Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktis untuk memfasilitasi pembelajaran dan
meningkatkan kemampuan dengan menciptakan, memanfaatkan, dan memproses pengelolaan
teknologi yang sesuai dengan sumber belajar (Januszewski, 2008:1).
Praktik etik , praktik merupakan kegiatan yang tidak bertentangan dengan norma dan nilai
yang berhubungan dengan nilai profesi yang akan dilakukan, seperti kode etik dalam suatu
pekerjaan. Komite etika AECT telah menjadi tren kerja untuk meningkatkan kewaspadaan etika
profesional di antara anggota AECT. Kode etik profesional dari AECT termasuk prinsip “berniat
memberi bantuan anggota secara individu atau kolektif dalam memelihara hubungan profesional
tingkat tinggi”. Dalam AECT kode etik dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: komite individu,
seperti perlindungan hak untuk mendapatkan materi dan hasil untuk dilindungi keselamatan dan
kesehatan pada profesonal; komite social, seperti kejujuran penuh pada pernyataan publik
berdasarkan masalah pendidikan atau adik dan praktik yang patut dengan sumbangan pelayanan
pada profesi; komite profesi, seperti meningkatkan pengetahuan profesional, dan keterampilan
memberikan ketepatan kredit untuk bekerja dan publikasi ide.
Etika praktik bukanlah kumpulan harapan, batasan ataupun hukum-hukum baru. Etika praktik
merupakan suatu pendekatan atau gagasan untuk bekerja. Definisi sekarang mempertimbangkan
praktik etik penting untuk kesuksesan profesiolan, tanpa pertimbangan etik, sukses tidak mungkin.
Etika kontemporer menugaskan para teknolog pendidikan untuk memperhatikan peserta didik,
lingkungan belajar, kebutuhan, masyarakat ketika mengembangkan praktik.
Konsep teknologi pendidikan telah berkembang dari tahun ke tahun, dan konsep tersebut
terus berkembang hingga sekarang. Oleh karena itu, konsep teknologi pendidikan saat ini
merupakan konsep sementara, sebuah potret waktu. Dalam konsep saat ini, teknologi pendidikan
bisa didefinisikan sebagai konsep abstrak atau sebagiai bidang praktek. Teknologi pendidikan
adalah kajian dan praktik yang berlandaskan etika dalam memfasilitasi belajar dan meningkatkan
kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan berbagai proses dan sumber teknologi
yang tepat.
1. Study (Kajian)
Teknologi pendidikan telah lama memiliki kode etik. Komite etik AECT telah aktif
mendefinisikan standar etik lapangan dan memberikan contoh-contoh kasus untuk mendiskusikan
dan memahami maksud etika praktik. Sebenarnya, menurut komite AECT, perhatian masyarakat
akhir-akhir ini terhadap penggunaan etika media massa dan terhadap kekayaan intelektual telah
ditujukan untuk bidang teknologi pendidikan.
Telah ada peningkatan dan perhatian terhadap masalah-masalah etik dalam teknologi
pendidikan. Etik bukan hanya peraturan-peraturan atau harapan-harapan, tetapi etik merupakan
sebuah dasar untuk melakukan praktik. Sebenarnya, etika praktek bukanlah kumpulan harapan,
batasan ataupun hukum-hukum baru, etika praktik merupakan sebuah pendekatan atau gagasan
untuk bekerja. Definisi sekarang mempertimbangkan praktik etik penting untuk kesuksesan
professional, tanpa pertimbangan etik, sukses tidak mungkin. Etika kontemporer menugaskan
para teknolog pendidikan untuk memperhatikan peserta didik, lingkungan belajar, kebutuhan,
masyarakat ketika mengembangkan praktik.
Kode etik AECT dibagi menjadi tiga kategori yaitu: komitmen kepada individu, seperti
perlindungan terhadap hak mengakses materi dan usaha untuk melindungi kesehatan dan
keselamatan profesional; komitment kepada masyarakat, seperti pernyataan jujur publik
berhubungan dengan masalah-masalah pendidikan, praktek yang jujur dan merata dengan
memberikan pelayanan kepada profesi; dan komitment kepada profesi, seperti peningkatan
pengetahuan dan kecakapan profesional dan memberikan penghargaan yang tepat untuk
pekerjaan serta ide-ide yang dipublikasikan. Masing-masing tiga bidang utama tersebut telah
mencatat beberapa komitmen yang membantu menginformasikan pendidikan teknologi
profesional yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang tepat, tanpa mamperhatikan
kontek ataupun perannya. Pertimbangan diberikan untuk mereka yang bekerja sebagai peneliti,
profesor, konsultan, designer (perancang), pimpinan sumber-sumber belajar, sebagai contoh
untuk membantu membentuk perilaku profesional mereka dan etika perilaku.
3. Facilitating (memfasilitasi)
Perubahan pandangan dalam istruksi dan belajar yang tercermin dalam teori pembelajaran
konstruktif dan kognitif telah menimbulkan asumsi tentang hubungan antara istruksi dan belajar.
Definisi yang sebelumya menggambarkan sebuah hubungan sebab akibat yang langsung antara
intervensi instruksional dan belajar. Misalnya, definisi AECT formal yang pertama (Ely, 1963)
disebut “design dan penggunaan pesan yang mengendalikan proses pembelajaran.” Definisi yang
selanjutnya kurang begitu jelas, namun menunjukkan sebuah hubungan langsung secara
keseluruhan antara instruksi yang dirancang dan disampaikan dengan baik dan pembelajaran
efektif. Dengan pergeseran paradigma terakhir dalam teori belajar menyebabkan munculnya
pengakuan yang lebih besar tentang peran peserta didik sebagai seorang konstruktor
pengetahuan bukan penerima pengetahuan. Dengan pengakuan tanggung jawab dan kepemilikan
peserta didik ini membuat peran teknologi bersifat lebih fasilitatif daripada hanya pengendali ( to
control).
Selain itu, ketika tujuan belajar di sekolah, kampus, dan organisasi-organisasi lain bergeser
ke arah yang lebih dalam, lingkungan belajar harus menjadi lebih imersif dan otentik. Dalam
lingkungan ini, kunci utama teknologi tidak banyak untuk menyampaikan informasi dan
memberikan latihan dan praktik (mengontrol pembelajaran), namun untuk memberi ruang
masalah dan alat untuk menyelidikinya (mendukung proses belajar). Teknologi pendidikan lebih
digunakan untuk memfasilitasi belajar dari pada untuk menyebabkan atau mengendalikan belajar,
oleh kerena itu, teknologi pendidikan dapat membantu menciptakan lingkungan yang membuat
proses belajar lebih mudah berlangsung.
Memfasilitasi meliputi merancang lingkungan, mengorganisasikan sumber-sumber, dan
menyediakan peralatan yang kondusif untuk mendukung proses pembelajaran sesuai kebutuhan,
efektif, efisien dan menarik. Peristiwa belajar dapat terjadi secara tatap muka atau lewat dunia
maya, seperti microworld dan pendidikan jarak jauh.
4. Learning (belajar)
Istilah learning tidak mengandung arti seperti apa yang dikonotasikan 40 tahun yang lalu
ketika pertama kali definisi AECT dikembangkan. Ada kesadaran perbedaan yang tinggi antara
sekedar penyimpanan informasi untuk tujuan pengujian dan perolehan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang digunakan di luar kelas.
Salah satu unsur kritis design pembelajaran adalah untuk mengidentifikasi tugas-tugas belajar
dan memilih metode penilaian untuk mengukur pencapaian. Tugas-tugas belajar dapat
dikategorikan menurut berbagai taksonomi. Salah satu tipe belajar yang disarankan oleh Perkins
(1992), adalah penyimpanan informasi. Di sekolah dan perguruan tinggi, belajar bisa dinilai
dengan alat-alat tes (pensil dan kertas) yang perlu disimpan. Unit pembelajaran berbasis
komputer (seperti dalam sistem pembelajaran terintegrasi) dapat memasukkan tes multiple-
choice, matching (pencocokan), dan tes dengan jawaban singkat sebanding dengan tes yang
menggunakan kertas dan pensil.
Tujuan belajar bisa meliputi pemahaman serta daya ingat dalam belajar. Penilaian yang
memerlukan penyelesaian masalah bisa membuka jalan adanya pemahaman dalam belajar.
Berbagai bentuk penilaian lebih menantang bagi para perencana karena mereka lebih intensif
dalam menyusun dan mengevaluasi.
5. Improving (Meningkatkan)
Untuk sebuah bidang yang mengklaim dukungan publik harus bisa membuat argumen yang
masuk akal untuk menawarkan beberapa keuntungan kepada publik. Argumen itu harus
memberikan cara yang unggul untuk mencapai beberapa tujuan yang berharga. Misalnya, koki
yang mengklaim menjadi seorang kuliner profesional, mereka harus bisa menyajikan makanan
yang lebih baik dari mereka yang bukan spesialis dalam bidang masakan, lebih menarik, lebih
aman, lebih bernutrisi, lebih cepat dalam mempersiapkan, dan lainnya. Dalam hal teknologi
pendidikan, meningkatkan kinerja sering mensyaratkan keefektifan, yaitu suatu proses untuk
membuat produk berkualitas, perubahan dalam kemampuan terbawa dalam penerapan dunia
nyata.
Efektif sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan penggunaan
waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud dengan efisien sangatlah
tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Jika Anda ingin mengemudi dari San Fransisco ke Los
Angeles dalam waktu yang paling singkat, Interstate Highway 5 merupakan jalan yang paling
efisien. Namun, jika tujuan anda sesungguhnya adalah untuk melihat pemandangan laut selama
perjalanan, State Highway 1 yang dipenuhi dengan hembusan angin sepanjang pantai, akan
menjadi lebih efisien. Demikian juga, perancang/perencana pembelajaran mungkin tidak setuju
pada suatu metode pembelajaran jika mereka tidak memiliki tujuan pembelajaran yang sama.
Untuk sebagian besar, gerakan pengembangan instruksional secara sistematis telah didorong oleh
perhatian terhadap efisiensi. Hal ini untuk membantu pelajar mencapai tujuan yang ditetapkan
sebelumnya yang diukur oleh penilaian-penilaian yang objectif.
Konsep efisiensi digambarkan secara berbeda dalam pendekatan kostruktifis. Dalam
pendekatan ini, perencana/perancang pembelajaran lebih menekankan pada daya tarik instruksi
dan pada sejauh mana siswa diberdayakan untuk memilih tujuan dan jalan mereka sendiri dalam
belajar. mereka lebih suka mengukur kesuksesan dalam istilah pengetahuan yang sangat
dipahami, dialami, dan dapat diterapkan ke dalam masalah-masalah di dunia nyata. Pihak-pihak
yang telah menyetujui tujuan, keefisiensian dalam mencapai tujuan akan dianggap sebagai nilai
lebih.
6. Performance (Kinerja)
Performance mengacu pada kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan
mengaplikasikan kompetensi baru yang telah dicapainya. Secara historis, teknologi pendidikan
selalu memiliki komitmen khusus untuk hasil. Teknologi pendidikan dicontohkan dengan instruksi
terprogram yaitu proses pertama yang akan diberi label “teknologi pendidikan”. Materi instruksi
terprogram dinilai sejauh mana pengguna teknologi pendidikan dapat melaksanakan tujuan akhir
setelah adanya instruksi. Tujuan akhir dibentuk dalam hal kondisi sebenarnya dimana orang
dilatih atau dididik, mereka dinilai menurut seberapa baik mereka berfungsi di bawah kondisi ini.
7. Creating (menciptakan)
Creating mencakup berbagai macam aktivitas, tergantung pada pendekatan design yang
digunakan. Pendekatan desain bisa berkembang dari pola pikir pengembang yang berbeda seperti
estetika, ilmiah, teknik, psikologis, prosedural atau sistematis yang bisa digunakan untuk
menciptakan materi serta kondisi yang diperlukan untuk pembelajaran yang efektif.
Proses perancangan dan pengembangan dipengaruhi oleh berbagai macam teknologi digital
dan analog untuk menciptakan materi pembelajaran dan lingkungan belajar. Yang diciptakan
bukan hanya materi pembelajaran dan lingkungan belajar sekitar, tetapi juga alat-alat yang
mendukung sebagai data base untuk managemen pengetahuan.
8. Using (Pemanfaatan)
Unsur ini mengacu pada teori dan praktik untuk membawa peserta didik berhubungan
dengan kondisi dan sumber belajar. Dengan demikian, pemanfaatan merupakan pusat tindakan,
dimana solusi mengatasi masalah. Pemanfaatan dimulai dengan penyeleksian proses serta
sumber-sumber materi dan metode yang tepat, baik dilakukan oleh peserta didik maupun
seorang pengajar. Penyeleksian yang baik didasarkan pada evaluasi materi untuk menentukan
apakah sumber-sumber yang ada itu cocok untuk para peserta serta tujuan yang ditetapkan atau
tidak. Kemudian, pertemuan peserta didik dengan sumber belajar terjadi dalam beberapa
lingkungan yang mengikuti beberapa prosedur, dan sering dibawah bimbingan seorang instructur,
dimana perencanaan dan pelaksanaan sesuai dengan label pemanfaatan. Jika sumber daya
melibatkan media asing atau metode, kegunaan mereka dapat diuji sebelum digunakan.
Dalam pendekatan sistem, tim perancang juga akan bertanggung jawab terhadap perubahan
manajemen, mengambil tahapan-hahapan untuk setiap perkembangan yang meyakinkan
stakeholder dan pengguna untuk menerima, mendorong, dan menggunakan hasil akhir produk.
9. Managing (Pengelolaan)
Salah satu tanggung jawab profesional bidang teknologi pendidikan adalah tugas mengelola
media dan proses pengembangan pembelajaran dalam skala yang lebih rumit dan besar. Sebagai
contoh, program pendidikan jarak jauh yang berbasis pada pengembangan teknologi informasi
dan komunikasi (ICT), teknologi pendidikan terlibat dalam pengelolaan sistem pengiriman, yang
memerlukan langkah-langkah pengendalian mutu untuk memantau tindakan dan hasilnya untuk
perbaikan secara berkelanjutan dalam proses pengelolaan (manajemen). Dalam semua fungsi
manajerial, ada beberapa subfungsi manajemen personal dan informasi yang berkenaan dengan
masalah-masalah pengorganisasian pekerjaan dan perencanaan serta pengawasan proses
informasi. Pengelolaan juga memerlukan program evaluasi. Dalam pendekatan sistem juga
memerlukan langkah-langkah pengontrol kualitas untuk memantau hasil guna kelanjutan proses
pengelolaan.
Istilah tepat dimaksudkan menerapkan proses dan sumber yang cocok untuk tujuan yang
dimaksud.Istilah “Teknologi yang tepat guna” digunakan secara luas secara di dunia internasional
di bidang pengembangan masyarakat untuk merujuk pada alat atau praktik yang merupakan
solusi yang paling sederhana terhadap suatu masalah. Konsep ini tumbuh dari gerakan
lingkungan tahun 1970-an, dipicu oleh buku berjudul Small is Beautiful (Schumacher, 1975), di
mana istilah itu diciptakan. Dalam hal ini, teknologi yang tepat guna adalah mereka yang
terhubung dengan pengguna dan budaya lokal dan berkelanjutan sampai keadaan ekonomi lokal.
Keberlanjutan ini sangat penting dalam pengaturan negara-negara berkembang, untuk
memastikan bahwa solusi tersebut menggunakan sumber daya dengan hati-hati, meminimalkan
kerusakan lingkungan, dan akan tersedia untuk generasi mendatang.
Standar profesional AECT telah mengakui bahwa ketepatan memiliki dimensi etika. Sebuah
praktek atau sumber daya dikatakan tepat jika ia cenderung mampu menghasilkan suatu hasil. Hal
ini mengindikasikan sebagai suatu kriteria efektivitas atau kegunaan untuk mencapai tujuan yang
dimaksud. Sebagai contoh, sebuah permainan simulasi berbasis komputer tertentu mungkin akan
dipilih oleh seorang guru ilmu sosial jika pengalaman masa lalu mampu mampu mendorong jenis
diskusi yang dimaksudkan. Ini akan dinilai tepat dalam hal kegunaan. “Ketepatan” kadang-kadang
digunakan sebagai upaya untuk menyensor buku atau bahan instruksional lainnya. Singkatnya,
pemilihan metode dan media harus dibuat atas dasar “praktik terbaik” yang dapat diterapkan
pada situasi tertentu.
Dalam istilah leksikografi, tidak diinginkan menggunakan kata teknologi dalam definisi
teknologi pendidikan. Dalam hal ini, penggunaan itu dibenarkan karena teknologi adalah sebuah
istilah singkat yang mendeskripsikan sebuah pendekatan aktivitas manusia berdasarkan definisi
teknologi yaitu “sebagai aplikasi ilmiah yang sistematis atau pengetahuan lain yang diatur untuk
tujuan praktik” (Galbraith, 1967, hal. 12). Teknologi merupakan cara berfikir yang diringkas secara
rapi dalam satu kata. Akan lebih janggal jika menguraikan konsep teknologi dalam definisi baru
dari pada hanya menggunakan istilah singkatan.
Istilah mengubah proses dan sumber. Yang pertama, mengubah proses, ada proses non
teknologi yang dapat digunakan dalam merencanakan dan menerapkan instruksi, seperti proses
pembuatan keputusan oleh guru setiap hari yang sungguh dapat berbeda dari mereka yang
dianjurkan di bidang ini. Yang kedua, istilah juga mengubah sumber, hardware dan software yang
diperlukan dalam mengajar yaitu gambar, video, audiokaset, satelit, program komputer, DVD, dan
sebagainya. Ini merupakan aspek teknologi pendidikan yang paling diketahui oleh masyarakat.
Sebuah proses dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang diarahkan untuk
suatu hasil tertentu. Teknologi pendidikan sering menggunakan proses khusus untuk merancang,
mengembangkan, dan memproduksi sumber belajar, termasuk dalam proses yang lebih besar
pengembangan instruksional.
Sumber belajar adalah pusat untuk identitas lapangan. Kelompok sumber daya telah
berkembang dengan inovasi teknologi dan pengembangan pemahaman tentang bagaimana alat-
alat teknologi dapat membantu peserta didik. Sumber daya dapat berupa manusia, peralatan,
teknologi, dan materi yang dirancang untuk membantu peserta didik. Sumber daya dapat
mencakup teknologi tinggi sistem TIK, sumber daya masyarakat seperti perpustakaan, kebun
binatang, museum, dan orang-orang dengan pengetahuan khusus atau keahlian. Mereka
termasuk media digital, seperti CD-ROM, situs Web dan WebQuests, dan sistem pendukung
elektronik kinerja (EPSS). Dan mereka termasuk media analog, seperti buku dan materi cetak
lainnya, rekaman video, dan bahan audiovisual tradisional.