Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENERAPAN SISTEM KONSERVASI TANAH DAN AIR SEBAGAI SALAH


SATU BENTUK KEPEDULIAN LINGKUNGAN DI KOTA
PADANGSIDIMPUAN PROVISI SUMATERA UTARA

Oleh :

NURJANNAH DONGORAN

NIRM. 01.04.19.128

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN PERKEBUNAN

JURUSAN PERKEBUNAN

POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN

MEDAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
anugrahnya penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimakasih  kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya
penulisan makalah ilmiah ini hingga bisa tersusun dengan baik.
       Makalah ini di susun berdasarkan pengetahuan  yang di peroleh dari beberapa
Referensi dengan harapan orang yang membaca dapat memahami Tata cara konservasi
tanah dan air sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan di kota padangsidimpuan
provinsi sumatera utara
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kta sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi 
perbaikan penerbitan makalah ini di masa mendatang.

Padangsidimpuan, 03 juni, 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan sebagai suatu biosphere sangat menentukan eksistensi makhluk hidup


yang berada di dalamnya. Makhluk hidup yang beranekaragam , termasuk manusia,
mempunyai tingkat adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang berbeda-beda, sebab
setiap makhluk hidup mempunyai tingkat kerentanan dan kemampuan yang tidak sama
dalam merespons perubahan di lingkungannya. Diantaranya makhluk hidup yang lain,
manusia yang paling cepat menyikapi perubahan yang terjadi dilingkungannya. Menurut
Jacob (1999) sudah galib kiranya bahwa manusia tahu lebih banyak tentang sesuatu yang
dekat dengannya, dalam waktu dan ruang dari pada yang jauh. Hal ini termasuk
pengetahuan tentang lingkungan. Oleh karenanya di dalam pengelolaan lingkungan di
perlukan pengembangan ethnical wisdom atau kearifan local dari penduduk setempat
dalam pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam yang ada di dalamnya.

Pembangunan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


(KSDAH&E) di Indonesia merupakan pembangunan terpadu dalam meningkatkan peran
kawasan hutan khususnya hutan konservasi, guna meningkatkan mutu kehidupan
masyarakat. Salah satu langkah awal dalam memasyarakatkan kesadaran konservasi
adalah dengan membentuk kader- kader konservasi, yang mana dengan keberadaannya
diharapkan mampu berperan dalam mewujudkan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.

Bebarapa tahun terakhir ini pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara besar-
besaran sehingga menimbulkan efek negatif berupa kerusakan lingkungan. Food
Agriculture Organization (FAO) merupakan badan internasional yang menangani
masalah pangan, menyuguhkan data laju kerusakan hutan di Indonesia dari tahun 2000-
2005. FAO menyatakan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia rata-rata 2% dari luas
tanah atau sebesar 1.871 juta hektar per tahun. Cepatnya laju kerusakan tersebut membuat
sejarah bagi Indonesia sebagai “Negara penghancur hutan tercepat di dunia tahun 2008”
yang dicatat oleh Guinnes World Record (S., Suwito, 2011: 2). Serta masih banyak lagi
kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia karena terlalu mengeksploitasi alam
secara besar-besaran tanpa disertai penanggulangannya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian konservasi?


2. Apa pengertian tanah dan air?
3. Apa saja permasalahan koservasi di kota padangsidimpuan?
4. Bagaimana

1.3 Tujuan

1. Dapat memahami definisi dari konservasi

2. Dapat memahami bentuk dari konservasi

3. Dapat menjelaskan sistem konservasi di kota padangsidimpuan

4. Dapat menjelaskan cara untuk menanggulangi permasalahan dalam konservasi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanah

Menurut Harry Cristady Hardiyatmo (2002) tanah adalah himpunan mineral,


bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan
dasar (bedrock ). Sedangkan menurut Suyono Sosrodarsono (1984:8) tanah didefinisikan
sebagai partikel-partikel mineral yang tersemen maupun yang lepas sebagai hasil
pelapukan dari batuan, dimana rongga pori antar partikel terisi oleh udara dan atau air.
Sehingga dari kedua pengetian diatas minimal penulis dapat menyimpulkan bahwa tanah
merupakan partikel partikel yangterbentuk dari berbagai macam proses bergantung pada
karakteristik bahan maupun kondisi geografis sekitar.

Proses pembentukan tanah dimulai dari pelapukan sebuah batuan, baik pelapukan
secara fisik maupun pelapukan secara kimia. Karena proses ini, batu anakan menjadi
lunak dan mengalami perubahan komposisinya. Batuan yang lapuk dari proses pelapukan
belum dapat dikatakan sebagai tanah, melainkan sebagai bahan tanah (regolith) karena
masih menunjukkan struktur batuan induk. Proses pelapukan ini terus berlangsung hingga
bahan induk tanah berubah menjadi tanahsebenarnya.

Proses pelapukan inilah yang menjadi titik awal terbentuknya tanah.Sehingga


faktor yang mendorong pelapukan juga turut berperan dalam pembentukan tanah. Faktor-
faktor tersebut antara lain adalah iklim, organisme, bahan induk dan topografi. Akibat
dinamika faktor-faktor tersebut maka terbentuklah berbagai jenistanah yang beragam dan
dapat dilakukan klasifikasi tanah. Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem
penggolongan yang sistematis dari jenis-jenis tanah yangmempunyai sifat-sifat yang sama
ke dalam kelompok-kelompok dan sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1995).

II.2 Air

Menurut Kodoatie dan Sjarief (2010) air dapat berupa air tawar dan air asin (air
laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. Air memiliki karakteristikyang khas
yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain, didalam alam, proses, perubahan
wujud, wujud, gerakan aliran air (di permukaaan tanah, di dalam tanah, dan di udara) dan
jenis air mengikuti suatu siklus keseimbangan dan dikenal dengan istilah siklus hidrologi.
Siklus hidrologi berperan  penting dalam ketersediaan air di muka bumi. Selama
lingkungan dan iklim bumi masih seimbang maka siklus ini dapat tetap berjalan,
sebaliknya jika keseimbangan iklim dan lingkungan di bumi sudah tidak normal maka
siklus hidrologi ikut terganggu. Siklus hidrologi sendiri terdiri dari beberapa proses yang
memiliki arti yang berbeda, berikut pengertian dari masing-masing proses yang ada dalam
siklus hidrologi:

a. Evaporasi

Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul cair menjadi molekul gas,
atau dapat digambarkan sebagai perubahan air menjadi uap. Molekul air sendiri berasal
dari sungai, danau maupun  perairan di seluruh muka bumi yang biasa disebut sebagai
badan air. Penguapan yang terjadi menimbulkan efek naiknya air yang telah berubah
menjadi gas ke atas atau ke atmosfer. Sinar matahari berperan sebagai  pendukung utama
dalam tahap evaporasi sehingga semakin terik sinarnya, semakin besar molekul air yang
terangkat.

b. Transpirasi

Transpirasi juga merupakan proses penguapan, namun penguapan yang terjadi bukan
pada air yang tertampung dalam badan air. Transpirasi adalah penguapan yang terjadi
pada bagian tubuh makhluk hidup khususnya tumbuhan dan hewan dan prosesnya sama
dengan tahap evaporasi. Molekul cair pada tubuh tumbuhan dan hewan akan berubah
menjadi uap atau molekul gas. Setelah molekul cair menguap, selanjutnya akan naik ke
atas atau ke atmosfer sama seperti proses yang ada saat tahap evaporasi.

c. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah proses gabungan dari tahap evaporasi dan tahap transpirasi
sehingga pada tahap ini air yang menguap banyak. Evapotranspirasi sendiri biasa
diartikan sebagai suatu tahap penguapan yang mana molekul cair yang menguap ialah
seluruh air yang menguap ialah seluruh air yang ada pada badan air dan jaringan makhluk
hidup. Tahap ini ialah tahap yang paling mempengaruhi siklus hidrologi atau jumlah air
yang terangkut.

d. Sublimasi
Sama halnya dengan tiga proses sebelumnya yang berkaitan dengan  penguapan.
Sublimasi ialah perubahan molekul cair menjadi molekul gas ke arah atas yaitu arah
atmosfer. Namun, penguapan yang terjadi ialah  perubahan molekul air yang berasal dari
es (padatan) yang ada di kutub dan di gunung menjadi uap tanpa melewati proses
pencairan.
e. Kondensasi
Kondensasi adalah tahap dimana air yang telah menguap berubah menjadi partikel es.
Partikel es yang dihasilkan sangat kecil dan terjadi karena suhu dingin pada ketinggian
yang ada di atmosfer bagian atas. Lalu  partikel es tersebut akan berubah menjadi awan
dan semakin banyak  partikel es, awan semakin berwarna hitam.
f. Adveksi
Adveksi adalah tahap yang hanya berada di siklus hidrologi panjang atau dengan kata lain
tidak terjadi di siklus hidrologi pendek. Pada tahap ini yang terjadi ialah perpindahan
awan dari satu titik ke titik lainnya atau dikatakan awan di langit menyebar. Perpindahan
awan ini terjadi karena adanya angin dan akan berpindah dari lautan ke daratan begitu
pula sebaliknya
g. Presipitasi
Proses yang ketujuh ialah presipitasi yaitu tahap mencairnya awan karena tidak mampu
lagi menahan suhu yang semakin meningkat. Pada tahap inilah akan terjadi salah satu
gejala alam yang dinamakan hujan dengan ciri jatuhnya butiran air ke permukaan bumi.
Bila suhu yang ada di atmosfer kurang dari 0 derajat celcius , maka kemungkinan akan
terjadi hujan salju atau  bahkan es.

h. Run Off
Tahap run off juga mempunyai nama lain limpasan yang mana pada tahap ini air
hujan yang telah turun akan bergerak. Pergerakan yang terjadi yaitu dari permukaan yang
lebih tinggi ke permukaan bumi yang lebih rendah melalui berbagai saluran. Saluran yang
dimaksud sebagai contoh adalah saluran got, sungai dan danau atau laut bahkan
samudera.
Demikian beberapa pengertian dari siklus hidrologi, sesuai dengan namanya yaitu
siklus maka, setelah tahap run off akan kembali ke tahap awal yakni penguapan begitu
pula seterusnya

II.3 Konservasi Tanah dan Air


Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan
usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas tanah,
kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena
erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain
menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin  berkurang.

KTA menjadi sangat mendesak dilakukan di berbagai DAS prioritas di Indonesia


mengingat kerap terjadinya berbagai kejadian bencana alam hidrometeorologis
seperti banjir dan longsor. Konservasi tanah dan air sendiri sebenarnya gabungan dari
istilah konservasi tanah dan konservasi air, hanya saja seringkali istilah ini digabungkan
karena proses-proses antara tanah dan air tidak dapat dipisahkan dan memiliki kaitan
yang erat satu sama lain.

II.4. 3 Metode Konservasi Tanah dan Air


Secara garis besar, metode konservasi tanah dan air dibagi menjadi 3 yaitu:
metode vegetatif, teknis/mekanik, dan kimia. Manusia mempunyai keterbatasan dalam
mengendalikan erosi karena erosi terjadi secara alami sehingga perlu ditetapkan kriteria
tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang
harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang
masih dapat diabaikan (tolerable soil loss). Jika  besarnya erosi pada tanah dengan sifat-
sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan
konservasi sangat diperlukan. Berikut penjelasan mengenai ketiga metode konservasi
tanah dan air.
a. Metode Vegetatif
Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan
tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi,
penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun  biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa
tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun
terhadap daya angkut air aliran permukaan (run off ), serta meningkatkan peresapan air ke
dalam tanah. Contoh upaya konservasi tanah secara vegetatif diantaranya adalah
penghutanan kembali ( reforestation ), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya
adalah pertanaman lorong (alley cropping ), pertanaman menurut strip (strip cropping  ),
strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop),
penerapan pola tanam.
Gambar 1 Contoh Upaya Konservasi Tanah Metode Vegetatif yaitu Reforestasi

Sumber : Majalah Militer, 2015

Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut


sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini
akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari sistem vegetatif ini
adalah kemudahan dalam  penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah
erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari  pengembalian
bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah  bagi petani dari hasil
sampingan tanaman konservasi tersebut. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat
menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat:

a. Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan


memperbesar granulasi tanah.
b. Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c. Meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan  peningkatan
porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya
erosi.
d. Meningkatkan nilai ekonomi yang didapat dari hasil panen sehingga dapat
menambah penghasilan petani.

b. Metode Teknis/ Mekanis


Konservasi pertanian lahan kering dengan metode teknis yaitu suatu metode
konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah
(Top Soil ) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode
teknis ini biasa dilakukan dengan  berbagai alternatif penanganan yang pemilihannya
tergantung dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya
(Ridiah 2010):
a. Pengolahan tanah menurut kontur
b. Pembuatan guludan
c. Terasering, dan
d. Saluran air

Gambar 2 Contoh Konservasi Tanah dan Air Metode Teknis yaitu Terasering

Sumber : Jurnal Hasil Riset, 2016

c. Metode Kimiawi

Teknik konservasi tanah secara kimiawi adalah setiap penggunaan  bahanbahan kimia
baik organik maupun anorganik, yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan
menekan laju erosi. Teknik ini jarang digunakan petani terutama karena keterbatasan
modal, sulit pengadaannya serta hasilnya tidak jauh beda dengan penggunaan bahan-
bahan alami. Kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang
menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Yang dimaksud dengan cara kimia
dalam usaha pencegahan erosi, yaitu dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan-
bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah sehingga tanah akan tetap
resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).

Bahan kimia sebagai soil conditioner  mempunyai pengaruh yang  besar sekali
terhadap stabilitas agregat tanah. Pengaruhnya berjangka  panjang karena senyawa
tersebut tahan terhadap mikroba tanah. Permeabilitas tanah dipertinggi dan erosi
berkurang. Bahan tersebut juga memperbaiki pertumbuhan tanaman semusim pada tanah
liat yang berat (Arsyad, 1989). Bahan kimiawi yang termasuk dalam kategori ini adalah
pembenah tanah (soil conditioner ) seperti Polyvinil Alcohol (PVA), Polyvinil Alcohol
urethanised (PVAu), Sodium Polyacrylate (SPA), Polyacrilamide (PAM), Vinylacetate
Maleic Acid (VAMA) Copolymer, Polyurethane, Polybutadiene (BUT), Polysiloxane,
Natural Rubber Latex, Dan Asphalt (bitumen). Bahan-bahan ini diaplikasikan ke tanah
dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah melalui peningkatan stabilitas agregat
tanah, sehingga tahan terhadap erosi.

Gambar 3 Contoh Konservasi Tanah dan Air Metode Kimiawi yaitu Conditioning

Sumber : Women’s Lifestyle, 2016


 
BAB III
STUDI KASUS

A. Gambaran Umum Wilayah Kota Padangsidimpuan

A. Kota Padangsidimpuan
Kota Padangsidimpuan terbagi atas 6 kecamatan, yaitu Kecamatan Angkola Julu,
Hutaimbaru, Padangsidimpuan Batunadua, Padangsidimpuan Selatan, Padangsidimpuan
Tenggara, dan Padangsidimpuan Utara.
Gambar 4. Peta Administrasi Kota Padangsidimpuan.
Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019)


Berdasarkan Tabel, dapat dilihat luas terbesar terdapat pada kecamatan
padangsidimpuan tenggara dengan luas 80,34 km2atau (34,43%) dari total luas kota
padangsidimpuan. Sedangkan luas terkecil terdapat pada kecamatan padangsidimpuan
utara dengan luas 13,35 km2 atau (5,72%). Terdapat selisih antara kedua nya yaitu
seluas 66,99 km2 atau (28,71%) dari luas kota padangsidimpuan.

B. Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan


Kemiringan lereng di Kota Padangsidimpuan diklasifikasikan menjadi beberapa
kelas, yaitu kelas I (Dataran) dengan kemiringan 0-8%, kelas II (Bergelombang) dengan
kemiringan 8-15%, kelas III (Berbukit rendah) dengan kemiringan 15-25%, kelas IV
(Berbukit) dengan kemiringan 25-40% dan kelas V (Bergunung) dengan kemiringan
>40%.
Tabel Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan
No. Kemiringan Lereng (%) Nilai LS Harkat Luas (Ha) Luas (%)
1 Dataran 0 - 8% 0,40 5 744,23 3,19
2 Bergelombang 8 - 15% 1,40 4 12.991,76 55,61
3 Berbukit Rendah 15 - 25% 3,10 3 3.792,69 16,23
4 Berbukit 25 - 40% 6,80 2 4.791,87 20,51
5 Bergunung > 40% 9,50 1 1.041,51 4,46
Total Luas 23.362,06 100
Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Berdasakan Tabel, luas terbesar yaitu kemiringan lereng 8-15% dengan kondisi
lereng bergelombang memiliki luas 12.991,76 ha atau 55,61% dari total luas Kota
Padangsidimpuan. Sedangkan luas terkecil yaitu kemiringan lereng dengan kondisi
lereng dataran 0-8% memiliki luas 744,23 ha atau 3,19%. Selisih luas daerah
kemiringan lereng terbesar dengan luas daerah kemiringan lereng terkecil yaitu sebesar
12.247,53 ha dengan persentase luas yaitu 52,42%.
Kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan.
Semakin curam lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh
dijadikan sebagai kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat
menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng curam
(Arsyad, 2010).
Gambar 2. Peta Kemiringan Lereng Kota Padangsidimpuan.
Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.

C. Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan


Jenis tanah dapat diketahui menggunakan peta jenis tanah Kota
Padangsidimpuan. Jenis tanah yang terdapat di Kota Padangsidimpuan pada penelitian
ini dikelompokkan ke dalam tiga jenis tanah yaitu tanah Aluvial, tanah Latosol, dan
tanah Podosolik.

Tabel Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan


No. Jenis Tanah Nilai K Harkat Luas (Ha) Luas (%)
1. Aluvial 0,47 5 358,05 1,53
2. Latosol 0,31 2 19.205,89 82,31
3. Podosolik 0,16 4 3.770,20 16,16
Total Luas 23.334,14 100
Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara (Pengolahan Data, 2019).

Berdasarkan Tabel, dapat dilihat bahwa dari total luas jenis tanah di Kota
Padangsidimpuan, jenis tanah latosol adalah jenis tanah terluas yang terdapat di Kota
Padangsidimpuan dengan luas yaitu sebesar 19.205,89 ha atau 82,31% dari total luas
Kota Padangsidimpuan. Jenis tanah aluvial adalah jenis tanah yang memiliki luas
terkecil dengan luas 358,05 ha atau 1,53%. Selisih luas antara jenis tanah tersebut adalah
18.847,84 ha dengan persentase luas yaitu 80.77%. Jenis tanah akan mempengaruhi
jenis penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah satu
parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan (Sutanto, 2005).
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kota Padangsidimpuan
Sumber: BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara.
D. Penerapan Konservasi Tanah Dan Air Di Kota Padangsidimpuan
a. Daerah aliran sungai (DAS)

Susngai Batang Ayumi Sungai Batang Ayumi adalah salah satu sungai
terbesar yang paling potensial untuk bisa dimanfaatkan sebagai sumber air baku
untuk kebutuhan air minum Kota Padangsidimpuan. Berdasarkan identifikasi
sumber air baku permukaan dan mata air terlihat bahwa Sungai Batang Ayumi
potensial diambil airnya setidaknya di 5 lokasi yaitu :

1) Desa Mual Sisoma


2) Pintu Langit Jae
3) Desa Simasom
4) Simatohir yaitu di pertemuan dua Sungai Batang Ayumi dengan Batang Landi
5) Bak penangkap air eksisting Simatohir
Seluruh lokasi diatas secara pengukuran teknis tepat untuk menjadi sumber air
untuk kebutuhan air minum Kota Padangsidimpuan. Namun demikian air baku di
lima lokasi tersebut tidak dapat sekaligus diambil untuk dimanfaatkan. Hal ini
disebabkan kelima lokasi tersebut merupakan satu aliran di DAS Sungai Batang
Ayumi. Berdasarkan pertimbangan teknis khususnya pemakaian air oleh
persawahan di DAS Batang Ayumi ini maka konsultan menetapkan bahwa Sungai
Batang Ayumi maksimum dapat dimanfaatkan sebagai air baku maksimum
sebesar 150 – 170 lt/dt. Berikut ini foto-foto lokasi di sumber air Sungai Batang
Ayumi yang potensial untuk dikembangkan.

Lokasi : Desa Mual Sisoma,


Gambar 6. 2 Lokasi : Desa Mual Sisoma,
Kecamatan Angkola Julu Kecamatan Angkola Julu

Bila pengambilan air baku di hulu sungai dilakukan maka lokasi lain yang
berada di hilir Sungai Batang Ayumi harus menyesuaikan dengan melakukan
justifikasi perhitungan debit andalan atauwater balance kembali. Hal ini
disebabkan karena penggunaan air di hulu otomatis akanmempengaruhi kapasitas
maksimum instalasi air minum atau bangunan penangkap air di hilir Sungai
Batang Ayumi tersebut. Mengacu kepada RTRW Kota Padangsidimpuan tahun
2013 – 2033, diperkirakan luasan sawah di Kota Padangsidimpuan akan menyusut
hingga 57 Ha saja. Ini berarti sebanyak 1,75 lt/dt x 57 Ha = 100 lt/dt akan tetap
dibutuhkan untuk kebutuhan air baku untuk persawahan mayarakat. Oleh Karena
itu pengambilan air secara bertahap akan lebih tepat dilakukan di lokasi
disepanjang DAS Batang Ayumi ini
Khusus mengenai lokasi DAS Batang Ayumi di wilayah Mual Sisoma dan
Pintu Langit, kedua wilayah ini ditetapkan menjadi sumber air baku baik bersifat
perpipaan SPAM IKK maupun sebagai non perpipaan diantaranya seperti
PAMSIMAS, PNPM dsb.
b. Sungai Batang Kumal
Sungai Batang Kumal melewati wilayah timur kota Padangsidimpuan
melalui wilayah Batunadua dan terus menuju Padangsidimpuan Tenggara.
Berdasarkan pengamatan dan perkiraan, Sungai Batang Kumal maksimum hanya
mampu mengalokasikan air baku untuk kebutuhan air minum Kota
Padangsidimpuan sebesar 100 lt/dt dari kemungkinan maksimum air baku yang
tersedia sebesar 300 lt/dt. Sungai Batang Kumal akan menjadi prioritas
pengembangan air baku untuk air minum untuk jangka menengah dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan kondisi bahwa di masa depan
pengembangan perumahan dan permukiman Kota Padangsidimpuan akan
merambah wilayah DAS sungai ini sehingga potensi pencemaran di Sungai
Batang Kumal lama kelamaan akan semakin tinggi. Oleh Karena itu diperkirakan
beban pencemaran tersebut akan sangat mempengaruhi pemilihan bangunan
pengolahan air di lokasi pengambilan air tersebut dengan
perkiraan instalasi pengolahan air lengkap akan dibangun dilokasi terpilih.
Sungai Sisundung tidak melewati kota Padangsidimpuan. Sungai ini mengalir di
barat Kota Padangsidimpuan yang telah masuk kedalam wilayah Kabupaten
Tapanuli Selatan.

BAB IV
PENUTUP
 
IV.1 Kesimpulan

Kekayaan sumber daya alam yang ada di Indonesia perlu didukung oleh
upaya pelestarian sumber daya alam dari penduduknya, tujuannya tak lain adalah
untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas dari kekayaan yang
sudah dimiliki. Namun selain factor manusia yang merusak kekayaan alam juga
terdapat factor lain yakni dari alam itu sendiri contohnya erosi. Meskipun begitu
erosi yang merupakan peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau
bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media air atau angin
dapat ditangani dengan dilakukannya konservasi tanah dan air. Tiga metode
konservasi tanah dan air yakni metode vegetatif, mekanis dan kimiawi dapat
dipilih sesuai dengan kebutuhan dan kegunaan dari masing-masing lahan.
Biasanya metode konservasi tanah dan air yang paling umum diterapkan adalah
metode mekanis dengan menggunakan terasering. Dengan upaya konservasi tanah
dan air diharapkan dapat mempertahankan bahkan meningkatkan  produktivitas
dari masing-masing lahan.

IV.2 Saran

Berdasarkan penjelasan pada makalah ini dan menyesuaikan dengan


keadaan di lingkungan sekitar maka penulis mengajukan beberapa saran
diantaranya:
1. Untuk mengetahui perlakuan apa yang paling tepat digunakan untuk setiap
lahan maka pperlu dilakuakan perhitungan nilai erosisitas dari masing-
masing lahan, selain itu pertimbangan nilai ekonomi dan estetika lahan
perlu diperhatikan.
2. Setelah menemukan perlakuan atau upaya konservasi tanah dan air yang
paling tepat maka perlu dilakukan pencerdasan kepada warga sekitar akan
perlakuan yang tepat tersebut. Karena sebagai kaum akademisi penulis

Anda mungkin juga menyukai