Amdal Ka Supit
Amdal Ka Supit
i
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................................5
7
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
6
a. Terjadi pengurangan jumlah limbah cair, sampah dan limbah B3 yang
dihasilkan oleh sektor industri dan fasilitas pelayanan kesehatan di
Provinsi Jawa Timur;
b. Memudahkan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur untuk
memantau para pengusaha/pelaku bisnis sektor industri dan fasilitas
pelayanan kesehatan untuk tetap melaksanakan kewajibannya untuk
mengelola limbah yang dihasilkannya;
3. Bagi Pelaku Bisnis Sektor Industri Provinsi
a. Memudahkan para pengusaha/pelaku bisnis sektor industri dan fasilitas
pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Timur yang tidak dapat mengelola
limbahnya sendiri dengan pertimbangan kemampuan teknis dan biaya
operasional yang besar;
b. Penghematan biaya operasional pengelolaan sampah
c. Mendorong pengembangan kapasitas produksi para pengusaha/pelaku
bisnis sektor industri dan kegiatan pelayanan kesehatan di Jawa Timur
• Peranan terhadap pembangunan
1. Tersedianya kebutuhan sarana prasarana dan infrastruktur pengelolaan
limbah cair, sampah dan limbah B3 hingga fasilitas penimbusan limbah B3 di
Jawa Timur;
2. Meningkatkan pelayanan di bidang pengelolaan limbah cair, sampah dan
limbah B3 di Provinsi Jawa Timur;
3. Mendukung kegiatan yang menghasilkan limbah B3 khususnya sektor
industri dan sektor kesehatan sehingga akan mendukung peningkatan
investasi dan perputaran ekonomi di sektor kesehatan dan perindustrian.
4. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang dan
Provinsi Jawa Timur dengan semakin berkembangnya sektor industri
1. 3 PELAKSANAAN STUDI
7
Tabel 1.1 Tim Penyusun Studi AMDAL Pembangunan
No Registrasi
Nama Jabatan dalam Tim
. INTAKINDO
1 Indra Bayu Sanjaya Tim Leader KTPA
2 Metta Octavia T. Ahli Teknik Sipil KTPA
4 Devanti Wulan Suci T. Ahli Lingkungan ATPA
5 Rex Sonberth T. Ahli Geologi/Hidrogeologi ATPA
8 Della Isnaini Aprilia T. Ahli Perencanaan Wilayah ATPA
8
BAB 2 PELINGKUPAN
9
Pembuatan model penentuan lokasi untuk penimbunan limbah B3 dilakukan
dengan pendekatan klasifikasi parameter lokasi, hal ini dilakukan karena
banyaknya parameter yang harus dipenuhi sehingga ada kemungkinan bahwa
lokasi terbaik (yang memenuhi semua parameter) belum tentu ada. Parameter-
parameter yang digunakan sebagai acuan penentuan lokasi didasarkan pada
syarat-syarat lokasi yang dibolehkan untuk lokasi penimbunan limbah B3 pada
sesuai PP Nomor 18 Tahun 1999. Penentuan lokasi untuk penimbunan limbah B3
untuk suatu wilayah propinsi akan tidak terlepas dari keterkaitan bahyak faktor
baik fisik maupun non fisik. Kajian pemodelan didasarkan pada beberapa
parameter yang penting dalam penentuan lokasi penimbunan limbah B3 terutama
faktor secara fisik yaitu :
o Aspek Hidrologi Permukaan yang menyangkut sungai yang mengalir
sepanjang tahun, danau, waduk, dan situ.
o Aspek Curah hujan.
o Aspek Penggunaan lahan
SIG yang merupakan perangkat bantu (tool) untuk analisa yang merujuk pada
suatu ruang (spasial) diharapkan dapat membantu perencanaan pengelolaan
sampah, pemantauan pengelolaan sampah, dan pemantauan dampak yang
mungkin timbul dari hasil pengolahan sampah. Dalam studi pemodelan ini SIG
akan digunakan untuk membantu menentukan lokasi untuk penimbunan (landfill)
sampah.
Setelah lokasi ditentukan, dilakukan penyelidikan lapangan dan evaluasi detail
dengan mengacu pada kriteria Peraturan Menteri LHK Nomor P63 tahun 2016,
tentang Persyaratan dan Tata Cara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
Fasilitas Penimbunan Akhir. Ringkasan hasilnya disajikan pada tabel 2.1,
sedangan uraian lengkapnya disajikan pada lampiran.
Persyaratan Lokasi
Penimbunan Keseusaia
Hasil Penyelidikan
Limbah B3 Di n Lokasi
Lokasi Lahan Desa
No. Aspek Tempat dengan
Mulyorejo, Kec.
Pembuangan Akhir Persyarata
Sukun, Kota Malang
(PermenLHK No. n
63 th 2016)
Lokasi rencana
pembangunan TPA
ini berada di
Kelurahan Mulyorejo.
Kawasan hamparan
ladang tebu milik
warga yang
terbentang dari timur
ke barat, dengan
Bebas banjir
1. Bencana kondisi lahan yang Sesuai
seratus tahunan
berbukit akhirnya
disulap menjadi
lokasi pengolahan
dan penimbunan.
Kelurahan ini berada
pada antara 440-660
meter dpl, sehingga
merupakan daerah
bebas banjir.
10
Bencana yang sering
terjadi
di wilayah studi
adalah kekeringan
yang menyebabkan
kebakaran.
Permeabilitas
tanah yang diukur
sebagai
kondukivitas
hidraulik paling
besar 10-5
cm/detik, untuk
fasilitas
penimbusan akhir
limbah B3 kelas III
yang digunakan
untuk menimbun
limbah B3 yang
diwajibkan
ditimbun di fasiitas
penimbusan akhir
kelas III
Permeabilitas
tanah yang tidak
memenuhi
ketentuan
persyaratan,
dilakukan rekayasa
teknologi sehingga
mencapai
permeabilitas
tanah yang diukur
sebagai
11
kondukivitas
hidraulik paling
besar 10-5
cm/detik, untuk
fasilitas
penimbusan akhir
limbah B3 kelas III
yang digunakan
untuk menimbun
limbah B3 dari
sumber spesifik
khusus.
12
berdebu, sehingga
potensi amblesan
tidak ada
g. Lokasi tidak terletak
atau dekat dengan
pesisir sehingga
tidak ada potensi
tsunami
h. Daerah sekitar
lokasi tidak pernah
muncul mud
volcano sehingga
potensi kemunculan
tidak ada
4. Daerah yang Daerah resapan • Berdasarkan peta
bukan (recharge) bagi air Cekungan Air
merupakan tanah Tanah di Jawa
daerah Timur, lokasi
resapan air terletak di wilayah
Non Cekungan Air
Tanah. Hal ini
berarti, bahwa di
lokasi tidak
dijumpai aliran air
tanah, dan
termasuk daerah air
tanah langka.
• Sifat batuan di
lokasi termasuk
dalam akuifer
dengan
produktifitas
sangat rendah
15
107 ketentuan peralihan Perda RTRW Tahun 2011-2031 yang menyatakan bahwa
dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka:
a. Segala izin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap. berlaku sampai
dengan berakhir masa berlakunya.
b. Segala izin yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan
tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan daerah.
c. Seusai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan
berakhir masa berlakunya dan
d. Pemanfaatan ruang di Kota yang diselenggarakan tanpa izin.
Sedangkan sesuai pasal 11 ayat (6) lebih jelas mengatur Strategi
pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan meliputi :
a. Pembangunan dan pemfasilitasian kerja sama antar daerah dalam pengelolaan
sampah;
b. Pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu antar wilayah yang dikelola
secara bersama;
c. Pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan limbah B3 yang
melayani wilayah provinsi;
d. Pengendalian pencemaran di sekitar tempat pengolahan sampah dan limbah
B3; dan
e. Mengkoordinasi pengembangan sistem drainase di kawasan perkotaan
Dalam pasal 48 ayat (2) disebutkan bahwa rencana pengembangan
prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
rencana pengelolaan prasarana yang digunakan lintas kabupaten/kota. Sesuai
dengan hal tersebut, di dalam Pasal 48 ayat (4) Rencana pengembangan
prasarana yang digunakan lintas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
a. Tempat pemrosesan akhir (TPA) yang dilengkapi dengan instalasi
pemanfaatan limbah untuk energi yang dikelola bersama untuk kepentingan
antar wilayah;
b. Instalasi pengolahan limbah tinja; dan
c. Pengelolaan limbah B3;
Berdasarkan Hasil overlay lokasi kegiatan dengan peta pola ruang RTRW
Kota Malang, lokasi rencana kegiatan terletak di dataran yang sedikit berbukit di
Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Terkait dengan proses ini,
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur telah mendapatkan Persetujuan
Prinsip Tukar Menukar Kawasan Tersebut untuk Pembangunan Pengelolaan
Sampah dan Limbah B3. Berdasarkan tahapannya, setelah semua proses
perubahan selesai, lokasi rencana TPA ini akan diintegrasikan dengan revisi
rencana tata ruang wilayah Kota Malang. Sesuai dengan hal ini, lokasi rencana
pembangunan TPA di Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang telah
sesuai dengan arahan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Malang.
16
Gambar 2. 1 Peta TPA Supit Urang
Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Kota Malang terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan termasuk
kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kota Surabaya. Kota Malang berada di
dataran tinggi sehingga udara terasa sejuk. Kota Malang merupakan salah satu bagian
dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya bersama dengan Kota Batu,
dan Kabupaten Malang . Kota malang terletak pada ketinggian antara 440-667 meter
diatas permukaan air laut. Kota Malang berada ditengah-tengah wilayah Kabupaten
Malang yang secara astronomis terletak 112,06°-112,07° bujur timur dan 7,06°-8,02°
lintang selatan, dengan batas wilayah sebagai verikut :
• Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso, Kabupaten
Malang
• Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang
• Sebelah Selatan : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
• Sebelah Barat : Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang
Rencana lokasi pembangunan TPA Supit Urang terletak disebelah barat Kota
Malang. Secara administratif berada di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun.
Secara geografis Kota Malang terletak pada 112º43’ sampai 112º71’ Bujur Timur, 7º16’
Lintang Utara sampai 8º26' Lintang Selatan. Kelurahan Mulyorejo memiliki ketinggian
rata-rata 440 - 6660 meter diatas permukaan laut. Bagian barat mempunyai dataran
tinggi yang sangat luas. Secara fisik batas administratif Kelurahan Mulyorejo adalah
sebagaiberikut:
• Utara : Kelurahan Bandulan.
• Selatan : Kelurahan Sidorahayu.
• Barat : Desa Jedong.
• Timur : Kelurahan Bandungrejosari
17
Gambar 2. 2 Peta Administrasi Kota Malang
18
2.1.3. 2 PENGGUNAAN LAHAN
Lokasi rencana pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang adalah pada lahan
seluas ± 31 Ha. TPA Supit Urang Kota Malang memiliki luas lahan yang digunakan
saat ini sebesar 15.5 Ha. Tahapan pembangunan TPA Supit Urang yang dikaji di
dalam studi AMDAL. Rincian luasan pola pemanfaatan lahan pada lahan TPA Supit
Urang dirinci sebagai berikut.
- Luas lahan : 31 Ha
- Luas lahan yang digunakan : 15.5 Ha
o Sel aktif : 3.2 Ha
o Sel pasif : 8.2 Ha
- Tanah persediaan : 16 Ha
- Jalan akses : 3800 m - 0.38 Ha
- Taman, kantor, garasi, jalan : 2.75 Ha
- IPLT : 1 Ha
Rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang ini tentunya
akan menimbulkan berbagai macam dampak bagi lingkungan di sekitarnya baik
dampak positif maupun negatif. Dampak dari pembangunan ini disebabkan oleh
adanya interaksi dari berbagai komponen kegiatan dengan berbagai komponen
lingkungan yang ada di wilayah studi.
Fasilitas TPA Supit Urang Kota Malang akan terdiri dari beberapa jenis
kegiatan, yaitu :
1. Kegiatan penerimaan, pengangkutan dan pengumpulan limbah B3 dan Non-B3
Penerimaan, pengangkutan dan pengumpulan limbah B3 dan Non-B3 dari
penghasil limbah merupakan rangkaian proses yang terdiri dari beberapa sub
kegiatan, yaitu penerimaan limbah B3 dan Non B3, pengangkutan limbah B3 dan Non
B3, dan pengumpulan limbah B3 dan Non B3. Penerimaan limbah yang akan dikelola
oleh TPA Supit Urang Kota Malang adalah limbah B3 dan Non-B3, yang di awali
dengan proses pra penerimaan (pre-acceptance), dimana seluruh hasil pada proses
pra penerimaan ini kemudian dibuatkan dalam bentuk laporan yang berisi deskripsi
identitas limbah, rekomendasi pengelolaan yang akan dilakukan, serta jenis kemasan
dan alat angkut yang dapat digunakan. Setelah terjadi kesepakatan biaya antara
penghasil limbah dengan Pemrakarsa, maka dilakukan penjadwalan pengambilan
limbah. Limbah yang datang dari penghasil dilakukan penimbangan berat terlebih
dahulu untuk menentukan berat limbah yang akan di proses, selanjutnya limbah
melalui proses penerimaan akhir (end acceptance). Prosedur pengangkutan limbah
B3 dan Non-B3 TPA Supit Urang Kota Malang akan mengacu kepada Keputusan
Dirjen Hubungan Darat Nomor SK.725/AJ.302/DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan
Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun di Jalan. Limbah B3 yang termasuk
dalam Limbah B3 Kategori I harus diangkut menggunakan armada tertutup seperti
container, tanker dan lain-lain, sementara limbah B3 yang termasuk dalam limbah B3
kategori 2 dan kategori 3 boleh diangkut menggunakan armada terbuka seperti roll off
box atau dump truck. Limbah B3 dan non B3 yang telah memenuhi persyaratan pada
proses penerimaan akhir (end acceptance) baik secara karakteristik maupun jumlah,
maka limbah tersebut akan disimpan sementara di dalam gudang penyimpanan
sebelum diolah, dimanfaatkan dan/atau di timbun.
2. Kegiatan pengolahan limbah B3 (Stabilisasi/Solidifikasi dan Insinerasi)
Kegiatan pengolahan limbah B3 dilakukan melalui proses
stabilisasi/solidifikasi dan proses insenerasi. Proses stabilisasi diaplikasikan terhadap
limbah anorganik padat yang mengalami pelindian melebihi baku mutu TCLP,
sedangkan proses solidifikasi diaplikasikan terhadap limbah anorganik yang tidak
mengalami pelindian melebihi baku mutu TCLP pada lampiran IV Peraturan
Pemerintah No. 101 tahun 2014. Untuk memfasilitasi pencampuran antara limbah
19
dan reagen, ditambahkan air ataupun air lindi yang sudah diolah di IPAL untuk
dimanfaatkan kembali dalam proses stabilisasi/solidifikasi. Insinerator dirancang
bertujuan untuk menghancurkan hanya senyawa organik pada limbah dengan
menggunakan panas dan udara yang terkontrol. Limbah B3 yang berasal dari
penghasil limbah tersebut pada umumnya mengandung bahan mudah terbakar
(anorganik). Dengan proses insinerasi material limbah padat B3 tersebut akan
dirubah menjadi bottom ash, gas buang, partikulat dan panas.
3. Kegiatan penimbusan akhir limbah
Limbah anorganik padat yang tidak mengalami perlindian melebihi baku mutu
TCLP, limbah yang telah melalui proses stabilisasi/solidifikasi dan limbah Non-B3
padat akan ditimbun ke dalam lahan timbus (landfill). Terdapat 2 (dua) kelas landfill
yang dibangun dan dioperasikan TPA Supit Urang Kota Malang yaitu Landfill Kelas I
dan Landfill Kelas II yang direncanakan akan dibangun masing-masing 1 (satu) unit.
Landfill akan dirancang dan dibangun sesuai dengan ketentuan regulasi pemerintah
berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.63/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Penimbunan Limbah B3 di Fasilitas Penimbusan Akhir dan Keputusan Kepala
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (KepBapedal) Nomor 03 Tahun 1995
tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun agar
mampu mengisolasi limbah yang ditimbun dari lingkungan sekitar, terdiri dari sistem
pelapis dasar kedap air, lapisan operasional, lapisan penutup akhir serta sistem
pengumpulan dan pengolahan lindi (leachate).
4. Kegiatan fasilitas pendukung TPA Supit Urang Kota Malang
Utilitas fasilitas pendukung TPA Supit Urang Kota Malang meliputi IPAL untuk
pengelolaan lindi dari area landfill, sistem penyediaan air untuk kebutuhan
operasional TPA Supit Urang Kota Malang, sistem pengolahan air limbah domestik
dan pengolahan sampah domestik dari aktivitas domestik operasional TPA Supit
Urang Kota Malang serta operasional sarana utama dan pendukung kegiatan
operasional fasilitas TPA Supit Urang Kota Malang.
Terkait dengan penyusunan dokumen AMDAL yang akan dilaksanakan, rencana
kegiatan pembangunan TPA Supit Urang ini akan melewati beberapa tahapan yang
secara umum dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap pra konstruksi, tahap
konstruksi dan tahap operasi. Uraian jenis kegiatan penyebab dampak dalam setiap
tahap tersebut akan dijelaskan pada sub bab sebagai berikut.
A. TAHAP PRA KONSTRUKSI
Kegiatan penyebab dampak yang ada pada tahap pra konstruksi adalah perizinan, serta
sosialisasi dan konsultasi publik. Penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan tersebut
seperti pada uraian di bawah ini.
1. Pengurusan Perizinan
Dalam merealisasikan kegiatan pembangunan TPA Supit Urang, diawali dengan
melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan hukum dalam rangka melengkapi
perizinan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan berlaku.
a. Izin Lingkungan
Pengurusan izin lingkungan yang mana membutuhkan penyusunan dokumen AMDAL
sebagai salah satu persyaratannya dilakukan karena kegiatan pembangunan TPA Supit
Urang akan menyebabkan dampak negatif maupun dampak positif. Berdasarkan
Permen LH No. 8 Tahun 2013 pada Lampiran II, dokumen AMDAL TPA Supit Urang ini
masuk ke dalam Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan yang bersifat strategis yang
merupakan kewenangan menteri yang penilaian Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal Pusat.
b. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Izin pengelolaan lingkungan ini terkait ketentuan perizinan dalam pengelolaan
lingkungan hidup sebagai syarat sebelum kegiatan operasional TPA Supit Urang dapat
dilaksanakan yang akan dikeluarkan oleh instansi yang membidangi terkait dengan
sektor perizinan tersebut.
20
2. Sosialisasi dan Konsultasi Publik
Sosialisasi dan konsultasi publik terkait dengan rencana kegiata pembangunan
fasilitas pusat pengelolaan sampah dan fasilitas TPA Supit Urang dilakukan agar rencana
kegiatan dan pembangunan TPA Supit Urang dapat diketahui masyarakat luas,
khususnya di wilayah Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun yang diprakirakan akan
menjadi wilayah terdampak dengan adanya rencana pembangunan TPA Supit Urang.
Pemrakarsa dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur melakukan
sosialisasi kepada masyarakat luas untuk mendapatkan saran, pendapat, dan tanggapan
dari masyarakat terkait dampak-dampak yang akan ditimbulkan. Pelaksanaan kegiatan
sosialisasi ini merupakan bagian dari konsultasi publik yang merupakan bentuk pelibatan
masyarakat, dan kegiatan ini merupakan amanat dari Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Kegiatan sosialisasi yang
dilaksanakan oleh Pemrakarsa bertujuan untuk :
a. Mengetahui persepsi dan sikap masyarakat secara obyektif terhadap pembangunan
TPA Supit Urang yang akan dilaksanakan.
b. Mendapatkan saran, masukan, dan pendapat dari masyarakat terkait dengan rencana
pembangunan TPA Supit Urang yang telah disusun.
c. Mengidentifikasi isu dan permasalahan khususnya yang terkait dengan lingkungan
hidup di sekitar lokasi TPA Supit Urang.
B. TAHAP KONSTRUKSI
1. Rekruitmen Tenaga Kerja Konstruksi
Perekrutan tenaga kerja konstruksi ini sebagian besar akan mengambil dari penduduk asli
Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun dan sekitarnya yang terdekat dengan
pembangunan TPA Supit Urang. Jumlah kerja konstruksi total yang dibutuhkan diprakirakan
sebanyak ± 100 orang, dengan komposisi seperti pada tabel berikut. Komposisi tenaga kerja
konstruksi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Komposisi Tenaga Kerja Kontruksi
No Posisi Jabatan Pendidikan Kebutuhan
Orang
I Tenaga Kerja Pemrakarsa Proyek
1 Manajer Lapangan S1 1
2 Staf Perencana dan Pengawas S1 Teknik 1
3 Staf Administrasi dan Keuangan D3 dan 2
SMA
4 Staf Keamanan SMA 4
5 Staf Keselamatan dan Kesehatan Kerja S1 dan D3 1
(K3)
6 Staf Lingkungan Hidup S1 1
II Tenaga Kerja Kontraktor
1 Site Manager S1/D3 1
2 Supervisor S1/D3 3
3 Mandor D3/SMK 6
4 Staf Administrasi dan Keuangan D3/SMK 4
5 Staf Keselamatan dan Kesehatan Kerja D3/SMK 4
(K3)
6 Operator alat berat dan supir SMK 15
7 Tukang Las SMK 6
8 Mekanik SMK 6
9 Elektrik SMK 4
10 Tenaga Non Terampil SMP 41
TOTAL 100
TPA Supit Urang terletak disebelah barat Kota Malang. Secara administratif
berada di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun. Secara geografis Kota Malang
terletak pada 112º43’ sampai 112º71’ Bujur Timur, 7º16’ Lintang Utara sampai 8º26'
Lintang Selatan. Kelurahan Mulyorejo memiliki ketinggian rata-rata 440 - 6660 meter
diatas permukaan laut. Bagian barat mempunyai dataran tinggi yang sangat luas.
Jumlah penduduk di Kecamatan Sukun sekitar 190.053 jiwa.
Batas-batas TPA Supit Urang, yaitu :
• Sebelah utara : berbatasan dengan sungai sumber songo jarak 300 m
• Sebelah timur : tempat permukiman penduduk dengan jarak 700m
• Sebelah selatan : berbatasan dengan sungai Gandulan dengan jarak 200 m
• Sebelah barat : merupakan perbukitan dan lembah
Data kependudukan sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi
pembangunan karena penduduk merupakan subjek dan sekaligus sebagai objek
pembangunan. Menurut hasil proyeksi penduduk dari sensus penduduk 2010 Kota
Malang memiliki jumlah penduduk 856.410 jiwa pada tahun 2016. Data penduduk
tahun 2016 didapat jumlah penduduk laki-laki sebanyak 422.276 jiwa (49,31%) dan
penduduk perempuan sebanyak 434.134 jiwa (50,69%).
Potensi gas metan di TPA dapat menjadi sumber energi terbarukan untuk
memenuhi kebutuhan energi penduduk Kota Malang. Potensi gas metan untuk bahan
22
bakar yang sudah dimanfaatkan saat ini sekitar 3% sampai 5% dari potensi yang ada.
Berdasarkan keterangan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang,
Pemerintah Kota Malang sudah memberikan pipa sambungan gas termasuk
kompornya secara gratis kepada 59 rumah pada tahun 2012 dan 408 rumah pada
tahun 2013. 4 Gas metan sebagai komponen utama biogas juga dapat dimanfaatkan
sebagai energi listrik. Potensi gas metan yang dikelola TPA Supit Urang Kota Malang,
rata-rata mencapai 118,3 juta m3 /tahun untuk lahan seluas 5 hektar. Padahal lahan
TPA Supit Urang saat ini sudah mencapai 25 hektar, maka prediksi gas metan yang
dihasilkan bisa mencapai 560 juta m 3 /tahun. Dengan potensi yang besar tersebut
mampu memasok energi listrik hingga sekitar 5,6 juta kWh/tahun. Sedangkan untuk
harga jual gas metan rata-rata sebesar 18 dolar AS per ton.
Komponen lingkungan Biologi terdiri dari 2 (dua) bagian utama yang terdiri atas
flora dan fauna. Hampir seluruh wilayah studi merupakan lingkungan daerah binaan
atau budidaya. Komponen lingkungan biologi yang akan terpengaruh dengan adanya
rencana kegiatan Pembangunan TPA Supit Urang adalah flora dan fauna dengan
penjelasan dan uraian sebagai berikut.
25
2.2. 2 USAHA DAN/ATAU KEGIATAN YANG ADA DI SEKITAR LOKASI RENCANA
USAHA DAN/ATAU KEGIATAN
Selain sistem buang, angkut, tumpuk ada juga proses pemilaha. Pemilahan dilakukan
secara manual yakni diambil oleh pemulung. Pemulung itu sendiri dari warga sekitar.
Pemulung tersebut mengambil sampah yang masih bisa dijual. Pemilahan ini juga dilakukan
di area TPA Supit Urang. Partisipasi pemulung dalam upaya pengurangan sampah di TPA
juga berdampak secara ekonomis dan ekologis. Pada saat truck pengangkut sampah yang
datang di TPA Supit Urang, sampahnya dibongkar dan dikeluarkan semuanya, para
26
pemulung berkelompok dan secara individu “mengumpulkan” semua sampah yang dianggap
mempunyai nilai ekonomis dan dimasukkan ke dalam keranjang anyaman bambu yang
dibawanya. Partisipasi pemulung ini didukung oleh pemerintah. Dukungan tersebut yakni
dibangun Bank Sampah Malang II yang dikhsuskan kepada pemulung. Jadi, nanti pemulung-
pemulung bisa menyetorkan hasil pengumpulan sampahnya berdasarkan karakter
masingmasing ke Bank Sampah Malang II yang letaknya di dekat TPA Supit Urang.
Penentuan dampak penting hipotetik yang diperkirakan dapat timbul akibat kegiatan
pembangunanan fasilitas TPA Supit Urang terletak di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan
Sukun, sebelah barat wilayah kota Malang dilakukan melakui proses pelingkupan.
Pelingkupan dilakukan dengan tujuan untuk membatasi permasalahan, sehingga fokus pada
hal-hal yang penting baik ditinjau dari aspek ekologi, sosial, dan kesehatan masyarakat.
Adanya pembatasan masalah (elimination of the problem) diharapkan dapat dilakukan
pengelolaan dengan baik dan terarah (manageable size) pada masalah yang timbul. Proses
pelingkupan (scoping) dilakukan melalui 2 (dua) langkah yaitu identifikasi dampak potensial
dan evaluasi dampak potensial. Proses identifikasi dampak potensial dilakukan secara
teoritis tanpa memperhatikan skala atau besaran kegiatan yang akan dilaksanakan. Pada
tahap evaluasi dampak potensial, skala dan besaran dan/atau intensitas kegiatan yang
dinilai menjadi sumber dampak akan menjadi penentu utama dalam memprediksikan
kemungkinan perubahan mendasar lingkungan yang akan terjadi.
B. Tahap Konstruksi
27
Nama Kegiatan Dampak
Timbulnya keresahan
Timbul Kecemburuan sosial
Rekruitmen Tenaga Kerja masyarakat
Terbuka kesempatan kerja Peningkatan pendapatan
Muncul kesempatan usaha masyarakat
Penurunan kkualitas air
Limbah cair domestik
Pengerahan Tenaga Kerja permukaan
Penurunan kebersihan
Timbulan sampah
lingkungan
Penurunan kualitas udara
ambien
Mobilitas Material Dan Alat Peningkatan voume lalu
Gangguan lalulintas
lintas
Timbul kebisingan
Pembangunan Fasilitas
Resiko kecelakaan kerja
Peningkatan sanitasi
Demobilitas Alat Dan lingkungan
Material Sisa Peningkatan volume
Gangguan lalulintas
lalulintas
C. Tahap Operasional
Nama Kegiatan Dampak
Terbuka lapangan Peningkatan pendapatan
Rekruitmen tenaga operasi pekerjaan masyarakat
Timbul kecemburuan sosial
Timbulnya keresahan
Perubahan kualitas air masyarakat
tanah
Timbulnya bau
Perubahan kualitas ambien
Peningkatan kebisingan
Operasional TPA Perubahan kualitas tanah
Peningkatan limbah cair
domestik
Peningkatan timbulan
sampah
Resiko kecelakaan kerja
Evaluasi dampak potensial adalah menentukan dampak yang perlu dikaji lebih
mendalam dari dampak potensial yang berhasil diidentikasi, karena dianggap akan
menimbulkan dampak penting. Hasil evaluasi dampak potensial ini akan menghasilkan
Dampak Penting Hipotetik (DPH) dan Tidak Dampak Penting Hipotetik (TDPH). Dampak
yang tidak perlu dikaji dalam ANDAL umumnya adalah dampak yang pengaruhnya
terhadap lingkungan hidup relatif kecil (insignficant impact) dan dampak yang sudah
diketahui dari awal dan rancangan kegiatan sudah mencakup pengendalian dampak
tersebut (mitigated impact).
Langkah ini bertujuan mengevaluasi semua dampak potensial untuk ditetapkan
menjadi dampak penting hipotetik, dengan cara menghilangkan/ meniadakan dampak-
28
dampak potensial yang tidak penting atau tidak relevan. Komponen lingkungan yang
secara hipotetis ditetapkan berdampak penting tersebut akan dikaji secara mendalam
dalam studi Andal. Pada tahap ini belum diperhatikan besar kecilnya dampak tetapi
hanya penting tidaknya dampak yang mengacu pada kriteria dampak penting sesuai
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Penentuan dampak potensial menjadi dampak penting hipotetik pada penyusunan
Dokumen Amdal ini dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut:
1. Dengan menguji apakah pihak pemrakarsa telah berencana untuk mengelola
dampak tersebut dengan cara-cara yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur
(SOP) tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian dari rencana kegiatan, panduan teknis
tertentu yang diterbitkan pemerintah dan/atau standar internasional.
2. Dengan menguji berdasarkan kriteria evaluasi dampak potensial yang mengacu
pada panduan pelingkupan dalam AMDAL dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu :
a. Apakah beban terhadap komponen lingkungan tertentu sudah tinggi? Hal ini
dapat dilihat dari hasil analisis data sekunder dan kunjungan lapangan.
b. Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar (nilai sosial dan ekonomi) dan terhadap
komponen lingkungan lainnya (nilai ekologis), sehingga perubahan besar pada
kondisi komponen lingkungan tersebut akan sangat berpengaruh pada kehidupan
masyarakat dan keutuhan ekosistem? Hal ini dapat dilihat dari hasil kunjungan
lapangan.
c. Apakah ada kekhawatiran masyarakat yang tinggi tentang komponen
lingkungan tersebut? Hal ini dapat dilihat dari terjemahan hasil konsultasi masyarakat
atau sosialisasi
d. Apakah ada aturan atau kebijakan yang akan dilanggar dan / atau dilampaui
oleh dampak tersebut? Hal ini dapat dijawab dengan mempelajari peraturan-
peraturan yang menetapkan baku mutu lingkungan, baku mutu emisi/limbah, tata-
ruang, dan sebagainya.
29
Batas Barat : Lahan hijau
Batas Timur : Kantor TPA Supit Urang
B. Batas Ekologi
Batas ekologis merupakan ruang persebaran dampak dari kegiatan. menurut media
transportasi limbah (air dan udara), dimana proses alami yang berlangsung di dalam
ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan yang mendasar. Termasuk
dalam ruang ini adalah ruang di sekitar kegiatan, yang secara ekologis memberikan
dampak terhadap aktivitas kegiatan. Ruang ekologis yang akan dijadikan satuan analisis
disini adalah lingkungan darat dan perairan dengan luasan wilayah pada daerah yang
diperkirakan masih terkena pengaruh dampak baik itu dalam dimensi waktu maupun
dimensi ruang. Batas ekologi ditetapkan dengan mempertimbangkan ruang persebaran
dampak dari rencana kegiatan baik melalui media udara, air maupun tanah yaitu :
1. Batas ekologi kualitas udara ditentukan oleh persebaran pencemaran udara (terutama
debu (TSP), Hidrokarbon, SO2 dan NO2) pada radius 2 km dari lokasi cerobong
incinerator dan lokasi aktivitas kegiatan operasional serta bau pada sepanjang jalan
akses untuk kegiatan mobilitas kendaraan sepanjang 2 km dari titik akses jalan masuk
ke lokasi.
2. Batas ekologi dampak terhadap peningkatan kebisingan adalah pada jarak
maksimum 300 m dari sumber kebisingan berdasarkan sound attentuation tingkat
kebisingan turun sebesar 6 dB setiap pertambahan jarak 100 m dari sumber,dengan
asumsi apabila tingkat kebisingan pada jarak 1 m dari sumber sebesar 100 dB, maka
pada jarak 300 m tingkat kebisingan turun menjadi 50 dB.
3. Batas ekologi limpasan permukaan adalah mengacu kepada arah aliran air
permukaan yaitu ke aliran badan air terdekat sesuai dengan topografi lahan.
4. Batas ekologi terhadap dampak volume lalulintas adalah pada sepanjang jalan akses
untuk kegiatan mobilitas kendaraan yaitu ruas jalan sepanjang 2 km dari titik akses jalan
masuk ke lokasi.
5. Batas ekologi terhadap dampak kualitas air tanah adalah berdasarkan kondisi air
tanah dan arah aliran air tanah di lokasi
C. Batas Sosial
Batas sosial merupakan ruang di sekitar kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial, yang mempengaruhi norma tertentu yang
sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial). Kegiatan tersebut juga
mempengaruhi proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diprakirakan
akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan. Batas sosial dibatasi pada batas
administratif kegiatan pembangunan fasilitas
D. Batas Administrasi
Batas administratif adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan
kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di ruang tersebut. Batas ruang tersebut dapat berupa batas
administratif pemerintahan.
31
tahun
32
BAB 3 METODE STUDI
Data yang akan dikumpulkan dalam studi ini tidak hanya terbatas pada komponen atau
parameter lingkungan yang diidentifikasi secara hipotetik sebagai dampak potensial, namun
juga termasuk data serta informasi lainnya yang diperlukan guna memprakirakan besarnya
dampak dan penggambaran rona lingkungan awal studi. Data dan informasi yang akan
dikumpulkan berdasarkan sumbernya meliputi data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh melalui pengukuran, pengamatan, dan wawancara dengan
penduduk secara langsung di lapang, serta analisis laboratorium. Data sekunder merupakan
data yang diambil dari hasil pengukuran atau pengumpulan pihak lain yang telah
dipublikasikan untuk umum dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pengumpulan
dan analisis data, akan disesuaikan dengan karakteristik komponen lingkungan yang
diamati.
Metode pengumpulan dan analisis data dalam Studi Amdal kegiatan pembangunan TPA
Supit Urang Kota Malang ini bertujuan untuk :
A. Menelaah, mengamati, mengukur parameter lingkungan yang diperkirakan akan
terkena dampak penting dari kegiatan pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang.
B. Menentukan kualitas lingkungan dari berbagai parameter yang yang diperkirakan
akan terkena dampak besar dan penting dari kegiatan pembangunan TPA Supit
Urang Kota Malang.
C. Menelaah, mengamati, dan mengukur komponen rencana kegiatan yang
diperkirakan akan terkena dampak penting dari lingkungan hidup sekitarnya.
D. Memprakirakan perubahan kualitas lingkungan hidup awal akibat kegiatan kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang.
Untuk keperluan identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak akibat kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang, maka akan dilakukan pengumpulan dan
analisis data yang relevan (dapat menjamin reliability dan validity) dari setiap parameter yang
dikaji. Sehingga hasil identifikasi, prakiraan dan evaluasi data dapat dijadikan landasan
dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dari kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang yang akan dilaksanakan.
33
Sampel kualitas air tanah diambil sebanyak 3 (tiga) titik yaitu di sumur milik
penduduk yang terdekat dengan lokasi pembangunan TPA Supit Urang, bagian hulu
dan bagian hilir.
C. Pendekatan Instansional
Pendekatan instansional merupakan pendekatan langsung kepada instansi
terkait. Seperti pendekatan kepada Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Dinas
Kesehatan Kota Malang, Dinas Pendapatan Kota Malang dan lain sebagainya.
34
3.1. 2 METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data yang didapat di
lapangan adalah dengan menggunakan standart atau ketentuan-ketentuan yang
berlaku, dengan membandingkan kegiatan sebelum dan sesudah kegiatan. Data yang
telah terkumpul akan di olah dan di analisis dalam bentuk tabulasi yaitu dengan 2 cara
yang akan dijelaskan dalam sub bab di bawah ini.
Metode kuantitatif yaitu metode analisis ilmiah yang sistematis yang digunakan
untuk besaran-besaran yang dapat di kuantifikasikan. Tujuan penelitian kuantitatif
adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori teori
dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah
bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan
yang fundamental antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-
hubungan kuantitatif.
Metode kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk besaran-besaran data yang
tidak dapat dikuantifikasikan. metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur
dengan angka-angka ataupun ukuran lain yang bersifat eksak. Penelitian kualitatif juga
bisa diartikan sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada
penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari
mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara
mendalam dan grup fokus. Teknik pengumpulan data kualitatif diantaranya adalah
wawancara, pertanyaan-pertanyaan/kuesioner dan observasi (pengamatan,
participant), penyelidikan sejarah hidup dan analisis konten.
Metode Pengumpulan dan Analisis Data dampak potensial kegiatan
pembangunan TPA Supit Urang Kota Malang adalah sebagai berikut:
A. FISIK-KIMIA
1. KUALITAS UDARA DAN KEBISINGAN
a. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
kualitas udara dan kebisingan didapatkan dengan jalan mengambil contoh udara
langsung dari lapangan, sedangkan data sekunder didapatkan dengan jalan mengambil
data dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh instansi pengumpul seperti
monitoring internal dan eksternal dari tim pengelolaan TPA Supit Urang Kota Malang
serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
b. Analisis Data
Untuk gas polutan dan debu akan dilakukan analisis sampel dengan metode dan
peralatan seperti tertera pada Tabel 3.1
35
3. Karbon Monoksida µg/m3 NDIR NDIR Analyzer
(CO)
4. Partikulat Debu µg/m3 Gravimetri High Volume
Sampler
5. Hidrogen Sulfida ppm -Mercury Gas
(H2S) tiosianate Kromatografi
- Absorbsi gas
c. Lokasi
• Hubungan rencana kegiatan dengan lokasi sekitarnya.
• Kemungkinan penyebaran zat pencemar, baik yang diakibatkan oleh
kendaraan pengangkut alat berat dan material maupun dari kegiatan
konstruksi ke lokasi terdekat terutama permukiman sesuai dengan
arah angin dominan
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka lokasi atau titik pengambilan
contoh uji udara dan kebisingan ditentukan sebagai berikut:
• Udara dan kebisingan di tengah-tengah lokasi kegiatan, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan sebelum ada kegiatan.
• Udara dan kebisingan di lokasi atau permukiman, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan di daerah up wind
sebelum ada kegiatan.
• Udara dan kebisingan di lokasi atau permukiman, untuk
mengetahui kualitas udara dan kebisingan di daerah down wind
sebelum ada kegiatan
2. KUALITAS AIR
a. Metode Pengumpulan Data
Kualitas air merupakan komponen lingkungan yang diperkirakan akan menerima
dampak penting dari kegiatan. Parameter lingkungan yang akan ditelaah dari
komponen kualitas air adalah kualitas air tanah dan badan air penerima limbah. Data
kualitas air yang digunakan adalah data primer (pengamatan langsung) dan data
sekunder. Sebagai langkah awal dari pengumpulan data kualitas air adalah
pengambilan contoh uji air. Pengambilan contoh uji air dengan frekuensi pengambilan
contoh uji untuk masing-masing titik sebanyak satu kali untuk badan air penerima dan
air tanah dangkal.
Bahan dan alat yang digunakan antara lain adalah :
36
1) Vandorn Water Sampler.
2) Botol plastik berukuran 1 l, 500 ml, dan 100 ml
3) Botol winkler volume 300 ml.
4) Botol kaca steril volume 500 ml untuk parameter logam.
5) Bahan kimia untuk pengawet (preservative)
6) Kotak pendingin (Ice Box).
Terhadap beberapa parameter, pengukuran langsung dilakukan di lokasi
pengambilan contoh uji, seperti :
1) Penentuan pH, temperatur dan oksigen terlarut dengan menggunakan pH
meter, Termometer dan DO meter.
2) Pengamatan benda terapung dan lapisan minyak secara visual.
3) Untuk parameter lainnya yang uji contoh airnya dilakukan di laboratorium,
dilakukan pengawetan dan penyimpanan contoh uji seperti pada Tabel 3.2
a. Analisis Data
Hasil uji kualitas badan air penerima akan dibandingkan dengan baku
mutu lingkungan, yaitu Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Timur Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur. Secara lengkap
metoda analisis secara fisika, kimia dan mikrobiologi contoh uji badan
air penerima di laboratorium disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3. 2 Persyaratan untuk Pengambilan dan Pengawetan Contoh Uji Air
Jeni Volume Batas
No. Parameter Pengawetan
s Contoh Penyimpanan
Boto (ml)
l
1. Temperatur P,G - Pengukuran insitu -
2. Padatan terlarut P,G - Didinginkan 7h/7h
3. pH P,G - Pengukuran insitu -
4. Oksigen terlarut P,G 300 ml Pengukuran insitu -
5. Deterjen P,G 200 ml - -
6. Logam terlarut P,G 250 ml Disaring segera, 6 b / 6 b
itambahkan HNO3 sampai
pH < 2
7. Logam total P,G 250 ml Ditambahkan HNO3 6 b / 6 b
sampai pH < 2
8. Ammonia-N P,G 500 ml Ditambahkan H2SO4 7 h / 28 h
sampai pH < 2,
didinginkan
9. Fluorida P 300 ml Tanpa diawetkan 28 h / 28 h
10. Klorida P,G 100 ml Tanpa diawetkan Tdk
terbatas
37
11. Nitrat-N P,G 100 ml Ditambahkan H2SO4 48 j / 48 j
sampai pH < 2,
didinginkan
Keterangan : (P) Plastik, (G) Gelas, G (S) gelas dicuci dengan pelarut organik, j (jam),
h (hari), b (bulan)
Ket. : *) = Tidak dilakukan untuk pengambilan contoh uji kualitas air sungai
39
3. LIMPASAN PERMUKAAN
c. Jenis Data
Ql
C=
Qh
dimana :
C = Koeffisien pengaliran
Ql = Jumlah limpasan
Qh = Jumlah curah hujan.
Keterangan :
C : Koefisien dari beberapa penggunaan
lahan C1, C2, ...., Cn : Koefisien tata guna
lahan 1,2, ..........................................................., n
A1, A2, ...., An : Luas dari tata guna lahan 1, 2, , n (m2)
41
Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan
waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung,
intensitasnya cenderung makin tinggi, dan makin besar periode ulangnya
makin tinggi intensitasnya. Intensitas hujan didefinisikan sebagai tinggi
curah hujan persatuan waktu. Untuk mendapatkan intensitas hujan
selama waktu konsentrasi digunakan rumus Mononobe. Metode yang
digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah Metode Mononobe,
dengan persamaan rumus:
Keterangan :
R24 : Curah hujan rancangan
(mm) Tc : Waktu konsentrasi
hujan (det) I : Intensitas
hujan (mm/jam)
Waktu konsentrasi hujan adalah waktu yang diperlukan air hujan untuk
mengalir dari satu titik terjauh pada suatu daerah pengaliran sampai
pada titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi hujan dapat dihitung
dengan persamaan rumus :
Keterangan :
L : Panjang
saluran (m)s :
kemiringan saluran
Tc : Waktu konsentrasi hujan
d. Lokasi
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang ada pada
instansi terkait, yaitu BPS, kantor desa atau kantor kelurahan. Data
yang dikumpulkan adalah data series jumlah penduduk di wilayah
studi, minimal series 5 tahun. Kebutuhan data kependudukan secara
series ini diperlukan dalam analisis proyek penduduk pada masa
mendatang.
c. Metode Analisis Data
Keterangan :
Pn = Penduduk pada tahun n
43
P0 = Penduduk pada tahun awal
c = Jumlah pertambahan penduduk
konstanr = Angka pertambahan
penduduk (%)
n = Periode (waktu) antara tahun awal dan tahun n
2) Model Geometrik
Keterangan :
Keterangan :
S = Standar
Deviasi Xi =
Jumlah penduduk
X = Rata-rata jumlah
pendudukn = Jumlah data
2) Koefisien Korelasi
Kondisi sosial suatu wilayah kegiatan dapat diketahui dari kondisi jumlah
penduduk di wilayah kegiatan. Adapun penjelasan mengenai kondisi
wilayah dapat di ketahui dengan kebutuhan data metode yang digunakan
sebagai berikut:
a. Jenis Data
Data aspek sosial ekonomi dan budaya berupa data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan dari para responden melalui: (a)
wawancara semi struktur atau dengan panduan kuesioner yang
dirancang dalam bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka; dan (b)
wawancara mendalam, utamanya dilakukan dengan narasumber
tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun tokoh non formal. Data
sekunder akan dikumpulkan dari monografi desa, kecamatan dalam
angka, dan instansi lain yang relevan.
45
Tabel 3. 4 Metode Pengumpulan Data Sosial, Ekonomi dan Budaya
Metode
Parameter Data Metode Analisi Alat
Pengumpulan s Data
Data
Kesempatan - Penduduk Survei instansi di Kualitatif Ceklist
kerja usia produktif BPS dan kantor dan data
- Angkatan kerja desa. Kuantitatif
- Jumlah
penduduk
bekerja
Kecemburuan - Isu dan - Wawancara Kualitatif - Interview
sosial permasalahan sosial dengan responden Guide
di masyarakat di Kelurahan List
- Harapan Mulyorejo, - Kuisioner
masyarakat terkait Kecamatan Sukun
rencana
pembangunan
TPA Supit Urang
Keresaha - Harapan masyarakat - Wawancara Kualitatif - Interview
n terkait rencana dengan responden Guide
Masyarak pembangunan TPA di Kelurahan List
at Supit Urang Mulyorejo, - Kuisioner
- Isu dan Kecamatan Sukun
permasalahan yang
ada terkait dengan
rencana
pembangunan TPA
Supit Urang
Persepsi - Sikap dan - Wawancara Kualitatif - Interview
dan Sikap dukungan dengan responden Guide
masyarakat di Kelurahan List
terhadap proyek. Mulyorejo, - Kuisione
- Harapan Kecamatan Sukun r
masyarakat
terhadap proyek.
Kekhawatiran
masyarakat terhadap
proyek
46
c. Metode Analisis Data
2) Kecemburuan sosial
47
rencana kegiatan pembangunan TPA Supit Urang. Hasil analisis
data kecemburuan sosial menggambarkan tingkat kecemburuan
yang dapat dideskripsikan dengan kondisi aman dan kondusif,
sedikit terjadi kecemburuan, terjadi kecemburuan, dan sangat
cemburu sehingga timbul permasalahan sosial. Analisis deskriptif
evaluatif mengenai kecemburuan sosial masyarakat sebagai
bahan analisis untuk prakiraan dampak kecemburuan sosial pada
masa mendatang.
3) Keresahan masyarakat
( XQ1)2
Standar Deviasi =
n −1
3. TRANSPORTASI
1. Prakiraan atas besarnya dampak (magnitude of impact) Nilai derajat dampak yang
menunjukan besarnya perubahan parameter dan kualitas lingkungan yang terjadi karena
adanya rencana kegiatan.
2. Prakiraan atas sifat pentingnya dampak (importance of impact) Sifat pentingnya dampak
menunjukkan nilai yang diberikan pada dampak dan umumnya bersifat kualitatif, misalnya
tinggi, sedang, rendah, dan sebagainya. Namun demikian, dapat dilakukan upaya untuk
mengubah nilai kualitatif menjadi kuantitatif melalui pemberian skala atau angka skor.
1. Prakiraan atas besarnya dampak (magnitude of impact) Nilai derajat dampak yang
menunjukan besarnya perubahan parameter dan kualitas lingkungan yang terjadi karena
adanya rencana kegiatan.
C. Metode Penilaian Para Ahli Pendekatan ini menggunakan bantuan para ahli untuk
menentukan besarnya dampak dari kegiatan pembangunan fasilitas PPSLB3 untuk
melakukan pendugaan tingkat besarnya dampak sesuai pengalaman ilmiah,
kedalaman pengetahuan, serta wawasan yang ilmiah pula. Pendekatan ini digunakan
jika terdapat variabel lingkungan yang sulit dipahami karena tidak diketahui
sebelumnya. Ketajaman hasil perkiraan dampak yang sedang diteliti ditentukan
dengan analisis oleh ahli yang tepat. Komponen lingkungan yang prakiraan
dampaknya berdasarkan pendugaan (judgment) antara lain: peningkatan kebisingan,
penurunan kualitas air laut dan penurunan diversitas biota laut.
D. Metode Pendekatan Analogi Analogi yang dimaksudkan disini adalah suatu konsep
perbandingan antara kegiatan pembangunan di suatu daerah dengan aktivitas
pembangunan yang sama di daerah lain. Yang perlu diperhatikan dalam pendekatan
ini adalah pemilihan dasar analog, dimana kegiatan yang menjadi sumber analisis
kegiatan pembanguna yang diteliti dampaknya. Perkiraan dampak yang dilakukan
dengan pendekatan analogi relatif lebih mudah dilakukan karena adanya dasar analog
yang menjadi sumber analisis. Tetapi kekurangan dari pendekatan ini adalah adanya
perbedaan karakteristik lingkungan antara kegiatan pembangunan dengan dilakukan
analisis, disamping juga dapat mengurangi tingkat ketajaman analisis yang dilakukan.
Kelemahan yang ada ini dapat diperkecil dengan memilih analog pembangunan yang
memiliki kemiripan dengan karakteristik lingkungan tempat dilakukannya kegiatan.
E. Metode Penggunaan Standar Baku Mutu Prakiraan dampak dengan metode ini
dengan menggunakan pendekatan pada standar atau kriteria baku mutu lingkungan
yang telah ditetapkan berdasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, baik
yang berskala nasional, sektoral maupun regional. Standar (baku mutu) ataupun
51
kriteria ini umumnya dipergunakan sebagai pembanding terhadap nilai parameter
komponen lingkungan yang telah maupun yang akan diperkirakan berubah terhadap
nilai ambang batas yang diperbolehkan atau diijinkan. Komponen lingkungan yang
menggunakan baku mutu lingkungan adalah kualitas air dan kualitas udara. Metode
penggunaan standar baku mutu pada kegiatan pembangunan fasilitas PPSLB3 adalah
sebagai berikut: 1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996
tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan. 2. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan. 3. Peraturan Gubernur Jawa
Timur Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Sumber Tidak
Bergerak di Provinsi Jawa Timur. 4. Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 72
tahun 2012 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Usaha Industri Dan
Kegiatan Usaha Lainnya Di Provinsi Jawa Timur. 5. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Metoda perkiraan dampak yang akan digunakan untuk aspek kualitas udara dan
kebisingan meliputi metoda formal dan non formal.
• Metoda Formal
Metode yang digunakan adalah model matematik baik untuk pendugaan dampak gas
polutan, debu maupun kebisingan.
Metode prakiraan dampak untuk kualitas udara menggunakan metode matematis guna
memperkirakan konsentrasi pencemar di udara ambien yang diakibatkan oleh
operasional kendaraan, dengan menggunakan rumus berikut.
𝐿1 = 𝐿2 − 20 𝑙𝑜𝑔 ( 2 𝑟1 )
Dimana :
L1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1, dB(A)
L2 = Tingkat kebisingan pada jarak r2, dB(A)
r1 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 2
Lebih lanjut, formulasi dasar ini telah ditranspormasikan ke dalam bentuk grafik dan
dipakai dalam analisis kebisingan. Perubahan tingkat kebisingan akibat perubahan
jarak dihitung berdasarkan fenomena atenuasi geometris, yaitu :
Dimana :
LP1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1, dB(A)
LP2 = Tingkat kebisingan pada jarak r2, dB(A)
r1 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 1
r2 = Jarak pengukuran kebisingan dari sumber kebisingan 2
Hasil perhitungan tersebut akan digambarkan dalam bentuk garis - garis yang
menghubungkan tingkat kebisingan yang sama atau disebut sebagai Isobel. Adapun
metoda non-formal yang digunakan adalah dengan cara analogi dengan kegiatan lain
yang memiliki tipe proses yang sama dengan kegiatan yang dikaji, serta dengan
pembandingan baku mutu atau peraturan yang berlaku, seperti: 1. Kualitas udara,
akan dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien sesuai dengan Peraturan
53
Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara; 2.
Kebisingan, akan dibandingkan dengan Baku Tingkat Kebisingan sesuai dengan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/MENKLH/II/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan.
Perkiraan dampak untuk aspek kualitas air permukaan dan kualitas badan air penerima
akan dilakukan dengan metode formal maupun non formal. Metode formal digunakan
untuk menentukan konsentrasi pertemuan antara outlet limbah dengan badan air
sungai yaitu dengan metode matematik
dimana :
C3 = Konsentrasi air sungai setelah bercampur dengan air limbah
Q3 = Debit air sungai setelah bercampur dengan air limbah (data sekunder)
C2 = Konsentrasi air sungai sebelum bercampur dengan air limbah (pengukuran)
Q2 = Debit air sungai sebelum bercampur dengan air limbah (pengukuran dan data
sekunder)
C1 = Konsentrasi air limbah sebelum bercampur dengan air sungai (data sekunder)
Q1 = Debit air limbah sebelum bercampur dengan air sungai (data sekunder)
Metode non formal yang akan dilakukan untuk memperhitungkan dampak yaitu dengan
membandingkan terhadap baku mutu lingkungan yang berlaku sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air atau Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2Tahun 2008
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa
Timur.
Keterangan:
f = laju infiltrasi (cm/jam)
f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam)
fc = laju infiltrasi akhir (cm/jam)
e = bilangan dasar logaritma Naperian
Fc = selisih total volume infiltrasi dengan volume infiltrasi konstan (cm) = luas kurva
yang diarsir (gambar di bawah)
t = waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)
Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan kondisi kelengasannya.
Laju infiltrasi tidak selalu sama selama berlangsungnya hujan. Pada awal hujan, untuk
kondisi lahan dengan lengas tanah kering - normal, laju infiltrasi akan sangat tinggi
kemudian berangsur-angsur menurun hingga akhirnya konstan / tetap setelah kondisi
lengas tanah menjadi jenuh. Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton
memerlukan data inflitrasi tanah setempat rinci, dari waktu ke waktu dalam interval
waktu yang cukup pendek, misal 10 atau 15 menitan, sampai mendapatkan laju
infiltrasi yang tetap / konstan. Curah hujan netto dihitung dengan mengurangkan curah
hujan total dengan laju infiltrasinya.
Fenomena gunung lumpur (mud volcano) merupakan salah satu bentuk manifestasi
geologi yang tidak selalu ditandai dengan keluarnya material lempung (argillaceous)
tetapi ada juga yang ditandai keluarnya gas pada permukaan bumi dan biasanya
muncul pada daerah subduksi. Selain faktor tektonik tersebut, faktor batuan penyusun
dari suatu daerah juga sangat mempengaruhi pembentukan gunung lumpur, dimana
harus ada struktur cekungan elisional. Beberapa karakteristik cekungan elisional, yaitu:
pengendapan lapisan sedimen muda yang sangat cepat, adanya tekanan fluida yang
sangat besar, lapisan sedimen yang tidak kompak dan tempat adanya minyak.
55
satu kesatuan sistem rencana kegiatan proyek yang didasarkan pada hasil prakiraan
dampak, batas lingkup waktu dan lingkup batas wilayah studi yang telah ditetapkan.
Evaluasi dampak dilakukan secara holistik dan terpadu, yaitu dengan menelaah secara
totalitas terhadap dampak lingkungan hasil prakiraan dampak penting baik positif maupun
negatif sebagai satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan saling terkait. Untuk
kepentingan ini, evaluasi dampak akan dilakukan dengan menggabungkan metode check
list berskala positif (+) dan negatif (-) dengan metode bagan alir (Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012). Penggabungan kedua metode ini dipilih karena
dapat digunakan untuk mengetahui hubungan interaksi dari satu kegiatan terhadap
komponen lingkungan baik sebagai dampak primer, sekunder, dan tersier serta sifat
dampak yang ditimbulkan.
Evaluasi dampak lingkungan merupakan tahap terakhir proses analisis dampak
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi secara holistik (komprehensif) berbagai
komponen lingkungan yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar (dampak
penting); sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan dari rencana kegiatan/usaha.
Berdasarkan hasil telaahan keterkaitan dan interaksi DPH tersebut dapat diperoleh
informasi antara lain sebagai berikut :
a. Bentuk hubungan keterkaitan dan interaksi DPH beserta karakteristiknya antara lain
seperti frekuensi terjadi dampak, durasi dan intensitas dampak, yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk menentukan sifat penting dan besaran dari dampak-dampak yang telah
berinteraksi pada ruang dan waktu yang sama.
b. Komponen-komponen rencana usaha dan/atau kegiatan yang paling banyak
menimbulkan dampak lingkungan.
c. Area-area yang perlu mendapat perhatian penting (area of concerns) beserta
luasannya
Dalam penyusunan Dokumen AMDAL ini, tidak ada alternatif kegiatan lain karena
kegiatan ini sudah melakukan penyusunan Feasibility Study sehingga tidak ada
penentuan alternatif lain yang dikaji dalam penyusunan Dokumen AMDAL ini.
56
c. Kepentingan pertahanan keamanan, yaitu rencana usaha/dan atau kegiatan tidak
akan mengganggu kepentingan keamanan negara?
d. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek
biogeofisik kimia, sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan masyarakat
pada tahap prakonstruksi, konstruksi, operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau
kegiatan.
e. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak penting sebagai sebuah
kesatuan yang saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif dengan yang bersifat negatif.
f. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang bertanggung jawab dalam
menanggulanggi dampak penting negatif yang akanditimbulkan dari Usaha dan/atau
Kegiatan yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
g. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu nilai-nilai sosial atau pandangan
masyarakat.
h. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan mempengaruhi dan/atau mengganggu
entitas ekologis.
i. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha
dan/atau kegiatan yang telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan.
j. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan
daya tampung lingkungan dimaksud.
57
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sofyan. 2013. Pengelolaan Sampah Malang Raya Menuju Pengelolaan Sampah
Terpadu yang Berbasis Partisipasi Masyarakat. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Ngaziizi, Anas. 2012. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supiturang Malang: Tema
Sustainable Architecture. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Safrudin S, Arba A, & Sahnan S. 2019. Analisis Yuridis Pelaksanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2011 Sebagaimana Telah
Diubah Dengan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031, Universitas Mataram
Salamah, Naili, Soesilo Zauhar dan M.Chazinul Ulum. 2012. Implementasi Program
Pengelolaan Sampah Berwawasan Lingungan Melalui Pemanfaatan Gas Metana.
Malang: Universitas Brawijaya
Saleh, C. 2014. Studi Perencanaan Instalasi Pengolahan Limbah Lindi sebagai Kontrol
Pemenuhan Baku Mutu sesuai Kepmen 03/91 (Studi Kasus pada TPA Supit Urang
Malang). Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang
Sekarsari, Retno Wulan, dan Khoiriyah Triarti. 2020. Implementasi Peraturan Daerah Nomor
10/2010 Tentang Pengelolaan Sampah (Studi Kasus di Kota Malang). Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sutriyono dan Rusdi. 2010. Merekayasa Pemanfaatan Gas Metan Menjadi Energi Listrik
Kapasitas 500 KWH (Hasil Studi Kelayakan di TPA Supit Urang Kota Malang). Malang:
Institut Teknologi Nasional Malang.er
TPA Supit Urang Malang, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
58
1
2