrah. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 150.
549
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "Bit}a>qah al-I'tima>n Ghayr al-Mughat}t}ah",
diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada tanggal 3 Juli
2011.
550
Berkaitan dengan kartu plastik ini, ada beberapa istilah yang digunakan
yaitu bit}a>qah al-khas}m al-fawri> (kartu debit), bit}a>qah al-i'tima>n ghayr mutajaddid
(charge card), bit}a>qah al-qard} atau bit}a>qah al-i'tima>n al-a>jil (kartu kredit). Kartu
kredit lebih umum digunakan dengan istilah bit}aqah al-i'tima>n atau bit}a>qah al-qard}.
Kartu plastik yang digunakan di perbankan syariah adalah kartu kredit ( bit}a>qah al-
i'tima>n al-mutajaddid), charge card (bit}a>qah al-i'tima>n ghayr al-mutajaddid), dan

141
saja. Pembelian barang di merchant ataupun pengambilan uang di
ATM dalam produk kartu debit langsung dikurangkan dari tabungan
nasabah pemegang kartu. Biaya yang dikeluarkan nasabah berupa
pembayaran jasa penerbitan kartu tersebut (ija>rah).551 MPS
menghindari kombinasi akad qard} dengan akad lainnya, terutama akad
mu‘a>wad}a>t. Larangan kombinasi tersebut didasarkan pada hadis Nabi
yang melarang terkumpulnya akad salaf dan bay‘.552
Fatwa MPS mengesahkan penggunaan akad bay‘ al-‘i>nah,
wadi>‘ah, dan ija>rah untuk produk kartu kredit. Penerbit kartu menjual
barang kepada pemegang kartu secara tangguh, kemudian pemegang
kartu menjual barang tersebut kepada penerbit kartu secara tunai.
Dana tunai tersebut dimasukkan dalam akaun wadi>‘ah yang bisa
diambil pemegang kartu untuk pembelian barang dengan kartu kredit.
Penerbit kartu menentukan upah jasa penerbitan dan pelayanan kartu
melalui akad ija>rah. Kontrak jual dan beli dalam bay‘ al-‘i>nah dimuat
dalam dokumen yang terpisah.553
Akad kafa>lah dikombinasikan dengan waka>lah untuk produk
jaminan gadai janji pada produk pembiayaan perumahan. Malaysia
telah mengesahkan berdirinya Lembaga Gadai Janji Nasional
(Cagamas). Lembaga ini berperan memberikan jaminan atas portofilo
dan risiko kredit portofolio gadai janji. Dengan jaminan ini LKS akan

kartu debit (bit}a>qah al-h}ism al-muba>shir). ‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d al-Ba‘li>, Bita>qa>t
al-I'tima>n al-Mas}rafi>yah, al-Tas}wi>r al-Fanni> wa al-Takhri>j al-Fiqhi>, Dira>sah
Tah}li>li>yah Muqa>ranah (al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah, 2004), 6-7; ‘Abd al-Wahha>b
Ibra>hi>m Abu Sulayma>n, al-Bit}a>qa>t al-Banki>yah, al-Iqra>d}i>yah, wa al-Sah}b al-
Muba>shar min al-Ras}i>d, (Dimashq: Da>r al-Qalam, 1998), 43. Muh}ammad ibn Wali>d
ibn ‘Abd al-Lat}i>f al-Suwayda>n, al-Taklifah al-Fi‘li>yah fi> al-Mas}a>rif al-Isla>mi>yah, al-
Asba>b wa-al-D}awa>bit} (Yordania: Da>r al-Nafa'>is, 2011), 203.
551
Bank juga dapat minta bonus dari penjual barang yang barangnya dibeli
oleh nasabah yang menggunakan kartu yang dikeluarkan bank tersebut. Fatwa
nomor 108 (12-2) yang ditetapkan pada Pertemuan ke-12 di Riyad tanggal 23-28
September 2000. Diunduh dari http://www.fiqhacademy. org.sa/qrarat/12-2.htm,
tanggal 3 Juli 2011.
552
Hadis Nabi menyebutkan: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual
beli dan pinjaman". (HR. Ahmad). Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 52;
Ima>m Abu ‘Abdillah Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, j.2, (Beiru>t: Da>r al-Ih}a>' al-
Tura>th al-‘Arabi>, 1414 H), 178.
553
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 148-149.

142
lebih leluasa dalam menawarkan produk portofolio gadai janji kepada
calon pembeli rumah. Dengan akad waka>lah, Special Purpose Vehicle
(SPV) menjadi agen/wakil LKS untuk menganalisis risiko portofolio
pembiayaan gadai janji dengan penetapan ujrah atau fee yang
disetujui. Melalui akad kafa>lah, SPV turut berperan sebagai penjamin
untuk menanggung kerugian LKS jika pemilik rumah ingkar melunasi
utang. Pengenaan upah harus didasarkan pada biaya riil yang
dibutuhkan. Selain itu, akad tersebut harus mendapatkan persetujuan
dari nasabah. Dua akad tersebut harus ditandatangani secara
terpisah.554
Kombinasi akad kafa>lah dan waka>lah dalam kartu kredit
dilarang oleh MPS. Kombinasi akad tersebut menimbulkan riba yang
dihasilkan dari upah yang ditetapkan oleh LKS dalam transaksi
waka>lah. Peran LKS tidak sekedar mewakili nasabah, tetapi juga
memberikan pelayanan dan jasa kartu kredit.555 DSN membolehkan
kombinasi akad tersebut. Kedua akad tersebut, menurut DSN
dibolehkan dalam agama, termasuk mengambil upah dari kedua akad
tersebut. Menurut fatwa DSN, upah atas penjaminan (kafa>lah)
didasarkan pada jasa kewibawaan yang dibenarkan kalangan
Syafi'iyah.556
Fatwa kartu plastik memiliki perbedaan di berbagai tempat.
DSN dan MPS membolehkan dengan beberapa ketentuan. Majma‘ al-
Fiqh al-Islami> dan kesepakatan Muktamar ke-7 Fakultas Syariah
Universitas Uni Emirat Arab menetapkan beberapa ketentuan,
pertama membolehkan penerbitan kartu debit dan charge card dengan
syarat tidak ada pengenaan bunga jika terlambat melunasi tagihan;
kedua melarang penerbitan kartu kredit yang membebani pemegang
kartu dengan tambahan bunga dalam rentang cicilannya.557 Penetapan

554
Keputusan fatwa MPS pada pertemuan ke-74 tanggal 3 April 2008. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 183.
555
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 154.
556
Fatwa DSN tersebut mendasarkan pada pendapat Mus}t}afá ‘Abdullah al-
Hamshari> sebagaimana dikutip oleh Shaykh ‘At}iyah S}aqr, dalam kitab Ah}san al-
Kala>m fi> al-Fata>wá wa al-Ah}ka>m. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 15-16.
557
Ketetapan nomor 108 (12-2) http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-
2.htm, diunduh pada tanggal 3 Juli 2011. ‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d al-Ba‘li>, Bita>qa>t
al-I'tima>n al-Mas}rafi>yah, 8-9.

143
syarat tersebut dilakukan karena transaksi kartu plastik menggunakan
banyak akad (‘uqu>d murakkabah) dan adanya perubahan akad
(tah}awwul al-‘aqd). Para pihak yang terlibat dalam kartu plastik
memerankan banyak hal dan berganti dari satu kondisi ke kondisi
lain.558 Selain itu, faktor kekhawatiran terjerumus dalam praktik riba
sangat menonjol.559
DSN melandaskan fatwa kombinasi akad pada Al-Qur'an, hadis,
ijmak, qawl fikih, keputusan fatwa kontemporer, dan pendapat ulama
modern. MPS mendasarkan pada Al-Qur'an dan hadis berkaitan
dengan upah dalam kartu plastik dan kebolehan penggunaan akad bay‘
al-‘i>nah.560 Al-Qur'an yang dijadikan rujukan fatwa DSN bersifat
umum, mengatur prinsip muamalah. Al-Qur'an tersebut mengatur
prinsip memenuhi akad (al-Ma'>idah [5]:1), penjaminan (Yu>suf [12]:
72), kerja sama dalam kebaikan (al-Ma>'idah [5]: 2), tidak boros dan
kikir (al-Furqa>n [25]: 67), tidak bertindak mubazir (al-Isra>' [17]: 26-
27), menepati janji (al-Isra>' [17]: 34), prinsip ija>rah (al-Qas}as} [28]:
26), menghindari riba (al-Baqarah [2]: 275), mencatat utang (al-
Baqarah [2]: 282), dan penangguhan utang (al-Baqarah [2]: 280).
Hadis Nabi yang dirujuk adalah riwayat al-Tirmidhi> tentang
kebolehan membuat perdamaian, riwayat Ibn Ma>jah menghindari
mudarat, riwayat al-Bukha>ri> menyangkut pelunasan utang,
penjaminan dan penyewaan tanah (riwayat Abu> Da>wud), ija>rah
(riwayat ‘Abd al-Razza>q), riwayat Muslim tentang memudahkan
orang yang berutang, riwayat al-Jama>‘ah dan riwayat al-Nasa>'i seputar
larangan menunda-nunda bayar utang, dan riwayat al-Bukha>ri> tentang
membayar utang dengan baik. Kaidah fikih yang dirujuk juga banyak,
lima kaidah. Kaidah fikih menyangkut prinsip kebolehan muamalah,

558
‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d al-Ba‘li>, Bita>qa>t al-I'tima>n al-Mas}rafi>yah, 62.
559
Hubungan antara pemegang kartu dan penerbit kartu di antaranya adalah
pinjaman uang tunai (qard}) yang menjadi sumber penetapan imbalan. Jika penetapan
imbalan melebihi biaya riil maka termasuk bunga yang diharamkan. Muh}ammad ibn
Wali>d ibn ‘Abd al-Lat}i>f al-Suwayda>n, al-Taklifah al-Fi‘li>yah, 222.
560
Ayat yang dirujuk adalah surat al-Qas}s{as ayat 26 yang menyatakan:
"Sesungguhnya sebaik-baik orang yang diupah adalah orang yang kuat dan amanah".
Hadis Nabi yang dijadikan dasar adalah riwayat al-Bayha>qi> " Berikan pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya". Al-Bayha>qi>, Sunan al-Bayhaqi>, j.6, 120, hadis
no. 11434; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 52.

144
kesulitan dapat menarik kemudahan, keperluan dapat menduduki
posisi darurat, hukum ‘urf sama dengan hukum agama, dan
mendahulukan mudarat dari mengambil manfaat. Qawl fikih yang
dirujuk adalah pendapat Imam Dimyat}i tentang kebolehan menjamin
utang yang akan terwujud, Khat}ib al-Sharbini> yang membolehan
penjamian utang yang akan terwujud atau jual beli yang akan terjadi
karena kebutuhan (h}a>jah) akan hal tersebut, al-Shi>razi> tentang
kebolehan ija>rah manfaat. Pendapat Sayi>d Sa>biq tentang kafa>lah juga
dijadikan landasan. Ketetapan AAOIFI tentang kartu kredit dan kartu
debit menjadi landasan yang paling relevan dan spesifik berkaitan
dengan kebolehan penggunaan akad-akad dalam kartu plastik. Pada
fatwa nomor 54, fatwa DSN menambah landasan hukum yaitu
pendapat ulama kontemporer, Mus}t}afá ‘Abdullah al-Hamshari>, yang
membolehkan produk letter of credit dan bank garansi atau sejenisnya
berdasarkan akad waka>lah, h}awa>lah, dan kafa>lah dengan imbalan.561
Fatwa MPS mendasarkan kebolehan kartu kredit pada surat al-
Qas}as} [28]: 26 tentang prinsip ija>rah dan hadis riwayat al-Bayha>qi>
tentang pemberian upah sebelum keringat kering. Kebolehan bay‘ al-
‘i>nah didasarkan pada surat al-Baqarah [2]: 275 seputar kebolehan jual
beli dan pendapat Syafi'iyah dan Hanafiyah yang membolehkan jual
dan beli tersebut. Abu Yu>suf, Sha>fi‘i>, dan al-Subki> membenarkan
kontrak bay‘ al-‘i>nah selama dua kontrak jual beli dijalankan secara
terpisah.562
Ketentuan fatwa DSN dan MPS dalam produk kartu kredit
berupaya menghindari riba. DSN mengaturnya dengan pemisahan
antara penetapan upah (ija>rah) dengan talangan (qard}), sedangkan
MPS menghindari qard} dan menggantinya dengan akad bay‘ al-‘i>nah.

3. Kombinasi Akad Hibah


Akad hibah digunakan dalam fatwa DSN untuk tiga produk,
asuransi syariah, asuransi haji, dan IMBT.563 Pada produk IMBT, akad

561
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 37.
562
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 110.
563
Produk tersebut ditemukan dalam fatwa nomor 21/DSN-MUI/X/2001,
fatwa nomor 39/DSN-MUI/X/2002, fatwa nomor 51/DSN-MUI/III/2006, fatwa
nomor 53/DSN-MUI/III/2006, dan fatwa nomor 27/DSN-MUI/III/2002.

145
hibah sebagai opsi peralihan objek sewa selain dengan jual beli.
Tabel 14
Produk dengan Akad Hibah
No DSN Th. MPS Th.
1 Asuransi syariah 2001 Asuransi syariah 2003
2 Ssuransi haji 2002 NBNBD 2005
3 Ija>rah muntahi>yah bi-al-tamli>k 2002

Kegiatan asuransi syariah harus menggunakan akad tabarru‘


sebagai akad dasarnya. Akad tersebut selalu melekat pada semua jenis
asuransi syariah.564 DSN menggunakan akad hibah sebagai akad
tabarru‘,565 sedangkan MPS selain menggunakan akad hibah, juga
menggunakan akad wakaf.566 Komisi Fatwa Yordania menegaskan
bentuk asuransi syariah adalah saling menolong dan melindungi di
antara para peserta.567
Titik tekan asuransi syariah adalah tolong-menolong dan
menjauhi riba, gharar, jaha>lah, dan qimar. Asuransi syariah
menggunakan sistem persekutuan dan pertolongan (shirkah wa
ta‘a>wuni>yah).568 Bentuknya, para peserta saling melindungi dan
tolong-menolong melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau
tabarru‘ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi
risiko tertentu.569

564
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 411. ‘Ali> Muh}yi> al-Di>n al-Qarhda>ghi>,
al-Ta'mi>n al-Isla>mi>, Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah, (Beiru>t: Shirkah Da>r al-Basha'>ir al-
Isla>mi>yah, 2005), 203. Ketetapan MFI nomor 9. Diunduh dari http://www.
fiqhacademy.org.sa/qrarat/2-9.htm, tanggal 3 Juli 2011.
565
Akad tabarru‘ adalah pemberian sesuatu tanpa imbalan. Termasuk dalam
kategori akad tabarru‘ adalah hibah, sedekah, wasiat, wakaf, pinjam-meminjam, dan
pembebasan. Termasuk dalam akad tabarru‘ adalah akad yang mulanya kebajikan
namun berakhir pada pertukaran, seperti qard}, kafa>lah, dan h}awa>lah. ‘Abd al-H}ami>d
Mah}mu>d al-Ba‘li>, D}awa>bit} al-‘Uqu>d, Dira>sah Muqa>ranah fi> al-Fiqh al-Isla>mi> wa
Muwa>zanah bi al-Qa>nu>n al-Wad‘'i> wa Fiqhuhu, (al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah,
tt.), 304.
566
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 66.
567
Fatwa Komisi Fatwa Yordania nomor 696 tanggal 10 Mei 2010 dengan
judul "al-ta'mi>n al-ta'a>wuni", diunduh dari http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa
/show/id/ 608, tanggal 15 Nopember 2010. ‘
568
Ah}mad Sa>lim Milh}im, al-Ta'mi>n al-Isla>mi> (Yordania: Da>r al-A‘la>m,
2002), 65.
569
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 127

146
Para peserta memberikan dermanya (hibah) untuk dikelola oleh
perusahaan asuransi. Klaim asuransi dibayar dari dana tabarru‘
tersebut. Skema asuransi dengan wakaf dilakukan melalui penerbitan
dana takaful yang bersumber dari dana wakaf. Dana tersebut bersifat
kekal, tidak dibatalkan, dan tidak dipindahtangankan. Peserta asuransi
akan memberikan sumbangannya untuk dana takaful tersebut. Klaim
asuransi menurut fatwa MPS diambil dari dana takaful tersebut dan
lebihan dana takaful diberikan kepada peserta.570 Sumber dana klaim
adalah hasil dana wakaf bukan aset wakafnya. Sumbangan dari
peserta bukanlah aset wakaf tetapi dikumpulkan bersama modal
wakaf yang dikelola bersama.571
Dana yang dikumpulkan peserta asuransi syariah dikelompokkan
menjadi dua; seluruhnya sebagai dana tabarru‘ dan dibagi dua, sebagai
dana tabarru‘ dan tabungan nasabah. Asuransi yang hanya menerima
dana tabarru‘ termasuk dalam produk asuransi nonsaving dan asuransi
syariah yang mengelola dana tabarru‘ dan tabungan dalam bentuk
mud}a>rabah termasuk produk asuransi ditambah saving. Dana
mud}a>rabah dapat dialihkan menjadi dana tabarru‘ namun tidak boleh
sebaliknya.572 Dana tabarru‘ harus terpisah dari dana lainnya.573
Pemisahan ini berguna untuk pemilihan risiko investasi, karena dana
tabarru‘ harus dikelola secara hati-hati sesuai kontrak akadnya,
kepercayaan.574
Fatwa DSN memberikan alternatif penggunaan akad untuk
produk asuransi syariah. Pembaruan model kontrak tabarru‘ (hibah)
dilakukan untuk menjawab pertumbuhan asuransi di Indonesia dan
menyesuaikan tuntutan pasar. Perusahaan asuransi dapat
menggunakan akad waka>lah, waka>lah bi-al-ujrah, mud}a>rabah, dan
mud}a>rabah mushtarakah.
Awalnya DSN mengesahkan produk asuransi syariah dengan

570
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 66.
571
Keputusan MPS Malaysia pada pertemuan ke-87 tanggal 23 Jun 2009.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 66.
572
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 128.
573
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 412.
574
Pemisahan dana ini diputuskan pada pertemuan MPS ke-62 tanggal 4
Oktober 2006. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 76.

147
akad mud}a>rabah (tija>rah) dan/atau akad tabarru‘ (hibah).575 Klausul
yang digunakan fatwa DSN (fatwa tentang pedoman umum asuransi
syariah yang dikeluarkan pada Oktober 2001) tersebut bersifat
ambigu. Konsekuensi dari klausul tersebut adalah asuransi syariah
dapat menggunakan salah satu akad mud}a>rabah atau hibah, atau
menggunakan dua akad tersebut secara bersamaan. Nasabah sebagai
pemegang polis memberikan premi sebagai dana kebajikan (hibah)
yang dikelola oleh perusahaan asuransi atau memberikan dana
mud}a>rabah atau keduanya dilakukan bersama. Perusahaan
menginvestasikan dana tersebut secara mud}a>rabah. Nasabah secara
kolektif, dalam kontrak mud}a>rabah, bertindak sebagai s}a>hi} b al-ma>l
dan perusahaan sebagai pengelola (mud}a>rib). Pada kontrak tabarru‘,
nasabah sebagai muwakkil, sedangkan perusahaan sebagai wakil.576
Pada fatwa DSN tidak disebutkan keharusan akad tabarru‘ pada setiap
asuransi syariah sehingga ketika kontrak asuransi menggunakan akad
mud}a>rabah, maka sifat tolong-menolong dan saling menjamin sesama
peserta tidak terjadi. Keputusan MFI mengharuskan asuransi syariah
berbasis tolong-menolong (ta‘a>wuni>) dan melarang asuransi berbasis
bisnis (tija>ri>).577 Namun demikian, fatwa DSN telah merevisi
ketentuan tersebut dengan keluarnya fatwa nomor 53/2006 tentang
akad tabarru‘ pada asuransi syariah. Pada fatwa tersebut jelas
disebutkan bahwa akad tabarru‘ harus melekat pada setiap produk
asuransi.578 Artinya, fatwa DSN menegaskan tidak mungkinnya
produk asuransi syariah hanya menggunakan akad mud}a>rabah.
Fatwa DSN mengesahkan akad hibah-waka>lah untuk produk
pengurusan haji. Nasabah, dalam hal ini jemaah haji, mewakilkan

575
Muh}ammad Sayid al-Dasu>ki> mengartikan asuransi sebagai transaksi yang
mewajibkan kepada pihak tertanggung untuk menunaikan kewajiban-kewajibannya
berupa jumlah uang kepada pihak penanggung, dan akan menggantikannya
manakala terjadi peristiwa kerugian yang menimpa si tertanggung. Muh}ammad
Sayid al-Dasu>ki>, al-Ta'mi>n wa Mauqif al-Syari>‘ah al-Isla>mi>yah Minhu, (al-Qa>hirah:
Da>r al-H}adi>th, 1967), 16.
576
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 132-133.
577
Ketetapan MFI Nomor 9 dan 149. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Ta'mi>n
wa I‘a>da>t al-Ta'mi>n", dan "al-Ta'mi>n al-S}ih}h}i>", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-4 dan 16-7.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
578
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 416.

148
kepada Menteri Agama untuk membayarkan premi kepada perusahaan
asuransi. Pada fatwa yang dikeluarkan Oktober 2002 tersebut tidak
dijelaskan posisi perusahaan dalam akad. Fatwa menetapkan
kemungkinan perusahaan mendapatkan ujrah atas pengelolaan dana
tabarru‘ dan ketentuan lainnya merujuk pada fatwa pedoman umum
asuransi syariah.
Pada Maret 2006, fatwa DSN mengesahkan penggunaan akad
hibah-waka>lah bi-al-ujrah (fatwa nomor 52). MPS telah mengesahkan
skema akad tersebut sejak tahun 2002 pada pertemuannya yang ke-
24.579 Fatwa DSN tersebut secara jelas mendudukkan perusahaan
sebagai wakil dari nasabah dalam pengelolaan dana tabarru‘. Atas
jasanya sebagai wakil, perusahaan mendapatkan ujrah.580 Kedudukan
perusahaan sebagai wakil ditegaskan dalam fatwa nomor 53.581 Pada
tahun 2002, DSN juga mengesahkan penggunaan akad hibah-
mud}a>rabah mushtarakah. Pada akad tersebut, perusahaan selain
sebagai mud}a>rib juga musha>rik dalam melakukan investasi atas dana
yang dibayarkan nasabah. Perusahaan mendapatkan bagi hasil dari
perannya sebagai mud}a>rib dan sebagai musha>rik.582
Fatwa MPS Malaysia merinci tugas wakil (perusahaan asuransi),
yaitu mengelola dana tabarru‘ yang dikumpulkan nasabah, melakukan
investasi, mengurus pembayaran klaim, membiayai penyelenggaraan
asuransi, kegiatan administrasi, pengelolaan dana, underwriting,
pengelolaan portofolio risiko, dan pemasaran.583 Pada fatwa DSN
dijelaskan bahwa perusahaan berhak mendapatkan fee atas perannya
tersebut baik berdasarkan nominal tetap atau berdasarkan nisbah bagi

579
Keputusan MPS pada pertemuan ke-24 tanggal 24 April 2002 dan
pertemuan khusus ke-2 tanggal 18 Jun 2007. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 63.
580
Ah}mad Sa>lim Milh}im, al-Ta'mi>n al-Isla>mi>, 186-187.
581
Akad waka>lah menjadi salah satu prinsip penting dalam kegiatan asuransi
syariah, selain prinsip jaminan, mud}a>rabah, dan menjauhi hal-hal yang dilarang.
Mohd Ma'sum Billah, Applied Islamic Law of Trade and Finance, (Malaysia: Sweet
and Maxwell Asia, 2007), 153-154. ‘Ali> Muh}yi> al-Di>n al-Qarhda>ghi>, al-Ta'mi>n al-
Isla>mi>, 204-207.
582
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 384.
583
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 399.

149
hasil untuk hasil investasi dan keuntungan nilai tabarru‘ sesuai
kesepakatan.584 Upah dimaksud hanya berlaku untuk akad waka>lah
sedangkan nisbah bagi hasil keuntungan untuk akad mud}a>rabah.585
MPS Malaysia pernah menolak penggunaan konsep musa>hamah
dalam kontrak takaful. Konsep tersebut meniscayakan
peserta/nasabah membayar premi untuk asuransi kerugian. Nasabah
dapat mengajukan klaim tatkala mendapati musibah atau kerugian.
Namun ketika tidak ada kerugian selama periode pertanggungan,
nasabah akan mendapatkan bonus di akhir kontrak.586 Konsep
musa>hamah tidak diterima karena konsep tersebut tidak jelas
maksudnya dan tidak tersedia dalam fikih muamalah.587 Di Indonesia,
sebagian asuransi syariah memberi bonus kepada nasabah yang tidak
mengajukan klaim hingga akhir masa pertanggungan.588
Fatwa MPS membolehkan kontrak prinsip kepercayaan
(principle of utmost good faith) dalam asuransi syariah. Melalui
prinsip ini, peserta dan nasabah berjanji yang dituangkan dalam
kontrak untuk memenuhi syarat-syarat yang disepakati dan syarat
tersebut dapat mempengaruhi jumlah premi yang dibayar dan manfaat
asuransi yang akan diterima. Jika peserta membuat kecurangan atau
penipuan, maka perusahaan berhak untuk tidak memberikan manfaat

584
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 62. DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.1, 130.
585
Akad waka>lah dapat diterapkan dengan fee atau tanpa fee. Sedangkan
akad mud}a>rabah tidak dibenarkan menetapkan fee. Keuntungan yang diperoleh dari
akad mud}a>rabah adalah nisbah bagi hasil dari investasi dana nasabah. Fatwa MPS
pada pertemuan ke-62 tanggal 4 Oktober 2006. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 77.
586
Bonus akan diterima dengan syarat; terdapat lebihan (surplus) dalam dana
risiko takaful, peserta tidak pernah mengajukan klaim dan tidak menerima ganti rugi
dalam tempo tertentu, dan peserta setuju untuk memperbaharui kontrak takaful
untuk tempo tertentu. Jika ia tidak meneruskan kontrak, maka dianggap setuju
melepaskan bagian bonusnya atas dasar isqa>t al-haq. Bank Negara Malaysia,
Resolusi Syariah, 64.
587
Konsep musa>hamah secara bahasa berarti terlibat dalam bisnis tertentu
(musha>rakah). Makna tersebut tidak tepat untuk produk asuransi syariah, karena
prinsip akadnya adalah tabarru‘. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 64-65.
588
Temuan penulis saat mengajukan perpanjangan premi di asuransi Garda
Oto Syariah.

150
asuransi.589 Penerapan prinsip kepercayaan didasarkan pada ketentuan
Al-Qur'an yang menekankan prinsip kejujuran dan amanah dalam
kontrak.590 Para pihak yang berakad harus memenuhi akad, namun jika
salah satu pihak menyalahi kontrak, maka kontrak tersebut dapat
dibatalkan.591
Fatwa DSN dan MPS mendasarkan kebolehan kegiatan asuransi
syariah pada firman Allah yang memerintahkan tolong-menolong
dalam kebaikan dan takwa (al-Ma>'idah [5]: 2).592 MPS juga
mendasarkan pada keputusan MFI pada pertemuan ke-2 (keputusan
nomor 9) yang membenarkan produk asuransi menggunakan akad
tabarru‘. Ijmak ulama yang dijadikan dasar fatwa MPS membolehkan
penggunaan akad waka>lah dalam produk asuransi syariah.593 Kalangan
Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah membolehkan sumbangan atau
pemberian kepada entitas wakaf dalam bentuk binaan atau modal
tanpa menjadikan status pemberian tersebut sebagai wakaf.594 Meski
dalam produk asuransi timbul ketidakjelasan (gharar) karena penerima
sumbangan tersebut tidak jelas tetapi dibenarkan menurut pandangan
Malikiyah. Gharar dalam kebajikan diterima karena tidak
menimbulkan perselisihan.595
Sumber pijakan fatwa DSN atas produk asuransi syariah adalah

589
Fatwa MPS yang disahkan pada pertemuan ke-52 tanggal 2 Agustus 2005.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 89.
590
Nash Al-Qur'an yang menjadi dasar penetapan fatwa tersebut di antara
firman Allah dalam surat al-Tawbah ayat 119. "Hai orang-orang yang beriman
bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar".
(QS. Al-Tawbah: [9]: 119). Hadis Nabi menyebutkan: "Dari Abu Sa‘i>d al-Khudri>,
Rasulullah berkata: pedagang yang jujur bersama para Nabi, orang-orang yang benar
dan orang-orang yang mati sahid". Abu ‘Abdulla>h al-H}a>kim al-Naysa>buri>, al-
Mustadrak ‘ala> al-S}ah}i>h}ayn, j.2, (Syria: Maktab al-Mat}bu>‘a>t al-Isla>mi>yah, tt.), 8.
591
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 90.
592
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." QS. Al-
Ma>'idah [5] ayat 2.
593
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 63.
594
Kementerian Wakaf dan Hal Ihwal Islam Kuwait, al-Mawsu>‘ah al-
Fiqhi>yah al-Kuwayti>yah, 1993, sebagaimana dikutif MPS Malaysia. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 67.
595
Al-Qarafi>, al-Furu>q, j.1, (Beiru>t: A‘la>m al-Kutub, tt.), 276-277.

151
Al-Qur'an, hadis, kaidah fikih. Seperti ayat yang digunakan MPS,
fatwa DSN merujuk surat al-Ma>'idah [5] ayat 2 yang memerintahkan
kerja sama dalam kebaikan dan takwa. Ayat lain yang dijadikan dasar
fatwa DSN adalah ayat-ayat yang bersifat umum dalam mengatur
kegiatan muamalah. Ayat tersebut mengatur menghadapi masa depan
(al-H}ashr [59]: 18), prinsip memenuhi akad (al-Ma>idah [5]:1),
kewajiban menunaikan amanat (al-Nisa>' [4]: 58), keharaman khamr,
judi, dan mengundi nasib (QS. al-Ma>'idah [5]: 90), kebolehan jual beli
dan keharaman riba (al-Baqarah [2]: 275, 278, 279), memberi
kemudahan dalam pembayaran utang (al-Baqarah [2]: 280), dan
larangan mendapatkan harta secara tidak benar (al-Nisa>' [4] : 29).
Hadis Nabi yang dirujuk adalah riwayat Muslim tentang pahala
memberi kemudahan kepada orang lain, riwayat Muslim dan al-
Tirmidhi> tentang perumpamaan umat Islam sebagai satu jiwa, riwayat
al-Bukha>ri> dan Muslim seputar peran niat dalam perbuatan, riwayat
Muslim tentang larangan jual beli gharar, riwayat al-Bukha>ri> tentang
kebaikan orang yang segera membayar utang, dan riwayat Imam Ibn
Ma>jah tentang menghindari mudarat. Kaidah fikih yang digunakan
adalah prinsip kebolehan muamalah dan menghilangkan mudarat
sesuai kemampuan.596
DSN membenarkan penggunaan akad tija>ri> dan tabarru‘ untuk
kontrak asuransi syariah, sedangkan MPS dan MFI hanya
mengesahkan akad tabarru‘. Perubahan akad asuransi syariah yang
disahkan DSN dari waka>lah, mud}a>rabah, mud}a>rabah mushtarakah,
dan waka>lah bi-al-ujrah menunjukkan penyesuaian syariah dengan
praktik yang sebenarnya dibutuhkan pada kegiatan asuransi syariah.

4. Kombinasi Akad Qard}


Akad qard} digunakan pada fatwa DSN untuk dua belas produk
LKS. Di Malaysia, qard} digunakan dalam produk Sertifikat Bank
597

596
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 130-134.
597
Produk dengan akad qard} ditemukan pada fatwa nomor 19/DSN-
MUI/IV/2001}, 29/DSN-MUI/VI/2002, 31/DSN-MUI/VI/2002, 63/DSN-
MUI/XII/2007, 42/DSN-MUI/V/2004, 54/DSN-MUI/X/2006, 30/DSN/VI/2002,
34/DSN-MUI/IX/2002, 35/DSN-MUI/IX/2002, 60/DSN-MUI/V/2007, 67/DSN-
MUI/III/2008, 37 /DSN-MUI/X/2002, 25/DSN-MUI/III/2002, 26/DSN-
MUI/III/2002, dan fatwa nomor 68/DSN-MUI/III2008.

152
Negara Malaysia (resolusi 33), pinjaman kebajikan, dan produk hybrid
tabungan qard} dan mud}a>rabah. Produk tabungan hybrid tersebut
merupakan skema membagi tabungan nasabah dalam dua account,
qard} dan mud}a>rabah. Nasabah akan mendapat bagi hasil dari tabungan
mud}a>rabah. MPS melarang kombinasi akad qard} dan mura>bah}ah
(resolusi 34).

Tabel 15
Produk dengan Akad Qard}
No DSN Th. MPS Th.
1 Pembiayaan qard} 2001 Sertifikat BNM 2003
2 Pembiayaan pengurusan haji 2002 Tabungan hibrid 2005
3 Pengalihan utang 2002 Pembiayaan qard} 2005
4 Pembiayaan rekening koran syariah 2002
5 LC impor dan ekspor syariah 2002
6 PUAS 2002
7 Pembiayaan rahn dan rahn emas, 2002,
dan rahn tasji>li> 2008
8 Syariah charge card 2004
9 Syariah card 2006
10 SBIS 2007
11 Penyelesaian piutang dalam ekspor 2007
12 Anjak piutang syariah 2008

Fatwa DSN mengesahkan kombinasi ija>rah dan qard} untuk


produk pembiayaan pengurusan haji. Pada fatwa tersebut, akad ija>rah
digunakan untuk jasa pengurusan haji yang dilakukan perbankan
syariah. Adapun akad qard} digunakan bank syariah untuk menalangi
biaya haji nasabah. Dalam fatwa diatur pemisahan antara ija>rah dan
qard}. Pengurusan haji (ija>rah) tidak dijadikan syarat talangan haji.
Begitu juga dengan penetapan biaya pengurusan (ujrah) tidak
berdasarkan jumlah talangan yang diberikan bank syariah kepada
nasabah.598 Pemisahan qard} dari upah (ija>rah) sebagai antisipasi
pengenaan kelebihan/tambahan pada pinjaman yang termasuk riba.

598
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 172. Dalam praktik ditemukan
beberapa brosur dana talangan haji dari beberapa bank syariah yang ditemukan
penulis menetapkan upah berdasarkan dana talangan. Misalnya talangan haji untuk
satu tahun, dua tahun, atau lima tahun dengan jumlah talangan yang berbeda maka
upah yang ditetapkan juga berbeda.

153
Fatwa Syria melarang penetapan upah pada pinjaman haji.599
Kombinasi akad ija>rah-qard} juga diterapkan pada produk rahn
dan rahn emas.600 Pada akad rahn, nasabah (ra>hin) memberikan
jaminan kepada bank (murtahin) atas pinjaman yang diterimanya
(qard}).601 Murtahin tidak diperkenankan memungut biaya dalam akad
rahn tersebut karena termasuk kategori penambahan pokok pinjaman
yang diharamkan. Keuntungan bank syariah didapat dari pembebanan
biaya penyewaan dan pemeliharaan barang jaminan (marhu>n) atas
dasar akad ija>rah. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan
tersebut tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman, tetapi
berdasarkan pengeluaran nyata.602 Pada fatwa tentang rahn emas,
ketentuan pemisahan tidak disebutkan secara eksplisit. Penetapan
rahn sebelum terjadi transaksi yang menimbulkan utang tidak
diperbolehkan.603
Pada produk pengalihan utang dengan akad ija>rah-qard}, fatwa

599
Fatwa nomor 1977 tanggal 22 Juli 2009. Diunduh tanggal 27 Oktober
2011 dari http://www.eftaa-aleppo.com/ fatwa/index.php?module=fatwa&id=1977.
600
Secara bahasa rahn berarti tetap, langgeng, dan menahan. Secara istilah,
rahn adalah menahan sesuatu dengan cara benar dengan tujuan pemenuhan
kewajiban pembayaran utang bagi pihak yang berutang. Al-Subki> dari Syafi'iyah
mendefinisikan rahn yaitu menjadikan sesuatu aset sebagai jaminan kepada
pembiayaan atau pinjaman, agar pembiayaan atau pinjaman tersebut dapat dilunasi
dengan nilai aset pembiayaan atau jaminan tersebut tatkala penerima biaya atau
peminjam tidak mampu melunaskan obligasinya S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r al-
Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-Rahn wamada> Mashru>‘i>yatu Istithma>riha>
fi> al-Mas}a>rif al-Isla>mi>yah, (Yordania: Da>r al-Nafa>is, 2011), 63-64. Ibn Quda>mah, al-
Mughni>, j.6, 443.
601
Jaminan (rahn) diberlakukan dalam rangka memastikan dan memberikan
dorongan kepada nasabah yang berutang agar melunasi utangnya sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan dan menghindari perbuatan yang dapat
merugikan pihak yang memberikan utang (moral hazard). S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r al-
Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-Rahn, 134-135.
602
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 149, 154-155; DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.2, 164.
603
Fatwa DFPS nomor 263 melarang penetapan rahn sebelum transaksi jual
beli yang menimbulkan utang dilakukan. Sebagai alternatifnya, pertama, KFH dan
nasabah menandatangani kontrak jual beli kemudian KFH meminta jaminan, atau
kedua, menjadikan rahn sebagai syarat jual beli. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506& PID=437, tanggal
9 Juni 2012.

154
DSN juga mengatur pemisahan akad. Pada akad ija>rah-qard}, bank
syariah mengurus pelunasan utang nasabah di bank konvensional
dengan dana talangan dari bank syariah (qard}). Atas jasa pengurusan
tersebut bank syariah mendapatkan upah yang besarnya tidak
dikaitkan dengan jumlah dana talangan.604 Fatwa DSN juga
menetapkan pemisahan akad pada kombinasi akad kafa>lah-ija>rah-qard}
dalam produk syariah charge card.605 Akad-akad tersebut tidak boleh
saling bergantung (ta‘alluq).606
Fatwa DSN dan MPS membenarkan imbalan dari nasabah
peminjam (muqtarid}) kepada bank dalam bentuk sumbangan yang
tidak dituangkan dalam akad.607 Imbalan itu tidak boleh
dipersyaratkan dan tidak boleh didasarkan pada kebiasaan. Status
kebiasaan seperti syarat sehingga mengikat kepada pihak yang
berakad.608 Fatwa MPS melarang imbalan qard} yang menjadi
kebiasaan.609 Dalam qard} hanya dapat dikenakan biaya (rusu>m)
administrasi.610 Komisi Fatwa Yordania menetapkan kelompok biaya
administrasi yang nyata dikeluarkan meliputi upah pekerja yang
mengurusi akad, bahan-bahan, dan administrasi lainnya. Biaya
tersebut tidak boleh didasarkan pada tujuan keuntungan.611
Pemisahan upah dari pinjaman merupakan upaya keluar dari

604
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 187.
605
Pada fatwa 42 disebutkan: "Penerbit kartu boleh menerima fee penarikan
uang tunai (rusu>m s}a>hib al-nuqu>d) sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan
fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan. DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.1, 305.
606
Fatwa 67 menyebutkan: "Antara akad Waka>lah bi-al-ujrah dan akad qard},
tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta‘alluq)". DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2,
158.
607
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 104. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia: Bank Negara Malaysia, 2010), 50.
608
‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d Tahmaz, al-Fiqh al-H}anafi> fi> Thawbihi> al-Jadi>d,
j.4, (Da>r al-Qalam, 2001), 220-221.
609
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 51.
610
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 104.
611
Fatwa Komisi Fatwa Yordania nomor 550 tanggal 16 Maret 2010 dan
nomor 625 tanggal 21 April 2010 dengan judul "al-rusu>m al-ida>ri>yah ‘alá al-quru>d}
al-h}asanah", diunduh dari http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608,
tanggal 15 Nopember 2010.

155
praktik riba yang diharamkan. MPS melarang kombinasi akad qard}
dan jual beli.612 Larangan kombinasi qard}-bay‘ karena ada hadis Nabi
yang melarang kombinasi antara salaf (pinjaman) dan jual beli.613
MPS juga melarang semua bentuk kombinasi qard}-mu‘a>wad}a>t karena
termasuk dhari>‘ah riba. Kombinasi akad, menurut MPS, dibenarkan
selama memenuhi syarat; tidak ada kombinasi bay‘-salaf dan qard{-
mu‘a>wad}at karena termasuk dhari>‘ah riba, dan akad-akad di dalamnya
tidak saling menafikan, seperti akad hibah dengan sewa.614
Fatwa DSN mendasarkan keabsahan akad qard} pada surat al-
Baqarah [2]: 282, al-Ma>'idah [5]: 1, al-Baqarah [2]: 280, hadis Muslim
seputar memudahkan kesulitan orang lain, al-Nasa>i, Abu Da>wu>d, Ibn
Ma>jah, dan Ah}mad tentang menunda-nunda pembayaran utang
sebagai perbuatan keji, riwiyat al-Bukha>ri> tentang berbuat baik dalam
membayar utang, dan hadis Tirmidhi> seputar kebolehan membuat
perdamaian. Kaidah fikih yang dikutip DSN adalah larangan
mengambil manfaat dari pinjaman sebagai bentuk riba. Fatwa MPS
mendasarkan keabsahan qard} pada Al-Qur'an, hadis, dan ijmak. Ayat
yang dirujuk adalah al-Baqarah [2]: 245. Pendapat ulama yang
dijadikan dasar adalah pendapat al-Shawka>ni>.615 Adapun hadisnya
adalah riwayat al-‘Asqala>ni> tentang haramnya mengambil manfaat
pada qard}, riwayat al-Bukha>ri> tentang kebolehan memberikan
tambahan dalam utang, dan riwayat al-Nasa>i tentang larangan
menggabungkan salaf dan bay‘.616
Fatwa DSN menyiasati larangan imbalan qard} dengan
menetapkan upah berdasarkan akad ija>rah. Aspek legal formal menjadi
perhatian utama fatwa DSN ketimbang tujuan akad. Akibatnya terjadi
ketidaksinkronan antara ketentuan fatwa dengan tujuan produk.

612
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 52.
613
Hadis Nabi menyebutkan, "Isma>‘i>l ibn Mas‘u>d memberitahu kami dari
Kha>lid dari H}usayn al-Mu‘allim dari ‘Amr ibn Shu‘ayb dari bapaknya dari
kakeknya: Sesungguhnya Rasulullah melarang menggabungkan salaf (utang) dengan
jual beli, dua syarat dalam satu akad (jual beli), dan keuntungan tanpa ada jaminan
(tanpa mengambil risiko). Al-Nasa'>i, Sunan al-Nasa>'i al-Kubra, j.4, 43, hadis no.
6225.
614
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 156.
615
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 48.
616
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 51-52.

156
Produk berbasis utang qard}, seperti pengurusan haji (talangan haji),
pengalihan utang, rahn, dan anjak piutang, dibenarkan DSN untuk
dikenakan upah yang didasarkan pada biaya jasa. Meskipun secara
formal produk tersebut sah, namun penerapannya menemui kendala
untuk keluar dari pengenaan tambahan dalam pinjaman (qard}) yang
diharamkan.

C. Pergeseran Akad
Pergeseran akad dimaksud di sini adalah perubahan sifat akad
dari akad kebajikan (tabarru‘) menjadi bisnis (tija>ri>). Akad yang
bergeser dari tabarru‘ menjadi tija>ri> adalah waka>lah, kafa>lah, dan
h}awa>lah. Akad waka>lah, kafa>lah, dan h}awa>lah yang tidak
menggunakan upah termasuk kategori kebajikan (tabarru‘).
DSN telah mengesahkan pengenaan upah pada dua akad
waka>lah dan kafa>lah sejak fatwa tentang dua akad tersebut
dikeluarkan, fatwa nomor 10 dan 11 tahun 2000. Pada dua fatwa
tersebut ditegaskan sifat mengikatnya dua akad tersebut sehingga
tidak bisa dibatalkan secara sepihak.617 Secara eksplisit akad waka>lah
bi-al-ujrah dan kafa>lah bi-al-ujrah baru disahkan masing-masing pada
tahun 2002 melalui fatwa nomor 34 tentang L/C impor syariah dan
tahun 2007 melalui fatwa nomor 57 tentang L/C dengan akad kafa>lah
bi-al-ujrah. Akad h}awa>lah bi-al-ujrah baru disahkan pada tahun 2007
melalui fatwa nomor 58 tentang h}awa>lah bi-al-ujrah. Fatwa pertama
tentang h}awa>lah, fatwa nomor 12 tahun 2000, belum mengatur upah
dalam kontrak h}awa>lah. MPS mengesahkan waka>lah bi-al-ujrah
(waka>lah bi-al-istithma>r) tanggal 18 Juni 2007. Fatwa DFPS Kuwait
juga membenarkan praktik waka>lah dengan upah.618
Pada kontrak waka>lah bi-al-istithma>r, nasabah menyerahkan
dana kepada LKS untuk dikelola berdasarkan prinsip waka>lah.
Investasi ditaksir mendapatkan keuntungan 5% selama setahun. LKS
akan bertanggung jawab manakala investasi tidak berhasil karena
menyalahi kesepakatan yang ditandatangani. Namun jika LKS telah

DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 71.


617

618
Fatwa DFPS nomor 157. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=443, tanggal 9 Juni 2012.

157
berupaya sesuai dengan kesepakatan dan tidak berhasil mencapai
keuntungan sebagaimana ditentukan, maka risiko investasi
ditanggung oleh nasabah.619 Jika nasabah menarik uangnya sebelum
berakhir kontrak, maka LKS tidak berkewajiban memenuhi hasil
investasi yang dijanjikan.620 Kontrak demikian, menurut MPS,
dibolehkan dalam agama.
Fatwa DSN mendasarkan keabsahan waka>lah bi-al-ujrah pada
Al-Qur'an, hadis, dan kesepakatan ulama. Firman Allah yang dirujuk
adalah surat al-Kahfi [18]: 19, Yu>suf [12]: 55, al-Nisa>' [4]: 29, 35, 58,
dan al-Ma>'idah [5]: 1, 2. Hadis Nabi yang dijadikan pertimbangan
adalah riwayat al-Bukha>ri> tentag sahabat Nabi yang diutus membeli
kambing oleh Nabi dan sahabat Nabi Ibn Lutbiyah yang diperintah
memungut zakat, riwayat al-Bukha>ri> dan Muslim tentang peran Busr
ibn Sa‘i>d sebagai pemungut zakat dengan diberi upah, riwayat
Muslim tentang memudahkan kesulitan orang lain, dan riwayat
Tirmidhi> tentang kebolehan membuat syarat. Kaidah fikih yang
dirujuk adalah hukum asal muamalah. Pendapat fikih yang dirujuk
fatwa DSN adalah Ibn Quda>mah, al-Shawka>ni>, dan al-Zuhayli>.621
Fatwa MPS mendasarkan kebolehan waka>lah bi-al-ujrah pada surat al-
Kahfi [18]: 19, hadis riwayat al-Bukha>ri> tentang peran sahabat
menggantikan Nabi untuk menyembeli kambing, dan riwayat Abu
Da>wu>d tentang kebolehan membuat syarat.622
Akad waka>lah yang menggunakan upah termasuk jenis ija>rah.623
Kedudukan wakil dalam waka>lah bi-al-ujrah sebagai pekerja.
Pengenaan upah pada akad waka>lah telah dicontohkan oleh Rasulullah
ketika mengutus sahabatnya memungut sedekah.624 Ibn Lutbiyah dari

619
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 104.
620
Kontrak ini dipersamakan dengan kontrak mud}a>rabah yang mana kontrak
tersebut berakhir karena penarikan modal oleh s}a>h}ib al-ma>l. Fatwa MPS pada
pertemuan khas ke-2 tanggal 18 Jun 2007. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,
105. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3965.
621
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 394-403.
622
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 104-105.
623
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 4058.
624
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 4058

158
suku Asd pernah diminta memungut sedekah dan dia diberi upah.625
Begitu juga dengan Busr ibn Sa‘i>d yang menerima upah dari Umar bin
Khattab karena tugasnya memungut zakat.626 Ibn Quda>mah
menyatakan bahwa Nabi telah mencontohkan praktik waka>lah dengan
upah (ju‘l) dan tanpa upah (bighayr ju‘l).627
Upah dapat ditentukan dengan nominal atau persentase dari
pokok modal yang diusahakan.628 Dalam waka>lah juga dibolehkan
adanya kesepakatan tambahan upah untuk suatu investasi yang
berhasil sampai target tertentu. Konsep ini berbeda dengan konsep
mud}a>rabah dalam investasi, di mana keuntungan mud}a>rabah hanya
didapat oleh mud}a>rib dalam keadaan untung, sedangkan dalam
keadaan rugi mud}a>rib tidak mendapatkan upah.629
Fatwa DSN juga membolehkan penetapan upah h}awa>lah. Prinsip
akad h}awa>lah adalah untuk kebajikan.630 H}awa>lah terbagi dalam dua

625
"Diriwayatkan dari Abu H}umayd al-Sa‘i>di>, ia berkata: Rasulullah
mengangkat seorang laki-laki dari suku Asd bernama Ibn Lutbiyah sebagai amil
(petugas) untuk menarik zakat dari Bani Sulaim. Ketika pulang (dari tugas
tersebut), Rasulullah memeriksanya." (H.R. Bukhari).
626
"Diriwayatkan dari Busr ibn Sa‘i>d bahwa Ibn Sa‘di> al-Ma>liki> berkata:
Umar mempekerjakan saya untuk mengambil sedekah (zakat). Setelah selesai dan
sesudah saya menyerahkan zakat kepadanya, Umar memerintahkan agar saya diberi
imbalan (fee). Saya berkata: saya bekerja hanya karena Allah. Umar menjawab:
Ambillah apa yang kamu beri; saya pernah bekerja (seperti kamu) pada masa Rasul,
lalu beliau memberiku imbalan; saya pun berkata seperti apa yang kamu katakan.
Kemudian Rasul bersabda kepada saya: Apabila kamu diberi sesuatu tanpa kamu
minta, makanlah (terimalah) dan bersedekahlah." (HR. Muttafaq ‘alayh). Al-
Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.4, 527.
627
Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.6, 468.
628
Fatwa DFPS nomor 229 membenarkan upah persentase (misalnya
3%).Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=
489&BookID=506&PID=540, tanggal 9 Juni 2012.
629
‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 363-
364.
630
H}awa>lah secara bahasa berarti berpindah (intiqa>l). Secara istilah,
Hanafiyah mendefinisikannya dengan berpindahnya tagihan utang dari orang yang
berutang kepada orang yang wajib membayarnya ( muh}a>l ‘alayh). Keabsahan akad
ini didasarkan pada hadis Nabi yang menyebutkan: "Menunda-nunda pembayaran
utang yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman. Maka, jika
seseorang di antara kamu dialihkan hak penagihan piutangnya ( di-h}awa>lah-kan)
kepada pihak yang mampu, terimalah." (HR. Ahmad). Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh,
j.6, 4187-4188, 4194-4195.; al-S}an‘a>ni>, Subul al-Sala>m, j.3, 61; al-Shawka>ni>, Nayl

159
bentuk, h}awa>lah mut}laqah dan muqayyadah. DSN membatasi
pengenaan upah h}awa>lah hanya pada h}awa>lah mut}laqah. LKS (muh}a>l
‘alayh) mendapatkan upah karena menerima pengalihan utang
nasabah (muh}i>l) yang memiliki utang pihak lain (muh}a>l). Nasabah
tersebut tidak memiliki piutang pada LKS.631 Fatwa DSN
mendasarkan keabsahan upah h}awa>lah pada pendapat Mus}t}afá
‘Abdullah al-Hamshari>.632
Besarnya ujrah h}awa>lah harus disepakati secara jelas, tetap dan
pasti pada saat akad dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan
dalam bentuk persentase yang dihitung dari pokok utang.633 Fatwa
DFPS Kuwait membenarkan upah persentase yang didasarkan pada
jasa pelayanan dan biaya proses h}awa>lah, bukan pada jumlah utang
yang dibayarkan.634 Pengenaan upah tersebut harus terbebas dari
bunga (fa>'idah).635 Adanya bunga kemungkinan terjadi karena bank
memberikan talangan (qard}). Talangan diberikan bank kepada nasabah
yang berutang (muh}i>l). DFPS Kuwait melarang akad h}awa>lah yang
dilakukan bank syariah sebagai muh}al dari bank konvensional muh}a>l
‘alayh untuk nasabahnya (muh}i>l) berdasarkan bunga.636 Bunga juga
dapat terjadi pada h}awa>lah dengan mata uang yang berbeda.

al-Awt}a>r, j.5, 236.


631
H}awa>lah mut}laqah adalah memindahkan utang seseorang (muh}i>l) kepada
orang lain (muh}a>l ‘alayh) dengan tidak menyebut utang yang dimaksud. Adapun jika
utang tersebut dibatasi pada utang tertentu maka termasuk h}awa>lah muqayyadah.
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.6, 4187-4188.; DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1,
fatwa 58.
632
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 50-51.
633
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, fatwa 61. Fatwa DFPS nomor 526
menegaskan bahwa penetapan upah didasarkan pada biaya riil (taklifah) dan tidak
dikaitkan dengan jumlah utang. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=420, tanggal 9 Juni 2012.
634
Pada fatwa nomor 721 dijelaskan kebolehan mengenakan upah atas jasa
h}awa>lah dari bank lain baik untuk nasabah bank atau selain nasabah. Bayt al-
Tamwi>l Kuwait, fatwa nomor 177 dan 721. ‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá
al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.13, 35-36.
635
‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.5, 360-
361.
636
Fatwa DFPS nomor 498. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=138, tanggal 23 Maret 2012.

160
Mengalihkan utang dari pihak yang berpiutang dari mata utang asal
kepada mata uang lain tidak diperbolehkan karena termasuk jual beli
utang dengan utang (bay‘ al-dayn bi-al-dayn) atau jual beli mata uang
(s}arf) yang tidak memenuhi syarat diterimanya objek akad saat akad
(majelis akad). Transaksi jual beli uang tersebut diperbolehkan tatkala
pelunasan utang dengan mata uang lain dilakukan dengan harga tukar
saat itu dan kedua belah pihak saling merelakan.637
Ketentuan menghindari riba juga berlaku pada kombinasi akad
waka>lah bi-al-ujrah-h}awa>lah yang digunakan untuk produk LC impor
syariah. Upah dalam transaksi LC tersebut didasarkan pada akad
waka>lah bukan pada akad h}awa>lah jika pemegang kartu memiliki
tabungan di bank (h}awa>lah muqayyadah). Upah dalam h}awa>lah bisa
dipungut jika pemegang kartu tidak memiliki tabungan di bank
penerbit kartu (h}awa>lah mut}laqah).
DSN dan MPS membenarkan upah dalam kafa>lah, sedangkan
MFI dan DFPS Kuwait melarangnya. Perbedaan ketentuan tersebut
terjadi karena tidak ditemukan sumber utama (Al-Qur'an dan hadis)
yang menjelaskan tentang upah kafa>lah. Akad kafa>lah lebih dekat
pada kegiatan kebajikan dan tolong-menolong (tabarru‘).638
Karakteristik kafa>lah terletak pada basisnya berupa kerelaan,
mengikat pada salah satu pihak, termasuk akad tabarru‘, dan
tergolong akad perdata (madani>). Pengenaan upah tidak dianjurkan
pada jenis akad ini.639
Pihak yang dijamin melalui skema kafa>lah dapat memberikan
hadiah atau hibah kepada penjamin. Jika pihak yang dijamin
membutuhkan jaminan untuk mewujudkan tujuannya, sementara hal
itu tidak didapatkan dari jaminan yang bersifat sosial, maka
hukumnya boleh memberikan upah. Dalam kondisi semacam itu,
menurut al-Zuh}ayli> syarat upah yang diminta oleh penjamin

637
Diakses dari http://www. eftaa-aleppo.com/index.jsp?inc=21&id=432&
name=, tanggal 27 Oktober 2011.
638
Baha>'u al-Di>n al-‘Ala> Yali>, al-Kafa>lah, fi> al-Fiqh al-Isla>mi> wa Ba‘d} al-
Qawa>ni>n al-‘Arabi>yah, (Riya>d}: Da>r al-Shawa>f, 2004), 23-27.
639
Hukum asal dari akad kafa>lah adalah kebajikan. Pihak yang melaksanakan
akad kafa>lah dapat mengenakan upah. Lihat Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.6, 4177.

161
dibernarkan karena tujuan kemaslahatan.640
Pengenaan upah kafa>lah dalam fatwa DSN dan MPS digunakan
pada transaksi letter of credit (fatwa 57), jasa penjaminan syariah
(fatwa nomor 74), jaminan pembiayaan usaha kecil dan menengah
(resolusi 101), jaminan terhadap harga jual (resolusi 102), dan prinsip
syariah pada Danajamin Nasional Berhad/DNB (resolusi 103). DFPS
Kuwait hanya membolehkan pengenaan biaya (rusu>m) untuk kegiatan,
proses, dan alat, termasuk untuk pembuatan akad kafa>lah baru atau
perpanjangannya yang membutuhkan biaya administrasi. Akadnya
sendiri tidak dikenakan upah.641 DFPS Kuwait juga melarang bank
syariah bertransaksi dengan bank konvensional dengan jaminan
(kafa>lah) dari pihak tertentu. Larangan tersebut didasarkan pada
alasan jaminan bank syariah bisa dianggap sebagai bentuk dukungan
pada praktik riba dan upaya bertindak hati-hati (wara‘).642
Pada resolusi 102, fatwa MPS membenarkan penjaminan atas
harga jual dan keuntungan dari pembiayaan berbasis jual beli.643 DFPS
melarang objek akad dijadikan jaminan (rahn) untuk harga tertentu.
Rahn dalam jual beli dibolehkan selama tidak menjadi sarana
penangguhan utang sehingga rahn menjadi perantara (wasi>lah) pada
riba. Penjaminan atas harga tertentu dapat menimbulkan subhat pada
praktik riba. DFPS Kuwait menyarankan jaminan (rahn) dari objek
lain.644 MPS membenarkan DNB menjamin nilai modal dan
keuntungan untuk sukuk yang berbasis jual beli dan menjamin nilai
modal saja untuk sukuk berbasis investasi, seperti mud}a>rabah dan
musha>rakah.645 MPS juga membolehkan DNB menjamin sukuk yang

640
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.6, 4177-4178.
641
Fatwa DFPS nomor 395. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=503, tanggal 9 Juni 2012.
Fatwa DFPS nomor 201. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529 &TOCID=163&BookID=506& PID=160, tanggal 23 Maret 2012.
642
Fatwa DFPS nomor 22. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=160, tanggal 23 Maret 2012.
643
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 167.
644
Fatwa DFPS nomor 49. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=431, tanggal 9 Juni 2012.
645
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 170.

162
terhasil dari janji pembelian kembali aset sukuk. Janji tersebut bersifat
mengikat (wa‘ad mulzim) dan dibenarkan agama. Jaminan dari DNB
tidak mencakup keuntungan yang akan diperoleh.646
DSN mendasarkan kebolehan upah kafa>lah pada pendapat
Mus}t}afá ‘Abdullah al-Hamshari> yang menyatakan bahwa waka>lah,
h}awa>lah, dan kafa>lah dapat disertai upah. Al-Hamshari> menyandarkan
kebolehan kafa>lah bi-al-ujrah pada imbalan atas jasa kewibawaan (ja>h,
dignity) yang dibenarkan kalangan Syafi'iyah, meskipun sebagian
pendapat menyatakan haram atau makruh. Ia juga beralasan bahwa
imbalan d}ama>n (kafa>lah) sama dengan imbalan pada ju‘a>lah yang juga
dibenarkan kalangan Syafi'iyah.647 Dasar hukum fatwa DSN tentang
kafa>lah bi-al-ujrah adalah al-Kahfi [18]: 19, al-Qas}as} [28]: 26, Yu>suf
[12]: 72, al-Ma>'idah [5]: 2, hadis riwayat al-Bukha>ri> tentang jaminan
Nabi atas utang orang meninggal, riwayat Muslim tentang
pertolongan Allah bagi hamba penolong, Tirmidhi> tentang kebolehan
membuat s}ulh}, dan kaidah fikih hukum asal muamalah dan
menghilangkan mudarat.648
Penetapan upah kafa>lah dalam fatwa DSN didasarkan pada teori
i‘a>dat al-naz}ar, yaitu menguji kekuatan/kualitas pendapat ulama
terdahulu sehingga dapat diterapkan di masa sekarang.649 Pendapat

646
Keputusan MPS pada pertemuan ke-94 tanggal 23 Disember 2009
memutuskan bolehnya DNB menjamin obligasi penerbit sukuk yang terhasil dari
janji pembelian kembali aset sukuk yang disetujui penerbit sukuk dengan investor.
Jaminan tersebut tidak mencakup keuntungan masa datang yang belum diperoleh
(unearned profit). Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 171.
647
Mus}t}afá ‘Abdullah al-Hamshari> dalam bukunya, Ah}san al-Kala>m fi> al-
Fata>wá wa-al-Ah}ka>m, jilid 5, halaman 542-543, sebagaimana dikutip fatwa DSN
menyatakan bahwa upah yang diterima oleh bank sebagai imbalan atas penerbitan
L/C adalah boleh. Kebolehan ini didasarkan prinsip dasar muamalah yang
diperbolehkan termasuk akad waka>lah, h}awa>lah dan d}ama>n (kafa>lah) dalam fatwa
L/C. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 41-42.
648
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 38-41.
649
Teori i‘a>dat al-naz}ar adalah menguji ulang pendapat ulama terdahulu yang
dianggap tidak unggul (marju>h) karena tidak sesuai atau sulit diaplikasikan di masa
itu dengan pendapat yang mu‘tamad didasarkan pada perubahan ‘illat hukum di
masa sekarang atau ada kemaslahatan baru. Dengan prosedur itu didapatkan
pendapat yang dulu dianggap tidak unggul kini relevan dan mendatangkan maslahat
karena adanya perubahan situasi dan kondisi. Ma'ruf Amin, Era Baru, 51-52.

163
ulama terdahulu yang membolehkan upah kafa>lah sedikit dan
mayoritas ulama melarangnya. Kondisi saat itu tidak memungkinkan
pengenaan upah dilakukan. Namun situasi sekarang sangat berbeda, di
mana jaminan secara sosial sulit didapatkan. Pengenaan upah kafa>lah
dapat dilakukan apabila ada upaya, kegiatan, dan kerugian yang
diakibatkan akad tersebut.650 Pendapat ulama yang membolehkan
upah cocok untuk era sekarang dan sesuai dengan kebutuhan.
Berbeda dengan DSN yang merujuk pendapat ulama, Fatwa
MPS mengkiyaskan kebolehan memungut upah kafa>lah pada
kebolehan mengambil upah atas reputasi seseorang (akhdh al-ajr ‘alá
al-ja>h) dan meminta upah atas pemeliharaan al-Qur'an (akhdh al-ju‘l
‘alá ruqyah min al-Qur'a>n). MPS menggunakan qiya>s langsung untuk
mengesahkan kafa>lah bi-al-ujrah, sedangkan DSN tidak langsung
tetapi menggunakan pendapat ulama yang menerapkan qiya>s.
Sebagian ulama terdahulu membenarkan praktik pengupahan ja>h.
Kebolehan tersebut dapat dijadikan dasar kebolehan pengenaan upah
pada jaminan (kafa>lah) karena keduanya memiliki kesamaan dari segi
pekerjaan yang dilakukan.651 MPS juga mendasarkan fatwanya pada
fatwa Majelis Penasihat Syariah Komisi Sekuritas Malaysia dan
pendapat ulama kontemporer, Nazi>h H}amma>d dan Wahbah al-
Zuh}ayli>. Kedua ulama kontemporer tersebut membolehkan kafa>lah bi-
al-ujrah. Kebolehan tersebut, menurut al-Zuhayli>, didasarkan pada
pertimbangan kemaslahatan, karena kebutuhan masyarakat akan
jaminan dan jaminan tersebut sulit ditemukan dalam bentuk
sukarela.652 Pengenaan upah kafa>lah, menurut fatwa Dewan Syariah
Komisi Sekuriti Malaysia, tidak sama dengan upah dalam qard}. Meski
keduanya termasuk akad tabarru‘, namun kafa>lah bukanlah akad
pinjaman (qard}) yang dilarang untuk mengenakan upah.653 DFPS

650
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, fatwa nomor 282 dan 275. ‘Ali Jum‘ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.11, 376-377, 379.; Bank Islam
Qatar, Fata>wá al-Hay'ah al-Shar‘i>yah Limas}raf Qat}r al-Isla>mi>, Qatar. ‘Ali Jum‘ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.11, 378.
651
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 166.
652
Wahbah al-Zuhayli>, al-Fiqh, j.6, 4178.
653
Hukum asal d}ama>n adalah tabarru‘, syarat mengenakan upah dalam
jaminan tersebut tidak dilarang. Akad d}ama>n berbeda dengan qard} karena d}ama>n

164
beralasan bahwa larangan pengenaan upah kafa>lah telah disepakati
ulama (ijmak).654 Adapun MFI melarangnya karena ketika penjamin
mengeluarkan dana sebagai pinjaman, maka hal tersebut menyerupai
qard} yang dikenakan tambahan manfaat.655
DSN membenarkan upah pada waka>lah, kafa>lah, dan h}awa>lah.
MPS membenarkan upah pada dua akad saja, kafa>lah dan waka>lah.
DFPS Kuwait juga membenarkan upah pada waka>lah dan h}awa>lah.
Upah pada kafa>lah dan h}awa>lah ditetapkan dalam bentuk nominal dan
tidak terikat dengan utang. Kebolehan upah dalam tiga akad tersebut
karena tuntutan kebutuhan. DSN dan MPS mendasarkan kebolehan
upah pada pendapat ulama kontemporer.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa DSN dan MPS
mengesahkan kombinasi akad dan pergeseran akad untuk produk-
produk LKS. Kombinasi tersebut diperlukan karena beberapa sebab,
yaitu: pihak yang terlibat lebih dari dua (pihak), seperti pada produk
letter of credit, investasi mud}a>rabah, dan salam/istis}na>‘ mawa>zi>;
peralihan satu objek untuk transaksi ganda, seperti pada produk al-
ija>rah al-muntahi>yah bi-al-tamli>k, tawarruq, bay‘ al-‘i>nah, sale and
lease back, dan musha>rakah mutana>qis}ah; peran LKS yang terbatas,
seperti pada produk mura>bah}ah dan hibah-waka>lah karena peran LKS
hanya sebagai pemegang amanah; dan inovasi upah, seperti pada
produk mud}a>rabah mushtarakah.
Pada kombinasi akad musha>rakah mutana>qis}ah dan ijarah-qard}
fatwa DSN tampak lebih longgar. Tabel 16 menunjukkan bahwa fatwa
DSN tidak mengatur pemisahan antara akad musha>rakah dan bay‘
pada akad musha>rakah mutana>qis}ah, sementara fatwa MPS
mengaturnya. DSN membenarkan kombinasi akad qard}-mu‘a>wad}a>t
dan bay‘-salaf selama aka-akad tersebut tidak saling tergantung,

merupakan kontrak isti>tha>q. Fatwa MPS merujuk pada ketetapan Majma' al-Fiqh al-
Isla>mi>, "Majallah Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>", 1986. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 166.
654
‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.11, 376-
378, 380, 382, 384.
655
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "Khit}a>b al-D}ama>n", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/2-12.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.

165
sedangkan MPS melarang dua bentuk kombinasi akad tersebut. DSN
membenarkan produk mura>bah}ah, sedangkan MPS menerapkannya
dalam bentuk tawarruq. MPS membenarkan produk berbasis
kombinasi bay‘-bay‘ (bay‘ al-‘i>nah), sementara DSN terbatas
menggunakannya.
Penggunaan wa‘ad dan ketentuan pemisahan akad merupakan
batasan (d}awa>bit}) untuk menghalalkan (muh}allil) kombinasi akad
(terkumpulnya dua akad atau lebih dalam satu transaksi). MPS bahkan
menekankan pentingnya membuat akad baru pada akad kedua.
Batasan (d}awa>bit}) tersebut sebagai cara keluar dari larangan
kombinasi akad yang ditegaskan dalam beberapa hadis Nabi. Hadis
pertama diriwayatkan oleh Ah}mad yang menegaskan bahwa Nabi
melarang kombinasi bay‘ dan salaf.656 Hadis kedua riwayat Ma>lik
yang menyebutkan larangan Nabi atas terkumpulnya dua jual dalam
satu jual beli (bay‘atayn fi> bay‘ah).657 Hadis ketiga riwayat Ah}mad
yang menyebutkan larangan Nabi atas terkumpulnya dua transaksi
dalam satu transaksi (s}afqatayn fi> s}afqah wa>h}idah).658 DFPS Kuwait
membatasi penggunaan kombinasi akad karena tindakan antisipasi
(sadd al-dhari>‘ah). D}awa>bit} tersebut hanya mempertimbangkan aspek
legal formalnya, yaitu kehalalan dari aspek fikih dan aspek normatif.
Fatwa DSN dan MPS tidak memperhatikan aspek tujuan akad dan
praktik di lapangan. Batasan tersebut mengalami kendala untuk
diterapkan.
DSN dan MPS membenarkan perubahan akad waka>lah, kafa>lah,
dan h}awa>lah dari akad kebajikan menjadi akad bisnis (tija>ri>).
Pengesahan upah pada tiga akad tersebut menunjukkan pengaruh
dunia bisnis terhadap fatwa. Kebutuhan akan upah dan sulitnya
penerapan tiga akad tersebut secara suka rela menjadi pertimbangan

656
"Dari Abu Hurayrah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman". (HR.
Ah}mad). Ima>m Abu 'Abdillah Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, j.2, (Beiru>t: Da>r
al-Ih}ya>' al-Tura>th al-‘Arabi>, 1414 H), 178.
657
Dari Abu Hurayrah, berkata: "Rasulullah melarang dua jual beli dalam
satu jual beli". (HR. Ma>lik). Ma>lik ibn Anas, Al-Muwat}t}a', j.2, 663.
658
Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, j.1, 198; Al-Shawka>ni>, Nayl al-Aut}a>r,
j.5, 152.

166
fatwa DSN dan MPS. Upah hanya berlaku bagi LKS, sedangkan bagi
nasabah tidak.
Tabel 16
Respon Fatwa Terhadap Pengembangan Akad
Model DSN MPS DFPS Kuwait MFI
Mud}a>rabah-mud}ar> abah Boleh Boleh Boleh Boleh
Mud}a>rabah-musha>rakah Boleh Boleh Boleh
Musha>rakah Boleh dengan janji Boleh dengan janji Boleh selama Boleh dengan
mutana>qis}ah sepihak dan terpisah terpisah janji sepihak dan
terpisah
Mura>bah}ah Boleh dengan janji Boleh selama dua Boleh selama Boleh selama ada
dan terpisah jual beli dijalankan terpisah qabd} pertama
Salam/istis}na>‘ pararel Boleh selama terpisah Boleh selama Boleh selama Boleh
terpisah terpisah
Bay‘-ija>rah Boleh dengan janji Boleh dengan janji Boleh selama Melarang
dan terpisah dan terpisah terpisah tawarruq al-
munaz}z}am
Bay‘-Bay‘ Tidak boleh (keadaan Boleh selama dua Tidak boleh Tidak boleh
darurat boleh) akad dijalankan
dengan benar
Ija>rah-Bay‘/hibah Boleh dengan janji Boleh dengan janji Boleh dengan janji Boleh dengan
dan terpisah dan terpisah dan terpisah janji dan terpisah
Waka>lah-mura>bah}ah, Boleh sebagai bentuk Boleh sebagai bentuk
mud}a>rabah, ija>rah, qard}, kebajikan kebajikan
salam/istis}na>‘
Kafa>lah-qard}-ija>rah Boleh selama terpisah Tidak boleh Boleh selama
dan tidak ta‘alluq terpisah dan tidak
ta‘alluq
Kafa>lah-waka>lah Boleh Boleh, jika tidak
menimbulkan riba
Hibah- Boleh dengan tija>rah Boleh dengan Boleh dengan
waka>lah/mud}a>rabah/mu dan tabarru‘ tabarru‘ tabarru‘
d}a>rabah mushtarakah
qard}-mu‘a>wad}a>t Boleh selama tidak Tidak boleh
ta‘alluq
Fee waka>lah Boleh Boleh Boleh Boleh
Fee kafa>lah Boleh Boleh Tidak boleh Tidak boleh
Fee h}awa>lah Boleh

Keabsahan pengembangan akad dalam fatwa DSN dan MPS


didasarkan pada Al-Qur'an, hadis, ijmak, qawl fikih, kaidah fikih,
fatwa lembaga lain, dan pendapat ulama kontemporer. Di seluruh
produk kombinasi akad, fatwa DSN merujuk nash-nash Al-Qur'an,
hadis Nabi, dan kaidah fikih. Hanya di produk istis}na>‘ fatwa DSN
tidak merujuk Al-Qur'an. Al-Qur'an yang dijadikan landasan bersifat
umum mengatur muamalah. Ayat yang hampir ada di setiap fatwa
DSN adalah surat al-Ma>idah ayat 1 dan 2 yang menegaskan keharusan
memenuhi akad dan tolong-menolong dalam kebaikan, dan al-Baqarah
ayat 275 berkaitan dengan kehalalan jual beli dan keharaman riba.
Hadis Nabi yang hampir ditemukan di setiap fatwa adalah riwayat
Tirmidhi> berkaitan dengan kebolehan membuat perdamaian (s}ulh}).
Kaidah fikih hukum asal muamalah hampir ada di konsideran fatwa

167
DSN. Baik fikih klasik atau kontemporer dirujuk oleh DSN untuk
produk mud}a>rabah mushtarakah, musha>rakah mutana>qis}ah, sale and
lease back, dan kartu plastik.
Tabel 17
Dasar Hukum Pengembangan Akad
Kombinasi Al-Qur'an Hadis Ijmak Qawl Fikih Kaidah Fikih Fatwa Lembg. Qawl Kont.
akad/produk DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS
Mud}a>rabah
mushtarakah
Musha>rakah
mutana>qis}ah
Mura>bah}ah/
tawarruq
Istis}na>‘ maw
a>zi>
Sale and
lease back
bay‘-bay‘
IMBT
Waka>lah-
mud}a>rabah/
Mura>bah}ah
Kartu Plastik
Takaful
Qard}-
mu‘a>wad}at>
Fee waka>lah
Fee kafa>lah

Fatwa DSN sangat sedikit dalam merujuk fatwa lembaga lain.


Hanya dua fatwa DSN yang merujuk fatwa lembaga lain, yaitu sale
and lease back yang merujuk pada keputusan AAOIFI nomor 17 dan
kartu plastik yang merujuk pada keputusan AAOIFI nomor 2. Berbeda
dengan DSN, fatwa MPS justru banyak merujuk pada fatwa lembaga
lain dan qawl fikih. Fatwa MPS justru sangat sedikit menggunakan
dasar hukum pendapat ulama kontemporer, kaidah fikih, dan ijmak.
Sumber hukum lain yang banyak digunakan DSN dan MPS adalah Al-
Qur'an dan hadis. Sumber hukum Qiya>s digunakan MPS sebagai dasar
keabsahan fee kafa>lah, sedangkan DSN menggunakan qawl
kontemporer. DFPS Kuwait melarang fee kafa>lah berdasarkan ijmak.
Hampir pada semua produk kombinasi akad, MPS merujuknya
pada fatwa lembaga lain. Dua lembaga fatwa, AAOIFI yang
bermarkas di Bahrain dan lebih bersifat lokal, dan MFI yang
bermarkas di Jedah dan bersifat internasional, menjadi konsideran
(pertimbangan) utama dalam pengesahan fatwa MPS. Malaysia
termasuk yang mengirimkan anggotanya dalam MFI sementara
Indonesia tidak memiliki perwakilan.

168
BAB IV
FATWA DSN-MUI TENTANG
INOVASI PENDAPATAN UNTUK ANTISIPASI RIBA

Larangan riba merupakan faktor fundamental dalam ekonomi


syariah yang membedakannya dengan ekonomi konvensional. Dilema
terjadi antara menghindari riba dan tujuan mencari keuntungan.
Lembaga keuangan syariah (LKS) yang tujuan utamanya mencari
keuntungan berupaya menghindari kontrak berbasis utang uang (qard})
dan menggantinya dengan kontrak berbasis utang barang (jual beli).
Fatwa DSN-MUI sebagai dasar keabsahan kontrak melakukan h}i>lah
agar kontrak-kontrak LKS tersebut terhindar dari unsur riba.

D. Fatwa Antisipasi Riba Utang


1. H}i>lah dalam Kontrak Berbasis Qard}
Kontrak berbasis qard} bertumpu pada pemberian pinjaman yang
harus dikembalikan sejumlah pinjaman yang diberikan. Qard} termasuk
dalam akad tabarru‘ (kebajikan) yang tidak bertujuan mencari
keuntungan. Tambahan atas pokok pinjaman qard} termasuk kategori
riba yang diharamkan. Riba qard} tergolong riba jahiliyah (riba yang
dipraktikkan masyarakat jahiliyah dan telah diharamkan dalam Al-
Qur'an). Larangan riba, menurut Bal‘abba>s, merupakan pondasi dari
sistem ekonomi syariah.659
Persoalan muncul pada produk-produk berbasis kebajikan
(tabarru‘) yang tidak sinkron dengan tujuan LKS yang mencari
keuntungan. Menurut Lewis, prinsip pembiayaan syariah jika berupa
utang, maka harus terbebas dari bunga dan bertujuan untuk kebajikan
(qard} al-h}asan). Adapun jika pembiayaan untuk tujuan bisnis, maka

659
Bal‘abba>s berpendapat, pondasi ekonomi Islam adalah kewajiban zakat
dan larangan riba. Dari zakat terperinci pada sedekah sunat, kafarat, wakaf, wasiat,
waris, dan lainnya. Dari riba muncul larangan ih}tika>r, gharar, jaha>lah, judi, tadli>s,
dan lainnya. ‘Abd al-Razza>q Sa‘i>d Bal‘abba>s, "Hal Qas}ar al-Fuqaha>' al-Mu‘a>s}iru>n fi>
Baya>n Us}u>l al-Niz}a>m al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>?", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King
Abdul Aziz, Vol.21, No. 1, (2008): 35-36.

171
akadnya menggunakan sistem bagi hasil. 660 Persoalan semakin
melebar karena sistem lembaga keuangan tidak match dengan model-
model akad syariah. Lembaga keuangan syariah yang produk
utamanya memberikan pinjaman, menurut catatan Saeed, menghadapi
kerumitan dengan adanya fatwa haram bunga bank. 661 Qard} yang
diterapkan di bank syariah adalah qard} al-h}asan (pinjaman kebajikan)
yang tidak dikenakan bunga. Untuk pengenaan upah dapat
menggunakan akad lain, seperti mud}a>rabah, musha>rakah, mura>bah}ah,
dan sebagainya.662
Qard}, rahn, dan wadi>‘ah termasuk produk pinjaman yang tidak
boleh dikenakan upah. Akad qard} banyak digunakan dalam fatwa
DSN. Fatwa DSN menyiasati larangan imbalan qard} melalui
kombinasi akad qard} dengan akad lainnya sehingga upah diambil dari
akad selain qard}. Upaya tersebut sebagai bentuk inovasi upah untuk
keluar dari larangan riba.
DSN membuat ketentuan dan batasan (d}awa>bit}) akad qard} lebih
rinci dibanding akad lainnya.663 Ketentuan tersebut utamanya terletak
pada pengenaan upah. Akad qard} tidak boleh bergantung dengan akad
lainnya (mu‘allaq) dan setiap penetapan upah yang berkaitan dengan
jasa bank tidak boleh dikaitkan dengan jumlah talangan.664 Dalam
qard} hanya dapat dikenakan biaya (rusu>m) administrasi.665 MPS

660
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ from
conventional finance?", Journal of Islamic Economic, Banking, dan Finance ,
Volume 4, Nomor 3, (September-December 2008): 12.
661
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi Bunga
Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. (Jakarta: Paramadina, 2006), 185.
662
Muh}ammad ‘Ali> Muh}ammad Ah}mad al-Banna>, al-Qard} al-Mas}rafi>,
Dira>sah Ta>rikhi>yah Muqa>ranah bayn al-Shari>‘ah al-Isla>mi>yah wa-al-Qanu>n al-
Wad}‘i>, (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 2006), 531-535.
663
Secara bahasa qard} berarti potongan (al-qat}‘u), pinjaman (al-salaf),
perjalanan (al-safar), dan rambut (al-shi‘r). Syafi'iyah mendefinisikannya sebagai
memberikan sesuatu dengan kewajiban mengembalikan dengan semisalnya. al-
Banna>, al-Qard} al-Mas}rafi>, 117, 122; Muh}ammad al-Kha>t}ib al-Sharbi>ni>, Mughni> al-
Muh}ta>j ilá Ma‘rifah Ma‘a>ni> al-Minha>j, j.3, (Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.), 117.
664
Fatwa 67 menyebutkan: "Antara akad Waka>lah bil-ujrah dan akad qard},
tidak dibolehkan adanya keterkaitan (ta‘alluq)". DSN dan BI, Himpunan Fatwa
Dewan Syariah Nasional MUI, j.2, (Jakarta: DSN-BI, 2010), 158.
665
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.1,

172
menegaskan pinjaman qard} harus dikembalikan sejumlah utang yang
diberikan. Namun demikian, DSN dan MPS membolehkan imbalan
dari nasabah peminjam (muqtarid}) kepada bank dalam bentuk
sumbangan yang tidak dituangkan dalam akad dan tidak
dipersyaratkan sebelumnya.666 MPS lebih tegas lagi melarang imbalan
tersebut jika menjadi kebiasaan (‘urf). Status kebiasaan seperti syarat
sehingga mengikat kepada pihak yang berakad.667 Dalam kondisi
demikian (‘urf), imbalan qard} sebaiknya tidak diberikan.668
Larangan penetapan imbalan ditemukan di hampir seluruh fatwa
DSN yang di dalamnya memuat akad qard}. Pada kombinasi akad
waka>lah bi-al-ujrah-qard} pada fatwa anjak piutang dan ija>rah-qard}
pada akad pengurusan haji dan pengalihan utang disebutkan larangan
tersebut. Pada fatwa 67 tentang Anjak Piutang Syariah disebutkan:
"Besar ujrah harus disepakati pada saat akad dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase yang dihitung dari
pokok piutang" dan pada fatwa 29 tentang Pengurusan Haji
ditegaskan: "Ujrah tidak dikaitkan dengan qard}". Ketentuan yang
sama ditemukan di fatwa nomor 31 tentang Pengalihan Utang.669 Pada
fatwa syariah charge card juga disebutkan ketentuan yang sama. Pada
fatwa 42 tentang Syariah Charge Card disebutkan: "Penerbit kartu
boleh menerima fee penarikan uang tunai (rusu>m s}a>hib al-nuqu>d)
sebagai fee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya
tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan.670
Larangan imbalan dalam qard} tidak dinyatakan secara jelas
dalam beberapa fatwa DSN. Pada kombinasi akad qard}-bay‘-
mura>bah}ah dan qard}-bay‘-IMBT untuk produk pengalihan utang tidak

(Jakarta: DSN-BI, 2006), 104.


666
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 104. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia: Bank Negara Malaysia, 2010), 50.
667
‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d Tahmaz, al-Fiqh al-H}anafi> fi> Thawbihi> al-Jadi>d,
j.4, (Da>r al-Qalam, 2001), 220-221.
668
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 51.
669
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 172; DSN dan BI, Himpunan Fatwa,
j.2, 158.
670
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 305.

173
disebutkan secara jelas ketentuan tersebut.671 Begitu juga pada akad
kafa>lah-ija>rah-qard} pada fatwa syariah card tidak eksplisit disebutkan
larangan pengenaan imbalan qard}. Pada fatwa tersebut, DSN
membenarkan upah yang berasal dari iuran keanggotaan (membership
fee), merchant fee, fee penarikan uang tunai, dan fee kafa>lah. Semua
upah, kecuali merchant fee, ditetapkan saat akad dan bersifat tetap.672
Keputusan MFI hanya membolehkan iuran keanggotaan (membership
fee) dan merchant fee. Iuran keanggotaan bersifat tetap.673
Prosedur qard}, seperti pada produk pengalihan utang,
diwujudkan dalam bentuk pinjaman LKS kepada nasabah untuk
melunasi utang kepada bank konvensional. Setelah dilunasi, aset
menjadi milik penuh nasabah yang kemudian aset dijual kepada bank
syariah untuk melunasi pinjaman yang diberikan bank syariah.
Kepemilikan aset beralih dari nasabah ke bank syariah. Tahap
selanjutnya bank syariah menjual secara mura>bah}ah aset tersebut
kepada nasabah. Selisih harga beli dan harga jual objek akad
merupakan keuntungan yang didapat LKS.
MPS tidak menyetujui pendapatan yang didapat dari transaksi
yang melibatkan akad qard}. Penggabungan akad qard} dan mura>bah}ah
dalam satu transaksi tidak dibenarkan. Fatwa MPS menolak produk
yang diajukan lembaga keuangan syariah yang mengkombinasikan
pembayaran awal secara qard} dengan akad mura>bah}ah.674 Fatwa DSN
membenarkan pendapatan dari transaksi qard} yang diambil dari akad
kombinasinya, termasuk pada produk yang akad qard}-nya dominan,
seperti pengalihan utang, pengurusan haji, dan rahn. DFPS Kuwait
membolehkan kombinasi qard} dan bay‘ untuk transaksi pembelian
emas, di mana pemilik emas bukan nasabah. Dengan akad qard}, KFH

671
Pada fatwa tersebut, ada 4 model akad yang dapat digunakan dalam proses
pengalihan utang; pertama qard}-mura>bah}ah, musha>rakah-mura>bah}ah, ija>rah-qard},
qard}-bay‘-al-ija>rah al-muntahiyah bi al-tamli>k. Lihat fatwa DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.1, 185-187.
672
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 305.
673
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "Bit}a>qah al-I'tima>n Ghayr al-Mughat}t}ah",
diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada tanggal 3 Juli
2011.
674
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 52.

174
mendapatkan pinjaman emas dari produsen. Emas tersebut akan dijual
setelah ada pembeli dari nasabah dengan harga yang disepakati.
Transaksi tersebut dibenarkan karena emas adalah milik KFH. Dalam
transaksi tersebut pembayaran harus dilakukan secara tunai.675
Siddiqui menilai ulama menyikapi berbeda terhadap teori time
value of money. Teori tersebut berlaku pada utang barang, sementara
pada utang uang tidak berlaku, padahal uang di masa kini akan
berbeda nilainya di masa yang akan datang.676 Ulama sepakat
tambahan manfaat dalam utang sebagai riba. Di sisi lain, ulama
membenarkan pembelian barang secara kredit dengan harga lebih
tinggi dari harga tunai. Pada kenyataannya harga barang kini akan
berbeda dengan harga barang di masa yang akan datang.
Sebagai pihak yang menerima utang qard}, nasabah harus
mengembalikan seluruh pokok utang sesuai dengan waktu yang
disepakati.677 Ketika ia meninggal, ahli waris berkewajiban
melunasinya.678 Dalam hal ini, MPS membedakan antara qard} dan
qard} al-h}asan. Pinjaman di lembaga keuangan syariah yang harus
dikembalikan adalah jenis qard}. Adapun qard} al-h}asan adalah
pemberian harta kepada pihak lain karena tujuan kebaikan dan
mengharapkan ridha Allah. Klasifikasi tersebut didasarkan pada
firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 245.679 Istilah qard} h}asan
dalam ayat tersebut diartikan sebagai infak di jalan Allah.680 Untuk
menghindari kerancuan istilah tersebut, fatwa MPS menetapkan

675
Fatwa DFPS nomor 312. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid= 529&TOCID=445&BookID=506&PID=396, tanggal 9 Juni 2012.
676
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting a
Strategy to Develop Profit and Loss Sharing Islamic Banking", Journal of Islamic
Economic, Banking, dan Finance, Vol. 6 No. 4, (Oktober-December 2010): 30.
677
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 104.
678
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 48.
679
Ayat tersebut artinya adalah "Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan". (QS. Al-Baqarah [2]: 245)
680
Muh}ammad ibn ‘Ali> al-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5, (al-Qa>hirah: Da>r al-
Hadi>th, 2000), 168.

175
penggunaan istilah qard} dan menghindari istilah qard} al-h}asan.681
Fatwa DSN menyamakan dua istilah tersebut sebagai qard} yang harus
dikembalikan. Sumber dana qard} dalam fatwa DSN berasal dari
bagian modal LKS, keuntungan LKS yang disisihkan, atau lembaga
lain dan individu yang mempercayakan penyaluran infak kepada
LKS.682
Pinjaman dalam bentuk qard} juga ditemukan pada kontrak rahn.
Menjadikan sesuatu aset sebagai jaminan atas pembiayaan atau
pinjaman adalah bentuk rahn.683 Jaminan dilakukan agar pembiayaan
atau pinjaman dapat dilunasi dengan aset jaminan tersebut tatkala
penerima pinjaman tidak mampu melunasinya.684
Pendapatan LKS dalam kontrak rahn tidak bisa didasarkan pada
qard} yang diberikan. Penerima gadai (LKS/murtahin), menurut fatwa
DSN, hanya dapat mengenakan biaya perawatan dan pemeliharaan
objek gadai (ija>rah).685 Fatwa DSN menetapkan bahwa besar biaya
pemeliharaan dan penyimpanan tersebut tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman, tetapi berdasarkan pengeluaran
nyata.686 Fatwa MPS tentang rahn hanya menempatkan marhu>n
sebagai jaminan utang, tidak disebutkan biaya-biaya dalam
pengelolaan marhu>n.687
Utang yang tidak dapat dilunasi dapat diganti dari hasil
penjualan marhu>n. Penjualan objek gadai menurut fatwa MPS baru
dapat dilakukan apabila ra>hin benar-benar tidak mampu

681
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 48.
682
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 105.
683
S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r al-Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-Rahn
wamada> Mashru‘iyyatu Istithma>riha> fi> al-Mas}a>rif al-Isla>mi>yah (Yordania: Da>r al-
Nafa>is, 2011), 134-135.
684
S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r al-Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-Rahn,
63-64; Abu Muh}ammad ‘Abdullah ibn Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Quda>mah al-
Maqdisi>, al-Mughni>, j.6, (al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2004), 443.
685
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 149.
686
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 149, 154-155; DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.2, 164.
687
Fatwa tentang rahn tertuang dalam resolusi nomor 35-40. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 53-61.

176
mengembalikan utangnya kepada murtahin.688 Fatwa DSN
menegaskan agar murtahin mengingatkan ra>hin untuk melunasi
utangnya karena sudah jatuh tempo.689 Kelebihan hasil penjualan atas
utang harus dikembalikan ke ra>hin.690 Objek gadai yang dijual
tersebut milik ra>hin sehingga kelebihan atau kekurangan menjadi hak
dan tanggung jawab ra>hin.691 Objek gadai dapat dijual untuk
kepentingan murtahin meskipun objek tersebut masih menjadi
jaminan (rahn).692
Fatwa DSN dan MPS melarang pendapatan dari transaksi qard}
berdasarkan hadis riwayat Ibn H}ajar tentang manfaat qard} sebagai
riba.693 Fatwa DSN membenarkan pendapatan dari akad kombinasi
qard}-ija>rah. Menurut Hasanudin, kombinasi qard} dan akad lainnya
bertumpu pada akad selain qard}, sedangkan akad qard} hanya
tambahan.694 Hadis riwayat Jama‘ah yang dirujuk DSN membenarkan
pengenaan biaya pemeliharaan marhu>n.695 MPS melarang kombinasi

688
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 59.
689
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 150.
690
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 150. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 60.
691
Rasulullah bersabda, "‘An abi> Hurayrah anna Rasulallah s}allallah ‘alyh wa
sallam qa>l: la> yaghliq al-rahn min s}a>hibih alladhi> rahanah lahu ghunmuh wa ‘alayh
ghurmuh". "Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda: Jaminan tidak
akan hilang dari hak pemiliknya (apabila dia tidak melunaskan hutangnya). Setiap
keuntungan dari aset jaminan adalah haknya, dan segala tanggungan atas objek itu
harus ditanggungnya". Ibn H}ajar al-‘Asqalani>, Bulu>gh al-Mara>m, 176.
692
Penambahan nilai objek gadai dan pengurangannya adalah hak dan
tanggung jawab ra>hin. Surat berharga yang digadaikan dan keuntungan ataupun
bonus yang dihasilkannya menurut fatwa MPS adalah hak ra>hin sebagai pemilik
objek gadai. Al-Sha>fi'i>, Musnad al-Sha>fi'i>, j.1, (Da>r al-Basha>ir al-Isla>miyyah, 2005),
886; Al-Bayha>qi>, al-Sunan al-Kubra, j.6, (Maktabah Da>r al-Ba>z, 1994), 65. Al-
Jazi>ri>, al-Fiqh ‘alá al-Madha>hib al-‘Arba‘ah, j.3, (Beiru>t: Da>r Ih}ya> al-Tura>th al-
‘Arabi>), 332-337.; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 61.
693
Hadis Nabi menegaskan: "Dari ‘Ali berkata, bahwa Rasulullah bersabda:
Semua pinjaman yang membawa manfaat (kepada pemberi pinjaman) maka
termasuk suatu bentuk riba". Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Bulu>gh al-
Mara>m min Ad‘illah al-Ah}ka>m, (Mis}r: Mat}ba‘ah al-Salafi>yah, 1928), 176.
694
Wawancara dengan Hasanudin, wakil sekretaris DSN-MUI, tanggal 11
Pebruari 2012, di Ciputat.
695
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 151.

177
akad qard}-mura>bah}ah berdasarkan hadis Nabi riwayat al-Nasa>i.696
Pendapatan qard} secara sukarela dibenarkan berdasarkan hadis
riwayat al-Bukha>ri>.697
DSN dan MPS sepakat pendapatan dari pinjaman qard} dilarang.
DSN mengantisipasinya dengan menggunakan akad lain, terutama
ija>rah. MPS melarang kombinasi qard} dengan mu‘a>wad}a>t.

2. H}i>lah dalam Kontrak Ganda Untuk Satu Objek


Perbedaan mendasar pembiayaan barang di lembaga keuangan
konvensional (LKK) dan lembaga keuangan syariah (LKS) terletak
pada hasil transaksinya (mawd}u>‘ al-‘aqd). Hasil dari produk
pembiayaan LKK adalah uang yang digunakan untuk membeli barang
sedangkan di LKS hasilnya berupa barang. Di LKK pendapatan
berasal dari bunga pinjaman sedangkan di LKS berasal dari
keuntungan dari selisih harga perolehan dengan harga jual barang.
Sebagian masyarakat membutuhkan uang tidak barang untuk
memenuhi berbagai keperluannya. Sementara itu, fatwa haram bunga
telah membatasi LKS untuk memberikan pembiayaan uang. Untuk
menyiasati larangan bunga, fatwa DSN dan MPS mengesahkan
beberapa alternatif syariah untuk mendapatkan uang tunai, seperti
dengan kontrak bay‘ al-‘i>nah, tawarruq, dan sale and lease back.
Kontrak tersebut menempatkan satu objek untuk transaksi ganda.
Pada bay‘ al-‘i>nah dan sale and lease back, pihak yang terlibat dalam
transaksi ganda adalah sama. Transaksi ganda tersebut dalam
praktiknya memunculkan kesan tidak syariah, yaitu pinjaman dengan

696
Hadis Nabi menyebutkan, "Isma>‘i>l ibn Mas‘u>d memberitahu kami dari
Kha>lid dari H}usayn al-Mu‘allim dari ‘Amr ibn Shu‘ayb dari bapaknya dari
kakeknya: Sesungguhnya Rasulullah melarang menggabungkan salaf (utang) dengan
jual beli, dua syarat dalam satu akad (jual beli), dan keuntungan tanpa ada jaminan
(tanpa mengambil risiko). ‘Abdurrah}ma>n Ah}mad ibn Shu‘ayb ibn ‘A<li> Al-Nasa'>i,
Sunan al-Nasa>'i, j.4. (Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, 1412H), 43, hadis no. 6225.
697
Hal ini dadasarkan pada hadis Nabi yang menyatakan, "Dari Ja>bir ibn
‘Abdullah berkata: aku datang kepada Rasulullah ketika beliau berada di dalam
masjid (menurut Mis‘ar Ja>bir datang di waktu dhuha), lalu Rasulullah menyuruhku
shalat dua raka`at kemudian beliau membayar utangnya kepadaku dan memberikan
tambahan". Abu ‘Abdullah Muh}ammad ibn Isma‘i>l al-Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>,
j.2, (Mis}r: al-Mat}ba‘ah al-Salafi>yah, 1982), 173, hadis no. 2934.

178
tambahan manfaat.698
Akad sale and lease back digunakan untuk produk pembiayaan
(fatwa nomor 71), SBSN ija>rah sale and lease back (fatwa nomor 72),
pengalihan utang (nomor 31), dan SBSN ija>rah asset to be leased
(fatwa nomor 76). MPS membedakan antara kontrak bay‘ al-‘i>nah dan
sale and lease back. Bay‘ al-‘i>nah digunakan dalam produk Sertifikat
Utang Boleh Dijual Syariah/SUBDS (resolusi 67, 69, 73), kartu kredit
(89), dan sukuk Bay‘ Bithaman Ajil (Sukuk BBA). Adapun produk
sale and lease back digunakan dalam produk pembiayaan (resolusi 71),
sukuk ija>rah (14), dan sertifikat Bank Negara Malaysia (5).
Sale and lease back, menurut fatwa MPS, adalah jual beli
bersyarat, yaitu jual beli yang disertai syarat penjualan kembali objek
akad kepada penjual pertama.699 Adapun bay‘ al-‘i>nah adalah jual dan
beli lagi aset yang telah dijual. Penjual menjual aset kepada pembeli
secara tunai dan kemudian penjual membelinya lagi secara tangguh
dengan harga yang lebih tinggi daripada harga jual tunai. Bay‘ al-
‘i>nah juga terjadi pada penjualan pertama yang dilakukan tangguh dan
kemudian dilakukan pembelian kembali secara tunai dengan harga
yang lebih rendah daripada harga jual tangguh. Produk sale and lease
back yang disahkan DSN juga melibatkan jual dan beli kembali aset.
Bedanya dengan bay‘ al-‘i>nah, jual dan beli kembali pada sale and
lease back tidak langsung dilakukan, tetapi diselingi dengan sewa
(ija>rah). Pada sale and lease back, penjual akan menjual aset kepada
pembeli, kemudian pembeli menyewakan aset tersebut kepada
penjual. Penjual berjanji membeli kembali aset tersebut dan pembeli
berjanji menjual kembali aset tersebut kepada penjual.700 Perbedaan

698
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 143.
699
Transaksi tersebut dibenarkan dan termasuk jual beli bersyarat ( wa‘ad).
Jual beli kedua sah karena tidak merusak tujuan akad dan terjadi pemindahan
kepemilikan. Jual beli kedua baru terjadi seandainya pihak yang berjanji
melaksanakan janjinya. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 112.
700
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j2, 195. Fatwa Suria nomor 726 tanggal 5
Maret 2008 membolehkan praktik sale and buy back, di mana seseorang yang
membeli barang dengan down payment (‘urbu>n) dapat menjual kembali barang
tersebut setelah ia menerimanya termasuk dengan harga yang lebih tinggi. Diunduh
tanggal 27 Oktober 2011 dari http://www.eftaa-aleppo.com/fatwa/index.php?
module=fatwa&id=1977.

179
tersebut menunjukkan bahwa keuntungan yang didapat dari LKS
dalam bentuk sale and lease back berasal dari harga sewa objek,
sedangkan keuntungan bay‘ al-‘i>nah berasal dari selisih harga jual dan
beli secara tangguh dan tunai.
Skema produk berbasis bay‘ al-‘i>nah dan sale and lease back
dapat digambarkan sebagai berikut. Pada sukuk BBA, penerbit sukuk
melakukan kontrak mud}a>rabah antar bank (sertifikat IMA). Melalui
mekanisme bay‘ al-‘i>nah, sertifikat IMA dijual kepada investor secara
tunai dan dibeli kembali oleh penerbit sukuk secara tangguh dengan
harga lebih tinggi. Uang tunai digunakan penerbit untuk pembelian
utang pembiayaan rumah. Selanjutnya rumah itu disewabelikan
melalui kontrak ija>rah muntahi>yah bi-al-tamli>k (IMBT).701 Pada
produk SBSN, pemerintah yang bertransaksi. Pemerintah menjual aset
kepada pihak tertentu. Pihak tersebut akan menjual aset kepada
nasabah investor. Aset yang dijual disewakan kepada negara untuk
jangka waktu tertentu. Negara dapat membeli kembali aset tersebut.
Adapun pada SBSN ija>rah asset to be leased, akad hibah digunakan
untuk pengalihan kepemilikan hak atas sebagian aset objek ija>rah dari
pemerintah ke perusahaan penerbit SBSN atau wakil yang ditunjuk.
Aset tersebut disewakan kepada pemerintah dan pada saat atau
sebelum jatuh tempo pemerintah dapat membeli objek ija>rah
tersebut.702 Pada resolusi nomor 14, MPS membuka kemungkinan
penggunaan aset pihak ketiga yang diperoleh dengan akad IMBT
untuk produk sukuk ija>rah.703 Pada fatwa Dewan Fatwa dan Pengawas
Syariah (DFPS) Kuwait Finance House (KFH) nomor 332 disebutkan,
KFH dapat menjual suatu objek yang dibelinya dari pihak ketiga
kepada nasabah meskipun penjualan objek tersebut belum didaftarkan
secara resmi. Objek tersebut langsung diatasnamakan nasabah yang
membeli.704 Pada resolusi 14, MPS mengesahkan skema sukuk ija>rah
dengan bay‘ al-‘i>nah. Pihak A membeli aset dari pihak ketiga yang

701
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 160.
702
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 265-266.
703
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 19-20.
704
Praktik tersebut dibenarkan karena kedua jual beli tersebut dijalankan
sesuai ketentuan syariah. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529& BookID=506&TOCID= 345, tanggal 9 Juni 2012.

180
kemudian menjual kepada special purpose vehicle (SPV). Selanjutnya
SPV menerbitkan sukuk ija>rah dan menjualnya kepada investor.
Harga jual tersebut digunakan untuk membayar pihak ketiga.
Selanjutnya SPV menyewakan secara IMBT aset tersebut kepada
pihak A dan pihak A membayar sewa kepada SPV setiap enam bulan
sekali. Hasil sewa tersebut dibayarkan kepada pemegang sukuk. Di
akhir masa sewa, pihak A membeli aset dari SPV.705 Akad bay‘ al-
‘i>nah juga digunakan untuk transaksi di pasar uang antar bank syariah.
Bank sentral menjual aset kepada bank syariah secara tangguh dengan
harga tertentu. Kemudian bank sentral membeli kembali aset tersebut
secara tunai dengan harga lebih rendah dari harga tangguh. Transaksi
tersebut dibenarkan selama dua jual beli dijalankan terpisah dan aset
yang didagangkan dibenarkan secara syariah.706
Pendapatan dari kontrak bay‘ al-‘i>nah sejatinya ditemukan
dalam fatwa DSN, meskipun kontrak tersebut tidak disebutkan secara
eksplisit. Pada produk pengalihan utang, DSN memberikan alternatif
tiga model akad; kombinasi qard}-bay‘-mura>bah}ah, bay‘ (musha>rakah)-
mura>bah}ah, qard}-bay‘-IMBT.707 Objek akad pada modifikasi akad
tersebut milik nasabah yang perlu mengalihkan utangnya dari bank
konvensional ke bank syariah. Objek tersebut untuk dapat disewa atau
dijual kembali secara mura>bah}ah kepada nasabah harus dimiliki
terlebih dahulu oleh bank. Bank syariah membelinya lebih dahulu
melalui qard} atau pembelian dengan harga lebih rendah secara tunai,
kemudian menyewakan atau menjual secara mura>bah}ah kepada
nasabah. Penggunaan akad bay‘ al-‘i>nah pada produk pengalihan
utang karena kebutuhan yang tak terelakkan (darurat). Menurut
Ma'ruf Amin belum ditemukan akad yang cocok selain akad

705
Resolusi ini didasarkan pada keputusan MPS pada pertemuan ke-70
tanggal 12 September 2007 yang membolehkan struktur sukuk ija>rah menggunakan
aset pihak ketiga yang diperoleh melalui konsep jual dan beli. Transaksi tersebut
dibolehkan selama jual beli dilakukan dengan tata cara yang benar dan IMBT
dilakukan sesuai ketentuan fatwa MPS. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,
19-20.
706
Fatwa MPS pada pertemuan ke-8 tanggal 12 Disember 1998. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 111.
707
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 189-191.

181
tersebut.708
Keabsahan praktik bay‘ al-‘i>nah disepakati pada pertemuan
perdana anggota MPS tahun 1997 dengan mendasarkan pada Al-
Qur'an tentang kebolehan tranksaksi jual beli dan pendapat Imam
Sha>fi‘i>, al-Subki> (Syafi'iyah), dan Abu Yu>suf (Hanafiyah). Imam
Sha>fi‘i> berpendapat bahwa seseorang yang telah menjual sesuatu
barang dalam waktu tertentu dan pembeli telah menerimanya, maka
penjual tersebut dibenarkan membeli kembali objek jual beli dengan
harga yang kurang.709 Dalam resolusi nomor 69, MPS mengatur
pemisahan antara jual beli pertama dan jual beli kedua dan
menetapkan sempurnanya jual beli yang ditandai adanya qabd}.710 Jual
beli pertama, menurut al-Subki>, terpisah dari jual beli kedua dan
pembeli telah menerima objek akad (qabd}).711 Waktu kontrak dua
akad tersebut juga berbeda, kontrak pertama harus sempurna baru
kontrak kedua dilakukan. Penegasan pemisahan dua jual beli tersebut
untuk menghindari kemungkinan jual beli semu yang bertujuan
mendapatkan uang tunai dan pengenaan lebihan pinjaman (riba).712
Selain itu, fatwa MPS mensyaratkan tidak adanya syarat penjualan
kembali dalam kontrak dan telah terjadi pemindahan kepemilikan dan
penguasaan atas objek akad (qabd} dan h}iya>z) secara sah dan diterima
umum (‘urf).713 Adanya syarat penjualan kembali objek tersebut akan

708
Wawancara dengan KH. Ma'ruf, ketua harian DSN-MUI 20 Pebruari 2013
di kantor DSN Jakarta.
709
Muh}ammad Idri>s Al-Sha>fi‘i>, al-Umm, j.3, (al-Mans}u>rah: Da>r al-Wafá,
2005), 461.
710
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 110.
711
Menurut al-Subki> dalam jual beli secara ‘i>nah harga pembelian kedua bisa
lebih tinggi atau rendah dari harga penjualan pertama. Pembayaran dapat dilakukan
secara tunai atau tangguh. Jual beli kedua bukan jual beli pertama dan keduanya
terpisah. Al-Subki>, Takmilah al-Majmu>‘ Sharh} al-Muhadhdhab, j.10, (Maktabah al-
Irsha>d, 1995), 141.
712
Yu>suf al-Qarad}a>wi> sebagaimana dikutip MPS melarang penjualan kembali
yang disyaratkan yang dapat mengakibatkan riba. Menurutnya bay‘ al-‘i>nah dalam
Ummu Walad Zaid bin Arqam dibenarkan jika tidak ada pengaturan awal ( tawa>tu‘)
untuk membeli semula hamba dan tidak menimbulkan riba. Yu>suf al-Qarad}a>wi>,
Bay‘ al-Mura>bah}ah li al-A<mir bi al-Shira>', (Maktabah Wahbah, 1995), 43.
713
Syarat-syarat bay‘ al-‘i>nah tersebut ditetapkan dalam pertemuan MPS ke-

182
membatalkan akad bay‘ al-‘i>nah.714 Fatwa DFPS Kuwait juga
menegaskan kebolehan penjualan kembali suatu objek jual beli setelah
objek tersebut diterima dan dikuasai.715 Fatwa DSN justru tidak
mengatur adanya syarat penjualan dan pemisahan akad jual beli
pertama dari jual beli kedua sehingga ada peluang melaksanakan dua
jual beli dalam satu kontrak.716
Fatwa DSN membenarkan kontrak sale and lease back
berdasarkan sumber hukum berikut: surat al-Ma>idah [5]: 1, al-Qas}as}
[28]: 26, al-Kahfi [18]: 77, al-Baqarah [2]: 275, dan al-Nisa>' [4]: 29;
hadis riwayat al-Bukha>ri> tentang kelompok orang dimusuhi Allah, Ibn
Ma>jah tentang memberi upah sebelum kering keringat, ‘Abd al-
Razza>q seputar pemberitahuan upah ija>rah, riwayat Ah}mad tentang
penyewaan tanah dengan bayaran emas, dan Tirmidhi> tentang
kebolehan syarat; ijmak ulama yang membolehkan akad ija>rah; kaidah
fikih hukum asal muamalah; pendapat fikih al-Shi>razi>, Ibn Quda>mah,
dan al-Nawa>wi>, Wa>lid Kha>lid al-Shayiji>, Nazi>h} H}amma>d; dan
keputusan AAOIFI nomor 17 tentang s}uku>k al-istithma>r.717
Mayoritas ulama berpendapat suatu benda yang dibeli dapat
dijual kembali setelah diterimanya barang tersebut. Fatwa DSN
menegaskan ketentuan penjualan kembali objek akad mura>bah}ah
setelah diterimanya objek tersebut. Pada produk salam/istis}na>‘, fatwa
DSN menetapkan pembeli tidak boleh menjual barang sebelum
menerima barang tersebut (al-qabd}).718 Fatwa DFPS berpendapat

16 tanggal 11 November 2000 dan pertemuan ke-82 tanggal 17 Februari 2009. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 113.
714
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 114. Abu> Zakariya> Yah}yá ibn
Sharaf al-Nawa>wi>, al-Majmu>‘ Sharh} al-Muhadhdhab, j.10, (Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.),
128.
715
Fatwa DFPS nomor 4 yang diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=71&BookID=506&PID=63, tanggal 23 Maret
2012.
716
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 189-191.
717
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 189-195, 204-205, 259-262.
718
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 33, 37.; al-Hay'ah al-‘Ulya li al-
Riqa>bah al-Shar‘i>yah, al-Mara>shid al-Fiqhi>yah al-S}a>dirah ‘an al-Hay'ah al-‘Ulya li
al-Riqa>bah al-Shar‘iyah lil-jaha>z al-Mas}rafi> wa-al-Muassasa>t al-Ma>li>yah, (Su>da>n:
Bank al-Su>da>n al-Markazi>, 2006), 39.

183
bahwa suatu objek akad yang telah dibeli dapat dijual kepada pihak
lain sebelum objek itu diterima oleh penjual dengan syarat
karakteristik objek tersebut diketahui oleh kedua belah pihak dan
transaksi tersebut sudah menjadi pengetahuan luas.719 Penjualan objek
tersebut tidak boleh sama syarat dan ketentuannya dengan pembelian
sebelumnya.720
Imam Malik berpendapat bahwa objek akad dapat dijual kembali
sebelum diterimanya objek tersebut asalkan kepemilikan atas objek
tersebut telah terjadi. DFPS Kuwait sependapat dengan pandangan
Malikiyah. Kebolehan tersebut memberikan kemudahan untuk
muamalah kontemporer.721 Kalangan Malikiyah menetapkan
kebolehan penjualan kembali objek akad dengan memenuhi empat
syarat; pertama, menghindari kemungkinan terjadinya riba karena
pertukaran harga salam dengan harga penjualannya (badi>l), seperti
salam mobil dengan 100 juta (dirham) dan dijual kembali dengan 1000
dolar (dinar). Kedua, harga penjualan harus diterima secara tunai agar
tidak terjadi praktik jual beli utang dengan utang. Ketiga, objek akad
termasuk barang yang boleh dijual sebelum diterima, selain makanan.
Keempat, jika dijual kepada pihak yang memberi modal (ada
hubungan tanggungan) harus dengan harga yang sama atau lebih

719
Fatwa DFPS nomor 16, 19 dan 72. Pada fatwa nomor 72 disebutkan
bahwa perusahaan dapat menjual kembali aset yang dipesan ( salam) setelah diterima
kepada pihak lain. Penjualan itu didasarkan atas janji yang sebelumnya dibuat ketika
akad salam disepakati. Pada fatwa 19, penjualan objek salam tersebut dapat terjadi
secara berulang-ulang. Kebolehan penjualan kembali objek salam didasarkan pada
pendapat Ibn Quda>mah dalam kitabnya al-Mughni>. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506& PID=3danPID=65,
tanggal 23 Maret 2012 dan http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=443, tanggal 9 Juni 2012.
720
Fatwa DFPS nomor 336. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID= 163&BookID=506&PID=146, tanggal 23 Maret 2012.
721
Fatwa DFPS nomor 343. Dalam fatwa tersebut dibolehkan penjualan
kembali objek jual beli sebelum diterima ( qabd}) selama objek jual beli tersebut
selain makanan. Bahkan objek jual beli tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
sertifikat kepemilikian sehingga peralihan objek akad terjadi pada sertifikat
kepemilikan tersebut. Objek akad sesungguhnya berada pada pemeliharaan dan
penjagaan pihak tertentu yang dimaklumni bersama. Diunduh dari http://moamlat.
al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506& PID=16, tanggal
23 Maret 2012.

184
rendah, tidak boleh dengan harga lebih tinggi karena dapat terjerumus
pada praktik membungakan pinjaman.722 Kalangan Hanafiyah,
Hanabilah, dan Syafi'iyah melarang pembeli menjual objek akad
kepada pihak lain sebelum menerima objek tersebut dan menukar
objek akad dengan objek lain. Larangan tersebut didasarkan pada
hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Sa‘i>d al-Khudri>, bahwa Rasulullah
mengatakan: "Seseorang yang memesan (salam) sesuatu tidak boleh
mentasarufkan (termasuk menjual) kepada pihak lain". (HR. Abu
Da>wu>d).
Penerimaan objek akad (qabd}) dapat dilakukan secara langsung
sehingga objek tersebut dikuasai atau objek akad tersebut telah
berpindah kepemilikannya meskipun penerimaannya ditangguhkan
(muajjal). Objek akad dapat dititipkan ke penjual dan pembeli
bertanggung jawab atas pemeliharaan objek tersebut. Penjual hanya
menerima amanah penitipan. Objek tersebut diserahkan kepada pihak
ketiga setelah ada penjualan dari pembeli pertama kepada pembeli
kedua.723
Kontrak bay‘al-‘i>nah telah menyita perhatian cukup besar ulama
masa lalu dan sekarang. Imam Ma>lik dalam al-Muwat}t}a' menceritakan
adanya praktik jual beli dalam bentuk: "belikan aku gandum secara
tunai, kemudian aku jual kepadamu secara tangguh." Status hukum
praktik semacam itu ditanyakan kepada ‘Abdullah ibn ‘Umar, dan ia
membenci hal itu dan melarangnya.724 Ibn Rushd mengatakan bentuk
bay‘al-‘i>nah terdapat pada transaksi "seseorang berkata, belikan aku
barang tertentu dengan harga sepuluh tunai, lalu saya jual kepadamu
dua belas secara tangguh". Yu>suf al-Qarad}a>wi>, sebagaimana dikutip
al-Sibha>ni>, mengatakan bay‘al-‘i>nah adalah jika seseorang menjual
barang kepada pembeli dengan harga tangguh lebih tinggi, kemudian
ia kembali membelinya dengan harga tunai lebih kecil.725 Ibra>hi>m

722
Muh}ammad Sulaima>n al-Ashqar, ‘Aqd al-Salam wa ‘Aqd al-Istis}na>‘, 128-
130.
723
Fatwa DFPS nomor 146. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&BookID=506&TOCID=67, tanggal 23 Maret 2012.
724
Ima>m Ma>lik ibn Anas, al-Muwat}t}a', j.2. (Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1409 H), 192;
hadis nomor 1936.
725
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-

185
menyimpulkan bahwa bay‘al-‘i>nah merupakan muslihat yang paling
banyak digunakan untuk menyiasati riba.726
Larangan bay‘al-‘i>nah didasarkan pada kesimpulan ulama pada
hadis Nabi tentang larangan bay‘atayn fi> bay‘ah dan s}afqatayn fi>
s}afqah. Hadis lain menyatakan "Man Ba>‘a bay‘atayn fi> bay‘ah falahu
awkasuhuma> aw-al-riba>". Maksud hadis tersebut diperselisihkan di
antara ulama. Ibn al-Qayyim menyimpulkan pendapat yang unggul
(melalui tarji>h}) bahwa maksud hadis tersebut adalah "seseorang
menjual barang kepada orang lain seratus untuk waktu setahun dengan
syarat ia membelinya lagi dengan harga delapan puluh tunai." Titik
tekan hadis tersebut terletak pada syarat penjualan kembali. Syarat
penjualan kembali merupakan siasat riba pinjaman (salaf).727
Perbedaan harga tunai dan tangguh dalam jual beli dibenarkan
karena perbedaan nilai uang di masa sekarang dengan masa
mendatang. Prinsip time value of money menekankan pada
berkurangnya nilai mata uang karena faktor waktu. Nilai mata uang
sekarang lebih besar dari pada nilai uang masa datang. Perbedaan
antara harga tunai dan harga tangguh dalam laporan keuangan
dianggap sebagai pendapatan atau pembelanjaan pembiayaan. Prinsip
tersebut, menurut MPS, dapat diterapkan dalam laporan keuangan
khusus untuk kontrak pertukaran yang dilakukan secara tangguh.
Prinsip tersebut sama sekali tidak bisa diterapkan pada akad pinjaman
(qard}).728 Penerapan prinsip tersebut pada akad pertukaran untuk
mendapatkan keadilan. Sebagai contoh penjual yang menjual
barangnya secara tangguh berhak mendapatkan harga lebih tinggi
karena ia berhak atas keadilan. Keadilan dimaksud terletak pada
kerelaannya menerima harga tersebut di masa yang akan datang,
padahal harga di masa kini yang mestinya ia terima dan digunakan

Isla>mi>yah", 42.
726
Bay‘al-‘i>nah terjadi apabila disertai syarat pembelian. Muh}ammad ibn
Ibra>hi>m, al-H}iyal al-Fiqhi>yah fi> al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, (al-Qa>hirah: Da>r al-
Sala>m, 2009), 106.
727
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-
Isla>mi>yah", 42-43.
728
Keputusan MPS pada pertemuan ke-71 tanggal 26-27 Oktober 2007. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 195.

186
untuk kepentingannya. Dalam kontrak pinjaman, prinsip tersebut
tidak diterapkan karena pemberi pinjaman mendapatkan pahala atas
budi baiknya menolong orang lain. Ia mendapatkan ih}sa>n dan keadilan
yang lebih tinggi berupa pahala dari Allah.729 Dalam rangka
mendapatkan keadilan tersebut, MFI mengesahkan pembayaran dan
pelunasan jual beli secara tangguh dengan kurs mata uang waktu
pelunasan jika disepakati kedua belah pihak dan tidak ada perjanjian
sebelumnya.730 Siddiqui mempersoalkan bolehnya jual beli tangguh
dengan harga lebih tinggi, sementara utang dengan pembayaran
tangguh lebih besar dari pokok utang tidak dibenarkan. Sementara itu,
uang di masa kini cenderung akan berbeda nilainya di masa yang akan
datang.731 Utang dan jual beli memang beda. Motivasi utang untuk
kebajikan, sementara jual beli untuk mencari keuntungan. Firman
Allah yang membolehkan jual beli dan melarang riba mengandung
maksud adanya tujuan yang berbeda dari dua transaksi tersebut.
Al-Shawka>ni> membenarkan harga penjualan secara tangguh
lebih besar dari harga penjualan secara tunai.732 Menurut al-Sarkhashi>
harga di masa yang akan datang lebih rendah dari masa kini, terutama
dalam hal harta.733 Shayba>ni> (w.189/855) dari Hanafiyah melarang
jual beli barang yang harga cash lebih rendah dari harga kredit.734
Ulama yang melarang jual beli tangguh (bay‘ al-muajjal) antara lain

729
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 196. Al-Ghaza>li>, seperti dikutip
MPS, berpendapat, "ih}sa>n adalah mengerjakan sesuatu yang bermanfaat padahal hal
itu tidak wajib baginya, tetapi ia mendapatkan kemuliaan dari itu. Keadilan sebab
keselamatan. Keadilan berlaku dalam jual beli untuk pertimbangan modal.
Sedangkan ih}sa>n sebab keberuntungan dan mendapatkan kebahagiaan. Ih}sa>n berlaku
untuk jual beli dengan nilai keuntungan. Tidak termasuk orang yang lupa ( gha>fili>n)
orang yang menerima dengan mendapatkan harga pokoknya dalam urusan
muamalah dunia dan akhirat. Tidaklah cukup bagi orang yang memberikan utang
sekedar mencari keadilan dan menghindari kezaliman, tetapi berupa meraih ih}sa>n.
730
Keputusan MFI pada pertemuan ke-1 sampai pertemuan ke-8. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506
&PID= 41, tanggal 23 Maret 2012.
731
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 30.
732
al-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.2, 1072.
733
Al-Sarkhasi>, al-Mabsu>t}, j.13, 64.
734
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 50.

187
Zayn al-‘A<bidi>n ‘Ali ibn al-H}usayn, al-Na>s}ir wa al-Mans}u>r billah,
kalangan Hadawiyah, al-Ima>m Yah}ya dari Syi‘ah Zaydiyah, Abu Bakr
al-Ra>zi>, dan al-Jas}s}a>s al-H}anafi>. Jumhur ulama membolehkannya.735
Penjual dapat menjelaskan perbedaan harga suatu objek antara
pembayaran tunai dan tangguh. Namun demikian, objek tersebut tidak
boleh dijual dengan harga tunai ditambah bunga.736
DSN dan MPS membolehkan pendapatan dari transaksi berbasis
bay‘ al-‘i>nah. Selisih harga tangguh dan tunai adalah keuntungan
dalam bay‘ al-‘i>nah. MPS membuka ruang kontrak bay‘ al-‘i>nah
dengan batasan-batasan, terutama tidak ada syarat penjualan kembali
dan dua akad dijalankan secara terpisah. DSN membuka ruang
kontrak tersebut secara terbatas, namun tidak menetapkan syarat-
syarat pemisahan akad. DSN mengesahkan alternatif sale and lease
back untuk menghindari bay‘ al-‘i>nah. Tujuan akad sangat penting
karena menggambarkan moralitas kontrak. Kontrak tersebut
dilakukan untuk tujuan transaksi sebenarnya atau hanya kepura-
puraan untuk mendapatkan keuntungan (riba).

E. Fatwa Antisipasi Riba Jual Beli Uang ( S}arf)


Jual beli mata uang merupakan bentuk transaksi keuangan yang
banyak ditemukan di dunia modern. Transaksi tersebut melibatkan
antarlembaga, antarorang, atau lembaga dengan perorangan. Pasar
uang adalah wujud nyata dari keberadaan mata uang ditransaksikan.
Kerumitan transaksi mata uang terjadi karena prinsip syariah
membatasi transaksi tersebut harus tunai dan seharga. Syariah
membingkai transaksi tersebut dalam akad s}arf.737
Akad s}arf merupakan bagian dari akad jual beli. Akad s}arf

735
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-
Isla>mi>yah", 36. Al-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5, 173.
736
Keputusan MFI pada pertemuan ke-1 sampai dengan pertemuan ke-8.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&
BookID=506&PID=41, tanggal 23 Maret 2012.
737
S}arf berarti tambah. S}arf adalah jual beli uang dengan uang dengan satu
jenis atau lain jenis (misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, atau emas
dengan perak) secara standar (mas}u>gh) atau tunai. Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5,
3659.

188
termasuk akad yang paling sedikit digunakan dalam fatwa DSN. Tiga
fatwa DSN tentang s}arf adalah fatwa nomor 28/DSN-MUI/III/2002
tentang jual beli mata uang (al-s}arf), fatwa nomor 37 /DSN-
MUI/X/2002 tentang pasar uang antarbank syariah (PUAS), dan fatwa
nomor 78/DSN-MUI/IX/2010 tentang mekanisme dan instrumen pasar
uang antarbank berdasarkan prinsip syariah. Dua fatwa terakhir
mengatur transaksi jual beli mata uang antarbank syariah di pasar
uang syariah.
Transaksi mata uang mengambil hukum transaksi emas dan
perak. Ulama berbeda pendapat mengenai status uang dari bahan
pembuatnya. Haneef dan Barakat menyimpulkan ada dua pendapat
dalam masalah tersebut. Pandangan pertama menyatakan bahwa uang
hanya dari emas dan perak. Pandangan ini didukung Abu Hanifah dan
Abu Yu>suf. Pandangan kedua menyatakan bahwa uang tidak terbatas
dari emas dan perak. Pendapat tersebut diungkapkan oleh al-Shayba>ni>,
murid Abu Hanifah. Al-Kasani> dan al-Sarkhasi> berpendapat bahwa
riba tidak akan terjadi pada pertukaran uang yang terbuat dari
tembaga, sedangkan al-Shaybani> berpendapat bahwa riba dapat terjadi
pada uang tembaga. Perbedaan pendapat terjadi karena perbedaan
argumentasi. Pendapat pertama memasukkan uang emas dan perak
sebagai hukum syariah yang tidak boleh diganti, sedangkan pendapat
kedua mengkategorikan uang dalam kategori iba>h}ah dan mas}lah}ah.
Mayoritas ulama tidak kaku melihat uang dan sistem moneter. Ulama
memperhatikan perbedaan kondisi dan waktu yang berpengaruh
terhadap sistem moneter. Uang bukanlah sesuatu yang diatur jelas
dalam nash. Otoritas moneter dapat menetapkan bahan pembuatan
uang.738 Dari perbedaan pendapat tersebut, Haneef dan Barakat
menyimpulkan bahwa illah riba terletak pada pertukaran setiap yang
dianggap uang, bukan pada bahan pembuat uang yang berasal dari
emas atau perak.739

738
Muhammad Aslam Haneef and Emad Rafiq Barakat, "Must Money Be
Limited to Only Gold and Silver?: A Survey of Fiqhi Opinions and Some
Implications", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.19, No. 1,
(2006): 31.
739
Muhammad Aslam Haneef and Emad Rafiq Barakat, "Must Money Be
Limited," 24.

189
Prinsip senilai dan dilakukan secara tunai untuk transaksi mata
uang didasarkan pada hadis Nabi yang mengatur hal tersebut.740 Jual
beli mata uang sejenis harus senilai, sedangkan jual beli mata uang
berbeda seharga kurs yang berlaku saat jual beli.741 Penjualan mata
uang secara tangguh tidak dibenarkan.742 Penjualan mata uang secara
tangguh tersebut dapat mengakibatkan pada praktik riba.743
Mata uang, menurut keputusan MFI, bukan bukti (wathi>qah)
tetapi nilai atau harga. Pertukaran mata uang sejenis harus tunai dan
tidak boleh tangguh atau didahulukan. Pertukaran mata uang berbeda
boleh berselisih jumlah sesuai kesepakatan karena keduanya termasuk
dua jenis yang berbeda.744 Fatwa DSN menetapkan pertukaran mata
uang tersebut harus dilakukan secara tunai dan diterima (qabd}) dalam
majelis akad, sedangkan MPS tidak mengaturnya secara tegas.745 MFI
pada keputusannya yang ke-5 menetapkan tidak wajibnya serahterima

740
Hadis Nabi riwayat Muslim menyebutkan ketentuan jual beli mata uang
dengan nilai yang sama, "Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama
(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah
menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan
sebagian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut
yang tidak tunai dengan yang tunai."
741
Fatwa DFPS nomor 168 menegaskan bahwa jual beli mata uang harus
tunai dan diserahterimakan saat akad. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529& TOCID=489&BookID=506&PID=445, tanggal 9 Juni
2012.
742
Dalam hadis Nabi ditegaskan, "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan
garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika
jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai." Hadis Nabi
menyebutkan, "Rasulullah melarang menjual perak dengan emas secara piutang
(tidak tunai)." (HR. Muslim)
743
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=489&BookID=506&PID=448, tanggal 9 Juni 2012.
744
Keputusan MFI nomor 3. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid= 529&TOCID=489&BookID=506&PID=443, tanggal 9 Juni 2012.
745
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 169. Fatwa DFPS nomor 164
membenarkan pertukaran mata uang berbeda dengan adanya selisih seperti bolehnya
pertukaran antara emas dan perak. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID= 506&PID=443, tanggal
9 Juni 2012.

190
(taqa>bud}) dua mata uang yang dipertukarkan segera setelah akad
(majlis al-‘aqd), tetapi cukup serahterima satu mata uang karena mata
uang tidak sama persis dengan emas dan perak. MFI menyarankan
untuk berhati-hati dan menjauhi jual beli mata uang secara tangguh.
MFI melansir dua pendapat seputar masalah qabd} pada s}arf. Pendapat
pertama tidak mewajibkan serahterima dua mata uang yang
dipertukarkan segera di majelis akad, cukup serahterima salah satunya
saja karena mata uang tidak sama dengan emas dan perak. Pendapat
kedua menyatakan mata uang sama dengan emas dan perak sehingga
harus ada taqa>bud} untuk dua objek yang dipertukarkan pada saat
akad. Taqa>bud} diperluas termasuk dalam bentuk cheque dan surat
berharga lainnya.746
Fatwa DSN membenarkan penjualan emas secara tidak tunai
dengan akad bay‘/mura>bah}ah-rahn. Fatwa DSN mendasarkan
keputusannya pada perubahan ‘illat hukum diharamkannya jual beli
emas secara tangguh. Emas yang diharamkan dijual secara tangguh
adalah emas sebagai uang/alat tukar (thaman), sedangkan emas yang
dimaksud dalam fatwa DSN adalah emas sebagai perhiasan.747 Dasar
hukum fatwa DSN adalah Al-Qur'an, hadis, kaidah ushul fikih, kaidah
fikih, dan pendapat ulama kontemporer.748 MPS membenarkan jual
beli uang secara tangguh (forward) berdasarkan pendapat al-
‘Asqalani>. Jual beli forward tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
dilakukan berdasarkan jual beli komoditas secara tawarruq.749 DFPS
Kuwait melarang jual beli emas dan perak secara tangguh. Emas dan
perak hanya bisa didagangkan secara tunai. Harga dan objek akad

746
Keputusan no-5 MFI yang dihasilkan dari pertemuannya yang keempat
melansir dua pendapat ulama tentang serahterima transaksi s}arf. Pendapat pertama
lebih sesuai karena kebutuhan transaksi modern. Diunduh http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489& BookID=506&PID=452, tanggal
9 Juni 2012.
747
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 286.
748
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 269-282.
749
Menurut al-‘Asqala>ni> jual beli tangguh dibenarkan menurut ijmak. Ah}mad
ibn ‘Ali> Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri Sharh} S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.4, (al-
Qa>hirah: Da>r al-Rayya>n li al-Tura>th, 1986), 302. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 144.

191
harus diterima saat akad.750 Komisi Fatwa Yordania mengatur jual
beli emas secara mura>bah}ah harus memenuhi syarat: pertama, bank
sudah menerima (qabd}) objek akad dari penjual pertama; kedua, bank
syariah telah membayar harga objek tersebut, bukan nasabah yang
membayarnya; ketiga, penandatanganan kontrak jual beli mura>bah}ah
baru dapat dilakukan setelah jual beli pertama terjadi, adapun janji
dalam mura>bah}ah diperkenankan; keempat, bank harus memastikan
tidak ada hubungan akad antara nasabah dengan penyedia objek akad;
kelima, penyedia barang adalah pihak ketiga dalam akad sehingga
tidak muncul kemungkinan praktik h}i>lah.751
DFPS Kuwait membolehkan jual beli tangguh untuk benda
tambang lainnya, seperti timah, batu mulia, batu bara, dan
sebagainya.752 Benda tambang tersebut diperjualbelikan secara salam,
yaitu pembayaran dilakukan di muka, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian. Jika barang tambang tersebut telah tersedia dan
akad telah sempurna, maka barang dan harga tidak boleh diserahkan
secara tangguh agar tidak menyerupai jual beli utang dengan utang
(bay‘ al-ka>li' bi al-ka>li'). DFPS Kuwait juga melarang transaksi
obligasi (s}uku>k) dengan akad mura>bah}ah untuk eksplorasi emas.
Transaksi tersebut termasuk jual beli objek yang tidak ada (bay‘ al-
ma‘du>m) dan jual beli emas secara tangguh (tangguh dalam
penyerahan objek akad). Alternatif akad yang digunakan untuk
kegiatan tersebut dengan shirkah, yaitu patungan modal dan kerja
untuk eksplorasi emas di mana keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan.753

750
Fatwa DFPS nomor 126 membolehkan jual beli secara tangguh barang
tambah selain emas dan perak, termasuk dengan akad salam. Diunduh dari
http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&
PID=25, tanggal tanggal 23 Maret 2012.
751
Fatwa Komisi Fatwa Yordania nomor 683 tanggal 29 April 2010, diunduh
dari http://www.aliftaa.jo/index. php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember
2010.
752
Fatwa nomor 139. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=25, tanggal tanggal 23 Maret 2012.
753
Fatwa DFPS nomor 309. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid =529&TOCID=489&BookID=506&PID=467, tanggal 9 Juni
2012.

192
Pembayaran utang qard} dilakukan dengan mata uang dan jumlah
yang sama. Ketika pelunasan menggunakan mata uang yang berbeda,
maka pengembalian uang qard} mengikuti kurs yang berlaku. DFPS
Kuwait membolehkan pinjaman dengan syarat pinjaman kembali
dengan mata uang yang berbeda.754 Bank syariah dapat meminjamkan
sejumlah dana yang lebih besar kepada bank konvensional dengan
diikuti pinjaman dari bank konvensional ke bank syariah dengan
jumlah yang lebih kecil. Pinjaman (qard}) dapat dilakukan dari satu
pihak atau dua pihak. Hal tersebut tidak termasuk mengambil manfaat
yang diharamkan. Tukar menukar pinjaman dibenarkan selama tanpa
bunga. Hukum pinjam dan meminjam pada mata uang berbeda berlaku
hukum qard}. Jika mata uang berbeda itu dijualbelikan dalam bentuk
s}arf, maka berlaku hukum s}arf, harus tunai dan qabd} seketika.755
Fatwa DSN membatasi peran bank konvensional hanya sebagai
pemilik dana, sedangkan bank syariah sebagai pemilik atau penerima
dana dalam transaksi mata uang di PUAS.756 Fatwa MPS tidak
membatasi kedudukan dan peran bank konvensional dalam transaksi
tersebut.757 Transaksi dengan bank konvensional karena kebutuhan.758
Tujuan transaksi mata uang untuk memenuhi kebutuhan transaksi,

754
Fatwa DFPS nomor 62. Fatwa DFPS nomor 264 membolehkan praktik
pinjaman dengan syarat pinjaman pada mata uang yang berbeda. Sebagai contoh,
KFH meminjam dari pihak kedua seribu dinar selama setahun, dengan syarat pihak
kedua memberikan pinjaman kepada KFH sebesar tiga ribu dolar selama setahun.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=445&
BookID=506 &PID=392, tanggal 9 Juni 2012.
755
Fatwa DFPS nomor 494, 509, 510. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=445&BookID=506&PID=392, tanggal
9 Juni 2012.
756
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 238.
757
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 138.
758
Fatwa DFPS nomor 41 menyatakan bahwa transaksi pinjam-meminjam
tanpa bunga dengan lembaga keuangan konvensional dimakruhkan. Namun karena
desakan kebutuhan dan tidak terelakkannya praktik tersebut, maka transaksi dengan
LKK menempati prinsip kebutuhan. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page. aspx?pageid=529&TOCID=445&BookID=506&PID=392, tanggal
9 Juni 2012.

193
berjaga-jaga (simpanan) atau lindung nilai, dan tidak untuk spekulasi
(untung-untungan).759
Transaksi mata uang (valuta asing) mengambil beberapa bentuk.
Pertama spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
(valas) untuk penyerahan pada saat akad (over the counter) atau
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Kedua
forward yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Ketiga
swap yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan
harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan
valas yang sama dengan harga forward. Keempat option yaitu kontrak
untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual
yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga
dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.760
Fatwa DSN, MPS, MFI, dan DFPS Kuwait membolehkan
transaksi mata uang secara spot. Fatwa DSN membatasi hanya pada
transaksi spot yang dibolehkan dan transaksi yang lain tidak
dibenarkan, sedangkan MPS membolehkan semua bentuk transaksi
jual beli mata uang. DFPS Kuwait menyarankan untuk membatasi
transaksi penjualan mata uang yang dikhawatirkan bertujuan untuk
spekulasi.761 Transaksi spot termasuk jual beli mata uang secara tunai
sebagaimana disyaratkan dalam hadis Nabi. Waktu penyelesaian
transaksi sampai dua hari merupakan proses penyelesaian transaksi

759
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 300. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 137.
760
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, 236-239.
761
Fatwa DFPS nomor 50 menyarankan untuk tidak melakukan praktik
pengalihan travel cheque (TC) dengan selisih harga dan upah. Dalam fatwa tersebut
disebutkan bahwa KFH berperan membeli TC dari seseorang dengan harga tertentu
kemudian KFH menjual TC tersebut kepada orang lain dengan harga tertentu. KFH
mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual beli tersebut dan upah pencatatan.
Jika jual beli TC dengan mata uang yang sama harus senilai dan diserahterimakan
sewaktu akad. DS tidak berkenan terhadap praktik tersebut khawatir sebagai
muslihat (h}i>lah) spekulasi (tala>‘ub) dan memakan harta dengan cara tidak benar.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&
BookID=506&PID =445, tanggal 9 Juni 2012.

194
yang tidak bisa dihindari dan umum dilakukan (‘urf).762 MFI selain
membenarkan transaksi spot dengan penyerahan objek akad dalam
majelis juga transaksi mata uang yang penyerahan objeknya dijamin
oleh otoritas pasar.763
DSN melarang transaksi forward karena adanya ketidakjelasan
(gharar) dalam harga. Harga yang disepakati saat akad belum tentu
sama dengan harga waktu penyerahan.764 Fatwa MPS tidak
mempersoalkan gharar dalam harga tersebut. Transaksi forward,
menurut MPS, dibolehkan selama pembelian itu didasarkan pada janji
salah satu pihak saja bukan janji dua pihak (muwa>‘adah).765 DFPS
Kuwait juga membenarkan janji dalam transaksi forward.766 Janji satu
pihak untuk membeli mata uang asing yang akan diterima atau
diserahkan di masa yang akan datang dibenarkan karena janji
bukanlah kontrak dan hanya mengikat satu pihak.767 MFI melarang
jual beli mata uang secara tangguh, termasuk dengan janji. Larangan
tersebut didasarkan pada petunjuk Al-Qur'an, hadis, dan ijmak.768
Pihak yang dirugikan akibat janji tersebut dapat menuntut ganti rugi.
MFI membolehkan transaksi forward dengan model salam yang
dijalankan secara benar.769 Fatwa DSN justru membolehkan transaksi
forward dalam bentuk forward agreement dengan alasan kebutuhan

762
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 165. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 138.
763
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Sila‘ al-Dawli>yah wa D}awa>bit} al-Ta‘amul
Fi>ha>", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/16-5.htm, pada tanggal 3
Juli 2011.
764
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 165.
765
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 138.
766
Fatwa DFPS nomor 28. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/ Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=456, tanggal 9 Juni 2012.
767
Fatwa DFPS nomor 2, 5, 17, dan 140. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page. aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=258, tanggal
9 Juni 2012.
768
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Ittija>r fil-‘Umala>t", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
769
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Sila‘ al-Dawli>yah wa D}awa>bit} al-Ta‘amul
Fi>ha>", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/16-5.htm, pada tanggal 3
Juli 2011.

195
yang tidak dapat dihindari (lil-ha>jah).770 MPS mengharamkan
kesepakatan atau perjanjian yang dilakukan dua belah pihak dalam
transaksi forward (muwa>‘adah). Perjanjian dua belah pihak tersebut
menyerupai jual beli yang dilarang karena melibatkan jual beli utang
dengan utang (bay‘ al-ka>li' bi al-ka>li').771 Larangan MPS ini
didasarkan pada keputusan MFI dan Dewan Syariah Dallah al-
Barkah.772 MFI menegaskan bahwa muwa>‘adah dibenarkan dengan
syarat ada khiya>r yang berlaku bagi dua belah pihak.773
Transaksi forward dengan wa‘ad adalah satu alternatif jual beli
mata uang. Alternatif lain yang dibenarkan MPS melalui jual beli
tangguh (bay‘ muajjal).774 Pembelian secara tangguh tersebut
dibenarkan menurut syariat.775 Jual beli yang terjadi di antara pihak
menekankan pada jual beli aset bukan uang. Jual beli tersebut harus
terpisah antara satu kontrak dan kontrak lainnya.776
Selain forward, MPS juga membolehkan penggunaan swap
dalam transaksi mata uang. Transaksi swap kadar keuntungan (profit
rate swap) dengan akad bay‘ al-‘i>nah diakui kesyariahannya. Dalam
transaksi swap tersebut sertifikat investasi mud}a>rabah antar bank
syariah (IMA) dijadikan jaminan. Sertifikat IMA yang dijadikan aset
akad bay‘ al-‘i>nah pada transaksi swap telah memenuhi kaidah jual
beli karena sudah ada kontrak jual beli yang dibuktikan dengan

770
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, fatwa 28
771
Ketetapan MFI nomor 40, 41, dan 107. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "‘Uqu>d
al-Tawri>d wal-Muna>qas}a>t", Diunduh dari http://www.fiqhacademy. org.sa/qrarat/5-
2&3.htm, tanggal 3 Juli 2011.
772
Keputusan MFI nomor 40 dan 41 pada pertemuan ke-5. Keputusan Dewan
Syariah Majmu‘ah Dallah Barkah nomor 6/23 pada pertemuan ke-6 tahun 1990.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 139.
773
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Wafa> bil-Wa‘ad wal-Mura>bah}ah lil-A<mir
bil-Shira>'", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada
tanggal 3 Juli 2011.
774
Jual beli tersebut tidak termasuk dalam jual beli mata uang meskipun
seolah ada kesamaan. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 144.
775
Ibnu H}ajar menyatakan, al-shira>' bi al-nasi>'ah ja>iz bi al-ijma>‘ (pembelian
dengan tangguh dibenarkan menurut ijmak). Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Fath} al-Ba>ri,
302.
776
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 144.

196
perjanjian pembelian meskipun harga belum dibayar. Kontrak tersebut
berguna untuk menghindari spekulasi (maysir) yang menjadi sebab
diharamkannya swap oleh fatwa DSN.777 Menurut MPS kontrak
tersebut tidak termasuk jual beli utang dengan utang yang dilarang.778
Fatwa MPS memperkenankan transaksi mata uang asing dengan
option berdasarkan ha>mis jiddiyyah, wa‘ad, dan tawarruq, sedangkan
DSN dan MFI melarangnya.779 Wa‘ad digunakan oleh nasabah yang
berkeinginan mendapatkan instrumen lindung nilai bagi transaksi
valuta asing untuk masa yang akan datang dengan cara membeli
komoditas dari LKS. Kemudian LKS atas nama nasabah (sebagai
wakil) menjual komoditas tersebut kepada pihak ketiga. LKS
menetapkan uang jaminan (ha>mis jiddiyah) atas janji nasabah
tersebut. Dalam waktu yang disepakati, akad tawarruq dijanlankan
yaitu jual beli yang melibatkan mata uang yang berbeda. Jika LKS
dan nasabah menjalankan janjinya, maka uang jaminan dikembalikan
kepada nasabah. Jika ada pihak yang menyalahi janji, maka pihak lain
dapat menuntut ganti rugi dengan mengambil uang jaminan. Jumlah
ganti rugi harus disandarkan pada selisih antara janji pembelian
nasabah atas komoditi dengan harga di pasaran. Uang jaminan dapat
diambil sesuai kerugian. Jika jumlah jaminan lebih besar dari
kerugian, maka sisanya harus diserahkan kepada lembaga sosial.780
Jual beli tawarruq pada transaki option sebagai sandaran
transaksi untuk menghindari spekulasi (maysir). Dalam fatwa MPS
yang lain, transaksi option dapat dilakukan dengan wa‘ad dan dua
akad tawarruq yang berlainan. Di antara wa‘ad dan kedua tawarruq
harus dijalankan secara terpisah, termasuk dokumen dan
pengesahannya harus dilakukan sendiri-sendiri. Aset jaminan harus

777
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 166.
778
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 141-142.
779
Menurut MFI, transaksi option paling banyak dilakukan di pasar uang dan
merupakan transaksi yang jelas dilarang Islam. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Sila‘
al-Dawli>yah wa-D}awa>bit} al-Ta‘amul Fi>ha>", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/16-5.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
780
Fatwa MPS pada pertemuan ke-73 tanggal 20 Pebruari 2008. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 145.

197
memenuhi kriteria sebagai aset yang diterima syariah.781 Wa‘ad tidak
bisa dijadikan syarat untuk akad lainnya karena wa‘ad tidak bisa
dihargai dan diperdagangkan.782
Fatwa DSN mendasarkan fatwa jual beli mata uang pada Al-
Qur'an, hadis, ijmak, dan kaidah fikih. Al-Qur'an yang dirujuk adalah
surat al-Baqarah [2]: 275. Adapun hadis-hadis dalam fatwa s}arf adalah
riwayat al-Bayha>qi> tentang prinsip kerelaan dalam jual beli, empat
hadis riwayat Muslim seputar jual beli emas dan perak secara tunai
dan seharga, dan riwayat Tirmidhi> tentang kebolehan membuat s}ulh}.
Ijmak ulama tentang kebolehan akad s}arf juga menjadi dasar fatwa
DSN. Fatwa DSN tidak menggunakan pendapat ulama dan kaidah
fikih sebagai dasar hukumnya.783 Fatwa MPS mendasarkan kebolehan
transaksi spot, forward, swap, dan option pada fatwa DFPS Kuwait
nomor 171, keputusan MFI nomor 40 dan 41 dan keputusan Dewan
Syariah Majmu‘ah Dallah Barkah nomor 6/23 yang melarang
muwa>‘adah mulzimah, pendapat al-‘Asqalani> yang membolehkan jual
beli tangguh, keputusan AAOIFI yang melarang wa‘ad dihargai dan
diperdagangkan.784
Perbedaan fatwa DSN dan MPS dalam menyikap bentuk-bentuk
transaksi mata uang disebabkan adanya riba, gharar (ketidakpastian),
dan maysir (spekulasi). Bagi Schoon, tiga prinsip tersebut, memiliki
sejarah panjang dalam keuangan syariah, bahkan jika dirunut hingga
pemikir Yunani, seperti Aristoteles dan Plato.785 Bank syariah,
menurut Lewis, memiliki tantangan untuk mendiversifikasi produk
yang bebas dari bunga, gharar, dan maysir. Saat ini yang dilakukan
bank syariah dengan mengadopsi model jual dan beli barang untuk
tujuan pembiayaan. Model tersebut diterapkan dalam tiga bentuk;
pertama, pemisahan antara perjanjian jual-beli digunakan untuk

781
Fatwa MPS pada pertemuan ke-79 tanggal 29 Oktober 2008. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 147.
782
AAOIFI, al-Ma‘a>yir al-Shar‘i>yah, Ketetapan nomor 20, sebagaimana
dikutip fatwa MPS. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 147.
783
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 165-168.
784
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 138-147.
785
Natalie Schoon, "Islamic Finance-An Overview", European Business
Organization Law Review 9, (2008): 630.

198
pembiayaan kredit (utang) yang telah menyita ijtihad ulama; kedua,
model sewa (ija>rah); ketiga, sukuk (obligasi syariah).786 Penggunaan
wa‘ad pada kontrak option dan forward adalah upaya mengesahkan
jual beli.
Gharar yang menjadi isu keharaman option dan forward, juga
terjadi pada transaksi short selling. Menurut Dusuki dan Abozaid, isu
tersebut berpuncak pada tiga masalah; bay‘al-ma‘du>m, eligibilitas
stock sebagai basis kontrak utang, dan keuntungan dari kontrak utang.
Gharar dalam transaksi bay‘al-ma‘du>m terjadi karena kemungkinan
tidak bisa disampaikannya objek akad. Gharar tersebut dapat
menimbulkan perselisihan di kalangan pihak yang berakad.787 Namun
demikian, sepanjang isu tadi dapat diantisipasi dengan kemampuan
para peserta dan jaminan dari otoritas, maka gharar dapat dihindari
dan traksaksi dibenarkan. Stock sebagai jaminan harus diterima
syariah. Selama aset stock berasal dari yang halal, maka aset yang
halal tersebut dapat ditransaksikan.788
Sebagian ulama membenarkan adanya gharar sedikit dalam
transaksi. Menurut al-Saati, dengan metode istih}sa>n dan mas}lah}ah,
pemikir modern dapat menentukan syarat dan ketentuan transaksi
keuangan modern, seperti futures options and swaps untuk
menghilangkan tingkat gharar yang dapat diterima dan menghindari
perselisihan pihak yang berakad.789 Meskipun gharar dalam transaksi
option dan swap dapat teratasi, menurut Dusuki, kemungkinan riba
dalam transaksi tersebut dapat terjadi. Menurutnya harus ada bukti
kepemilikan pada stock sehingga dapat dijual. Fatwa MPS baru

786
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 14.
787
Abdul Rahim Al-Saati, "The Permissible Gharar (Risk) in Classical
Islamic Jurisprudence", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16,
No. 2, (2003): 3.
788
Asyraf Wajdi Dusuki and Abdelazeem Abozaid, "Fiqh Issues in Short
Selling as Implemented in the Islamic Capital Market inMalaysia", Jurnal Ekonomi
Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.21, No. 2, (2008): 78.
789
Abdul Rahim Al-Saati, "The Permissible Gharar (Risk)", 15.

199
memperhatikan pada isu bay‘al-ma‘du>m saja, belum pada isu riba.
Dusuki menyarankan perlunya MPS meninjau kembali fatwanya.790
Wa‘ad dijadikan sarana untuk membenarkan transaksi forward
dan option. Isu gharar, menurut fatwa DSN dan MPS, dapat teratasi
dengan penggunaan wa‘ad. Fatwa menekankan pada teratasinya
gharar, namun fatwa tidak memastikan transaksi mata uang secara
tangguh terbebas dari unsur riba.

F. Pengaturan Pendapatan dan Pelepasan Hak


1. Pendapatan Kontrak dengan Lembaga Konvensional
Lembaga keuangan syariah diharapkan menghindari kontrak
dengan lembaga konvensional untuk mengantisipasi bercampurnya
dana-dana halal dengan dana-dana haram. Dalam sistem ekonomi
ganda, dual banking system, upaya menghindari tersebut mengalami
kendala. Sebagian produk hanya dimiliki konvensional sedangkan
LKS memerlukan produk tersebut. Kontrak dengan lembaga
konvensional dapat berupa kontrak penjaminan, pembiayaan, dan
sebagainya.
MPS Malaysia mengesahkan prinsip syariah pada Danajamin
Nasional Berhad/DNB (resolusi 103), semacam lembaga penjamin
modal. Dalam fatwa MPS ditegaskan bahwa modal DNB yang
digunakan untuk menjamin sukuk dan obligasi konvensional tidak
perlu dipisahkan. Pemisahan tersebut dapat mengganggu fleksibilitas
dan kapasitas dalam mendukung pertumbuhan dan stabilitas pasar
modal. Pemisahan tersebut membatasi kemudahan dan efektifitas
DNB dalam mendukung sukuk dan obligasi. Dengan tidak
memisahkan modal tersebut, kemaslahatan untuk mewujudkan fungsi
DNB terjamin.791 Namun demikian, hasil yang didapat dari
penjaminan berupa fee harus dipisahkan antara yang didapat dari
penjaminan sukuk dan obligasi.792 Fatwa MPS juga mengatur

790
Asyraf Wajdi Dusuki and Abdelazeem Abozaid, "Fiqh Issues in Short
Selling", 78.
791
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 170.
792
Fatwa MPS pada pertemuan khusus ke-10 tanggal 9 April 2009. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 169.

200
pemisahan iuran yang dibayarkan perbankan syariah sebagai anggota
Lembaga Penjamin Simpanan Malaysia.793 Pemisahan tersebut
meliputi: pengelolaan, investasi, dan pemanfaatan iuran pada bidang
yang dibenarkan agama.794 Fatwa DSN menetapkan bahwa
pendapatan dari sumber non-halal harus dipisahkan dan diserahkan ke
lembaga sosial.795
Fatwa DFPS Kuwait membenarkan penjaminan tanpa bunga,796
tetapi DFPS Kuwait melarang transaksi dengan bank konvensional
dengan jaminan (kafa>lah) dari pihak tertentu. Pertimbangan larangan
tersebut untuk menghindari kesan mendukung praktik riba dan
menerapkan prinsip kehati-hatian (wara‘).797 Fatwa MPS nomor 15
membolehkan adanya jaminan kontrak salam/istis}na>‘ dari lembaga
keuangan konvensional (LKK). Kebolehan jaminan tersebut
mencontoh praktik Rasulullah yang melakukan akad jaminan (rahn)
dengan Yahudi.798 Jaminan dari bank konvensional senilai dengan
proyek yang disepakati dan tidak mengenakan bunga. Selain itu,
jaminan tersebut tidak bertujuan untuk dimiliki tetapi hanya untuk
keamanan semata. Objek jaminan adalah barang yang sah menurut
agama untuk dijadikan jaminan. 799
Fatwa DSN tidak secara eksplisit mengatur kontak jaminan
dengan LKK. Fatwa DSN menegaskan penjaminan syariah tidak
dibenarkan digunakan untuk menjamin transaksi dan objek yang tidak
sesuai syariah.800 Artinya, transaksi yang mengandung riba dan objek

793
Keputusan MPS pada pertemuan ke-26 tanggal 26 Juni 2002. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 176.
794
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 177.
795
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 95.
796
Fatwa DFPS nomor 206. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=368&BookID=506&PID=328, tanggal 9 Juni 2012.
797
Fatwa DFPS nomor 22 dan 204. http://moamlat.al-islam.com/Page. aspx?
pageid=529& TOCID=163&BookID=506&PID=160, tanggal 23 Maret 2012.
798
Fatwa DFPS nomor 261. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=431, tanggal 9 Juni 2012.
799
Ketentuan ini disepakati pada rapat khusus anggota MPS tanggal 13 April
2007. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 23.
800
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 235.

201
haram tidak boleh dijamin oleh LKS.
Fatwa DSN tidak mengatur secara rinci keharusan penjaminan
(mengasuransikan) pembiayaan yang diberikan LKS, sedangkan fatwa
MPS lebih tegas mengaturnya. Pembiayaan di LKS umumnya
melibatkan asuransi syariah untuk menjamin pembiayaan tersebut.
Fatwa DSN yang mengatur keharusan mengasuransikan pembiayaan
ditemukan pada fatwa rahn tasji>li>. Pada fatwa tersebut disebutkan
bahwa ra>hin bertanggung jawab untuk mengasuransikan marhu>n.801
Fatwa DSN tersebut tidak secara jelas menyebutkan jenis asuransi
yang dipilih. Fatwa MPS menegaskan bahwa pilihan asuransi untuk
pembiayaan syariah lebih diutamakan pada asuransi syariah karena
kesesuaian prinsip. Bagi pembiayaan syariah yang dalam paketnya
telah menyertakan asuransi maka asuransinya harus syariah tidak
boleh konvensional. Adapun pembiayaan syariah yang tidak
menyertakan paket asuransi, maka LKS menawarkan nasabah untuk
menggunakan asuransi syariah. Penggunaan asuransi konvensional
dapat dibenarkan karena sebab-sebab premi asuransi dibayar
sepenuhnya oleh nasabah, asuransi takaful tidak memiliki
perlindungan atau kompetensi dalam pembiayaan tersebut, dan karena
permohonan nasabah untuk asuransi syariah ditolak.802 Fatwa MPS
pada pertemuan ke-54 tanggal 27 Oktober 2005 juga menetapkan
kebolehan perusahaan asuransi syariah menawarkan produknya pada
pembiayaan konvensional. Penjaminan syariah terhadap pembiayaan
konvensional tersebut tidak bersifat paket sehingga asuransi terpisah
dari pembiayaan.803 Bila asuransi syariah termasuk paket pembiayaan,
seperti penggunaan asuransi syariah sebagai jaminan produk kartu
kredit konvensional, maka asuransi tersebut tidak dibenarkan.804

801
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 164.
802
Fatwa MPS pada pertemuan ke-41 tanggal 8 Maret 2004 dan pertemuan
ke-43 tanggal 29 April 2004. Fatwa ini didasarkan pada hadis Nabi "Apabila aku
perintahkan kamu dengan sesuatu maka turutinya semampu kamu dan apabila aku
melarang kamu akan sesuatu maka hindarilah". Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 68. Abu al-H}usayn Muslim ibn al-H}ujja>j al-Qushayri>, S}ah}i>h} Muslim, j.10.
(al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 1993), hadis no. 412.
803
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 70.
804
Fatwa MPS pada pertemuan ke-70 tanggal 12 September 2007

202
Penjaminan paket tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap riba.805
Fatwa DSN dan MPS mengatur berbeda berkaitan dengan
reasuransi. Fatwa DSN secara tegas menyebutkan bahwa asuransi
syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan
reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.806 Fatwa MPS
membolehkan asuransi syariah mereasuransi (outward retakaful)
kepada perusahaan asuransi konvensional jika tidak ada reasuransi
syariah baik di dalam ataupun luar negeri yang mampu menyerap
risiko yang ditawarkan.807 Dasar kebolehan kontrak tersebut karena
adanya kebutuhan (ha>jah) karena tidak ada perusahaan reasuransi
syariah yang kompeten. Ibn ‘Ashu>r, sebagaimana dirujuk MPS,
menyatakan bahwa h}a>jah atau h}a>ji>ya>t merujuk kepada perkara-perkara
yang diperlukan oleh sebuah komunitas untuk mencapai kemaslahatan
secara lebih baik. Jika perkara h}a>ji>ya>t ini tidak dipenuhi, maka fungsi
komunitas tidak akan gagal, namun tidak berjalan dengan baik.808
Namun sebaliknya, fatwa MPS secara tegas melarang asuransi syariah
menerima (inward retakaful) reasuransi dari asuransi konvensional.
Larangan tersebut didasari pertimbangan bahwa asuransi
konvensional dilarang secara agama dan mengandung unsur-unsur
subhat.809 Jika asuransi syariah menerima reasuransi konvensional
berarti ada pengakuan terhadap keabsahan asuransi konvensional dan
asuransi syariah terlibat dalam kegiatan kerja sama dengan yang
dilarang.810
Fatwa MPS mengesahkan kebolehan kerja sama asuransi syariah

memutuskan perlindungan takaful bagi kartu kredit konvensional tidak dibenarkan.


Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 71.
805
Firman Allah dalam surat al-Ma>idah menyebutkan, "Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran". (QS. Al-Ma'>idah [5]: 2)
806
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 130.
807
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 72.
808
Mus}tafá Ah}mad al-Zarqá, Sharh} al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah, (Dimashq: Da>r
al-Qalam, 1989), 209. Ibn ‘Ashu>r, "Maqa>sid al-Shari>‘ah al-Isla>mi>yah", sebagaimana
dilansir oleh MPS. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 73.
809
Ketetapan MFI nomor 110. Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/
qrarat/12-4.htm, tanggal 3 Juli 2011.
810
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 73.

203
dan asuransi konvensional untuk menjamin risiko secara bersama-
sama. Risiko yang dijamin adalah entitas yang sesuai dengan
syariah.811 Untuk menghindari kemungkinan terjadi hal yang dilarang
(subhat), perjanjian dibuat secara terpisah antara nasabah dengan
asuransi syariah dan nasabah dengan asuransi konvensional.
Pemisahan dilakukan untuk memisahkan elemen (distinguishing
element) yang halal dari yang haram.812 Upaya pemisahan dilakukan
pula dalam fatwa DSN yaitu ketentuan pemisahan dana-dana yang
disalurkan melalui lembaga keuangan konvensional untuk produk
syariah. Pemisahan tersebut dikenal dengan istilah tafri>q al-h}ala>l min
al-h}aram.813 Melalui pencatatan modern dengan teknologi informasi,
pemisahan tersebut dapat dilakukan. DFPS Kuwait menyarankan
untuk menghindari pendapatan dari sumber yang diragukan
kehalalannya, seperti menyewakan sesuatu kepada bank konvensional.
Fatwa DFPS Kuwait tersebut didasarkan atas prinsip kehati-hatian
untuk menghindari subhat dan antisipasi pada yang dilarang (sadd al-
dhari>‘ah).814
Pemisahan pendapatan nonhalal dalam fatwa MPS didasari
pertimbangan keputusan MFI yang melarang kontrak dengan
konvensional secara paket. Kerja sama paket tersebut sebagai bentuk
mendukung praktik konvensional yang diharamkan syariah. Firman
Allah dalam surat al-Ma>idah [5] ayat 2 melarang kerja sama dalam
perbuatan dosa dan permusuhan. Kerja sama dengan konvensional
dibenarkan karena kebutuhan dan tidak ada layanan syariah dalam hal
tersebut. Kaidah fikih menyebutkan kebutuhan dapat menempati

811
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 130. ‘Ali> Muh}yi> al-Di>n al-Qarhda>ghi>,
al-Ta'mi>n al-Isla>mi>, Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah (Beiru>t: Shirkah Da>r al-Basha>'ir al-
Isla>mi>yah, 2005), 443-444.
812
Keputusan fatwa MPS pada pertemuan ke-47 tanggal 14 Pebruari 2005.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 75.
813
Ma'ruf Amin, Era Baru Ekonomi Islam Indonesia, Dari Fikih ke Praktek
Ekonomi Islam, (Jakarta: eLSAS, 2011), 44-45.
814
Fatwa DFPS nomor 195 melarang KFH memberikan pembiayaan sewa
untuk pendirian gedung kantor bank konvensional untuk sadd al-dhari>‘ah. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=111&BookID=
506&PID =100, tanggal 23 Maret 2012.

204
darurat.815
Teori pemisahan uang halal dan haram, menurut Ma'ruf Amin,
menggunakan metode pemisahan (tafri>q al-h}ala>l min al-h}ara>m).816
Metode tersebut sebagai pengembangan dari prinsip fikih yang
mengutamakan yang haram dari yang halal (ghalab al-h}ara>m ‘an al-
h}ala>l).817 Dalam industri keuangan modern, pemisahan pendapatan
yang halal dan haram dapat dilakukan. Pemisahan dilakukan dari sisi
nilai nominalnya, sedangkan wujud uangnya dapat bercampur.
Fatwa DSN dan MPS membenarkan kerja sama LKS dengan
LKK karena pertimbangan kebutuhan. Kerja sama tersebut harus
menghindari riba. Jika LKS memperoleh pendapatan dari non-halal,
maka pendapatan itu harus digunakan untuk kegiatan sosial.

2. Inovasi Pendatapan
Pendapatan lembaga keuangan syariah berasal dari produk yang
dijualnya, baik dari produk berbasis bagi hasil, margin keuntungan,
ataupun upah (fee). Bentuk pendapatan tersebut berbeda dengan
konvensional yang bertumpu pada bunga. Bagi hasil didapatkan dari
kerjasama pemberian modal kepada nasabah. Margin keuntungan
didapat dari keuntungan dari modal yang dikeluarkan dalam produk
berbasis jual beli. Adapun upah (fee) didapat dari produk jasa yang
diberikan bank kepada nasabah.
Akad-akad yang digunakan dalam produk berbasis bagi hasil
adalah mud}a>rabah dan musha>rakah. Pendapatan berupa margin
didapat dari skema jual beli mura>bah}ah, salam, istis}na>‘, dan s}arf.
Upah diperolah dari kontrak ija>rah, waka>lah, h}awa>lah, kafa>lah, dan
ju‘a>lah. Selain akad-akad tersebut, ada beberapa akad yang digunakan
lembaga keuangan syariah (LKS) yang bersifat kebajikan dan tidak
berorientasi pada keuntungan. Akad qard}, hibah, wakaf, wadi>‘ah, dan
rahn termasuk dalam kategori akad kebajikan (tabarru‘).

815
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 73.
816
Ma'ruf Amin, Era Baru, 44-45.
817
Kaidah fikihnya mengatakan "idha> ijtama‘a al-h}ala>l wa al-h}ara>m ghalab
al-h}ara>m al-h}ala>l", jika halal dan haram berkumpul maka haram mengalahkan yang
halal. ‘Ali> Ah}mad al-Nadwi>, al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah, Mafhu>muha> Nash'atuha>
Tat}awwuruha> Dira>sah Muallafa>tiha> Adillatuha> Muhimmatuha> Tat}bi>qa>tuha>,
(Dimashq: Da>r al-Qalam, 1994), 309.

205
Selain pendapatan dalam tiga bentuk tersebut, LKS mengadopsi
bentuk pendapatan lain yang dikenal di lembaga keuangan
konvensional, seperti ganti rugi (ta‘wi>d}), denda (gharamah), dan
bonus. Ganti rugi dan denda biasanya dibebankan kepada nasabah
yang cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya, seperti telat
membayar utang. Bonus terbagi dalam dua kategori, bonus yang
diterima LKS atau bonus yang diberikan LKS kepada nasabah. Bonus
yang diberikan kepada nasabah termasuk pengeluaran LKS.
Sistem bagi hasil yang disahkan fatwa DSN dan MPS terdiri
dari dua model, net revenue sharing dan profit sharing.818 Net revenue
sharing (bagi hasil) adalah pembagian hasil usaha yang dihitung dari
pendapatan dikurangi modal (ra's al-ma>l). Adapun profit sharing (bagi
untung) adalah bentuk pembagian hasil usaha yang dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi modal dan biaya-biaya.819 Termasuk
dalam pendapatan adalah pendapatan yang belum diterima dalam
bentuk piutang.820 Para pihak dapat memilih sistem pembagian
keuntungan dengan prinsip revenue atau profit.821 Sistem bagi hasil
(net revenue sharing), dalam fatwa DSN, dianggap lebih baik
(maslahah) untuk mendukung kompetisi dan menarik investasi.822
Biaya operasional mud}a>rabah ditanggung oleh mud}a>rib dan
biaya-biaya tidak langsung tidak boleh dibebankan pada dana
mud}a>rabah.823 Imam Sha>fi‘i> melarang penetapan biaya-biaya tidak

818
Fatwa MPS Malaysia pada pertemuan ke-16 tanggal 11 November 2000.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 190.
819
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 83. Fatwa DFPS nomor 495
membolehkan pembagian keuntungan berdasarkan prinsip revenue sharing. Pada
fatwa nomor 408 dijelaskan kemungkinan penggunaan prinsi profit sharing dalam
pembagian keuntungan mud}a>rabah. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=176 dan PID=198,
tanggal 9 Juni 2012.
820
Resolusi MPS nomor 120 yang disahkan pada pertemuan ke-16 tanggal 11
November 2000. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 191-192.
821
Taqi Usmani berpendapat bahwa dalam kontrak musha>rakah, para pihak
dalam kontrak dapat memilih pembagian keuntungan dengan prinsip revenue
(berdasarkan untung kasar) atau profit (untung bersih). Muhammad Taqi Usmani,
An Introduction to Islamic Finance, (Idara Isha'at-e-Diniyat, 1999), 66.
822
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 86.
823
Biaya tidak langsung meliputi belanja overhed, gaji pekerja, penyusutan

206
langsung tersebut dalam kontrak mud}a>rabah karena mud}a>rib telah
mendapatkan nisbah keuntungan yang telah disepakati. Abu H}ani>fah,
Ma>lik dan Zaydi>yah membolehkan mud}a>rib mendapatkan biaya untuk
perjalanan jauh (musa>fir) yang diambil dari keuntungan jika ada, atau
dia dapat mengambil dari modal sekadar untuk keperluan makan dan
minum serta pakaiannya.824
Bagi hasil dalam kontrak musha>rakah disesuaikan dengan porsi
modal masing-masing. Salah satu pihak dapat melakukan kerja lebih
dari pihak lain sehingga memiliki hak mendapatkan upah lebih.825
Penetapan persentase keuntungan dapat diubah sesuai kesepakatan.
Kesepakatan para pihak shirkah untuk memberikan keuntungan
kepada pihak lain jika melampaui target keuntungan tertentu juga
dibenarkan.826 Pendapat kalangan mazhab yang melarang salah satu
peserta mendapatkan porsi lebih dalam kerja dan keuntungan tidak
sesuai dengan kondisi sekarang. Kerja sama (shirkah) yang terbangun
saat ini dapat berupa perusahaan (shirkah i‘tiba>ri>yah), bukan
perorangan. Perusahaan dapat dikelola oleh peserta tersebut atau
melibatkan pihak-pihak lain.827
Pemerintah dan pemegang saham dapat memberi jaminan
(kafa>lah) untuk pencapaian keuntungan jumlah tertentu dalam kontrak
musha>rakah. Fatwa DFPS Kuwait nomor 394 membenarkan adanya
jaminan dari pemerintah untuk memberikan keuntungan 6%, jika
keuntungan nyata terjadi di bawah angka tersebut. Jika melampaui
angka tersebut, maka hasilnya menjadi hak peserta. Jaminan terhadap
hasil (harta) yang belum jelas dibenarkan sebagaimana firman Allah
dalam surat Yu>suf [12] ayat 72 yang menyebutkan adanya jaminan

aset, biaya pelunasan, biaya pengurusan surat, pemasaran dan teknologi informasi.
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 32, 30, 190.
824
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 3956-3957.
825
Fatwa DFPS (407). Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529&TOCID=368&BookID=506&PID=326, tanggal 9 Juni 2012.
826
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 53. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 40. Fatwa DFPS nomor 5. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&BookID=506& TOCID=438, tanggal 9 Juni 2012.
827
Fatwa DFPS (33). Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529&TOCID=445&BookID=506&PID=378, tanggal 9 Juni 2012.

207
dari raja untuk memberikan hadiah kepada siapapun yang menemukan
piala raja yang hilang. Praktik tersebut didasarkan pada akad ju‘a>lah,
yaitu akad pemberian hadiah untuk keberhasilan suatu kegiatan
tertentu. Para ulama membolehkan akad ju‘a>lah meskipun terhadap
harta yang belum jelas.828
Menurut Siddiqui, sistem bagi hasil merupakan sistem original
dan pilar utama bank syariah yang membedakannya dengan bank
konvensional. Perbedaan bank syariah dan konvensional saat ini
tampak sedikit karena sistem bagi hasil tidak banyak diterapkan untuk
pembiayaan konsumen, perdagangan, dan pembiayaan pemerintah.829
Bank syariah masih banyak menjual produk pembiayaan berbasis
utang.830 Bagi Siddiqui, bank syariah malah enjoy dan tergantung
pada mura>bah}ah dan variannya.831 Bank memodifikasi kontrak jual
beli barang biasa menjadi pembiayaan dengan sistem kredit. Upaya ini
merubah lenskap kontrak syariah dari dua hal; pertama, risiko barang
ditanggung penjual sedangkan risiko utang ditanggung bank. Hal ini
sama persis seperti yang terjadi pada konvensional. Kedua,
keuntungan bank diperolah dari charge perbedaan harga tunai dan
kredit.832
Bank syariah dan pemerintah negara muslim tidak serius dalam
mempromosikan model bagi hasil.833 Lewis membuktikan
ketidakseriusan tersebut dengan data pembiayaan musha>rakah dan
mud}a>rabah di bank syariah yang masih rendah. Menurut data Algaoud
and Lewis, pada 2001 dua akad tersebut hanya 2% digunakan di
Pakistan, 11% di Arab (Gulf), 13% di Asia Selatan, dan kurang 1% di
Asia Tenggara. Dua model tersebut diperkirakan lebih dominan di
Iran dan Sudan. Sebagian negara Afrika telah mempraktikkan
musha>rakah mutana>qis}ah untuk pembiayaan pertanian dan Barat

828
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=438&BookID=506&PID=363, tanggal 9 Juni 2012.
829
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 9.
830
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 29.
831
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 50-51.
832
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 9.
833
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 29.

208
untuk pembiayaan perumahan.834
Pendapatan dalam bentuk upah, menurut fatwa DSN harus
ditetapkan dalam bentuk nominal, bukan persentase. Ketentuan upah
tersebut berlaku pada akad ija>rah barang atau jasa. Meski demikian,
fatwa DSN dan MPS mengakui fleksibilitas besaran upah (flexibility)
untuk disesuaikan dengan ukuran waktu, tempat, dan jarak. Perubahan
ujrah (review ujrah) dapat dilakukan dengan syarat terjadi perubahan
periode ija>rah, muncul indikasi kerugian salah satu pihak jika tidak
dilakukan perubahan, dan disepakati dua belah pihak.835 Perubahan
ujrah tidak dapat dilakukan untuk periode ija>rah yang telah
disepakati. Perubahan dapat dilakukan untuk periode tertentu apabila
disetujui dalam akad.836 Menurut MPS kedua belah pihak
menyepakati sebab-sebab yang dapat dijadikan dasar perubahan upah
yang dituangkan dalam akad untuk menghindari ketidakpastian
(gharar).837
Pengaturan upah paling detil ditemukan pada fatwa kartu
syariah. Pendapatan bank syariah dalam pengelolaan kartu didapat
dari sumber-sumber: membership fee (rusum al-‘ud}wiyah) berupa
iuran keanggotaan, perpanjangan keanggotaan; merchant fee yang
diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan sebagai
upah/imbalan (ujrah samsarah),838 pemasaran (taswi>q) dan penagihan

834
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 13-15.
835
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 35.
836
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 35.
837
Keputusan fatwa Malaysia didasarkan pada keputusan AAOIFI terkait
dengan IMBT. MPS pada pertemuan ke-33 tanggal 27 Maret 2003, pertemuan ke-35
tanggal 22 Mei 2003 dan pertemuan ke-38 tanggal 28 Agustus 2003 telah
menetapkan bolehnya biaya dalam kontrak ija>rah diubah berdasarkan persetujuan
awal. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 9-10.
838
Ujrah samsarah diberikan berdasarkan prinsip ju‘a>lah. Samsarah adalah
peran penghubung antara penjual dan pembeli, dalam hal ini antara nasabah dan
merchant. Upah harus disepakati antara nasabah dan bank syariah. Fatwa Komisi
Fatwa Yordania nomor 550 tanggal 16 Maret 2010 dan nomor 879 tanggal 25 Juli
2010 dengan judul "h}ukm al-samsarah wa shuru>t} jawa>ziha", dan fatwa nomor 239
tanggal 30 Maret 2009 dengan judul "h}ukm al-samsarah" diunduh dari
http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/ fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember 2010.
Lihat juga fatwa Dewan Fatwa Suria nomor 1310 tanggal 21 Oktober 2008 yang
diunduh tanggal 27 Oktober 2011 dari http://www.eftaa-aleppo.com/fatwa/index.

209
(tah}si>l al-dayn); fee penarikan uang tunai berupa penggunaan fasilitas
penarikan uang tunai (rusu>m s}a>hi} b al-nuqu>d);839 fee penjaminan bank
(jasa kafa>lah);840 denda keterlambatan (late charge) pembayaran
tagihan dan melampaui pagu (overlimit charge);841 dan biaya
pengurusan dan administrasi berkaitan dengan qard} penangguhan
utang.842 Pendapatan dari denda dianggap sebagai dana sosial dan
disalurkan untuk kegiatan sosial.843 Semua upah di atas harus
didasarkan pada imbalan atas pelayanan yang nyata dan manfaat yang
diberikan. Semua jenis riba dalam bentuk apapun harus dihindari.844
Penggunaan kartu untuk pembelian barang haram akan menimbulkan

php?module=fatwa&id=1310. Fatwa nomor 197 DFPS. Diunduh dari http://


moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=111&BookID=506&PID=
125, tanggal 23 Maret 2012.
839
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, fatwa 42. Fatwa Syria membolehkan
penggunaan kartu debit Visa selama penggunaan kartu tersebut tidak menerapkan
bunga. Dalam hal pembelian barang dengan kartu Visa misalnya, dibayarkan
langsung dari rekening nasabah dengan menkredit rekening nasabah ke rekening
perusahaan. Lihat fatwa Suria nomor 578 tanggal 31 Januari 2008. Sumber dari
http://www.eftaa-aleppo.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=578, diunduh
tanggal 27 Oktober 2011.
840
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 18. Fatwa Syria nomor 568 tanggal 29
Januari 2008 membolehkan penetapan biaya perawatan ( s}iya>nah) kartu yang
ditetapkan perbulan. Sumber http://www.eftaa-aleppo.com/index.jsp?inc=21&id=
432& name=, diunduh 27 Oktober 2011.
841
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 303. Bandingkan dengan tulisan
Muh}ammad ibn Wali>d yang menyebut biaya kartu plastik dikelompok dalam dua
bagian; biaya yang dibebankan kepada bank (biaya keanggotaan) dan biaya yang
ditetapkan oleh bank (penerbit kartu). Biaya-biaya yang disebutkan dalam fatwa
DSN di atas termasuk dalam dua kategori tersebut. Muh}ammad ibn Wali>d ibn ‘Abd
al-Lat}i>f al-Suwayda>n, al-Taklifah al-Fi‘li>yah fi> al-Mas}a>rif al-Isla>mi>yah, al-Asba>b
wa-al-D}awa>bit}, (Yordania: Da>r al-Nafa>'is, 2011), 222-225.
842
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 150.
843
Sesuatu yang diharamkan untuk dikerjakan, diharamkan pula untuk
dimanfaatkan. Akad ija>rah disyaratkan memenuhi objek yang halal. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi yang menegaskan: "Sesungguhnya jika Allah
mengharamkan sesuatu maka haram pula harganya". Lihat Da>r al-Ifta>' al-Mis}ri>yah,
"Fata>wá Da>r al-Ifta>' al-Mis}ri>yah", fatwa nomor 445. ‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.),
Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 198.
844
‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d al-Ba‘li>, Bita>qa>t al-I'tima>n al-Mas}rafi>yah, al-
Tas}wi>r al-Fanni> wa-al-Takhri>j al-Fiqhi>, Dira>sah Tah}li>li>yah Muqa>ranah, (al-Qa>hirah:
Maktabah Wahbah, 2004), 54-55.

210
fee dari sumber yang haram. Pengenaan upah yang berbeda karena
perbedaan jenis kartu dibenarkan. Upah tidak dibenarkan dikaitkan
dengan pinjaman (qard}), penangguhan utang, dan pertukaran tunai
dengan tunai dengan nilai yang berbeda.845
LKS tidak dibenarkan menetapkan upah untuk perlindungan
(asuransi) pemegang kartu kredit. Asuransi tersebut dimaksudkan
untuk menjamin risiko gagal bayar atas manfaat kartu kredit yang
digunakan karena meninggal atau kecelakaan. Pengenaan upah
tersebut menimbulkan ketikdajelasan status upah yang diberikan
(shubhah). Peserta dalam transaksi tersebut tidak pernah melakukan
kontrak langsung dengan perusahaan asuransi. Upah yang dibayarkan
sebagai tukaran atas manfaat risiko yang terjadi adalah bentuk
pertukaran tunai dengan tunai yang mengakibatkan riba.846 Asuransi
dibenarkan apabila diberikan secara cuma-cuma oleh LKS.847
Pendapatan dalam bentuk margin diatur dalam fatwa DSN
berkaitan dengan mura>bah}ah. Harga dalam mura>bah}ah adalah harga
beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan
kesepakatan.848 Penetapan harga mura>bah}ah dapat dilakukan dengan
menyebutkan harga penjualan secara total atau harga perolehan
ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan serta keuntungan yang
diminta.849 Pada fatwa nomor 230, DFPS Kuwait menetapkan biaya
yang berkaitan langsung dengan pengurusan jual beli termasuk

845
Keputusan MPS pada pertemuan ke-77 tanggal 3 Juli 2008 dan pertemuan
ke-78 tanggal 30 Juli 2008 membolehkan kartu kredit dengan akad ujrah. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 150. Fatwa DFPS nomor 280 melarang
pembayaran qard} dikaitkan dengan harga penjualan suatu objek yang dibeli dari
uang pinjaman tersebut. Pelunasan pinjaman qard} sejumlah pinjaman tanpa
tambahan dan dikaitkan dengan hal lain. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=445&BookID=506&PID=398, tanggal
9 Juni 2012.
846
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 152.
847
Fatwa MPS pada pertemuan ke-77 tanggal 3 Juli 2008 memutuskan bahwa
pemberian perlindungan asuransi kerugian diri untuk pemegang kartu kredit syariah
dengan dikenakan ujrah tidak dibenarkan. Asuransi dapat diberikan dalam bentuk
hibah tanpa upah apapun. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 151.
848
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 90.
849
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=163&BookID=506&PID=206, tanggal 9 Juni 2012.

211
sebagai harga perolehan. Biaya lain seperti gaji pegawai, pencatatan,
dan audit termasuk dalam keuntungan.850 Dalam hal objek mura>bah}ah
mendapatkan diskon sebelum akad, diskon tersebut menjadi hak
nasabah dan dikurangkan dari harga objek mura>bah}ah.851 Ketika akad
mura>bah}ah sudah disepakati, hak diskon menurut fatwa DFPS Kuwait
tetap menjadi hak nasabah, sedangkan menurut fatwa DSN diserahkan
kepada kedua pihak untuk mengaturnya. Argumentasi DFPS Kuwait
didasarkan pada status akad mura>bah}ah sebagai jual beli amanah
sehingga diskon tersebut harus diberikan kepada pemberi amanah,
yaitu nasabah.852
Pendapatan dalam bentuk marjin dan upah mendominasi dalam
neraca pendapatan bank syariah. Dusuqi, sebagaimana dikutip Lewis,
mencatat model jual beli dan pembiayaan berbasis utang lebih
dominan dari kontrak bagi hasil. Data tahun 2007 menunjukkan
kontrak utang sebanyak 86% di Timur Tengah dan Afrika Utara, 70%
Asia Timur, 92% Asia Selatan, dan 56% di Afrika Sub-Sahara.853
Dominasi pembiayaan mura>bah}ah memunculkan kesan negatif
terhadap bank syariah. Pembiayaan mura>bah}ah terkesan tidak beda
dengan kredit di perbankan konvensional. Kedua model pembiayaan
tersebut sama-sama menetapkan kelebihan (keuntungan) dari jumlah
pembiayaan yang dikeluarkan.854 Perbedaan keduanya terletak pada

850
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=163&BookID= 506& PID=211, tanggal 9 Juni 2012.
851
Fatwa DFPS nomor 76 dan 102. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx? pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=222, tanggal 9 Juni
2012. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 90-91.
852
Fatwa DFPS nomor 105. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=222, tanggal 9 Juni
2012. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 91.
853
Mervyn K. Lewis, "In what ways does Islamic banking differ", 13-15.
854
Sebagai ilustrasi, pembiayaan pembelian mobil seharga 100 juta. Melalui
bank syariah, mobil itu dijual dengan harga 100 juta ditambah marjin keuntungan
sebesar 10 juta sehingga harganya menjadi 110 juta. Sementara di bank
konvensional nasabah akan mendapatkan pembiayaan mobil seharga 100 juta
ditambah dengan bunga 10% sehingga nasabah harus mengembalikan ke bank
sebesar 110 juta rupiah. Dari dua model pembiayaan ini tampak tidak ada perbedaan
antara pembiayaan murâbahah di bank syariah dengan kredit di perbankan
konvensional.

212
objek pembiayaan. Di bank syariah, nasabah akan membeli mobil dari
bank, sementara di bank konvensional, nasabah akan mendapatkan
uang untuk membeli mobil. Di bank syariah nasabah mendapat mobil,
sedangkan di bank konvensional nasabah mendapat uang.
Besarnya porsi pembiayaan berbasis utang, menurut Saeed,
memperlihatkan praktik bank syariah tidak sesuai lagi dengan cita-
cita pendiriannya. Sistem bagi hasil dan kemitraan melalui skema
mud}a>rabah dan musha>rakah yang menjadi gagasan awal dari bank
syariah ternyata diabaikan. Dua skema inilah yang sejatinya dapat
menggerakkan sektor riil dan membuka lapangan pekerjaan karena
sistem tersebut meniscayakan adanya kerja-kerja sebagai faktor
produksi yang paling penting.855 Kerja dan produksi merupakan inti
dari berjalannya sistem ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan.
Perbankan melihat risiko pada dua model kegiatan usaha tersebut
lebih besar sehingga perbankan syariah menjauhinya. Perbankan
syariah justru memilih model pembiayaan yang relatif tidak ada
risikonya yaitu dengan skema mura>bah}ah (jual beli).856
DSN dan MPS memiliki kesamaan dalam mengatur pendapatan
dari denda (gharamah) dan ganti rugi (ta‘wi>d}). Denda dikenakan
kepada pihak yang terlambat membayar utang sesuai jadwal yang
ditetapkan tanpa mempertimbangkan kerugian yang terjadi. Ganti
rugi dikenakan atas nasabah yang melakukan wanprestasi sehingga
menimbulkan kerugian. Denda dan ganti rugi digunakan dalam kasus-
kasus pembiayaan yang mengandung utang-piutang.
Fatwa DSN dan MPS mendasarkan keabsahan ganti rugi dan
denda pada hadis Nabi riwayat al-Bukha>ri> yang menyatakan bahwa
menunda-nunda pembayaran bagi orang mampu termasuk perbuatan
aniaya (z}a>lim),857 riwayat Ibn Ma>jah yang menyebutkan perintah Nabi
untuk menghindari mudarat baik untuk diri sendiri atau orang lain,

855
Yusuf al-Qaradhawi, Dawr al-Qiyam wa-al-Akhla>q fi> al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>,
(al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah, 1980), 146-dst.
856
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: A Studi of Riba, terj.
(Jakarta: Paramadina, 2004), cet.ke-1
857
“Daripada Abi Hurairah bahawa Rasulullah SAW telah bersabda:
Kemungkiran orang yang kaya (dalam membayar hutang) adalah satu kezaliman.
Al-Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.2, 175.

213
dan kaidah fikih menegaskan bahwa kemudaratan, dari manapun
sumbernya, harus dihindari.858 Ibn Quda>mah berpendapat orang yang
berutang dapat dilarang bepergian untuk menghindari kemungkinan
buruk terjadi sehingga dia tidak mampu membayar utang.859 Al-
Zuh}ayli> seperti dirujuk DSN membenarkan pengenaan ganti rugi
karena adanya keterlambatan pembayaran.860 Selain itu, fatwa DSN
juga menyandarkan pada surat al-Ma>'idah [5]: 1, al-Isra>' [17]: 34, dan
al-Baqarah [2]: 194, 279-280, hadis Nabi riwayat Tirmidhi> seputar
kebolehan membuat syarat dan dua riwayat Ibn Ma>jah tentang
kehalalan darah orang yang menunda pembayaran dan menghindari
kemudaratan, dan kaidah fikih hukum asal muamalah. Pendapat fikih
yang dirujuk DSN adalah Ibn Quda>mah, al-Zuhayli>, Mah}mu>d al-Ba‘li>,
dan ‘Is}am Anas al-Zaftawi>.861 Selain merujuk pada hadis dan kaidah
fikih, fatwa MPS menggunakan qiya>s dalam menetapkan kebolehan
ganti rugi dengan hukum harta yang di-ghas}b, dan mendasarkan pada
pendapat kalangan Syafi'iyah, seperti ditulis al-Shi>razi>, dan Hanabilah
yang berpendapat harta yang di-ghas}b harus diganti rugi. Fatwa
Dewan Syariah Majmu‘ah Dallah Barkah yang membolehkan ganti
rugi karena telat membayar juga dirujuk MPS.862
Ketentuan denda dan ganti rugi ditemukan dalam berbagai fatwa
DSN, di antaranya pada fatwa pembiayaan mud}a>rabah, kartu syariah,
sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, dan
fatwa ganti rugi. Fatwa MPS dalam resolusi nomor 81 mengatur ganti
rugi dan denda dalam pembiayaan syariah, resolusi nomor 82 tentang
ganti rugi pada nasabah yang melunasi utang lebih awal, dan resolusi
nomor 83 tentang prinsip charge lewat waktu. MFI membolehkan
ta‘wi>d} dan melarang denda.863

858
Al-Suyu>t}i>, Al-Ashbah wa al-Naza>'ir, (Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1403H),
83-84. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 97-98. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 130-131.
859
Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.4, 342.
860
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 317.
861
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 97-98, 313-320.
862
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 130-131.
863
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Shart} al-Jaza>i>", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.

214
Ganti rugi umumnya diterapkan pada kontrak mura>bah}ah, ija>rah,
salam, istis}na>‘, dan qard}.864 DSN membolehkan ganti rugi pada
musha>rakah dan mud}a>rabah akibat keuntungan yang tidak dibayarkan
kepada s}a>hi} b al-ma>l atau mitra.865 Pengelola (mud}a>rib) juga dapat
minta ganti rugi jika bank syariah tidak melaksanakan kewajiban atau
melakukan pelanggaran. Ganti rugi tersebut sebagai akibat kesalahan
sengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.866 DFPS Kuwait
melarang denda akad musha>rakah dan piutang lainnya karena
keterlambatan para pihak membayar utang. Ganti rugi tersebut
termasuk riba yang dilarang.867
Ganti rugi, menurut DSN, MPS dan MFI, harus didasarkan pada
kerugian yang terjadi dalam proses penagihan utang. Besarnya ganti
rugi sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami
(fixed cost), bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential
loss) karena adanya peluang yang hilang (al-furs}ah al-d}a>i‘ah). Al-
Zuh}ayli> menyatakan bahwa hilangnya keuntungan dan terjadinya
kerugian yang belum pasti di masa akan datang atau kerugian
immateriil, menurut ketentuan hukum fikih tidak dapat diganti rugi.
Obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkrit.868 MPS dan MFI
menetapkan kebolehan penetapan ganti rugi oleh pihak ketiga,
otoritas moneter seperti Bank Negara Malaysia.869 Fatwa MPS

864
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 316. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 130.
865
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 316.
866
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 13, 19, 43-46.
867
Ganti rugi sebagai tambahan utang termasuk riba al-nasi>ah. Fatwa DFPS
nomor 207. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=445&BookID=506&PID =379, tanggal 9 Juni 2012.
868
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 312-313, 316. Majma‘ al-Fiqh al-
Isla>mi>, "al-Shart} al-Jaza>i>", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-
3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
869
Dalam hal jaminan sukuk dan obligasi konvensional yang dilakukan oleh
Danajamin Nasional Berhard (DNB), fatwa MPS pada pertemuan khusus ke-10
tanggal 9 April 2009 dan pertemuan ke-95 tanggal 28 Januari 2010 memutuskan;
ganti rugi atas keterlambatan penerbit sukuk dalam pembayaran dibolehkan. Ganti
rugi tersebut tidak boleh dikompoun ( non-compounding), ganti rugi dapat dianggap
sebagai pendapatan. Penetapan ganti rugi dilakuakn oleh pihak ketiga yaitu Bank
Negara Malaysia. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 172. Majma‘ al-Fiqh al-

215
memasukkan peluang yang hilang sebagai kerugian yang di-qiya>s-kan
dengan harta yang dirampas secara tidak sah (ghas}b) pada konteks
gharamah.870 Keterlambatan membayar dan ghas}b memiliki ‘illah
hukum yang sama yaitu terhalanginya penggunaan harta. Syafi'iyah
berpendapat bahwa harta yang di-ghas}b harus diganti rugi.871 MFI
melarang pengenaan ganti rugi dan denda akibat keterlambatan
pembayaran. Denda tersebut termasuk riba jahiliyah.872 Ganti rugi
tidak bisa dikenakan kepada nasabah yang melunasi utangnya lebih
awal.873 Ganti rugi tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah yang
mendorong pelunasan utang dengan segera. Ganti rugi juga tidak bisa
diterapkan pada pihak yang telat membayar.874
Ganti rugi menurut DSN dan MPS dapat dikategorikan sebagai
pendapatan LKS.875 Denda yang dibebankan kepada nasabah yang
terlambat membayar utang tidak boleh dimasukkan sebagai
pendapatan perusahaan. Denda keterlambatan (late charge)
pembayaran tagihan atau melampaui pagu (overlimit charge) dalam
kartu syariah dan denda terhadap nasabah mampu yang menunda-
nunda pembayara merupakan ta‘zi>r (hukuman) agar pelaku tidak
mengulangi hal yang sama.876 Denda tersebut dikategorikan sebagai
dana sosial yang disalurkan untuk kegiatan umat.877 Fatwa DSN dan

Isla>mi>, "al-Shart} al-Jaza>i>", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-


3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
870
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 129.
871
Al-Shi>ra>zi>, al-Muhadhdhab, j.3, 412.
872
Keputusan nomor 8 yang diambil pada pertemuan ke-11 di Mekah, tanggal
13 Rajab 1409/19 Pebruari 1988. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=445&BookID=506&PID=388, tanggal 9 Juni
2012.
873
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 132.
874
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 173.
875
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 130. DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.1, 317.
876
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 303. Fatwa DFPS nomor 527. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=445&
BookID=506 &PID=388, tanggal 9 Juni 2012.
877
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 95. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 130.

216
MPS sepakat atas ketentuan pemanfaatan pendapatan gharamah
tersebut.
Fatwa MPS Malaysia menetapkan bolehnya ganti rugi dan
denda keterlambatan pembayaran utang yang ditetapkan pengadilan.
Jumlah denda yang umumnya ditetapkan pengadilan adalah 8% setiap
tahunnya.878 Ganti rugi yang bisa diambil oleh LKS sejumlah kerugian
yang nyata dialami. Ganti rugi yang melebihi pokok utang tidak boleh
diambil. Sisa ganti rugi diserahkan ke lembaga sosial.879
Keterlambatan membayar mengakibatkan kemudaratan bagi
pemberi biaya dan menunjukkan itikad tidak baik dari penerima
biaya.880 Ibn Quda>mah berpendapat orang yang memberi piutang
dapat melarang penerima utang (debitur) bepergian manakala debitur
tersebut tidak dapat melunasi utangnya pada saat jatuh tempo karena
berada di luar daerah. Kemudaratan tersebut, menurutnya, dapat
diatasi dengan adanya jaminan (d}ama>n) atau gadai (rahn).881 Penjual
dapat meminta jaminan dalam bentuk gadai kepada pembeli sebagai
jaminan pelunasan utang.882
Fatwa DSN dan MPS membolehkan ganti rugi dan denda karena
pihak yang berpiutang terzalimi. Ia yang seharusnya dapat
memanfaatkan hartanya terpaksa menundanya karena keterlambatan
pembayaran utang.

3. Pelepasan Hak

878
Fatwa MPS pada pertemuan ke ke-50 tanggal 26 Mei 2005 dan pertemuan
ke-61 tanggal 24 Agustus 2006. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 133. Di
beberapa perusahaan pembiayaan syariah di Indonesia menetapkan ganti rugi untuk
setiap keterlambatan sebesar 0,05%/perhari.
879
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 133-134.
880
Dalam hadis Nabi disebutkan, "Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu
kezaliman." Kaidah fikih merumuskan, "Kemudharatan hendaklah dihilangkan." Al-
Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-Bukha>ri>, j.2, 175. Al-Suyu>t}i>, al-Ashba>h wa al-Naz}a>ir, (Da>r al-
Kutub al-‘Ilmi>yah, 1403H), 83-84.
881
Ibn Quda>mah, al-Mughni>, j.4, 342.
882
Keputusan MFI. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=41, tanggal 23 Maret 2012.

217
Sistem bagi hasil rentan dengan fluktuasi pendapatan sehingga
berpengaruh pada tingkat kompetisi LKS. Kalangan industri
mendapatkan tantangan selain kompetisi dengan lembaga
konvensional, juga kemampuan menjaga nasabah dan investor agar
tetap loyal dengan LKS. Ada beberapa upaya yang dilakukan LKS,
seperti memberikan bonus kepada nasabah atau menambah bagi hasil
saat kondisi pendapatan menurun.
DSN belum memfatwakan jalan keluar kemungkinan tidak
stabilnya bagi hasil. DSN secara tidak eksplisit melarang mengaitkan
kontrak mud}a>rabah (mu‘allaq) dengan kejadian di masa datang yang
belum tentu terjadi. Untuk mengantisipasi ketidakstabilan nilai
keuntungan mud}a>rabah, fatwa MPS mengesahkan skema Profit
Equalisation Reserve (PER). Namun begitu, ketua DSN, Ma'ruf Amin,
pernah menyampaikan kemungkinan LKS menambah keuntungan
nasabah saat bagi hasil menurun.883 Sebagian bank syariah Indonesia
menawarkan tingkat bonus tertentu kepada nasabah.884 Pada resolusi
19 tentang upaya penyamaan keuntungan (PER), MPS mengesahkan
skema stabilisasi keuntungan (return). Pada dasarnya keuntungan
mud}a>rabah ditentukan oleh aktivitas, produktivitas, dan hasil yang
didapatkan dalam usaha sehingga kemungkinan naik turunnya sangat
besar.
Skema PER menekankan kesepakatan antara LKS dan nasabah
untuk menyisihkan keuntungannya ketika hasil investasi mud}a>rabah
meninggi. Fatwa DSN membuka peluang pengurangan nisbah
keuntungan nasabah dengan persetujuannya.885 Dana yang terkumpul
dari penyisihan tersebut dibagikan kepada LKS dan nasabah tatkala
pendapatan mud}a>rabah menurun dari return umum di pasar keuangan
sehingga pendapatan menjadi stabil. Konsep penyisihan tersebut
didasarkan pada asas kerelaan di antara LKS dan nasabah untuk
melepaskan sebagian haknya (muba>ra'ah)886 dan berdasar keadilan di

883
Wawancara KH. Ma'ruf Amin, tanggal 25 November 2012 di Jakarta.
884
Pengamatan penulis terhadap beberapa bank, di antaranya Bank
Muamalat, memberikat imbalan selain bagi hasil.
885
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 19.
886
Konsep ibra>' adalah membebaskan sesuatu hak dari tanggungan orang lain

218
antara keduanya karena saling mengurangi keuntungan dan berbagi.887
MPS mendasarkan konsep muba>ra'ah pada keputusan MFI.888
Selain skema PER, lembaga keuangan syariah memberikan
sebagian keuntungan LKS kepada nasabah untuk menghindari risiko
bisnis yang dialihkan (displaced commercial risk). Pengalihan
keuntungan LKS tersebut dibenarkan karena keuntungan adalah hak
LKS dan LKS dapat memanfaatkan keuntungan tersebut termasuk
memberikannya kepada nasabah. Upaya tersebut tidak merugikan
pihak lain, nasabah justru diuntungkan karena ada tambahan return
dari yang disepakati.889 MPS menolak bentuk weightage (penetapan
marjin keuntungan) atas keuntungan mud}a>rabah karena menimbulkan
ketidakjelasan (jaha>lah), merubah nisbah pembagian keuntungan yang
disepakati, dan mereduksi risiko pada long term bussines saja padahal
risiko terdapat pada semua jenis mud}a>rabah baik jangka panjang atau
pendek.890 Al-Ka>sa>ni> menegaskan batalnya syarat yang
mengakibatkan ketidakjelasan akad. Syarat dalam suatu akad yang
dapat mengakibatkan kejahilan keuntungan, maka syarat
menyebabkan akad fasid. Keuntungan ialah objek yang diakadkan dan
kejahilan terhadap objek akad akan menjadikan akad tersebut batal.
Dalam akad mud}a>rabah, objek yang diakadkan adalah keuntungan.
Ketika keuntungan mendapati ketidakjelasan (jaha>lah), maka akad
tersebut batal karena tidak memenuhi syarat kejelasan objek akad.891

seluruhnya atau sebagiannya. Ibra>' mencakup pembebasan utang dan kewajiban.


S}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah Lilmu>jiba>t wa al-‘Uqu>d fi> al-Shari>‘ah
al-Isla>mi>yah, (Beiru>t: Da>r al-‘Ilm Lilmala>yi>n, 1983), 558.
887
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 29-30. Ketetapan MFI nomor
123. Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/13-5.htm, diunduh pada
tanggal 3 Juli 2011.
888
Keputusan nomor 123 seperti dirujuk MPS. Bank Negara Malaysia,
Resolusi Syariah, 30.
889
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 34-34. Fatwa MPS tentang
pengalihan sebagian keuntungan LKS kepada nasabah dalam produk mud}a>rabah
disahkan pada pertemuannya yang ke ke-82 tanggal 17 Pebruari 2009.
890
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 33-34. Larangan ini didasarkan
pada fatwa MPS pada pertemuan ke-82 tanggal 17 Pebruari 2009.
891
Al-Ka>sa>ni>, Bada>'i‘ al-S}ana>'i‘ fi> Tarti>b al-Shara>'i‘, j.13, (Mis}r: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmi>yah, 1986), 250.

219
Fatwa MPS melarang pemberian hibah dalam kontrak
mud}a>rabah karena praktik tersebut menganulir prinsip mud}a>rabah
yang mengawal risiko untung dan rugi. Hibah tersebut seolah
menempatkan mud}a>rib telah memberikan jaminan keuntungan.892
Skema hibah dalam kontrak mud}a>rabah tersebut membenarkan tesis
Timur Kuran yang menyatakan bank syariah meskipun tidak
membenarkan praktik bunga, namun berbagai bentuk bunga tidak
langsung masih dipraktikkan. Masyarakat tidak serta merta
meminjam atau meminjamkan uangnya, tetapi mereka tetap
mengharapkan bunga dalam bentuknya yang lain.893 Tesis ini
berbanding lurus dengan hasil penelitian Kasri dan Kassim yang
menunjukkan pengaruh tingkat bunga terhadap preferensi masyarakat
menabung ke bank syariah. Hasil penelitiannya membuktikan, bunga
konvensional berpengaruh terhadap tingkat menabung di bank
syariah. Tingginya tingkat menabung di bank syariah berkorelasi
positif dengan tinggi rendahnya bunga. Risiko perpindahan nasabah
dari bank syariah ke konvensional terjadi seiring dengan menurunnya
tingkat return yang diberikan bank syariah dari bank konvensional.894
Meski bank syariah mengklaim menghindari riba, namun bagi
Siddiqui, umumnya pembiayaan bank syariah berbasis utang dan
adanya jaminan bank memberikan kestabilan profit bagi
nasabahnya.895
Pemberian keuntungan dalam bentuk hibah dilakukan juga oleh
LKS dalam bentuk pemberian bonus pada tabungan berbasis titipan
(wadi>‘ah ) dan potongan pelunasan bagi nasabah yang tertib dan

892
Pada kontrak tersebut LKS penerima biaya akan memberikan hibah
kepada LKS pemberi dana manakala hasil investasi sampai pada kadar tertentu
(kadar 'r') di mana kadar tersebut berada di bawah hasil investasi pasar. Akibatnya
return yang diberikan lebih rendah dari pasar. Untuk mengantisipasi rendahnya
pendapatan tersebut, hibah dijadikan sebagai solusinya agar keuntungan yang
diberikan kompetitif. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 117-118.
893
Timur Kuran, "The Economic System in Contemporary Islamic Thought:
Interpretation and Assessment", International Journal of Middle East Studies, Vol.
18, No. 2 (May, 1986): 158-159.
894
Penelitian dilakukan pada tingkat suku bunga dan nasabah di bank syariah
dari tahun 2000-2007. Rahmatina A. Kasri and Salina Hj. Kassim, "Empirical
Determinants of Saving in The Islamic Banks: Evidence From Indonesia", Jurnal
Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.22, No. 2, (2009): 3.
895
Shamim Ahmad Siddiqui, "Establising the Need and Suggesting", 29.

220
teratur dalam membayar utang. Pemberian bonus dan potongan
dilandasi pertimbangan bisnis untuk menjaga loyalitas nasabah.
Fatwa DSN membenarkan pemberian hibah pada akad wadi>‘ah
dan qard} selama tidak diperjanjikan.896 Menurut al-Sibha>ni, hukum
wadi>‘ah telah bergeser menjadi qard} karena sejak awal dana yang
dititipkan ditujukan bukan sekedar dititip untuk dijaga tetapi
digunakan untuk investasi.897 Keputusan MFI juga menegaskan bahwa
dana wadi>‘ah di bank syariah berlaku hukum qard}.898 Hukum memberi
hibah kepada pemberi pinjaman, menurut Ibn ‘A<bidi>n, sama seperti
hukum pinjaman yang melibatkan manfaat, yaitu diharamkan jika
hibah tersebut disyaratkan dalam akad, tetapi dibenarkan jika hibah
tersebut tidak disyaratkan. Pemberian hibah bersyarat hukumnya
sama dengan penetapan manfaat dalam pinjaman sebagai riba yang
diharamkan.899 Pemberian hibah memang dianjurkan dalam Islam
sebagai bentuk kebajikan dan terima kasih. Kebajikan tersebut
didasarkan pada hadis Nabi yang mendorong berbuat baik dalam
membayar utang.900 Pemberian tersebut menurut fatwa MPS tidak
boleh dijadikan sebagai kebiasaan sehingga seolah menjadi tradisi
(‘urf) yang mengikat sebagaimana mengikatnya syarat.901 Syarat
hibah dalam qard} dan wadi>‘ah yad d}ama>nah tidak dibenarkan.902
Pemberian hibah dalam bentuk potongan pelunasan dibenarkan
oleh DSN dan MPS. Hibah diberikan kepada nasabah yang membayar

896
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 6, 13, 104.
897
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah al-
Isla>mi>yah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16, No. 1,
(2003): 9.
898
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Wada>i‘ al-Mas}rafi>yah", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
899
Ibn ‘A<bidi>n, H}a>shiyah Radd al-Mukhta>r ‘alá al-Durr al-Mukhta>r Sharh}
Tanwi>r al-Abs}a>r, j.7, (Da>r al-Fikr, 2000), 395. Hadis Nabi menyebutkan, "Dari 'A<li>
berkata, Rasulullah bersabda: Setiap pinjaman yang memberi manfaat (kepada
pemberi pinjaman) termasuk riba." Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Bulu>gh al-Mara>m, 176.
900
Hadis Nabi menyebutkan, "Rasulullah bersabda: Sebaik-baik dari kalian
adalah orang yang paling baik dalam membayar utang." Al-Bukha>ri>, S}ah}i>h} al-
Bukha>ri>, j.2, 146, hadis no. 2305.
901
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 120, 122.
902
Al-Jazi>ri>, al-Fiqh, j.2, 227.

221
cicilannya sesuai ketentuan yang disepakati. Hibah tersebut diberikan
secara sukarela oleh pihak pemberi pembiayaan.903 Nabi mendorong
umatnya saling memberi hadiah dan saling mengasihi.904
Fatwa DSN dan MPS memiliki perbedaan dalam menetapkan
potongan pelunasan dan potongan tagihan mura>bah}ah atau ibra>'.905
Fatwa DSN membolehkan LKS memberikan potongan tagihan atau
diskon cicilan kepada nasabah yang membayar utangnya secara tepat
waktu. DFPS Kuwait juga membolehkan potongan pelunasan dari
keuntungan yang diperoleh LKS bagi nasabah yang melunasi
utangnya sebelum jatuh tempo selama tidak disepakati baik lisan
ataupun tertulis, namun DFPS Kuwait menyarankan agar potongan
itu tidak diberikan pada kontrak yang sudah dilakukan tetapi
memberikan potongan di kontrak selanjutnya.906 DFPS Kuwait
beralasan bahwa hibah potongan pelunasan dapat menimbulkan
praktik bay‘atayn fi> bay‘ah dan riba.907 Jumlah potongan, menurut
DSN, diserahkan kepada LKS dan tidak boleh diperjanjikan dalam
akad.908 Sebelumnya MPS sependapat dengan hak LKS untuk
menentukan potongan utang, namun kemudian merevisinya.909 Pada

903
Fatwa MPS pada pertemuan ke-13 tanggal 10 April 2000. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 119.
904
Abu Bakar Ah}mad ibn al-H}usayn ibn ‘Ali> al-Bayha>qi>, Sunan al-Bayha>qi>.
j.6. (Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah, tt), 169, hadis no. 11726.
905
Ibra>' adalah seseorang menggugurkan hak tuntutannya ke atas tanggungan
(dhimmah) pihak lain yang perlu dilaksanakan terhadapnya. S}ubh}i> Mah}mas}a>ni>, al-
Naz}ari>yah al-‘A<mmah, 558.
906
Keputusan nomor 316. www.http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?
pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=258, diunduh tanggal 9 Juni 2012.
907
Fatwa DFPS nomor 315. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx? pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=410, tanggal 9 Juni 2012.
908
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 140, 342. Fatwa DFPS nomor 99
menyebutkan bahwa pemberian tersebut merupakan kehendak sepihak dari KFH.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=163&
BookID=506&PID=258, tanggal 9 Juni 2012.
909
Fatwa MPS pada pertemuan ke-13 tanggal 10 April 2000, pertemuan ke-
24 tanggal 24 April 2002 dan pertemuan ke-32 tanggal 27 Februari 2003
memutuskan pemberian ibra>' diserahkan kepada kehendak (budi baik) LKS dan jika
LKS berjanji untuk memberikan ibra>' kepada pelanggan, maka LKS terikat dan
harus melaksanakan janji tersebut. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 123.

222
resolusi nomor 78 yang disahkan oleh MPS pada pertemuan ke-101
tanggal 20 Mei 2010 ditegaskan bahwa Bank Negara Malaysia
sebagai pemegang otoritas keuangan dapat mewajibkan kepada LKS
memberikan ibra>' kepada nasabah yang melunaskan utangnya lebih
awal dari jadwal yang ditetapkan. Untuk mewujudkan kemaslahatan
dan menghindari perselisihan antara nasabah dan LKS, fatwa
menetapkan kewenangan BNM mengatur pemberian ibra>' tersebut
untuk dituangkan dalam kontrak. Potongan pelunasan yang dijanjikan
LKS bersifat mengikat.910
Fatwa DSN dan MPS mendasarkan kebolehan mengurangi utang
didasarkan pada hadis Nabi riwayat al-T}abra>ni> yang mendorong hal
tersebut.911 Ibn ‘A<bidi>n (w. 1252H), sebagaimana dirujuk MPS,
membenarkan adanya hak untuk memberikan potongan utang
mura>bah}ah untuk sisa cicilan sejak dilunasinya utang tersebut.912
Sebagian ulama membolehkan potongan pelunasan tersebut
berdasarkan konsep d}a‘ wa ta‘ajjal.913 DSN melandaskan potongan
utang pada Al-Qur'an, hadis, dan kaidah fikih. Nash Al-Qur'an yang
dirujuk DSN adalah surat al-Baqarah [2]: 275, al-Nisa>' [4]: 29, dan al-
Ma>'idah [5]: 1, 2. Hadis yang dirujuk adalah riwayat al-Bayha>qi>
seputar prinsip kerelaan, riwayat Muslim tentang pertolongan Allah
bagi hambanya yang suka menolong, riwayat al-T}abra>ni> tentang
konsep d}a‘ wa ta‘ajjal, dan riwayat al-Tirmidhi> tentang kebolehan
membuat syarat. Kaidah fikih yang dirujuk adalah hukum asal
muamalah.914 Fatwa MPS merujuk pendapat ulama, seperti Ibn Rushd,
Ibn al-Qayyim, Ibn ‘A<bidi>n, dan pendapat ulama kontemporer Abdul

910
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 123.
911
"Ibn ‘Abbas meriwayatkan bahwa Nabi Saw. ketika beliau memerintahkan
untuk mengusir Bani Nadhir, datanglah beberapa orang dari mereka seraya
mengatakan: “Wahai Nabi, sesungguhnya Engkau telah memerintahkan untuk
mengusir kami sementara kami mempunyai piutang pada orang-orang yang belum
jatuh tempo", Maka Rasulullah berkata: "Berilah keringanan dan tagihlah lebih
cepat". (HR. Al-Da>r al-Qut}ni>). ‘Ali> ibn ‘Umar al-Da>r al-Qut}ni>, Sunan al-Da>r al-
Qut}ni>, j.3, (Beiru>t: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmi>yah, 1417 H), 466.
912
Ibn ‘A<bidi>n, H}a>shiyah Radd Al-Mukhta>r, j.5, 160.
913
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 124.
914
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 141-143, 342-346.

223
Rahman Soleh Al-Atram, sebagai pertimbangan fatwa ibra>'.915
Tuntutan pasar dan pertimbangan kompetisi turut berpengaruh
terhadap fatwa keabsahan potongan pelunasan. Di konvensional,
utang yang dilunasi lebih awal akan dibayar pokok utang ditambah
denda, sedangkan utang mura>bah}ah yang dilunasi lebih awal harus
dilunasi keseluruhannya karena utang meliputi pokok dan pendapatan.
Keputusan MPS menetapkan BNM sebagai pihak yang
berotoritas menetapkan ibra>' berguna untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ibra>' yang menyebabkan
terjadinya hal yang dilarang, seperti riba. Potongan pelunasan
dianjurkan dalam Islam dan tidak sama dengan riba. Ibn Rushd
berpendapat potongan pelunasan (ibra>' atau d}a‘ wa ta‘ajjal) sangat
dianjurkan dalam Islam karena memberi kemudahan kepada orang
lain. Ibra' dan riba adalah istilah yang menunjukkan akibat yang tidak
sama.916 Sebagian ulama memasukkan ibra>' dalam IMBT sebagai
bagian dari riba dan penetapan syarat ibra>' dalam kontrak
menimbulkan ketidakjelasan (gharar) harga dan bay‘atayn fi> al-
bay‘ah.917 Menurut Ibn Rusd, ulama yang menyamakan ibra>' dengan
riba dianalogikan dengan status riba pada penambahan
pinjaman/utang karena penambahan waktu. Pengurangan utang karena
penyegeraan pelunasan yang berarti pengurangan waktu juga sama
denga riba. Beberapa riwayat dalam Sunan al-Bayha>qi> menyebutkan
sikap ‘Umar ibn al-Khat}t}a>b melarang ibra>'.918
Fatwa MPS mengesahkan kebolehan dua bentuk ibra>' (potongan
pelunasan) dalam satu perjanjian. LKS dapat memberikan potongan
karena pelunasan lebih awal (early settlement) dan potongan bulanan
untuk menyesuaikan keuntungan efektif dengan pasar.919 Potongan

915
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 124-126.
916
Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Rushd, Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat al-
Muqtas}id, j.2. (Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah), 144.
917
Pendapat ini dikemukan oleh Abdul Rahman Soleh Al-Atram dalam
bukunya al-Ibra>' fi> al-Tamwi>l al-Isla>mi>: Takyi>fan wa Tat}bi>qan", seperti dikutip oleh
MPS. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 125.
918
‘Umar ibn al-Khat}t}a>b melarang d}a‘ wa ta‘ajjal. Ibn Rushd, Bida>yat al-
Mujtahid, j.2, 144.; Al-Bayha>qi>, al-Sunan al-Kubra, j.6, 28, hadis no. 10924.
919
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 126.

224
bulanan dapat dilakukan karena hal-hal tertentu. Potongan bulanan
bisa didasarkan pada ibra>' muqayyad dan ibra>' mu‘allaq. Pada ibra>'
muqayyad, LKS akan memberikan potongan karena nasabah
melakukan hal-hal berkaitan pelunasan yang dimintakan LKS. Dalam
hal ibra>' mu‘allaq, LKS akan memberikan potongan jika nasabah telah
melakukan hal-hal yang ditetapkan LKS. Sebagian Hanafiyah
melarang ibra>' tersebut seandainya menjadi kebiasaan (muta‘a>rafan),
namun kalangan Malikiyah dan Hanabilah membolehkannya.920
Piutang merupakan hak LKS yang harus dilunasi oleh nasabah. LKS
berhak untuk memberikan potongan pelunasan karena kerelaannya.921
Pemberian potongan utang didasarkan pada prinsip kasih sayang.922
Fatwa inovasi pendapatan untuk antisipasi riba terkesan
berupaya mengislamkan produk konvensional. Menurut Mudzhar,
DSN tampak berupaya memberikan alternatif produk syariah dari
produk konvensional salah satunya dengan cara kombinasi akad.923
Umar Ibrahim Vadillo menilai perbankan syariah yang beroperasi saat
ini tidak sesuai dengan syariah. Vadillo yang merupakan pemimpin
gerakan Murabitun Internasional, berpendapat bank syariah adalah
kuda Troya yang disusupkan ke dalam negara Islam. Perbankan
syariah tidak saja bukan solusi bagi kebutuhan akan sistem
pengelolaan sumber daya finansial yang sesuai dengan syariah
melainkan pengkhianatan.924 Menjawab persoalan tersebut, Ma'ruf
Amin menegaskan bahwa sesuatu yang asli (original) dalam ekonomi
Islam belum tentu ada dan bisa diterapkan. Instrumen konvensional

920
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 127.
921
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 127.
922
Dalam H}a>shiyah Radd Al-Mukhta>r karya Ibn ‘A<bidi>n dijelaskan jika
seseorang membeli sesuatu dengan harga 10 secara tunai, dan menjualnya kepada
orang lain dengan harga 20 secara tangguh selama 10 bulan, kemudian melunasinya
dalam waktu lima bulan atau mati selepas waktu tersebut, maka penjual hanya
mengambil lima dan meninggalkan sisa limanya. Ibn ‘A<bidi>n, H}a>shiyah Radd Al-
Mukhta>r, j.29, 348-349.
923
M. Atho Mudzhar, "Fatwas on The Council of Indonesia Ulama on
Economic Issues: A Study of Legal Reasoning and Socio-Legal Impact", Makalah
dipresentasikan pada Konferensi Internasional tentang Fatwa, (24-26 Desember
2012): 13.
924
Tulisan Vadillo dalam kalimat terakhir bukunya, The End of Economics.

225
dapat digunakan dalam keuangan syariah setelah melalui proses
restrukturisasi dan penyesuaian dengan prinsip dan kaidah syariah.925
Senada dengan Vadillo, Zaim Saidi dan Imran N Hoesin926
menilai keberadaan perbankan Islam tidak sesuai dengan ketentuan
syariah Islam. Menurut Saidi, perbankan dengan label syariah atau
bukan, selama kegiatannya melibatkan sewa-menyewa uang dan
penciptaan kredit, tiada lain adalah sistem ribawi. Perbankan syariah
adalah sebuah contradiction in terminis belaka.927 Baik Saidi maupun
Hoesin meletakkan persoalan kesyariahan bank syariah pada
keharaman riba. Riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah masih
dapat terjadi di perbankan syariah selama bank Islam itu beroperasi
dengan mata uang kertas. Menurutnya kegiatan bank Islam yang
menggunakan uang kertas masih mungkin terjadi praktik riba
disebabkan struktur uang kertas yang tidak memiliki nilai instrinsik.
Nilai uang kertas ditentukan oleh keputusan politik dan penggunaan
uang kertas rentan terhadap inflasi dan praktik riba.
Abdullah Saeed juga menempatkan riba sebagai persoalan
mendasar dalam perbankan syariah. Kalau Saidi menempatkan uang
kertas sebagai sumber munculnya riba, maka Saeed tidak
mempersoalkan uang kertas sebagai sumber riba. Ia justru
mempersoalkan pemahaman ekonom muslim tentang riba yang
dianggapnya keliru. Banyak ekonom muslim mempersamakan antara
bunga (interest) dengan riba. Baginya, mempersamakan bunga dengan
riba tidaklah tepat. Dalam hal ini, pendapat Saeed berseberangan
dengan Vadillo, Saidi, dan ketentuan fatwa MUI yang mengharamkan
bunga bank. Praktik bunga di perbankan, menurut Saeed, tidak sama
persis dengan praktik riba yang diharamkan.928

925
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN, tanggal 20 Pebruari
2013 di kantor DSN Jakarta.
926
Imran N Hoesin bermukim di Penang dan aktif di PAID (People Againsts
Interest Debt), Malaysia.
927
http://www.mandailing.org/ind/bacaan02.html
928
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: A Studi of Riba, terj.
(Jakarta: Paramadina, 2004), cet.ke-1.

226
Riba berarti tambahan. Dalam fikih, riba diartikan sebagai
tambahan atas pinjaman (qard}) karena perimbangan waktu.929 Riba
jenis ini disebut dengan riba nasiah, yaitu tambahan pada jumlah
pokok pinjaman. Selain riba nasiah, dikenal pula riba al-nasa>' dan riba
fad}l. Riba jual beli terjadi pada jual beli barang sejenis yang
penerimaannya didahulukan atau diakhirkan yang mengakibatkan
adanya tambahan biaya karena sebab didahulukan atau diakhirkan itu.
Sedangkan riba fad}l adalah pertukaran barang sejenis secara kontan
dengan tambahan (kelebihan) barang di salah satunya.930
Pada tataran konseptual, semua ulama (termasuk ekonom
muslim) sepakat tentang keharaman riba. Hal tersebut didasarkan
pada firman Allah yang menyatakan kehalalan jual beli dan
keharaman riba.931 Ulama dan ekonom berbeda pendapat terutama
dalam hal menyamakan bunga dengan riba.932 Saeed menilai ada
kecenderungan pemahaman yang menyatakan bahwa setiap tambahan
pada pokok pinjaman adalah riba. Menurutnya konteks sosial yang
melatarbelakangi diharamkannya riba dengan yang terjadi sekarang
ini berbeda. Utang-piutang di zaman pra-Islam adalah untuk
keperluan konsumsi, sementara utang-piutang di perbankan sekarang
adalah untuk kepentingan investasi. Para kreditur pra-Islam
meminjami debitur dengan membebani tambahan dan tatkala debitur

929
Kama>l al-Di>n ibn al-Huma>m, Sharh} Fath} al-Qadi>r, j.5, (al-Qa>hirah: al-
Maktabah al-Tija>ri>yah al-Kubra, tt.), 274.; Rafi>q Yu>nus al-Mas}ri>, al-Ja>mi‘ fi> Us}u>l
al-Ribá, (Dimashq: Da>r al-Qalam, 2001), 10.
930
Rafiq Yûnus al-Mashry, al-Ja>mi‘ fi> Us}u>l al-Ribá, 10-11
931
QS. Al-Baqarah ayat 275
932
Perbedaan pandangan tentang kedudukan bunga sama dengan riba ini
dapat dilihat dari keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia, Keputusan Lembaga
Bahsul Masail Nahdlatul Ulama, dan Keputusan Lembaga Tarjih Muhammadiyah.
Pada awalnya ketiga lembaga ini mengakui tiga pendapat mengenai status hukum
bunga bank; pendapat pertama mengatakan bunga bank sama dengan riba dan
hukumnya haram; pendapat kedua mengatakan bunga bank tidak sama dengan riba
dan hukumnya tida haram; dan pendapat ketiga hukum bunga bank subhat karena
berada di antara yang halal dan haram. Hingga saat ini ketiga pendapat ini masih
dipertahankan, kecuali MUI yang sejak tahun 2003 mengeluarkan fatwa tentang
haramnya bunga bank karena dianggap sama dengan riba.

227
tidak mampu membayar, utang akad dilipatkan. Inti diharamkannya
riba adalah ketidakadilan dan kezaliman.933
Perbedaan ulama Timur Tengah seputar kesamaan penetapan
keuntungan di muka dengan riba menggambarkan betapa
kompleksnya persoalan riba di lembaga keuangan syariah. Wadi>‘ah
yang ditentukan imbalannya karena berkaitan dengan waktu titipan,
seperti sebulan, setahun dan seterusnya, menurut fatwa ulama kolektif
di Mesir, dianggap sebagai pinjaman (qard}) dengan bunga yang
diharamkan.934 Hukum penetapan keuntungan pada saat akad dalam
produk penggalangan dana (tabungan, giro, dan deposito) telah
memunculkan perdebatan yang serius. Pro kontra antara yang
membolehkan dan melarang penetapan tersebut melibatkan ulama-
ulama besar dan organisasi keislaman internasional. Syekh Thantawi,
mantan mufti Mesir dan Syekh Al-Azhar pada 7 September 1990
mengeluarkan fatwa yang membolehkan praktik penetapan
keuntungan pada tabungan saat akad diteken. Fatwa tersebut
mendapat perlawanan dari banyak pihak, termasuk 33 ulama dari Al-
Azhar yang mengeluarkan fatwa bersama pada Juni 1991 di Mekah
yang mengoreksi fatwa Thantawi. Fatwa 33 ulama tersebut
mengharamkan penetapan keuntungan saat akad baik pada produk
wadi>‘ah ataupun mud}a>rabah. ‘Ali Jum‘ah, mufti Mesir, tahun 2006
menghalalkan penetapan keuntungan tersebut, namun belakangan ia
mengoreksi fatwanya dengan mengharamkan bunga bank.935
Keharaman bunga tersebut karena termasuk kategori riba nasi>ah yang
disepakati keharamannya.936

933
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest, 193.
934
‘Ali Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 85-86.
Ashraf Muh}ammad Dawa>bah, Fawa'>id al-Bunu>k, Mubarrara>t wa Tasa>'ula>t (al-
Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2008), 31.
935
Muh}ammad Abu Shahbah, Baya>n min ‘Ulama> al-Azhar fi> Makkah al-
Mukarramah Lirrad ‘alá Mufti> Mis}r alladhi Aba>h}a al-Riba> wama‘ahu H}ulu>l
Limushkila>t al-Riba> (al-Qa>hirah: Maktabah al-Sunnah, 1996), 5-34. Ashraf
Muh}ammad Dawa>bah, Fawa>id al-Bunu>k, 142-144, 147-148, 138-139.
936
Riba memiliki tiga makna, makna pertama adalah makna dasar, dan dua
lainnya padanannya (ta>bi‘). Makna dasar dari riba adalah ribá al-qard} atau riba
nasi>'ah, yaitu tambahan dalam pinjaman (qard}) dikarenakan jumlah pinjaman dan
jangka waktunya, seperti yang dikenal dengan bunga untuk konteks sekarang,

228
Fatwa MPS Malaysia mengesahkan produk tabungan wadi>‘ah
yang dipadukan dengan mud}a>rabah untuk mengantisipasi penetapan
imbalan sebagai riba. Bank akan berperan sebagai muwadda‘ dan
mud}a>rib. Kombinasi akad tersebut mengambil dua model. Pertama,
kombinasi akad yang disertai syarat. Dua kontrak tersebut tidak
dijalankan secara serentak, melainkan berurutan setelah memenuhi
ketentuan rata-rata saldo tabungan. Sebagai contoh, saldo harian
selama satu bulan yang mencapai lebih dari 1 juta, maka dana tersebut
akan dikelola secara mud}a>rabah sehingga nasabah berhak
mendapatkan bagi hasil. Namun jika saldo rata-rata harian kurang dari
1 juta, maka dana tersebut termasuk dana titipan (wadi>‘ah).937 Kedua,
pemisahan nominal tabungan dalam dua akad. Tabungan yang
dimasukkan ke bank akan dimasukkan ke titipan (wadi>‘ah) misalnya
70% dan ke investasi bagi hasil (mud}a>rabah) misalnya 30%. Hasil
investasi dari 30% akan dibagi ke nasabah sesuai kesepakatan dan
kerugian investasi akan ditanggungnya.938 Kombinasi akad dalam
produk tersebut dibenarkan karena kedua akad tersebut diakui agama
dan tidak ada pertentangan antara keduanya. Hukum akad kombinasi,
menurut al-Sha>tibi>, tidak sama dengan hukum akad dasarnya.
Dampak hukum dari sesuatu kumpulan (akad) tidak sama seperti saat
akad itu berdiri sendiri-sendiri. Hukum dasar dari akad adalah boleh
termasuk untuk mengkombinasikannya.939

misalnya pinjaman jumlah tertentu untuk waktu tertentu memiliki perbedaan,


semakin besar dan lama jangka waktunya semakin besar pula tambahannya. Dua
riba lainnya adalah ribá al-nasa>' dan ribá al-fad}l. Riba al-nasa>' terjadi karena
keterlambatan (ta'khi>r) penyerahan barang pada salah satu pihak pada pertukaran
dua harta ribawi yang telah disepakati. Pengakhiran/keterlambatan ini
mengakibatkan berkurang atau bertambahnya nilai objek yang dipertukarkan.
Adapun ribá al-fad}l adalah perbedaan ukuran pada salah satu objek ribawi tatkala
terjadi pertukaran kontan di antara keduanya. Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, al-Ja>mi‘ fi> Us}u>l
al-Ribá (Dimashq: Da>r al-Qalam, 2001), 9-11.
937
Keputusan fatwa MPS pada pertemuan ke-5 tanggal 30 April 1998. Bank
Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 156.
938
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 154, 158.
939
Akad wadi>‘ah dan mud}a>rabah adalah akad yang diakui syariah. Kombinasi
antara keduanya dibenarkan. Kombinasi keduanya tidak dilarang seperti dilarangnya

229
Perbedaan sudut pandang antara Saidi dan Saeed dalam melihat
persoalan riba di bank syariah membuatnya berbeda dalam
memberikan formula solusi. Saidi menawarkan kembali ke sistem
mata uang dinar dan dirham karena cara ini menjadi langkah yang
paling ampuh untuk menghindari praktik riba. Sementara itu, Saeed
tidak mempersoalkan penggunaan sistem mata uang yang berlaku.
Baginya, yang perlu dilakukan adalah perubahan paradigma tentang
riba. Mereduksi riba hanya pada tambahan pokok pinjaman justru
akan menghambat perkembangan bank syariah karena kegiatan utama
dari bank adalah pinjam-meminjam. Penggantian mata uang dinar dan
dirham bukan solusi yang tepat. Temuan penelitian Muflih
membuktikan terjadinya inflasi pada dinar dan dirham. Persoalan
mendasar pada penggunaan dinar dan dirham adalah ketersediaan
bahan mentah kedua logam mulia itu yang sulit dan langka.940 Riba,
menurut Imran harus dipahami secara konsepsional dengan merujuk
kepada nash.941
Saeed mempersoalkan muslihat fikih dalam produk ekonomi
syariah. Ia melihat produk fikih yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berotoritas dan yang dipraktikkan dalam kegiatan ekonomi syariah
sudah menjauh dari kaidah fikih yang ditelurkan oleh ulama-ulama
klasik.942 Fatwa inovasi pendapatan untuk antisipasi riba dalam

kombinasi jual beli dan pinjaman (bay‘ dan salaf) dan tidak mengakibatkan riba
(dhari>‘ah ilá al-ribá) seperti kombinasi pinjaman dan akad pertukaran (al-jam‘u bayn
al-qard wa-al-‘uqu>d al-mu‘a>wad}ah). Kombinasi tersebut juga tidak berakibat pada
pertentangan akad, seperti antara hibah dan jual beli. Bank Negara Malaysia,
Resolusi Syariah, 156. Abu Isha>q al-Sha>t}ibi>. al-Muwa>faqa>t fi> Us}ul al-Shari>‘ah, j.3,
(al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2006), 144-146. Nazi>h H}amma>d, al-‘Uqu>d al-
Murakkabah fi> al-Fiqh al-Isla>mi> (Dimashq: Da>r al-Qalam, 2005), 8.
940
Muhammad Muflih, "Konsep Penyesuaian Harga dalam Penyelesaian
Transaksi yang Mengalami Inflasi, Analisis Wacana Fikih dan Perbankan Syariah" ,
Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (2010).
941
Imran menegaskan pentingnya memahami ayat 278-281 surat Al-Baqarah
yang menjadi dasar pelarangan riba meskipun sedikit. Lihat http://www.
mandailing.org/ind/bacaan02.html diakses tanggal 10 Pebruari 2010
942
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest.

230
bentuk kombinasi akad merupakan bentuk muslihat hukum (hi>lah}).943
Ulama klasik mengharamkan kombinasi akad berdasarkan larangan
Nabi944.Saeed mempertanyakan sejauhmana keislaman dari praktik
ekonomi syariah yang ada sekarang ini. Namun, bagi Hasanudin,
kombinasi akad merupakan solusi produk ekonomi syariah modern
yang diperbolehkan selama tidak melanggar ketentuan batas-batas
yang dilarang.945 H}i>lah yang diterapkan dalam fatwa DSN, menurut
Ma'ruf Amin, adalah kreasi hukum yang sesuai syariah (h}i>lah
shar‘i>yah).946 Kreasi hukum dilakukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi syariah dan membuka peluang kompetisi LKS dengan LKK.
H}i>lah tersebut dilakukan dalam kerangka kebutuhan dengan batasan
dan syarat tertentu. Ma'ruf Amin menyebutnya sebagai tajwi>z al-
shuru>t} wa al-‘aqd lil-h}a>jah bi-al-shuru>t}. Keberlakukan hukum karena
darurat dan kebutuhan (h}a>jah), seperti bay‘ al-‘i>nah dalam produk
pengalihan utang, dan sale and lease back (tawarruq), hanya untuk
kondisi tertentu saja.947 Alhasil, kesyariahan ekonomi syariah saat ini
akan selalu diperbaiki di masa yang akan datang. Dalam bahasa

943
‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h al-‘Imra>ni>, al-‘Uqu>d al-Ma>li>yah
al-Murakkabah: Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah wa-Tat}bi>qi>yah (Riya>d}: Da>r Kunu>z
Eshbeliya li al-Nashr wa al-Tawzi>‘, 2006), 54-55. Menurutnya upaya muslihat ini
merupakan bentuk menghindari praktik yang diharamkan sehingga h}i>lah ini menjadi
sarana untuk menghalalkan transaksi tertentu. Transaksi yang mengandung jaha>lah
dan riba jelas diharamkan oleh syariat. Dengan melakukan h}i>lah, transaksi seperti
ini terkesan menjadi halal.
944
Di antara hadis yang melarang multi akad adalah; "Dari Abu Hurairah,
Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman". (HR. Ahmad). Lihat Imam Abu
Abdillah Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, j. 2, (Beirut: Dâr al-Ihyâi al-Turâts al-
'Araby, 1414 H), cet. ke-3, hal. 178
945
Hasanudin, "Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia", Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
(2008), 228.
946
Ma'ruf Amin mengkategorikan h}i>lah dalam dua model; h}i>lah ribawi>yah
dan h}i>lah shar‘i>yah. H}i>lah yang bertujuan mensiasati riba masuk kategori model
pertama. Sedangkan kreasi hukum untuk keluar dari riba termasuk dalam kategori
h}i>lah kedua yang dibolehkan. Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN,
tanggal 20 Pebruari 2013 di kantor DSN Jakarta.
947
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN, tanggal 20 Pebruari
2013 di kantor DSN Jakarta.

231
Mudzhar, kesyariahan ekonomi masa depan lebih syariah dari yang
sekarang.948 Upaya menyempurnakan prinsip syariah dalam ekonomi
terus dilakukan oleh otoritas fatwa seiring dengan tuntutan dunia
usaha dan dukungan regulasi.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa DSN dan
MPS memiliki fatwa yang hampir sama berkaitan dengan pendapatan
dari qard}, bay‘ al-‘i>nah, jual beli emas/uang tangguh, jual beli uang
secara spot, forward, option, swap, pendapatan dari kontrak dengan
lembaga konvensional, pendapatan ta‘wi>d dan gharamah, dan
pelepasan hak (hibah dan ibra>'). Kedua lembaga fatwa tersebut
berbeda dalam hal pendapat qard}, pendapatan dari bay‘ al-‘i>nah,
pendapatan dari transaksi forward, swap, dan option, dan penetapan
pelepasan hak. DSN dan MPS membenarkan pendapatan dari kontrak
dengan lembaga konvensional yang tidak mengandung riba,
pendapatan dari ta‘wi>d dan gharamah karena melindungi pihak yang
dirugikan, dan pendapatan dari transaksi mata uang secara spot. MPS
tampak konsisten melarang pendapatan yang didapatkan dari qard},
termasuk kombinasinya dengan akad lain. DSN melakukan h}i>lah
untuk menghindari pendapatan dari qard} dengan cara mengkombinasi
akad qard} dengan ija>rah. Pendapatan qard} yang tidak dipersyaratkan
dibenarkan dalam fatwa DSN dan MPS. MPS menekankan bahwa
bonus tersebut tidak boleh menjadi kebiasaan (‘urf). Jika telah
menjadi kebiasaan, maka bonus qard} hukumnya tidak boleh.
Fatwa MPS dan DSN berbeda dalam menentukan skema
pendapatan dari transaksi ganda atas satu objek bay‘ al-‘i>nah. MPS
membenarkan pendapatan dari kontrak tersebut, sedangkan DSN
mensiasatinya (h}i>lah) dengan mengesahkan produk sale and lease
back. DSN mengesahkan penggunaan bay‘ al-‘i>nah untuk kondisi
darurat.

948
Kesimpulan presentasi Prof. Atho Mudzhar. Lihat M. Atho Mudzhar,
"Fatwas on The Council of Indonesia Ulama on Economic Issues: A Study of Legal
Reasoning and Socio-Legal Impact", Makalah dipresentasikan pada Konferensi
Internasional tentang Fatwa, (24-26 Desember 2012).

232
Tabel 18
Respon Fatwa Terhadap Inovasi Pendapatan
Inovasi Fatwa DSN MPS DFPS Kuwait MFI
Pendapatan kombinasi Boleh dengan kombinasi Tidak diperbolehkan
qard}-ija>rah akad lain
H}i>lah Bay‘ al-‘i>nah (sale Boleh karena darurat Boleh selama dua jual Bay‘ al-‘i>nah Bay‘ al-‘i>nah dan
and lease back) dan dengan sale and dijalankan secara dilrang tawarruq al-
lease back terpisah dan tidak syarat munaz}z}am
penjualan kembali dilarang
Pendapatan jual beli Boleh karena illat Melalui tawarruq Tidak boleh
emas/uang tangguh hukum berubah komoditi
Spot, forward, option, Spot boleh, forward Spot boleh, forward, Melarang jual beli
swap dengan janji dua pihak option, dan swap tangguh termasuk
dengan janji sepihak dengan janji
Pendapatan dari kontrak Boleh, selain dari bunga Boleh, selain dari bunga Boleh jika tidak
dengan konvensional paket dan riba
Pendapatan Ta‘wi>d Boleh karena merugikan Boleh karena merugikan Boleh biaya riil
orang lain dan hanya orang lain dan hanya
pada biaya riil pada biaya riil
Gharamah Boleh karena merugikan Boleh karena merugikan Tidak boleh
orang lain, untuk orang lain, untuk termasuk riba
lembaga sosial lembaga sosial jahiliyah
Potongan pelunasan Dibolehkan atas dasar Dibolehkan atas dasar
kerelaan dan tidak kerelaan dan mendorong
dituangkan dalam akad Otoritas mengharuskan
penetapannya dalam
kontrak untuk
menghindari
perselisihan
Bonus qard} dan wadi>‘ah Boleh tidak Tidak dipersyaratkan Boleh tidak
dipersyaratkan dan tidak menjadi ‘urf diperjanjikan
Bonus mud}ar> abah Boleh, hak LKS Boleh, hak LKS
Net revenue sharing Boleh Boleh

Fatwa DSN menetapkan potongan pelunasan (ibra>') adalah hak


LKS yang tidak boleh ditetapkan dalam perjanjian, sedangkan MPS
menyarankan agar otoritas mewajibkan LKS memasukkan ibra>'
tersebut dalam perjanjian. Pertimbangan DSN untuk menghindari riba
dan bay‘atayn fi> bay‘ah, sedangkan MPS untuk menghindari
perselisihan akibat ketidakjelasan ibra>'. DSN dan MPS membenarkan
potongan keuntungan mud}a>rabah selama disepakati oleh pihak yang
berakad. Pertimbangan potongan untuk mempertahankan tingkat bagi
hasil atau marjin keuntungan agar selaras dengan pasar. H}i>lah yang
digunakan DSN untuk transaksi mata uang dalam bentuk forward dan
MPS untuk transaksi forward, option, dan swap dengan memasukkan
janji (wa‘ad). Janji merupakan kehendak sepihak sehingga tidak
mengikat pihak yang berakad. Gharar dan maysir dapat teratasi
dengan penggunaan wa‘ad. Bedanya, DSN menggunaan wa‘ad dua
pihak (muwa>‘adah), sedanhkan MPS menggunakan janji sepihak.
Tabel 19

233
Dasar Hukum Inovasi Pendapatan
Al-Qur'an Hadis Ijmak Lainnya Kaidah Qawl fikih Fatwa Qawl kont.
fikih kont.
DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS

Pendapatan
kombinasi qard}-
ija>rah
H}i>lah Bay‘ al-
‘i>nah (sale and
lease back)
Pendapatan jual *
beli emas/uang
tangguh
Spot, forward,
option, swap
Pendapatan dari
kontrak dengan
konvensional
Ta‘wi>d dan *
Gharamah
Potongan
pelunasan
Bonus qard} dan
wadi>‘ah
Net revenue
sharing
Bonus
mud}a>rabah
* DSN: kaidah ushul, MPS: qiya>s

Kebolehan memberikan bonus pada kontrak qard} dan wadi>‘ah


didasarkan pada hadis Nabi yang menganjurkan pembayaran utang
dengan cara yang terbaik, termasuk memberi imbalan kepada pemberi
pinjaman. Imbalan dalam transaksi kombinasi qard} dan akad lainnya,
didasarkan pada akad lainnya, seperti upah dalam ija>rah dan marjin
pada mura>bah}ah. MPS melarang pendapatan dari kombinasi akad
tersebut berdasarkan hadis Nabi yang melarang kombinasi qard}-
mu‘a>wad}a>t.
Keabsahan kontrak sale and lease back didasarkan pada
kebolehan jual beli. Dalam hal keabsahan bay‘ al-‘i>nah, MPS
mendasarkannya pada Al-Qur'an yang membolehkan jual beli dan
qawl Syafi'iyah yang membenarkan praktik tersebut selama dua jual
beli dijalankan dengan benar. Transaksi mata uang dalam bentuk
forward dibenarkan berdasarkan kebutuhan (maslahah). Pertimbangan
maslahah juga digunakan sebagai landasan penetapan sistem bagi
hasil dengan revenue sharing dan pengenaan denda (gharamah).
Keabsahan kontrak dengan konvensional didasarkan pada hadis Nabi
yang menyebutkan praktik Nabi berkontrak dengan Yahudi. Transaksi
uang harus tunai dan satu majelis didasarkan pada hadis Nabi

234
sementara potongan pelunasan dalam utang-piutang didasarkan pada
pendapat fikih.
Hadis merupakan sumber hukum dominan dalam fatwa inovasi
pendapatan untuk antisipasi riba. DSN hanya menggunakan satu
fatwa kontemporer (keputusan AAOIFI) sebagai alasan kebolehan
sale and lease back, sedangkan MPS merujuk pada fatwa MFI, Dewan
Syariah Majmu‘ah Dallah Barkah, fatwa DFPS Kuwait, dan
keputusan AAOIFI untuk pendapatan dari kontrak dengan
konvensional, ta‘wi>d dan gharamah, dan transaksi bentuk forward,
option, dan swap. DSN dan MPS menggunakan pertimbangan
maslahah untuk konsep net revenue sharing. DSN melansir juga
kaidah us}u>l dalam produk jual beli emas secara tangguh, sedangkan
MPS menggunakan qiya>s untuk fatwa ta‘wi>d dan gharamah.

235
BAB V
FATWA DSN-MUI TENTANG PERLUASAN SYARAT

Secara prinsip, syariah membenarkan penetapan syarat


tambahan selama tidak bertentangan dengan aturan baku. Ada
beberapa syarat tambahan yang diperselisihkan keabsahannya, seperti
pelimpahan tanggung jawab dari satu pihak ke pihak lain, status janji,
dan adanya jaminan pembiayaan.

G. Hak dan Tanggung Jawab Pihak Berkontrak


Kontrak memuat hak dan kewajiban pihak-pihak yang
berkontrak. Isi kontrak umumnya sudah disiapkan oleh lembaga
keuangan syariah. Nasabah mau tidak mau harus mengikuti hak dan
kewajiban yang disebutkan dalam kontrak. Kesempatan nasabah
untuk bernegosiasi hak dan kewajiban sangat terbatas. Dalam kontrak
modern, seringkali ditemukan hak dan kewajiban tambahan. Tujuan
dari penambahan syarat umumnya untuk melindungi hak masing-
masing pihak. Contoh syarat tambahan antara lain tanggung jawab
pemeliharaan aset, kewajiban mengasuransikan aset, dan tanggung
jawab kerugian.
Fatwa DSN mengatur kewajiban terhadap objek sewa (al-
ma‘qu>d ‘alayh/al-manfa‘ah) dalam kontrak ija>rah. Pertama, biaya
pemeliharaan objek sewa ditanggung oleh pemilik (bank syariah),
adapun biaya pemeliharaan yang bersifat ringan menjadi tanggung
jawab nasabah.949 Pada fatwa SBSN ija>rah sale and lease back,
tanggung jawab pemeliharaan menjadi kewajiban pemerintah sebagai
penyewa (musta'jir).950 Pemeliharaan objek akad yang berkenaan
dengan keutuhan dan sumber manfaat objek adalah tanggung jawab
pemilik. Pemeliharan lainnya dapat dibebankan kepada nasabah,
termasuk biaya asuransi yang termasuk bagian dari biaya sewa.951

949
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.1,
(Jakarta: DSN-BI, 2006), 60.
950
DSN dan BI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.2,
(Jakarta: DSN-BI, 2010), 72.
951
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "al-Fata>wá al-Shar‘i>yah fi> al-Masa>il al-

237
Fatwa MPS menetapkan tanggung jawab pemeliharaan aset pada
pemberi sewa. MPS pada pertemuan ke-29 tanggal 25 September
2002, pertemuan ke-36 tanggal 26 Jun 2003, dan pertemuan ke-104
tanggal 26 Agustus 2010, memutuskan bahwa pemilik aset tidak
boleh memindahkan kewajiban untuk menanggung biaya
penyelenggaraan aset yang disewa serta biaya perlindungan asuransi
kepada penyewa. Pemilik aset boleh mewakilkan kepada penyewa
untuk menanggung biaya-biaya penyelenggaraan aset dan
perlindungan takaful. Biaya tersebut dijadikan pengurang biaya sewa
yang dibayarkan nasabah. Ketetapan fatwa MPS didasarkan pada
keputusan AAOIFI.952 Tanggung jawab pemeliharaan aset tersebut,
menurut keputusan MFI, merupakan akad baru, yaitu akad
pemeliharaan (‘aqd al-s}iya>nah). Kombinasi kontrak ija>rah-syarat (‘aqd
al-s}iya>nah) dibenarkan dengan tetap meletakkan tanggung jawab
pemeliharaan pada pemilik aset, sedangkan nasabah hanya bisa
dibebani pemeliharaan kecil.953 Kerusakan dan cacat, termasuk biaya
asuransi, menjadi tanggung jawab LKS sebagai pemilik objek sewa
selama tidak terjadi karena perbuatan sengaja dan berlebihan dari
penyewa.954
Pajak dan zakat objek sewa termasuk kewajiban yang harus
ditanggung LKS sebagai pemberi sewa. Risiko-risiko lain juga
ditanggung LKS. Tanggung jawab tersebut berlaku juga pada akad
ija>rah muntahiyah bil-tamli>k. Saat nasabah menjadi wakil LKS untuk
membeli dan menerima objek sewa, ia tidak bertanggung jawab atas
objek tersebut. Hal inilah yang membedakan umumnya sewa Islam

Iqtis}a>di>yah", j.1-3, Kuwait, fatwa nomor 241. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.).,
Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah li al-Mas}a>rif wa al-Muassasa>t al-Ma>li>yah al-
Isla>mi>yah, j.4, (al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2010), 87. Fatwa DFPS nomor 390.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=111&
BookID=506&PID =93, tanggal 23 Maret 2012.
952
Keputusan AAOIFI nomor 9 (5/1/7). Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah dalam Kewangan Islam (Malaysia: Bank Negara Malaysia, 2010), 11.
953
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "‘Aqd al-S}iya>nah", diunduh dari
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/11-6.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
954
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-I>ja>r al-Muntahi> bil-Tamli>k wa S}uku>k al-Ta'ji>r",
diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/12-4.htm, pada tanggal 3 Juli
2011.

238
dan konvensional, di mana sewa konvensional membebankan biaya
pemeliharaan dan asuransi pada penyewa.955 Menurut Kamali praktik
pengalihan tanggung jawab dari LKS ke nasabah ada.956
Penyewa (musta'jir) harus memanfaatkan dan menjaga objek
sewa dengan baik. Menurut Ibn Quda>mah sebagaimana dikutip DSN,
kerusakan objek sewa bukan akibat kecerobohan dan kelalaian tidak
menjadi tanggung jawab penyewa (musta'jir).957 Majma‘ al-Fiqh al-
Isla>mi> (MFI) pada keputusannya Nomor 110 (12/4), tanggal 23-28
September 2000 menetapkan tanggung jawab kerusakan dan cacat ada
pada bank sebagai pemilik objek sewa selama tidak terjadi karena
perbuatan sengaja dan berlebihan dari penyewa.958 Fatwa DSN dan
MPS sepakat bahwa LKS harus menjamin objek akad bebas dari cacat
dan kerusakan. Fatwa DSN menegaskan bahwa penyewa tidak
bertanggung jawab atas kerusakan objek sewa yang tidak disebabkan
karena pelanggaran penggunaan yang dibolehkan dan bukan karena
kelalaiannya.959
Tanggung jawab tersebut berlaku juga pada kontrak waka>lah.
Wakil tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kerugian objek
yang diwakilkan kecuali atas unsur kesengajaan. Karena itu, wakil
tidak dapat meminta upah atas dalih biaya pertanggungan (d}ama>n).960
Perusahaan asuransi syariah yang bertindak sebagai wakil dalam
produk asuransi dengan akad waka>lah tidak bertanggung jawab atas

955
Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance: Religion,
Risk, and Return (The Netherlands: Kluwer Law International, 1998) , 191.
956
Mohammad Hashim Kamali, "A Sharia Analysis of Issues in Islamic
Leasing", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.20, No. 1,
(2007): 8-9.
957
Abu Muh}ammad ‘Abdullah ibn Ah}mad ibn Muh}ammad ibn Quda>mah al-
Maqdisi>, al-Mughni>, j.8, (al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2004), 113. DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.2, 104.
958
Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, tanggal 3
Juli 2011.
959
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 61.
960
Bayt al-Tamwi>l Kuwait, "Kita>b al-Fata>wa> al-Shar'iyyah fi> al-Masa>il al-
Iqtis}a>diyah", j.1-3, Baitut Tamwil Kuwait, fatwa nomor 7, 9. Ali Jum'ah
Muh}ammad (ed.), Fata>wa> al-Mu'a>mala>t al-Ma>liyyah, j.5, 364-365.

239
kerugian investasi.961 Status wakil, menurut al-Zuh}ayli> sebagaimana
dirujuk fatwa DSN, sama dengan mu'jir karena ia mendapatkan upah.
Ia bertanggung jawab atas bagian dana yang dikeluarkannya.962
Dewan Syariah Perusahaan Asuransi Syariah Qatar memfatwakan
perusahaan asuransi dengan akad waka>lah tanpa upah tidak
menanggung segala biaya yang ditimbulkan dari pengelolaan asuransi
termasuk jika terjadi kejadian-kejadian tertentu. Perusahaan hanya
menanggung bagian yang menjadi modalnya, termasuk biaya untuk
karyawannya. Jika akad yang digunakan adalah waka>lah dengan upah,
maka perusahaan menanggung segala biaya yang diperlukan untuk
kegiatan asuransi. Perusahaan menanggung kerugian atas bagiannya
sebagai mud}a>rib. Kerugian investasi tetap menjadi tanggung jawab
pemilik dana (pemegang premi).963 Sebagai wakil, perusahaan juga
tidak mendapat bagi hasil dari hasil investasi.964 Ketika perusahaan
berkedudukan sebagai pengelola (mud}a>rib), maka perusahaan berhak
mendapatkan keuntungan dan juga menanggung kerugian.965
Keuntungan investasi tidak bisa diserahkan kepada pemilik saham
asuransi saja, tetapi dibagi antara peserta dan asuransi.966 Keuntungan
berbanding risiko yang dihadapi.967
Pada kontrak wadi>‘ah, tanggung jawab wakil juga terbatas.
Penerima amanah wadi>‘ah tidak bertanggung jawab atas kerusakan
dan kekurangan objek titipan kecuali karena perbuatan sengaja dan

961
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 403.
962
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 102.
963
‘Ali> Muh}yi> al-Di>n al-Qarhda>ghi>, al-Ta'mi>n al-Isla>mi>, Dira>sah Fiqhi>yah
Ta's}i>li>yah (Beiru>t: Shirkah Da>r al-Basha>ir al-Isla>mi>yah, 2005),327-329.
964
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 400.
965
Dalam mud}a>rabah, ada dua prinsip utama yaitu keuntungan tidak bisa
ditetapkan di muka dalam bentuk nominal dan mud}a>rib menanggung risiko
keuangan usaha. Sebagai mud}a>rib, perusahaan akan menerima kerugian dalam
bentuk kehilangan pekerjaan dan tidak terbayar pekerjaannya. Frank E. Vogel dan
Samuel L. Hayes, Islamic Law and Finance, 129.
966
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 74.
967
Kaidah fikih menyebutkan "al-ghurm bi al-ghunm", "risiko adalah
(berbanding) dengan keuntungan. 'Ali> Ah}mad al-Nadwi>, al-Qawa>'id al-Fiqhi>yah,
Mafhu>muha> Nash'atuha> Tat}awwuruha> Dira>sah Muallafa>tiha> Adillatuha>
Muhimmatuha> Tat}bi>qa>tuha> (Dimashq: Da>r al-Qalam, 1994), 411.

240
kelalaiannya.968 Prinsip tanggung jawab tersebut tidak berlaku pada
wadi>‘ah di bank syariah. Peran LKS sebagai muwadda‘ (penerima
dana titipan) tidak sekedar menerima titipan dan menjaganya,
melainkan juga memanfaatkan harta tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan prinsip utama kegiatan LKS, terutama bank syariah, sebagai
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan (funding) dan menyalurkannya kepada masyarakat (lending)
dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya.969 Bank bertindak
sebagai mediator antara masyarakat yang menabung dan masyarakat
yang membutuhkan dana. Dalam keadaan semacam ini, LKS (bank
syariah) bertanggung jawab atas dana wadi>‘ah.970
Fatwa DSN tidak secara jelas menetapkan wadi>‘ah termasuk
kegiatan kepercayaan (ama>nah) atau pertanggungan (d}ama>nah).971
Fatwa DSN menegaskan bahwa wadi>‘ah sebagai titipan yang lebih
dekat pada prinsip kepercayaan (ama>nah). Pada dasarnya wadi>‘ah
adalah kegiatan kebajikan (tabarru‘) dan kepercayaan (ama>nah).972
Bagi muwadda‘ menerima titipan adalah ibadah. Ia tidak bertanggung
jawab atas kerusakan atau pengurangan barang tersebut yang bukan
akibat tindakannya sendiri.973 Nabi menegaskan orang yang dipercaya

968
Fatwa MPS didasarkan pada hadis Nabi yang diriwayatkan al-Bayha>qi>
dalam kitabnya al-Sunan al-Kubra. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 102.
969
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), 24-25.
970
Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi'i Antonio, Apa dan Bagaimana
Bank Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999), 18.
971
Empat fatwa tersebut adalah fatwa nomor 01/DSN-MUI/IV/2000 tentang
giro, fatwa nomor 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan, fatwa nomor 36 /DSN-
MUI/X/2002 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), nomor 37 /DSN-
MUI/X/2002 tentang pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah, dan fatwa
nomor 63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
972
Wadi>‘ah merupakan akad kebajikan (tabarru‘) untuk menjaga harta orang
lain bukan untuk memanfaatkannya. Akad wadi>‘ah termasuk waka>lah. Bedanya,
waka>lah menggantikan orang lain untuk melakukan perannya, sedangkan wadi>‘ah
menggantikan peran orang lain untuk menjaga harta. Muh}ammad Zaki> ‘Abd al-Bar,
Ah}ka>m al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah fi> al-Madhhab al-H}anbali> (al-Qa>hirah: Maktabah
Da>r al-Tura>th, 1998), 603.
973
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.5, (Syria: Da>r al-Fikr,

241
menerima titipan tidak bertanggung jawab kecuali karena perbuatan
yang melanggar.974 Kategorisasi wadi>‘ah sangat erat kaitannya
dengan tanggung jawab muwadda‘ (penerima barang titipan) terhadap
barang titipan jika terjadi sesuatu hal terhadapnya, seperti kerusakan,
kehilangan, atau pengurangan. Fatwa MPS menetapkan wadi>‘ah
sebagai titipan dengan jaminan (wadi>‘ah yad d}ama>nah/safe keeping
with guarantee).975 Karena itu, wadi>‘ah di bank syariah berlaku
hukum qard} karena dana wadi>‘ah digunakan dan dapat ditarik
kapanpun waktunya.976
Al-Zuh}ayli> berpendapat, akad wadi>‘ah beralih dari ama>nah
menjadi d}ama>nah jika terjadi hal-hal berikut; pertama, wadi>‘ tidak
menjalankan fungsinya untuk menjaga harta, kedua, wadi>‘ menitipkan
lagi harta titipan kepada orang lain yang tidak biasa dipercaya untuk
menjaga hartanya, ketiga, harta wadi>‘ah dipergunakan, keempat, harta
dibawa bepergian, kelima, harta mengalami kerusakan/penyusutan
(juh}u>d), keenam, bercampurnya harta dengan harta/barang yang lain,
dan ketujuh, wadi>‘ tidak memenuhi ketentuan dan syarat yang
ditetapkan oleh muwaddi‘.977 Akad wadi>‘ah yad d}ama>nah
berimplikasi hukum sama dengan qard} yaitu kewajiban
mengembalikan dana tersebut.978
Fatwa DSN menetapkan berbeda tanggung jawab wakil pada
kasus dana sosial (tabarru‘) dalam produk asuransi syariah. Dana
sosial tersebut dapat mengalami fluktuasi. Jika dana tabarru‘ yang
dikelola mengalami kerugian, maka menurut fatwa DSN dan MPS,
perusahaan sebagai wakil (dalam kontrak waka>lah) harus

2006), 4022;
974
"Laysa ‘ala al-mustawdi' ghayr al-mughil d}ama>n", "la> d}ama>n ‘ala
mu'taman". Muh}ammad ibn ‘Ali> al-Shawka>ni>, Nayl al-Awt}a>r, j.5, (al-Qa>hirah: Da>r
al-Hadi>th, 2000), 296; ‘Ali> ibn ‘Umar al-Da>r al-Qut}ni>, Sunan al-Da>r al-Qut}ni>, j.4,
(Beiru>t: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmi>yah, 1417 H), 115.
975
Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulation (Malaysia: Pelanduk
Publication, 1997), 79.
976
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 101.
977
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 4024-4030.
978
Keputusan MFI nomor 86. Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/
qrarat/9-3.htm, pada tanggal 3 Juli 2011. Adiwarman A. Karim, Bank Islam,
Analisis Fiqih dan Keuangan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), 291.

242
menanggulangi dana tabarru‘.979 Perusahaan sebagai pemegang
amanah akan mendapat pengembalian dana talangan tersebut dari
keuntungan investasi tabarru‘.980 Ketika defisit dana sosial terus
berlanjut atau defisit itu disebabkan kesalahan pengelolaan, maka
menurut MPS, pemegang saham perusahaan harus menambah aset
(outright transfer) untuk dana tabarru‘.981 Penambahan aset dana
tabarru‘ dari pemegang saham merupakan alternatif terakhir setelah
upaya talangan (qard}) tidak berhasil. Suntikan dana diperlukan agar
perusahaan tetap sehat untuk melindungi kepentingan masyarakat.982
Kaidah fikih, seperti dirujuk MPS menyebutkan kemaslahatan umum
diutamakan dari kemaslahatan khusus dan setiap kemudaratan
dihindari.983
Tanggung jawab mud}a>rib dalam kontrak musha>rakah dan
mud}a>rabah hanya berlaku ketika ia lalai atau menyalahi kesepakatan.
Tidak ada ganti rugi dalam kontrak mud}a>rabah. Ganti rugi (ta‘wi>d)
hanya dikenakan pada kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau
pelanggaran kesepakatan.984 Keputusan AAOIFI, sebagaimana dirujuk
MPS, menetapkan ganti rugi dikenakan pada pihak yang menyalahi
kontrak.985 Mud}a>rib, menurut MFI, tidak dibenarkan menjamin

979
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 413.
980
Premi tidak bisa dimiliki karena perusahaan statusnya sebagai wakil. DSN
dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 400. ‘Ali> Muh}yi> al-Di>n al-Qarhda>ghi>, al-Ta'mi>n al-
Isla>mi>, 326.
981
Keputusan MPS pada pertemuan ke-38 tanggal 28 Agustus 2003 dan
pertemuan ke-100 tanggal 30 April-1 Mei 2010. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 83.
982
Upaya menyuntik dana adalah bagian tindakan politik ekonomi yang tidak
saja berguna untuk menyelamatkan industri asuransi syariah, tetapi juga
menyelamatkan masyarakat, terutama peserta asuransi. Penyelematan ini sesuai
dengan kaidah kemaslahatan umum didahulukan dan kemudharatan dihindari. "al-
mas}lah}ah al-‘a>mmah muqaddamah ‘ala> al-mas}lah}ah al-kha>s}s}ah", Maslahah umum
diutamakan dari maslahah khusus, dan kaidah "al-d}arar yuza>l", kemudharatan
hendaknya dihilangkan. Abu Isha>q al-Sha>t}ibi>. al-Muwa>faqa>t fi> Us}ul al-Shari>‘ah, j.2.
(al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2006), 645. Ah}mad ibn Zayn al-‘A<bidi>n ibn Nujaym, al-
Ashba>h wa al-Naz}a>ir, j.1, (Mis}r: al-Mat}ba‘ah al-H}usayni>yah al-Mis}ri>yah, 1322H),
85.
983
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 84.
984
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 13, 19, 43-46.
985
Keputusan AAOIFI nomor 13 (4/4). Bank Negara Malaysia, Resolusi

243
kontrak mud}a>rabah. Jaminan dari pihak ketiga diperbolehkan.986
Biaya operasional mud}a>rabah menjadi tanggung jawab mud}a>rib,
sedangkan biaya pengelolaan musha>rakah tidak boleh dibebankan
kepada salah satu pihak, tetapi dibebankan pada dana musha>rakah.987
Salah satu pihak tidak dibenarkan mendapatkan tambahan keuntungan
tertentu sebagai kompensasi biaya yang dikeluarkan untuk
pengelolaan dana shirkah.988
Uang muka (‘urbu>n) merupakan syarat dalam akad. Menurut
DFPS Kuwait ‘urbu>n dapat dilakukan jika objek yang dijadikan akad
tersedia. Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> juga membolehkan ‘urbu>n (down
payment/DP). Besarnya uang muka diharapkan senilai dengan
kerugian yang kemungkinan dialami penjual tatkala jual beli batal.
LKS tidak dibenarkan membiayai kontrak mura>bah}ah di mana
nasabah telah mengikat kesepakatan dengan supplier untuk pembelian
objek tertentu dengan membayar ‘urbu>n. Pembayaran ‘urbu>n tersebut
baru dilakukan setelah nasabah sepakat dengan LKS untuk
pembiayaan mura>bah}ah.989 Jika penjualan dilanjutkan maka DP
tersebut termasuk dalam harga, namun jika jual beli dibatalkan maka
DP tersebut menjadi hak penjual. MFI menegaskan perlunya kejelasan
jarak waktu antara kesepakatan jual beli dengan pernyataan menjual
atau membatalkan agar tidak terjadi perselisihan.990

Syariah, 37.
986
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Mud}a>rabah al-Mushtarakah fil-Muassasa>t al-
Ma>li>yah", diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/13-5.htm, pada
tanggal 3 Juli 2011.
987
Larangan penentuan biaya mud}a>rabah didasarkan pada ‘urf. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 30.
988
Pada fatwa DFPS nomor 219 disebutkan bahwa biaya pengelolaan
(mas}a>ri>f) shirkah diambil dari dana shirkah dan tidak boleh dibebankan kepada salah
satu pihak. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529
&TOCID=368& BookID=506&PID=326, tanggal 9 Juni 2012.
989
Fatwa nomor 5, 126, 353. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=4&BookID=506&PID=25, tanggal 23 Maret 2012 dan
http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=351&BookID=506&PID=295, tanggal 9 Juni
2012.
990
Ketetapan MFI nomor 72 (8-3) yang ditetapkan pada pertemuan ke-8 di
Brunei Darussalam tanggal 21-27 Juli 1993. Diunduh dari http://www.fiqhacademy.
org.sa/qrarat/8-3.htm, tanggal 3 Juli 2011.

244
Sebagian syarat tersebut tidak sejalan dengan akad mura>bah}ah.
Menurut Sulaima>n al-Ashqar, akad mura>bah}ah dengan kewajiban
memenuhi janji (wa‘ad) harus memenuhi pembatasan (d}awa>bit})
sebagai berikut; adanya kebebasan dari nasabah dan bank untuk
menuntaskan akad jual beli sehingga tidak dibatasi oleh salah satu
pihak dengan adanya uang muka (‘urbu>n), jaminan (kafa>lah), atau
saksi dan bukti tertulis lainnya; salah satu pihak tidak dibenarkan
mengenakan ganti rugi (ta‘wid}) kepada yang lain karena kemungkinan
kerusakan yang terjadi; bank dapat menjual kembali objek akad
setelah diterimanya objek tersebut (al-qabd}) dan bank menjamin objek
sampai diterima nasabah; ucapan janji yang benar adalah nasabah
mengatakan kepada bank, silahkan bank membeli objek mura>bah}ah
untuk bank dan nasabah punya keinginan untuk membelinya dengan
cara dicicil.991 Nasabah tidak menanggung atau mengganti rugi atas
kerusakan objek akad selama objek tersebut belum diterima nasabah
dan akad jual beli mura>bah}ah diteken. Nasabah tidak harus menerima
objek akad manakala objeknya berubah selama objek tersebut belum
diterima nasabah dan harganya dibayar.992 Komisi Fatwa Yordania
membenarkan para pihak membuat syarat objek akad harus diterima
dalam keadaan sempurna sesuai dengan karakteristik yang disepakati
dan terbebas dari berbagai bentuk kekurangan.993 DPS dan juga dewan
syariah, menurut al-Mis}ri>, tidak dibenarkan mengikuti kepentingan
LKS untuk meloloskan proposalnya dengan cara memudahkan hukum,
legal excuse, dan mendukung kepentingan yang diinginkannya.
Tujuan DPS adalah menghasilkan hukum yang sah, bukan
menghalalkan hukum yang diminta LKS.994

991
Muh}ammad Sulaima>n al-Ashqar, Bay‘ al-Mura>bah}ah kama> Tajri>h al-
Bunu>k al-Isla>mi>yah (Yordan: Da>r al-Nafa'>is, 1995), 49-50.
992
Fatwa nomor 429 tanggal 3 Januari 2010 dengan judul "La h}araj fi> bay‘ al-
mura>bah}ah lil-a>mir bi al-shira>'", diunduh dari situs http://www.aliftaa.jo/index.php/
ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember 2010.
993
Fatwa DFPS nomor 61. Dalam hal objek akad berupa ukuran berat, maka
objek yang rusak dihilangkan dengan mengurangi harga dari yang rusak tersebut.
Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529& TOCID=4&
BookID=506&PID=34, 23 Maret 2012.
994
Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, "'Amal al-Fuqaha>' lada> Rija>l al-Amwa>l wal-A‘ma>l",
Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.21, No. 1, (2008), 63-64.

245
DSN dan MPS sepakat tanggung jawab atas aset dipikul oleh
pemilik aset tersebut, sedangkan pengguna tidak bertanggung jawab
kecuali karena kelalaiannya. Demkian halnya dengan wakil, ia tidak
bertanggung jawab atas yang dipercayakannya kecuali karena
kesalahan yang disengaja.

H. Pengikatan Janji
Para ulama memperselisihkan pengikatan janji dalam kontrak.
Perbedaan pendapat terbagi dalam tiga kelompok; pertama, memenuhi
janji hukumnya sunah; kedua, memenuhi janji hukumnya wajib;
ketiga, memenuhi janji hukumnya wajib pada hal-hal tertentu.995
Mayoritas ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi'iyah, Hanabilah,
Zahiriyah, dan sebagian Malikiyah memilih pendapat pertama,
memenuhi janji hukumnya sunah. Memenuhi janji bersifat kebajikan
(diya>nah) dan tidak dapat dituntut secara hukum (qad}aa> n).996 Hukum
sunah berlaku bagi seseorang yang berjanji dan mengalami kesulitan
untuk memenuhinya. Bagi seseorang yang berniat tidak memenuhi
janji hukumnya haram dan termasuk tanda-tanda munafik.997 Ibn
Shubrumah (w. 144 H) berpendapat bahwa janji mengikat dan harus
dipenuhi. Sependapat dengan Ibnu Subrumah adalah Sa‘i>d ibn al-
Ashwa‘, Isha>q ibn Ra>hawayh (w. 238 H), al-H}asan al-Bas}ri (w. 110
H), dan Abu> Bakr ibn al-‘Arabi>.998 Keputusan Majma‘ al-Fiqh al-
Isla>mi> pada pertemuannya yang ke-5 di Kuwait tanggal 10-15
Desember 1988 menetapkan janji bersifat mengikat.999 Al-Sibha>ni>

995
Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad fi> al-Fiqh al-
Isla>mi> wa Tat}bi>qa>tuh al-Mu‘a>s}irah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul
Aziz, Vol.16, No. 2, (2003): 49.
996
Ibn ‘A>bidi>n, al-‘Uqu>d al-Durri>yah fi> Tanqi>h} al-Fata>wá al-H}ami>di>yah, j.2,
(Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, tt.), 321; Abu> Zakariya> Yah}yá ibn Sharaf al-Nawa>wi>,
Rawd}ah al-T}a>libi>n wa ‘Umdah al-Mufti>n, j.5, (Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, 1405 H),
390; Mans}u>r ibn Yu>nus ibn Idri>s al-Bahu>ti>, Kashsha>f al-Qina>' ‘an Matn al-Iqna>', j.3,
(Riya>d}: Mat}ba‘ah al-Nashr al-Hadi>thah, tt.), 363.
997
Hadis Nabi menyatakan: "Tanda-tanda orang munafik tiga; berdusta
tatkala berkata, mengingkari ketika berjanji, dan menghianati ketika diberi
kepercayaan". (HR. al-Bukha>ri> dan Muslim). Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-
Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad", 49.
998
Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad", 50.
999
Hasanudin, "Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan Syariah

246
juga berpendapat mengikatnya janji bagi pihak yang berakad.1000
Pendapat ketiga yang menyatakan janji mengikat karena sebab
tertentu terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, Imam Ma>lik, ibn al-
Qa>sim, dan Sah}nu>n berpendapat mengikatnya janji karena sebab-
sebab tertentu. Sesuatu yang dijanjikan termasuk dalam sebab
tersebut, seperti janji memberikan mahar jika seseorang menikah.
Mahar termasuk dalam akad nikah. Pendapat tersebut adalah pendapat
yang unggul dan dikenal di kalangan mazhab Malikiyah. Kedua, janji
mengikat dan dapat dituntut jika janji ada karena sebab, meskipun
yang dijanjikan tidak termasuk dalam sebab. As}bagh mendukung
pendapat ini. Ketiga, janji saja tidak mengikat, namun jika janji
tergantung pada syarat, maka wajib hukumnya memenuhi janji.
Contohnya, seseorang mengatakan belikan barang tersebut kepada
seseorang, jika ia tidak mau membayar, maka ia berjanji
membayarnya. Kalangan Hanafiyah memilih pendapat ini.1001
Ulama kontemporer menetapkan pengikatan janji. Al-Mis}ri>
mencatat, Mus}tafá al-Zarqá adalah yang pertama berpendapat
mengikatnya janji. Setelah itu, adalah Yu>suf al-Qarad}a>wi> dan H}asan
al-Sahz}ili> yang berpendapat sama. Al-Qarad}a>wi> mengatakan janji
dalam mura>bah}ah mengikat bagi yang mengucapkannya.1002
Keputusan Muktamar Bank Islam II yang dilaksanakan di Kuwait
menetapkan janji bersifat mengikat.1003
Al-Islambu>li> berpendapat, pendapat mayoritas adalah pendapat
unggul. Alasannya, janji berlaku bagi yang berniat memenuhinya,
bukan orang yang berniat mengingkarinya. Janji berkaitan waktu di
masa depan yang belum diketahui keadaan orang yang berjanji pada

Nasional Majelis Ulama Indonesia" (Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,


2008), 32-34
1000
‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni>, "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-S}ayrafah
al-Isla>mi>yah", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16, No. 1,
(2003): 33.
1001
Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad", 50-51.
1002
Rafic Yunus Al-Masri, "The Binding Unilateral Promise (wa’d) in Islamic
Banking Operations: Is it Permissible for a Unilateral Promise ( wa’d) to be Binding
as an Alternative to a Proscribed Contract?", Jurnal Ekonomi Islam Universitas
King Abdul Aziz, Vol.15, No. 1, (2002): 30.
1003
Muh}ammad Rawa>s Qal‘ahji>, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, 95-97.

247
saat itu. Jika seseorang menghadapi kesulitan memenuhi janji, maka
hukum wajib tidak tepat. Kewajiban memenuhi janji karena sebab
terkait dengan keadaan sebab itu sendiri, sehingga hukum asalnya
sebenarnya tidak mengikat.1004
Dalam transaksi modern yang cukup banyak menggunakan
wa‘ad, pengikatan sepihak tidak applicable. Konsekuensi janji tidak
bisa dituntut, sementara transaksi modern menghendaki kepastian
hukum. Ulama kontemporer menekankan pengikatan janji baik secara
agama ataupun hukum berdasarkan pendapat ulama yang menekankan
pengikatan janji.1005 Al-Islambu>li> berpendapat bahwa pengikatan janji
memberikan kemaslahatan dalam kegiatan keuangan syariah.
Meskipun begitu, pengikatan janji tersebut tidak bisa diterapkan
dalam semua keadaan. Keadaan tertentu menuntut pengikatan janji,
namun keadaan lain tidak memerlukannya.1006
Fatwa DSN menentukan berbeda seputar wa‘ad. Janji bersifat
mengikat pada produk tertentu, namun tidak mengikat pada produk
lain. Fatwa DSN menggunaan wa‘ad pada produk ija>rah muntahiyah
bi al-tamli>k (IMBT), musha>rakah mutana>qis}ah, mura>bah}ah, dan sale
and lease back.
Fatwa DSN dan MPS menetapkan pengikatan janji pada produk
musha>rakah mutana>qis}ah. Janji tersebut digunakan untuk
mengantisipasi kemungkinan para pihak mengelak dari kewajibannya
menjual dan membeli objek akad. Menurut Mus}t}afá Ah}mad al-Zarqá
seperti dirujuk MPS, syarat adanya janji pembelian tersebut
dibenarkan untuk melindungi pihak-pihak yang berakad dan tidak
merusak akad akad.1007 Fatwa DSN secara tegas mengharuskan
adanya wa‘ad dari dua belah pihak untuk menjual dan membeli

1004
Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa‘ad", 51-52.
1005
Pendapat Ibn Shubrumah (w. 144 H) menyatakan janji bersifat mengikat
secara hukum. Abu Muh}ammad ‘Ali> ibn Ah}mad ibn Sa'i>d ibn H}azm, al-Muh}alla, j.8,
(al-Qa>hirah: Da>r al-Ittih}a>d al-‘Arabi>, 1968), 28; al-Hat}t}a>b, Tahri>r al-Kala>m, 154.
1006
Ah}mad Muh}ammad Khali>l al-Islambu>li>, "H}ukm al-Wa'ad", 43.
1007
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 45.

248
objek.1008 Jika nasabah membatalkan untuk membeli aset, maka LKS
dapat menjual aset tersebut atas dasar janji kepada pihak ketiga. Hasil
penjualan digunakan untuk menutupi kekurangan yang menjadi hak
LKS. Jika hasil penjualan tersebut masih kurang, LKS dapat meminta
tambahan kepada nasabah. Jika nasabah dianggap tidak mampu lagi,
maka LKS harus menanggung risiko kerugian. Jika ada kelebihan dari
hasil penjualan aset, maka sisanya harus dibagikan ke nasabah sesuai
porsi masing-masing saat aset dijual.1009
Janji bersifat mengikat pada produk pembiayaan rekening koran
syariah dengan akad musha>rakah. Menurut fatwa DSN penggunaan
akad wa‘ad-musha>rakah sebagai alternatif untuk produk-produk
tertentu. Pada akad tersebut bank syariah berjanji kepada nasabah
untuk terlibat dalam akad musha>rakah yang diajukan nasabah.1010
Fatwa DSN dalam produk ija>rah muntahiyah bi al-tamli>k
(IMBT) menetapkan janji tidak mengikat. Dalam kontrak IMBT,
wa‘ad dikombinasi dengan akad ija>rah. Kesepakatan membeli/hibah
atas objek sewa (ija>rah) telah disepakati saat akad ija>rah
ditandatangani dalam bentuk janji (wa‘ad). Karena janji perpindahan
kepemilikan tidak mengikat, maka para pihak dapat melaksanakan
janji tersebut atau membatalkannya.1011 Fatwa MPS tidak
menyebutkan secara eksplisit penggunaan wa‘ad dalam akan tersebut.
Fatwa mengunakan klausul "akan beli" sebagai pengikat kontrak
AITAB sekaligus pembeda dengan kontrak ija>rah biasa.1012 Untuk

1008
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 217.
1009
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 45-46. Fatwa MPS yang
disahkan pada pertemuan ke-64 tanggal 18 Januari 2007 dan pertemuan ke-65
tanggal 30 Januari 2007 telah mengesahkan penggunaan wa‘ad oleh pelanggan
untuk membeli aset musha>rakah dalam kontrak musha>rakah mutana>qis}ah untuk
mengantisipasi pengelakan nasabah.
1010
Pada pembiayaan rekening koran syariah, bank syariah dapat mewakilkan
kerja kepada nasabah. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 28.
1011
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 160. Lihat fatwa Komisi Fatwa Syria
tentang IMBT yang dikeluarkan pada tanggal 24 Agustus 2009 (fatwa nomor 2073)
dan 14 Januari 2010 (fatwa nomor 2473). Diakses dari http://www.eftaa-
aleppo.com/ index.jsp?inc=21&id=432&name=, tanggal 27 Oktober 2011.
1012
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 4.

249
mengelak dari perbedaan pendapat, fatwa DFPS menawarkan model
IMBT dengan pembelian secara tangguh melalui mekanisme is}tis}na>‘.
Pembayaran dilakukan secara cicilan. Objek akad digadaikan
(marhu>n) dalam bentuk gadai tasji>li> (objek gadai berada di orang yang
berutang, sedangkan pemberi utang menahan surat kepemilikan
aset).1013
Pengikatan janji berlaku berbeda pada produk sale and lease
back. Pada fatwa sale and lease back, DSN menentukan sifat janji
tidak mengikat. Namun pada fatwa SBSN ija>rah sale and lease back,
janji bersifat mengikat. Pada fatwa nomor 71 (sale and lease back) dan
72 (SBSN sale and lease back) ada perbedaan titik tekan pada proses
penjualan kembali aset kepada penjual pertama. Pada fatwa nomor 71,
penjualan kembali aset kepada penjual pertama bersifat sukarela dan
tidak mengikat, sementara pada fatwa 72 bersifat mengikat. Pada
fatwa 71, pernyataan fatwa menggunakan klausul alternatif "boleh
menjual kembali aset".1014 Pada fatwa 72, pernyataan fatwa lebih
tegas mengatur penjualan kembali aset tersebut dengan klausul
"berjanji menjual kembali".1015
Fatwa MPS pada resolusi nomor 5 (Sertifikat Bank Negara
Malaysia) juga menggunakan konsep janji (wa‘ad).1016 Pada resolusi
14 (sukuk ija>rah dengan akad sale and lease back), fatwa MPS
mengatur posisi janji dalam peralihan objek akad. Pihak A membeli
aset dari pihak ketiga yang kemudian menjual kepada special purpose
vehicle (SPV). Selanjutnya SPV menerbitkan sukuk ija>rah dan
menjualnya kepada investor. Harga jual tersebut digunakan untuk
membayar pihak ketiga. Selanjutnya SPV menyewakan secara IMBT

1013
Fatwa DFPS nomor 435. www.http://moamlat.al-islam.com/ Page.aspx?
pageid=529&TOCID=111&BookID=506&PID=116, diunduh 23 Maret 2012.
1014
Teksnya: "pembeli boleh berjanji kepada penjual untuk menjual kembali
kepadanya aset yang dibelinya sesuai dengan kesepakatan". DSN dan BI, Himpunan
Fatwa, j.2, 195.
1015
Pada fatwa 72 disebutkan: Pemerintah menjual aset yang akan dijadikan
obyek ija>rah kepada Perusahaan Penerbit SBSN atau pihak lain melalui wakilnya
yang ditunjuk dan pembeli berjanji untuk menjual kembali aset yang dibelinya
sesuai dengan kesepakatan. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 206-207.
1016
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 9.

250
aset tersebut kepada pihak A dan pihak A membayar sewa kepada
SPV setiap enam bulan sekali. Hasil sewa tersebut dibayarkan kepada
pemegang sukuk. Di akhir masa sewa pihak A membeli aset dari
SPV.1017 Pada resolusi nomor 71 (kontrak jual dan beli lagi)
ditegaskan kedudukan janji tidak mengikat. Penjual pertama berjanji
(wa‘ad) untuk membeli kembali aset yang dijualnya di waktu yang
berbeda dan dengan harga yang berbeda pula. Pembeli dapat menjual
atau tidak kepada penjual pertama. Syarat penjualan tersebut tidak
membatalkan akad jual beli pertama.1018
Janji mengikat pada produk sukuk ija>rah (fatwa MPS nomor
108). Danajamin Nasional Berhard (DNB) berjanji (wa‘ad) membeli
aset sewa sebagai jaminan sukuk dari pemegang sukuk (investor).
Kepemilikan aset akan berpindah ke penerbit sukuk karena janji
tersebut. DNB menjamin sewa dan wa‘ad pembelian aset.1019 Jaminan
tersebut didasarkan pada kesepakatan pihak yang berakad.1020 Adanya
syarat dalam bentuk wa‘ad dibenarkan. Keputusan MFI sebagaimana
dirujuk MPS membenarkan syarat janji. Syarat tersebut tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.1021
Pengikatan janji memiliki kekuatan hukum yang memadai. Janji
(wa‘ad) dari bank dan nasabah bersifat mengikat bagi keduanya
sebagaimana mengikatnya bay‘ al-wafa>'.1022 Islam menganjurkan

1017
Transaksi tersebut dibolehkan selama jual beli dilakukan dengan tata cara
yang benar dan IMBT dilakukan sesuai ketentuan fatwa MPS. Bank Negara
Malaysia, Resolusi Syariah, 19-20.
1018
Fatwa MPS pada pertemuan ke-13 tanggal 10 April 2000 dan pertemuan
ke-21 tanggal 30 Januari 2002 memutuskan kontrak “jual dan beli balik“ pada
tanggal berbeda dibenarkan dan transaksi itu tidak termasuk akad bay‘ al-‘i>nah. Jual
beli kedua akan dilakukan manakala pembeli berkeinginan menjual kembali objek
akad. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 112.
1019
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 173.
1020
Fatwa MPS melandaskan keputusannya pada kaidah fikih yang
menyatakan, "Hukum asal dalam akad adalah kerelaan atau persetujuan kedua-dua
pihak yang berkontrak dan hasil kontrak adalah berdasarkan (hak dan
tanggungjawab) yang telah mereka sepakati dalam akad." Bank Negara Malaysia,
Resolusi Syariah, 174.
1021
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 46.
1022
‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wa> al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 28.
Lihat juga Ketetapan MFI nomor 40-41 yang disepakati pada Pertemuan Ke-5 di

251
untuk menepati janji. Janji dalam kontrak memiliki dampak hukum
terhadap harta sehingga mengikat bagi kedua belah pihak. Al-Mis}ri>
mengoreksi pendapat yang mengatakan janji di bank syariah tidak
mengikat. Kalau janji tidak mengikat, kenapa bank syariah
menetapkan ganti rugi pada seseorang yang membatalkan janjinya
kepada bank syariah. Artinya, janji tersebut sebenarnya mengikat.1023
Ganti rugi tersebut, menurut MFI, dikenakan pada kerugian riil saja
tidak boleh dikenakan pada kerugian yang akan terjadi (al-furs}ah al-
d}a>i‘ah).1024
Janji berbeda dengan hak memilih (khiya>r). Khiya>r (hak
memilih) terjadi setelah akad pembelian terjadi, sementara wa‘ad
terjadi pada akad yang belum terjadi. Janji dapat menggantikan khiya>r
karena janji bersifat sepihak. Untuk memperkuat keinginan membeli,
para pihak meminta jaminan uang atau bentuk komitmen lainnya.1025
Modifikasi akad dengan janji dapat dilakukan sepanjang wa‘ad berdiri
sendiri dari akad lain dan tidak ada keterkaitan antara satu akad
dengan akad lainnya.1026
Ada pergeseran keputusan fatwa dalam hal pengikatan fatwa.
Fatwa-fatwa yang disahkan lebih awal tampak menempatkan janji
tidak mengikat. Seiring dengan kebutuhan dan kepastian hukum,
fatwa menetapkan pengikatan janji bersifat tetap (qad}aa> n). Al-Mis}ri>
membenarkan adanya pergeseran janji dari sifatnya yang tabarru‘
(kebajikan) menjadi tukar-menukar (mu‘a>wad}a>t).1027 Pengikatan janji
didasarkan pada pendapat ulama tentang hal itu karena janji tersebut
memiliki akibat hukum pada harta benda. Fatwa DSN sangat

Kuwait, 10-15 Desember 1988. Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat


/5-2/3.htm, tanggal 3 Juli 2011.
1023
Rafic Yunus Al-Masri, "The Binding Unilateral Promise (wa’d)", 30.
1024
Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>, "al-Muwa>‘adah wal-Muwa>t}aah fil-‘Uqu>d", diunduh
dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/17-6.htm, pada tanggal 3 Juli 2011.
1025
Fatwa Dewan Syariah Al-Barakah Nomor 9/10. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad
(ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 298-301.
1026
Fatwa Dewan Syariah Al-Barakah Nomor 9/10. Ali Jum‘ah Muh}ammad
(ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah, j.4, 298-301.
1027
Rafic Yunus Al-Masri, "The Binding Unilateral Promise (wa’d)", 29.

252
dipengaruhi oleh kebutuhan transaksi LKS dan perkembangan
transaksi. Janji pada kontrak yang melibatkan negara, seperti pada
sukuk dan SBSB, bersifat mengikat. Janji pada produk LKS lain, ada
yang mengikat seperti pada produk musha>rakah mutana>qis}ah dan
tidak mengikat seperti pada produk IMBT.

I. Hukum Jaminan
Perbedaan pendapat muncul seputar status hukum jaminan pada
produk pembiayaan berbasis modal (mud}a>rabah, musha>rakah, dan
qard}) ataupun berbasis barang (mura>bah}ah, bay‘, salam/is}tis}na>‘).
Jaminan sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip kehati-hatian
(prudential principle) dan mengantisipasi cidera janji nasabah dalam
membayar utang. Persoalan muncul karena produk syariah tidak
seluruhnya berbentuk utang. Produk utang terjadi pada pembiayaan
qard} dan jual beli. Utang sebenarnya tidak terjadi pada produk
pembiayaan mud}a>rabah dan musha>rakah. Kedua produk tersebut
termasuk pembiayaan berbasis kepercayaan (amanah).
Jaminan ditemukan di hampir semua produk pembiayaan.
Pembiayaan berbasis modal (mud}a>rabah, musha>rakah, qard}) dan
berbasis utang (bay‘, salam, is}tis}na>‘, mura>bah}ah) mengenakan
jaminan. Jaminan diberlakukan untuk melindungi dana atau piutang
dan mengantisipasi adanya penyimpangan.1028
Penetapan jaminan pada mud}a>rabah sejatinya tidak sah karena
tidak sesuai dengan tujuan akad. Penetapan jaminan untuk tujuan
keuntungan menyalahi konsep mud}a>rabah yang mengandung risiko
untung dan rugi. Prinsip dalam kegiatan bisnis adalah keuntungan
bersanding dengan risiko (al-ghurm bi al-ghunm). Dewan Syariah
Bank Islam Dubai (DSBID) menekankan pentingnya memilih mud}a>rib
yang berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi.1029 Menurut

1028
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 13, 19, 43-46.
1029
Fatwa MPS Malaysia pada pertemuan ke-90 tanggal 15 Agustus 2009
memutuskan bahwa dalam usaha kontrak mud}a>rabah, mudarib tidak dibenarkan
menjamin liabilitas pihak lain yang berurusan dengannya dengan maksud untuk
menjamin modal atau modal dan keuntungan bagi kontrak mud}a>rabah. Lihat fatwa
DSBID Nomor 35 dalam ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-
Ma>li>yah, j.2, 272; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 37.

253
Elgari, jaminan dalam mud}a>rabah akan menggeser kontrak
kepercayaan menjadi kontrak pinjaman (qard}).1030 Bank syariah dan
mud}a>rib tidak dibenarkan menjamin modal mud}a>rabah. Elgari
berpendapat bahwa mud}a>rib boleh menjamin modal mud}a>rabah secara
sukarela (tabarru‘) tanpa dituangkan dalam akad, tidak menjadi
syarat, dan tidak boleh dilakukan berkali-kali karena akan menjadi
‘urf. Hukum ‘urf sama dengan syarat yang mengikat.1031
Konsep jaminan dalam mud}a>rabah tersebut tidak sama dengan
jaminan dalam rahn. Mud}a>rib tidak semestinya menjamin modal yang
diberikan kepadanya. Lain halnya dengan rahn, dimana murtahin
harus menjamin setiap risiko yang terjadi pada objek gadai (marhu>n)
tatkala ia memanfaatkannya.1032 Jaminan diberlakukan pada kasus
kerugian yang disengaja atau akibat tindakan menyalahi
kesepakatan.1033
Jaminan mud}a>rabah yang dibenarkan berasal dari pihak ketiga.
Jaminan tersebut didasarkan pada konsep kafa>lah (penjaminan). Pihak
ketiga dimaksud tidak memiliki kepentingan langsung dan tidak
langsung dengan kontrak muda>rabah. Jaminan pihak ketiga dapat
berupa kebajikan (tabarru‘) yang tidak perlu dikembalikan atau utang
yang harus dikembalikan oleh mud}a>rib kepada pihak ketiga setelah
selesai kontrak mud}a>rabah. MPS membolehkan jaminan pihak ketiga
atas liabilitas pihak yang berurusan dengan mud}a>rib dalam kontrak
mud}a>rabah berdasarkan keputusan MFI. Pada fatwa nomor 28, MPS
membolehkan pihak ketiga menjamin modal atau keuntungan
mud}a>rabah dengan syarat pihak ketiga tersebut tidak memiliki kaitan

1030
Mohammad Ali Elgari, "Guarantee by the Islamic Bank of the Investment
Deposit", Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.16, No. 2,
(2003): 26.
1031
Mohammad Ali Elgari, "Guarantee by the Islamic Bank", 25-26.
1032
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 27. Resolusi didasarkan atas
fatwa MPS pada pertemuan ke-9 tanggal 25 Februari 1999 dan pertemuan ke-49
tanggal 28 April 2005.
1033
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 43-44. Bank Negara Malaysia,
Resolusi Syariah, 37. Fatwa Nomor 42 dari Kitab Jawaban Agama atas Praktik
Lembaga Keuangan di Saudi. Lihat ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-
Mu'a>mala>t al-Ma>li>yah, j.2, 372-373.

254
langsung atau tidak langsung dengan mud}a>rib.1034 Jaminan tersebut
mengandung manfaat (maslahat) untuk mendukung kontrak
mud}a>rabah.1035 Fatwa DSN membenarkan jaminan dari pihak ketiga
dan dari mud}a>rib.1036 Jaminan tersebut untuk menghindari
penyimpangan. Hadis Nabi riwayat Ibn Ma>jah yang dirujuk DSN
menyebutkan kemudaratan agar dihindari.1037 Namun demikian,
menurut Elgari, jaminan dari pihak tersebut sulit ditemukan dalam
keuangan modern.1038
Jaminan dalam kontrak musha>rakah tidak diperbolehkan karena
tidak sesuai dengan aturan agama. Dalam fatwa DSN disebutkan
jaminan bisa diterapkan untuk menghindari penyimpangan atau dalam
kondisi penyelewengan dan kesalahan yang disengaja.1039 MPS
membolehkan pembiayaan musha>rakah selama tidak ada jaminan
modal dan/atau keuntungan dari satu pihak atas pihak yang lain.1040
Kerugian yang dialami shirkah karena berbagai sebab ditanggung oleh
shirkah, kecuali ada unsur kesengajaan dari para pihak.1041
Syarat tambahan berupa jaminan dibenarkan selama syarat
tersebut disepakati oleh pihak yang berakad.1042 Fatwa Dewan Syariah
Bank Islam Faisal Sudan nomor 22 membolehkan bank syariah
meminta nasabah jaminan musha>rakah jika terjadi unsur kesengajaan
atau melampaui batas kesepakatan. Tujuan jaminan tersebut untuk

1034
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 35-36.
1035
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 39.
1036
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 43-44.
1037
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 42.
1038
Mohammad Ali Elgari, "Guarantee by the Islamic Bank", 26.
1039
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 52.
1040
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 40.
1041
Fatwa DFPS nomor 221 dan 223. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=368&BookID=506&PID=330 dan PID=331,
tanggal 9 Juni 2012.
1042
Hal ini didasarkan pada hadis Nabi yang mengatakan, "Perdamaian dapat
dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-
syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram." Hadis riwayat al-Tirmi>dhi> dari ‘Amr ibn ‘Awf.

255
menjaga amanah dari harta yang disertakan dalam musha>rakah.
Nasabah tidak boleh dibebani jaminan atas kerugian karena bukan
tindakannya yang berlebihan atau menyalahi kesepakatan.1043 Syarat
jaminan untuk memenuhi kebutuhan transaksi modern. Syarat
tambahan, menurut al-Zarqá sebagaimana dirujuk MPS, berlaku
selama memenuhi ketentuan tidak menggugurkan syarat yang
ditentukan agama. Jika syarat baru bertentangan dengan syarat yang
ditetapkan ulama, maka disesuaikan dengan ‘illah hukum dan ‘urf
yang berlaku. Jika syarat betul-betul baru, maka harus mendukung
kepentingan para pihak, tidak membatalkan tujuan akad, dan tidak
mengakibatkan pada hal yang diharamkan.1044
Fatwa DSN dan MPS membenarkan jaminan dalam kontrak jual
beli barang yang berakibat utang. LKS dapat meminta jaminan dalam
bentuk barang (rahn) atau jaminan lain (kafa>lah) pada kontrak
is}tis}na>‘.1045 Jaminan dalam bentuk kafa>lah ditetapkan untuk menjamin
nasabah melunasi utangnya. Jika nasabah terlambat membayar utang,
maka penjamin (kafi>l) wajib melunasi seluruh sisa utang. Jaminan dari
pihak ketiga (kafi>l) tersebut berupa dana yang ditahan atau dana
nasabah yang diblokir.1046 Syarat dapat dituangkan dalam kontrak
untuk antisipasi aturan baru yang dikeluarkan otoritas di tengah
proses kontrak. Syarat itu berkaitan tanggung jawab memenuhi aturan
baru, termasuk yang berkenaan dengan biaya yang akan dibebankan
kepada pemilik objek akad.1047 Penetapan jaminan (kafa>lah) objek
mura>bah}ah agar diterima sesuai dengan pesanan dan dalam keadaan

1043
Bank Islam Faisal Sudan, "Kita>b Fata>wá Hay'ah al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah
libank Fais}al al-Isla>mi> al-Su>da>ni>", Terbitan Bank Islam Faisal Sudan, fatwa nomor
22. ‘Ali> Jum‘ah Muh}ammad (ed.), Fata>wá al-Mu'a>mala>t al-Ma>li>yah, j.3, 381-382.
1044
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 46. Ketetapan MFI nomor 123.
Diunduh dari http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/13-5.htm, tanggal 3 Juli 2011.
1045
Fatwa DFPS nomor 248. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=144, tanggal 23 Maret 2012.
1046
Fatwa nomor 397 dan 449. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/
Page.aspx?pageid=529&TOCID=323&BookID=506&PID=273, tanggal 9 Juni
2012.
1047
Fatwa DFPS nomor 251. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=155, tanggal 23 Maret 2012.

256
baik juga dibenarkan.1048 Fatwa MPS mengesahkan sukuk ija>rah dan
saham syariah sebagai jaminan produk pembiayaan.1049 Syarat
berkaitan dengan status hukum objek akad dan kebolehan
mengembalikan objek jika ada masalah dibolehkan juga.1050
Komisi Fatwa Yordania memetakan tiga pendapat ulama
mengenai status jaminan: pertama, Ibn H}ajar al-Haytami> dari
Syafi'iyah berpendapat bahwa penjualan dengan syarat menjadikan
objek akad sebagai jaminan sebelum objek tersebut diterima tidak sah.
Jika objeknya telah diterima, maka dengan syarat ataupun tanpa
syarat, akad jual beli dan rahn sah. Kedua, al-Bahu>ti> dari Hanabilah
membolehkan penjualan dengan syarat menjadikan objek sebagai
jaminan (rahn). Ketiga, fatwa Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> pada fatwanya
nomor 133, menyatakan bahwa penjual tidak berhak mengamankan
objek yang telah dijualnya. Akan tetapi penetapan syarat
menjadikannya sebagai jaminan untuk terpenuhinya utang
diperbolehkan.1051 Objek yang dijadikan rahn tidak boleh dijual lagi
sebelum akad pertama sempurna (taqa>bud}).1052
Jaminan dapat berasal dari lembaga keuangan konvensional atau
non-muslim. Resolusi syariah Malaysia nomor 15 membolehkan
jaminan dari konvensional. Kebolehan jaminan tersebut, menurut

1048
Fatwa DFPS nomor 202 dan 224. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.
com/Page.aspx? pageid=529&TOCID=163&BookID=506&PID=160, tanggal 23
Maret 2012.
1049
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 97. Keputusan MFI "penjualan
saham dan menjandikannya sebagai jaminan", membolehkan saham sebagai
jaminan. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&
TOCID=489& BookID=506&PID=436, tanggal 9 Juni 2012.
1050
Status barang berkaitan dengan halal dan haramnya, seperti peralatan
musik, daging impor yang disembelih non-muslim, barang haram, dan barang-barang
subhat. Pada fatwa DFPS nomor 53 dimungkinkan adanya perjanjian pengembalian
barang karena sebab tertentu. Diunduh dari http://moamlat.al-
islam.com/Page.aspx?pageid= 529&TOCID=351&BookID=506&PID=292, tanggal
9 Juni 2012.
1051
Fatwa Komis Fatwa Yordania nomor 588 tanggal 8 April 2010 dengan
judul "h}ukm ishtira>t} rahn al-mabi>‘ ‘alá thamanih", diunduh dari http://www.aliftaa.
jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15 Nopember 2010.
1052
Fatwa DFPS nomor 92. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/ Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=470, tanggal 9 Juni 2012.

257
fatwa DFPS, mencontoh praktik Rasulullah yang melakukan akad
jaminan (rahn) dengan Yahudi.1053 Jaminan dari bank konvensional
senilai dengan proyek yang disepakati dan tidak mengenakan bunga.
Jaminan tersebut tidak bertujuan untuk dimiliki tetapi hanya untuk
keamanan semata. Objek jaminan adalah barang yang sah menurut
agama. 1054
Jaminan dapat berupa orang atau barang (baik bergerak atau
tetap). Jaminan dalam bentuk barang menggunakan konsep gadai
(rahn). Pada akad rahn, nasabah (ra>hin) memberikan jaminan kepada
bank (murtahin) atas pinjaman yang diterimanya (qard}).1055 Murtahin
tidak diperkenankan memungut biaya dalam akad rahn ini karena
termasuk kategori penambahan pokok pinjaman yang diharamkan.1056
Penetapan rahn sebelum terjadi transaksi yang menimbulkan utang
tidak diperbolehkan.1057
Jaminan (marhu>n) dalam akad rahn dapat berupa benda
bergerak, seperti kendaraan dan emas atau tidak bergerak, seperti
tanah. Jaminan (marhu>n) selain berupa kedua jenis barang tersebut,
juga dapat berupa bukti kepemilikan, seperti BPKB atau sertifikat
tanah. Rahn jenis ini disebut dalam fatwa DSN sebagai rahn tasji>li>,
rahn ta'mi>ni>, rahn rasmi>, atau rahn h}ukmi>.1058 Dalam rahn jenis ini,
objek gadai tetap berada dan dimanfaatkan oleh ra>hin, murtahin hanya
menerima bukti kepemilikan objek gadai.

1053
Fatwa DFPS nomor 261. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=431, tanggal 9 Juni 2012.
1054
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 23.
1055
Jaminan (rahn) untuk memberi kepastian pengembalian utang. S}ahi>b
‘Abdullah Bashi>r al-Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-Rahn, 134-135.
1056
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 149, 154-155; DSN dan BI,
Himpunan Fatwa, j.2, 164.
1057
Fatwa DFPS nomor 263. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=437, tanggal 9 Juni 2012.
1058
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.2, 163. Istilah lain menyatakan al-rahn
al-hiya>zi>, yaitu pemberi utang menguasai kepemilikan objek yang dijadikan
jaminan, namun penjagaannya diserahkan kepada orang yang berutang dengan
ketentuan pemberi utang wajib menyerahkannya kembali saat orang yang berutang
melunasi utangnya. S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r al-Shakha>nabah, al-D}ama>na>t al-
‘Ayni>yah al-Rahn, 40.

258
MPS Malaysia membolehkan sekuritas utang (seperti obligasi)
dijadikan jaminan dalam pasar uang. Sekuritas yang dijadikan jaminan
tidak dialihkan kepada pihak yang memberi dana namun tetap berada
dalam kekuasaan penerima dana. Pemberi dana cukup mengetahui
objek jaminan tersebut. Penerima dana tidak akan menjual atau
menggadaikan sekuritas tersebut sampai jatuh tempo jaminan.1059
Kebolehan rahn tasji>li> didasarkan pada pendapat Malikiyah yang
membolehkan gadai dicatatkan saja kepada pihak resmi dan objeknya
tidak diserahkan.1060 Sekuritas utang merupakan aset yang bernilai
yang dapat diperjualbelikan dan diterima oleh pihak yang berakad.
Kalangan Syafi'iyah juga membolehkan pemanfaatan gadai oleh ra>hin
dengan seizin murtahin.1061
MPS mengesahkan penggunaan satu aset untuk jaminan dua
pembiayaan. Satu aset jaminan dapat digunakan untuk menjamin jual
beli tangguh (bay‘ bithaman al-ajil/BBA) yang dilakukan LKS dan
aset tersebut dapat digunakan untuk menjamin pembiayaan lain.1062
Penggunaan satu aset untuk dua jaminan dibenarkan dengan syarat
harus mendapatkan izin dari penerima rahn pertama, nilai aset
jaminan mencukupi untuk dua pembiayaan, dan tidak mengakibatkan
kemudaratan untuk pihak-pihak yang berakad.1063 Para ulama
terdahulu, seperti Syafi'i, membolehkan menggadaikan sebagian aset
untuk suatu pinjaman dan sisa asetnya digunakan atau juga
digadaikan untuk pembiayaan baik kepada penerima gadai pertama
atau kepada peneriam gadai yang lain. Aset yang dijadikan jaminan
tersebut harus jelas bagian-bagian yang menjadi jaminan utang
pertama dan utang selebihnya.1064
Aset yang digadaikan, terutama tanah, dalam kurun waktu
tertentu mengalami kenaikan harga. Di sisi lain, cicilan ra>hin (yang

1059
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 58.
1060
Ulama Malikiyah membolehkan rahn rasmi>/hiyazi>. Wahbah al-Zuhayli>,
al-Fiqh, j.6, 4240.
1061
Wahbah al-Zuhayli>, al-Fiqh, j.6, 243.
1062
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 53.
1063
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 54.
1064
Muh}ammad Idri>s al-Sha>fi'i>, al-Umm, (al-Mans}u>rah: Da>r al-Wafá, 2005),
575.

259
menggadaikan) terus berlangsung sehingga semakin kurang total
utangnya. Dalam kondisi ini, ada kelebihan nilai aset (excess security)
jaminan. Fatwa MPS memperkenankan ra>hin menuntut nilai lebih itu
kepada murtahin untuk digunakan bagi kepentingan ra>hin seperti
digadaikan kembali untuk pembiayaan yang lain.1065 Jika murtahin
menyetujui tuntutan ra>hin untuk menggadaikan nilai lebih aset, maka
aset yang digadaikan tersebut menjadi aset bersama (musha>') antara
murtahin pertama dan murtahin kedua. Hak kedua murtahin atas aset
tersebut disesuaikan dengan jumlah utang kepada ra>hin.1066 DFPS
Kuwait menyarankan agar jaminan kedua menggunakan aset lain.1067
Mayoritas ulama membolehkan praktik penggadaian terhadap
sebagian aset yang tidak bisa dipisahkan dari aset utuhnya.1068 Setiap
aset baik aset bersama atau bukan yang bisa dijual dapat dijadikan
gadai.1069
Penambahan nilai atas objek gadai dan pengurangannya adalah
hak dan tanggung jawab ra>hin.1070 Surat berharga yang digadaikan dan
mengalami penambahan keuntungan ataupun bonus maka nilai lebih
dan untung tersebut milik ra>hin.1071 Penerima gadai (murtahin) hanya
dapat mengenakan biaya perawatan dan pemeliharaan objek gadai.

1065
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 55.
1066
Fatwa MPS memutuskan agar persetujuan murtahin pertama harus dalam
bentuk tertulis. Aset yang digadaikan ketika dijual dibagi kepada kedua murtahin
sesuai porsi utang terakhir kepada ra>hin. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah,
56.
1067
Fatwa DFPS nomor 260. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=436, tanggal 9 Juni 2012.
1068
Mayotitas ulama selain Hanafiyah membolehkan gadai sebagian nilai aset
yang tidak diketahui bagiannya (rahn al-musha>'). Al-Sha>fi'i>, al-Umm, 575; al-
Dasuki>, H}a>shiyah al-Dasuki> ‘ala> Sharh} al-Kabi>r, j.3, (Da>r Ih}ya>' Kutub al-‘Arabi>yah,
tt.), 235; Al-Bahuti>, Kashsha>f al-Qina>' , j.3, 48.
1069
Kaidah fikih menyebutkan, "Kulluma> ja>za bay‘uhu ja>za rahnuhu min
musha>' wa ghayruh". Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.6, 4255.
1070
Al-Sha>fi'i>, Musnad al-Sha>fi'i>, j.1, (Da>r al-Basha'>ir al-Isla>mi>yah, 2005),
886; Abu Bakar Ah}mad ibn al-H}usayn ibn ‘Ali> al-Bayha>qi>, al-Sunan al-Kubra, j.6,
(Maktabah Da>r al-Ba>z, 1994), 65.
1071
Al-Jazi>ri>, al-Fiqh ‘ala al-Madha>hib al-‘Arba'ah, j.3, (Beiru>t: Da>r Ih}ya> al-
Tura>th al-‘Arabi>), 332-337.; Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 61.

260
Pemindahan kepemilikan tidak terjadi dalam kontrak rahn.1072
Fatwa MPS Malaysia dan DFPS membolehkan surat berharga
konvensional digadaikan untuk pembiayaan syariah. Surat berharga
tersebut hanya bisa dijadikan gadai untuk nilai pokoknya saja,
sedangkan bunganya tidak bisa diambil sebagai bagian dari nilai aset
gadai.1073 LKS dilarang menggadaikan objek untuk utang yang
mengandung riba. Jaminan tersebut dianggap merestui praktik riba1074
DFPS tidak melarang objek tersebut dijadikan gadai di lembaga
keuangan konvensional jika utang dari LKK tidak berbasis bunga.1075
Fatwa MPS membolehkan jaminan sertifikat IMA digunakan untuk
pembiayaan konvensional, meskipun risiko syariah ditanggung oleh
pemegang sertifikat.1076 Kebolehan tersebut didasarkan pada alasan
sertifikat IMA mengandung nilai yang dapat diperjualbelikan.1077
Surat berharga merupakan objek bernilai (mutaqawwim) menurut
syariah dan dapat diserahterimakan. Objek tersebut milik sah nasabah
sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan yang dikehendakinya
termasuk menggadaikannya. LKS pun menerima objek tersebut
sebagai jaminan pembiayaan yang dikeluarkannya. Objek tersebut
memenuhi syarat gadai, yaitu objeknya bernilai dan dapat
diserahterimakan.1078
Penjualan terhadap objek gadai baru dapat dilakukan apabila
ra>hin tidak mampu mengembalikan utangnya kepada murtahin.1079

1072
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 149.
1073
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 57. Fatwa nomor 460. Diunduh
dari http://moamlat.al-islam.com/Page.aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=
506&PID=431, tanggal 9 Juni 2012.
1074
Fatwa DFPS nomor 262. Diunduh http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=436, tanggal 9 Juni 2012.
1075
Fatwa DFPS nomor 415. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=428, tanggal 9 Juni 2012.
1076
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 27-28.
1077
"Setiap yang dapat diperjualbelikan, dapat pula digadaikan". Lihat Ibn
Quda>mah, al-Mughni>, j. 6, 455.
1078
Al-Khirs}i, Mukhtas}ar Khali>l, j.5 (al-Qa>hirah: Da>r al-Kita>b al-Isla>mi> li
Ih{ya> wa Nashr al-Tura>th, tt.), 15. Muh}ammad ibn Ah}mad ibn Rushd, Bida>yat al-
Mujtahid wa Niha>yat al-Muqtas}id, j.2. (Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah), 156.
1079
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 59.

261
Sebelum dijual, fatwa DSN menetapkan agar murtahin mengingatkan
kepada ra>hin agar melunasi utangnya karena sudah jatuh tempo.1080
Hasil penjualan objek gadai digunakan untuk melunasi sisa utang
ra>hin. Kelebihan hasil penjualan atas utang harus dikembalikan ke
ra>hin. Objek gadai yang dijual tersebut milik ra>hin sehingga kelebihan
atau kekurangannya menjadi hak dan tanggung jawab ra>hin.1081 Objek
gadai dapat dijual untuk kepentingan murtahin meskipun objek
tersebut tetap masih menjadi jaminan (rahn).1082
Jaminan dalam bentuk kafa>lah diberikan oleh lembaga atau
orang. Indonesia dan Malaysia telah membentuk lembaga yang
berfungsi menjamin simpanan nasabah di bank. Malaysia telah
mengesahkan berdirinya semacam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS
didirikan pada 22 September 2005), yaitu Lembaga Penjamin
Simpanan Malaysia (LPSM, didirikan tahun 2005). Baik LPS di
Indonesia maupun LPSM menetapkan iuran dari anggota yang
menjadi peserta jaminan. Iuran itu sebagai bentuk partisipasi
penjaminan. Besarnya iuran ditentukan oleh lembaga tersebut. Fatwa
MPS dalam resolusi nomor 109 mengatur penetapan iuran tersebut
didasarkan pada akad kafa>lah bil-ujrah (jaminan dengan upah).1083
LPSM dapat membatasi jaminan yang diberikan. Dalam konteks
Indonesia, LPS membatasi tabungan yang dijamin senilai di bawah
dua milyar. Tabungan berbasis wadi>‘ah dan mud}a>rabah dapat dijamin
karena LPSM adalah pihak ketiga. Penjaminan atas tabungan
mud}a>rabah tidak mengutamakan pada jaminan atas keuntungannya.

1080
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 150.
1081
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 150. Bank Negara Malaysia, Resolusi
Syariah, 60. Rasulullah bersabda, "‘An Abi> Hurayrah anna Rasulallah S}alla Allah
‘alyh wa sallam qa>l: la> yaghliq al-rahn min s}a>hibih alladhi> rahanah lahu ghunmuh
wa ‘alayh ghurmuh". "Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda:
Jaminan tidak akan hilang dari hak pemiliknya (apabila dia tidak melunaskan
hutangnya). Setiap keuntungan dari aset jaminan adalah haknya, dan segala
tanggungan atas objek itu harus ditanggungnya". Ah}mad ibn ‘Ali> ibn H}ajar al-
Asqalani>, Bulu>gh al-Mara>m min Adillah al-Ah}ka>m, (Mat}ba‘ah al-Salafi>yah, 1928),
176.
1082
Fatwa DFPS nomor 113. Diunduh dari http://moamlat.al-islam.com/Page.
aspx?pageid=529&TOCID=489&BookID=506&PID=418, tanggal 9 Juni 2012.
1083
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 175.

262
Jaminan diutamakan pada modal bukan pada untung.1084 Tabungan
tersebut termasuk jumlah dana yang disetor dan keuntungan/hibah
yang diberikan LKS. Pembatasan penjaminan tersebut dibenarkan
menurut agama.1085
Fatwa DSN mendasarkan keabsahan jaminan dalam bentuk
gadai (rahn) pada al-Baqarah [2] ayat 283, hadis Nabi yang
menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, hadis riwayat Ibn
Ma>jah seputar tidak beralihnya kepemilikan dalam kontrak rahn, hadis
riwayat Muslim seputar pemanfaatan marhu>n. Keabsahan rahn telah
disepakati ulama (ijmak). Prinsip kebolehan muamalah juga menjadi
dasar kebolehan rahn.1086 MPS mendasarkan kebolehan rahn pada
hadis riwayat Ibn Ma>jah seputar tidak beralihnya kepemilikan dalam
kontrak rahn.1087 Dasar hukum rahn lain yang dirujuk MPS adalah
pendapat al-Sha>fi‘i> yang membolehkan satu aset untuk jaminan dua
pembiayaan dan al-Zuhayli> yang menetapkan setiap yang bisa dijual
bisa digadaikan1088 Keabsahan jaminan dalam bentuk kafa>lah (d}ama>n)
didasarkan pada Al-Qur'an, hadis, ijmak, dan kaidah fikih. DSN juga
merujuk pendapat qawl fikih dan pendapat ulama kontemporer. Nash
Al-Qur'an yang dirujuk DSN adalah Yusuf [12]: 72, al-Ma’idah [5]:
1, 2, al-Qas}as} [28]: 26, al-Nisa>' [4]: 29, dan al-Baqarah [2]: 280, 282.
Hadis Nabi yang dirujuk antara lain riwayat Tirmidhi> tentang
kebolehan membuat syarat, Ibn Ma>jah tentang prinsip menghilangkan
mudarat, al-Bukha>ri> tentang jaminan Nabi atas utang orang

1084
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 177-178.
1085
Jumlah yang harus dijamin berupa dana yang disetor dan keuntungan atau
hibah yang diberikan. Penentuan jumlahnya sesuai dengan tradisi dan kebiasaan
yang berlaku umum di perbankan syariah. LPSM seharusnya membatasi jumlah
jaminan yang akad dijamin untuk menghindari ketidakpastian. Wahbah al-Zuhayli>,
al-Fiqh, j.6, 32. Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 178.
1086
QS. Al-Baqarah [2]: 283 menekankan pentingnya pencatatan utang dan
jaminan. Hadis Nabi menyatakan "Dari ‘Aishah, ia berkata: "Sesungguhnya
Rasulullah pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan
Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya". (HR. al-Bukha>ri> dan Muslim).
Wahbah al-Zuh}ayli>, al-Fiqh, j.5, 181. DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1, 150-152.
1087
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 60.
1088
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 55, 57. Ibn Quda>mah, al-
Mughni>, j.6, 455; al-Sha>fi‘i>, al-Umm, 575.

263
meninggal, riwayat Abu Da>wu>d bahwa penanggung adalah gharim,
dan hadis Nabi tentang pertolongan Allah bagi hambanya yang
menolong orang lain. Fatwa DSN juga merujuk kaidah fikih hukum
asal muamalah, prinsip mudarat dihilangkan, kaidah kesulitan menarik
kemudahan, dan keperluan dapat menduduki posisi darurat.1089
Pendapat fikih yang dirujuk DSN antara lain al-Dimya>ti>, al-Sharbi>ni>,
Sayyid Sa>biq, dan Mus}tafá ‘Abdullah al-Hamshari>. Fatwa MPS selain
merujuk pendapat ulama kontemporer (Nazi>h} H}amma>d), juga merujuk
pada keputusan MFI. Jaminan kafa>lah dengan upah, menurut al-
Zuhayli> seperti dikutip MPS, didasarkan pertimbangan maslahah.1090
Adanya syarat tambahan dalam akad, sebagaimana dijelaskan di
atas, membuktikan belum sinkronnya penerapan hukum Islam di
lembaga keuangan syariah. Baik Indonesia maupun Malaysia
mengalami inkonsistensi. Indonesia menerapkan hukum perdata dan
dagang untuk mengatur transaksi secara umum. Malaysia menerapkan
sistem hukum common law Inggris. Mestinya, keuangan syariah
menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, dari prinsipnya hingga
penyelesaian sengketanya.1091 Hasil penelitian Hassan (dkk),
menunjukkan inkonsistensi berakibat pada kesulitan bank syariah
dalam bidang legislasi, jurisdiksi, pengaturan syariah, dokumentasi,
dan pencucian uang (money laundry). Kesulitan legislasi terjadi
karena perbedaan prinsip dan mekanisme dalam hukum Islam dan
common law. Dari sisi jurisdiksi, bank syariah mengalami kendala
dalam penyelesaian sengketa. Perundangan Indonesia membuka
peluang penyelesaian sengketa bank syariah dilakukan di pengadilan
agama, pengadilan umum, atau arbitrase. Malaysia mengatur
penyelesaian sengketa ekonomi syariah di pengadilan umum, bukan
pengadilan syariah. Masyarakat meragukan kompetensi hakim untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Dalam hal sharia
governance; bank syariah mestinya menjalankan usaha dengan role
model syariah bukan pada konvensional. Dokumentasi bank syariah

1089
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, j.1 dan 2, 70-72, 220-232.
1090
Bank Negara Malaysia, Resolusi Syariah, 166.
1091
Rusni Hassan, Aishath Muneeza and Ismail Azzam Wajeeh, "Legal
Obstacles Facing Islamic Banking in Malaysia", World Journal of Social Sciences,
Vol. 1, No. 5, (November 2011): 128.

264
mengalami kendala karena harus memenuhi hukum perikatan umum
dan kontrak syariah. Hal tersebut menuntut kemampuan lebih dari
drafternya. Kejahatan Money laundry juga menjadi tantangan berat
bagi bank syariah. Bank syariah dianggap berkomitmen rendah dalam
memberantas pidana pencucian uang.1092 Fatwa DSN mengakui syarat
tambahan karena mengikuti hukum positif. Ma'ruf Amin berpendapat
hukum ekonomi syariah terpaksa memenuhi hukum positif karena
syariah belum diterapkan utuh.1093
Penetapan syarat tambahan tersebut memunculkan kesan
kecenderungan dominasi aspek fikih dalam ekonomi Islam.
Kesyariahan ekonomi Islam mestinya mencakup syariah dalam arti
formal (hukum fikih) dan nilai etik ekonomi Islam, seperti keadilan,
kemitraan, distribusi kekayaan, pro pada kelompok rendah, dan misi
syariah lainnya. Dalam bahasa lain, Mudzhar menyebutnya sebagai
persaingan syariah legal dan moralitas ekonomi Islam.1094
Secara umum, fatwa-fatwa DSN mencakup hal-hal yang
dibolehkan dan hal-hal yang dilarang. Selain prinsip-prinsip syariah,
fatwa juga mengadopsi etika ekonomi Islam, misalnya terkait dengan
masalah kezaliman dan kesejahteraan. dalam beberapa hal, fatwa
justru terkesan membenarkan ketimpangan, sebagai contoh fatwa
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Sanksi atas Nasabah Mampu yang
Menunda-nunda Pembayaran. Fatwa tersebut terkesan menempatkan
posisi nasabah subordinat bank syariah, karena bank dapat
memberikan sanksi, padahal dalam konsep profit and loss sharing
system (PLS), kedudukan nasabah dan bank setara yang sama-sama
menanggung kerugian dan keuntungan.1095 Kemudian dalam hal
penetapan wakil (waka>lah), jika wakil berasal dari nasabah, maka
tidak ada biaya, namun jika wakil dari bank, maka dikenakan biaya.

1092
Rusni Hassan, Aishath Muneeza and Ismail Azzam Wajeeh, "Legal
Obstacles", 128-129.
1093
Wawancara dengan KH. Ma'ruf Amin, ketua DSN, tanggal 20 Pebruari
2013 di kantor DSN Jakarta.
1094
M. Atho Mudzhar, "Fatwas on The Council of Indonesia Ulama on
Economic Issues: A Study of Legal Reasoning and Socio-Legal Impact", Makalah
dipresentasikan pada Konferensi Internasional tentang Fatwa, (24-26 Desember
2012): 13.
1095
DSN dan BI, Himpunan Fatwa, 92-96.

265
Hal ini bertentangan dengan prinsip kemitraan.
Sistem ekonomi Islam yang diyakini banyak ekonom muslim
tidak sekedar sebagai opsi tetapi solusi,1096 menghadapi tantangan
dalam merumuskan model ekonomi Islam. Produk-produk ekonomi
Islam tidak sekedar tawaran lain dari produk ekonomi konvensional,
tetapi lebih dari itu mampu mewujudkan kemaslahatan umat. Impian
setiap orang adalah mendapatkan keadilan dan kesejahteraan umum.
Dua hal tersebut tidak dapat diwujudkan oleh sistem ekonomi
konvensional disebabkan karena landasan pemikirannya yang
meletakkan pada maksimalisasi kekayaan, pemuasan keinginan, serta
mengutamakan kepentingan individu. Keadilan dan tatanan sosial
merupakan konsekuensi dari kebebasan persaingan yang
menggerakkan kepentingan diri sendiri yang pada gilirannya
memenuhi kepentingan sosial.1097
Fatwa ekonomi syariah diharapkan mampu menerjemahkan
falsafah keimanan, bukan maksimalisasi kesenangan tetapi
pemenuhan kebutuhan duniawi dan ukhrawi sekaligus, distribusi
kekayaan, dan keberpihakan terhadap kelompok tidak mampu dengan
memberikan lapangan pekerjaan.1098 Fatwa ekonomi syariah
menerjemahkan aspek legal formal dan prinsip ilahiah, akhlak,
kemanusiaan, dan pertengahan, dalam produk keuangan syariah.
Yu>suf al-Qarad}a>wi> menegaskan bahwa ekonomi Islam dibangun di
atas landasan etika dan nilai moral. Landasan etika dan moral inilah
yang menjadikan ekonomi Islam berbeda dari ekonomi lainnya.1099
Menurutnya, nilai moral menjadi bagian terpenting dalam ajaran
Islam. Nilai moral merupakan bagian dari karakteristik syariat Islam
dan keunikan peradaban Islam. Syed Nawab Haedar Naqwi yakin

1096
Ismail Yusanto dan M. Arif Yunus, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor:
Al-Azhar Press, 2009), cet.ke-1, 2-11. Lihat juga Veithzal Rivai dan Andi Buchari,
Islamic Economic, Ekonomi Syariah bukan Opsi, Tetapi Solusi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), cet.ke-1.
1097
M. Umer Chapra, The Future of Economic, hal. ix – x
1098
M. Fahim Khan, Essays in Islamic Economic, (United Kingdom: The
Islamic Foundation, 1995), 5-11.; Veithzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic
Economic, 110-160.
1099
Yu>suf al-Qarad}a>wi>, Dawr al-Qiyam wa al-Akhla>q fi al-Iqtisa>d al-Isla>mi>,
(al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah, 1980), 23.

266
bahwa sistem ekonomi berbasis etik ini sebagai karakter utama dari
ekonomi Islam.1100 Nilai-nilai dasar menyangkut Ketuhanan,
kemanusiaan, kerjasama, dan keadilan. Nilai-nilai dasar tersebut dapat
mengantarkan pada pencapaian pertumbuhan dan keadilan distributif
secara simultan, sekaligus dapat menjamin kebebasan individu tanpa
mengorbankan kebajikan sosial.1101 Dengan pertimbangan etik dan
syariah, produk yang disahkan oleh fatwa berbeda dari produk yang
ditawarkan keuangan konvensional.
Dari uraian sebelumnya disimpulkan, MPS dan DSN
membenarkan adanya jaminan di hampir semua jenis kontrak,
termasuk kontrak berbasis kepercayaan, seperti mud}a>rabah dan
wadi>‘ah. Pengenaan jaminan didasarkan pada pertimbangan
kemaslahatan untuk melindungi harta dan hak pihak yang berpiutang.
Jaminan dari konvensional dibenarkan sesuai praktik Nabi yang
bergadai dengan Yahudi.
Tabel 20
Respon Fatwa Terhadap Syarat Tambahan
Syarat DSN MPS DFPS Kuwait MFI
Tambahan
Tanggung jawab Pemeliharaan aset oleh Pemeliharaan aset oleh Pemeliharaan aset Pemeliharaan aset
mu'jir, musta'jir tidak mu'jir, musta'jir tidak mu'jir, musta'jir mu'jir, musta'jir
menanggung risiko menanggung risiko tak menanggung tak menanggung
bukan kelalaiannya bukan kelalaiannya risiko bukan risiko bukan
kelalaiannya kelalaiannya
Hukum jaminan Jaminan pihak ketiga Jaminan pihak ketiga
dan mud}a>rib untuk untuk kemaslahatan
kemaslahatan
Pengikatan janji Mengikat dan tidak Mengikat dan tidak Mengikat dan Mengikat dan
mengikat mengikat tidak mengikat tidak mengikat

DSN, MPS, dan DFPS membenarkan penambahan hak dan


tanggung jawab selama hal tersebut tidak merusak tujuan akad. Dasar
kebolehan syarat tersebut adalah hadis Nabi yang membenarkan
adanya syarat baru yang dibuat di antara para pihak yang berakad.
Fatwa DSN dan MPS terbelah dalam hal pengikatan janji. Dalam
beberapa fatwa ditemukan penegasan tidak mengikatnya janji, namun
di fatwa lain janji bersifat mengikat. Pengikatan janji bertujuan
memberikan kepastian hukum dalam kontrak yang dijanjikan.

1100
Syed Nawab Haedar Naqwi, Ethics and Economic: An Islamic Synthesis,
(1981).
Khursid Ahmad dalam Syed Nawab Haider Naqvi, Islam, Economics, and
1101

Society, terj. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet.ke-1, ix.

267
Pengikatan janji didasarkan pada qawl ulama Malikiyah.
Tabel 21
Dasar Hukum Syarat Tambahan
Al-Qur'an Hadis Ijmak Kaidah Qawl fikih Fatwa Qawl kont.
fikih kont.
DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS DSN MPS

Tanggung jawab
Hukum jaminan
Pengikatan janji

DSN mendasarkan kebolehan syarat tanggung jawab para pihak


pada pendapat Ibn Quda>mah dan Wahbah al-Zuh}ayli>, sedangkan MPS
mendasarkan pada kaidah fikih dan keputusan AAOIFI. Dalam hal
jaminan, fatwa DSN mendasarkan pada Al-Qur'an, hadis, ijmak,
kaidah fikih, pendapat ulama klasik dan kontemporer, sedangkan MPS
mendasarkan pada hadis, pendapat fikih, keputusan MFI, dan
pendapat ulama kontemporer. DSN tidak merujuk sumber hukum
pada syarat pengikatan janji, sedangkan MPS merujuk pada pendapat
ulama kontemporer.

268
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) merespon positif perkembangan produk ekonomi syariah
dengan mengesahkan sejumlah bentuk kombinasi akad, model inovasi
pendapatan, dan syarat tambahan yang diperselisihkan di kalangan
ulama. Pada satu sisi kelonggaran fatwa memperbesar peluang
pengembangan produk keuangan syariah, pada sisi lain mengandung
pertanyaan mengenai tingkat keabsahannya dari segi agama.
Fatwa DSN dan MPS mengesahkan kombinasi akad mu‘a>wad}a>t-
mu‘a>wad}a>t, tabarru‘a>t-mu‘a>wad}a>t, dan pergeseran akad tabarru‘a>t
menjadi mu‘a>wad}a>t. Dari tiga belas bentuk pengembangan akad, DSN
dan MPS berbeda posisi pada tiga bentuk kombinasi akad. DSN
mengesahkan kombinasi qard}-mu‘a>wad}a>t (ija>rah), sedangkan MPS
melarangnya. DSN membolehkan asuransi syariah dengan akad tija>rah
(mud}ar> abah) dan tabarru‘, sedangkan MPS menggunakan akad
tabarru‘ (hibah dan wakaf). Dalam hal akad bay‘ al-‘i>nah, DSN
membatasi kebolehannya untuk keadaan darurat saja, sedangkan MPS
telah mengesahkannya sejak lembaga tersebut bersidang untuk
pertama kalinya pada tahun 1997 dan digunakan untuk banyak
produk. Perbedaan ketentuan tersebut terjadi karena ada hadis Nabi
yang melarang kombinasi bay‘ dan salaf, bay‘atayn fi> bay‘ah, dan
s}afqatayn fi> s}afqah
Metode-metode yang digunakan fatwa DSN dan MPS untuk
menghindari larangan kombinasi akad adalah dengan memasukkan
wa‘ad dan menetapkan keharusan pemisahan di antara akad-akad
kombinasi. Kemudian akad-akad tersebut tidak saling bergantung
(ta‘alluq). Wa‘ad tersebut digunakan sebagai muh}allil pada kombinasi
bay‘-ija>rah (produk sale and lease back), bay‘-ija>rah/hibah (produk
IMBT), musha>rakah-bay‘ (produk musha>rakah mutana>qis}ah), dan
bay‘-bay‘ (produk mura>bah}ah). Adapun ketentuan pemisahan
ditemukan hampir pada semua bentuk kombinasi akad.
Kombinasi akad dilakukan DSN dan MPS karena akad yang
tersedia dalam fikih tidak dapat diterapkan apa adanya dalam
transaksi modern. Ada tiga sebab utama kombinasi akad diterapkan:

269
pertama, pihak yang terlibat lebih dari dua (pihak), seperti pada
produk letter of credit, sementara teori akad mengadopsi dua pihak;
kedua, satu objek untuk transaksi ganda, seperti produk tawarruq dan
bay‘ al-‘i>nah; ketiga, peran lembaga keuangan syariah terbatas, seperti
produk mura>bah}ah dan salam, sementara pada teori akad peran para
pihak sudah jelas.
Matrik 1
Persamaan dan Perbedaan DSN dan MPS
dalam Merespon Pengembangan Akad
No Bentuk Pengembangan Akad DSN MPS FATWA
1 Kombinasi mud}a>rabah- Boleh Boleh Fatwa 50, 51
musha>rakah Resolusi 27
2 Salam/istis}na>‘ pararel Boleh terpisah Boleh terpisah Fatwa 5, 22
Resolusi 15
3 Kombinasi bay‘-ija>rah Boleh dengan janji dan Boleh dengan janji dan Fatwa 71, 72, 76
terpisah terpisah Resolusi 71
4 Kombinasi ija>rah-bay‘/hibah Boleh dengan janji dan Boleh dengan janji dan Fatwa 27, 71, 72, 76
terpisah terpisah Resolusi 1,2,5,11,13,14
5 Kombinasi waka>lah- Boleh Boleh Fatwa 34, 35
mura>bah}ah, mud}ar> abah, ija>rah, Resolusi 66
qard}, salam/istis}na>‘
6 Fee waka>lah Boleh Boleh Fatwa 10, 52
Resolusi 66
7 Fee kafa>lah Boleh Boleh Fatwa 11, 57, 74
Resolusi 101, 102, 103
8 Kombinasi hibah- Boleh dengan akad Boleh dengan akad Fatwa 21, 39, 51, 53
waka>lah/mud}a>rabah/mud}ar> aba tija>rah dan tabarru‘ tabarru‘ Resolusi 41,42,43,58
h mushtarakah
9 Musha>rakah mutana>qis}ah Boleh dengan janji Boleh dengan janji dan Fatwa 73
terpisah Resolusi 30, 31
10 Mura>bah}ah Boleh dengan janji Boleh dengan tawarruq Fatwa 4, 13, 16, 17, 23,
30,31,34,46,47,48,49,75
Resolusi 60, 61, 63, 64
11 Kombinasi bay‘-bay‘ Tidak boleh (keadaan Boleh selama dua akad Fatwa 31
darurat boleh) dijalankan dengan benar Resolusi 69, 70, 72, 73
12 Kombinasi kafa>lah-qard}-ija>rah Boleh Tidak boleh Fatwa 89, 90, 93
Resolusi 27
13 Kombinasi qard}-mu‘a>wad}a>t Boleh selama tidak Tidak boleh Fatwa 25,29,31,42,54,
ta‘alluq 34,35,60,67
Resolusi 33, 34

Fatwa DSN dan MPS telah mengesahkan pendapatan dan ibra>'


dalam bentuk bagi hasil, marjin, upah (fee), bonus, ta‘wi>d} dan
gharamah, kontrak dengan lembaga konvensional, dan pendapatan
dari bay‘al-‘i>nah. Dari sepuluh bentuk pendapatan dan ibra>', fatwa
DSN dan MPS berbeda secara mencolok hanya pada dua bentuk
pendapatan. Selebihnya DSN dan MPS menetapkan sama dan hanya
menekankan beberapa ketentuan.
Pendapatan dari kontrak dengan lembaga konvensional, ganti
rugi, denda, bonus qard}, wadi>‘ah, dan mud}a>rabah, bagi hasil secara net

270
revenue sharing, jual beli emas tangguh, transaksi spot dan forward,
dan potongan pelunasan, dibenarkan oleh fatwa DSN dan MPS. DSN
melarang penetapan denda, ganti rugi, dan potongan pelunasan
dituangkan dalam akad, sedangkan MPS tidak melarangnya. MPS
hanya menyarankan agar otoritas keuangan mewajibkan pencatatan
denda, ganti rugi, dan potongan pelunasan dalam akad untuk
memberikan kepastian hukum. MPS menetapkan agar bonus qard} dan
wadi>‘ah tidak menjadi kebiasaan (‘urf), sedangkan DSN tidak
mengaturnya. Dalam hal transaksi forwad, DSN membolehkan janji
dari dua belah pihak, sedangkan MPS menetapkan janji harus sepihak.
MPS membolehkan transaksi swap dan option dengan janji sepihak.
Fatwa DSN dan MPS tampak sama-sama berupaya mensyariahkan
praktik yang selama ini dilakukan lembaga keuangan konvensional.
Matrik 2
Persamaan dan Perbedaan DSN dan MPS
dalam Merespon Inovasi Pendapatan
No Bentuk Pendapatan dan Ibra>' DSN MPS FATWA
1 Kontrak dengan konvensional Boleh Boleh Fatwa 17, 39, 68, 74
Resolusi 15, 45, 47, 103,
104, 105, 110
2 Ta‘wi>d dan gharamah Boleh Boleh Fatwa 17, 43,
Resolusi 81, 82, 83
3 Bonus qard} dan wadi>‘ah Boleh Boleh selama tidak ‘urf Fatwa 2, 3, 19
Resolusi 76, 77
4 Bonus mud}ar> abah Boleh Boleh Fatwa 7
Resolusi 19, 23, 74
5 Net revenue sharing Boleh Boleh Fatwa 15
Resolusi 119, 120
6 Jual beli emas/uang tangguh Boleh Fatwa 76
Resolusi 86
7 Potongan pelunasan Boleh, tidak dituangkan Boleh, dituangkan Fatwa 23, 46, 47, 48, 49
dalam akad dalam akad oleh Resolusi 78, 79, 80
otoritas keuangan
8 Spot, forward, option, swap Spot boleh, forward Spot boleh, forward, Fatwa 28, 37, 78
dengan janji dua pihak option, dan swap Resolusi 84, 85, 86, 87,
dengan janji sepihak 88
9 Kombinasi qard}-ija>rah Boleh dengan kombinasi Tidak diperbolehkan Fatwa 29, 31, 42, 67
ija>rah Resolusi 34
10 Bay‘ al-‘i>nah (sale and lease Boleh karena darurat Boleh selama terpisah Fatwa 31, 71, 72, 76
back) dan dengan sale and dan tidak ada syarat Resolusi 5, 14, 67, 69,
lease back penjualan 71, 73, 89

Fatwa DSN mengesahkan pendapatan dari jasa yang dapat


dikombinasi dengan qard} dan melarang pendapatan dari bay‘ al-‘i>nah.
Sebaliknya, MPS melarang pendapatan dari transaksi qard} dan
membolehkan dari bay‘ al-‘i>nah. Metode yang digunakan DSN untuk

271
menghindari larangan pendapatan dari qard} adalah dengan
menetapkan upah berbasis jasa (ija>rah). Adapun untuk menghindari
bay‘ al-‘i>nah, DSN mengesahkan kontrak sale and lease back. Pada
sale and lease back, dua jual beli dipisah dengan ija>rah. Jual beli kedua
dilakukan melalui janji (wa‘ad).
Fatwa DSN dan MPS membolehkan penetapan syarat tambahan
dalam bentuk pengaturan hak dan kewajiban pihak yang berkontrak,
pengenaan jaminan, dan pengikatan janji. Pengaturan hak dan
tanggung jawab dalam kontrak harus disepakati pihak yang berakad.
Jaminan ditetapkan untuk melindungi pihak-pihak yang memiliki hak
untuk mendapat haknya secara baik. Dalam hal janji, MPS dan DSN
menetapkan pengikatan janji pada beberapa fatwa dan tidak
mengikatanya janji pada beberapa fatwa lainnya. Pengikatan janji
memberi kepastian hukum pihak yang berakad untuk menuntutnya.
Pada fatwa-fatwa awal, fatwa DSN menetapkan janji tidak mengikat
sesuai dengan pendapat mayoritas ulama, namun pada fatwa-fatwa
belakangan, DSN menetapkan janji mengikat seiring dengan
kebutuhan produk.
Akad-akad pokok yang digunakan bersama dalam fatwa DSN
dan MPS adalah ija>rah, mud}a>rabah, mura>bah}ah, musha>rakah, qard},
waka>lah, bay‘, istis}na>‘, kafa>lah, hibah, wadi>‘ah, salam, rahn, dan s}arf.
Akad lain yang digunakan dalam fatwa DSN yaitu ju‘a>lah, h}awa>lah,
dan h}awa>lah bi-al-ujrah. MPS tidak menggunakan dua akad tersebut,
melainkan menggunakan akad tawarruq, bay‘ al-‘i>nah, bay‘ al-dayn,
dan wakaf. Sebaliknya, DSN tidak menggunakan tawarruq dan bay‘
al-dayn, tetapi menggunakan akad bay‘ al-‘i>nah karena darurat.
Pengembangan akad dalam bentuk kombinasi, inovasi
pendapatan, dan penambahan syarat, disahkan DSN untuk menjawab
kebutuhan transaksi modern. Kombinasi akad merupakan model
utama penyesuaian syariah kontrak modern. Banyak produk lembaga
keuangan syariah yang menyerupai produk lembaga keuangan
konvensional. Sebagian produk tersebut merupakan islamisasi produk
konvensional. H}i>lah adalah metode untuk menghindari hal-hal yang
dilarang, terutama riba, terkumpulnya dua akad dalam satu transaksi,

272
gharar, dan maysir. Empat larangan tersebut paling banyak dihadapi
pada pengembangan akad.
Dasar hukum fatwa DSN dan MPS menggunakan Al-Qur'an,
hadis, ijmak, qiya>s, mas}lah}ah, qawl fikih, kaidah fikih, pendapat
ulama kontemporer, dan fatwa lembaga lain. Fatwa DSN
menggunakan dasar-dasar hukum tersebut pada hampir semua fatwa.
Dari sisi frekuensi penggunaannya dalam fatwa DSN, hadis dan
kaidah fikih hampir ada di setiap fatwa. Fatwa MPS tidak
menggunakan semua sumber hukum tersebut pada setiap fatwa.
Frekuensi penggunaan sumber hukum dalam fatwa MPS dimulai dari
yang terbanyak adalah hadis dan fatwa lembaga lain, Al-Qur'an dan
kaidah fikih, qawl fikih, pendapat ulama kontemporer, dan ijmak.
Sumber hukum lain, qiya>s dan mas}lah}ah, sangat jarang ditemukan.
Data di bawah ini menunjukkan penggunaan pendapat ulama
sebagai rujukan fatwa cukup signifikan. Qawl fikih, pendapat ulama
kontemporer, kaidah fikih, dan fatwa lembaga lain dapat
dikategorikan dalam satu kategori pendapat ulama yang kuantitasnya
jika disatukan lebih banyak dibanding sumber hukum yang disepakati,
terutama ijmak dan qiya>s. Dari dua puluh enam (26) tema yang
dibandingkan dalam penelitian ini, fatwa DSN merujuk hadis
sebanyak 84,61% (22), Al-Qur'an 73,08% (19), qawl fikih 65,38%
(17), pendapat ulama kontemporer 42,31% (11), kaidah fikih 38,46%
(10), fatwa lembaga lain 11,54% (3). Sementara itu, fatwa MPS
menggunakan hadis dan fatwa lembaga lain masing-masing 42,31%
(11), Al-Qur'an 34,61% (9), kaidah fikih 34,61% (9), qawl fikih
26,92% (7), pendapat ulama kontemporer 15,38% (4), dan ijmak
7,70% (2)
Grafik 1
Frekuensi Penggunaan Dasar Hukum dalam Fatwa DSN dan MPS
25
f
22 N=26
r 20 19
e 17
k 15
u 11 11 11
e 10 9 9 10 9
n 7
s 5 4
i 2 3
0
Al-Qur'an hadis ijmak kaidah qawl fikih fatwa pendapat
fikih lembaga ulama
lain kont.

DSN MPS

273
Al-Qur'an dan hadis yang dijadikan rujukan DSN mengatur
prinsip muamalah secara umum. Beberapa hadis menjelaskan
langsung tentang isu yang dibahas, seperti waka>lah bil-ujrah, kebaikan
dalam membayar utang, utang-piutang dengan nonmuslim, transaksi
mata uang, dan kezaliman karena menunda-nunda pembayaran. Ijmak
ulama terutama berkaitan dengan akad-akad dasar, seperti
kesepakatan ulama pada akad mud}a>rabah, musha>rakah, ija>rah, hibah,
jual beli, dan kafa>lah. Kaidah fikih yang dirujuk mayoritas berkaitan
dengan prinsip kebolehan muamalah sebagai hukum dasar dan
menghindari mudharat.
Produk-produk yang melibatkan kombinasi akad, inovasi
pendapatan, dan syarat tambahan merupakan hal baru yang tidak
banyak dibahas dalam fikih terdahulu. Menyikapi hal tersebut, MPS
lebih banyak merujuk pada fatwa lembaga lain yang dikeluarkan oleh
lembaga fatwa internasional, seperti Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> (MFI),
dan lembaga fatwa lokal, seperti AAOIFI yang berpusat di Bahrain,
DFPS Kuwait, dan Dewan Syariah Majmu‘ah Dallah Barkah berpusat
di Arab Saudi, sedangkan DSN sangat sedikit merujuk fatwa lembaga
tersebut. DSN hanya merujuk pada AAOIFI untuk produk kartu
plastik (bit}a>qa>t al-i'tima>n) dan sale and lease back. Fatwa DSN
banyak merujuk pada qawl fikih, pendapat ulama kontemporer, dan
kaidah fikih.
Pertimbangan hukum dapat dipraktikkan secara berbeda.
Pertimbangan mas}lah}ah dalam potongan pelunasan misalnya, fatwa
DSN menetapkan larangan dituangkan dalam akad sebagai bentuk
kehati-hatian (ih}tiya>t}). Fatwa MPS menyarankan berbeda agar
menuangkan potongan pelunasan tersebut dalam akad untuk memberi
kepastian hukum dan menghindari perselisihan. Berkaitan dengan
kontrak dengan konvensional, fatwa DSN menyatakan bahwa kontrak
tersebut tidak bisa dihindari. Kebutuhan (h}a>jah) akan kontrak tersebut
membuka ruang bagi LKS mendapat keuntungan darinya. Fatwa
menegaskan agar memisahkan pendapatan dari unsur halal dan
nonhalal. Dengan prinsip tafri>q al-h}ala>l min al-h}ara>m, pendapatan dari
LKK yang bersifat halal menjadi hak LKS, sedangkan yang tidak
halal diserahkan ke lembaga sosial.

274
Faktor penyebab kelonggaran fatwa meliputi empat hal; tujuan
dan tuntutan dunia usaha, sikap terhadap instrumen konvensional,
regulasi, dan pandangan fikih. Faktor tujuan meliputi misi utama DSN
untuk memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan
ekonomi. DSN berupaya mendorong agar LKS dapat berkompetisi
dengan LKK dengan mengeluarkan fatwa yang mendukung
pertumbuhan LKS. DSN tidak menolak instrumen konvensional
karena produk asli (original) ekonomi syariah belum tentu ada dan
bisa diterapkan. Instrumen konvensional direstrukturisasi (takyi>f)
sesuai dengan prinsip dan kaidah syariah. LKS menghadapi kendala
dalam menerapkan prinsip syariah karena regulasi tidak mendukung.
DSN memberikan ruang dan jalan keluar fikih untuk kendala regulasi
tersebut. Pandangan fikih DSN sangat menentukan arah fatwa yang
dikeluarkan. Kaidah kebutuhan (h}a>jah), darurat, dan kebaikan
(mas}lah}ah) menjadi pertimbangan fatwa terutama dalam menghadapi
produk yang diperselisihkan ulama. Pengembangan pandangan (teori)
fikih, seperti i‘a>dat al-naz}ar, tafri>q al-h}ala>l min al-h}aram, dan tajwi>z
al-‘aqd lil-h}a>jah bil-shuru>t}, turut mempengaruhi penetapan fatwa.
Muslihat hukum (h}i>lah) merupakan alternatif menjawab produk
ekonomi modern. Muslihat hukum yang dipakai adalah h}i>lah yang
tidak mengakibatkan riba (h}i>lah shar‘i>yah). Muslihat tersebut sebagai
jalan keluar (makhraj) yang dibenarkan agama.
Hasil disertasi ini memperkuat pendapat Mervyn K. Lewis
(2008), ‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d al-Sibha>ni> (2003), dan Abdullah
Saeed (2006) yang menyatakan model kontrak fikih tidak diterapkan
secara utuh dalam kegiatan keuangan syariah. Fatwa harus
menetapkan diversifikasi produk, terutama dengan melakukan
kombinasi akad untuk memenuhi kompleksitas transaksi modern dan
menghindari riba. Disertasi ini juga mendukung pendapat Shamim
Ahmad Siddiqui (2010) dan Asyraf Wajdi Dusuki and Abdelazeem
Abozaid (2008) seputar upaya dan klaim LKS menghindari riba. LKS
masih banyak menggunakan produk pembiayaan berbasis utang yang
rentan terhadap praktik bunga yang diharamkan.
Disertasi ini membantah pendapat Adiwarman A. Karim, M.
Nadratuzzaman, dan Ma'ruf Amin yang menempatkan fatwa DSN
tidak lebih longgar dari fatwa MPS. Fatwa DSN, menurut Ma'ruf
Amin, menjembatani longgarnya fatwa MPS dan konsevatisme fatwa
Timur Tengah. Disertasi ini juga membantah pendapat Umar Ibrahim

275
Vadillo dan Zaim Saidi (2003) yang menilai praktik perbankan
syariah tidak sesuai dengan Islam karena masih terlibat dengan
penggunaan uang kertas yang menimbulkan riba. Fatwa DSN telah
berupaya, terutama dengan metode h}i>lah shar‘i>yah, keluar dari riba
yang diharamkan. Disertasi ini, seperti pendapat M. Atho Mudzhar,
menyimpulkan upaya penyempurnaan aspek syariah pada produk
ekonomi.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkenaan dengan
pengaruh sistem dan otoritas keuangan dan sosial ekonomi
nasional dalam penetapan fatwa ekonomi syariah, terutama
kenapa ada perbedaan dalam status hukum penggunaan akad-
akad tertentu.
2. Perlu juga dilakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan
fatwa Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi> sebagai dasar pertimbangan
bagi fatwa-fatwa ekonomi syariah di negara-negara muslim.
3. Fatwa perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi Islam
seperti keadilan, kesetaraan, dan kerja sama, dan merujuk
fatwa-fatwa lembaga lain, seperti Majma‘ al-Fiqh al-Isla>mi>,
AAOIFI, dan sebagainya.
4. Produk-produk LKS dapat menggunakan akad-akad lain yang
selama ini belum digunakan, seperti tawarruq yang telah
disahkan oleh banyak lembaga fatwa di dunia. SBSN, jual beli
emas tidak tunai, dan pembiayaan kendaraan bermotor dapat
menggunakan akad tawarruq sebagai alternatif akad yang
selama ini digunakan.

276
DAFTAR PUSTAKA

A<ba>di, Muh}ammad Muji>d al-Di>n ibn Ya’qu>b al-Fairu>z. al-Qa>mu>s al-


Muh}i>t.} Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 1407H.
‘Abd al-Bar, Muh}ammad Zaki. Ah}ka>m al-Mu'a>mala>t al-Ma>liyah fi al-
Madhhab al-H}anbali. al-Qa>hirah: Maktabah Da>r al-Tura>th, 1998.
‘Abd al-Rahma>n, Ramad}a>n H}a>fiz}. al-Buyu>‘ al-D}a>rrah. al-Qa>hirah: Da>r
al-Sala>m, 2006.
Abu Shahbah, Muh}ammad. Baya>n min ‘Ulama> al-Azhar fi> Makkah al-
Mukarramah Lirrad ‘alá Mufti> Mis}r alladhi Aba>h}a al-Riba>
wama‘ahu H}ulu>l Limushkila>t al-Riba>. al-Qa>hirah: Maktabah al-
Sunnah, 1996.
Abu Sulayma>n, ‘Abd al-Wahha>b Ibra>hi>m. al-Bit}a>qa>t al-Banki>yah, al-
Iqra>d}i>yah, wa al-Sah}b al-Muba>shar min al-Ras}i>d. Dimashq: Da>r
al-Qalam, 1998.
Abu Zahrah, Muh}ammad. al-Milkiyyah wa Naz}ariyah al-'aqd fi al-
Shari>'ah al-Isla>miyyah. al-Qa>hirah: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, 1996.
Adams, Wahiduddin. “Pola Penyerapan Fatwa Majelis Ulama
Indonesia MUI dalam Peraturan Perundang-undangan 1975 –
1997”. Disertasi UIN Jakarta.
Ahmad, Khursid dalam Syed Nawab Haider Naqvi. Islam, Economics,
and Society, terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Ahmad, Munawar. "Praksis Integrasi-Interkoneksi dalam Ilmu
Politik", dalam Amin Abdullah, dkk. Islamic Studies, dalam
Paradigma Integrasi-Interkoneksi (Sebuah Antologi).
Yogyakarta: Suka Pres, 2007, cet.ke-1.
Ahmad, Zainal Abidin. (Membangun) Negara Islam. Yakarta: Pustaka
Iqra, 2001.
Ali, Muhtar. "Prospek Fatwa Sebagai Hukum Positif di Indonesia:
Suatu Tinjauan Historis dan Yuridis". Disertasi Sekolah Pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Amal, Mohdh Ishamm Ohdk. "Office of The Mufti in Malaysia: Legal
History and Constitutional Role." sharia law report (2009).
Amin, Ma'ruf. Era Baru Ekonomi Islam Indonesia, dari Fikih ke
Praktik Ekonomi Islam. Depok: eLSAS, 2001.
Antonio, Muhammad Syafi'i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

277
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori
Akad dalam Fikih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pres, 2007,
cet.ke-1.
Arbouna, Mohammed Burhan. "Combination of Contracts in Shari'ah: a
Potential Mechanism for Product Development in Islamic Banking
and Finance", Makalah disampaikan pada International
Conference on Islamic Banking: Risk Management, Regulation,
and Supervision, Jakarta 30 September – 2 October 2003.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
al-Ashqar, Muh}ammad Sulayma>n. Bay' al-Mura>bah}ah kama> Tajri>h al-
Bunu>k al-Isla>miyah. Yordan: Da>r al-Nafa'>is, 1995.
---------------. ‘Aqd al-Salam wa ‘Aqd al-Istis}na>' wa Imka>niyat
Istifa>dat al-Bunu>k al-Isla>mi>yah minha>
Ayu>b, H}asan. Fiqh al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah fi> al-Isla>m. al-Qa>hirah:
Da>r al-Sala>m, 2006, cet.ke-3.
Baha>'u al-Di>n al-‘Ala> Yali>. al-Kafa>lah, fi al-Fiqh al-Isla>mi> wa Ba‘d} al-
Qawa>ni>n al-‘Arabi>yah. Riya>d}: Da>r al-Shawa>f, 2004.
al-Bahu>ti>, Mans}u>r ibn Yu>nus ibn Idri>s. Kashsha>f al-Qina>' ‘an Matn al-
Iqna>'. j.3. Riya>d}: Mat}ba‘ah al-Nas}r al-Hadi>thah, tt.
al-Ba>ji> al-Andalusi>. al-Muntaqa sharh} al-Muwat}t}a', j.4. Beiru>t: Da>r al-
Fikr, tt.
Bal‘abba>s, ‘Abd al-Razza>q Sa‘i>d. "Hal Qas}ar al-Fuqaha>' al-Mu‘a>s}iru>n
fi> Baya>n Us}ul> al-Niz}a>m al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>?". Jurnal Ekonomi
Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.21, No. 1, (2008).
Bank Negara Malaysia. Resolusi Syariah dalam Kewangan Islam.
Malaysia: Bank Negara Malaysia, 2010.
---------------. Guidelines on the Governance of Shariah Committee for
the Islamic Financial Institution. Malaysia: BNM, 2002.
al-Banna>, Muh}ammad ‘Ali> Muh}ammad Ah}mad. al-Qard} al-Mas}rafi>,
Dira>sah Ta>rikhi>yah Muqa>ranah bayn al-Shari>‘ah al-Isla>mi>yah wa
al-Qanu>n al-Wad}‘i>. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 2006.
al-Bayha>qi>, Abu Bakar Ah}mad ibn al-H}usayn ibn ‘Ali>. Sunan al-
Bayhaqi>. j.2. Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah, tt.
al-Ba‘li>. al-Mat}la‘‘ala Abwa>b al-Maqna', j.2. Beiru>t: al-Maktab al-
Isla>mi>, 1981.

278
al-Ba‘li>, ‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d. Bita>qa>t al-I'tima>n al-Mas}rafi>yah,
al-Tas}wi>r al-Fanni> wa al-Takhri>j al-Fiqhi>, Dira>sah Tah}li>li>yah
Muqa>ranah. al-Qa>hirah: Maktabah Wahbah, 2004.
----------. D}awa>bit} al-‘Uqu>d Dira>sah Muqa>ranah fi> al-fiqh al-Isla>mi>. al-
Qa>hirah: Maktabah Wahbah, tt., cet.1.
al-Bukha>ri>, Abu ‘Abdullah Muh}ammad ibn Isma‘i>l. S}ah}i>h} al-Bukha>ri>.
Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1995.
Chapra, Umer. Islam dan Pembangunan Ekonomi, terj. Jakarta: Gema
Insani Pres, 2000.
Coulson, Noel J. Islamic Jurisprudence. Chicago: The University of
Chicago Press, 1969.
al-Dardi>r, Abu al-Barakat Ah}mad. Sharh} al-Kabi>r, j.3. Beiru>t: Da>r al-
Fikr, tt.
---------------. Al-Sharh} al-S}aghi>r, j.4. Mesir: Da>r al-Ma'a>rif, tt.
al-Da>r al-Qut}ni>, ‘Ali> ibn ‘Umar, Sunan al-Da>r al-Qut}ni>, j.4, (Beiru>t:
Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmi>yah, 1417 H)
al-Dasuki>, H}a>shiyah al-Dasuki> ‘ala> Sharh} al-Kabi>r, j.3. Da>r Ih}ya>'
Kutub al-‘Arabi>yah, tt.
al-Dasu>ki>, Muh}ammad Sayid. al-Ta'mi>n wa Mauqif al-Syari>‘ah al-
Isla>mi>yah Minhu. al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 1967.
Dawa>bah, Ashraf Muh}ammad. Fawa>'id al-Bunu>k, Mubarara>t wa
Tasa>'ula>t. al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2008.
Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2005, cet.ke-1.
---------------. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan Syariah dan
Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.
Djamil, Fathurrahman. Metode Ijtihad Majelis Tarjih
Muhammadiyah. Jakarta: Logos, 1995.
Fathurrahman Djamil, "Kelebihan dan Kelemahan DSN dalam
Struktur Bank Indonesia dan MUI", bahan kuliah Pasca Sarjana
UIN Jakarta tidak diterbitkan.
DSN dan BI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.1.
Jakarta: DSN-BI, 2006.
---------------. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, j.2.
Jakarta: DSN-BI, 2010.
Dusuki, Asyraf Wajdi dan Abdelazeem Abozaid. "Fiqh Issues in Short
Selling as Implemented in the Islamic Capital Market

279
inMalaysia." Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul
Aziz, Vol.21, No. 2, (2008).
Elgari, Mohammad Ali. "Guarantee by the Islamic Bank of the
Investment Deposit." Jurnal Ekonomi Islam Universitas King
Abdul Aziz, Vol.16, No. 2, (2003).
Firdaus, Muhammad (peny.). Sistem dan Mekanisme Pengawasan
Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005.
Fairuzzabadi, Edi. "Analisis Kinerja Perbankan Syariah Sebelum dan
Sesudah Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 1 Tahun 2004
tentang Bunga". Tesis Program Studi Magister Manajemen
Universitas Gadjah Mada, 2007.
"Al-Fuqaha>' wa Hay'ah al-Muh}a>sabah Aqarruw al-Man'u 'ala al-
Tawarruq", dalam http://www.badlah.com/page-135.html , yang
diakses pada selasa 23 Pebruari 2010.
El-Gamal, Mahmod A. Islamic Finance, Law, Economics, and
Practice. Cambridge: Cambridge University Press, 2006.
Gandapradja, Permadi. Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta:
Gramedia, 2004.
Girindra, Aisjah. LPPOM MUI Pengukir Sejarah Sertifikasi Halal.
Jakarta: LPPOM MUI, 2005.
Gusman, Irman. "Relasi Negara, Agama, dan Masyarakat Sipil".
Harian Seputar Indonesia, Kamis 7 Juni 2012
H}amma>d, Nazi>h. al-‘Uqu>d al-Murakkabah fi> al-Fiqh al-Isla>mi>.
Dimashq: Da>r al-Qalam, 2005.
Haneef, Muhammad Aslam dan Emad Rafiq Barakat. "Must Money
Be Limited to Only Gold and Silver?: A Survey of Fiqhi
Opinions and Some Implications." Jurnal Ekonomi Islam
Universitas King Abdul Aziz, Vol.19, No. 1, (2006).
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab,
terj. Jakarta: Khalifa, 2006.
Hasanudin. "Konsep dan Standar Multi Akad dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia." Disertasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Hassan, Aznan. "Optimal Shariah Governance in Islamic Finance".
bahan presentasi tidak diterbitkan.
al-Hay'ah al-‘Ulya li al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah. al-Mara>shid al-Fiqhi>yah
al-S}a>dirah ‘an al-Hay'ah al-‘Ulya li al-Riqa>bah al-Shar‘iyah

280
liljaha>z al-Mas}rafi> wa al-Muassasa>t al-Ma>li>yah. Su>da>n: Bank al-
Su>da>n al-Markazi>, 2006.
Al-His}faki. H}a>shiyah Rad al-Mukhta>r 'ala al-Da>r al-Mukhta>r, j.4. al-
Qa>hirah: Must}afa> al-Ba>b al-H{alibi, 1984.
al-H}is}ni>, Abu Bakar. Kifa>yat al-Akhya>r fi H}illi Gha>yat al-Ikhtis}a>r, j.1.
S}ida: al-Maktabah al-‘As}ri>yah, tt.
"H}ukm al-Tawarruq alladhi Tajri>h al-Bunu>k", diunduh dari
http://www.ibtesama.com/vb/showthread-t_2779.html, tanggal
23 Pebruari 2010.
Humaisy, ‘Abd al-Haq.Fiqh al-'Uqu>d al-Ma>liyah. Yordania: Da>r al-
Baya>riq, 2001.
http://www.fiqhacademy.org.sa/qrarat/5-2/3.htm, tanggal 3 Juli 2011.
http://www.dr-nashmi.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=1910
pada tanggal 3 November 2011.
http://www.irtipms.org/puballe.asp, diunduh pada tanggal 12
Desember 2011
http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15
Nopember 2010.
http://www.dar-al-ifta.org, tanggal 23 Desember 2010.
http://www.aliftaa.jo/index.php/ar/fatwa/show/id/608, tanggal 15
Nopember 2010.
http://www.eftaa-
aleppo.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=1428, tanggal
27 Oktober 2011.
http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaSubjects.aspx?View=Page&Nod
eID=2363 tanggal tanggal 13 September 2011.
http://www.kfh.com/ar/about/index.aspx, tanggal 20 Mei 2012.
Humaysi>, ‘Abd al-Haq. Fiqh al-'Uqu>d al-Ma>liyah. Yordania: Da>r al-
Baya>riq, 2001.
Ibn ‘A<bidi>n. Radd al-Mukhta>r ‘alá Dar al-Mukhta>r, j.2, 3. Mis}r: Al-
Muni>rah, tt.
---------------. al-‘Uqu>d al-Durri>yah fi> Tanqi>h} al-Fata>wá al-H}ami>di>yah,
j.2, (Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, tt.)
---------------. H}a>shiyah Radd al-Mukhta>r ‘alá al-Durr al-Mukhta>r
Sharh} Tanwi>r al-Abs}a>r, j.7. Da>r al-Fikr, 2000
Ibn Anas, Ima>m Ma>lik. al-Muwat}t}a', j.2. Beiru>t: Da>r al-Fikr, 1409 H,
cet. ke-1.

281
Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni>, Ah}mad ibn ‘Ali>. Fath} al-Ba>ri Sharh} S}ah}i>h} al-
Bukha>ri>, j.9. al-Qa>hirah: Da>r al-Rayya>n li al-Tura>th, 1986.
----------. Bulu>gh al-Mara>m min Adillah al-Ah}ka>m. Mis}r: Mat}ba‘ah al-
Salafi>yah, 1928.
Ibn H}azm, Abu Muh}ammad ‘Ali> ibn Ah}mad ibn Sa‘i>d. al-Muh}alla. al-
Qa>hirah: Da>r al-Ittih}a>d al-‘Arabi>, 1968.
Ibn Hanbal, Abu Abdulla>h Ah}mad. Musnad Ah}mad ibn Hanbal.
Beiru>t: Da>r Ih}ya>' al-Tura>th al-‘Arabi>, 1414 H.
Ibn Huma>m, Kama>l al-Di>n. Fath} al-Qadi>r. Beiru>t: Da>r al-Kutub al-
‘Ilmi>yah, 1415 H.
Ibn Ibra>hi>m, Muh}ammad. al-H}iyal al-Fiqhi>yah fi al-Mu‘a>mala>t al-
Ma>li>yah. al-Qa>hirah: Da>r al-Sala>m, 2009.
Ibn Juzay. al-Qawa>ni>n al-Fiqhi>yah. al-Qa>hirah: Da>r al-Hadi>th, 2005.
Ibn Ma>jah, Muh}ammad ibn Yazid. Sunan ibn Ma>jah, j.7. al-Qa>hirah:
Da>r Ih}ya> al-Sunan al-Nabawiyah, 1975.
Ibn Nujaym, Ah}mad ibn Zayn al-'A<bidi>n. al-Ashbah wa al-Naz}>air.
Mis}r: al-Mat}ba‘ah al-H}usayni>yah al-Mis}ri>yah, 1322H.
Perwataatmadja, Karnaen dan M. Syafi'i Antonio. Apa dan
Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa,
1999.
Ibn Qayyim al-Jawzi>yah. I'la>m al-Muwaqqi'i>n 'an Rab al-'A<lami>n, j.2.
al-Qa>hirah: Maktabah Ibn Taymi>yah, tt.
Ibn Quda>mah al-Maqdisi>, Abu Muh}ammad ‘Abdullah ibn Ah}mad ibn
Muh}ammad. al-Ka>fi>, j.2. Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>.
---------------. al-Mughni>. al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2004.
Ibn Rushd, Muh}ammad ibn Ah}mad. Bida>yat al-Mujtahid wa Niha>yat
al-Muqtas}id, j.2. Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah.
Ibn Taymi>yah, Ah}mad. Majmu>' al-Fata>wá, j.29. Riya>d}: al-Ri'a>sah al-
A<mmah Lishuu>n al-H}aramayn, tt.
---------------. Naz}ariyah al-'Aqd. Mesir: al-Sunnah al-Muh{ammadiyah,
1968.
---------------. al-Qawa>'id al-Nu>ra>niyah al-Fiqhiyah. al-Qa>hirah:
Mat}a>bi' al-Muh}ammadiyah, 1370 H.
---------------. Ja>mi’ al-Rasa>il, j.2. al-Qa>hirah: Mat{a>bi' al-
Muh}ammadiyah, 1370 H.
al-‘Imra>ni>, ‘Abdulla>h ibn Muh}ammad ibn ‘Abdulla>h. al-‘Uqu>d al-
Ma>li>yah al-Murakkabah: Dira>sah Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah wa

282
Tat}bi>qi>yah. Riya>d}: Da>r Kunu>z Eshbeliya li al-Nashr wa al-
Tawzi>‘, 2006, cet.ke-1.
al-Islambu>li>, Ah}mad Muh}ammad Khali>l. "H}ukm al-Wa'ad fi> al-Fiqh
al-Isla>mi> wa Tat}bi>qa>tuh al-Mu'a>s}irah". Jurnal Ekonomi Islam
Universitas King Abdul Aziz, Vol.16, No. 2, (2003).
"Islamic Banking Law in Kuwait", diunduh dari
http://islamicfinanceupdates.wordpress. com/islamic-banking-
law-in-kuwait/, tanggal 25 Mei 2012.
al-Jas}s}as}, Abu Bakar Ah}mad al-Ra>zi>. Ah}ka>m al-Qur'a>n, j.2. Beiru>t:
Da>r al-Fikr, tt., cet.ke-1.
Al-Jazi>ri>, al-Fiqh ‘alá al-Madha>hib al-‘Arba‘ah, j.3. Beiru>t: Da>r Ih}ya>
al-Tura>th al-‘Arabi>.
al-Jumayli>, Kha>lid Rashi>d. al-Ju'a>lah wa Ah}ka>muha fi> al-Shari>'ah al-
Isla>miyah wa al-Qanu>n. Beiru>t: Da>r al-Nadwah al-Jadi>dah, 1986.
Al-Jurja>ni>. Al-Ta'rifa>t, j.9. Mesir: Maktabah wa Mat}ba’ah Mus}t}afa al-
Ba>b al-Halabi> wa Awladih, 1936.
Kamali, Mohammad Hashim. "A Sharia Analysis of Issues in Islamic
Leasing". Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz,
Vol.20, No. 1, (2007).
Karim, Adiwarman A. Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Al-Ka>sa>ni>. Bada>'i‘ al-S}ana>'i‘ fi> Tarti>b al-Shara>'i‘, j.13. Mis}r: Da>r al-
Kutub al-‘Ilmi>yah, 1986.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005.
Kasri, Rahmatina A. dan Salina Hj. Kassim. "Empirical Determinants
of Saving in The Islamic Banks: Evidence From Indonesia."
Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz , Vol.22,
No. 2, (2009).
al-Kawa>milah, Nu>r al-Di>n ‘Abd al-Kari>m. al-Musha>rakah al-
Mutana>qis}ah wa Tat}bi>qa>tiha al-Mu'a>s}irah fi al-Fiqh al-Isla>my.
Yordania: Da>r al-Nafa'>is, 2008.
al-Khafi>f, ‘Ali>. al-D}ama>n fi> al-Fiqh al-Isla>mi>. al-Qa>hirah: Da>r al-Fikr
al-‘Arabi>, 2000.
Khalla>f, ‘Abd al-Wahha>b. 'Ilm Ushu>l al-Fiqh. al-Qa>hirah: Da>r al-
Ma'a>rif, 1956.
Khan, M. Fahim. Essays in Islamic Economic. United Kingdom: The
Islamic Foundation, 1995.

283
Kharufah, ‘Alá al-Di>n. ‘Aqd al-Qard} fi al-Shari>’ah al-Isla>mi>yah wa
al-Qanu>n al-Wad}‘i>, Dira>sah Muqa>ranah. Bairu>t: Muassasah
Nawfal, 1982.
Al-Khirs}i. Mukhtas}ar Khali>l, j.5. al-Qa>hirah: Da>r al-Kita>b al-Isla>mi li
Ih{ya> wa Nashr al-Tura>th, tt.
al-Kibbi>, Sa‘d al-Di>n Muh}ammad. al-Mu'a>malat al-Ma>liyah al-
Mu'a>s}irah fi D}aw al-Isla>m. Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, 2002,
cet.ke-1.
Komisi Fatwa Arab Saudi. Bay‘ al-Salam". diunduh dari
http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaSubjects.aspx?View=Page
&NodeID=2363 tanggal 13 September 2011.
"Kuwait Islamic Banking Law Opens Doors for Others", diunduh dari
http://www.arabnews. com/node/231869, tanggal 14 Juni 2012.
Kuran, Timur. "The Economic System in Contemporary Islamic
Thought: Interpretation and Assessment." International Journal of
Middle East Studies, Vol. 18, No. 2 (May, 1986).
Lewis, Mervyn K. "In what ways does Islamic banking differ from
conventional finance?". Journal of Islamic Economic, Banking,
dan Finance, Volume 4, Nomor 3, (September-December 2008).
Mahmas}a>ni, S}ubh}i>. al-Naz}ari>yah al-‘A<mmah Lilmu>jiba>t wa al-‘Uqu>d
fi> al-Shari>‘ah al-Isla>mi>yah. Beiru>t: Da>r al-‘Ilm Lilmala>yi>n, 1983.
Maksum, Muhammad. "Penerapan Manajemen Pengawasan dalam
Pengawasan Bank Syariah oleh DPS". Jakarta: Tesis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006.
Mannan, M.A. Ekonomi Islam, Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
Intermasa, 1992.
"Al-Mawsu>‘ah Fiqhiyyah, Waza>rah al-Auqa>f wa al-Shuu>n al-
Isla>miyah", Kuwait. www.islam.gov.kw, diakses pada tanggal
23 Pebruari 2010.
Ma'luf, Louis. al-Munjid fî> al-Lughah wa al-A’la>m. Beiru>t: Da>r al-
Masyriq, 1986.
Milh}im, Ah}mad Sa>lim. al-Ta'mi>n al-Isla>mi>. Yordania: Da>r al-A‘la>m,
2002.
Miskam, Surianom. "Reference To The Shariah Advisory Council In
Islamic Banking And Finance Cases: The Effect Of The Central
Bank Of Malaysia Act 2009." (2010).

284
al-Mis}ri>, Rafi>q Yu>nus al-Mis}ri>, "'Amal al-Fuqaha>' lada> Rija>l al-Amwa>l
wal-A'ma>l", Jurnal Ekonomi Islam Universitas Malik 'Abdul
Aziz, Vol.21, No. 1, 2008.
---------------. "The Binding Unilateral Promise (wa’d) in Islamic
Banking Operations: Is it Permissible for a Unilateral Promise
(wa’d) to be Binding as an Alternative to a Proscribed
Contract?". Jurnal Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz,
Vol.15, No. 1, (2002).
---------------. al-Ja>mi‘ fi> Us}u>l al-Ribá . Dimashq: Da>r al-Qalam, 2001.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1989, cet.ke-1.
Mudzhar, M. Atho. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah
Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia, 1975-1988.
Jakarta: INIS, 1993.
----------. "KH. Ma'ruf Amin, Seorang Ulama yang Cemerlang dalam
Ilmu Hukum Ekonomi Syariah dan Motor Penggerak Ekonomi
Syariah Indonesia". Pidato Promotor 1.
----------. "Fatwas on The Council of Indonesia Ulama on Economic
Issues: A Study of Legal Reasoning and Socio-Legal Impact."
Makalah dipresentasikan pada Konferensi Internasional tentang
Fatwa, (24-26 Desember 2012).
Muflih, Muhammad. "Konsep Penyesuaian Harga dalam Penyelesaian
Transaksi yang Mengalami Inflasi, Analisis Wacana Fikih dan
Perbankan Syariah". Disertasi Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, (2010).
Muh}ammad, ‘Ali> Jum‘ah (ed.). Fata>wá al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah li al-
Mas}a>rif wa al-Muassasa>t al-Ma>li>yah al-Isla>mi>yah. al-Qa>hirah:
Da>r al-Sala>m, 2010.
----------. "al-bay‘ bi al-taqsi>t." diunduh dari http://www.dar-al-
ifta.org, tanggal 23 Desember 2010.
Munawir, A.W. Kamus Al-Munawwar Arab-Indonesia. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
al-Nadwi>, ‘Ali> Ah}mad. al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah, Mafhu>muha>
Nash'atuha> Tat}awwuruha> Dira>sah Muallafa>tiha> Adillatuha>
Muhimmatuha> Tat}bi>qa>tuha>. Dimashq: Da>r al-Qalam, 1994.
‘A<li> Ah}mad al-Nadwi>, Jamharah al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah fi> al-
Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah,

285
Naqvi, Syed Nawab Haedar. Ethics and Economic: An Islamic
Synthesis. (1981).
Al-Nasa>'i, ‘Abdurrah}ma>n Ah}mad ibn Shu‘ayb ibn ‘A<li>. Sunan al-
Nasa>'i, j.6. Beiru>t: Da>r al-Ma‘rifah, 1412 H.
Al-Nawa>wi>, Abu> Zakariya> Yah}yá ibn Sharaf. Rawd}ah al-T}al> ibi>n wa
‘Umdah al-Mufti>n, j.5. Beiru>t: al-Maktab al-Isla>mi>, 1405 H.
----------. al-Majmu>' Sharh} al-Muhadhdhab, j.1. Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.
al-Naysa>buri>, Abu ‘Abdulla>h al-H}a>kim. al-Mustadrak ‘ala> al-
S}ah}i>h}ayn, j.2. Syria: Maktab al-Mat}bu>‘a>t al-Isla>mi>yah, tt.
Qal'ahji>, Muh}ammad Rawa>s. al-Mu'a>mala>t al-Ma>liyah al-Mu'a>s}irah fi>
D}awi al-Fiqh wa al-Shari>'ah. Beiru>t: Da>r al-Nafa>is, 1999.
al-Qarad}a>wi>, Yu>suf. Maqa>s}id al-Shari>'ah al-Muta'alliqah bi al-Ma>l. al-
Qa>hirah: Da>r al-Shuru>q, 2010.
----------. al-Fatwa Bayn al-Indiba>t wa al-Tasayyub, terj. As’ad Yasin.
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
----------. Ijtihad Kontemporer, terj. Abu Barzani. Surabaya: Risalah
Gusti, 1995.
----------. Bay‘ al-Mura>bah}ah li al-A<mir bi al-Shira>'. Maktabah
Wahbah, 1995.
----------. Dawr al-Qiyam wa al-Akhla>q fi al-Iqtisa>d al-Isla>mi>. al-
Qa>hirah: Maktabah Wahbah, 1980.
Al-Qarafi>. al-Furu>q, j.1. Beiru>t: A‘la>m al-Kutub, tt.
al-Qarhda>ghi>, ‘Ali> Muh}yi> al-Di>n. al-Ta'mi>n al-Isla>mi>, Dira>sah
Fiqhi>yah Ta's}i>li>yah. Beiru>t: Shirkah Da>r al-Basha>'ir al-
Isla>mi>yah, 2005.
al-Qurt}u>bi>, Abu ‘Abdillah Muh}ammad ibn Ah}mad al-Ans}a>ri>. al-Ja>mi'
li Ah}ka>m al-Qur'a>n, j.18. al-Qa>hirah: Da>r al-H}adith, 2002.
al-Qushayri>, Abu al-H}usayn Muslim ibn al-H}ujja>j. S}ah}i>h} Muslim, j.10.
al-Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 1993.
Rahman, Tanzilur. "Mudarabah and the Pakistan Perspective".
makalah diunduh dari http://www.irtipms.org/puballe.asp,
diunduh pada tanggal 12 Desember 2011, 14.
Rahmat, M. Imdadun. "Jalan Alternatif Syariat Islam". Jurnal
Tashwirul Afkar, Edisi Nomor 12 Tahun 2002
Rivai, Veithzal dan Andi Buchari. Islamic Economic, Ekonomi
Syariah bukan Opsi, Tetapi Solusi. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

286
Al-Saati, Abdul Rahim. "The Permissible Gharar (Risk) in Classical
Islamic Jurisprudence." Jurnal Ekonomi Islam Universitas King
Abdul Aziz, Vol.16, No. 2, (2003).
Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah, Kritik Atas Interpretasi
Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Jakarta: Paramadina,
2006.
Said, Imam Ghazali dan A. Ma'ruf Asrori. Ahkamul Fuqaha, Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar,
Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999. Surabaya:
LTNU Jawa Timur dan Diantama, 2004, cet.ke-1.
al-Sajastani>, Abu Da>wu>d Sulayma>n ibn al-Ash‘at}, Sunan Abi Da>wu>d,
j.5. Beiru>t: al-Maktabah al-‘As}ri>yah, tt.
Samadani, Maulana Ejaz Ahmad. Islamic Banking and Uncertainty.
Pakistan: Darul Ishaat, 2007.
al-S}an'a>ni>, Muh}ammad ibn Isma‘i>l. Subul al-Sala>m Sharh} Bulu>gh al-
Mara>m, j.3. Beiru>t: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1987.
al-Sarkhasi>, Shams al-Di>n. al-Mabsu>t}, j.12. Beiru>t: Da>r al-Ma'rifah,
1986.
Sa‘d ibn ‘Abdulla>h al-Sabr, "Hay'ah al-Riqa>bah al-Shar‘i>yah fi>> Mas}raf
al-Ra>jih}i>", diunduh dari www.alrajhibank.com.sa.
Schoon, Natalie. "Islamic Finance-An Overview." European Business
Organization Law Review 9, (2008).
Shalabi>, Muh}ammad Mus}t}afa. al-Madkhal fi al-Ta'ri>f bi al-Fiqh al-
Isla>mi> wa Qawa>'id al-Milkiyah wa al-'Uqu>d Fi>h. Beiru>t: Da>r al-
Nahd}ah al-‘Arabi>yah,1981.
al-Shakha>nabah, S}ahi>b ‘Abdullah Bashi>r. al-D}ama>na>t al-‘Ayni>yah al-
Rahn wamada> Mashru‘iyyatu Istithma>riha> fi> al-Mas}a>rif al-
Isla>mi>yah. Yordania: Da>r al-Nafa>is, 2011.
al-Sharbi>ni>, Muh}ammad al-Kha>t}ib. Mughni> al-Muh}ta>j ilá Ma‘rifah
Ma‘a>ni> al-Minha>j. Beiru>t: Da>r al-Fikr, tt.
Al-Sha>t}ibi, Abu Isha>q. al-Muwa>faqa>t fi> Us}ul al-Shari>‘ah, j.1. al-
Qa>hirah: Da>r al-H}adi>th, 2006.
Shibi>r, Muh}ammad ‘Uthma>n, al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah
fi> al-Fiqh al-Isla>mi>. Yordania: Da>r al-Nafa>'is, 2007.
Shiddiqi, Muhammad Nejatullah. Banking Without Interest. Lahore:
SH. Asraf Publication, 1954.
al-Shi>ra>zi>, Abu Isha>q. al-Muhadhdhab, j.1. Mis}r: Mus}t}afá al-Ba>b al-
H}alabi>, 1968.

287
al-Sibha>ni>, ‘Abd al-Jabba>r H}amd ‘Abi>d. "Mula>h}az}a>t fi> Fiqh al-
S}ayrafah al-Isla>mi>yah". Jurnal Ekonomi Islam Universitas King
Abdul Aziz, Vol.16, No. 1, (2003).
Siddiqui, Shamim Ahmad. "Establising the Need and Suggesting a
Strategy to Develop Profit and Loss Sharing Islamic Banking".
Journal of Islamic Economic, Banking, dan Finance, Vol. 6 No.
4, (Oktober-December 2010)
Statistik Perbankan Indonesia, Desember 2009
Statistik Perbankan Indonesia Vol. 4, No. 2 Januari 2006
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1982,
cet.ke-16.
al-Su'u>d, Ramad}a>n Muh}ammad Abu. Maba>di' al-Iltiza>m fi al-Qanu>n
al-Mis}ri wa al-Lubnani. Beiru>t: al-Da>r al-Ja>mi'iyh li-al-T{iba'ah
wa al-Nashr, 1984.
al-Suwayda>n, Muh}ammad ibn Wali>d ibn ‘Abd al-Lat}i>f. al-Taklifah al-
Fi‘liyah fi> al-Mas}a>rif al-Isla>mi>yah, al-Asba>b wa al-D}awa>bit}.
Yordania: Da>r al-Nafa'>is, 2011.
al-Suwaylim, Sa>mi> Ibra>him. "al-Tawarruq wa al-Tawarruq al-
Munaz}z}am, Dira>sah Ta's}i>liyah". Makalah untuk Muktamar
Majma' al-Fiqh al-Isla>mi>, Agustus 2003.
----------. "al-Wasa>t}ah al-Ma>li>yah fi> al-Iqtis}a>d al-Isla>mi>." Jurnal
Ekonomi Islam Universitas King Abdul Aziz, Vol.10, No. 1,
(1998).
Al-Suyu>t}i>. al-Ashba>h wa al-Naz}a>ir. Da>r al-Kutub al-‘Ilmi>yah, 1403H.
Al-Sha>fi‘i>, Muh}ammad Idri>s. al-Umm. al-Mans}u>rah: Da>r al-Wafa>',
2005.
----------. Musnad al-Sha>fi'i>. Da>r al-Basha'>ir al-Isla>mi>yah, 2005.
Syadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah, dan
Pemikiran. Jakarta: UI Pres, 1990.
Syafe'i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia, 2004,
cet. ke-2.
al-Shawka>ni>, Muh}ammad ibn ‘Ali>. Nayl al-Awt}a>r, j.5. al-Qa>hirah: Da>r
al-Hadi>th, 2000.
Al-Subki>. Takmilah al-Majmu>‘ Sharh} al-Muhadhdhab. j.10. Maktabah
al-Irsha>d, 1995
Tahmaz, ‘Abd al-H}ami>d Mah}mu>d. al-Fiqh al-H}anafi> fi> Thawbihi> al-
Jadi>d. Da>r al-Qalam, 2001.

288
Thaba, Abdul Aziz. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru.
Jakarta: Gema Insani Pres, 1996.
al-Thabi>ti>, Su‘u>d ibn Mas‘ad. al-Istis}na>'. Beiru>t: Da>r Ibn H}azm, 1995.
Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi 2. Jakarta: Balai
Pustaka, 1996.
Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes. Islamic Law and Finance:
Religion, Risk, and Return. The Netherlands: Kluwer Law
International, 1998.
Wawancara dengan Anwar Ibrahim, anggota Majelis Penasihat
Syariah Bank Negara Malaysia.
Wawancara dengan Hasanudin, wakil sekretaris DSN-MUI, tanggal
11 Pebruari 2012, di Ciputat.
Wawancara dan dialog dengan Hassan Hanafi dalam rangka konsultasi
disertasi peserta program short course Kementerian Agama di
Mesir, tanggal 12, 13, 23 Nopember 2010.
Wawancara dengan Ichwan Syam, sekretaris MUI pada tanggal 12
Mei 2011 di kantor DSN.
Wawancara dengan KH. Ma'ruf, ketua harian DSN-MUI pada tanggal
12, 19, Mei,dan 7 Juni 2011 di kantor DSN dan 2 Desember
2012 di Hotel Grand Cempaka Jakarta, dan 20 Pebruari 2013 di
kantor DSN Jakarta.
Wawancara dengan Wahiduddin Adams, Direktur Jenderal
Perundang-undangan Kemenkumham.
Wirdyaningsih (ed.). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta:
Fakultas Hukum UI dan Prenada Media, 2005.
Yusanto, Ismail dan M. Arif Yunus. Pengantar Ekonomi Islam. Bogor:
Al-Azhar Press, 2009.
al-Zaybari>, ‘A<mir Sa‘i>d. Maba>hith fi> Ah}ka>m al-Fatwá. Beiru>t: Da>r Ibn
H}azm, 1995.
Zarqá, Mus}t}afá Ah}mad. al-Madkhal al-‘A<m fi al-Fiqh al-Isla>mi> fi>
Thawbihi> al-Jadi>d. Dimashq: Mat}a>bi‘ Alifba al-Adi>b, 1968,
cet.ke-9.
---------------. Sharh} al-Qawa>‘id al-Fiqhi>yah. Dimashq: Da>r al-Qalam,
1989.
---------------. al-Madkhal al-‘A<m fi> al-Fiqh al-Isla>mi> fi Thawbih al-
Jadi>d. j.1. Dimashq: Mat}a>bi‘ Alifba al-Adi>b, 1968.

289
al-Za‘tari>, ‘Ala al-Di>n, "al-‘Uqu>d wa Ma‘na Takyi>fiha al-Shar‘i>",
diunduh tanggal 20 Juli 2011 dari situs
http://www.alzatari.org/show_art_details.php?id=103
al-Zuh}ayli>, Wahbah. al-Fiqh al-Isla>mi> wa Adillatuh, j.4, 5. Syria: Da>r
al-Fikr, 2006.
---------------. Us}u>l al-Fiqh al-Isla>mi>, j.1. Dimashq: Da>r al-Fikr, 2005.
---------------. Al-Mu‘a>mala>t al-Ma>li>yah al-Mu‘a>s}irah. Dimashq: Da>r
al-Fikr, 2002.

290
GLOSARI

Bay‘ : pertukaran harta dengan harta secara sukarela


(termasuk dengan ditunjukkan adanya ijab dan
kabul).
Bay‘ al-‘i>nah : seseorang menjual barang secara tangguh kemudian
ia membelinya saat itu (dalam satu majelis) dengan
harga tunai untuk mendapatkan riba.
Fatwa : menerangkan hukum agama dari suatu persoalan
sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan oleh
peminta fatwa (mustafti), baik perseorangan maupun
kolektif, baik dikenal ataupun tidak dikenal.
Ghaban : tidak seimbangnya antara satu di antara dua yang
diserahkan (harga dan objek akadnya).
Gharar : setiap transaksi yang objeknya tidak jelas (majhu>l),
tidak pasti (ma‘ju>z), dan tidak dapat diukur (ghayr
maqdu>r).
H}awa>lah : berpindahnya tagihan utang dari orang yang
berutang kepada orang yang wajib membayarnya
(muh}a>l ‘alayh).
Ijtihad kolektif : ijtihad yang dilakukan oleh sejumlah
(sekelompok) orang yang terdiri atas para ahli di
berbagai bidang, sehingga kelompok tersebut telah
memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam
berijtihad.
Ija>rah : pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
dengan pembayaran sewa (ujrah).
Istih}sa>n : berbuat berdasarkan satu dari dua dalil yang lebih
kuat atau menjadikan maslahah tertentu ketika
berhadapan dengan dalil umum.
Istis}na>‘ : memesan sesuatu produksi tertentu yang nantinya
akan dibeli oleh pemesan.
Ittihadul Majelis : satu majelis yang berarti satu tempat atau satu
acara (proses)

299
Jaha>lah : tidak jelas, lawan dari 'ilm yang berarti jelas
(mengetahui), termasuk bentuk gharar.
Ju‘a>lah : seseorang menjanjikan upah tertentu kepada
siapapun yang mengerjakan dan dengan janji
tersebut mengikat kepada seseorang yang
menjalankan pekerjaan itu dan ia berhak
mendapatkan upah jika telah mengerjakannya
meskipun tidak ada kesepakatan langsung di antara
mereka.
Kafa>lah : menyatukan tanggungan (z}immah) penjamin atas
tanggungan orang yang dijamin untuk menetapkan
hak (utang), sehingga utang menjadi tanggungan
keduanya.
Mud}ar> abah : kerja sama dua pihak, satu pihak sebagai pemberi
modal dan pihak lain sebagai pekerja, keuntungan
dibagi berdua sesuai kesepakatan.
Mud}a>rabah mushtarakah : kerja sama modal dan usaha, di mana
salah satu pihak selain bertindak sebagai peserta
(shari>k), juga sebagai pekerja (mud}a>rib).
Mufti : orang atau lembaga yang mengeluarkan fatwa.
Musha>rakah : kesepakatan antara dua pihak dalam hal pokok
modal dan keuntungan.
Mura>bah}ah : jual beli di mana pemilik barang menjelaskan harga
perolehan barang tersebut dan mengambil untung
sesuai kesepakatan.
Musha>rakah mutana>qis}ah : kerja sama dalam pembiayaan dengan
disertai janji menjual dan membeli bagian salah satu
pihak sehingga kepemilikan berpindah seluruhnya ke
pihak lain.
Qard} : akad tertentu untuk memberikan harta yang dapat
diukur kepada orang lain agar dikembalikan sesuai
ukuran awalnya.
Qiya>s : membandingkan (ilh}a>q) suatu perkara yang tidak ada
hukumnya secara nash dengan sesuatu yang telah

300
dijelaskan hukumnya oleh nash karena ada kesamaan
illat hukumnya.
Rahn : menahan sesuatu dengan cara benar dengan tujuan
pemenuhan kewajiban pembayaran utang bagi pihak
yang berutang.
Riba : penambahan-penambahan yang disyaratkan oleh
orang yang memilki harta kepada orang yang
meminjam hartanya karena pengundurun janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan.
Salam : akad jual beli dimana harga dibayar dimuka
sedangkan objek akad diterima kemudian sesuai
kesepakatan.
S}arf : jual beli uang dengan uang dengan satu jenis atau
lain jenis (misalnya emas dengan emas, perak dengan
perak, atau emas dengan perak) secara standar
(mas}u>gh) atau tunai.
Tabarru‘ : pemberian sesuatu tanpa imbalan.
Takyi>f al-fiqh : upaya memberikan penilaian syar'i (akad) terhadap
suatu kegiatan dari sisi bentuk dan ketentuan
syariatnya.
Tawarruq : membeli barang dengan harga tangguh kemudian
menjualnya kepada orang lain selain penjual pertama
dengan harga tunai.
Wadi>‘ah : menyerahkan suatu harta kepada orang lain untuk
menjaganya baik dengan bahasa jelas maupun
dengan tindakan
Waka>lah : penyerahan kewenangan kepada wakil atas segala
yang diperbolehkan untuk diwakili dalam urusan
harta dan lainnya kecuali yang dibatasi oleh yang
mewakilkan dan menurut pandangan umum tidak
berlaku

301

Anda mungkin juga menyukai