Anda di halaman 1dari 6

ALUR KEJADIAN GEMPA

Sejak gempa dan tsunami melanda Palu dan daerah sekitarnya di Sulawesi Tengah
pada 28 September lalu, lebih dari 2.000 jenazah telah ditemukan. Namun, jumlah
pasti korban meninggal dunia amat mungkin tidak akan diketahui mengingat
sejumlah daerah permukiman tersapu tsunami dan likuifaksi sehingga mengubur
banyak orang. Inilah rangkaian kejadiannya.

Sebagian penduduk sedang sibuk mempersiapkan festival di pantai untuk merayakan


hari ulang tahun Kota Palu. Lapak-lapak pedagang sudah berjajar di sepanjang pantai,
siap menjual beragam penganan, mulai dari camilan gorengan hingga mi. Di antara
mereka adalah putri Irma yang menitipkan anak-anaknya ke sang nenek sehingga dia
bisa menikmati perayaan malam itu.setempat maupun turis di Kota Palu.

Gempa mengguncang

Pada pukul 18.02 WITA, bencana terjadi. Tanah yang mereka injak tiba-tiba
berguncang kuat, jalan-jalan terbelah seperti ombak, dan bangunan-bangunan
ambruk.

Gempa berkekuatan 7,4 pada skala Richter telah melanda Palu di Sulawesi Tengah.
Gempa ini bukanlah yang pertama, tapi inilah yang terkuat.

Di Kelurahan Petobo, tempat Ersa Fiona sedang bermain, tanah seketika berubah
seperti lumpur hisap.
Di kawasan lain, sejumlah penyintas mengatakan mereka dikejar gelombang lumpur
yang melahap bangunan dan menyeret manusia ke dalamnya.

Lima menit kemudian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)


merilis peringatan tsunami. Lembaga itu mewanti-wanti gelombang laut akan
mencapai 0,5 sampai tiga meter. Antara tiga hingga enam menit berikutnya Kota Palu
diterjang ombak setinggi enam meter.

Masyarakat setempat hanya punya waktu 10 menit, dari saat gempa mengguncang
sampai tsunami menerpa, untuk melarikan diri ke tempat tinggi.

Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, mengatakan kepada
BBC News Indonesia bahwa dari 170 sensor gempa yang dimiliki BMKG, anggaran
pemeliharaan hanya ada untuk 70 sensor.

Bahkan, perangkat pemantau ombak terdekat dengan Palu, yang mendeteksi tsunami
ini, berada sejauh 200 kilometer. Dan perangkat itu hanya bisa mendeteksi kenaikan
ombak setinggi 6cm, yang saat itu dinilai "tidak signifikan".

Gempa disebabkan oleh lempengan bumi yang saling bertumbukan satu sama lain. Ini
terjadi secara konstan, namun kadang tumbukannya cukup besar dan relatif dekat
dengan area padat penduduk sehingga menimbulkan konsekuensi parah.

Pada 28 September di Palu, getaran-getaran kecil terjadi sepanjang hari, namun


gempa 7,4 pada skala Richter berlangsung saat Patahan Palu Koro yang melintasi
Kota Palu, bergeser sekitar 10 kilometer di bawah permukaan tanah.

Sejak saat itu, ada sedikitnya 500 gempa susulan di Palu, yang sebagian besar di
antaranya tidak dirasakan warga. Wilayah Indonesia sangat berpotensi terjadi gempa
bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu
Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.

Selain berada di antara lempeng-lempeng utama dunia, posisi Indonesia terletak di


Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yaitu daerah 'tapal kuda' sepanjang 40.000 km yang
sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi
cekungan Samudra Pasifik.

Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi
di sepanjang Cincin Api ini.
Kenaikan permukaan laut setinggi 6cm, yang dideteksi BMKG setelah gempa, bisa
membentuk gelombang setinggi 6 meter karena bentuk Teluk Palu.

Wujudnya yang panjang dan menyempit menyebabkan kecepatan dan tinggi


gelombang semakin bertambah saat menuju Kota Palu.

Saat pertama menerjang, tsunami merontokkan Jembatan Ponulele yang


menghubungkan Palu Timur dan Palu Barat. Mengambil nama mantan Gubernur
Sulawesi Tengah, Aminuddin Ponulele, jembatan kuning itu merupakan ikon Kota
Palu. Kini, sebagian jembatan tersebut roboh dan tenggelam.

Gelombang tsunami menerjang bagian ujung Teluk Palu, kawasan yang paling
banyak dihuni penduduk di Kota Palu dan seluruh Sulawesi Tengah.

Berdasarkan data statistik Pemkot Palu, ada 374.000 yang tercatat bermukim di kota
tersebut pada 2016.

Gelombang tsunami juga melahap seluruh desa-desa nelayan serta sebagian besar
infrastruktur.

Jumlah korban meninggal dunia mencapai 2.073 orang. Kebanyakan meninggal


akibat tsunami, menurut BNPB.

Selain itu, sebanyak 10.679 orang cedera, 680 orang hilang, dan 82.775 menjadi
pengungsi.
Tidak ada korban yang ditemukan dalam keadaan hidup sejak pencarian memasuki
hari ketiga.

Setelah gempa dan tsunami melanda, ada fenomena lain yang terjadi, yaitu
likuifaksi.

Likuifaksi berlangsung pada tanah berpasir yang mudah terendam air, seperti tanah
di Kota Palu yang dekat dengan laut.

Guncangan yang ditimbulkan gempa menyebabkan tanah kehilangan ikatan sehingga


melarut seperti air dan mengalir, membawa bangunan dan kendaraan di atasnya ikut
serta.

Di perumahan Balaroa, Kota Palu, sekitar 1.700 rumah tertelan bumi setelah gempa
menyebabkan tanah menjadi cair, sebut Badan SAR Nasional. Ratusan hingga ribuan
oran diyakini terkubur.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, mengatakan


likuifaksi menyebabkan banyak orang meninggal dunia. Fenomena ini, menurutnya,
terjadi di sebuah perumahan yang menampung 1.333 rumah.
Pemerintah berencana mendirikan monumen nasional di tempat itu untuk mengenang
para korban.

Perlu waktu bertahun-tahun bagi masyarakat untuk membangun kembali, walau


mungkin mereka tidak pernah bisa melupakan apa yang diambil dari mereka.
TUGAS KAJIAN

LINGKUNGAN HIDUP (KLH)

DISUSUN OLEH:

NAMA : NURHIKMA

STAMBUK : G 701 18 155

KELAS :C

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2019

Anda mungkin juga menyukai