Anda di halaman 1dari 60

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ i


DAFTAR TABEL .................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
1. 1 LATAR BELAKANG .................................................................................................... 5
1. 2 TUJUAN DAN MANFAAT PUSAT PENGELOLAAN SAMPAH DAN LIMBAH B3 ........ 5
1.2. 1 TUJUAN KEGIATAN ............................................................................................. 5
1.2. 2 MANFAAT KEGIATAN .......................................................................................... 6
1.3. 1 IDENTITAS PEMRAKARSA.................................................................................. 7
1.3. 2 IDENTITAS PENYUSUN STUDI AMDAL .............................................................. 7
BAB 2 PELINGKUPAN .......................................................................................................... 9
2. 1 DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG AKAN DIKAJI........... 9
2.1. 1 STATUS STUDI AMDAL ....................................................................................... 9
2.1. 2 KESESUAIAN LOKASI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN DENGAN RENCANA
TATA RUANG ................................................................................................................ 9
2.1. 3 DESKRIPSI RENCANA USAHA ......................................................................... 17
2. 2 DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL ..................................................... 22
2.2. 1 KOMPONEN LINGKUNGAN YANG TERKENA DAMPAK .................................. 22
2. 3 HASIL PELIBATAN MASYARAKAT .......................................................................... 26
2. 4 DAMPAK PENTING HIPOTEK .................................................................................. 27
2.4. 1 IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL ................................................................ 27
2.4. 2 EVALUASI DAMPAK POTENSIAL...................................................................... 28
2. 5 BATAS WILAYAH STUDI DAN BATAS WAKTU KAJIAN .......................................... 29
2.5. 1 BATAS WILAYAH STUDI ................................................................................... 29
2.5. 2 BATAS WAKTU KAJIAN ..................................................................................... 30
BAB 3 METODE STUDI ....................................................................................................... 33
3. 1 METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA .................................................. 33
3.1. 1 METODE PROSES PENGUMPULAN DATA ...................................................... 33
3.1. 2 METODE ANALISIS DATA ................................................................................ 35
3.2. 1 PRAKIRAAN BESARAN DAMPAK ..................................................................... 50
3. 3 METODE EVALUASI SECARA HOLISTIK TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN .... 55
3.3. 1 PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK .................................................................. 56
3.3. 2 ARAHAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN ....................... 56
3.3. 3 PERTIMBANGAN KELAYAKAN LINGKUNGAN ................................................. 56

i
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................................5
7

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Persyaratan Lokasi Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 Serta Hasil


Penyelidikan Lokasi Lahan yang Dipilih ............................................................................... 10
Tabel 2. 2 Komposisi Tenaga Kerja Kontruksi ..................................................................... 21
Tabel 2. 3 Jenis Alat Berat pada Tahap Kontruksi ............................................................... 22
Tabel 2. 4 Daftar Jenis Flora ............................................................................................... 23
Tabel 2. 5 Daftar Jenis Fauna ............................................................................................. 23

Tabel 3. 1 Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kualitas Udara .................................... 35


Tabel 3. 2 Persyaratan untuk Pengambilan dan Pengawetan Contoh Uji Air ....................... 37
Tabel 3. 3 Parameter, Metode dan Peralatan Analisis Kualitas Air ...................................... 38
Tabel 3. 4 Metode Pengumpulan Data Sosial, Ekonomi dan Budaya .................................. 46

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Peta TPA Supit Urang .................................................................................... 17


Gambar 2. 2 Peta Administrasi Kota Malang ....................................................................... 18
Gambar 2. 3 Rencana Tata Letak Umum Lokasi ................................................................. 18

iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG

Sampah merupakan permasalahan utama yang dihadapi Indonesia terutama di kota-


kota besar yang memiliki tingkat aktivitas dan kepadatan tinggi serta pembangunan
infrastruktur yang pesat. Sampah merupakan material sisa yang sudah tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang
dilakukan oleh manusia tetapi bukan kegiatan biologis. Dalam berkegiatan, manusia
memproduksi sampah. Karena semakin banyaknya sampah yang dihasilkan manusia perlu
melakukan pengelolaan sampah, dengan tujuan mengubah sampah menjadi material yang
memiliki nilai ekonomis atau mengolah sampah agar menjadi material yang tidak
membahayakan bagi lingkungan hidup. Menurut UU no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan
sampah menyebutkan bahwa pemerintah kabupaten/kota memiliki kewajiban untuk
mengelola sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dan memperbaiki pengelolaan
sampah dari sistem open damping menjadi sistem sanitary landfill.
Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Supit Urang merupakan TPA yang terbesar di Kota
Malang dengan luas 15 hektar. Kapasitas produksi sampah di Kota Malang sekitar 700-800
m3 per hari. Kapasitas produksi sampah tersebut berbanding lurus dengan pertumbuhan
penduduk Kota malang. Dengan jumlah penduduk Kota Malang untuk tahun 2009 sebesar
819,376 jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 1,23 %. TPA ini mendapat kiriman
sampah sebanyak 400 ton per hari dari wilayah Kota Malang dan sekitarnya. Dengan
jumlah sampah yang sedemikian banyak , daya tampung TPA Supit Urang telah terisi 75
persen dan hanya dapat menampung sampah 25 persen. Dan diprediksikan TPA Supit
Urang akan penuh dalam waktu 2 tahun mendatang. Sistem pembuangan sampah yang
diterapkan di TPA Supit Urang masih menggunakan sistem open dumping; yaitu
pembuangan sampah di ruang terbuka di lokasi TPA dan menyebabkan beberapa masalah
lingkungan seperti polusi di air tanah, polusi udara, dan penurunan estetika lingkungan.
Kondisi TPA Supit Urang hingga saat ini memiliki enam sel yaitu cell satu tidak
aktif/sudah penuh sejak tahun 1998 dengan luas 8.000 m2 , Cell dua nonaktif dengan luas
kawasan adalah 16000 m3 , Cell tiga masih aktif (kondisi hampir penuh) dengan luas
kawasan 12000 m2 , Cell empat nonaktif dengan luas kawasan 13500 m2 , Cell lima
nonaktif (full) dengan luas kawasan 10.625 m2 dan baru saja diisi. Daerah yang kosong
yang belum digunakan adalah 2000 m2 , daerah terrsebut akan digunakan dalam rencana
pembangunan tempat sel. Ketinggian timbunan sampah yang ada di TPA Supit Urang
dalam setiap sel bervariasi antara 6-13,6 m. Selain itu juga, di TPA Supit Urang belum
adanya dinding penahan yang digunakan untuk menahan timbunan sampah yang ada.
Dengan volume sampah di lokasi penimbunan TPA Supit Urang yang semakin bertambah
tiap harinya, lambat laun daya tampung TPA tersebut akan penuh, dan saat itu juga harus
diperoleh daerah baru untuk memperluas TPA.

1. 2 TUJUAN DAN MANFAAT PUSAT PENGELOLAAN SAMPAH DAN LIMBAH B3

1.2. 1 TUJUAN KEGIATAN

Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk beserta aktivitasnya, maka timbulan


sampah tentunya juga mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk berarti
peningkatan jumlah atau volume timbulan sampah, sedangkan bertambahnya jenis
aktivitas berarti semakin beragam jenis sampah yang dihasilkan. Jumlah atau volume
dan jenis sampah yang dibiarkan menumpuk sangat membahayakan bagi kehidupan
manusia. Tumpukan sampah selain sangat tidak sedap dipandang mata, juga
membutuhkan. lahan yang tidak sedikit untuk pembuanannya serta dapat menimbulkan
penyakit bagi manusia dan pencemaran bagi lingkungan. Penyakit manusia yang cukup
berbahaya yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan yang tidak sehat karena sampah
diantaranya dysentri, TBC, muntaber bahkan Autis. Seringkali kita jumpai beberapa
pemilik hewan ternak membiarkan ternaknya memakan sampah organik yang terdapat
5
pada tumpukan sampah yang tercampur yang didalamnyaterkandung bahan beracun
dan berbahaya (B3). Bahan B3 biasanya terdapat pada tinta spidol, tinta koran, larutan
sisa minyak pelumas, logam-logam berat dll. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa penyakit autis diantaranya dipicu dari larutnya bahan B3 tersebut ketika kita
mengonsumsi daging hewan ternak yang tanpa kita sadari telah memakan sampah
organik yang tercampur bahan B3 tersebut. Sedangkan terhadap lingkungan, air
sampah yang keluar dari tumpukan sampah tercampur bahan B3 tentunya banyak
mengandung polutan/zat-zat berbahaya lainnya dengan jumlah dan konsentrasi yang
tinggi. Hal itulah yang memicu terjadinya pencemaran pada lingkungan baik pada tanah
maupun air tanah. Air tanah yang tercemar tersebut tentunya sangat tidak layak untuk
dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik untuk aktivitas apalagi
untuk dikonsumsi sebagai air minum.
Pengelolaan sampah kota di Indonesia menjadi masalah aktual seiring dengan
semakin meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk yang terdampak pada semakin
banyak jumlah sampah yang dihasilkan. Beerapa penelitian menganalisis permasalahan
yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Permasalahan pengelolaan
sampah yang dihadapi tersebut dianalisis. Sehingga beberapa permasalahan yang
terjadi adalah kurangnya dasar hukum yang tegas, tempat pembuangan sampah yang
tidak memadai, kurangnya usaha dalam melakukan pengomposan, dan kurangnya
pengelolaan TPA dengan sistem yang tepat. Permasalahan pengelolaan sampah yang
ada di Indonesia dilihat dari beberapa indikator berikut yaitu tingginya jumlah sampah
yang dihasilkan, tingkat pelayanan pengelolaan sampah masih rendah, tempat
pembuangan akhir yang terbatas jumlahnya, institusi dan masalah biaya.
Pertumbuhan industri dan kawasan industri di wilayah Jawa Timur, khususnya
Gerbangkertasusila membutuhkan fasilitas dan infrastruktur pendukung yang
memadahi. Salah satu fasilitas tersebut adalah tempat pengolahan dan penimbunan
limbah B3. jauh. Dengan tersedianya fasilitas pengolahan dan penimbunan limbah B3 di
Jawa Timur akan meningkatkan daya saing industri, karena lokasinya dekat dan
biayanya dapat lebih murah.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan, tujuan dari Pembangunan Fasilitas
Pusat Pengelolaan Sampah atau biasa disebut TPA di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan
Sukun, Kota Malang adalah sebagai berikut :
a. Mengelola limbah yang dihasilkan oleh industri dan fasilitas pelayanan kesehatan
penghasil limbah B3 yang tidak dapat mengelola limbah yang dihasilkan maupun
yang sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. Memenuhi tuntutan kebutuhan akan fasilitas pengelolaan limbah B3 dan Non-B3 di
Provinsi Jawa Timur terutama yang melayani sampai penimbunan akhir (landfill);
c. Mendukung kegiatan industri dan pertumbuhan sektor industri serta kegiatan
fasilitas pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Timur untuk mendukung
perkembangan wilayah dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur.

1.2. 2 MANFAAT KEGIATAN

• Manfaat Kepada Masyarakat


1. Bagi Masyarakat sekitar
a. Terciptanya lapangan pekerjaan baru yang dapat menyerap tenaga kerja
di wilayah Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang;
b. Pembangunan TPA akan mendorong aktivitas ekonomi lokal masyarakat
disekitarnya dengan terbukanya kesempatan kerja dan peluang usaha
dengan adanya aktivitas konstruksi maupun operasi nantinya dengan
adanya pekerja yang cukup besar jumlahnya. Hal ini akan mendorong
perkembangan wilayah yang pada gilirannya akan mendorong
perkembangan aktivitas ekonomi lokal di wilayah sekitarnya.
2. Bagi pemerintah Provinsi

6
a. Terjadi pengurangan jumlah limbah cair, sampah dan limbah B3 yang
dihasilkan oleh sektor industri dan fasilitas pelayanan kesehatan di
Provinsi Jawa Timur;
b. Memudahkan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur untuk
memantau para pengusaha/pelaku bisnis sektor industri dan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk tetap melaksanakan kewajibannya untuk
mengelola limbah yang dihasilkannya;
3. Bagi Pelaku Bisnis Sektor Industri Provinsi
a. Memudahkan para pengusaha/pelaku bisnis sektor industri dan fasilitas
pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Timur yang tidak dapat mengelola
limbahnya sendiri dengan pertimbangan kemampuan teknis dan biaya
operasional yang besar;
b. Penghematan biaya operasional pengelolaan sampah
c. Mendorong pengembangan kapasitas produksi para pengusaha/pelaku
bisnis sektor industri dan kegiatan pelayanan kesehatan di Jawa Timur
• Peranan terhadap pembangunan
1. Tersedianya kebutuhan sarana prasarana dan infrastruktur pengelolaan
limbah cair, sampah dan limbah B3 hingga fasilitas penimbusan limbah B3 di
Jawa Timur;
2. Meningkatkan pelayanan di bidang pengelolaan limbah cair, sampah dan
limbah B3 di Provinsi Jawa Timur;
3. Mendukung kegiatan yang menghasilkan limbah B3 khususnya sektor
industri dan sektor kesehatan sehingga akan mendukung peningkatan
investasi dan perputaran ekonomi di sektor kesehatan dan perindustrian.
4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang dan
Provinsi Jawa Timur dengan semakin berkembangnya sektor industri

1. 3 PELAKSANAAN STUDI

1.3. 1 IDENTITAS PEMRAKARSA

Identitas dan penanggung jawab Studi AMDAL Pembangunan Fasilitas Pusat


Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota
Malang, Provinsi Jawa Timur adalah :
Nama Pemrakarsa : Kementrian Pekerjaan umum dan perumahan Rakyat Malang
Penanggung Jawab : Ir. Hadi Santoso
Jabatan : Kepala Dinas Kementerian PUPR Kota Malang
Alamat : Jalan Bingkil No. 1, Ciptomulyo, Sukun, Malang
Telepon : (0341) 355104
Tempat Kegiatan : Kawasan Dataran Tinggi yang Luas
Desa : Mulyorejo
Kecamatan : Sukun
Kota : Malang
Luas Lahan : ± 31,25 Ha

1.3. 2 IDENTITAS PENYUSUN STUDI AMDAL

Merujuk Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin


Lingkungan, penyusunan dokumen Amdal dilakukan oleh penyusun Amdal yang
memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Tim Penyusun AMDAL beserta keahlian
padabidangnya masing-masing akan diperinci pada Tabel 1.1

7
Tabel 1.1 Tim Penyusun Studi AMDAL Pembangunan
No Registrasi
Nama Jabatan dalam Tim
. INTAKINDO
1 Indra Bayu Sanjaya Tim Leader KTPA
2 Metta Octavia T. Ahli Teknik Sipil KTPA
4 Devanti Wulan Suci T. Ahli Lingkungan ATPA
5 Rex Sonberth T. Ahli Geologi/Hidrogeologi ATPA
8 Della Isnaini Aprilia T. Ahli Perencanaan Wilayah ATPA

8
BAB 2 PELINGKUPAN

2. 1 DESKRIPSI RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG AKAN DIKAJI

2.1. 1 STATUS STUDI AMDAL

Studi Dampak Lingkungan TPA Supit Urang dimaksudkan untuk menganalisis


dampak yang terjadi pada tahap operasional TPA Supit Urang terhadap lingkungan
sekitar. Dalam studi ini komponen yang ditinjau adalah komponen fisik-kimia, komponen
biologi, komponen sosial-ekonomi, komponen sosial budaya, dan kesehatan.
Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dampak yang
berpengaruh atau dominan akibat pengoperasian TPA Supit Urang saat ini adalah bau
atau udara dan pencemaran terhadap air sungai.

2.1. 2 KESESUAIAN LOKASI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN DENGAN RENCANA


TATA RUANG

2.1.2. 1 KESESUAIAN LOKASI DENGAN PERSYARATAN TEMPAT PENIMBUNAN


LIMBAH

Analisa lokasi mempunyai peran sangat penting, karena akan berisi


kemungkinan-kemungkinan dan alternatif-alternatif yang berkaitan dengan kondisi
eksisting lokasi, objek rancangan dan tema rancangan. Lindi adalah limbah cair
sebagai akibat masuknya air eksternal ke dalam timbunan limbah/sampah
kemudian membilas dan melarutkan materi yang ada dalam timbunan tersebut,
sehingga memiliki variasi kandungan polutan organik dan anorganik. Air lindi dapat
merembes melalui tanah dan dimungkinkan pula akan mencemari air tanah yang
ada di lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Perembesan ini sangat
tergantung dari sifat fisik tanah dasar TPA seperti porositas, permeabilitas dan
tekanan piezometrik. Air lindi akan merembes melalui tanah secara
perlahan.Apabila terdapat aliran air tanah di bawah lokasi TPA, maka air lindi akan
mencemari aliran tersebut dengan kandungan zat yang cukup berbahaya bagi
lingkungan.Lindi termasuk dalam limbah B3 karena mengandung zat yang
berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup sekitar.
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkut, pemanfaatan, pengelohan dan
penimbunan limbah B3. Kegiatan ini harus dilakukan dengan baik mulai dari
perencanaan kegiatan hingga pemantauan selama kegiatan dilakukan. Karena
pengolahan limbah B3 dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar
penghasil limbah, maka diperlukan analisa kelayakan dari lokasi terhadap dampak
sosial ekonomi yang mungkin timbul dengan adanya pengolahan limbah tersebut.
Pemilihan lokasi penimbunan (landfill) limbah B3 yang tidak memperhatikan
persyaratan- persayaratan yang telah ditentukan dan tidak memperhitungkan
lingkungan akan mengakibatkan dampak terhadap lingkungan dan makhluk hidup.
Penimbunan limbah B3 harus dilakukan pada lokasi tepat dan benar, serta
memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri LHK Nomor P63
tahun 2016, tentang Persyaratan dan Tata Cara Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun di Fasilitas Penimbunan Akhir. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi
untuk tempat penimbunan (Landfill) limbah B3 tercantum pada Pasal 8 Ayat (1),
dimana persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemilihan lokasi adalah:
a. Bebas banjir seratus tahunan
b. Permeabilitas tanah
c. Merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan bencana,
dan di luar kawasan lindung
d. Tidak merupakan daerah resapan air tanah
e. Hidrologi permukaan (bukan merupakan daerah genangan air).

9
Pembuatan model penentuan lokasi untuk penimbunan limbah B3 dilakukan
dengan pendekatan klasifikasi parameter lokasi, hal ini dilakukan karena
banyaknya parameter yang harus dipenuhi sehingga ada kemungkinan bahwa
lokasi terbaik (yang memenuhi semua parameter) belum tentu ada. Parameter-
parameter yang digunakan sebagai acuan penentuan lokasi didasarkan pada
syarat-syarat lokasi yang dibolehkan untuk lokasi penimbunan limbah B3 pada
sesuai PP Nomor 18 Tahun 1999. Penentuan lokasi untuk penimbunan limbah B3
untuk suatu wilayah propinsi akan tidak terlepas dari keterkaitan bahyak faktor
baik fisik maupun non fisik. Kajian pemodelan didasarkan pada beberapa
parameter yang penting dalam penentuan lokasi penimbunan limbah B3 terutama
faktor secara fisik yaitu :
o Aspek Hidrologi Permukaan yang menyangkut sungai yang mengalir
sepanjang tahun, danau, waduk, dan situ.
o Aspek Curah hujan.
o Aspek Penggunaan lahan
SIG yang merupakan perangkat bantu (tool) untuk analisa yang merujuk pada
suatu ruang (spasial) diharapkan dapat membantu perencanaan pengelolaan
sampah, pemantauan pengelolaan sampah, dan pemantauan dampak yang
mungkin timbul dari hasil pengolahan sampah. Dalam studi pemodelan ini SIG
akan digunakan untuk membantu menentukan lokasi untuk penimbunan (landfill)
sampah.
Setelah lokasi ditentukan, dilakukan penyelidikan lapangan dan evaluasi detail
dengan mengacu pada kriteria Peraturan Menteri LHK Nomor P63 tahun 2016,
tentang Persyaratan dan Tata Cara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
Fasilitas Penimbunan Akhir. Ringkasan hasilnya disajikan pada tabel 2.1,
sedangan uraian lengkapnya disajikan pada lampiran.

Tabel 2. 1 Persyaratan Lokasi Pengolahan dan Penimbunan Limbah B3 Serta


Hasil Penyelidikan Lokasi Lahan yang Dipilih

Persyaratan Lokasi
Penimbunan Keseusaia
Hasil Penyelidikan
Limbah B3 Di n Lokasi
Lokasi Lahan Desa
No. Aspek Tempat dengan
Mulyorejo, Kec.
Pembuangan Akhir Persyarata
Sukun, Kota Malang
(PermenLHK No. n
63 th 2016)
Lokasi rencana
pembangunan TPA
ini berada di
Kelurahan Mulyorejo.
Kawasan hamparan
ladang tebu milik
warga yang
terbentang dari timur
ke barat, dengan
Bebas banjir
1. Bencana kondisi lahan yang Sesuai
seratus tahunan
berbukit akhirnya
disulap menjadi
lokasi pengolahan
dan penimbunan.
Kelurahan ini berada
pada antara 440-660
meter dpl, sehingga
merupakan daerah
bebas banjir.
10
Bencana yang sering
terjadi
di wilayah studi
adalah kekeringan
yang menyebabkan
kebakaran.

2. Permeabilitas Permeabilitas Dari hasil literatur,


tanah tanah yang diukur nilai permeabilitas
sebagai tanah TPA yang
kondukivitas dilakukan
hidraulik paling pengukuran dengan
besar 10-7 metode falling head
cm/detik, untuk permeability test
fasilitas adalah sebesar 1,884
penimbusan akhir × 10-6 cm/s atau
limbah B3 kelas I 1,628 x 10-3 m/hari.
dan kelas II yang
digunakan untuk
menimbun limbah
B3 yang diwajibkan
ditimbun di fasiitas
penimbusan akhir
kelas I dan/atau
kelas II

Permeabilitas
tanah yang diukur
sebagai
kondukivitas
hidraulik paling
besar 10-5
cm/detik, untuk
fasilitas
penimbusan akhir
limbah B3 kelas III
yang digunakan
untuk menimbun
limbah B3 yang
diwajibkan
ditimbun di fasiitas
penimbusan akhir
kelas III

Permeabilitas
tanah yang tidak
memenuhi
ketentuan
persyaratan,
dilakukan rekayasa
teknologi sehingga
mencapai
permeabilitas
tanah yang diukur
sebagai

11
kondukivitas
hidraulik paling
besar 10-5
cm/detik, untuk
fasilitas
penimbusan akhir
limbah B3 kelas III
yang digunakan
untuk menimbun
limbah B3 dari
sumber spesifik
khusus.

3. Daerah a. Longsoran a. Dilokasi tidak


geologis b. Bahaya gunung dijumpai patahan,
aman, stabil merapi kemiringan lereng
dan tidak c. Gempa bumi lokasi terletak
rawan d. Sesar antara 5-11 %,
bencana e. Sink hole sehingga potensi
f. Amblesan (land longsor sangat
subsidence) kecil. kemiringan
g. Tsunami lereng juga landai
h. Mud volcano sehingga potensi
longsor rendah.
b. Lokasi tidak terletak
pada zona fisiografi
gunung berapi yang
aktif, sehingga
potensi letusan
gunung rendah
c. Menurut peta
gempa yang
dikeluarkan
kementeriang
PUPR, lokasi
terletak pada zona
kegempaan rendah
atau 0,4 sampai 0,5
gal.
d. Struktur geologi
yang dijumpai di
daerah penelitian
merupakan lipatan
menunjam dan
tidak ditemukan
patahan aktif di
sekitar lokasi.
e. Lokasi tidak terletak
di kawasan kars /
batu gamping,
sehingga tidak ada
potensi sink hole.
f. Lokasi terlatak
pada tanah dengan
jenis lempung

12
berdebu, sehingga
potensi amblesan
tidak ada
g. Lokasi tidak terletak
atau dekat dengan
pesisir sehingga
tidak ada potensi
tsunami
h. Daerah sekitar
lokasi tidak pernah
muncul mud
volcano sehingga
potensi kemunculan
tidak ada
4. Daerah yang Daerah resapan • Berdasarkan peta
bukan (recharge) bagi air Cekungan Air
merupakan tanah Tanah di Jawa
daerah Timur, lokasi
resapan air terletak di wilayah
Non Cekungan Air
Tanah. Hal ini
berarti, bahwa di
lokasi tidak
dijumpai aliran air
tanah, dan
termasuk daerah air
tanah langka.
• Sifat batuan di
lokasi termasuk
dalam akuifer
dengan
produktifitas
sangat rendah

Daerah yang di Dari hasil


bawahnya terdapat pengeboran batuan
lapisan pembawa yang dijumpai adalah
akuifer tertekan batuan lempung dan
(confined aquifer) tidak dijumpai muka
atau jarak terdekat air tanah
akuifer tersebut
dengan bagian
dasar fasilitas
penimbusan akhir
limbah B3 paling
sedikit 4 m apabila
terdapat lapisan
pembawa air tanah

5. Hidrologi Bukan merupakan Lokasi terletak di


Permukaan daerah genangan perbukitan dengan
air kemiringan landai
sehingga bukan
merupakan daerah
genangan air.
13
Memiliki jarak Jarak terdekat dari
paling sedikit 500 sungai adalah 300 m
m dari aliran dari sungai sumber
sungai yang Songo dan 200 m
mengalir dari sungai
sepanjang tahun, Gundulan.
danau, dan/atau
waduk untuk irigasi
pertanian dan/atau
air bersih.
Memiliki jarak
Disekitar Lokasi tidak
paling sedikit 2.500
dijumpai pantai.
m dari garis pantai.
Jarak terdekat
dengan garis pantai
adalah > 40 km
6. Iklim dan Diutamakan lokasi Debit air hujan
Curah Hujan dengan curah diketahui 9,43
hujan m3/hari. Dan
kecil, atau daerah merupakan daerah
kering kering sehingga
dapat menyebabkan
kebakaran

Kecepatan angin : Kecepatan angin


Kecepatan tahunan pada lokasi tersebut
Error! Not
rendah, berarti erkisar antara 0,2
a valid
dominan ke daerah sampai 4,7 knot.
embedded
tidak berpenduduk Sehingga kecepatan
object.
atau jarang angin masih terbilang
berpenduduk. rendah.
Jarak lokasi ke
pemukiman sekitar
600 m
7. Tata ruang Lokasi harus Lokasi bukan
sesuai dengan merupakan tempat
Rencana Tata yang tidak subur,
Ruang Wilayah meskipun sempat
yang merupakan digunakan untuk
tanah kosong yang ladang tebu, tetapi
tidak subur, tanah tanah yang
pertanian yang digunakan tidak
kurang subur, atau terlalu cocok untuk
lokasi bekas pertanian
pertambangan
yang telah tidak
berpotensi dan
sesuai dengan
rencana tata ruang
baik untuk
peruntukan industri
atau tempat
penimbunan
limbah.
Selain itu harus Bukan merupakan
memperhatikan kawasan lindung dan
14
flora dan fauna. daerah suaka
• Flora: merupakan margasatwa/cagar
daerah dengan alam
kesuburan
rendah, tidak
ditanami
tanaman yang
mempunyai nilai
ekonomi dan
bukan
daerah/kawasan
lindung
• Fauna: bukan
merupakan
daerah
margasatwa/cag
ar
alam.

Keterangan • Akses jalan


Lokasi Provinsi dan dekat
akses jalan tol
• Dekat dengan
lokasi usaha atau
industri
• Jauh dari
pemukiman

2.1.2. 2 KESESUAIAN DENGAN TATA RUANG PROVINSI DAN KABUPATEN

Kesesuaian dengan tata ruang terkait dengan rencana pembangunan fasilitas


Pusat Pengelolaan Sampah (TPA) ditinjau dari Peraturan Daerah Nomor 5 tahun
2012 tentang RTRW Provinsi Jawa Timur tahun 2011 – 2031. Izin terkait
pemanfaatan ruang terhadap bangunan yang dibangun sebelum diundangkan
(diberlakukan) Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Malang (Perda RTRW Kota Malang) harus dilakukan
penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Perda tersebut Sebagimana
yang diatur dalam Pasal 107 Ayat (2) huruf b yang menyatakan bahwa: “untuk
yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan
sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini paling lama 5 (lima) tahun”.
Lalu Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor: SK.8599/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/12/2018 Tanggal 17
Desember 2018, tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin
Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi XV), Persetujuan
Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan, Surat Izin Pemanfaatan Ruang dari
Gubernur Jawa Timur dan Surat rekomendasi dari Direktorat Verifikasi
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Non Bahan
berbahaya dan Beracun.
Setelah diberlakukannya Perda RTRW Tahun 2011-2031. Mengenai
bangunan yang didirikan berdasarkan zona pemanfaatan pola ruang harus
menyesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dalam Pasal

15
107 ketentuan peralihan Perda RTRW Tahun 2011-2031 yang menyatakan bahwa
dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka:
a. Segala izin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap. berlaku sampai
dengan berakhir masa berlakunya.
b. Segala izin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan daerah.
c. Seusai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan
berakhir masa berlakunya dan
d. Pemanfaatan ruang di Kota yang diselenggarakan tanpa izin.
Sedangkan sesuai pasal 11 ayat (6) lebih jelas mengatur Strategi
pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan meliputi :
a. Pembangunan dan pemfasilitasian kerja sama antar daerah dalam pengelolaan
sampah;
b. Pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu antar wilayah yang dikelola
secara bersama;
c. Pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan limbah B3 yang
melayani wilayah provinsi;
d. Pengendalian pencemaran di sekitar tempat pengolahan sampah dan limbah
B3; dan
e. Mengkoordinasi pengembangan sistem drainase di kawasan perkotaan
Dalam pasal 48 ayat (2) disebutkan bahwa rencana pengembangan
prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
rencana pengelolaan prasarana yang digunakan lintas kabupaten/kota. Sesuai
dengan hal tersebut, di dalam Pasal 48 ayat (4) Rencana pengembangan
prasarana yang digunakan lintas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. Tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dilengkapi dengan instalasi
pemanfaatan limbah untuk energi yang dikelola bersama untuk kepentingan
antar wilayah;
b. Instalasi pengolahan limbah tinja; dan
c. Pengelolaan limbah B3;
Berdasarkan Hasil overlay lokasi kegiatan dengan peta pola ruang RTRW
Kota Malang, lokasi rencana kegiatan terletak di dataran yang sedikit berbukit di
Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Terkait dengan proses ini,
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur telah mendapatkan Persetujuan
Prinsip Tukar Menukar Kawasan Tersebut untuk Pembangunan Pengelolaan
Sampah dan Limbah B3. Berdasarkan tahapannya, setelah semua proses
perubahan selesai, lokasi rencana TPA ini akan diintegrasikan dengan revisi
rencana tata ruang wilayah Kota Malang. Sesuai dengan hal ini, lokasi rencana
pembangunan TPA di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang telah
sesuai dengan arahan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Malang.

16
Gambar 2. 1 Peta TPA Supit Urang

2.1. 3 DESKRIPSI RENCANA USAHA

2.1.3. 1 LOKASI KEGIATAN

Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Kota Malang terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan termasuk
kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Kota Malang berada di
dataran tinggi sehingga udara terasa sejuk. Kota Malang merupakan salah satu bagian
dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya bersama dengan Kota Batu,
dan Kabupaten Malang . Kota malang terletak pada ketinggian antara 440-667 meter
diatas permukaan air laut. Kota Malang berada ditengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang yang secara astronomis terletak 112,06°-112,07° bujur timur dan 7,06°-8,02°
lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai verikut :
• Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang
• Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang
• Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
• Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
Rencana lokasi pembangunan TPA Supit Urang terletak disebelah barat Kota
Malang. Secara administratif berada di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun.
Secara geografis Kota Malang terletak pada 112º43’ sampai 112º71’ Bujur Timur, 7º16’
Lintang Utara sampai 8º26' Lintang Selatan. Kelurahan Mulyorejo memiliki ketinggian
rata-rata 440 - 6660 meter diatas permukaan laut. Bagian barat mempunyai dataran
tinggi yang sangat luas. Secara fisik batas administratif Kelurahan Mulyorejo adalah
sebagaiberikut:
• Utara : Kelurahan Bandulan.
• Selatan : Kelurahan Sidorahayu.
• Barat : Desa Jedong.
• Timur : Kelurahan Bandungrejosari

17
Gambar 2. 2 Peta Administrasi Kota Malang

Gambar 2. 3 Rencana Tata Letak Umum Lokasi

18
2.1.3. 2 PENGGUNAAN LAHAN

Lokasi rencana pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang adalah pada lahan
seluas ± 31 Ha. TPA Supit Urang Kota Malang memiliki luas lahan yang digunakan
saat ini sebesar 15.5 Ha. Tahapan pembangunan TPA Supit Urang yang dikaji di
dalam studi AMDAL. Rincian luasan pola pemanfaatan lahan pada lahan TPA Supit
Urang dirinci sebagai berikut.
- Luas lahan : 31 Ha
- Luas lahan yang digunakan : 15.5 Ha
o Sel aktif : 3.2 Ha
o Sel pasif : 8.2 Ha
- Tanah persediaan : 16 Ha
- Jalan akses : 3800 m - 0.38 Ha
- Taman, kantor, garasi, jalan : 2.75 Ha
- IPLT : 1 Ha

2.1.3. 3 RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENYEBAB DAMPAK

Rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang ini tentunya
akan menimbulkan berbagai macam dampak bagi lingkungan di sekitarnya baik
dampak positif maupun negatif. Dampak dari pembangunan ini disebabkan oleh
adanya interaksi dari berbagai komponen kegiatan dengan berbagai komponen
lingkungan yang ada di wilayah studi.
Fasilitas TPA Supit Urang Kota Malang akan terdiri dari beberapa jenis
kegiatan, yaitu :
1. Kegiatan penerimaan, pengangkutan dan pengumpulan limbah B3 dan Non-B3
Penerimaan, pengangkutan dan pengumpulan limbah B3 dan Non-B3 dari
penghasil limbah merupakan rangkaian proses yang terdiri dari beberapa sub
kegiatan, yaitu penerimaan limbah B3 dan Non B3, pengangkutan limbah B3 dan Non
B3, dan pengumpulan limbah B3 dan Non B3. Penerimaan limbah yang akan dikelola
oleh TPA Supit Urang Kota Malang adalah limbah B3 dan Non-B3, yang di awali
dengan proses pra penerimaan (pre-acceptance), dimana seluruh hasil pada proses
pra penerimaan ini kemudian dibuatkan dalam bentuk laporan yang berisi deskripsi
identitas limbah, rekomendasi pengelolaan yang akan dilakukan, serta jenis kemasan
dan alat angkut yang dapat digunakan. Setelah terjadi kesepakatan biaya antara
penghasil limbah dengan Pemrakarsa, maka dilakukan penjadwalan pengambilan
limbah. Limbah yang datang dari penghasil dilakukan penimbangan berat terlebih
dahulu untuk menentukan berat limbah yang akan di proses, selanjutnya limbah
melalui proses penerimaan akhir (end acceptance). Prosedur pengangkutan limbah
B3 dan Non-B3 TPA Supit Urang Kota Malang akan mengacu kepada Keputusan
Dirjen Hubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan
Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun di Jalan. Limbah B3 yang termasuk
dalam Limbah B3 Kategori I harus diangkut menggunakan armada tertutup seperti
container, tanker dan lain-lain, sementara limbah B3 yang termasuk dalam limbah B3
kategori 2 dan kategori 3 boleh diangkut menggunakan armada terbuka seperti roll off
box atau dump truck. Limbah B3 dan non B3 yang telah memenuhi persyaratan pada
proses penerimaan akhir (end acceptance) baik secara karakteristik maupun jumlah,
maka limbah tersebut akan disimpan sementara di dalam gudang penyimpanan
sebelum diolah, dimanfaatkan dan/atau di timbun.
2. Kegiatan pengolahan limbah B3 (Stabilisasi/Solidifikasi dan Insinerasi)
Kegiatan pengolahan limbah B3 dilakukan melalui proses
stabilisasi/solidifikasi dan proses insenerasi. Proses stabilisasi diaplikasikan terhadap
limbah anorganik padat yang mengalami pelindian melebihi baku mutu TCLP,
sedangkan proses solidifikasi diaplikasikan terhadap limbah anorganik yang tidak
mengalami pelindian melebihi baku mutu TCLP pada lampiran IV Peraturan
Pemerintah No. 101 tahun 2014. Untuk memfasilitasi pencampuran antara limbah
19
dan reagen, ditambahkan air ataupun air lindi yang sudah diolah di IPAL untuk
dimanfaatkan kembali dalam proses stabilisasi/solidifikasi. Insinerator dirancang
bertujuan untuk menghancurkan hanya senyawa organik pada limbah dengan
menggunakan panas dan udara yang terkontrol. Limbah B3 yang berasal dari
penghasil limbah tersebut pada umumnya mengandung bahan mudah terbakar
(anorganik). Dengan proses insinerasi material limbah padat B3 tersebut akan
dirubah menjadi bottom ash, gas buang, partikulat dan panas.
3. Kegiatan penimbusan akhir limbah
Limbah anorganik padat yang tidak mengalami perlindian melebihi baku mutu
TCLP, limbah yang telah melalui proses stabilisasi/solidifikasi dan limbah Non-B3
padat akan ditimbun ke dalam lahan timbus (landfill). Terdapat 2 (dua) kelas landfill
yang dibangun dan dioperasikan TPA Supit Urang Kota Malang yaitu Landfill Kelas I
dan Landfill Kelas II yang direncanakan akan dibangun masing-masing 1 (satu) unit.
Landfill akan dirancang dan dibangun sesuai dengan ketentuan regulasi pemerintah
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.63/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Penimbunan Limbah B3 di Fasilitas Penimbusan Akhir dan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (KepBapedal) Nomor 03 Tahun 1995
tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun agar
mampu mengisolasi limbah yang ditimbun dari lingkungan sekitar, terdiri dari sistem
pelapis dasar kedap air, lapisan operasional, lapisan penutup akhir serta sistem
pengumpulan dan pengolahan lindi (leachate).
4. Kegiatan fasilitas pendukung TPA Supit Urang Kota Malang
Utilitas fasilitas pendukung TPA Supit Urang Kota Malang meliputi IPAL untuk
pengelolaan lindi dari area landfill, sistem penyediaan air untuk kebutuhan
operasional TPA Supit Urang Kota Malang, sistem pengolahan air limbah domestik
dan pengolahan sampah domestik dari aktivitas domestik operasional TPA Supit
Urang Kota Malang serta operasional sarana utama dan pendukung kegiatan
operasional fasilitas TPA Supit Urang Kota Malang.
Terkait dengan penyusunan dokumen AMDAL yang akan dilaksanakan, rencana
kegiatan pembangunan TPA Supit Urang ini akan melewati beberapa tahapan yang
secara umum dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pra konstruksi, tahap
konstruksi dan tahap operasi. Uraian jenis kegiatan penyebab dampak dalam setiap
tahap tersebut akan dijelaskan pada sub bab sebagai berikut.
A. TAHAP PRA KONSTRUKSI
Kegiatan penyebab dampak yang ada pada tahap pra konstruksi adalah perizinan, serta
sosialisasi dan konsultasi publik. Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut
seperti pada uraian di bawah ini.
1. Pengurusan Perizinan
Dalam merealisasikan kegiatan pembangunan TPA Supit Urang, diawali dengan
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan hukum dalam rangka melengkapi
perizinan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku.
a. Izin Lingkungan
Pengurusan izin lingkungan yang mana membutuhkan penyusunan dokumen AMDAL
sebagai salah satu persyaratannya dilakukan karena kegiatan pembangunan TPA Supit
Urang akan menyebabkan dampak negatif maupun dampak positif. Berdasarkan
Permen LH No. 8 Tahun 2013 pada Lampiran II, dokumen AMDAL TPA Supit Urang ini
masuk ke dalam Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan yang bersifat strategis yang
merupakan kewenangan menteri yang penilaian Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal Pusat.
b. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Izin pengelolaan lingkungan ini terkait ketentuan perizinan dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagai syarat sebelum kegiatan operasional TPA Supit Urang dapat
dilaksanakan yang akan dikeluarkan oleh instansi yang membidangi terkait dengan
sektor perizinan tersebut.

20
2. Sosialisasi dan Konsultasi Publik
Sosialisasi dan konsultasi publik terkait dengan rencana kegiata pembangunan
fasilitas pusat pengelolaan sampah dan fasilitas TPA Supit Urang dilakukan agar rencana
kegiatan dan pembangunan TPA Supit Urang dapat diketahui masyarakat luas,
khususnya di wilayah Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun yang diprakirakan akan
menjadi wilayah terdampak dengan adanya rencana pembangunan TPA Supit Urang.
Pemrakarsa dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur melakukan
sosialisasi kepada masyarakat luas untuk mendapatkan saran, pendapat, dan tanggapan
dari masyarakat terkait dampak-dampak yang akan ditimbulkan. Pelaksanaan kegiatan
sosialisasi ini merupakan bagian dari konsultasi publik yang merupakan bentuk pelibatan
masyarakat, dan kegiatan ini merupakan amanat dari Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Kegiatan sosialisasi yang
dilaksanakan oleh Pemrakarsa bertujuan untuk :
a. Mengetahui persepsi dan sikap masyarakat secara obyektif terhadap pembangunan
TPA Supit Urang yang akan dilaksanakan.
b. Mendapatkan saran, masukan, dan pendapat dari masyarakat terkait dengan rencana
pembangunan TPA Supit Urang yang telah disusun.
c. Mengidentifikasi isu dan permasalahan khususnya yang terkait dengan lingkungan
hidup di sekitar lokasi TPA Supit Urang.
B. TAHAP KONSTRUKSI
1. Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi
Perekrutan tenaga kerja konstruksi ini sebagian besar akan mengambil dari penduduk asli
Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun dan sekitarnya yang terdekat dengan
pembangunan TPA Supit Urang. Jumlah kerja konstruksi total yang dibutuhkan diprakirakan
sebanyak ± 100 orang, dengan komposisi seperti pada tabel berikut. Komposisi tenaga kerja
konstruksi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Komposisi Tenaga Kerja Kontruksi
No Posisi Jabatan Pendidikan Kebutuhan
Orang
I Tenaga Kerja Pemrakarsa Proyek
1 Manajer Lapangan S1 1
2 Staf Perencana dan Pengawas S1 Teknik 1
3 Staf Administrasi dan Keuangan D3 dan 2
SMA
4 Staf Keamanan SMA 4
5 Staf Keselamatan dan Kesehatan Kerja S1 dan D3 1
(K3)
6 Staf Lingkungan Hidup S1 1
II Tenaga Kerja Kontraktor
1 Site Manager S1/D3 1
2 Supervisor S1/D3 3
3 Mandor D3/SMK 6
4 Staf Administrasi dan Keuangan D3/SMK 4
5 Staf Keselamatan dan Kesehatan Kerja D3/SMK 4
(K3)
6 Operator alat berat dan supir SMK 15
7 Tukang Las SMK 6
8 Mekanik SMK 6
9 Elektrik SMK 4
10 Tenaga Non Terampil SMP 41
TOTAL 100

2. Mobilisasi Peralatan dan Material


21
Mobilisasi peralatan dan material merupakan kegiatan untuk mendatangkan peralatan dan
material yang digunakan bagi kebutuhan konstruksi kegiatan pembangunan fasilitas
PPSLB3. Kegiatan mobilisasi peralatan dan material tersebut dilakukan diluar jam sibuk
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan selama pelaksanaan konstruksi berlangsung. Hal
ini dilakukan untuk menghindari timbulnya gangguan kenyamanan baik terhadap lalu lintas
maupun terhadap lingkungan sekitar. Pengangkutan alat berat dengan tonase yang besar
seperti bulldozer dan excavator menggunakan lowbed truck atau flatbed truck. Sedangkan
untuk peralatan lainnya menggunakan cargo truck. Beberapa alat berat yang digunakan
pada tahap konstruksi dirinci pada tabel berikut.
Tabel 2. 3 Jenis Alat Berat pada Tahap Kontruksi
No Jenis Alat Berat Jumlah (Unit)
1 Excavator 2
2 Bulldozer 2
3 Dump truck 10
4 Vibro Roller 2
5 Concrete Pump 2
6 Mobile Crane 2
7 Compressor 2
8 Beton Mollen 2
9 Vibrator 2
10 Gergaji mesin 2
Total Jumlah Alat Berat 28

2. 2 DESKRIPSI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

2.2. 1 KOMPONEN LINGKUNGAN YANG TERKENA DAMPAK

Kegiatan pembangunan fasilitas TPA Supit Urang berpotensi menimbulkan


dampak pada beberapa komponen lingkungan hidup yaitu komponen lingkungan geofisik-
kimia, komponen lingkungan biologi, komponen lingkungan sosial ekonomi dan budaya,
serta komponen lingkungan kesehatan masyarakat. Rona l ingkungan hidup awal yang
dikaji adalah kondisi lingkungan hidup pada saat berlangsungnya Studi Amdal. Uraian
selengkapnya kondisi rona lingkungan hidup awal disajikan pada bagian berikut

2.2.1. 1 KOMPONEN LINGKUNGAN GEO-FISIK-KIMIA

TPA Supit Urang terletak disebelah barat Kota Malang. Secara administratif
berada di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Secara geografis Kota Malang
terletak pada 112º43’ sampai 112º71’ Bujur Timur, 7º16’ Lintang Utara sampai 8º26'
Lintang Selatan. Kelurahan Mulyorejo memiliki ketinggian rata-rata 440 - 6660 meter
diatas permukaan laut. Bagian barat mempunyai dataran tinggi yang sangat luas.
Jumlah penduduk di Kecamatan Sukun sekitar 190.053 jiwa.
Batas-batas TPA Supit Urang, yaitu :
• Sebelah utara : berbatasan dengan sungai sumber songo jarak  300 m
• Sebelah timur : tempat permukiman penduduk dengan jarak  700m
• Sebelah selatan : berbatasan dengan sungai Gandulan dengan jarak  200 m
• Sebelah barat : merupakan perbukitan dan lembah
Data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi
pembangunan karena penduduk merupakan subjek dan sekaligus sebagai objek
pembangunan. Menurut hasil proyeksi penduduk dari sensus penduduk 2010 Kota
Malang memiliki jumlah penduduk 856.410 jiwa pada tahun 2016. Data penduduk
tahun 2016 didapat jumlah penduduk laki-laki sebanyak 422.276 jiwa (49,31%) dan
penduduk perempuan sebanyak 434.134 jiwa (50,69%).
Potensi gas metan di TPA dapat menjadi sumber energi terbarukan untuk
memenuhi kebutuhan energi penduduk Kota Malang. Potensi gas metan untuk bahan
22
bakar yang sudah dimanfaatkan saat ini sekitar 3% sampai 5% dari potensi yang ada.
Berdasarkan keterangan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang,
Pemerintah Kota Malang sudah memberikan pipa sambungan gas termasuk
kompornya secara gratis kepada 59 rumah pada tahun 2012 dan 408 rumah pada
tahun 2013. 4 Gas metan sebagai komponen utama biogas juga dapat dimanfaatkan
sebagai energi listrik. Potensi gas metan yang dikelola TPA Supit Urang Kota Malang,
rata-rata mencapai 118,3 juta m3 /tahun untuk lahan seluas 5 hektar. Padahal lahan
TPA Supit Urang saat ini sudah mencapai 25 hektar, maka prediksi gas metan yang
dihasilkan bisa mencapai 560 juta m 3 /tahun. Dengan potensi yang besar tersebut
mampu memasok energi listrik hingga sekitar 5,6 juta kWh/tahun. Sedangkan untuk
harga jual gas metan rata-rata sebesar 18 dolar AS per ton.

2.2.1. 2 KOMPONEN LINGKUNGAN BIOLOGI

Komponen lingkungan Biologi terdiri dari 2 (dua) bagian utama yang terdiri atas
flora dan fauna. Hampir seluruh wilayah studi merupakan lingkungan daerah binaan
atau budidaya. Komponen lingkungan biologi yang akan terpengaruh dengan adanya
rencana kegiatan Pembangunan TPA Supit Urang adalah flora dan fauna dengan
penjelasan dan uraian sebagai berikut.

Tabel 2. 4 Daftar Jenis Flora


Jenis Flora Nama Ilmiah Jumlah
Tanaman Mangga Canarium sp 32
Tanaman Pisang Eugenia sp 55
Tanaman Petai Ficus sp 54
Cina
Tanaman Pepaya Parinarium sp 46
Tanaman Putri Mimosa sp 14
Malu
Tanaman Bambu Bambuseae 16
Alang-alang Imperata cylindrica Raeusch 98

Tabel 2. 5 Daftar Jenis Fauna


Jenis Fauna Nama Ilmiah
Kupu-Kupu Rhopalocera
Semut Hymenoptera sp
Belalang Valanga sp
Jangkrik Gryllus sp
Kumbang Coccid sp
Laba-laba Armadeira sp
Capung Pantala sp
Orong-Orong Gryllotalpa sp
Ular Kayu Ptyas koros

2.2.1. 3 KOMPONEN LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA

Peningkatan jumlah penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi serta


pembangunan di suatu daerah tidak hanya membawa dampak positif bagi
kesejahteraan masyarakat, tetapi juga membawa dampak negatif bagi kehidupan
masyarakat misalnya kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan hidup saat
ini telah mengglobal, salah satu penyebabnya adalah sampah. Sampah telah menjadi
persoalan pokok di kota-kota besar, termasuk kota-kota di Indonesia. Konsep
kesejahteraan masyarakat muncul sebagai indikator untuk mengukur hasil-hasil
pembangunan ketika indikator yang selama ini biasa digunakan yaitu pendapatan
23
nasional atau Gross National Product (GNP) dianggap kurang memuaskan. Di tahun
1953 PBB membentuk panitia ahli untuk membahas masalah pengukuran tingkat
kehidupan rakyat, yang kemudian dikenal dengan konsep kualitas kehidupan rakyat
(the quality of life) (Esmara dalam Soesastro dkk, 2005:183-200). Walaupun ukuran
kualitas kehidupan rakyat ini bersifat universal, tetapi berbagai negara mencoba
menyesuaikannya dengan kondisi dan situasi negaranya masing-masing. Pada
mulanya di tahun 1974, Indonesia merumuskan kualitas kehidupan rakyat dalam
bentuk indikator sosial pembangunan.
Ada 10 komponen dan 115 indikator sosial pembangunan, yaitu: 1)
Kependudukan termasuk Keluarga Berencana dan Transmigrasi; 2) Kesehatan; 3)
Gizi; 4) Tenaga Kerja dan Koperasi; 5) Pendidikan dan Kebudayaan; 6)
Kesejahteraan Sosial; 7) Perumahan; 8) Keamanan dan Ketertiban Masyarakat; 9)
Agama; dan 10) Umum. Namun indikator sosial yang dirumuskan belum
merefleksikan hubungan antara proses pembangunan yang telah dilakukan dan
hasilnya di masyarakat. Kemudian tahun 1980, indikator sosial berkembang menjadi
indikator kesejahteraan rakyat yang terdiri dari enam komponen dan 83 indikator,
yaitu: 1) Penduduk, Keluarga Berencana, dan Migrasi; 2) Pendidikan dan Sosial
Budaya; 3) Kesehatan, Gizi, dan Pengeluaran/Konsumsi Rumah Tangga; 4)
Angkatan Kerja; 5) Keamanan dan Ketertiban Masyarakat; 6) Perumahan dan
Lingkungan Hidup. Indikator kesejahteraan rakyat ini kembali mengalami perubahan
hingga lahir UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang
mendefinisikan kesejahteraan masyarakat–dengan menggunakan istilah
kesejahteraan sosial – sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Atau dengan kata lain masyarakat
dikatakan sejahtera ketika kebutuhan dasarnya terpenuhi sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Fungsi sosial dalam masyarakat merupakan cara-
cara bertingkah laku atau melakukan tugas-tugas kehidupan dalam memenuhi
kebutuhan hidup individu, orang perorangan maupun sebagai keluarga, kolektif,
masyarakat, apakah normal dapat diterima masyarakat sesuai dengan norma sosial.
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan nilai ekonomi, selain
memberikan manfaat positif bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang baik adalah
pengelolaan sampah yang dilakukan secara terpadu mulai dari sumber sampai ke
TPA atau dengan kata lain dilakukan mulai dari hulu hingga hilir seperti yang
diamanatkan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam setiap
prosesnya, seperti terlihat pada Gambar 3, memungkinkan berkembang kegiatan
ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Praktik pengelolaan
sampah yang baik seperti yang diatur dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah tersebut telah dilakukan di Kota Malang. Beberapa praktik
pengelolaan sampah di Kota Malang memberi kontribusi pada peningkatan
pendapatan masyarakat, mengurangi pengangguran – karena membuka lapangan
kerja baru di masyarakat – dan mengurangi kemiskinan di masyarakat. Bahkan
inovasi-inovasi dalam pengelolaan sampah di Kota Malang telah membawa banyak
penghargaan bagi kota tersebut. Berikut kegiatan ekonomi yang berkembang dari
kegiatan pengelolaan sampah berdasarkan UU No. 18 Tahun 2008 yang mampu
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun Kota Malang termasuk daerah yang cukup berhasil mengembangkan
berbagai kegiatan ekonomi dari pengelolaan sampahnya, pada hakekatnya masih
dimungkinkan untuk dikembangkan kegiatan ekonomi lainnya. Seperti pabrik daur
ulang, pabrik kompos, pembangkit listrik bertenaga sampah atau pengembangan gas
dari sampah, ataupun pertanian organik dengan memanfaatkan pupuk organik hasil
dari daur ulang. Berbagai kegiatan ekonomi tersebut merupakan peluang bagi
pemerintah daerah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota
Malang melalui kegiatan pengelolaan sampah. Untuk menunjang berbagai
pengembangan kegiatan ekonomi dari pengelolaan sampah diperlukan acuan dari
pemerintah pusat. Acuan yang merupakan aturan pelaksana dari UU No. 18 Tahun
24
2008 tentang Pengelolaan Sampah. Ini menjadi salah satu kendala yang dihadapi
oleh pemerintah Kota Malang ketika akan mengembangkan pemanfaatan gas methan
dari TPA Supit Urang.

2.2.1. 4 KOMPONEN LINGKUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT

Kebijakan pengelolaan sampah berwawasan lingkungan merupakan salah satu


respon positif terhadap keadaan lingkungan Kota Malang yang semakin
memprihatinkan disebabkan pengelolaan sampah yang selama ini dilakukan masih
belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan sehingga banyak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan
lingkungan.
Timbulan sampah dan buangan limbah berdampak buruk bagi lingkungan dan
kesehatan, oleh karena itu perlu dilakukan langkah penanganan. Penanganan
sampah dan limbah ini sejalan dengan target Sustainable Development Goals
(SDGs). Regulasi dalam menangani permasalahan sampah dan limbah tertuang
dalam UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan turunannya, serta
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Upaya yang dilakukan pemerintah diantaranya dengan
mengalokasikan anggaran perlindungan lingkungan pada APBN dan APBD.
Penanganan sampah dan limbah juga perlu didukung sarana dan prasarana yang
memadai. Upaya pengelolaan sampah juga dilakukan dengan mendorong pemimpin
daerah membangun partisipasi aktif masyarakat serta dunia usaha untuk
mewujudkan kota berkelanjutan melalui program Adipura. Menumbuhkan kepedulian
terhadap lingkungan perlu dilakukan oleh semua kalangan, pemerintah, swasta dan
terutama masyarakat sebagai penyumbang dan penerima ekses negatif pencemaran.
Untuk itu masyarakat harus mengambil peran dalam pengurangan dan penanganan
sampah. Tindakan penanganan sampah yang kurang baik berakibat buruk terhadap
lingkungan hidup, baik pada tanah, air, dan udara. Pembakaran sampah yang
dilakukan untuk mengurangi timbunan sampah dapat mencemari udara dan
meningkatkan produksi gas rumah kaca, terutama karbondioksida, dan gas metana.
Permasalahan indeks pembangunan manusia di kawasan penduduk sekitar
TPA Supit Urang meliputi permasalahan kesehatan masyarakat yaitu prevalensi
penyakit ISPA yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kondisi higiene yang kurang
baik yang disebabkan dari pengaruh gas metan yang ditimbulkan dari TPA Supit
Urang. Rekomendasi : Penghijauan kawasan TPA perlu ditingkatkan khususnya
dengan tanaman yang dapat menyerap bau dan material pencemaran udara akibat
terbentuknya gas dari proses metabolisme dan pembakaran untuk mereduksi
penyebaran bau dan pencemaran udara lain ke wilayah disekitarnya; Peningkatan
pemantauan kualitas air sungai khususnya pada sungai yang melewati kawasan TPA
Supit Urang, sehingga air sungai yang digunakan masyarakat aman; Peningkatan
pemantauan kualitas air tanah disekitar TPA khususnya yang dikonsumsi penduduk
sekitar TPA Supit Urang untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat; Dalam penentuan lokasi pengolahan/penimbunan sampah harus
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : Lokasi merupakan daerah yang
potensi air tanahnya rendah dengan sumber air tanah yang relatif dalam, Lokasi
berjarak cukup jauh dari pemukiman, sumber air permukaan dan sumur penduduk,
Sistem pengolahan sampah dilengkapi saluran drainase yang mengelilingi area
pengolahan yang terpisah dari saluran drainase yang lainnya dan dilengkapi dengan
IPAL, Sistem pengolahan dilengkapi sistem penangkapan, pengumpulan dan
pengolahan leachet yang berfungsi dengan baik; Melaksanakan swapantau
disamping meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan UKL-UPL terhadap
TPA Supit Urang oleh Instansi terkait; Pemisahan sampah yang bisa didaur ulang
dan tidak bisa didaur ulang dari sumbernya (rumah tangga).

25
2.2. 2 USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG ADA DI SEKITAR LOKASI RENCANA
USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

Bank Sampah merupakan kegiatan yang bersifat rekayasa sosial (social


engineering) yang mengajarkan masyarakat untuk memilah sampah serta
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengolah sampah secara bijak, yang pada
gilirannya nanti akan mengurangi sampah yang diangkut ke TPA. Mekanisme kerja Bank
Sampah adalah: 1) Masyarakat melakukan pemilahan sampah di rumah;3 2)
Masyarakat menyetor sampah yang sudah terpilah ke Bank Sampah; 3) Petugas Bank
Sampah menimbang sampah sesuai jenis dan jumlahnya; 4) petugas Bank Sampah
menghargai dan mencatat uang dari hasil penukaran sampah yang sudah terpilah ke
dalam buku tabungan dari masyarakat yang membawa sampah terpilahnya ke Bank
Sampah; 5) Bank Sampah menjual sampah dari masyarakat tersebut ke supplier pabrik,
pabrik, ataupun industri rumah tangga yang menggunakan kembali sampah-sampah
tersebut untuk digunakan kembali (reuse) ataupun didaur ulang (recycle) menjadi
produk-produk tertentu. Sedangkan masyarakat atau nasabah Bank Sampah akan
mendapatkan selisih harga dari penjualan tersebut.
Kegiatan pengembangan Bank Sampah ini tidak hanya memberi manfaat secara
ekonomi, tetapi juga secara sosial dan lingkungan. Secara ekonomi karena Bank
Sampah menambah lapangan kerja baru dan memberikan tambahan penghasilan bagi
masyarakat dari kegiatan pemilahan sampah yang mereka lakukan. Secara sosial
memunculkan rasa kepedulian dan kegotongroyongan masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Secara lingkungan, karena pengembangan Bank Sampah membantu
mengurangi volume sampah yang ada sehingga lingkungan menjadi bersih dan sehat.
Kegiatan pengelolaan sampah di Kota Malang juga menciptakan berkembangnya
pasar produk daur ulang. Berkembangnya pasar produk daur ulang ini tumbuh seiring
dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah sebagai dampak
dikembangkannya BSM. Seperti kerajinan limbah plastik yang dikembangkan oleh
Yunus yang saat ini telah menembus pasar ekspor Jepang. Demikian juga kerajinan
tangan seni daur ulang Shandra Craft yang menawarkan koleksi pernak-pernik kado dari
bahan daur ulang. Produk daur ulang sampah juga dikembangkan oleh BSM.
Pembuatan produk daur ulang termasuk salah satu kegiatan dari divisi organisasi dalam
BSM, yaitu Divisi Pemberdayaan dan Pengambilan. Produk daur ulang sampah tidak
hanya sebatas produk kerajinan tangan dari sampah anorganik. Di Kota Malang juga
berkembang produk daur ulang dari sampah organik, antara lain kompos (cair ataupun
padat) dan budi daya cacing tanah. Yang cukup menarik adalah daur ulang sampah
menjadi kompos tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang – yaitu di TPS 3R,
TPS SPA, maupun di TPA – tetapi juga dilakukan oleh masyarakat. Salah satu yang
cukup berhasil adalah yang dilakukan Rumah Kompos Merjosari, Kelurahan Merjosari,
Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Dengan memanfaatkan sampah organik dari
pasar Merjosari, Rumah Kompos Merjosari telah mampu memproduksi kompos 1,5 ton
sehari. Dari kegiatan ini ada tiga manfaat yang didapatkan yaitu sampah dari pasar
Merjosari telah berhasil tertangani sebesar 30% per harinya, mendapat manfaat
ekonomi karena per satu plastik kompos 4 kg dihargai Rp6.000,- dan untuk satu tas
glangsi (15 kg) dihargai Rp12.000,-, dan lingkungan menjadi lebih bersih. Ketika
lingkungan lebih bersih, penyakit akibat lingkungan yang kotor pun berkurang.

2. 3 HASIL PELIBATAN MASYARAKAT

Selain sistem buang, angkut, tumpuk ada juga proses pemilaha. Pemilahan dilakukan
secara manual yakni diambil oleh pemulung. Pemulung itu sendiri dari warga sekitar.
Pemulung tersebut mengambil sampah yang masih bisa dijual. Pemilahan ini juga dilakukan
di area TPA Supit Urang. Partisipasi pemulung dalam upaya pengurangan sampah di TPA
juga berdampak secara ekonomis dan ekologis. Pada saat truck pengangkut sampah yang
datang di TPA Supit Urang, sampahnya dibongkar dan dikeluarkan semuanya, para
26
pemulung berkelompok dan secara individu “mengumpulkan” semua sampah yang dianggap
mempunyai nilai ekonomis dan dimasukkan ke dalam keranjang anyaman bambu yang
dibawanya. Partisipasi pemulung ini didukung oleh pemerintah. Dukungan tersebut yakni
dibangun Bank Sampah Malang II yang dikhsuskan kepada pemulung. Jadi, nanti pemulung-
pemulung bisa menyetorkan hasil pengumpulan sampahnya berdasarkan karakter
masingmasing ke Bank Sampah Malang II yang letaknya di dekat TPA Supit Urang.

2. 4 DAMPAK PENTING HIPOTEK

Penentuan dampak penting hipotetik yang diperkirakan dapat timbul akibat kegiatan
pembangunanan fasilitas TPA Supit Urang terletak di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan
Sukun, sebelah barat wilayah kota Malang dilakukan melakui proses pelingkupan.
Pelingkupan dilakukan dengan tujuan untuk membatasi permasalahan, sehingga fokus pada
hal-hal yang penting baik ditinjau dari aspek ekologi, sosial, dan kesehatan masyarakat.
Adanya pembatasan masalah (elimination of the problem) diharapkan dapat dilakukan
pengelolaan dengan baik dan terarah (manageable size) pada masalah yang timbul. Proses
pelingkupan (scoping) dilakukan melalui 2 (dua) langkah yaitu identifikasi dampak potensial
dan evaluasi dampak potensial. Proses identifikasi dampak potensial dilakukan secara
teoritis tanpa memperhatikan skala atau besaran kegiatan yang akan dilaksanakan. Pada
tahap evaluasi dampak potensial, skala dan besaran dan/atau intensitas kegiatan yang
dinilai menjadi sumber dampak akan menjadi penentu utama dalam memprediksikan
kemungkinan perubahan mendasar lingkungan yang akan terjadi.

2.4. 1 IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL

Identifikasi dampak potensial merupakan tahap awal proses pelingkupan dengan


maksud untuk mengidentifikasi segala dampak lingkungan baik primer, sekunder,
maupun tersier yang mungkin timbul sebagai akibat adanya rencana kegiatan. Seluruh
dampak potensial yang mungkin timbul di inventarisasi tanpa mempertimbangkan
besar/kecilnya dampak dan penting/tidaknya dampak. Jadi pada tahap proses
identifikasi dampak potensial ini, belum ada upaya untuk menilai apakah dampak
potensial tersebut merupakan dampak penting. Identifikasi didapatkan dari hasil
konsultasi, dan diskusi dengan tim ahli, pemrakarsa, tokoh-tokoh masyarakat yang
berkepentingan serta dilengkapi dengan hasil pengamatan lapangan.
Kegiatan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir tentunya akan menimbulkan
berbagai macam dampak bagi lingkungan di sekitarnya baik dampak positif maupun
negatif. Dampak dari pembangunan ini disebabkan oleh adanya interaksi dari berbagai
komponen kegiatan dengan berbagai komponen lingkungan yang ada di wilayah studi.
Terkait dengan studi Amdal yang akan dilaksanakan, kegiatan ini akan melewati
beberapa tahap, yaitu tahap pra konstruksi, konstruksi dan operasi. Uraian dampak
potensial yang diperkirakan terjadi pada kegiatan Pembangunan TPA Supit Urang Kota
Malang pada Tahap Pra Konstruksi, Tahap Konstruksi dan Tahap Operasi dijelaskan
sebagai berikut.

A. Tahap Pra Konstruksi


Nama Kegiatan Dampak
Timbulnya keresahan
Pengurusan Izin
masyarakat Perubahan persepsi
Sosialisasi, Konsultasi Timbulnya keresahan masyarakat
Publik Masyarakat

B. Tahap Konstruksi
27
Nama Kegiatan Dampak
Timbulnya keresahan
Timbul Kecemburuan sosial
Rekruitmen Tenaga Kerja masyarakat
Terbuka kesempatan kerja Peningkatan pendapatan
Muncul kesempatan usaha masyarakat
Penurunan kkualitas air
Limbah cair domestik
Pengerahan Tenaga Kerja permukaan
Penurunan kebersihan
Timbulan sampah
lingkungan
Penurunan kualitas udara
ambien
Mobilitas Material Dan Alat Peningkatan voume lalu
Gangguan lalulintas
lintas

Timbul kebisingan
Pembangunan Fasilitas
Resiko kecelakaan kerja
Peningkatan sanitasi
Demobilitas Alat Dan lingkungan
Material Sisa Peningkatan volume
Gangguan lalulintas
lalulintas

C. Tahap Operasional
Nama Kegiatan Dampak
Terbuka lapangan Peningkatan pendapatan
Rekruitmen tenaga operasi pekerjaan masyarakat
Timbul kecemburuan sosial
Timbulnya keresahan
Perubahan kualitas air masyarakat
tanah
Timbulnya bau
Perubahan kualitas ambien
Peningkatan kebisingan
Operasional TPA Perubahan kualitas tanah
Peningkatan limbah cair
domestik
Peningkatan timbulan
sampah
Resiko kecelakaan kerja

2.4. 2 EVALUASI DAMPAK POTENSIAL

Evaluasi dampak potensial adalah menentukan dampak yang perlu dikaji lebih
mendalam dari dampak potensial yang berhasil diidentikasi, karena dianggap akan
menimbulkan dampak penting. Hasil evaluasi dampak potensial ini akan menghasilkan
Dampak Penting Hipotetik (DPH) dan Tidak Dampak Penting Hipotetik (TDPH). Dampak
yang tidak perlu dikaji dalam ANDAL umumnya adalah dampak yang pengaruhnya
terhadap lingkungan hidup relatif kecil (insignficant impact) dan dampak yang sudah
diketahui dari awal dan rancangan kegiatan sudah mencakup pengendalian dampak
tersebut (mitigated impact).
Langkah ini bertujuan mengevaluasi semua dampak potensial untuk ditetapkan
menjadi dampak penting hipotetik, dengan cara menghilangkan/ meniadakan dampak-
28
dampak potensial yang tidak penting atau tidak relevan. Komponen lingkungan yang
secara hipotetis ditetapkan berdampak penting tersebut akan dikaji secara mendalam
dalam studi Andal. Pada tahap ini belum diperhatikan besar kecilnya dampak tetapi
hanya penting tidaknya dampak yang mengacu pada kriteria dampak penting sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Penentuan dampak potensial menjadi dampak penting hipotetik pada penyusunan
Dokumen Amdal ini dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan menguji apakah pihak pemrakarsa telah berencana untuk mengelola
dampak tersebut dengan cara-cara yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur
(SOP) tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian dari rencana kegiatan, panduan teknis
tertentu yang diterbitkan pemerintah dan/atau standar internasional.
2. Dengan menguji berdasarkan kriteria evaluasi dampak potensial yang mengacu
pada panduan pelingkupan dalam AMDAL dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu :
a. Apakah beban terhadap komponen lingkungan tertentu sudah tinggi? Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis data sekunder dan kunjungan lapangan.
b. Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar (nilai sosial dan ekonomi) dan terhadap
komponen lingkungan lainnya (nilai ekologis), sehingga perubahan besar pada
kondisi komponen lingkungan tersebut akan sangat berpengaruh pada kehidupan
masyarakat dan keutuhan ekosistem? Hal ini dapat dilihat dari hasil kunjungan
lapangan.
c. Apakah ada kekhawatiran masyarakat yang tinggi tentang komponen
lingkungan tersebut? Hal ini dapat dilihat dari terjemahan hasil konsultasi masyarakat
atau sosialisasi
d. Apakah ada aturan atau kebijakan yang akan dilanggar dan / atau dilampaui
oleh dampak tersebut? Hal ini dapat dijawab dengan mempelajari peraturan-
peraturan yang menetapkan baku mutu lingkungan, baku mutu emisi/limbah, tata-
ruang, dan sebagainya.

2. 5 BATAS WILAYAH STUDI DAN BATAS WAKTU KAJIAN

2.5. 1 BATAS WILAYAH STUDI

Kaitan antara rencana kegiatan pembangunan Fasilitas Pusat Pengelolaan Sampah


di Mulyorejo, Kec. Sukun, Kota Malang, Jawa Timur 65147dengan lingkungan sekitarnya
memungkinkan terjadinya dampak pada ruang tertentu, selama periode waktu tertentu
serta berpengaruh pada komponen lingkungan tertentu pula. Batas wilayah studi
ditentukan berdasarkan pendekatan-pendekatan dengan memberikan batasan wilayah
studi yang harus ditelaah. Batas wilayah studi ditentukan berdasarkan pada
pertimbangan batas-batas daerah dampak yang terpengaruh oleh kegiatan. Adapun
batas-batas tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
A. Batas Proyek
Batas kegiatan atau batas tapak kegiatan merupakan luasan dan ruang kegiatan yang
akan melakukan kegiatan pra konstruksi, konstruksi dan operasional, serta dibatasi
dengan fisik-fisik tertentu, sehingga tampak jelas dimana lokasi kegiatan dan yang
bukan lokasi kegiatan. Dari ruang kegiatan inilah bersumber dampak terhadap
lingkungan hidup di sekitarnya. Rencana pelaksanaan pembangunan Fasilitas Pusat
Pengelolaan Sampah Dan Limbah PPSLB3 akan dilakukan Pada tahap ini akan
dilaksanakan pada lokasi dengan luas 31,25 Ha. Batas-batas wilayah lokasi kegiatan
pembangunan fasilitas sebagai berikut:
Batas Utara : Lahan hijau dan perkebunan warga
Batas Selatan : Lahan hijau

29
Batas Barat : Lahan hijau
Batas Timur : Kantor TPA Supit Urang

B. Batas Ekologi
Batas ekologis merupakan ruang persebaran dampak dari kegiatan. menurut media
transportasi limbah (air dan udara), dimana proses alami yang berlangsung di dalam
ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan yang mendasar. Termasuk
dalam ruang ini adalah ruang di sekitar kegiatan, yang secara ekologis memberikan
dampak terhadap aktivitas kegiatan. Ruang ekologis yang akan dijadikan satuan analisis
disini adalah lingkungan darat dan perairan dengan luasan wilayah pada daerah yang
diperkirakan masih terkena pengaruh dampak baik itu dalam dimensi waktu maupun
dimensi ruang. Batas ekologi ditetapkan dengan mempertimbangkan ruang persebaran
dampak dari rencana kegiatan baik melalui media udara, air maupun tanah yaitu :
1. Batas ekologi kualitas udara ditentukan oleh persebaran pencemaran udara (terutama
debu (TSP), Hidrokarbon, SO2 dan NO2) pada radius 2 km dari lokasi cerobong
incinerator dan lokasi aktivitas kegiatan operasional serta bau pada sepanjang jalan
akses untuk kegiatan mobilitas kendaraan sepanjang 2 km dari titik akses jalan masuk
ke lokasi.
2. Batas ekologi dampak terhadap peningkatan kebisingan adalah pada jarak
maksimum 300 m dari sumber kebisingan berdasarkan sound attentuation tingkat
kebisingan turun sebesar 6 dB setiap pertambahan jarak 100 m dari sumber,dengan
asumsi apabila tingkat kebisingan pada jarak 1 m dari sumber sebesar 100 dB, maka
pada jarak 300 m tingkat kebisingan turun menjadi 50 dB.
3. Batas ekologi limpasan permukaan adalah mengacu kepada arah aliran air
permukaan yaitu ke aliran badan air terdekat sesuai dengan topografi lahan.
4. Batas ekologi terhadap dampak volume lalulintas adalah pada sepanjang jalan akses
untuk kegiatan mobilitas kendaraan yaitu ruas jalan sepanjang 2 km dari titik akses jalan
masuk ke lokasi.
5. Batas ekologi terhadap dampak kualitas air tanah adalah berdasarkan kondisi air
tanah dan arah aliran air tanah di lokasi
C. Batas Sosial
Batas sosial merupakan ruang di sekitar kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial, yang mempengaruhi norma tertentu yang
sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial). Kegiatan tersebut juga
mempengaruhi proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diprakirakan
akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan. Batas sosial dibatasi pada batas
administratif kegiatan pembangunan fasilitas
D. Batas Administrasi
Batas administratif adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan
kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di ruang tersebut. Batas ruang tersebut dapat berupa batas
administratif pemerintahan.

2.5. 2 BATAS WAKTU KAJIAN

Batas waktu kajian kegiatan pembangunan Fasilitas Pusat Pengelolaan Sampah


di Mulyorejo, Kec. Sukun, Kota Malang, Jawa Timur 65147 ini ditetapkan berdasarkan
jadwal proyek sesuai lamanya rencana usaha dan/atau kegiatan pada 3 tahap yaitu
tahap pra konstruksi, konstruksi, dan operasi. Batas waktu kajian yang akan digunakan
30
dalam studi ini disesuaikan dengan jadwal kegiatan rencana kegiatan pembangunan dan
awal kegiatan operasional fasilitas. Penentuan batas kajian ini selanjutnya digunakan
sebagai dasar untuk penentuan perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana
usaha dan/atau kegiatan atau dengan adanya rencana kegiatan pembangunan fasilitas.
No Tahapan/kegiatan Dampak Wiayah studi Waktu kajian
hipotetik
1 Pengurusan Timbulnya Mulyorejo, Kec. Batas waktu
perizinan keresahan Sukun, Kota kajian
masyaraka Malang, Jawa diprakirakan
Timur 65147 selama kegiatan
pra konstruksi
berlangsung,
yaitu selama 1
tahun
2 Sosialisasi dan Timbulnya Mulyorejo, Kec. Batas waktu
konsultasi publik keresahan Sukun, Kota kajian
masyaraka dan Malang, Jawa diprakirakan
perubahan Timur 65147 selama kegiatan
persepsi dan pra konstruksi
sikap berlangsung,
masyarakat yaitu selama 1
tahun
.
1 Rekruitmen Terbukanya Mulyorejo, Kec. Batas waktu
tenaga kerja kesempatan Sukun, Kota kajian
konstruksi kerja dan Malang, Jawa diprakirakan
Timbulnya Timur 65147 selama kegiatan
kecemburuan konstruksi
sosial berlangsung,
yaitu selama 2
tahun
2 Mobilisasi Perubahan Mulyorejo, Kec. Batas waktu
peralatan dan kualitas udara Sukun, Kota kajian
material ambien dan Malang, Jawa diprakirakan
Peningkatan Timur 65147 selama kegiatan
kebisingan konstruksi
berlangsung,
yaitu selama 2
tahun
3 Penyiapan lahan Peningkatan Mulyorejo, Kec. Batas waktu
limpasan Sukun, Kota kajian
permukaan Malang, Jawa diprakirakan
Timur 65147 selama kegiatan
pra konstruksi
berlangsung,
yaitu selama 1
tahun
4 Pembangunan Timbulnya Mulyorejo, Kec. Batas waktu
TPA Supit Urang potensi mud Sukun, Kota kajian
volcano Malang, Jawa diprakirakan
Timur 65147 selama kegiatan
konstruksi
berlangsung,
yaitu selama 2

31
tahun

1 Rekruitmen Terbukanya Mulyorejo, Kec. 2 Tahun pertama


tenaga kerja kesempatan Sukun, Kota untuk Tahap 1
operasional kerja dan Malang, Jawa sebelum
Timbulnya Timur 65147 pengembangan
kecemburuan PPSLB3
sosial
2 Operasional
pengelolaan
Penerimaan, Perubahan Mulyorejo, Kec. Tahun pertama
pengangkutan kualitas udara Sukun, Kota untuk tahap I (5
dan ambien, Malang, Jawa Ha)
pengumpulan Peningkatan Timur 65147
kebisingan,
Timbulnya bau
Pengolahan Emisi cerobong Mulyorejo, Kec. Tahun pertama
limbah B3 incinerator Sukun, Kota untuk tahap I (5
(incinerator) Malang, Jawa Ha)
Timur 65147
Penimbunan Perubahan Mulyorejo, Kec. Tahun pertama
limbah B3 kualitas air tanah Sukun, Kota untuk tahap I (5
(landfill) dan Timbulnya Malang, Jawa Ha)
keresahan Timur 65147
masyarakat

32
BAB 3 METODE STUDI

3. 1 METODE PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA

Data yang akan dikumpulkan dalam studi ini tidak hanya terbatas pada komponen atau
parameter lingkungan yang diidentifikasi secara hipotetik sebagai dampak potensial, namun
juga termasuk data serta informasi lainnya yang diperlukan guna memprakirakan besarnya
dampak dan penggambaran rona lingkungan awal studi. Data dan informasi yang akan
dikumpulkan berdasarkan sumbernya meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh melalui pengukuran, pengamatan, dan wawancara dengan
penduduk secara langsung di lapang, serta analisis laboratorium. Data sekunder merupakan
data yang diambil dari hasil pengukuran atau pengumpulan pihak lain yang telah
dipublikasikan untuk umum dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pengumpulan
dan analisis data, akan disesuaikan dengan karakteristik komponen lingkungan yang
diamati.
Metode pengumpulan dan analisis data dalam Studi Amdal kegiatan pembangunan TPA
Supit Urang Kota Malang ini bertujuan untuk :
A. Menelaah, mengamati, mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan
terkena dampak penting dari kegiatan pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang.
B. Menentukan kualitas lingkungan dari berbagai parameter yang yang diperkirakan
akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan pembangunan TPA Supit
Urang Kota Malang.
C. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang
diperkirakan akan terkena dampak penting dari lingkungan hidup sekitarnya.
D. Memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat kegiatan kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang.
Untuk keperluan identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak akibat kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang, maka akan dilakukan pengumpulan dan
analisis data yang relevan (dapat menjamin reliability dan validity) dari setiap parameter yang
dikaji. Sehingga hasil identifikasi, prakiraan dan evaluasi data dapat dijadikan landasan
dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang yang akan dilaksanakan.

3.1. 1 METODE PROSES PENGUMPULAN DATA

Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan TPA Supit Urang, metode proses


pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu meliputi data primer dan data
sekunder.

3.1.1. 1 METODE PROSES PENGUMPULAN DATA PRIMER

Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan menggunakan metode


pengamatan atau pengukuran secara langsung di lapangan dan analisis laboratorium
ataupun wawancara langsung serta pengisian kuisioner untuk menyaring pendapat di
sekitar lokasi proyek. Penentuan lokasi pengambilan contoh atau sampel didasarkan
pada pertimbangan jenis kegiatan proyek yang berpotensi menimbulkan dampak dan
komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak. Berikut adalah
pertimbangan penetapan titik-titik sampling kualitas lingkungan.

A. Lokasi sampling air permukaan


Sampel kualitas air permukaan diambil sebanyak 3 (tiga) titik yaitu di bagian hulu
dan hilir sungai dari lokasi pembangunan TPA Supit Urang.

B. Lokasi sampling air tanah

33
Sampel kualitas air tanah diambil sebanyak 3 (tiga) titik yaitu di sumur milik
penduduk yang terdekat dengan lokasi pembangunan TPA Supit Urang, bagian hulu
dan bagian hilir.

C. Lokasi sampling udara dan kebsingan


Sampel kualitas udara ambien dan kebisingan diambil sebanyak 3 (tiga) titik yaitu
di lokasi rencana akses jalan masuk, di dalam area rencana lokasi lahan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang dan di permukiman penduduk terdekat
dari lokasi TPA Supit Urang.

D. Lokasi sampling untuk flora dan fauna darat


Sampel untuk flora dan fauna darat direncanakan sebanyak 2 (dua) titik di sekitar
lokasi rencana akses jalan masuk dan di dalam area rencana lokasi tapak lahan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang.

E. Lokasi sampling sosial


Sampel sosial ditetapkan di dekat lokasi pembangunan TPA Supit Urang dengan
responden sekitar 100 orang penduduk Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun dan
penduduk di sekitar lokasi TPA Supit Urang.

3.1.1. 2 METODE PROSES PENGUMPULAN DATA SEKUNDER

Pemerintah Kota Malang, Badan Pusat Statistik, Badan Meteorologi, Klimatologi,


dan Geofisika (BMKG), data demografi dan monografi desa, rencana penataan dan
pengendalian wilayah. Rentang waktu yang digunakan untuk data sekunder adalah
minimal 5 tahun terakhir. Diharapkan dengan rentang tersebut dapat diperoleh
gambaran dinamikanya. Dalam pelaksanaan kegiatan pengumpulan data sekunder,
dilakukan pendekatan sebagai berikut:

A. Pendekatan Kajian Pustaka


Pendekatan kajian pustaka dilakukan melalui telaah buku, jurnal ilmiah, atau
publikasi umum lainnya (selama dapat dipertanggungjawabkan validitasnya).

B. Pendekatan Survei Lapangan


Pendekatan survei lapangan dilakukan dengan berbagai metode yang
disesuaikan dengan komponen lingkungan yang akan diteliti:
1. Metode pengukuran dan pengamatan langsung
Metode pengukuran dan pengamatan langsung yaitu melakukan pengukuran
dan pengamatan komponen lingkungan secara langsung sesuai dengan kondisi
yang ada di lapangan pada saat pengamatan.
2. Metode sampling sesaat atau periodik
Metode sampling sesaat atau periodikmerupakan cara pengambilan sampel
komponen lingkungan pada saat yang telah ditentukan sebelumnya secara sesaat
atau periodik untuk kemudian dilakukan analisis sampelnya di laboratorium.
3. Metode wawancara dengan kuisioner
Metode wawancara dengan kuisioner merupakan metode pengumpulan data
dengan melakukan tanya jawab secara langsung pada objek manusia yaitu
penduduk sekitar proyek agar mendapat tanggapan dan persepsi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan rencana kegiatan. Metode ini umumnya digunakan untuk
pengamatan sosial ekonomi dan budaya.

C. Pendekatan Instansional
Pendekatan instansional merupakan pendekatan langsung kepada instansi
terkait. Seperti pendekatan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Dinas
Kesehatan Kota Malang, Dinas Pendapatan Kota Malang dan lain sebagainya.

34
3.1. 2 METODE ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang didapat di
lapangan adalah dengan menggunakan standart atau ketentuan-ketentuan yang
berlaku, dengan membandingkan kegiatan sebelum dan sesudah kegiatan. Data yang
telah terkumpul akan di olah dan di analisis dalam bentuk tabulasi yaitu dengan 2 cara
yang akan dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.

3.1.2. 1 METODE ANALISIS DATA KUANTITATIF

Metode kuantitatif yaitu metode analisis ilmiah yang sistematis yang digunakan
untuk besaran-besaran yang dapat di kuantifikasikan. Tujuan penelitian kuantitatif
adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori teori
dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah
bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan
yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-
hubungan kuantitatif.

3.1.2. 2 METODE ANALISIS DATA KUALITATIF

Metode kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk besaran-besaran data yang
tidak dapat dikuantifikasikan. metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur
dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak. Penelitian kualitatif juga
bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada
penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari
mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara
mendalam dan grup fokus. Teknik pengumpulan data kualitatif diantaranya adalah
wawancara, pertanyaan-pertanyaan/kuesioner dan observasi (pengamatan,
participant), penyelidikan sejarah hidup dan analisis konten.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data dampak potensial kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang adalah sebagai berikut:
A. FISIK-KIMIA
1. KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN

a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
kualitas udara dan kebisingan didapatkan dengan jalan mengambil contoh udara
langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan jalan mengambil
data dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh instansi pengumpul seperti
monitoring internal dan eksternal dari tim pengelolaan TPA Supit Urang Kota Malang
serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

b. Analisis Data
Untuk gas polutan dan debu akan dilakukan analisis sampel dengan metode dan
peralatan seperti tertera pada Tabel 3.1

Tabel 3. 1 Metode Pengumpulan dan Analisis Data Kualitas Udara


No Parameter Satuan Metode Alat
. Pengumpulan
dan Analisis
1. Sulfur Dioksida µg /m3 Pararosanilin Spektrophotom
(SO2) eter
2. Nitrogen Dioksida µg/m3 Saltzman Spektrophotom
(NO2) eter

35
3. Karbon Monoksida µg/m3 NDIR NDIR Analyzer
(CO)
4. Partikulat Debu µg/m3 Gravimetri High Volume
Sampler
5. Hidrogen Sulfida ppm -Mercury Gas
(H2S) tiosianate Kromatografi
- Absorbsi gas

6. PM10 ppm Gravimetri High Volume


Sampler
7. PM2,5 ppm Gravimetri High Volume
Sampler
8. Kebisingan DB(A) - Sound Level
Meter

9. Amonia (NH3) µg/Nm3 Spektrophotom


eter
Sumber : PP RI No. 41 Tahun 1999; *) Kep-50/MENLH/11/1996;
**). Kep 48/MENLH/11/1996

Hasil analisis laboratorium terhadap parameter seperti disajikan


pada tabel diatas kemudian dibandingkan dengan baku mutu udara
ambien sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 48/MENLH/11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebisingan serta Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.

c. Lokasi
• Hubungan rencana kegiatan dengan lokasi sekitarnya.
• Kemungkinan penyebaran zat pencemar, baik yang diakibatkan oleh
kendaraan pengangkut alat berat dan material maupun dari kegiatan
konstruksi ke lokasi terdekat terutama permukiman sesuai dengan
arah angin dominan
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka lokasi atau titik pengambilan
contoh uji udara dan kebisingan ditentukan sebagai berikut:
• Udara dan kebisingan di tengah-tengah lokasi kegiatan, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan sebelum ada kegiatan.
• Udara dan kebisingan di lokasi atau permukiman, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan di daerah up wind
sebelum ada kegiatan.
• Udara dan kebisingan di lokasi atau permukiman, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan di daerah down wind
sebelum ada kegiatan
2. KUALITAS AIR
a. Metode Pengumpulan Data
Kualitas air merupakan komponen lingkungan yang diperkirakan akan menerima
dampak penting dari kegiatan. Parameter lingkungan yang akan ditelaah dari
komponen kualitas air adalah kualitas air tanah dan badan air penerima limbah. Data
kualitas air yang digunakan adalah data primer (pengamatan langsung) dan data
sekunder. Sebagai langkah awal dari pengumpulan data kualitas air adalah
pengambilan contoh uji air. Pengambilan contoh uji air dengan frekuensi pengambilan
contoh uji untuk masing-masing titik sebanyak satu kali untuk badan air penerima dan
air tanah dangkal.
Bahan dan alat yang digunakan antara lain adalah :
36
1) Vandorn Water Sampler.
2) Botol plastik berukuran 1 l, 500 ml, dan 100 ml
3) Botol winkler volume 300 ml.
4) Botol kaca steril volume 500 ml untuk parameter logam.
5) Bahan kimia untuk pengawet (preservative)
6) Kotak pendingin (Ice Box).
Terhadap beberapa parameter, pengukuran langsung dilakukan di lokasi
pengambilan contoh uji, seperti :
1) Penentuan pH, temperatur dan oksigen terlarut dengan menggunakan pH
meter, Termometer dan DO meter.
2) Pengamatan benda terapung dan lapisan minyak secara visual.
3) Untuk parameter lainnya yang uji contoh airnya dilakukan di laboratorium,
dilakukan pengawetan dan penyimpanan contoh uji seperti pada Tabel 3.2
a. Analisis Data

Metode uji air dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian air


secara fisika, kimia dan mikrobiologi dengan tujuan untuk memperoleh
hasil uji sifat fisika, kimia dan mikrobiologi dari air. Metode uji
parameter kualitas air dilakukan dengan mengacu kepada Standard
Methods for the Examinationof Water and Wastewater (APHA,2005).

Hasil uji kualitas badan air penerima akan dibandingkan dengan baku
mutu lingkungan, yaitu Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur. Secara lengkap
metoda analisis secara fisika, kimia dan mikrobiologi contoh uji badan
air penerima di laboratorium disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3. 2 Persyaratan untuk Pengambilan dan Pengawetan Contoh Uji Air
Jeni Volume Batas
No. Parameter Pengawetan
s Contoh Penyimpanan
Boto (ml)
l
1. Temperatur P,G - Pengukuran insitu -
2. Padatan terlarut P,G - Didinginkan 7h/7h
3. pH P,G - Pengukuran insitu -
4. Oksigen terlarut P,G 300 ml Pengukuran insitu -
5. Deterjen P,G 200 ml - -
6. Logam terlarut P,G 250 ml Disaring segera, 6 b / 6 b
itambahkan HNO3 sampai
pH < 2
7. Logam total P,G 250 ml Ditambahkan HNO3 6 b / 6 b
sampai pH < 2
8. Ammonia-N P,G 500 ml Ditambahkan H2SO4 7 h / 28 h
sampai pH < 2,
didinginkan
9. Fluorida P 300 ml Tanpa diawetkan 28 h / 28 h
10. Klorida P,G 100 ml Tanpa diawetkan Tdk
terbatas
37
11. Nitrat-N P,G 100 ml Ditambahkan H2SO4 48 j / 48 j
sampai pH < 2,
didinginkan

Jenis Volume Batas


No. Parameter Pengawetan
Botol Contoh Penyimpanan
(ml)
12 Nitrit-N P,G 100 Didinginkan 48 j / 48 j
. ml
13 Sianida P,G 500 Ditambahkan NaOH 14 h / 14 h
. ml sampai pH > 12 dan
didinginkan
14 Sulfat P,G 100 Didinginkan 28 h / 28 h
. ml
15 Sulfida P,G 100 Ditambahkan seng sulfat 2 28 h / 28 h
. ml N/100 ml dan didinginkan
16 Pestisida G (S) 1000 Ditambahkan 100 mg 7h/7h
. ml Na2S2O3 bila ada sisa
klorin, didinginkan
17 Minyak & Lemak G 1000 Ditambahkan H2SO4 28 h / 28 h
. ml sampai pH < 2, didinginkan
18 Fenol G 500 Ditambahkan H2SO4 28 h / 28 h
. ml sampai pH < 2, didinginkan
Sumber: SNI bidang Sumber: SNI bidang Pekerjaan Umum

Keterangan : (P) Plastik, (G) Gelas, G (S) gelas dicuci dengan pelarut organik, j (jam),
h (hari), b (bulan)

Tabel 3. 3 Parameter, Metode dan Peralatan Analisis Kualitas Air

No. Parameter Metode Analisis Peralata


n
SIFAT FISIKA
1. Kecerahan Visual Keping Secci
2. Kekeruhan Turbidimetri Turbidimeter
3. Padatan Tersuspensi Gravimetri Neraca Analitik
4. Padatan Terlarut Gravimetri Neraca Analitik
5. Temperatur Elektrometri Horiba Water Quality Checker
6. Bau **) Organoleptik
7. Warna **) Kolorimetri Spektrofotometer
SIFAT KIMIA
1. Amoniak bebas Nessler Spektrofotometer
2. Arsen Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
3. Barium Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
4. Besi Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
5. Fluorida Spektrofotometri Spektrofotometer
6. Kadmium Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
7. Klorida Titrimetri Buret
38
8. Kromium Val. 6 Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
9. Krom total Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
10. Mangan Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
11. Nitrat Brusin Spektrofotometer
12. Nitrit Sulfanilik Spektrofotometer
13. Oksigen Terlarut Potensiometri DO-meter
14. PH Potensiometri pH-meter
15. Selenium Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
No. Parameter Metode Analisis Peralata
S n
u16. Seng Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
m
b17. Sianida Spektrofotometri Spektrofotometer
e18. Sulfat Turbidimetri Turbidimeter
r19. Sulfida – H2S Iodometri Buret
:20. Tembaga Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
S21. Timbal Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
N22. BOD Winkler Buret
I23. COD Titrasi – K2CrO7 Buret
24. Timah putih *) Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
(
S25. Kobalt *) Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
t26. Raksa Spektrofotometri Spektrofotometer Serapan Atom
a27. Kesadahan (Ca CO3) **) Titrimetri Buret
n
MIKROBIOLOGI
d
a1. Koliform tinja **) Rapa atau filtrasi Tabel rapa, filter holder dan
r corong counter
2. Total Koliform **) Rapa atau filtrasi Tabel rapa, filter holder dan
N corong counter
a ORGANIK
s
1. Fenol Spektrofotometri Spektrofotometer
i
o2. Minyak dan lemak Ekstraksi Freon Separating Funnels
n3. Senyawa aktif biru metilen Spektrofotometri Spektrofotometer
a4. Pestisida Chromatografi GC
l
Indonesia)

Ket. : *) = Tidak dilakukan untuk pengambilan contoh uji kualitas air sungai

**) = Tambahan untuk kualitas air tanah

b. Lokasi Pengambilan Contoh Uji

Penentuan lokasi pengambilan contoh uji air tanah dan kolam


tampungan berdasarkan atas jenis kegiatan, aktivitas masyarakat di
sekitar kolam tampungan, karakteristik kolam tampungan serta
memperhatikan ruang dampak.

39
3. LIMPASAN PERMUKAAN

c. Jenis Data

Daerah resapan air pada lokasi studi merupakan daerah sebagian


besar air meresap kedalam tanah dan sisanya mengalir ke sungai
yang ada di lokasi. Kondisi fisik daerah pengaliran, tumbuh-tumbuhan,
geologi dan keadaan topografi mempunyai pengaruh terhadap debit
banjir, debit pengaliran dasar, potensi air tanah dan lain-lain.
Oleh karena ituparameter fisik daerah yang terpenting adalah :
a. Koeffisien Pengaliran (C), parameter ini berhubungan
dengantopografi, vegetasi dll.
b. Pengaliran bawah tanah yaitu parameter permeabilitas tanah (K).

b. Metode Pengumpulan Data

Koeffisien Pengaliran (C)

Mendapatkan penetapan harga koefisien ini berhubungan dengan


adanya vegetasi dan topografi, sehingga diperlukan survei lapangan
dan pengalaman-pengalaman. Menurut DR. Mononobe sebagai
berikut :
Kondisi daerah resapan/pengaliran Harga C
• Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,90

• Derah pegunungan tersier 0,70 - 0,80


• Tanah bergelombang dan hutan 0.50 - 0,75
• Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
• Persawahan yang diari 0,70 - 0,80
• Sungai di daerah pegunungan 0,75 - 0,85
• Sungai kecil di dataran 0,45 - 0,75

Harga C diatas dapat juga dihitung dengan :

Ql
C=

Qh

dimana :
C = Koeffisien pengaliran
Ql = Jumlah limpasan
Qh = Jumlah curah hujan.

c. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menghitung besar debit air hujan


adalah Metode Rasional. Metode ini simpel dan mudah
penggunaannya dan digunakan pada daerah aliran sungai (DAS)
40
yang ukurannya kurang dari 300 km2 . Aliran pada saluran atau sungai
tergantung dari berbagai faktor secara bersamaan. Dalam kaitannya
dengan limpasan atau debit hujan, faktor faktor yang berpengaruh
secara umum dikelompokkan jadi 2, yaitu faktor meteorologi dan
karakteristik daerah aliran sungai atau DAS. Dalam hubungannya
dengan persamaan rumus di atas maka secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi besar debit air hujan adalah tata guna lahan
yang merupakan karakter daerah sungai dan intensitas hujan yang
merupakan faktor meteorologi.
Koefisien Pengaliran Tata Guna Lahan

Metode yang digunakan untuk analisis tata guna lahan adalah


Metode Deskriptif. Metode ini memberikan gambaran umum tentang
jenis tata guna lahan yang ada di wilayah studi beserta luasannya.
Hasil dari analisis ini adalah klasifikasi tata guna di daerah studi
berdasarkan jenis dan luasnya. Sedangkan metode yang digunakan
untuk analisis koefisien pengaliran adalah Metode Evaluatif, yaitu
penilaian koefisien pengaliran yang didasarkan pada standar koefisien
pengaliran yang telah ditetapkan beberapa ahli melalui suatu bentuk
penelitian khusus. Koefisien pengaliran merupakan nilai yang
menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan
besarnya curah hujan. Nilai C berkisar antara 0-1, dimana jika nilai C
mendekati 0, artinya hampir semua air hujan meresap ke dalam tanah
dan jika nilai C mendekati, 1 artinya hampir semua air hujan mengalir
ke permukaan sebagai aliran permukaan.
Koefisien yang telah ditetapkan merupakan nilai C untuk
penggunaan lahan yang seragam, dimana kondisi ini jarang dijumpai
untuk lahan yang relatif luas. Jika daerah aliran sungai terdiri dari
berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien pengaliran
yang berbeda, maka nilai C dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :

Keterangan :
C : Koefisien dari beberapa penggunaan
lahan C1, C2, ...., Cn : Koefisien tata guna
lahan 1,2, ..........................................................., n
A1, A2, ...., An : Luas dari tata guna lahan 1, 2, , n (m2)

41
Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung,
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi intensitasnya. Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi
curah hujan persatuan waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan
selama waktu konsentrasi digunakan rumus Mononobe. Metode yang
digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah Metode Mononobe,
dengan persamaan rumus:

Keterangan :
R24 : Curah hujan rancangan
(mm) Tc : Waktu konsentrasi
hujan (det) I : Intensitas
hujan (mm/jam)

Berdasarkan definisi dan rumus intensitas hujan di atas, maka


komponen yang mempengaruhi besar kecil intensitas hujan adalah
curah hujan rancangan dan waktu konsentrasi hujan atau lama hujan.
Waktu konsentrasi hujan

Waktu konsentrasi hujan adalah waktu yang diperlukan air hujan untuk
mengalir dari satu titik terjauh pada suatu daerah pengaliran sampai
pada titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi hujan dapat dihitung
dengan persamaan rumus :

Keterangan :
L : Panjang
saluran (m)s :
kemiringan saluran
Tc : Waktu konsentrasi hujan

Untuk pengukuran limpasan permukaan di lokasi rencana Kawasan


Ekonomi Khusus (KEK) Singhasari Integrated Tourism Complex
(SITC) dilakukan perhitungan dengan hukum kontinuitas. Pengukuran
debit didasarkan pada hubungan antara debit, luas penampang
saluran dan kecepatan air dianalisis berdasarkan Hukum Kontinuitas,
yaitu :
Q = A.V
Dalam hal ini
Q = Debit badan air m3/det.
A = Luas penampang basah saluran (m2).
V = Kecepatan air (m/det).

d. Lokasi

Lokasi pengukuran adalah area tapak untuk lokasi pembangunan


42
fasilitas PPSLB3 dan aliran air sungai yang ada di lokasi PPSLB3.

B. SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA

Analisis lingkungan sosial mengacu pada Keputusan Kepala Badan


Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 299 Tahun 1996 tentang Pedoman
Teknis Kajian Aspek Sosial Dalam Penyusunan Amdal. Komponen lingkungan
yang di analisis mencakup komponen lingkungan demografi, sosial ekonomi, dan
sosial budaya. Metode pengumpulan dan analisis data untuk lingkungan sosial
adalah sebagai berikut.
1. DEMOGRAFI

Komponen demografi merupakan komponen pokok yang digunakan


sebagai dasar dalam analisis dampak sosial lainnya. Parameter yang
dianalisis pada komponen ini adalah jumlah dan pertumbuhan penduduk.
a. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data jumlah penduduk di wilayah


studi dalam kurun waktu 5 tahun.
b. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang ada pada
instansi terkait, yaitu BPS, kantor desa atau kantor kelurahan. Data
yang dikumpulkan adalah data series jumlah penduduk di wilayah
studi, minimal series 5 tahun. Kebutuhan data kependudukan secara
series ini diperlukan dalam analisis proyek penduduk pada masa
mendatang.
c. Metode Analisis Data

Analisis kependudukan dalam studi ini pada dasarnya merupakan


analisis prakiraan jumlah penduduk atau proyek penduduk pada masa
yang akan datang dengan metode yang sesuai. Pemilihan metode
proyek penduduk ini didasarkan pada karakteristik perubahan dan
pertumbuhan jumlah penduduk dari waktu ke waktu. Beberapa
metode yang lazim digunakan untuk proyeksi penduduk adalah
sebagai berikut :
1) Model Linear Arimatik

Pertumbuhan penduduk secara linear aritmatik merupakan


pertumbuhan penduduk dengan jumlah sama setiap tahun.
Dinyatakandalam rumus :

Keterangan :
Pn = Penduduk pada tahun n
43
P0 = Penduduk pada tahun awal
c = Jumlah pertambahan penduduk
konstanr = Angka pertambahan
penduduk (%)
n = Periode (waktu) antara tahun awal dan tahun n
2) Model Geometrik

Pertumbuhan penduduk secara geometrik merupakan


pertumbuhan penduduk yang menggunakan dasar bunga
majemuk. Angka pertumbuhan penduduk dianggap sama untuk
setiap tahun.Dinyatakan dalam rumus :

Keterangan :

Pn = Penduduk pada tahun n

P0 = Penduduk pada tahun awal

r = Angka pertumbuhan penduduk (%)

n = Waktu dalam tahun (periode proyeksi)


3) Model Eksponensial

Pertumbuhan penduduk secara eksponensial merupakan


pertumbuhan penduduk secara terus menerus dengan angka.

Keterangan :

Pn = Penduduk pada tahun n

P0 = Penduduk pada tahun awal

r = Angka pertumbuhan penduduk (%)

n = Waktu dalam tahun (periode proyeksi)

e = Bilangan pokok sistem logaritma natural, yaitu 2,7182818

Untuk menentukan pilhan model proyeksi penduduk yang


akan digunakan dengan hasil perhitungan yang paling mendekati
kebenaran harus dilakukan analisis dengan menghitung standar
deviasi atau koefisien korelasi.
1) Standar Deviasi

Metode proyeksi penduduk yang menghasilkan standar deviasi


yangpaling kecil adalah metode yang dipilih.
44
Keterang
an :

S = Standar
Deviasi Xi =
Jumlah penduduk
X = Rata-rata jumlah
pendudukn = Jumlah data
2) Koefisien Korelasi

Metode perhitungan proyeksi jumlah penduduk yang


menghasilkan koefisien paling mendekati 1 adalah metoda yang
terpilih dalam memprakirakan jumlah penduduk pada masa
mendatang.
2. SOSIAL

Kondisi sosial suatu wilayah kegiatan dapat diketahui dari kondisi jumlah
penduduk di wilayah kegiatan. Adapun penjelasan mengenai kondisi
wilayah dapat di ketahui dengan kebutuhan data metode yang digunakan
sebagai berikut:
a. Jenis Data

Data yang dikumpulkan adalah:


1) Kependudukan, antara lain jumlah penduduk, kepadatatan
penduduk, dan struktur penduduk menurut pendidikan dan
pekerjaan.
2) Sosial ekonomi, terutama terkait dengan kesempatan kerja.
3) Sosial budaya, antara lain keresahan masyarakat dan persepsi
masyarakat terhadap rencana kegiatan.
b. Metode Pengumpulan Data

Data aspek sosial ekonomi dan budaya berupa data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan dari para responden melalui: (a)
wawancara semi struktur atau dengan panduan kuesioner yang
dirancang dalam bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka; dan (b)
wawancara mendalam, utamanya dilakukan dengan narasumber
tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun tokoh non formal. Data
sekunder akan dikumpulkan dari monografi desa, kecamatan dalam
angka, dan instansi lain yang relevan.

45
Tabel 3. 4 Metode Pengumpulan Data Sosial, Ekonomi dan Budaya
Metode
Parameter Data Metode Analisi Alat
Pengumpulan s Data
Data
Kesempatan - Penduduk Survei instansi di Kualitatif Ceklist
kerja usia produktif BPS dan kantor dan data
- Angkatan kerja desa. Kuantitatif
- Jumlah
penduduk
bekerja
Kecemburuan - Isu dan - Wawancara Kualitatif - Interview
sosial permasalahan sosial dengan responden Guide
di masyarakat di Kelurahan List
- Harapan Mulyorejo, - Kuisioner
masyarakat terkait Kecamatan Sukun
rencana
pembangunan
TPA Supit Urang
Keresaha - Harapan masyarakat - Wawancara Kualitatif - Interview
n terkait rencana dengan responden Guide
Masyarak pembangunan TPA di Kelurahan List
at Supit Urang Mulyorejo, - Kuisioner
- Isu dan Kecamatan Sukun
permasalahan yang
ada terkait dengan
rencana
pembangunan TPA
Supit Urang
Persepsi - Sikap dan - Wawancara Kualitatif - Interview
dan Sikap dukungan dengan responden Guide
masyarakat di Kelurahan List
terhadap proyek. Mulyorejo, - Kuisione
- Harapan Kecamatan Sukun r
masyarakat
terhadap proyek.
Kekhawatiran
masyarakat terhadap
proyek

46
c. Metode Analisis Data

Data parameter sosial ekonomi budaya berupa data kualitatif dan


kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan dan
menginterpretasikan gejala yang ada dan diprakirakan akan muncul
dari rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang. Analisis ini
utamanya digunakan untuk parameter kesempatan kerja,
kecemburuan sosial, keresahan masyarakat serta persepsi dan sikap
masyarakat terhadap rencana kegiatan pembangunan TPA Supit
Urang. Analisis kuantitatif digunakan untuk data yang bersifat
kuantitatif dari parameter kependudukan, kesempatan kerja,
kecemburuan sosial, keresahan masyarakat dan persepsi masyarakat
terhadap rencana pembangunan TPA Supit Urang. Analisis kuantitatif
yang digunakan meliputi:
1) Kesempatan kerja

Jenis data yang dipergunakan dalam menganalisis dampak


terbukanya kesempatan kerja meliputi : jumlah penduduk series 5
tahun, jumlah penduduk usia produktif, jumlah angkatan kerja,
Jumlah penduduk yang bekerja, serta angkatan kerja dan tingkat
partisipasi angkatan kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan
gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam
kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode
survei.

2) Kecemburuan sosial

Pengumpulan dan analisis data pada komponen


kecemburuan sosial digunakan untuk menganalisis dampak
terjadinya kecemburuan sosial yang terjadi pada kegiatan
rekruitmen tenaga kerja pada tahap konstruksi dan tahap operasi.
Data yang dikumpulkan terkait dengan isu dan permasalahan
sosial kemasyarakatan terutama terkait dengan kekhawatiran dan
harapan masyarakat. Jenis data yang dikumpulkan tersebut
adalah kekhawatiran dan harapan masyarakat terkait dengan
rencana pembangunan TPA Supit Urang, serta isu dan
permasalahan yang ada terkait dengan rencana pembangunan
TPA Supit Urang khususnya terkait dengan ketenagakerjaan.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dengan
responden di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Instrumen
yang digunakan untuk menjaring informasi tersebut berupa
Interview Guide List dan Kuisioner. Responden ditentukan dengan
metode purposive random sampling. Dasar pemilihan responden
adalah bahwa Desa Cendoro merupakan wilayah yang akan
terkena dampak langsung dari kegiatan.
Metode analisis data yang digunakan bersifat kualitatif,
yaitu deskripsi mengenai kecemburuan yang akan terjadi terkait
dengan kegiatan rekruitmen tenaga kerja pada saat kegiatan
pembangunan dan operasional fasilitas TPA Supit Urang. Tingkat
kecemburuan sosial juga dapat diketahui dari isu dan
permasalahan yang berkembang dimasyarakat terkait dengan

47
rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang. Hasil analisis
data kecemburuan sosial menggambarkan tingkat kecemburuan
yang dapat dideskripsikan dengan kondisi aman dan kondusif,
sedikit terjadi kecemburuan, terjadi kecemburuan, dan sangat
cemburu sehingga timbul permasalahan sosial. Analisis deskriptif
evaluatif mengenai kecemburuan sosial masyarakat sebagai
bahan analisis untuk prakiraan dampak kecemburuan sosial pada
masa mendatang.
3) Keresahan masyarakat

Pengumpulan dan analisis data pada komponen proses


sosialdigunakan untuk menganalisis dampak terjadinya keresahan
masyarakat yang terjadi pada kegiatan pengurusan perizinan dan
kegiatan sosialisasi dan konsultasi publik dari rencana kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang pada tahap pra konstruksi. Data
yang dikumpulkan terkait dengan kondisi sosial kemasyarakatan
terutama terkait dengan tingkat keresahan masyarakat. Jenis data
yang dikumpulkan tersebut adalah harapan masyarakat terkait
dengan rencana pembangunan TPA Supit Urang, serta isu dan
permasalahan yang ada terkait dengan rencana pembangunan
TPA Supit Urang khususnya pada perencanaan awal pada tahap
pra konstruksi.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara
dengan responden di Desa Cendoro. Instrumen yang digunakan
untuk menjaring informasi tersebut berupa Interview Guide List
dan Kuisioner. Responden ditentukan dengan metode purposive
random sampling. Dasar pemilihan responden adalah bahwa
Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun merupakan wilayah yang
akan terkena dampak langsung dari kegiatan.
Metode analisis data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu
deskripsi mengenai tingkat keresahan masyarakat masyarakat
terkait dengan rencana pembangunan TPA Supit Urang. Tingkat
keresahan masyarakat juga dapat diketahui dari isu dan
permasalahan yang berkembang dimasyarakat terkait dengan
rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang. Hasil analisis
data keresahan masyarakat menggambarkan tingkat keresahan
yang dapat dideskripsikan dengan kondisi aman dan kondusif,
sedikit mengalami keresahan, terjadi keresahan, dan sangat resah
sehingga timbul gejolak sosial. Analisis deskriptif evaluatif
mengenai keresahan masyarakat sebagai bahan analisis untuk
prakiraan dampak keresahan masyarakat pada masa mendatang.
4) Persepsi dan sikap masyarakat

Jenis data yang diperlukan dalam analisis sosial ekonomi


dan sosial budaya ini secara garis besar berupa data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari responden melalui
wawancara secara terarah/terfokus dengan menggunakan
pedoman wawancara (interview guidance). Responden
ditentukan dengan metode purposiverandom sampling.
Masyarakat yang diambil dalam wawancara untuk mengetahui
persepsi dan sikap masyarakat sebanyak warga masyarakat di
wilayah Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Dasar pemilihan
responden adalah bahwa Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun
akan terkena dampak langsung dari rencana kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang. Responden yang diambil meliputi
48
anggota masyarakat dari berbagai kelompok, seperti tokoh formal
dan informal, para pemuda, wanita dan ibu rumah tangga serta
kelompok- kelompok profesi atau matapencaharian. Adapun data
sekunder diperoleh dari instansi terkait pada tingkat pemerintah
desa, kecamatan, dan kabupaten.
Tingkat pengetahuan atau tingkat persepsi adalah skor nilai
yang dicapai oleh responden sebelum maupun sesudah
masyarakat telah mendapatkan informasi atau penyuluhan
mengenai rencana pembangunan fasilitas PPSLB3. Tingkat
persepsi responden diukur melalui indikator-indikator yang
tercermin dalam pertanyaan di kuisioner. Penilaian atau skoring
menggunakan rata-rata nilai skor (Mean) dan standar deviasi
dengan persamaan sebagai berikut :

Rata-rata adalah = XQ1


XQ1
n

( XQ1)2
Standar Deviasi =
n −1

3. TRANSPORTASI

Jenis data yang digunakan untuk menganalisis dampak pada


komponen transportasi, meliputi volume lalulintas kendaraan pada jam
puncak, kondisi geometrik jalan, laju peningkatan kendaraan per tahun
dan komposisi kendaraan. Metoda pengumpulan dan analisis data dapat
diuraikan berikut.
a. Metode Pengumpulan Data

Volume arus lalulintas

Metoda pengambilan data volume arus lalulintas dilakukan dengan


metoda pencacahan arus lalulintas tiap jenis kendaraan (traffic
counting) pada ruas jalan, serta survei instansional di BPS untuk
mendapatkan data laju pertumbuhan kendaraan. Pengamatan
dilakukan dengan interval waktu tiap 15 (lima belas) menitan yang
mencakup periode waktu jam sibuk. Prakiraan jam sibuk didasarkan
pada kondisi tata guna lahan di sekitar
jalan/simpang yang akan diamati. Dari hasil observasi awal dilokasi,
ditentukan periode jam pengamatan mulai jam 06.00 – 14.00.
Klasifikasi kendaraan yang disurvai adalah :
• Light Vehicle (LV) : Kendaraan ringan, terdiri dari mobil pribadi, pickup
• Heavy Vehicle (HV) : Kendaraan berat, terdiri dari bus sedang,
truk 2As, truk 3 As atau lebih dan bus besar
• Motor Cycle (MC) : Sepeda motor
• Unmotorized (UM) : Kendaraan tidak bermotor, seperti sepeda

Geometri Ruas Jalan

Data geometri ruas diperoleh dengan cara pengukuran langsung di


lapangan maupun data sekunder dari instansi berwenang, untuk
49
mendapatkan data berupa Lebar lajur, Lebar perkerasan total dan
Lebar bahu jalan. Data lain yang diperlukan meliputi fasilitas
kelengkapan jalan, yaitu meliputi rambu dan marka jalan.
b. Metode Analisis Data

Hasil survei lalu lintas selanjutnya dianalisa dengan tahapan sebagai


berikut :
• Analisis data survei Traffic Counting pada ruas Jl. Kemlagi - Mantup.

Dari pelaksanaan survai traffic count diperoleh data volume lalu


lintas harian rata – rata untuk masing – masing ruas. Hasil input
data survei traffic count akan diolah dengan mengacu kepada
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) dengan menggunakan
faktor ekivalensi mobil penumpang sesuai dengan kondisi jalannya.
• Kapasitas segmen jalan dan derajat kejenuhan (DS)

Kapasitas segmen jalan yang ditinjau adalah yang tidak


berpengaruh banyak terhadap adanya antrian di persimpangan.
Derajat kejenuhan / Degree of Saturation (DS) adalah
perbandingan antara volume kendaraan dan kapasitas jalan.
Besaran ini digunakan untuk mengukur kinerja baik buruknya
pelayanan segmen jalan. Nilai ideal yang dianjurkan untuk DS
segmen jalan dalam kota adalah tidak melebihi dari 0,75 (MKJI,
1977). Nilai DS sampai 0,80 untuk segmen jalan di kota – kota
besar masih dapat ditolerir karena pertumbuhan lalu lintas di kota
– kota besar relatif lebih tinggi.

3. 2 METODE PRAKIRAAN DAMPAK PENTING

Prakiraan dampak merupakan suatu proses guna memprakirakan perubahan lingkungan


akibat adanya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Prakiraan dampak dalam hal ini
terkandung dua makna analisis, yaitu :

1. Prakiraan atas besarnya dampak (magnitude of impact) Nilai derajat dampak yang
menunjukan besarnya perubahan parameter dan kualitas lingkungan yang terjadi karena
adanya rencana kegiatan.

2. Prakiraan atas sifat pentingnya dampak (importance of impact) Sifat pentingnya dampak
menunjukkan nilai yang diberikan pada dampak dan umumnya bersifat kualitatif, misalnya
tinggi, sedang, rendah, dan sebagainya. Namun demikian, dapat dilakukan upaya untuk
mengubah nilai kualitatif menjadi kuantitatif melalui pemberian skala atau angka skor.

3.2. 1 PRAKIRAAN BESARAN DAMPAK

Prakiraan dampak merupakan suatu proses guna memprakirakan perubahan lingkungan


akibat adanya suatu rencana usaha dan/atau kegiatan Prakiraan dampak dalam hal ini
terkandung dua makna analisis, yaitu :

1. Prakiraan atas besarnya dampak (magnitude of impact) Nilai derajat dampak yang
menunjukan besarnya perubahan parameter dan kualitas lingkungan yang terjadi karena
adanya rencana kegiatan.

2. Prakiraan atas sifat pentingnya dampak (importance of impact) Sifat pentingnya


dampak menunjukkan nilai yang diberikan pada dampak dan umumnya bersifat kualitatif,
misalnya tinggi, sedang, rendah, dan sebagainya. Namun demikian, dapat dilakukan
50
upaya untuk mengubah nilai kualitatif menjadi kuantitatif melalui pemberian skala atau
angka skor.

3.2.1. 1 PRAKIRAAN BESARAN DAMPAK

Prakiraan besarnya dampak merupakan selisih kualitas lingkungan antara kondisi


lingkungan dengan adanya kegiatan (proyek) dengan kondisi lingkungan tanpa proyek.
Prakiraan besaran dampak dihitung dengan menggunakan formula sederhana:

Besar Prakiraan Dampak = KLp – KLRLA


Keterangan :
KLp = kualitas lingkungan saat kegiatan (proyek) berlangsung
KLRLA = kualitas lingkungan saat rona lingkungan awal (mula-mula sebelum adanya
proyek)

Prakiraan besaran dampak setiap rencana kegiatan terhadap setiap komponen


lingkungan yang terkena dampak (dalam hal ini dampak penting hipotetik) merupakan
selisih antara kualitas lingkungan saat kegiatan berlangsung dengan kualitas
lingkungan rona lingkungan awal. Sementara itu pendekatan yang digunakan untuk
menyatakan besaran dampak lingkungan, yaitu: (1) Metode pendekatan model
matematis, (2) Metode pendekatan berdasarkan empiris, (3) Metode penilaian para
ahli, (4) Metode pendekatan analogi, dan (5) Metode penggunaan standar baku mutu.

A. Metode Pendekatan Model Matematis Pendekatan ini menggunakan model


matematik untuk mencari hubungan sebab akibat dari kegiatan terhadap lingkungan
sebab dengan menggunakan metode ini lebih mudah dilakukan analisis besaran
dampak maupun intensitas dampak.

B. Metode Pendekatan Berdasarkan Empiris Melalui metode berdasarkan hukum-


hukum yang berlaku di lingkungan yang menggambarkan sebab akibat misalnya
timbulnya kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.

C. Metode Penilaian Para Ahli Pendekatan ini menggunakan bantuan para ahli untuk
menentukan besarnya dampak dari kegiatan pembangunan fasilitas PPSLB3 untuk
melakukan pendugaan tingkat besarnya dampak sesuai pengalaman ilmiah,
kedalaman pengetahuan, serta wawasan yang ilmiah pula. Pendekatan ini digunakan
jika terdapat variabel lingkungan yang sulit dipahami karena tidak diketahui
sebelumnya. Ketajaman hasil perkiraan dampak yang sedang diteliti ditentukan
dengan analisis oleh ahli yang tepat. Komponen lingkungan yang prakiraan
dampaknya berdasarkan pendugaan (judgment) antara lain: peningkatan kebisingan,
penurunan kualitas air laut dan penurunan diversitas biota laut.

D. Metode Pendekatan Analogi Analogi yang dimaksudkan disini adalah suatu konsep
perbandingan antara kegiatan pembangunan di suatu daerah dengan aktivitas
pembangunan yang sama di daerah lain. Yang perlu diperhatikan dalam pendekatan
ini adalah pemilihan dasar analog, dimana kegiatan yang menjadi sumber analisis
kegiatan pembanguna yang diteliti dampaknya. Perkiraan dampak yang dilakukan
dengan pendekatan analogi relatif lebih mudah dilakukan karena adanya dasar analog
yang menjadi sumber analisis. Tetapi kekurangan dari pendekatan ini adalah adanya
perbedaan karakteristik lingkungan antara kegiatan pembangunan dengan dilakukan
analisis, disamping juga dapat mengurangi tingkat ketajaman analisis yang dilakukan.
Kelemahan yang ada ini dapat diperkecil dengan memilih analog pembangunan yang
memiliki kemiripan dengan karakteristik lingkungan tempat dilakukannya kegiatan.

E. Metode Penggunaan Standar Baku Mutu Prakiraan dampak dengan metode ini
dengan menggunakan pendekatan pada standar atau kriteria baku mutu lingkungan
yang telah ditetapkan berdasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, baik
yang berskala nasional, sektoral maupun regional. Standar (baku mutu) ataupun

51
kriteria ini umumnya dipergunakan sebagai pembanding terhadap nilai parameter
komponen lingkungan yang telah maupun yang akan diperkirakan berubah terhadap
nilai ambang batas yang diperbolehkan atau diijinkan. Komponen lingkungan yang
menggunakan baku mutu lingkungan adalah kualitas air dan kualitas udara. Metode
penggunaan standar baku mutu pada kegiatan pembangunan fasilitas PPSLB3 adalah
sebagai berikut: 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996
tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. 3. Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Sumber Tidak
Bergerak di Provinsi Jawa Timur. 4. Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 72
tahun 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Usaha Industri Dan
Kegiatan Usaha Lainnya Di Provinsi Jawa Timur. 5. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.

3.2.1. 2 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KUALITAS UDARA

Metoda perkiraan dampak yang akan digunakan untuk aspek kualitas udara dan
kebisingan meliputi metoda formal dan non formal.
• Metoda Formal
Metode yang digunakan adalah model matematik baik untuk pendugaan dampak gas
polutan, debu maupun kebisingan.

Metode Prakiraan Dampak untuk Penurunan Kualitas Udara .

Metode prakiraan dampak untuk kualitas udara menggunakan metode matematis guna
memperkirakan konsentrasi pencemar di udara ambien yang diakibatkan oleh
operasional kendaraan, dengan menggunakan rumus berikut.

C = konsentrasi ambien (g/m3 )


Q = laju emisi (g/detik/m2 )
s = panjang daerah tinjauan searah dengan arah angin (m)
u = kecepatan angin rata-rata (m/dtk)
z = tinggi pencampuran (m).
Untuk faktor emisi gas buang kendaraan bermotor di Indonesia digunakan pedoman
estimasi beban pencemar dari kendaraan bermotor, KLH, 2007. Faktor emisi gas
buang kendaraan bermotor dapat dilihat pada berikut ini:

Secara umum aplikasi pemakaian program memerlukan input sebagai berikut: 1.


Kondisi meteorologi di lokasi proyek seperti temperatur, tekanan, stabilitas atmosfer,
arah dan kecepatan angin rata-rata. Dalam hal ini digunakan windrose yang dibuat
berdasarkan data historis di lokasi proyek 2. Karakteristik fisik sumber emisi termasuk
dimensi stack (tinggi dan diameter), temperatur dan tekanan gas, kecepatan aliran gas,
debit gas yang diemisikan 3. Laju dan beban emisi Output dari hasil program berupa
konsentrasi gas atau partikulat pada jarak tertentu dari titik sumber emisi. Output ini
52
dapat digambarkan menjadi peta sebaran konsentrasi (isoplet) dengan menggunakan
software seperti SurferSurface Mapping System sehingga dapat diketahui perilaku
sebaran, termasuk daerah yang memiliki paparan terhadap konsentrasi yang sama
atau pun konsentrasi maksimum. Peta isoplet dapat dioverlay ke dalam peta situasi
lokasi sumber emisi sehingga dapat dilihat prakiraan sebaran konsentrasi gas atau
partikulat di sekitar sumber emisi, yang akan dilakukan setelah operasional dilakukan.

Hasil prakiraan perubahan kualitas udara dimanfaatkan untuk memprediksi kualitas


udara gua merencanakan pengendalian pencemaran udara sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara yang memuat tentang nilai ambang batas kualitas udara ambien, untuk zat
pencemar yang belum diatur akan dilakukan perbandingan dengan literatur.

3.2.1. 3 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP PENINGKATAN KEBISINGAN

Dampak peningkatan kebisingan bersumber dari kegiatan operasional pengelolaan


PPSLB3. Formulasi dasar ini telah ditranspormasikan ke dalam bentuk grafik (Mestre
and Wooten, 1980) dan dipakai dalam analisis kebisingan. Perubahan tingkat
kebisingan akibat perubahan jarak dihitung berdasarkan fenomena atenuasi geometris,
yaitu :

𝐿1 = 𝐿2 − 20 𝑙𝑜𝑔 ( 2 𝑟1 )

Dimana :
L1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1, dB(A)
L2 = Tingkat kebisingan pada jarak r2, dB(A)
r1 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 2

Lebih lanjut, formulasi dasar ini telah ditranspormasikan ke dalam bentuk grafik dan
dipakai dalam analisis kebisingan. Perubahan tingkat kebisingan akibat perubahan
jarak dihitung berdasarkan fenomena atenuasi geometris, yaitu :

Sumber titik/ sumber diam :

Sumber garis/ bergerak :

Dimana :
LP1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1, dB(A)
LP2 = Tingkat kebisingan pada jarak r2, dB(A)
r1 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 2
Hasil perhitungan tersebut akan digambarkan dalam bentuk garis - garis yang
menghubungkan tingkat kebisingan yang sama atau disebut sebagai Isobel. Adapun
metoda non-formal yang digunakan adalah dengan cara analogi dengan kegiatan lain
yang memiliki tipe proses yang sama dengan kegiatan yang dikaji, serta dengan
pembandingan baku mutu atau peraturan yang berlaku, seperti: 1. Kualitas udara,
akan dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien sesuai dengan Peraturan
53
Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; 2.
Kebisingan, akan dibandingkan dengan Baku Tingkat Kebisingan sesuai dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENKLH/II/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan.

3.2.1. 4 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KUALITAS UDARA EMISI

Identifikasi sumber pencemar yang dapat berpengaruh terhadap kualitas udara


setempat dapat di kategorikan menjadi 2 (dua) sumber, yaitu :
1. Sumber titik, berasal dari kegiatan incinerator
2. Sumber area, dari aktivitas transportasi kendaraan
Secara teoritis, perhitungan zat pencemar dari kedua sumber pencemar diatas dihitung
dengan cara menggunakan permodelan CALPUFF (California Puff Model). Perangkat
lunak CALPUFF telah disahkan oleh US-EPA sebagai model yang digunakan dalam
aplikasi transportasi pencemar jarak jauh serta digunakan pada kasus yang memiliki
pola aliran kompleks dan keadaan tetap. CALPUFF merupakan Perangkat lunak yang
dapat digunakan pada berbagai layer yang mampu mensimulasikan efek waktu dan
ruang-berbagai kondisi meteorologi pada transportasi pencemar. Hal ini
memungkinkan model untuk menjelaskan berbagai efek seperti variabilitas spasial
kondisi meteorologi, deposisi kering dan penyebaran melalui berbagai spasial
permukaan tanah, fumigasi, kecepatan angin rendah penyebaran, pencemar
transformasi. CALPUFF memiliki berbagai algoritma untuk proses penyebaran
parameter pencemar udara, termasuk penggunaan turbulensi berbasis koefisien
penyebaran kesamaan berasal dari teori atau pengamatan. Adapun data meteorologi
untuk masukan CALPUFF disediakan oleh CALMET.

3.2.1. 5 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP PERUBAHAN KUALITAS AIR


PERMUKAAN

Perkiraan dampak untuk aspek kualitas air permukaan dan kualitas badan air penerima
akan dilakukan dengan metode formal maupun non formal. Metode formal digunakan
untuk menentukan konsentrasi pertemuan antara outlet limbah dengan badan air
sungai yaitu dengan metode matematik

dimana :
C3 = Konsentrasi air sungai setelah bercampur dengan air limbah
Q3 = Debit air sungai setelah bercampur dengan air limbah (data sekunder)
C2 = Konsentrasi air sungai sebelum bercampur dengan air limbah (pengukuran)
Q2 = Debit air sungai sebelum bercampur dengan air limbah (pengukuran dan data
sekunder)
C1 = Konsentrasi air limbah sebelum bercampur dengan air sungai (data sekunder)
Q1 = Debit air limbah sebelum bercampur dengan air sungai (data sekunder)
Metode non formal yang akan dilakukan untuk memperhitungkan dampak yaitu dengan
membandingkan terhadap baku mutu lingkungan yang berlaku sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air atau Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2Tahun 2008
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa
Timur.

3.2.1. 6 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP KUALITAS AIR TANAH

Perhitungan dampak terhadap air tanah dilakukan pendekatan dengan melakukan


perhitungan terhadap laju infiltrasi air lindi (leacheate) masuk ke dalam tanah.
Perhitungan untuk mengukur infiltrasi adalah Model Horton. Kapasitas infiltrasi
berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstant.
54
Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah
oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan
lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Laju
infiltrasi berdasarkan Model Horton dihitung dengan rumus:

Keterangan:
f = laju infiltrasi (cm/jam)
f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam)
fc = laju infiltrasi akhir (cm/jam)
e = bilangan dasar logaritma Naperian
Fc = selisih total volume infiltrasi dengan volume infiltrasi konstan (cm) = luas kurva
yang diarsir (gambar di bawah)
t = waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)
Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan kondisi kelengasannya.
Laju infiltrasi tidak selalu sama selama berlangsungnya hujan. Pada awal hujan, untuk
kondisi lahan dengan lengas tanah kering - normal, laju infiltrasi akan sangat tinggi
kemudian berangsur-angsur menurun hingga akhirnya konstan / tetap setelah kondisi
lengas tanah menjadi jenuh. Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton
memerlukan data inflitrasi tanah setempat rinci, dari waktu ke waktu dalam interval
waktu yang cukup pendek, misal 10 atau 15 menitan, sampai mendapatkan laju
infiltrasi yang tetap / konstan. Curah hujan netto dihitung dengan mengurangkan curah
hujan total dengan laju infiltrasinya.

3.2.1. 7 PRAKIRAAN DAMPAK TERHHADAP TIMBULNYA BAU

Adanya kebauan diprakirakan dengan menggunakan metode analogi dan kajian


kuantitatif data sekunder dan kualitatif. Prakiraan dampak timbulnya bau ditentukan
dengan membandingkan pendapat para responden yang didasarkan atas hasil analisis
data dan informasi lapangan.

3.2.1. 8 PRAKIRAAN DAMPAK TERHADAP TIMBULNYA MUD VOLCANO

Fenomena gunung lumpur (mud volcano) merupakan salah satu bentuk manifestasi
geologi yang tidak selalu ditandai dengan keluarnya material lempung (argillaceous)
tetapi ada juga yang ditandai keluarnya gas pada permukaan bumi dan biasanya
muncul pada daerah subduksi. Selain faktor tektonik tersebut, faktor batuan penyusun
dari suatu daerah juga sangat mempengaruhi pembentukan gunung lumpur, dimana
harus ada struktur cekungan elisional. Beberapa karakteristik cekungan elisional, yaitu:
pengendapan lapisan sedimen muda yang sangat cepat, adanya tekanan fluida yang
sangat besar, lapisan sedimen yang tidak kompak dan tempat adanya minyak.

3. 3 METODE EVALUASI SECARA HOLISTIK TERHADAP DAMPAK LINGKUNGAN

Proses evaluasi dampak diperlukan untuk keperluan pengambilan keputusan setelah


melakukan identifikasi dampak. Evaluasi dampak memiliki sasaran yaitu:
1. Memberikan informasi komponen terkena dampak beserta sifat dampaknya.
2. Memberikan masukan untuk pengambilan keputusan tentang komponen terkena
dampak dan rekomendasi mitigasi dampaknya.
Evaluasi dampak penting dilakukan terhadap komponen kegiatan penyebab dampak
dan komponen lingkungan terkena dampak. Proses evaluasi diawali dengan penelaahan
dan penelusuran terhadap arah dan kecenderungan dampak penting secara holistik dalam

55
satu kesatuan sistem rencana kegiatan proyek yang didasarkan pada hasil prakiraan
dampak, batas lingkup waktu dan lingkup batas wilayah studi yang telah ditetapkan.
Evaluasi dampak dilakukan secara holistik dan terpadu, yaitu dengan menelaah secara
totalitas terhadap dampak lingkungan hasil prakiraan dampak penting baik positif maupun
negatif sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan saling terkait. Untuk
kepentingan ini, evaluasi dampak akan dilakukan dengan menggabungkan metode check
list berskala positif (+) dan negatif (-) dengan metode bagan alir (Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012). Penggabungan kedua metode ini dipilih karena
dapat digunakan untuk mengetahui hubungan interaksi dari satu kegiatan terhadap
komponen lingkungan baik sebagai dampak primer, sekunder, dan tersier serta sifat
dampak yang ditimbulkan.
Evaluasi dampak lingkungan merupakan tahap terakhir proses analisis dampak
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi secara holistik (komprehensif) berbagai
komponen lingkungan yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar (dampak
penting); sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan/usaha.
Berdasarkan hasil telaahan keterkaitan dan interaksi DPH tersebut dapat diperoleh
informasi antara lain sebagai berikut :
a. Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPH beserta karakteristiknya antara lain
seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas dampak, yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk menentukan sifat penting dan besaran dari dampak-dampak yang telah
berinteraksi pada ruang dan waktu yang sama.
b. Komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang paling banyak
menimbulkan dampak lingkungan.
c. Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns) beserta
luasannya

3.3. 1 PEMILIHAN ALTERNATIF TERBAIK

Dalam penyusunan Dokumen AMDAL ini, tidak ada alternatif kegiatan lain karena
kegiatan ini sudah melakukan penyusunan Feasibility Study sehingga tidak ada
penentuan alternatif lain yang dikaji dalam penyusunan Dokumen AMDAL ini.

3.3. 2 ARAHAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Arahan pengelolaan dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan yang


menimbulkan dampak, baik komponen kegiatan yang paling banyak memberikan
dampak turunan maupun komponen kegiatan yang tidak banyak memberikan dampak
turunan. Arahan pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan yang relevan
untuk digunakan sebagai indikator untuk mengevaluasi penataan, kecenderungan dan
tingkat kritis dari suatu pengelolaan lingkungan hidup.

3.3. 3 PERTIMBANGAN KELAYAKAN LINGKUNGAN

Berdasarkan informasi hasil telahaan keterkaitan dan interaksi dampak


lingkungan/dampak penting hipotetik, alternatif terbaik, arahan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan, pemrakarsa/penyusun Amdal dapat menyimpulkan atau
memberikan pernyataan kelayakan lingkungan hidup atas rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, dengan mempertimbangkan kriteria kelayakan antara lain sebagai
berikut:
a. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan di overlaykan dengan peta rencana tata ruang
apakah sesuai dengan Peta RTRW wilayah?
b. Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sumber
daya alam yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, apakah rencana
usaha/dan atau kegiatan tersebut tidak mengganggu lingkungan hidup dan tidak
merusak sumberdaya alam?

56
c. Kepentingan pertahanan keamanan, yaitu rencana usaha/dan atau kegiatan tidak
akan mengganggu kepentingan keamanan negara?
d. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek
biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat
pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau
kegiatan.
e. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah
kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif.
f. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulanggi dampak penting negatif yang akanditimbulkan dari Usaha dan/atau
Kegiatan yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
g. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan
masyarakat.
h. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu
entitas ekologis.
i. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan.
j. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dimaksud.

57
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sofyan. 2013. Pengelolaan Sampah Malang Raya Menuju Pengelolaan Sampah
Terpadu yang Berbasis Partisipasi Masyarakat. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Ngaziizi, Anas. 2012. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supiturang Malang: Tema
Sustainable Architecture. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Safrudin S, Arba A, & Sahnan S. 2019. Analisis Yuridis Pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031, Universitas Mataram
Salamah, Naili, Soesilo Zauhar dan M.Chazinul Ulum. 2012. Implementasi Program
Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingungan Melalui Pemanfaatan Gas Metana.
Malang: Universitas Brawijaya
Saleh, C. 2014. Studi Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Lindi sebagai Kontrol
Pemenuhan Baku Mutu sesuai Kepmen 03/91 (Studi Kasus pada TPA Supit Urang
Malang). Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang
Sekarsari, Retno Wulan, dan Khoiriyah Triarti. 2020. Implementasi Peraturan Daerah Nomor
10/2010 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Kasus di Kota Malang). Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sutriyono dan Rusdi. 2010. Merekayasa Pemanfaatan Gas Metan Menjadi Energi Listrik
Kapasitas 500 KWH (Hasil Studi Kelayakan di TPA Supit Urang Kota Malang). Malang:
Institut Teknologi Nasional Malang.er
TPA Supit Urang Malang, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

58
1
2

Anda mungkin juga menyukai