Sengketa Konstruksi-Banjarmasin
Sengketa Konstruksi-Banjarmasin
2018
Suntana S. Djatnika
Dr.(T), Dr.(H), Ir., SE, MM, MBA, MT, MH, FCBArb.
DAFTAR ISI
Oleh
Suntana S. Djatnika
2. Pelaksana Konstruksi.
Menurut Pasal 1 UUJK 2 Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi
konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Dalam Pasal 1604 sampai dengan
Pasal 1615 KUH Perdata Buku Ke Tiga Tentang Perikatan pada Bagian Ke Enam
Tentang Pemborongan Pekerjaan digunakan istilah pemborong untuk pekerjaan
1
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017)..
2
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 1
konstruksi. Penggunaan istilah kontraktor lebih dikenal di masyarakat
dibandingkan dengan penggunaan istilah pelaksana konstruksi. Kerancuan istilah
ini terjadi karena kadang-kadang digunakan pula istilah kontraktor pelaksana.
Pengertian, uraian dan definisi tentang pelaksana konstruksi dalam Pasal 12
UUJK 3 mengenai jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan
konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi
yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana
konstruksi, dan pengawas konstruksi. Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan
layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian
kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai
dengan penyerahan akhir hasil kerja konstruksi.
3
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
4
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
5
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan, Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), 14.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 2
Kontrak Kerja Konstruksi adalah dokumen/produk hukum. Semua pekerjaan
atau usaha konstruksi yang diikat dengan kontrak kerja akan ditentukan hak-hak
dan kewajiban hukumnya, untuk itu kontrak kerja harus dibuat dengan baik dan
benar secara hukum. Jenis Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia terdapat
beberapa versi yaitu:6
a. Versi Pemerintah
Standar yang biasanya dipakai adalah standar yang dikeluarkan oleh
Departemen Pekerjaan Umum.
b. Versi Swasta Nasional
Versi ini beraneka ragam sesuai dengan keinginan Pengguna Jasa/ Pemilik
Proyek. Kadang-kadang dibuat dengan mengikuti standar Pemerintah atau
mengikuti sistem kontrak luar negeri seperti FIDIC (Federation Internationale
des Ingenieurs Counsels atau International Federation of Consulting
Engineers), JCT (Joint Contract Tribunals) atau AIA (American Institute of
Architects).
c. Versi/Standar Swasta/Asing
Berdasarkan prinsip hukum berupa sifat dan ruang lingkup hukum, kontrak
dapat berupa kontrak nasional maupun kontrak internasional. Kontrak nasional
adalah kontrak yang dibuat oleh dua pihak dalam wilayah nasional Indonesia
yang tidak ada unsur asingnya baik objek kontrak maupun subjek kontraknya.
Kontrak internasional adalah suatu kontrak yang di dalamnya ada atau terdapat
unsur asing atau foreign element, yang objek pekerjaannya berada di wilayah
Indonesia maupun di wilayah negara lain. Unsur asing dalam hal ini adalah
adanya keterkaitan sistim hukum dari negara salah satu pihak yang terlibat dalam
kegiatan kontrak tersebut sebagaimana pilihan hukum atau choice of law yang
disepakati diantara keduanya. 7
Secara teoretis, unsur yang dapat menjadi indikator suatu kontrak
internasional adalah 8:
1. Kebangsaan berbeda;
2. Domisili hukum berbeda dari para pihak;
3. Hukum dipilih adalah hukum asing, termasuk aturan-aturan atau prinsip-
prinsip kontrak internasional terhadap kontrak tersebut;
4. Penyelesaian sengketa kontrak dilangsungkan di luar negeri;
5. Penandatangan kontrak dilakukan di luar negeri;
6. Objek kontrak berada di luar negeri;
7. Bahasa digunakan dalam kontrak adalah bahasa asing;
8. Digunakannya mata uang asing dalam kontrak tersebut
Untuk menemukan dasar pengaturan kontrak internasional ini kita dapat meninjau
sumber hukum kontrak internasional itu sendiri digolongkan kedalam bentuk
6
Nazarkhan Yasin, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2003), 15.
7
Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2008), 1.
8
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit, 4.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 3
hukum sebagai berikut:9
1. Hukum nasional termasuk peraturan perundang-undangan suatu negara
baik secara langsung atau tidak langsung terkait dengan kontrak;
2. Dokumen kontrak;
3. Kebiasaan-kebiasaan di bidang perdagangan internasional terkait dengan
kontrak;
4. Prinsip-prinsip hukum umum mengenai kontrak;
5. Putusan pengadilan;
6. Doktrin;
7. Perjanjian internasional mengenai kontrak.
9
Huala Adolf, Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Op. Cit., 69.
10
Anonim, “Apa Itu FIDIC” (On-line), tersedia di WWW: http://manproindo.blogspot.com/
2011/02/apa-itu-fidic.html.
11
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 4
yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi
dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum harus
dituangkan dalam Kontrak Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia
jasa. Pada Pasal 47 Ayat (1) UUJK dinyatakan pula bahwa Kontrak Kerja
Konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai:
12
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 81.
13
Nazarkhan Yasin, Ibid., 82.
14
Nazarkhan Yasin, Ibid., 85.
15
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa
Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3956).
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 6
atau tahun jamak. Yang dibuat menurut cara pembayaran hasil pekerjaan adalah
sesuai kemajuan pekerjaan atau secara berkala.
Ada 2 (dua) macam bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang sering
digunakan yaitu Fixed Lump Sum price dan Unit Price sehingga kontraknya sering
dinamakan kontrak Harga Pasti dan Kontrak Harga Satuan. Secara umum kontrak
harga pasti atau Fixed Lump Sum Price adalah suatu kontrak di mana volume
pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang.
Pasal 21 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 16
menyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan/unsur
pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya yang
benar-benar telah dilaksanakan penyedia jasa. Pasal 21 Ayat (6) Peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 200017 memberikan batasan/definisi tentang kontrak
kerja konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum adalah kontrak jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah
harga yang pasti dan tetap serta semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses
penyelesaian pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa
sepanjang gambar dan spesifikasinya tidak berubah.
Bentuk imbalan kontrak kerja konstruksi yang berikutnya dibuat berdasarkan
perhitungan jasa yang akan dibayarkan oleh pengguna jasa kepada penyedia
jasa. Bentuk imbalan dalam kontrak kerja konstruksi ini ada 3 (tiga) bentuk, yaitu
Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee), Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee), dan
Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee) yang pernah dikenal dan
dipakai di Indonesia.18
Pasal 21 Ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 200019 menyatakan
bahwa kontrak kerja konstruksi dengan bentuk imbalan jasa biaya tambah
merupakan kontrak jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu
tertentu dimana jenis-jenis pekerjaan dan volumenya belum diketahui dengan
pasti, sedangkan pembayarannya dilakukan berdasarkan pengeluaran biaya yang
meliputi pembelian bahan, sewa peralatan, upah perjam dan lain-lain, ditambah
imbalan jasa yang telah disepakati kedua belah pihak.
Bentuk imbalan berdasarkan cara pembayaran atas prestasi pekerjaan
penyedia jasa, ada 3 (tiga) macam, yaitu Pembayaran Bulanan (Monthly
Payment), Pembayaran Atas Prestasi (Stage Payment), dan pembayaran atas
seluruh hasil pekerjaan setelah pekerjaan selesai 100% atau yang sering disebut
Pra Pendanaan Penuh dari penyedia jasa (Contractor’s Full Prefinanced).20
16
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa
Konstruksi.
17
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa
Konstruksi.
18
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 28-29.
19
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa
Konstruksi.
20
Yasin, Nazarkhan, Mengenal Kontrak Kerja Konstruksi di Indonesia, Op. Cit., 36-39.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 7
2. Klausula Lingkup Kerja dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Dalam kontrak kerja konstruksi ditetapkan klausula tentang lingkup kerja
meliputi uraian obyek kontrak, kualitas dan kuantitas obyek kontrak, harga dan
cara pembayaran, dan lamanya waktu kerja. Menurut Nazarkhan Yasin suatu
kontrak kerja konstruksi meliputi Syarat-syarat Umum Kontrak (General Condition
of Contract), Lampiran-lampiran (Apendices), Syarat-syarat Khusus Kontrak
(Special Condition of Contract/Condition of Contract – Particulars), Spesifikasi
Teknis (Technical Specifications), dan Gambar-gambar Kontrak (Contract
Drawings). Selain itu ditetapkan pula uraian kelengkapannya yang terdiri dari
Lingkup Pekerjaan (Scope of Works), Waktu Pelaksanaan (Construction Period),
Metode Pelaksanaan (Construction Method), Jadwal Pelaksanaan (Time
Schedule) dan Cara/Metode Pengukuran (Method of Measurement). 21
Pada Pasal 46 Ayat (1) UUJK22 dinyatakan bahwa pengaturan hubungan kerja
berdasarkan hukum harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi antara pengguna
jasa dan penyedia jasa yang memuat antara lain tentang lingkup pekerjaan. Pada Pasal
47 Ayat (1) UUJK 23 dinyatakan pula bahwa kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya
harus mencakup uraian mengenai rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas
dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan. Yang
dimaksud dengan lingkup pekerjaan secara garis besar, misalnya membangun sebuah
hotel mulai dari pekerjaan fondasi, struktur, arsitektural, mekanikal, elektrikal, lingkungan
serta pekerjaan penyelesaian hingga siap beroperasi. Lingkup pekerjaan secara rinci
akan dijelaskan dalam dokumen kontrak seperti spesifikasi teknis dan gambar rencana. 24
27
Bryan A.Garner, Black’s Law Dictionary, Op. Cit., 505.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 9
penafsiran yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan,
terdapat peningkatan timbulnya sengketa antar para pihak yang terlibat dalam
kontrak konstruksi.28
Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi kemungkinan timbulnya
perselisihan/persengketaan (disputes) dapat sangat besar. Kondisi ideal bagi
pelaksana konstruksi adalah apabila seluruh lingkup kerja dalam kontrak kerja
konstruksi dengan pengguna jasa terinci secara jelas yang tercakup dalam
kontrak. Pelaksana konstruksi biasanya berasumsi bahwa seluruh informasi yang
ada dalam kontrak sesuai dengan kondisi aktual, namun kondisi pekerjaan
selama masa pelaksanaan seringkali tidak sesuai dengan asumsi tersebut.
Pendapat lain tentang beberapa sebab terjadinya klaim yang dapat
menimbulkan sengketa hukum dikemukakan oleh Priyatna Abdurrasyid yaitu:29
1. Informasi design yang tidak cepat (delayed design information).
2. Informasi design yang tidak sempurna (inadequate design information).
3. Investigasi lokasi yang tidak sempurna (inadequate site investigation).
4. Reaksi klien yang lambat (slow client response).
5. Komunikasi yang buruk (poor communication).
6. Sasaran waktu yang tidak realistis (unrealistic time target).
7. Administrasi kontrak yang tidak sempurna (inadequate contract
administration).
8. Kejadian eksternal yang tidak terkendali (uncontrollable external events).
9. Informasi tender yang tidak lengkap (incomplete tender information).
10. Alokasi risiko yang tidak jelas (unclear risk allocation).
11. Kelambatan – ingkar membayar (lateness – non payment).
28
Armstrong Hedwig, Op. Cit.
29
Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) – suatu Pengantar,
(Jakarta; Fikahati Aneska, 2011), 214-215.
30
PMBOK Guide, A Guide to the Project Management Body of Knowledge, ed. 4, (Pennsylvania:
Project Management Institute Inc., 2008), 275.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 10
kerja, tenaga akhli, atau manajer konstruksi, tergantung pada tahap dalam
pelaksanaan proyek, atau dapat pula yang bersumber dari perusahaan pelaksana
atau kontraktor. Penyebab dari faktor internal dapat diperbaiki atau diubah sesuai
dengan upaya yang dilakukan.
Menurut PMBOK 31 terdapat beberapa kategori sumber risiko yang berkaitan
dengan bidang kontrak dan hukum, yaitu:32
1. Pasal-pasal kurang lengkap, kurang jelas, dan interpretasi yang berbeda.
2. Pengaturan pembayaran, change order dan klaim.
3. Masalah jaminan, guaranty, dan warranty.
4. Lisensi dan hak paten.
5. Force majeure.
Pemilihan cara penyelesaian sengketa adalah bagian dari risiko yang
dihadapi oleh para pihak yang bersengketa. Sengketa hukum dalam suatu
kontrak kerja konstruksi dapat diselesaikan melalui beberapa pilihan yang
disepakati oleh para pihak, yaitu melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa berupa
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi dan penilai akhli, Badan Peradilan
(Pengadilan), atau Arbitrase baik Lembaga atau Ad Hoc. Pilihan penyelesaian
sengketa harus secara tegas dicantumkan dalam kontrak kerja konstruksi dan
sengketa yang dimaksud adalah sengketa perdata dan bukan pidana.
Dalam Pasal 88 UUJK 33 diatur tentang masalah penyelesaian sengketa. Di
sini dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh
melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela
para pihak yang bersengketa. Selengkapnya ketentuannya menyatakan bahwa
sengketa yang terjadi dalam Kontrak Kerja Konstruksi diselesaikan dengan prinsip
dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Dalam hal musyawarah para
pihak tidak dapat mencapai suatu kemufakatan, para pihak menempuh tahapan
upaya penyelesaian sengketa yang tercantum dalam Kontrak Kerja Konstruksi.
Dalam hal upaya penyelesaian sengketa tidak tercantum dalam Kontrak Kerja
Konstruksi, para pihak yang bersengketa membuat suatu persetujuan tertulis
mengenai tata cara penyelesaian sengketa yang akan dipilih. Tahapan upaya
penyelesaian sengketa meliputi mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Selain upaya
penyelesaian sengketa di atas para pihak dapat membentuk dewan sengketa.
Dalam hal upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan membentuk dewan
sengketa, pemilihan keanggotaan dewan sengketa dilaksanakan berdasarkan
prinsip profesionalitas dan tidak menjadi bagian dari salah satu pihak. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa diatur dalam Peraturan Pemerintah.
31
PMBOK Guide, A Guide to the Project Management Body of Knowledge, Op. Cit., 25.
32
Anonim, “Sumber Risiko Proyek” (On-line), tersedia di WWW: http://manproindo.
blogspot.com/2011/02/sumber-risiko-proyek.html.
33
Indonesia, Undang-Undang Nomor 02 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 11
penyelesaian sengketa. Pada Pasal 1 butir 10 UU Nomor 30 tahun 1999 34
dinyatakan bahwa alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati
para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Negosiasi adalah cara
musyawarah untuk mufakat, yaitu masing-masing pihak menunjuk juru runding
yang sering disebut negosiator. Hasil kesepakatan juru runding dituangkan secara
tertulis. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui seorang penengah
atau yang biasa disebut sebagai mediator, yang ditunjuk oleh para pihak.
Mediator tidak memutuskan sengketa tapi membimbing para pihak dalam
berunding mencari suatu penyelesaian. Konsiliasi adalah upaya penyelesaian
sengketa dengan cara mempertemukan keinginan para pihak dengan
menyerahkannya kepada suatu komisi/pihak ketiga yang ditunjuk atas
kesepakatan dari pihak yang ditunjuk atas kesepakatan para pihak yang bertindak
sebagai konsiliator. Dalam cara ini konsiliator tidak harus melakukan perundingan
masing-masing dengan salah satu pihak secara berganatian. Berbeda dengan
cara mediasi, disini konsiliator dapat memaksakan pengusulan/resolusi yang
diambil. Jadi pada saat berakhirnya tugas konsiliator, dia akan membuat
perjanjian tertulis yang ditandatangani para pihak atau dapat pula konsiliator
membuat suatu laporan yang memuat hal-hal mengenai kegagalan atau suatu
pernyataan bahwa proses konsiliasi terhenti.35
Dewam Sengketa adalah seseorang atau beberapa orang yang dianggap
profesional dan akhli dalam substansi masalah yang disengketakan. Dalam
sengketa kontrak kerja konstruksi, Dewan Sengketa ini dapat berupa akhli teknik
yang dianggap pakar di bidangnya.
34
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3872).
35
Nazarkhan Yasin, Op. Cit., 171.
36
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata, Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, (Jakarta:
Nuansa Aulia, 2011), 12.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 12
4. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase.
Dalam kontrak kerja konstruksi, salah satu klausula yang dicantumkan
adalah tentang jika terjadi perselisihan atau sengketa. Isi klausula ini memuat
tentang tatacara penyelesaian sengketa. Apabila pilihan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase, maka dinyatakan dalam bentuk klausula arbitrase. Klausula
arbitrase atau Arbitration Clause atau yang dalam bahasa hukum disebut Pactum
Arbitri, adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum
dalam perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau
suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa. Apabila pilihan penyelesaian sengketa tercantum dalam kontrak adalah
arbitrase, maka sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 30 tahun 199937 dinyatakan
bahwa pengadilan tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.
Pengertian lembaga arbitrase yang termuat dalam Pasal 1 butir 8 UU Nomor
30 tahun 1999 38 adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa
untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga
dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum
tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Dalam standar/sistem kontrak
Internasional seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels),
pilihan penyelesaian sengketa konstruksi adalah melalui arbitrase. Pilihan
Lembaga Arbitrasenya adalah ICC (the International Chamber of Commerce) atau
UNCITRAL (The United Nations Commission on International Trade Law).
Menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 30 tahun 199939 cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada
Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu klausula
arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa (factum de compromitendo); atau suatu perjanjian
Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta
Kompromis).40
37
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
38
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
39
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
40
Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi di Indonesia dan Penyelesaian Sengketa
Konstruksi, Op. Cit., 90.
Kontrak Kerja Konstruksi – oleh Suntana S. Djatnika 13
contoh klausula mengenai pemilihan penyelesaian sengketa melalui cara
musyawarah:
“Setiap perselisihan atau perbedaan dalam bentuk apapun yang
timbul di antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua sehubungan
dengan Perjanjian ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan
mufakat.”
41
Peraturan Prosedur Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).