Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

Dosen Pengampu: Septian Mugi Rahayu, Ners., M. Kep.

Disusun Oleh:
Kelompok 2
S1 Keperawatan TKT 2B
1. Alfitra Resti Anggrainie 2019.C.11a.1037
2. Dhea Shintya Putri 2019.C.11a.1040
3. Dina Febrianti 2019.C.11a.1042
4. Irma Riani 2019.C.11a.1045
5. Lara Sinta 2019.C.11a.1047
6. Mantili 2019.C.11a.1050
7. Nurrika Humaira 2019.C.11a.1054
8. Rita Monika D.A. 2019.C.11a.1059
9. Edina 2019.C.11a.1074

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan penulis kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Dalam makalah ini mengulas tentang “Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun
makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas lain di waktu mendatang.

Palangka Raya, April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

KATA PENGANTAR........................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)............................. 3


2.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen
Terpadu Balita Sakit(MTBS)................................................... 6
2.3 Hambatan-Hambatan Penerapan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).................................................................. 13
2.4 Dampak Negatif tidak dilakukan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS).................................................................. 14
2.5 Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)............... 14
2.6 Manfaat Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS)....................................................................................... 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program pembangunan milenium (Millenium Development Goals) tahun
2015 adalah untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan anak
usia di bawah lima tahun (balita). Dalam pembangunan kesehatan bagi anak,
upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan balita dilakukan
dengan berbagai cara di antaranya program peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan dan akses pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2017). Manajemen terpadu
balita sakit (MTBS) adalah suatu program intervensi berisi penjelasan secara rinci
penanganan penyakit pada anak balita.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) merupakan suatu pendekatan yang terintegrasi atau
terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus pada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. Konsep pendekatan MTBS yang pertama kali
diperkenalkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO tahun 2005 merupakan suatu
bentuk strategi upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan
angka kematian, kesakitan dan kecacatan bayi dan anak balita di negara-negara
berkembang.
Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok,
maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas,
morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang
sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan
kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental. Untuk kualitas hidup, yang digunakan
sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk
mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per
1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup,
angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada
balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI)
per 1000 kelahiran.

1
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per
1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima
tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari
seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu
Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).
Kepatuhan petugas terutama bidan dalam melakukan pemeriksaan anak
balita sakit dengan mengikuti standar yang ada menjadi kunci keberhasilan dalam
penerapan MTBS. Salah satu kunci keberhasilan program MTBS yaitu ditandai
dengan kepatuhan dan kekonsistenan petugas dalam melengkapi pengisian lembar
MTBS.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah “Bagaimana Menajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) ?”

1.3 Tujuan Penulisan


1.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen terpadu balita sakit.
1.1.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami:
1. Menjelaskan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
2. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu
Balita Sakit (MTBS)
3. Mengetahui Hambatan-Hambatan Penerapan Manajemen Tepadu Balita
Sakit (MTBS)
4. Mengetahui Dampak Negatif tidak dilakukan Manajemen Tepadu Balita
Sakit (MTBS)
5. Mengetahui Tujuan Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)
6. Mengetahui Manfaat Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


2.1.1 Pengertian MTBS
Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit
yangdatang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi
upayakuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi
telinga,malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan
pemberianvitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana
ini untukmenurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan
morbiditas karenapenyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014).
Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa)
yangberada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS
secara aktif dan terstruktur, meliputi :
1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan
caratanya, lihat,dengar,raba,
2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak,
3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang secara rinci
menjelaskan penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (Syafrudin
& Hamidah, 2009). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu
pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5
tahun secara menyeluruh (Maryunani, 2014).
Menurut Maryunani (2014): (1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
merupakan suatu bentuk manajemen yang dilakukan secara terpadu, tidak
terpisah; (2) Dikatakan ‘terpadu dan terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau
pengelolaannya dilaksanakan secara Bersama dan penanganan kasusnya tidak
terpisah-pisah, yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian

3
imunisasi, pencegahan penyakit, dan promosi untuk tumbuh-kembang; (3)
Disamping itu juga, pelaksanaan MTBS yang terpadu ini sangat cocok untuk
balita yang berobat ke puskesmas.

2.1.2 Sasaran Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi
duakelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia 2
bulan- 5tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) .

2.1.3 Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas


Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani
balitasakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :
1. Melakukan Anamnesa
Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan
utama,lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat
penyakitlainnya.
2. Pemeriksaan
a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan
Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
Pemeriksaankemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya
infeksi,ikterus, gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi.
b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun
Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi,
derajatdehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia,
imunisasidan vitamin A, dan keluhan lain.
c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan
konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).
3. Pengobatan
Untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas
kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah,obat-
obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti(antibiotik oral,
antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, danobat cacingan).

4
Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyaimasalah serius
perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014).

2.1.4 Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS


Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit
rawatjalan tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan
untuk rawatinap dan bukan untuk kader. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu
1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS
2. Membimbing paramedis (bidan,perawat) dalam melakukan SOP
pelayananbalita dengan form MTBS
3. Menerima rujukan internal dari Poli KIA
4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam
penerapanpelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan
preventif
5. Menselaraskan integrasi antara program dan pelayanan kuratif (UKM&
UKP)di puskesmas (Yulia Astuti, 2014).

2.1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan
MTBS
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang
berobatke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
(MTBS) di suatuwilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur
dengan rumus berikut :

Rumus yang digunakan adalah : % Cakupan MTBS =


∑ BS x 100 %
∑ total
 ∑ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai
tatalaksanaMTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
 ∑ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas
disuatu Wilayah kerja dalam 1 tahun.
Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang
kepuskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit

5
yangmendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan
MTBS.(Kemenkes RI, 2010).

2.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita


Sakit (MTBS)
Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS
diPuskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan danketerampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS,
monitoring pasca pelatihanserta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang
dilakukan oleh kepalapuskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan
sarana dan prasaranapendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan
obat-obatan dipuskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green
(1980), didapatkan sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah
terjadinyaperubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud
bisa juga dilihatdari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur,
pengetahuan, sikap,keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas
pada faktor Predisposisidalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit
di puskesmas adalahpengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012)
a. Pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2009), Pengetahuan yang dimiliki seseorang
merupakan pemicu awal dari tingkah laku termasuk tingkah laku dalam
bekerja.Pengetahuan sangat di perlukan dalam rangka perubahan pola pikir
dan perilaku.Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan akan membuat
seseorang menguasaibidang pekerjaannya. Pengetahuan seseorang terhadap
objek mempunyai intensitas/tingkatan yang berbeda-beda dan secara garis
besar dapat dibagi 6 tingkatanpengetahuan yaitu : diawali dengan proses
Tahu (know), kemudian memahami (comprehension) secara benar tentang
suatu objek , setelah itu dilakukan aplikasi(application) prinsip yang
diketahui pada situasi yang lain, dilanjutkan dengankemampuan Analisis
(analysis) terhadap suatu objek dan melakukan sintesis(synthesis), adalah

6
untuk menghubungkan secara logis pengetahuan yang dimilikimenjadi
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan terakhir
dilakukan evalusi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilian
terhadap suatu materi atau objek.
Cara menilai pengetahuan menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang
dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala kaulitatif, yaitu :
a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100%
b) Tingkat pengetahuan cukup baik bila nilai 56-75%
c) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 56%

Sedangkan Menurut Arie.J.Pitono (2012) membagi pengetahuan seseorang


kedalam 2 kategori, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai > 60%


b) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 60%
Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal
yangharus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS
di puskesmas meliputi :
1) Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun yaitu :
Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada ibu
masalahyang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya umum dan
menanyakankepada ibu empat keluhan utama,memeriksa dan
mengklasifikasikan status gizidan anemia,memeriksa status imunisasi anak
dan pemberian vitamin A sertamenilai keluhan lain yang dihadapi anak.
2) Menentukan Tindakan dan Pengobatan
Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan harus
menentukan rujukan segera, menentukan tindakan dan pengobatan pra
rujukan maupun untukanak yang tidak memerlukan rujukan, memilih obat
yang sesuai dan menentukandosis dan jadwal pemberian pemberian, dll.
3) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling yang baik
kepadaibu tentang cara pemberian obat oral dan pemberian cairan
dirumah, caramengobati infeksi lokal dirumah serta jadwal kunjungan
ulang.

7
4) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda
umurkurang dari 2 bulan
5) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut
Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak,
menilaitanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan
pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah
baru pada anak balita (Kemenkes RI, 2014).
Dalam penelitian ini pengetahuan tenaga kesehatan dinilai dari
kemampuantenaga kesehatan menjawab pertanyaan yang diberikan yang
berhubungan dengan pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelaksanaan MTBS
dinilai dari catatan medis jumlah balita sakit yang berkunjung ke puskesmas
yang mendapatkan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit sesuai standar
(Kemenkes.RI, 2014). Menurut Agita.M (2010) ada hubungan antara
pengetahuan petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas kota semarang,
sedangkan menurut Fera (2010) menyatakan bahawa tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di Kota Madiun, menurut Tri
Handayani (2012) tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja
petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo.
b. Sikap
Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi,
kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan keadaan sikap
mentalyang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang
menyebabkantimbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap
orang-orang,objek-objek dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan
(Linggasari,2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan
faktor-faktorlingkungan kerja, sebagai berikut :
1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.
2) Kognisi adalah keyakinan evaluative dari seseorang. Dimanifestasi
dalambentuk impresi atau kesan baik dan buruk yang dimiliki terhadap
suatuobjek.
3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang
untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu. (Winardi, 2004)

8
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang
memungkinkanseseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat
terwujud dari adanya sarana danprasarana atau fasilitas yang mendukung
pelaksanaan suatu program kesehatan.Misalnya seorang tenaga kesehatan
dalam melaksanakan Manajemen Terpadu BalitaSakit (MTBS) sangat
dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasaranapenunjang, seperti
kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan sertakondisi alat
yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen TerpaduBalita
Sakit (MTBS).
a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS
Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program
dandapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan
harus dalam kondisi yang baik (ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas
harus ada pada setiappuskesmas untuk membantu para petugas kesehatan
untuk melaksanakankegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan
untuk menunjang pelaksanaanMTBS di puskesmas meliputi Formulir
MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obatobatan yang yang secara umum
telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN) dan Laporan
Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di
Puskesmas.
Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) di puskesmas,yaitu :
1) Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
2) Tensi meter dan manset anak
3) Termometer
4) Timbangan Bayi
5) Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih
6) Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25
7) Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml
8) Kasa/ kapas

9
9) Pipa lambung (NGT)
10) Alat penumbuk obat
11) Alat penghisap lendir
12) RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria
13) Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria
Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat,
suntikangentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun
obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat
pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan
obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk
sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.
(Kemenkes.RI, 2014).
Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :
a) Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas.
Dalammenentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan
penilaianberdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya
denganmenggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan
dengantersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat
digunakan.
b) Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di
puskesmas,maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya,
tambahkan jumlah obatyang masih kurang dan usulkan obat yang belum
ada.
Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas
dengankinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan
bahwa semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan
menurut Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang
digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas
di kota Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
sarana dan prasarana dengan kinerja petugas MTBS.
b. Pelatihan

10
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi
yangmenjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi.
SDM yangkurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya
mengakibatkanpekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan
cepat dan tepat padawaktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS
tentunya akan dapat berjalandengan baik apabila mempunyai SDM dalam
hal ini petugas kesehatan yangberkompeten.
Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu
siklusyang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi
perubahan di luarorganisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).
Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan,
kemampuandan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan
Manajemen Terpadu BalitaSakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada
tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara
berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang,dengan menggunakan dana
APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkalaterhadap hasil pelatihan
tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untukmengajarkan proses
manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenagakesehatan lain
yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanandasar agar
mampu :
a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi
danpemberian vitamin A
b) Membuat klasifikasi
c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan
memutuskanapakah seorang anak perlu dirujuk
d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama
pemberianantibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah
turunnya gula darahdengan pemberian air gula, resomal, cara
menghangatkan anak untuk mencegahhipotermia serta merujuk anak
e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif)
sepertipemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc

11
f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak
termasukpemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada
saat anakdatang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.
( Kemekes.RI,2014)
Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan
bahwapelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung
pada petugas yang sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010)
bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong
terjadinyaperilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki
pengetahuan dan sikappositif serta sarana dan prasarana yang mendukung.
Masih dibutuhkan adanyadukungan dari orang- orang disekitarnya seperti
adanya dukungan dan komitmenkepemimpinan (kepala puskesmas) yang
melakukan monitoring, memberikanmotivasi pada stafnya dalam
melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya.
a. Dukungan Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
olehpemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi (kamus Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian
pemimpin menurut Yulk dalam Herseydan Blanchard (1998),
karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secarakonseptual,
kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki
pengetahuantentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki
keterampilan sosial. Sedangkankarakteristik kepemimpinan menurut
Hersey dan Blanchard (1998), adalah :
1) Management of attention
Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik
perhatiananggota
2) Management of meaning

12
Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara
jelas
3) Management of trust
Kemampuan untuk dipercaya dan konsisten
4) Management of self
Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan
Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau
kepemimpinandapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap
pelaksanaan penerapan MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan
dan dilakukannya evaluasiterhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala
puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012),semakin baik kepemimpinan
maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS.Sedangkan Menurut
Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan kepala
puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.

2.3 Hambatan-Hambatan Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS)
Meskipun penerapan MTBS sudah lama di Indonesia tetapi masih ada
beberapa hambatan dalam penerapan MTBS, contohnya terbatasnya jumlah
tenaga kesehatan yang dapat mengikuti pelatihan MTBS, sedangkan jumlah
Puskesmas yang tersebar di Indonesia sekitar 7.500 Puskesmas. Dalam satu kali
penyelenggaraan pelatihan MTBS, jumlah peserta yang dapat mengikuti pelatihan
hanya 30-40 tenaga kesehatan yang di bagi menjadi 3 sampai 4 kelas yang
pelatihannya diadakan selama enam hari, dalam satu tahun Kementerian
Kesehatan RI menyelenggarakan pelatihan sebanyak 10 kali. Artinya dalam satu
tahun petugas yang dapat mengikuti pelatihan MTBS kurang lebih hanya 300-400
orang, sedangkan setiap Puskesmas minimal dua orang yang harus memahami
mengenai penatalaksanaan menggunakan MTBS (Maryunani, 2014).
Seiring bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, maka terdapat
peningkatan jumlah Puskesmas juga di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan
RI jumlah Puskesmas di Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2017
terus mengalami peningkatan, jumlah Puskesmas pada tahun 2017 mencapai

13
9.825 17 Puskesmas yang tersebar di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Dengan bertambahnya jumlah Puskesmas setiap tahunnya juga termasuk
dalam hambatan penetalaksanaan MTBS, karena semakin banyaknya petugas
kesehatan yang harus dilatih, tetapi pengadaan pelatihan hanya 10 kali dalam satu
tahun. Hambatan lain yakni perpindahan tenaga kesehatan yang telah mengikuti
pelatihan, serta kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung untuk
penatalaksanaan MTBS (Maryunani, 2014).

2.4 Dampak Negatif tidak dilakukan Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS)
Mengingat sebelum dilakukannya pendekatan MTBS angka kematian anak
tergolong tinggi khususnya di negara berkembang, jika tidak dilakukan
pendekatan MTBS besar kemungkinan kejadian tersebut terulang kembali.
Dampak yang terjadi selain angka kematian yang tinggi pada anak yaitu tidak
diketahui bahwa anak mengalami gizi buruk karena tidak adanya pemantaun gizi
pada anak, penanganan gizi buruk kurang baik. Tidak terlaksananya atau kurang
lengkapnya konseling yang di berikan kepada ibu untuk pemberian makan dan
ASI kepada anak, yang akan berakibat kurangnya gizi pada anak (Maryunani,
2014). Serta yang terakhir tidak terdiagnosisnya lima penyakit yang sering
dialami oleh anak, seperti pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas
Kabupaten Kebumen akibat kurang maksimalnya petugas kesehatan dalam
melakukan pendekatan MTBS, maka anak terlambat di diagnosis terkena
pneumonia (Silviana et al., 2015).

2.5 Tujuan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Terdapat dua tujuan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tujuan
yang pertama yakni tujuan secara umum yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan yang sering terjadi pada balita dan mengurangi angka kematian balita,
serta memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
anak.
Tujuan yang ke dua, yakni tujuan secara luas yang bertujuan untuk menilai
tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi, dan pemberian

14
vitamin A, membuat klasifikasi, menentukan tindakan yang sesuai dengan
klasifikasi dan menentukan apakah anak perlu dirujuk, memberi pengobatan pra-
rujukan, seperti dosis pertama antibiotic, vitamin A, dan perawatan anak untuk
mencegah menurunnya gula darah dengan pemberian air gula, serta mencegah
hipotermia. Pada tujuan secara luas juga dilakukan tindakan di fasilitas kesehatan
berupa tindakan (preventif dan kuratif), seperti imunisasi, tablet zinc, dan oralit,
mengedukasi ibu cara pemberian obat dirumah dan asuhan dasar bayi muda, serta
melakukan penilaian ulang dan memberi tindakan pada saat anak kembali untuk
pelayanan tindak lanjut (Maryunani, 2014).

2.6 Manfaat Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)


Manfaat dalam penerapan MTBS pada negara berkembang yakni
menurunkan angka kematian, karena dapat mengkombinasikan pemeriksaan lima
penyakit yang dominan diderita oleh balita, serta terdapat sembilan penyakit yang
harus dicegah pada balita. Dilakukan pemantauan status gizi pada balita untuk
mencegah terjadinya kekurangan gizi, pada balita yang sudah terdiagnosis gizi
buruk, maka pada bagan MTBS terdapat langkah memperbaiki status gizi,
kemudian konseling kepada ibu mengenai pemberian makanan pada anak,
pemberian ASI (Air Susu Ibu. Meningkatkan pemanfaatan layanan kesehatan.
Adanya buku bagan MTBS dapat menurunkan tingkat kesalahan pemeriksaan
oleh tenaga kesehatan (Maryunani, 2014).

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

16
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang


disampaikan pada Pertemuan 3. Nasional Program Kesehatan Anak, 2009,
Manajemen Terpadu Balita Sakit.

Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi, 2009, Materi presentase pada “Pelatihan
Program Kesehatan Balita Bagi Penanggung Jawab Program Kesehatan Anak”.
Bogor. 2009. Stimulasi , Deteksi dan Intervensi Dini Gangguan Tumbuh
Kembang Balita.

Muhasshanah, M., & Susanti, N. Y. (2021). Rancang Bangun Sistem


Informasi Manajemen Terpadu Balita Sakit. Simposium Nasional Mulitidisiplin
(SinaMu), 2.

17

Anda mungkin juga menyukai