Anda di halaman 1dari 11

EFEKTIFITAS ALIH BARING DENGAN MASASE PUNGGUNG TERHADAP

RESIKO DEKUBITUS PADA PASIEN TIRAH BARING


DI RSUD AMBARAWA

Desi Wahyu Ambarwati*), Rusnoto**), Umi Faridah***)


Universitas Muhammadiyah Kudus
Email: desywahyuambarwati@gmai.com

ABSTRAK

Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal yang disebabkan oleh tekanan
tubuh secara terus menerus terutama pada area penonjolan tulang. Dekubitus bisa dihindari
dengan melakukan alih baring setiap 2 jam sekali. Alih baring merupakan tindakan yang
dilakukkan untuk mengubah posisi pasien untuk mengganti titik tumpu berat badan,
mempertahankan sirkulasi darah pada area yang tertekan, mengurangi tekanan, badan dan gaya
gesek pada kulit. Salah satu tindakan lain untuk mencegah dekubitus yaitu dengan masase
punggung. Masase punggung merupakan pemijatan atau ditepuk tepuk menggunakan tangan atau
alat-alat khusus pada bagian punggung untuk meningkatkan fungsi kulit, fungsi otot, fungsi syaraf,
memperbaiki peredaran darah dan metabolisme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas alih baring dengan masase punggung
terhadap resiko dekubitus pada pasien tirah baring. Desain penelitian ini dalah quasi experiment
dengan jumlah sampel 60 responden dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil
penelitian ini menunjukkan alih baring dikombinasikan masase punggung lebih efektif dalam
menurunkan resiko dekubitus pada pasien tirah baring dibandingkan dengan alih baring.
Rekomendasi penelitian ini adalah agar perawat menerapkan alih baring setiap 2 jam dengan
masase punggung 2 kali sehari setiap pagi dan sore untuk menurunkan resiko dekubitus pada pasien
tirah baring.
Kata Kunci : Dekubitus, alih baring, masase punggung dan tirah baring

ABSTRACT

Decubitus is damage to the anatomical structure and function of normal skin that is caused by
body pressure continuously, especially in the area of the bone protrusion. Decubitus can be
avoided by transferring the rest every two hours. Changing position the lay that to reposition
the patient to replace the fulcrum of weight, maintain blood circulation in a depressed area,
reducing pressure, weight and frictional forces on the skin. Massage the back of a massage or pat
patted using hands or special tools on the back to improve the functioning of the skin, muscle
function, nerve function, improve blood circulation and metabolism. This study aims to determine
the effectiveness of massage over the rest with his back against the risk of pressure sores in patients
bedrest. The research design was quasi experiment with a sample of 60 respondents using
purposive sampling technique. The results of this study rather lay back massage combined are
more effective in go to down risk of pressure sores in patients with bed rest compared to over
the rest recommendations of this study is that nurse do over the rest every 2 hours with back
massage 2 times a day every morning and evening to reduce the risk of pressure sores in patients
bedrest.

Key Words: Decubitus, changing position the lay,back massage and bedrest
PENDAHULUAN Sedangkan kelembaban meningkatkan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak maserasi kulit (pelunakan akibat basah) dan
paling luar dan membatasinya dari menyebabkan epidermis lebih mudah terkikis
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan dan menghambat aliran darah (Kozier, 2010,
organ yang esensial dan vital serta hlm.307). Terhambatnya aliran darah akan
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. menghalangi oksigenisasi dan nutrisi ke
Kulit juga sangat kompleks, elastis dan jaringan yang mengkontribusi untuk terjadi
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, nekrosis pada jaringan kulit (Potter & Perry,
umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat 2010, hlm.1252). Nekrosis pada jaringan
bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, kulit yang tidak segera ditangani akan
2011, hlm.83). berkembang secara bertahap hingga ke
Perawatan kulit yang tidak terencana dan jaringan otot dan tulang. Apabila sudah
konsisten dapat mengakibatkan terjadinya terjadi nekrosis pada otot dan tulang dapat
gangguan integritas kulit. Gangguan pula bertahap pada bagian tendon dan
integritas kulit dapat diakibatkan oleh sendi (Corwin, 2009, hlm. 46).
tekanan yang lama, iritasi kulit, atau
immobilisasi dan berdampak timbulnya luka Angka kejadian dekubitus di Indonesia
tekan. Luka tekan tersebut bersifat lokal dibandingkan di ASEAN terbilang masih tinggi,
dan paling sering terjadi dalam kulit atau maka dekubitus harus dilakukan
jaringan subkutan di daerah tonjolan tulang pencegahan dini. Pencegahan merupakan hal
yang sering disebut luka dekubitus atau yang terpenting pada pasien beresiko
borok tempat tidur (Suheri, 2005, hlm.4). dengan cara memiringkan badan secara
teratur, menjaga kulit tetap bersih
Dekubitus merupakan lesi yang disebabkan (Ginsbreng, 2008, hlm.79). Cara
oleh adanya tekanan (kekuatan yang pencegahan yang lain yaitu dengan
menekan permukaan tubuh) yang terjadi memperbaiki sirkulasi, metabolisme dan
secara terus-menerus sehingga merusak melancarkan peredaran darah terutama
jaringan yang berada di bawahnya (Kozier, pada daerah yang tertekan (Asmadi, 2008,
2010, hlm.304). Dekubitus adalah kerusakan hlm.148).
struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan eksternal yang Fenomena yang peneliti jumpai, di seluruh
berhubungan dengan penonjolan tulang rumah sakit melakukan manajemen
dan tidak sembuh dengan urutan dan patient safety yang memiliki peranan sangat
waktu yang biasa. Gangguan ini terjadi pada penting dalam peningkatan mutu pelayanan.
individu yang berada di atas kursi atau di Adanya insiden yang merugikan pasien akan
atas tempat tidur, seringkali pada menyebabkan kerugian baik bagi pasien
inkontenensia, dan malnutrisi ataupun maupun pihak rumah sakit. Hal tersebut
individu yang mengalami kesulitan makan sesuai dengan keselamatan menjadi isu
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat global dan terangkum dalam lima isu
kesadaran (Potter & Perry, 2010, hlm.1251). penting yang terkait di rumah sakit, salah
satunya patient safety. Contoh dari
Luka dekubitus disebabkan oleh beberapa manajemen patient safety yaitu resiko
faktor yaitu imobilisasi, gaya gesek, maupun kejadian dekubitus dipastikan tidak
kelembaban kulit (Kozier, 2010, hlm.306). terjadi pada pasien (Depkes RI, 2006).
Imobilisasi dan gaya gesek mengakibatkan Tetapi padakenyataannya masih terjadi luka
tekanan terutama pada area penonjolan tekan ataudekubitus terutama pada pasien
tulang. Tekanan menyebabkan iskemia dan tirah baring. Angka kejadian yang
hipoksemia pada jaringan yang terkena didapatkan dari studi pendahuluan di RSUD
mengingat aliran darah ke tempat tersebut Ambarawa pada tahun 2015 dari bulan
berkurang (Kowalak, 2014, hlm.633). Januari sampai Juli terdapat 501kasus tirah
baring pada penyakit kronik (DM, CKB dan Bujang (2013) dengan hasil bahwa pasien
stroke) yang beresiko dekubitus. stroke yang mengalami hemiparesis pada
kelompok intervensi tidak ada yang
Beberapa penanganan yang sudah mengalami dekubitus, sedangkan pada
dilakukan perawat untuk mencegah kelompok kontrol terdapat 53,3% yang
terjadinya dekubitus antara lain mengalami dekubitus derajat 1. Didapatkan
memberikan kasur anti dekubitus, bantal p value sebesar 0,011 < α (0,05) yang
kecil sebagai penyangga, dan manajemen alih berarti ada pengaruh alih baring terhadap
baring. Alih baring yang dilakukan oleh kejadian dekubitus pada pasien stroke
perawat dengan rentang waktu kurang dengan imobilisasi.
lebih setiap 2 jam.
Pasien dengan imobilisasi dapat juga
Alih baring adalah tindakan yang dilakukan ditangani dengan terapi masase punggung.
untuk mengubah posisi pasien yang Masase adalah suatu pemijatan atau ditepuk
mengalami tirah baring total untuk mencegah tepuk pada bagian tubuh tertentu dengan
kejadian luka tekan pada kulit pasien. tangan atau alat-alat khusus untuk
Tujuan alih baring adalah untuk memperbaiki sirkulasi, metabolisme,
mendistribusikan tekanan baik dalam posisi melepaskan pelekatan dan melancarkan
duduk atau berbaring serta memberikan peredaran darah sebagai cara pengobatan
kenyamanan pada pasien. Pada dasarnya (Asmadi, 2008. hlm.142). Menurut Kusyati
alih baring dilakukan sebagai bagian dari (2006, hlm.94) masase adalah pemijatan yang
prosedur baku dalam intervensi menstimulasi sirkulasi darah serta
keperawatan untuk mengurangi resiko metabolisme dalam jaringan. Masase
dekubitus pada pasien dengan imobilisasi memiliki banyak manfaat bagi semua sistem
(Potter & Perry, 2010, hlm.1275). Alih baring organ tubuh, antara lain: meningkatkan
memiliki manfaat mengganti titik tumpu berat fungsi kulit, meningkatkan fungsi jaringan
badan yang tertekan pada area tubuh yang otot, meningkatkan pertumbuhan tulang
lain, mempertahankan sirkulasi darah pada dan gerak persendian, dan meningkatkan
daerah yang tertekan, dan dapat fungsi jaringan syaraf (Asmadi, 2008,
menurunkan tekanan pada tonjolan tulang hlm.142).
(Kozier, 2011, hlm.325).
Kelebihan masase punggung daripada terapi
Alih baring dapat mencegah dekubitus lain addalah masase punggung selama 3-5
pada daerah tulang yang menonjol. Hal ini menit dapat memberikan efek relaksasi dan
dikarenakan alih baring mengurangi mengurangi tekanan pada tubuh (Labyak &
penekanan akibat tertahannya pasien pada Smeltzer, 1997 dalam Kozier & erb, 2011,
satu posisi yang diberikan untuk mengurangi hlm.339). Beberapa prosedur masase
tekanan dan gaya gesek kulit. Menjaga punggung menurut Asmadi (2008, hlm.148-
bagian kepala tempat tidur setinggi 30 151), yaitu: remasan, selang seling tangan,
derajat atau kurang akan menurunkan gesekan, eflurasi, petriasi, dan tekanan
peluang terjadinya dekubitus akibat gaya menyikat.
gesek (Potter & Perry, 2010, hlm.1275).
Posisi tubuh alih baring 2 jam yang tepat Penelitian tentang masase punggung
akan menentukan keberhasilan intervensi menggunakan minyak kelapa (VCO) oleh
keperawatan terhadap pasien, menurut Setyawati (2012) dengan judul pengaruh
Perry & Potter (2010, hlm.91) posisi alih mobilisasi dan penggunaan VCO (Virgin
baring meliputi Coconut Oil) terhadap ulkus dekubitus
supine/terlentang,lateral/miring,prone/telung pada gangguan motorik pasca stroke di RS
kup, dan fowler tinggi. Islam Sultan Agung Semarang. Kelompok
intervensi dilakukan mobilisasi 2-3 jam
Penelitian pendukung yang dilakukan oleh sekali dengan memberikan VCO sedangkan
kelompok kontrol dilakukan mobilisasi lebih Teknik pengambilan sampel penelitian ini
dari 2-3 jam sekali dan tidak diberikan menggunakan teknik purposive sampling.
VCO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sampel yang digunakan dalam penelitian
tidak terdapat perbedaan grade dekubitus ini sebanyak 60 responden, dengan
pada kelompok intervensi dan kontrol yang perincian 30 responden sebagai kelompok
dilakukan mobilisasi dan diberikan VCO intervensi yaitualih baring dikombinasikan
dengan nilai p = 0,495. dengan masase punggung selama 15 menit
setiap pagi dan sore sedangkan 30
Berdasarkan latar belakang tersebut responden sebagai kelompokkontrol yaitu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian alih baring setiap 2 jam. Alat pengumpulan
tentang “Efektifitas alih baring dengan data dalam penelitian ini meliputi: lembar
masase punggung terhadap resiko prosedur masase punggung yang dilakukan
dekubitus pada pasien tirah baring di RSUD selama 15 menit, lembar prosedur alih baring
Ambarawa” yang dilakukan setiap 2 jam dan lembar
skala braden.
TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum Masalah etika penelitian menurut kusuma
Untuk mengetahui efektifitas alih baring (2011, hlm.236) yaitu masalah yang sangat
dengan masase punggung dan alih baring penting dalam penelitian, mengingat
terhadap kejadian dekubitus pada pasien penelitian keperawatan berhubungan
dengan tirah baring lama. langsung dengan manusia, maka segi etika
penelitian harus diperhatikan, antara lain:
2. Tujuan Khusus 1. Informed consent (lembar persetujuan
a. Mendiskripsikan resiko dekubitus pada penelitian) Merupakan bentuk persetujuan
pasien dengan tirah baring lama sebelum antara peneliti dengan responden penelitian
dilakukan alih baring dan masase punggung. dengan memberikan lembar
b. Mendiskripsikan resiko dekubitus pada persetujuan.Dalam penelitian ini peneliti
pasien dengan dengan tirah baring lama menggunakan lembar persetujuan yang
setelah dilakukan alih baring dengan diberikan sebelum penelitian dilakukan yang
masase punggung. berisi tujuan, manfaat, kerugian penelitian
c. Menganalisa efektivitas alih baring dan dan pasien bersedia menjadi responden.
alih baring dengan masase punggung
terhadap resiko dekubitus pada pasien 2. Anonimity (tanpa nama)
dengan tirah baring lama. Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh
peneliti dan hanya digunakan untuk
METODE PENELITIAN kepentingan penelitian, untuk menjaga
Rancangan penelitian Pretest – Post Test kerahasiaan identitas responden peneliti
Design, merupakan penelitian yang tidak mencantumkan nama responden pada
memakai kelompok kontrol, kemudian lembar pengumpulan data yang diisi oleh
dilakukan pre test pada kedua kelompok responden. Dalam penelitian ini lembar
tersebut diikuti dengan intervensi pada tersebut hanya kode berupa nomor 01,02,03
masing-masing kelompok dan diakhiri dan seterusnya sesuai urutan responden yang
dengan melakuan post test pada masing- dilakukan intervensi, yang hanya diketahui
masing kelompok setelah beberapa waktu oleh peneliti.
(Kusuma, 2011, hlm.90). Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien 3. Confidentiality (kerahasiaan)
dewasa dengan penyakit kronik (DM, CKB, Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh
stroke) yang mengalami tirah di RSUD responden dijamin oleh peneliti yaitu hanya
Ambarawa. Jumlah populasi pada Januari – dijadikan sebagai data penelitian saja dan
Juli tahun 2015 sebanyak 501 pasien. tidak digunakan untuk hal lain tanpa ijin dari
responden. Setelah itu data yang diolah
hanya jenis penyakit, usia, jenis kelamin dan dilakukan terhadap dua variabel yang
skala dekubitus yang akan dilaporkan diduga berhubungan atau berkorelasi
sebagai hasil penelitian. (Notoatmodjo, 2012, hlm.183). Analisis
bivariat digunakan untuk membuktikan
Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh hipotesa penelitian yaitumelihat efektivitas
enumerator sebanyak 3 orang. Peneliti masase punggung dengan alih baring pada
menyamakan prosedur penelitian yang pasien resiko dekubitus. Sebelum uji statistik
dilakukan oleh enumerator. Hal ini dilakukan, peneliti terlebih dahulu
bertujuan agar perlakuan yang diberikam melakukan uji normalitas data.Uji normalitas
enumerator kepada setiap responden sama yang dilakukan adalah kolmogorof-smirnov
dengan yang peneliti lakukan kepada setiap karena sampel yang diambil >50 responden.
responden. Pembagian responden menjadi 2
kelompok yaitu kelompok A sebagai Hasil uji normalitas untuk intervensi alih
kelompok intervensi dan kelompok B baring yaitu nilai pvalue pre-test sebesar
sebagai kelompok control. Dalam hal ini 0,030 dan nilai p value post-test 0,004.
peneliti mencari informasi jumlah pasien Sedangkan untuk intervensi alih baring
yang mengalami tirah baring di bangsal dengan masase punggung nilai p value pre-
dewasa. Setelah mengetahui jumlah pasien test sebesar 0,70 dan nilai p value post-
yang mengalami tirah baring. Pada hari test 0,68. Maka dapat disimpulkan bahwa
pertama, peneliti melakukan pengelompokan intervensi alih baring berdistribusi tidak
secara acak. Misal 1 hari ada 3 responden, normal karena p value<0,05 dan intervensi
maka yang peneliti lakukan adalah member alih baring dengan masase punggung
coding, dengan member ganjil kelompok A, berdistribusi normal karena >0,05. Sehingga
dan nomor genap untuk kelompok B. uji bivariat perbedaan sebelum dan sesudah
Nomor ganjil dan genap tersebut sesuai diberikan intervensi digunakan uji Paired t-
nomor pendaftaran, kemudian gari test. Selanjutnya uji statistik perbedaan dua
berikutnya dilakukan sesuai urutan terus kelompok dalam penelitian ini menggunakan
menerus sesuai jumlah respondennya. uji alternatif Mann Whitney Test karena
data berdistribusi tidak normal hitung lebih
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah besar dari Ztabel maka hipotesis diterima.
pasien dewasa penderita penyakit kronik Untuk mengetahui efektifitas perlakuan pada
(DM, CKB, stroke) yang mengalami tirah dua kelompok intervensi, maka peneliti
baring kurang dari 72 jam. Sedangkan kriteria akan menggunakan selisih perbedaan mean.
eksklusi meliputi pasien terdapat luka pada Semakin besar selisih mean, maka semakin
bagian punggung, pasien mengalami tirah efektif perlakuan yang akan diberikan.
baring lebih dari 72 jam dan pasien dengan
kegawatan. Observasi resiko dekubitus pada HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
kelompok intervensi maupun kelompok 1. Gambaran Karakteristik Responden
kontrol dilakukan selama 3 hari yang a. Usia
dicatat di lembar observasi dan dilakukan Tabel 1
analisa data. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
usia di RSUD Ambarawa bulan April 2016
Analisis univariat digunakan untuk (n=60)
menggambarkan variabel penelitian. Data
dijabarkan berdasarkan frekuensi dan Usia (f) (%)
persentasinya (Notoatmodjo, 2012, Dewasa Awal 13 21,7
hlm.182). Pada penelitian ini dilakukan Dewasa Menengah 22 36,7
analisis univariat jenis kelamin, usia, dan Dewasa Akhir 25 41,7
jenis penyakit. Kemudian data dari variabel Jumlah 60 100,0
disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Analisis bivariat
Berdasarkan tabel 1, dapat disimpulkan mempengaruhi terjadinya dekubitus
bahwa usia responden terbanyak adalah usia padapasien yang dirawat di ruang ICU RS
ddewasa akhir yaitu sebanyak 25 (41,7%), Labuang Baji Makassar, yaitu sebanyak 58%
diikuti kelompok dewasa menengah pasien adalah perempuan. Menurut
sebanyak 22 orang (36,7%). Jumlah Widodo (2007, hlm.14) menyatakan bahwa
terkecilyaitu kelompok usia dewasa muda jenis kelamin tidak termasuk faktor
yaitu sebanyak 13 orang (26,7%). yangmenyebabkan resiko terjadinya
dekubitus.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang Hal ini dikarenakan salah satu faktor yang
pernah di lakukan oleh Sumardino (2007) mempengaruhi resiko terjadinya dekubitus
bahwa yang memiliki resiko besar terjadi adalah adanya imobilitas, gaya gesek dan
dekubitus adalah pada usia lanjut. Pasien penurunan tingkat aktivitas pasien. Maka
yang berusia lanjut memiliki resiko yang dari itu dengan adanya faktor tersebut
tinggi untuk terkena luka tekan, karena kulit akan berpengaruh terhadap kelembaban
dan jaringan akan berubah seiring dengan kulit akibat tekanan sehingga meningkatkan
penuaan. Penuaan mengakibatkan maserasi kulit, menyebabkan epidermis
kehilangan massa otot, penurunan kadar lebih mudah terkisis dan menghambat aliran
albumin, penurunan respon inflamatori, darah (Kozier, 2010, hlm.307).
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan
kohesi antara epidermis dan dermis. c. Jenis Penyakit
Perubahan ini berkombinasi dengan faktor Tabel 3
penuaan lain akan membuat kulit menjadi Distribusi frekuensi responden berdasarkan
berkurang toleransinya terhadap tekanan, jenis penyakit di RSUD Ambarawa
pergesekan, dan tenaga yang merobek, bulan April 2016
dengan mudah terjadi luka tekan. Hubungan (n=60)
epidermal-dermal pada lansia menjadi lebih
erat, yang menempatkan pada resiko Penyakit (f) (%)
mengalami pengelupasan epidermal sebagai Diabetes Mellitus 24 40,0
akibat gesekan (Loescher, 1995 dalam CKB 15 25,0
Peeters, 2008, hal.94). Stroke 21 35,0
Jumlah 60 100,0
b. Jenis Kelamin
Tabel 2 Berdasarkan tabel 3, dapat disimpulkan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan bahwa Jenis penakit responden terbanyak
jenis kelamin di RSUD Ambarawa adalah diabetes mellitus yaitu 24 responden
bulan April 2016 (40,0%).
(n=60) Penderita Diabetes Mellitus mengalami
suatu eadaan yang disebut dengan
Jenis Kelamin (f) (%) hiperglikemi`sehingga mengakibatkan
Laki-laki 20 33,3 kelemahan fisik. pada akhirnya penderita
Perempuan 40 66,7 lebih banyak tirah baring daripada
Jumlah 60 100,0 beraktivitas (Mc Graw-Hill 007, hlm.46).
Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan
Berdasarkan tabel 2 jumlah responden jumlah insulin cukup atau lebih tetapi
perempuan lebih banyak daripada responden kualitasnya kurang baik, sehingga gagal
laki-laki, yaitu sebanyak 40 responden membawa glukosa masuk ke dalam sel. D
(66,7%). amping penyebab tersebut, DM juga bisa
erjadi akibat gangguan transport glukosa d
Hasil yang didapatkan sesuai dengan alam sel sehingga gagal digunakan sebaga
penelitian yang dilakukan oleh Sunandar ahan bakar untuk metabolisme energi yang
(2013) dengan judul faktor yang
menyebabkan penderita dianjurkan tirah tingggi sebanyak 3 responden (10,0%).
baring Setelah dilakukkan intervensi alih baring
Soegondo, 2013, hlm.275). Tirah dengan masase punggung menunjukkan
baringmerupakan salah satu faktor resiko responden paling banyak mengalami resiko
erbentuknya dekubitus, karena pasien- rendah sebanyak 14 orang (46,7%) dan tidak
pasien tersebut harus tinggal ditempat tidur ada responden yang beresiko sangat tinggi.
dalam angka waktu lama yang menyebabkan Hal ini menunjukkan bahwa tingkat resiko
tekanan ubuh dan berakibat iskemia dekubitus yang dialami oleh responden
jaringan lunak Hendicap, 2008, hlm.6). mengalami penurunan.

2. Tingkat resiko dekubitus sebelum dan Pasien tirah baring beresiko mengalami
sesudah alih baring dekubitus dikarenakan penurunan aktivitas,
Tabel 4 gaya gesek dan kelembaban kulit.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Penurunan aktivitas dan gaya gesek
tingkat resiko dekubitus sebelum dan mengakibatkan tekanan terutama pada
sesudah alih baring bulan April 2016 area
(n=30) penonjolan tulang. Tekanan tersebut
menyebabkan iskemia dan hipoksemia pada
Tingkat resiko jaringan yang terkena karena aliran darah ke
dekubitus area tersebut berkurang (Kowalak, 2014,
Sebelum Sesudah hlm.633). Selain itu, pasien yang terbaring
f % f % sering kali diposisikan semi fowler untuk
Sangat tinggi 5 16,7 2 6,7 memfasilitasi pernapasan atau makan. Posisi
Tinggi 7 23,3 8 26,7 ini dapat meningkatkan resiko terjadinya
Sedang 11 36,7 7 23,3 dekubitus pada sacrum dan tumit (Black &
Rendah 7 23,3 13 43,3 Hawks, 2014, hlm.803).
Jumah 30 100,0 30 100,0
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa Handayani (2010) menunjukkan bahwa
sebelum diberikan perlakuan sebagian besar pasien yang mengalami resiko dekubitus
mengalami resiko dekubitus sedang yang dilakukan masase punggung diperoleh
sebanyak 11 responden (36,7%) dan paling bahwa sebagian besar responden mengalami
sedikit beresiko sangat tinggi sebanyak 5 resiko rendah (63,64%) dan paling sedikit
responden (16,7%). Setelah diberikan mengalami resiko tinggi (18,18%).
perlakuan alih baring menunjukkan sebagian Penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo
besar mengalami resiko rendah, sebanyak 13 (2007) kejadian resiko dekubitus sebagian
responden (43,3%) dan paling sedikit besar besar mengalami resiko sedang
beresiko sangat tinggi sebanyak 2 responden (40,8%) dan paling sedikit beresiko sangat
(6,7%). Hal ini menunjukkan bahwa tinggi (9,2%). Tingkatan-tingkatan resiko
responden mengalami penurunan tingkat dekubitus tersebut berbeda dipengaruhi oleh
resiko dekubitus dengan dilihat dari beberapa faktor, salah satunya adalah
penilaian skala Braden yang menunjukkan
kelembaban. Akibat kelembaban yang
terdapat penurunan tingkat kelembaban,
intensitasnya bertambah akan terjadi resiko
gesekan dan peningkatan mobilitas.
pembentukan dekubitus lebih besar.
Sedangkan untuk intervensi alih baring
dengan masase punggung menunjukkan Tabel 5
bahwa sebelum diberikan perlakuan Skor responden berdasarkan tingkat resiko
sebagian besar megalami tingkat resiko dekubitus sebelum dan sesudah alih baring
tinggi sebanyak 14 responden (46,7%) dan bulan April 2016 (n=30)
paling sedikit mengalami resiko sangat
Skor resiko (n=30)
dekubitus
n Median Min Max Skor resiko
Sebelum dekubitus
perlakuan n Mean Median SD
30 13,50 8 17 Sebelum
Sesudah perlakuan
perlakuan 30 12,57 12,00 2,402
30 14,00 9 17 Sesudah
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan
nilai median sesudah perlakuan lebih besar 30 14,33 14,00 2,264
daripada sebelum perlakuan yaitu sebesar Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa nilai
14,00, nilai min sesudah perlakuan lebih mean
besar dari sebelum perlakuan yaitu 9, sesudah perlakuan 14,33 dan nilai median
sedangkan nilai max sebelum dan sesudah 14,00. Sedangkan nilai standar deviasi
perlakuan adalah 17. sebelum
perlakuan 2,402.
3. Tingkat resiko dekubitus sebelum dan
sesudah intervensi alih baring dengan masase 4. Analisis efektifitas alih baring dengan
punggung masase pungung
Tabel 6 Tabel 8
Distribusi frekuensi responden berdasarkan Perbedaan efektifitas alih baring dengan
tingkat resiko dekubitus sebelum dan sesudah masase punggung terhadap resiko dekubitus
intervensi alih baring dengan masase di RSUD Ambarawa
punggung bulan April 2016
(n=30)

Tingkat resiko
dekubitus
Sebelum Sesudah
f % f %
Sangat tinggi 3 10,0
Tinggi 14 46,7 8 26,7
Sedang 6 20,0 8 26,7
Rendah 7 23,3 14 46,7
Jumah 30 100,0 30 100,0
Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa sebelum
diberikan perlakuan alih baring dengan
masase punggung sebagian besar mengalami
beresiko tinggi sebanyak 14 (46.7%). Setelah
diberikan perlakuan alih baring dengan
masase punggung sebagian besar
responden
mengalami beresiko rendah sebanyak 14
(46,7%).
bulan April 2016
Tabel 7 (n=60)
Skor responden berdasarkan tingkat resiko
dekubitus sebelum dan sesudah perlakuan
Post test Resiko
alih baring dengan masase punggung
bulan April 2016 dekubitus
p z dilatasi pembuluh-pembuluh darah sehingga
n akan meningkatkan suplai darah ke daerah
Mean yang tertekan. Jaringan yang tertekan pada
Alih baring pasien istirahat di tempat tidur biasanya otot-
30 13,50 otot mengalami relaksasi, sehingga stimulasi
0,031 2,156 berupa masase ini penting agar jaringan
Alih baring mendapatkan nutrisi dan oksigen. Sedangkan
dgn masase alih baring hanya berupa tindakan untuk
punggung mengubah posisi pasien yang mengalami
30 14,33 tirah baring (Kozier et.al, 2010, hlm.291).
Jumlah
60 Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setyawati (2012) mengklaim
Berdasarkan tabel 8 hasil uji Mann-Whitney bahwa teknik masase punggung sekali atau
menunjukkan adanya perbedaan antara alih dua kali sehari lebih efektif daripada
baring dengan masase punggung terhadap 60 mobilisasi setiap 2-3 jam dalam mencegah
responden dapat dilihat adanya perbedaan perkembangan luka tekan. Masase punggung
hasil nilai Zhitung sebesar 2,156 yaitu lebih mencegah terjadinya infeksi melalui
besar dari Ztabel 0,015 dengan nilai p pengaktifan sistem kekebalan pada
0,031 tekanan,
(p< 0,05), sehingga dapat diambil kesimpulan seperti yang diamati pada pasien tirah baring
bahwa ada perbedaan efektifitas antara di tempat tidur.
alih
baring dengan masase punggung. Nilai rata- Untuk mengetahui perbedaan efektivitas
rata (mean) pada masing-masing perlakuan antara kedua kelompok intervensi, maka
bahwa nilai rata-rata (mean) pada alih baring peneliti menggunakan selisih perbedaan
13,50 sedangkan alih baring dengan masase mean. Berdasarkan tabel 8 menunjukkan
punggung 14,33. selisih nilai rata-rata (mean) alih baring
dengan masase punggung lebih besar (14,33)
Hasil perbedaan nilai rata-rata (mean) dari pada alih baring (13,50). Sehingga dapat
dapat disimpulkan bahwa alih baring dengan
diketahui bahwa alih baring dengan masase masase punggung lebih efektif dibandingkan
lebih efektif dibandingkan dengan alih baring alih baring dalam menurunkan resiko
dalam menurunkan resiko dekubitus, karena dekubitus di RSUD Ambarawa.
semakin tinggi nilai rata-rata (mean) maka
intervensi tersebut semakin efektif. Hal ini Penelitian ini banyak kekurangan yang
disebabkan intervensi alih baring dengan dilakukan peneliti antara lain:
masase punggung tidak hanya memiringkan 1. Peneliti belum mempertimbangkan
pasien saja tetapi melibatkan remasan dan variabel perancu yang berpengaruh pada
gosokan pada punggung sehingga lebih resiko dekubitus yaitu kadar Hb, protein,
menurunkan resiko terjadinya dekubitus albumin, berat badan dan nutrisi.
(Asmadi, 2008, hlm.142). 2. Peneliti tidak dapat mengontrol pasien
dilakukan alih baring setiap 2 jam sekali
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan jika malam hari.
oleh Gede (2008, hlm.118) dimana masase
punggung lebih efektif dalam menurunkan SIMPULAN
resiko dekubitus dibandingkan dengan hanya 1. Frekuensi tingkat resiko dekubitus pada
dilakukan alih baring saja, karena masase kelompok alih baring sebelum dilakukan
punggung melibatkan remasan dan gosokan perlakuan sebagian besar mengalami
yang akan menghasilkan panas pada beresiko sedang sebanyak 11 responden
permukaan kulit. Hal ini menyebabkan (36.7%). Setelah diberikan perlakuan alih
baring sebagian besar responden mengalami serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah
beresiko rendah sebanyak 13 responden diperoleh selama proses pembelajaran.
(43,3%).
3. Manfaat bagi Penelitian Selanjutnya
2. Frekuensi tingkat resiko dekubitus pada Hasil penelitian ini diharapkan dapat
kelompok alih baring dengan masase membantu dan menginspirasi peneliti
punggung sebelum dilakukan intervensi selanjutnya dalam meneliti kasus-kasus yang
sebagian besar mengalami beresiko tinggi lain, terutama alih baring dengan masase
sebanyak 14 (46.7%). Setelah diberikan punggung. Peneliti selanjutnya diharapkan
perlakuan alih baring dengan masase dapat mengembangkan penelitian dengan
punggung sebagian besar responden menambahkan kelompok kontrol yang
mengalami beresiko rendah sebanyak 14 digunakan untuk perbandingan dan
(46,7%). menghilangkan faktor perancu.

DAFTAR PUSTAKA
3. Berdasarkan uji statistik Mann Whitney Asmadi. (2008). Teknik Prosedural
diperoleh hasil z hitung menunjukkan 2,156 Keperawatan: Konsep Dan Aplikasi
> z tabel 0,015 dengan p value 0,031 Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
sedangkan nilai mean alih baring 13,50 dan Salemba Medika
alih baring dengan masase punggung 14,33
yang artinya hipotesis dalam penelitian ini Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014).
diterima, dimana alih baring dengan masase Keperawatan medikal bedah,
punggung lebih efektif terhadap penurunan manajemen klinis untuk hasil yang
resiko dekubitus pada pasien tirah baring di diharapkan. Indonesia : CV. Pentasada
RSUD Ambarawa. Media Edukasi

SARAN Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku


Berdasarkan kesimpulan diatas, maka patofisiologi. Jakarta: EGC
peneliti
memberikan saran sebagai berikut: Depkes, RI. (2006). Panduan Nasional
1. Manfaat bagi Pelayanan Keperawatan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
a. Berdasarkan penelitian, tindakan alih (Patient Safety).
baring dengan masase punggung http://www.inapatsafety-
dianjurkan dilakukan sebagai intervensi persi.or.id/data/panduan.pdf
di ruang rawat inap karena lebih efektif Djuanda. (2011). Ilmu penyakit kulit dan
untuk menurunkan resiko dekubitus kelamin. Edisi 6. Jakarta: FKUI
pada pasien tirah baring. Gede, Niluh. (2008). Keperawatan Medikal
b. Skala braden dapat digunakan sebagai Bedah . Jakarta: EGC
bahan pertimbangan untuk menilai Ginsbreng, Lionel. (2008). Lecture Notes
terjadinya resiko dekubitus karena Neurologi. Jakarta: penerbit Erlangga
mudah dipahami dan mencakup kondisi Handayani, R. S., (2010). Efektivitas
fisik pasien. penggunaan virgin coconut oil (VCO)
dengan massage untuk mencegah luka
2. Manfaat bagi Institusi tekan grade 1 pada pasien yang
Pada pasien yang mengalami tirah baring beresiko mengalami luka tekan di
dapat dilakukan tindakan alih baring setiap 2 RSUD Dr. Hi. Abdoel Moeloek
jam dengan masase punggung 15 menit Provinsi Lampung
untuk pencegahan dini terhadap resiko Hendicap, International. (2008). Information
dekubitus. Hal ini diharapkan mampu brochure for the patients and their
memperluas wawasan keilmuan dan family.
meningkatkan pengetahuan, pengalaman http://disabilitychina.org/admin/upLoa
dPic/2009327135413170.pdf dekubitus di RSIS
Kusuma, Kelana. (2011). Metodologi Yusuf, S. (2010). Konsep dasar luka
Penelitian dekubitus.
Keperawatan (Pedoman www.scribd.com/doc/34139038/Kons
Melaksanakan dan Menerapkan Hasil ep-Dasar-Luka-Decubitus
Penelitian. Jakarta: TIM
Kusyati, Eni. (2006). Keterampilan dan
prosedur laboratorium. Jakarta: EGC
Kowalak, J., Welsh, W., & Mayer, B. (2014).
Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep, proses, & dan praktik. Edisi 7.
Jakarta: EGC
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Synder S.J.
(2010). Buku ajar praktik
keperawatan klinis. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Mc Graw-Hill. (2007). Current Medical
Diagnosis and Treatment.
http://www.o-com.com/acticle/5174
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi
Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Potter, P. A., & Perry, A. G., (2010).
Fundamental Keperawatan.Edisi 7.
Jakarta: Salemba Medika
Setyawati. (2012). Pengaruh mobilisasi dan
penggunaan VCO (Virgin Coconut
Oil) terhadap ulkus dekubitus pada
gangguan motorik pasca stroke di RS
Islam Sultan Agung Semarang
Soegondo, Sidartawan. (2013).
Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI
Suheri. (2005). Gambaran lama hari rawat
dalam terjadinya luka dekubitus pada
pasien immobilisasi di RSUP Haji
Adam Malik Medan. USU.
http://www.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/17133/2/Reference.pdf
Sumardino., Lestari & Widodo. (2007).
Evaluation of effectiveness braden
scale, Norton scale and waterlow
scale to identity the risk of pressure
ulcer in the orthopaedio hospital of
Prof.Dr.Soeharso
Widodo A. (2007). Uji kepekaan instrumen
pengkajian resiko dekubitus dalam
mendeteksi dini resiko kejadian

Anda mungkin juga menyukai