Anda di halaman 1dari 3

TUGAS IPS KELAS 8-4 SMP NEGERI 8 TARAKAN

1. ALYA
2. HENDRY
3. NURANA
4. ROY

WILAYAH PALU SEBELUM DAN SETELAH TERJADI BENCANA GEMPA TSUNAMI


Kamis, 4 Oktober 2018 17:03
Bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Palu-Donggala, Sulawesi Tengah menjadi sorotan
dunia, termasuk perusahaan satelit asal Amerika Serikat, DigitalGlobe. Dilansir TribunWow.com dari laman
resmi Twitter @DigitalGlobe,perusahaan tersebut merilis gambar foto penampakan wilayah Palu sebelum dan
setelah terjadi gempa bumi dan tsunami secara detail pada Senin (1/10/2018).
Dalam gambar yang diunggah DigitalGlobe tersebut menunjukkan perbedaan kondisi di daerah
Jembatan Teluk Palu.Sebelum terjadi gempa, Jembatan Teluk Palu tampak berdiri kokoh.Namun setelah gempa
terjadi, jembatan tersebut tampak rusak.Lumpur juga tampak menimbun daerah tersebut.Dalam keterangan
unggahannya, DigitalGlobe mengatakan bahwa foto sebelum gempa diambil pada tanggal 17 Agustus.
Sedangkan foto sesudah gempa diambil pada Senin (1/10/2018). Selain foto tersebut, DigitalGlobe juga
menunjukkan perbedaan kondisi di sekitar bandara Mutiara SIS Al-Jufrie sebelum dan sesudah terjadi gempa.
Sama seperti unggahan sebelumnya, foto sebelum gempa diambil pada Jumat (17/8/2018) lalu dan sesudah
gempa diambil pada Senin (1/10/2018). Dalam foto tersebut terlihat jelas perbedaan wilayah Palu sebelum dan
setelah terjadi gempa.

Gempa besar tersebut memicu tsunami setinggi 10 kaki dan menyapu daerah Donggala. Hingga kini lebih dari
1649 orang meninggal. Saat ini, bantuan dari berbagai pihak terus disalurkan untuk para korban bencana Palu-
Donggala. Pemerintah juga masih berupaya untuk memulihkan daerah Palu-Donggala dari bencana. (*)
TUGAS IPS : 1. SARAS
2. NUR FADILAH
3. M.IKBAL
4. YULIAN TONI

Terus Bertambah, Jumlah Korban Tewas


Gempa Sulteng Jadi 1.649 Orang

Pandangan udara Perumnas Balaroa yang rusak dan ambles akibat gempa bumi Palu, Sulawesi Tengah,
Jumat (5/10). Meski tidak terdampak tsunami, Perumnas Balaroa terkubur tanah yang mengalami likuifaksi
atau ambles. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) terus menyisir


sejumlah wilayah terdampak gempa Palu dan Danggala untuk menemukan korban. 

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho


menyatakan, delapan hari usai gempa jumlah korban tewas akibat gempa terus meningkat.

Data BNPB Sabtu (6/10/2018) hingga pukul 17.00 Wita terdapat 1.649 orang meninggal dunia.
Jummlah tersebut terdiri dari, Donggala 159 orang, Kota Palu 1.413 orang, Sigi 64 orang, Parigi
Moutong 1 2 orang, Pasangkayu 1 orang

"Korban yang telah dimakamkan 1.649 jenazah.  Dimakamkan di TPU Paboya," ujar Sutopo,
Sabtu.Selain jumlah korban tewas yang meningkat, korban luka akibat gempa juga
bertambah. Sutopo mencatat untuk luka berat ada 2.549 orang, korban Hilang 265 orang, korban
tertimbun 152 orang."62.359 jiwa mengungsi. Mereka yang tersebar di 147 titik," kata Sutopo.

Sutopo menyatakan,  untuk percepatan penanganan darurat, pihaknya akan memprioritaskan


dengan melanjutkan evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban

"Penanganan medis, rumah sakit lapangan, dan penanganan jenazah juga kita prioritaskan.

Selain itu, memantau distribusi logistik dan permakanan untuk pengungsi.

 
TUGAS IPS BENCANA PALU, KELAS 8-4 SMP NEGERI 8 TARAKAN
1. UCI FAHRUN
2. KRISTIANI
3. MERRY
4. M. ILHAM
5. SADRIANSYAH

“Badan Geologi Ungkap Penyebab Fenomena Tanah Bergerak di Palu”

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan penyebab
gempa, tsunami, hingga adanya fenomena tanah bergerak atau likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah. Fenomena
itu terjadi secara berurutan pada Jumat sore, 28 September 2018 lalu.  
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar mengatakan likuifaksi yang terjadi di Palu
merupakan kejadian terbesar yang dialami di Indonesia. Bahkan, fenomena tanah bergerak ini lebih besar dari
gempa Aceh Timur, dan Lombok Nusa Tenggara Barat. Likuifaksi di Palu itu terjadi karena tanah yang
terdampak merupakan susunan tanah alluvium. Ini merupakan tanah endapan yang mengandung pasir halus
yang mengalami erosi tanah. Tanah alluvium biasanya berada di zona dekat dengan aliran sungai.
Jadi, saat gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR) ini mengguncang Palu, Jumat lalu, endapan air yang
ada di dalam tanah itu muncul ke permukaan. Munculnya air itu karena daya dukung tanah lemah. “Air naik ke
atas menjadi seperti bubur, sehingga bangunan atau barang diatasnya amblas ke dalam, karena tanahnya
bergerak," ujar Rudy di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/10).
Menurut Rudy, Palu merupakan wilayah tempat sesar Palu Koro berada. Sesar Palu Koro adalah
patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup besar. Sehingga ketika gempa berkekuatan besar terjadi
mampu merontokkan bangunan di atasnya.
Selain itu, Rudy menjelaskan tsunami yang melumat kota Palu, Sigi dan Donggala di Sulawesi Tengah.
Tsunami di daerah tersebut diperkirakan mencapai 7 meter dan memasuki daratan hingga 2 km. Kecepatan
tsunaminya diperkirakan 800 km/jam. Tsunami terjadi di Palu karena ada dinding sedimen di bagian timur teluk
palu yang runtuh secara masif akibat gempa, sehingga memunculkan dorongan berupa gelombang.
Menurutnya gelombang tsunaminya berjalan cepat ke daratan lantaran tsunami terjadi di area teluk yang
wilayahnya dangkal.
Saat ini pihaknya masih menganalisis dampak fenomena alam di Palu terhadap kontur tanah di sana. Analisis ini
untuk menghasilkan rekomendasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
sebagai acuan tata ruang pembangunan bangunan pasca gempa di Palu.
Rekomendasi itu setidaknya memuat dua hal, yakni daerah yang boleh dibangun bangunan di atasnya,
dan daerah yang boleh dibangun bangunan asal memenuhi sejumlah persyaratan, misalnya bangunan yang
dibangun tahan gempa. Rekomendasi itu targetnya keluar dalam satu pekan ke depan. "Tim kami sedang
bekerja di lapangan," kata Rudy.
Rudy mengimbau masyarakat Palu tidak panik menghadapi gempa. Menurutnya gempa-gempa susulan
lumrah terjadi karena merupakan sifat dari lempeng bumi untuk memperoleh keseimbangan. Sehingga
diperlukan getaran berupa gempa untuk membuat kondisi lempeng stabil.
Namun, Rudy membantah, Palu akan tenggelam akibat banyaknya gempa. "Kalau pun ada kejadian tak
akan besar. Jadi tidak perlu ketakutan berlebihan," kata dia. Rudy mengatakan Indonesia memiliki potensi
gempa. Potensi itu terbentang mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur Sulawesi, Maluku,
dan Papua. Ini karena daerah tersebut berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif utama dunia (Indo-
Australia, Pasifik dan Eurasia). Sementara Kalimantan memiliki potensi gempa lebih rendah karena tidak berada
di zona tempat bertemunya dua lempeng aktif.
Namun, Rudy tidak bisa memprediksi kekuatan gempa yang bisa terjadi ke depan. Sebab dari data
statistik yang ia miliki, kekuatan gempa tiap daerah berbeda-beda, tergantung kondisi geologi dan wilayah
terjadinya gempa. Sebagai upaya mitigasi bencana, Badan Geologi memetakan daerah yang pernah terjadi
tsunami yang disajikan dalam peta rawan gempa bumi dan tsunami. Tak hanya itu juga menyajikan Peta
Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa bumi dan Tsunami secara rutin yang disampaikan kepada seluruh
pemerintah daerah. Peta-peta tersebut selalu diperbaharui setiap enam bulan.
Terkait gempa yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Geologi telah membuat Peta KRB Gempa bumi
Provinsi Sulawesi Tengah, Peta KRB Tsunami Teluk Palu dan Peta Mikrozonasi Gempa bumi Palu. "Penataan
ruang hendaknya berbasis kebencanaan termasuk semua infrastruktur bangunan harus mempertimbangkan
aspek kegempaan, sebagai upaya mitigasi,” ujar Rudy.

Anda mungkin juga menyukai