Disusun Oleh:
Kelompok 2
S1 Keperawatan TKT 2B
1. Alfitra Resti Anggrainie 2019.C.11a.1037
2. Dhea Shintya Putri 2019.C.11a.1040
3. Dina Febrianti 2019.C.11a.1042
4. Irma Riani 2019.C.11a.1045
5. Lara Sinta 2019.C.11a.1047
6. Mantili 2019.C.11a.1050
7. Nurrika Humaira 2019.C.11a.1054
8. Rita Monika D.A. 2019.C.11a.1059
9. Edina 2019.C.11a.1074
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang masih
memberikan penulis kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak I. Dalam makalah ini mengulas tentang “Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun
makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari para pembaca guna meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas lain di waktu mendatang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per
1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima
tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari
seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu
Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).
Kepatuhan petugas terutama bidan dalam melakukan pemeriksaan anak
balita sakit dengan mengikuti standar yang ada menjadi kunci keberhasilan dalam
penerapan MTBS. Salah satu kunci keberhasilan program MTBS yaitu ditandai
dengan kepatuhan dan kekonsistenan petugas dalam melengkapi pengisian lembar
MTBS.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah modul yang secara rinci
menjelaskan penanganan balita sakit yang datang ke fasilitas kesehatan (Syafrudin
& Hamidah, 2009). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated
Management of Childhood Illness (IMCI dalam Bahasa Inggris) merupakan suatu
pendekatan yang terintegrasi atau terpadu dalam tatalaksana balita sakit usia 0-5
tahun secara menyeluruh (Maryunani, 2014).
Menurut Maryunani (2014): (1) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
merupakan suatu bentuk manajemen yang dilakukan secara terpadu, tidak
terpisah; (2) Dikatakan ‘terpadu dan terintegrasi’ karena bentuk manajemen atau
pengelolaannya dilaksanakan secara Bersama dan penanganan kasusnya tidak
terpisah-pisah, yang meliputi manajemen anak sakit, pemberian nutrisi, pemberian
3
imunisasi, pencegahan penyakit, dan promosi untuk tumbuh-kembang; (3)
Disamping itu juga, pelaksanaan MTBS yang terpadu ini sangat cocok untuk
balita yang berobat ke puskesmas.
4
Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyaimasalah serius
perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014).
2.1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan
MTBS
Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang
berobatke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
(MTBS) di suatuwilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur
dengan rumus berikut :
5
yangmendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan
MTBS.(Kemenkes RI, 2010).
6
untuk menghubungkan secara logis pengetahuan yang dimilikimenjadi
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan terakhir
dilakukan evalusi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilian
terhadap suatu materi atau objek.
Cara menilai pengetahuan menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang
dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala kaulitatif, yaitu :
a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100%
b) Tingkat pengetahuan cukup baik bila nilai 56-75%
c) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 56%
7
4) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda
umurkurang dari 2 bulan
5) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut
Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak,
menilaitanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan
pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah
baru pada anak balita (Kemenkes RI, 2014).
Dalam penelitian ini pengetahuan tenaga kesehatan dinilai dari
kemampuantenaga kesehatan menjawab pertanyaan yang diberikan yang
berhubungan dengan pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelaksanaan MTBS
dinilai dari catatan medis jumlah balita sakit yang berkunjung ke puskesmas
yang mendapatkan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit sesuai standar
(Kemenkes.RI, 2014). Menurut Agita.M (2010) ada hubungan antara
pengetahuan petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas kota semarang,
sedangkan menurut Fera (2010) menyatakan bahawa tidak ada hubungan antara
pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di Kota Madiun, menurut Tri
Handayani (2012) tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja
petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo.
b. Sikap
Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi,
kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan keadaan sikap
mentalyang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang
menyebabkantimbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap
orang-orang,objek-objek dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan
(Linggasari,2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan
faktor-faktorlingkungan kerja, sebagai berikut :
1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.
2) Kognisi adalah keyakinan evaluative dari seseorang. Dimanifestasi
dalambentuk impresi atau kesan baik dan buruk yang dimiliki terhadap
suatuobjek.
3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang
untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu. (Winardi, 2004)
8
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang
memungkinkanseseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat
terwujud dari adanya sarana danprasarana atau fasilitas yang mendukung
pelaksanaan suatu program kesehatan.Misalnya seorang tenaga kesehatan
dalam melaksanakan Manajemen Terpadu BalitaSakit (MTBS) sangat
dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasaranapenunjang, seperti
kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan sertakondisi alat
yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen TerpaduBalita
Sakit (MTBS).
a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS
Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program
dandapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan
harus dalam kondisi yang baik (ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas
harus ada pada setiappuskesmas untuk membantu para petugas kesehatan
untuk melaksanakankegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan
untuk menunjang pelaksanaanMTBS di puskesmas meliputi Formulir
MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obatobatan yang yang secara umum
telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional(DOEN) dan Laporan
Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang digunakan di
Puskesmas.
Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) di puskesmas,yaitu :
1) Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik
2) Tensi meter dan manset anak
3) Termometer
4) Timbangan Bayi
5) Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih
6) Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25
7) Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml
8) Kasa/ kapas
9
9) Pipa lambung (NGT)
10) Alat penumbuk obat
11) Alat penghisap lendir
12) RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria
13) Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria
Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat,
suntikangentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun
obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat
pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan
obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk
sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.
(Kemenkes.RI, 2014).
Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :
a) Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas.
Dalammenentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan
penilaianberdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya
denganmenggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan
dengantersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat
digunakan.
b) Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di
puskesmas,maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya,
tambahkan jumlah obatyang masih kurang dan usulkan obat yang belum
ada.
Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas
dengankinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan
bahwa semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan
menurut Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang
digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas
di kota Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
sarana dan prasarana dengan kinerja petugas MTBS.
b. Pelatihan
10
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi
yangmenjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi.
SDM yangkurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya
mengakibatkanpekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan
cepat dan tepat padawaktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS
tentunya akan dapat berjalandengan baik apabila mempunyai SDM dalam
hal ini petugas kesehatan yangberkompeten.
Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu
siklusyang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi
perubahan di luarorganisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).
Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan,
kemampuandan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan
Manajemen Terpadu BalitaSakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada
tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara
berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang,dengan menggunakan dana
APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkalaterhadap hasil pelatihan
tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untukmengajarkan proses
manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenagakesehatan lain
yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanandasar agar
mampu :
a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi
danpemberian vitamin A
b) Membuat klasifikasi
c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan
memutuskanapakah seorang anak perlu dirujuk
d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama
pemberianantibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah
turunnya gula darahdengan pemberian air gula, resomal, cara
menghangatkan anak untuk mencegahhipotermia serta merujuk anak
e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif)
sepertipemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc
11
f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak
termasukpemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.
g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada
saat anakdatang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.
( Kemekes.RI,2014)
Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan
bahwapelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung
pada petugas yang sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010)
bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong
terjadinyaperilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki
pengetahuan dan sikappositif serta sarana dan prasarana yang mendukung.
Masih dibutuhkan adanyadukungan dari orang- orang disekitarnya seperti
adanya dukungan dan komitmenkepemimpinan (kepala puskesmas) yang
melakukan monitoring, memberikanmotivasi pada stafnya dalam
melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya.
a. Dukungan Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
olehpemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan
organisasi (kamus Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian
pemimpin menurut Yulk dalam Herseydan Blanchard (1998),
karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secarakonseptual,
kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki
pengetahuantentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki
keterampilan sosial. Sedangkankarakteristik kepemimpinan menurut
Hersey dan Blanchard (1998), adalah :
1) Management of attention
Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik
perhatiananggota
2) Management of meaning
12
Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara
jelas
3) Management of trust
Kemampuan untuk dipercaya dan konsisten
4) Management of self
Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan
Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau
kepemimpinandapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap
pelaksanaan penerapan MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan
dan dilakukannya evaluasiterhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala
puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012),semakin baik kepemimpinan
maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS.Sedangkan Menurut
Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan kepala
puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.
13
9.825 17 Puskesmas yang tersebar di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Dengan bertambahnya jumlah Puskesmas setiap tahunnya juga termasuk
dalam hambatan penetalaksanaan MTBS, karena semakin banyaknya petugas
kesehatan yang harus dilatih, tetapi pengadaan pelatihan hanya 10 kali dalam satu
tahun. Hambatan lain yakni perpindahan tenaga kesehatan yang telah mengikuti
pelatihan, serta kurang lengkapnya sarana dan prasarana pendukung untuk
penatalaksanaan MTBS (Maryunani, 2014).
14
vitamin A, membuat klasifikasi, menentukan tindakan yang sesuai dengan
klasifikasi dan menentukan apakah anak perlu dirujuk, memberi pengobatan pra-
rujukan, seperti dosis pertama antibiotic, vitamin A, dan perawatan anak untuk
mencegah menurunnya gula darah dengan pemberian air gula, serta mencegah
hipotermia. Pada tujuan secara luas juga dilakukan tindakan di fasilitas kesehatan
berupa tindakan (preventif dan kuratif), seperti imunisasi, tablet zinc, dan oralit,
mengedukasi ibu cara pemberian obat dirumah dan asuhan dasar bayi muda, serta
melakukan penilaian ulang dan memberi tindakan pada saat anak kembali untuk
pelayanan tindak lanjut (Maryunani, 2014).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Soedjatmiko, SpA (K), Msi, 2009, Materi presentase pada “Pelatihan
Program Kesehatan Balita Bagi Penanggung Jawab Program Kesehatan Anak”.
Bogor. 2009. Stimulasi , Deteksi dan Intervensi Dini Gangguan Tumbuh
Kembang Balita.
17