Anda di halaman 1dari 13

Pemikiran Pendidikan Islam: Konseptualisasi Pendidikan Karakter

Dalam Perspektif Intelektual Islam Klasik


Oleh:
Dwi Fitri Wiyono
Email: dwi.fitri@unisma.ac.id
Dosen Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Malang

Abstrak

Pendidikan karakter menempati posisi strategis dalam pendidikan Islam di Indonesia.dirasakan


urgensitasnya untuk dirumuskan secara konseptual dalam perspektif Islam.Kajian pendidikan karakter
dalam pemikiran tokoh-tokoh Islam klasik hingga modern selalu menjadi tema yang penting untuk dikaji
dan dikembangkan didalam khazanah pendidikan Islam. Latar belakang yang mendasarinya antara lain,
yakni: Pertama; pendidikan karakter merupakan tema penting yang menjadi perhatian pemangku kebijakan
dalam merumuskan tujuan pendidikan. kedua; Pendidikan karakter menjadi dasar utama gagasan
pemikiran pendidikan Islam. Ketiga; konsep dan pemikiran pendidikan karakter yang digagas oleh
intelektual Islam klasikmemiliki persamaan dan perbedaan dengan konsep pendidikan yang berasal dari
barat dan konsep pendidikan karakter yang diwariskan dari yunani kuno dan arab.

Kata Kunci: pemikiran pendidikan Islam, studi pendidikan karakter, intelektual Islam klasik.

Nidhomul Haq: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam


ISSN: 2503-1481 Hal: 164-179
165

Abstract

Character education occupies a strategic position in Islamic education in Indonesia. its urgency is felt to be conceptually
formulated in an Islamic perspective. The study of character education in the thinking of classical to modern Islamic figures
has always been an important theme to be studied and developed in the treasury of Islamic education. The underlying
background includes: First; character education is an important theme that is of concern to policy makers in formulating
educational goals. second; Character education is the main basis for the idea of Islamic education. Third; the concept and
thought of character education initiated by classical Islamic intellectuals have similarities and differences with the concept of
education originating from the west and the concept of inherited character education from ancient Greece and Arabia.
Keywords: Islamic education thoughts, character education studies, classical Islamic intellectuals

Pendahuluan pemikiran pendidikan karakter yang


digagas oleh tokoh-tokoh Islam
Kajian pendidikan karakter dalam
klasikmemiliki persamaan dan perbedaan
pemikiran tokoh-tokoh Islam klasik hingga
dengan konsep pendidikan yang berasal
modern selalu menjadi tema yang penting
dari barat dan konsep pendidikan karakter
untuk dikaji dan dikembangkan didalam
yang diwariskan dari yunani kuno dan arab
khazanah pendidikan Islam. Latar belakang
jahiliyah sebelum Islam turun ke jazirah
yang mendasarinya antara lain, yakni:
arab. Keempat; Wacana kajian pendidikan
Pertama; pendidikan karakter merupakan
Islam menempati posisi strategis dalam
tema penting yang menjadi perhatian
masalah pendidikan karakter, kondisi ini
pemangku kebijakan dalam merumuskan
sejalan dengan substansi kajian pendidikan
tujuan pendidikan, asumsinya adalah
Islam yang secara filosofis tertuang dalam
meningkatnya gejala dekadensi moral
sumber-sumber hukum Islam yang
dikalangan remaja yang semakin
mengedepankan konsep pendidikan
terdegradasi dan menjadi fakta otentik
karakter.
dimedia massa akhir-akhir ini, kedua;
Pendidikan karakter menjadi dasar utama Dalam konteks problematika
gagasan dan pemikiran dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia, persoalan
ekonomi, hukum, budaya, agama, sosial, mendasar yang dihadapi oleh pendidikan
dan yang paling utama adalah pendidikan Islam selama ini adalah belum adanya
Islam. Tokoh-tokoh Islam klasik yang akan temuan konsep dan format baku yang
dikaji pada bab ini diantarnya adalah: Al- dijadikan rujukan oleh pemangku kebijakan
Farabi (w.339), Ibn Sina (980 M), Ibn pendidikan Islam (kementerian agama). Hal
Khaldun, Ibn Miskawaih (421 H), Al- serupa dialami oleh negara lain dengan
Ghazali (1111 M), Ibn Taimiyah, Ibn penduduk mayoritas umat Islam,
Qayyim al-Jauziyah (1292 M), Syekh Ja’far khususnya di Negara-negara timur tengah.
al-Barzanji (1690 M), Tokoh-tokoh Islam Kenyataan ini menunjukan lemahnya nalar
klasik tersebut telah menulis gagasan- pemikiran elit akademisi pendidikan Islam
gagasan besar terhadap urgensitas terutama dalam menterjemahkan
1
pendidikan karakter. Ketiga; konsep dan
Pendidikan Islam, Makalah disampaikan pada pada
acara seminar pendidikan berkarakter yang
1 Abuddin Nata, Pendidikan Karakter dalam diselenggarakan oleh Institut Agama Islam (IAIN)
Wacana Intelektual Muslim dan Khazanah Dunia Imam Bonjol, Padang tahun 2011. Hlm.2

Dwi Fitri Wiyono


166
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

pemikirannya dari sisi aspek birokrat- Konseptualisasi Tujuan Pendidikan


teknokratik, sehingga bahan rujukan untuk Karakter
pengembangan keilmuan pendidikan Islam
Tujuan pendidikan merupakan
ditataran grass root belum memiliki acuan
penentu dasar suksesnya suatu proses
baku maupun standart yang dimungkinkan
pendidikan Islam, tujuan bukan hanya
internalisasi nilai-nilai maupun ideologi
mentukan haluan yang dituju, tetapi
didalam suatu Negara terumuskan didalam
sekaligus memberikan dasar stimulus untuk
konsep desain kurikulum dan menjadi
menggerakan keseluruan komponen
rujukan dalam system kehidupan berbangsa
pendidikan Islam. selain itu, tujuan
dan bernegara dibidang Pendidikan Islam.
pendidikan adalah internalisasi nilai-nilai
Persoalan pendidikan Islam diatas (dipandang nilai) oleh peserta didik sebagai
merupakan salah satu faktor mendasar acuan tindakan moral yang menjadi
lemahnya internalisasi pendidikan karakter mendorong dirinya untuk mengeluarkan
yang menempatkan posisi strategis segala daya dan upaya yang diperlukan
pendidikan Islam sebagai row material untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan
(bahan dasar) pondasi sendi-sendi pendidikan memiliki fungsi konsep dan
kehidupan berbangsa dan praktis untuk memulai sebuah proses
bernegara.Pendidikan karakter di Indonesia pendidikan Islam yang komprehensif.
dirasakan urgensitasnya untuk dirumuskan
Tujuan Pendidikan menurut tokoh-
secara konseptual dalam perspektif Islam,
tokoh Islam klasik tidak hanya berorientasi
mengingat saat ini terjadi intensitas
pada individualitas peserta didik secara
dekadensimoral yang memprihatinkan
fungsional, akan tetapi pendidikan harus
khususnya dikalangan elit maupun
mampu dipraksiskan dalam kehidupan
masyarakat bawah.Bentuk-bentuk
sehari-hari di masayarakat. Manifestasi
dekadensi moral diantaranya adalah budaya
pendidikan dalam konteks pendidikan
korupsi oleh pejabat tinggi, tawuran antar
karakter inilah yang tertuang dalam konsep
kelompok agama, etnis, ras, pelajar, bahkan
tujuan pendidikan Islam pada aspek sosial
dalam kompetisi olahraga, kekerasan
dan kemasyarakatan.
bullying kerap menjadi tontonan sehari-hari
di media social.Bangsa Indonesia yang Rumusan tujuan pendidikan pada
dikenal dunia sebagai bangsa yang hakikatnya merupakan rumusan filsafat
mengedepankan sopan santun dan hidup atau pemikiran yang mendalam tentang
gotong royong dengan semboyan Bhineka pendidikan.Jika memahami secara filsafat,
Tunggal Ika tercederai oleh fakta-fakta menurut al-Ghazali, pendidikan yang
yang jauh dari nilai-nilai luhur bangsa baikmerupakan jalan untuk mendekatkan
Indonesia das sein anddas sollen.Realitas ini diri kepada Allah SWT dan untuk
semakin menunjukan urgensitasnya mendapatkan kebahagiaan dunia
2
pendidikan Islam berwawasan karakter akhirat. Ibn Sina merumuskan tujuan
kebangsaan sebagai bentuk upaya preventif
yang berdampak secara multidimensional 2 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh
dan sistematis. Pendidikan Islam, (Semarang: CV Asyifa’), Hlm143
167

pendidikan Islam dengan konsep akhlak, ketiga; menyiapkan peserta didik


membentuk manusia yang berkepribadian dari segi social atau kemasyarakatan,
akhlak mulia.Ibnu Sina kemudian keempat; menyiapkan peserta didik dari segi
menegaskan bahwa ukuran akhlak mulia pekerjaan dan keterampilan vokasional,
yang dimaksud dijabarkan secara luas yang kelima; menyiapkan peserta didik dari segi
meliputi segala aspek kehidupan nalar dan pemikiran, keenam; menyiapkan
manusia.Aspek-aspek kehidupan manusia seseorang dari segi kesenian.4
menjadi syarat bagi terwujudnya suatu
Desain tujuan pendidikan Islam
sosok pribadi akhlakul karimah yang
yang berdimensi sosial dan kemasyarakatan
meliputi aspek kepribadian, sosial, dan
secara tekstual berdasarkan al-Qur’an dan
spiritual.Ketiganya harus berfungsi secara
al-Sunnah dirumuskan oleh tokoh Islam
integral dan komprehensif.
klasik lainnya yakni Ibn Taimiyah.Desain
Pembentukan akhlak mulia tujuan pendidikan yang digagas oleh Ibn
hakikatnya bertujuan untuk mencapai Taimiyah tergambar pada pendidikan
kebahagiaan sa’adah. Menurut Ibn Sina, masyarakat Islam.Dasar pendidikan
kebahagiaan sa’adah dapat diperoleh masyarakat Islam adalah menciptakan
manusia secara bertahap dari tujuan hubungan antar individu yang baik dalam
pendidikan yang berkenaan dengan budi sistem kemasyarakatan sesuai dengan yang
pekerti, kesenian, dan perlunya dikehendaki oleh al-Qur’an dan al-
keterampilan sesuai dengan bakat dan Sunnah.5Pada QS. Al-Maidah: 14, Ibn
minat yang berkaitan erat dengan Taimiyah menafsirkan al-Hadz atau bagian
perkembangan jiwa seseorang. Hal ini dari risalah yang dilupakan oleh mereka itu
menunjukan bahwa tujuan pendidikan adalah karena mereka lupa mempraktekan
akhlak spiritual mendapat penekanan yang wahyu yang telah diberikan kepada nabi
lebih.3 mereka dan hanya mengatakan aspek
pendidikan individualnya saja tanpa
Selain penekanan pada aspek
merabah kepada persoalan hubungan social
akhlak, tujuan pendidikan Islam menurut
(masyarakat dan kebangsaan) yang akhirnya
tokoh Islam klasik adalah untuk
berakibat terjadinya permusuhan,
menyiapkan peserta didik dari segi
kebencian dan perpecahan. Dengan
kemasyarakatan atau sosial dan kesenian.
demikian jelaslah bahwa pendidikan itu
Al-Syaibani menganalisis tujuan pendidikan
berproses dari pendidikan individual
menurut Ibn Khaldun, ada 6 (enam) tujuan
menuju social.6
pendidikan, yaitu: pertama; menyiapkan
peserta didik dari sisi keagamaan dengan
mengembangkan potensi iman,
sebagaimana dengan potensi-potensi lain, 4 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan

kedua; menyiapkan peserta didik dari segi Islam…. Hlm. 9


5 Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan

Peradaban (Jakarta: Yayasan wakaf Paramadina),


3 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Hlm. 138-139
Islam, Gagasan-Gagasan Besar Ilmuwan Muslim, 6 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm. 7 Islam…. Hlm. 53

Dwi Fitri Wiyono


168
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

Sedangkan metode pengajaran masyarakat, dan Negara. Diantara nilai-nilai


untuk mencapai tujuan pendidikan oleh akhlak dalam syair al-Barzanji, yakni: (a)
Ibn Taimiyah bermuara pada aspek iradah, akhlak dalam pergaulan. (b) akhlak
ini sesuai dengan konsep tiga ranah terhadap anak (c) akhlak kepada Allah
(kognitif, afekjtif, dan psikomotorik) yang SWT. (d) akhlak kepada orang tua . (e)
dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom akhlak kepada profesi. (f) akhlak untuk
yang selalu menjadi rujukan kurikulum dan selalu bermusyawarah. (g) akhlak terhadap
tujuan pendidikan di Indonesia.7 Tujuan orang yang telah mendholimi. (h) akhlak
pendidikan yang menjurus kepada yang terhadap keluarga. (i) akhlak terhadap
bersifat destruktif individu terhadap orang lemah. (j) akhlak dalam kemarahan.9
hubungan sistem kemasyarakatan, maka
akan berdampak kepada kegagalan
pendidikan Islam. Konseptualisasi Kurikulum Pendidikan
Karakter
Tujuan pendidikan yang berdimensi
pada akhlak sebenarnya tidak hanya dari Para tokoh Islam klasik dalam
aspek konsep praktis, seperti konsep mendesain konsep kurikulum pendidikan
beberapa tokoh Islam klasik diatas, aspek Islam terdapat perbedaan, hal ini menurut
teoritis-filosofis menjadi perhatian penting hemat penulis karena banyak dipengaruhi
orientasi strategis yang perlu dikonsepkan oleh landasan filosofis dalam memahami
dalam mendesain tujuan pendidikan Islam, hakikat keberadaan dan perkembangan
hal tersebut sebagaimana pemikiran Ibn manusia. Meskipun demikian, penulis
Miskawaih tentang filsafat moral yang menganalisis dan mendapati beberapa
menaikan taraf kajian etika akhlak dari persamaan dalam menentukan kurikulum
praktis ke teoritik-filosofis.8 yang sesuai dengan kebutuhan manusia
(peserta didik), salah satu persamaannya
Secara spesifik Syekh Ja’far al-
adalah seluruh komponen pendidikan yang
Barzanji, juga menterjemahkan tujuan
digagas oleh tokoh-tokoh Islam klasik
pendidikan dalam bentuk syair-syair sastra
menekankan pada pentingnya dimensi
yang tertuang dalam kitab al-Barzanji,
akhlak dalam mewujudkan suksesnya suatu
diantaranya yakni pendidikan Islam
proses pendidikan Islam.
memuat nilai-nilai akhlak, dimulai dengan
kerendahan/ ketawadhu’an dari sang Akhlak menjadi tema sentral dalam
penyair, akhlak yang baik selalu membuat kurikulum yang digagas oleh tokoh-tokoh
seseorang disekitarnya menjadi tenang, Islam klasik. Jika dikaitkan dengan
aman, dan terhindar dari perbuatan yang kurikulum berwawasan karakter
tercela. Seseorang yang berakhlak buruk kebangsaan, kurikulum pendidikan Islam
menjadi sorotan bagi sesamanya, keluarga, harus mempertimbangkan aspek output dan
outcome yang berorientasi pada aktualisasi
7 Benyamin S. Bloom, Taxanomy of
Educational Objectivitas, (New York: David Mckay
Company, 1984), Hlm.7 9 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan
8 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak, Ibn Islam, Gagasan-Gagasan Besar Ilmuwan Muslim,
Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar 2004), Hlm.49 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm. 459
169

diri dalam kehidupan masyarakat dan melemahkan gagasan penguatan


entitas yuridis (kebangsaan). Kurikulum pendidikan karakter kebangsaan yang terus
harus bersifat fungsional-pragmatis, yakni menerus berubah seiring bergantinya
sesuai dengan nilai guna dan kebutuhan political will pemimpin pemerintahan dan
masyarakat.Hal ini dapat dilihat dari setting negara.
historis yang mendorong tokoh-tokoh Islam
klasik dalam mengekspresikan
pemikirannya di bidang pendidikan Islam. Konseptualisasi Metode Pendidikan
Karakter Kebangsaan
Menurut Ibn Sina, Pelajaran akhlak
dan budi pekerti atau diera sekarang Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji
dikenal dengan pendidikan karakter mengungkapkan bahwa karya sastra selalu
diarahkan untuk membekali peserta didik memberikan pesan atau amanah untuk
agar memiliki kebiasaan sopan santun berbuat baik, dan masyarakat atau pembaca
dalam pergaulan hidup sehari-hari. diajak untuk menjunjung tinggi norma-
Pelajaran budi pekerti ini sangat norma moral.11 Dengan cara yang berbeda
dibutuhkan dalam rangka membina sastra dan agama dianggap sebagai sarana
kepribadian peserta didik sehingga jiwanya untuk menumbuhkan jiwa kemanusiaan
menjadi suci dan terhindar dari perbuatan- yang halus dan berbudaya.12 Melalui karya
perbuatan tercela yang dapat sastra ini pula metode pendidikan Islam
mengakibatkan jiwanya rusak dan sulit dirumuskan oleh Syekh Ja’far bin Hasan al-
diperbaiki. Imam al-Zarnuji dalam karya Barzanji dalam kitab al-Barzanji untuk
monumentalnya Ta’lim al-Muta’lim al- menanamkan nilai-nilai etika, moral, dan
Ta’allun lebih detail membahas tentang pandangan hidup dipribumisasikan dengan
pentingnya akhlak, terutama tentang akhlak basis fundamentalis sosial-budaya
peserta didik dan pendidik dalam proses masyarakat berdasarkan sejarah atau
pendidikan Islam.10Kitab Ta’lim al- riwayat hidup nabi Muhammad SAW.
Muta’allim karya Imam al-Zarnuji ini
Karya sastrawan Syekh al-Barzanji
banyak dikaji dan dipelajari hampir disetiap
berupa kitab al-Barzanji yang memuat hal
lembaga pendidikan Islam terutama
keagungan rashulullah sebagai suri tauladan
pondok pesantren di Indonesia.Kurikulum
umat manusia, kiranya menjadi contoh
pendidikan Islam perlu dikembangkan
konsep metode pendidikan yang berupa
dalam konteks pembelajaran dalam jangka
syair-syair sastra seperti dakwah yang
waktu yang lama (bertahap dan berjenjang)
dilakukan oleh wali songo metode
tidak parsial.Problem inilah yang menjadi
pendidikan Islam melalui syair sastra akan
penyebab ketertinggalan pendidikan di
Indonesia.Ada kecenderungan setiap ganti
11 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan
pemerintahan berganti pula kurikulum
Islam, Gagasan-Gagasan Besar Ilmuwan Muslim,
yang diberlakukan. Kondisi ini akan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015). Hlm. 430
12 Wardiman Djoyonegoro, Peningkatan
10 Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Kualitas SDM Melalui Pendidikan dan Kebudayaan,
Islam, Gagasan-Gagasan Besar Ilmuwan Muslim... Hlm. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan),
379 Hlm. 201.

Dwi Fitri Wiyono


170
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

mampu menggugah kesadaran peserta mencapai kedewasaan.14 Ibn Qayyim


didik dalam internalisasi karakter menyebut pendidik dengan sebutan alim
kebangsaan di Indonesia, dalam catatan rabbani, Pendidik merupakan salah satu
sejarah pemikiran modern Islam, hal komponen pendidikan Islam yang sangat
serupa pernah dilakukan oleh Muhammad penting dalam mewujudkan tujuan
Iqbal di India, melaui syair-syairnya mampu pendidikan Islam, hal ini diungkapkan oleh
menggelorakan semangat bangkitnya Wan Daud yang menyatakan bahwa
kesadaran ketertindasan imat Islam India peranan pendidik dianggap sangat penting,
yang kemudian hari menjadi embrio peserta didik disarankan untuk tidak
lahirnya komunitas Islam Islamic Nation tergesa-gesa memilih belajar kepada
State yang diberi namaNegara Islam pendidik yang kurang memiliki kredibilitas
Pakistan. dalam menyampaikan materi pelajaran,
sebaiknya peserta didik, melalui orang tua
Relitas pendidikan Islam di
mencari siapa pendidik terbaik dalam
Indonesia selama ini, metode yang
bidang tertentu dan harus disukai oleh
digunakan terbatas pada aspek kognitif
peserta didik.
(hafalan), meskipun dimensi afektif
menjadi salah satu komponen tujuan Aspek diatas digambarkan oleh
pendidikan dalam kurikulum, akan tetapi oleh Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji
metode pengajaran masih tetap dalam kitab syair al-Barzanji yang dilukiskan
menekankan aspek kognitif. Metode olah tentang kehidupan Rasulullah dalam
rasa melalui syair akan lebih menggugah asuhan Siti Aminah yang kemudian
kesadaran peserta didik dalam diserahkan kepada Khalimah Sa’diyah
meningkatkan jiwa nasionalisme dan untuk mengasuh, merawat dan mendidik
darakter kebangsaan yang kokoh dan Rasulullah SAW.15Kitab al-Barzanji
tangguh. merupakan kitab yang dikarang oleh Ja’far
al-Barzanji, lahir didaerah Barzinj
Konseptualisasi Pendidik dan Peserta
(Kurdistan) merupakan karya sastra dengan
Didik Berkarakter
syair-syair yang indah dan sudah ratusan
Menurut Al-Ghazali, pendidik tahun dipakai, namun belum ada yang
dalam pegertian akademik ialah seseorang menandingi karya sastra tersebut.Selain itu
yang menyampaikan sesuatu kepada orang kiranya learning experience atau pengalaman
lain atau seseorang yang menyertai sesuatu belajar pendidik juga berpretensi positif
institusi untuk menyampaikan ilmu dalam merangsang kesadaran dan
pengetahuan kepada para pelajarnya.13 komitmen peserta didik mengenai masalah
Dalam pengertian lain Pendidik menurut sosial dan etika kemasyarakatan.
al-Ghazali adalah setiap orang yang dengan
sengaja mempengaruhi orang lain untuk
14 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,
13Imam Tolkhah, Membuka Jendela (Jakarta: Logos, 1999), Hlm.81
Pendidikan Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi 15Wan Moh. Wan Daud, Filsafat dan

Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Grafindo Praktik Pendidikan Islam Muhammad Naquib Al-Attas,
Persada, 2004), Hlm.263 (Bandung: Mizan Media Utama, 2008), Hlm.261
171

Kompetensi profesional dari untuk dipandang. (b) hendaklah para


seorang pendidik menjadi perhatian serius peserta didik mewaspadai tempat-tempat
al-Ghazali dalam mendidik peserta yang menyebarkan Lahwun (kesia-siakan)
didik.Untuk menjadi pendidik profesional, dan majelis-majleis keburukan.(c)
Imam Al-Ghazali menetapkan kriteria hendaklah peserta didik senantiasa
umum yakni, cerdas dan sempurna akalnya, menjaga waktunya (d) janganlah sekali-kali
baik akhlaknya, dan kuat fisiknya. Selain mengatakan sesuatu yang tidak memiliki
kriteria umum yang harus dimiliki pendidik, ilmu (e) hendaklah peserta didik menjaga
menurut Imam Al-Ghazali, ada sisfat-sifat ilmunya (e) hendaklah diketahui oleh
khusus dan tugas-tugas tertentu, yakni: peserta didik bahwa dengan ilmu peserta
Pertama, Rasa kasih sayang terhadap peserta didik tidak akan memperoleh derajat
didik; Kedua, pendidik adalah kewajiban tertinggi kecuali ilmunya diamalkan.
seorang yang berilmu; Ketiga, Pendidik
Adapun adab peserta didik
adalah seorang pengarah dan penyuluh
terhadap pendidik menurut Ibn Qayyim al-
yang jujur dan benar dihadapan peserta
Jauziyyah diantaranya adalah:18 (a) peserta
didiknya; Keempat, Pendidik harus tampil
didik hendaklah selalu mulazamah
sebagai teladan dan panutan yang baik bagi
(menyertai) pendidik berusaha mengambil
peserta didik; Kelima, Pendidik hendaknya
faedah darinya. (b) peserta didik jika sudah
menggunakan cara (metode) yang simpatik;
mulazamah, hendaknya ia senantiasa
Keenam, Pendidik harus memiliki prinsip
menuruti nasehat dan petunjuk pendidik.
adanya perbedaan potensi yang dimiliki
(c) Wajib seorang peserta didik
peserta didik; Ketujuh, pendidik harus
melembutkan suaranya ketika bertanya dan
berpegang teguh pada prinsip yang
tidak mendebat secara berlebihan.
diucapkan.
Ada beberapa hal yang perlu digaris
Sementara itu mengenai peserta
bawahi dalam dinamika akademik dan
didik, Ibn Qayyim al-Jauziyyah
relasi antara pendidik dan peserta didik,
menyebutnya dengan istilah mu’alim,
sebagaimana dituangkan dalam T a’lim al-
menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah, mu’allim
Muta’alim, persyaratan dalam mencari ilmu
adalah peserta didik yang mencari ilmu
demi mendapat kesuksesan dituangkan
demi mendapatkan keselamatan dirinya
dalam syairnya, tidak akan berhasil
sendiri.16Tokoh Islam seperti ini ikhlas
seseorang dalam mencari ilmu kecuali
dalam menuntut ilmu. Diantara akhlak
dengan enam syarat, yakni:19 cerdas, rasa
seorang peserta didik, yakni:17 (a)
ungin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai
hendaklah peserta didik menjauhi
biaya, adanya petunjuk dari pendidik,
kemaksiaatan dan senantiasa menundukan
waktu yang lama. konsep terakhir yang
pandangan dari hal-hal yang diharamkan
dikemukanan al-Zarnuji ini sesuai dengan
16Ibn. Qayyim Al-Jauziyah, Miftah Dar as- 18Ibn. Qayyim Al-Jauziyah, Miftah Dar as-
Sa’adah, terj. Abdul Matin, (Solo: Tiga Serangkai, Sa’adah…Hlm.286
2009), Hlm.283 19 Syekh Ibrahim bin Ismail al-Zarnuji,
17Ibn. Qayyim Al-Jauziyah, Miftah Dar as- Ta’limul Muta’alim, (Semarang: CV.Toha Putera),
Sa’adah…Hlm.284 HLm.16

Dwi Fitri Wiyono


172
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

pendidikan karakter bangsa Indonesia yang mutabadillah.21Negara Utama, sebagai satu


harus dimiliki oleh peserta didik dalam masyarakat yang sempurna al-mujtami’ al-
menumbuhkan karakter kebangsaan yang kamilah, dalam arti masyarakat yang sudah
kokoh dan tangguh. lengkap bagian-bagiannya, oleh al-Farabi
disebut sebagai organisme tubuh manusia
dengan anggota yang lengkap.22Masing-
Konsep Integrasi Pendidikan Karakter,
masing organ tubuh harus bekerja sesuai
Negara dan Masyarakat
dengan fungsinya.Anggota masyarakat
Menurut Al-Farabi, Manusia Negara utama, yang terdiri dari warga yang
merupakan makhluk sosial yang tidak berbeda kemampuan dan fungsinya, hidup
mungkin hidup sendiri-sendiri. Manusia saling membantu, masing-masing diberikan
hidup bermasyarakat dan saling tolong pekerjaan yang sesuai dengan spesialisasi
menolong untuk kepentingan bersama mereka. Fungsi utama dari pemikiran al-
dalam mencapai tujuan hidup yakni Farabi adalah tentang kepala Negara yang
kebahagiaan.20Sifat dasar inilah yang serupa dengan fungsi jantung didalam
mendorong manusia hidup bermasyarakat tubuh manusia. Kepala Negara merupakan
dan bernegara. Konsep masyarakat sumber seluruh aktifitas, sumber peraturan,
menurutnya terbagi menjadi dua macam, dan keselarasan hidup dalam masyarakat.23
Pertama; masyarakat sempurna, dikatakan
Konsep al-Farabi tentang Negara
sempurna karena masyarakat kategori
dan masyarakat menekankan pada fungsi
kelompok besar, bisa dalam bentuk
kepala Negara sebagai posisi sentral dalam
masyarakat perkotaan maupun masyarakat
kehidupan berbangsa dan bernegara.
yang terdiri dari beberapa bangsa yang
Konsep diatas memiliki kesamaan dengan
bersatu dan bekerja sama secara global.
konsep Negara utama yang digagas oleh
Kedua; Masyarakat tidak sempurna adalah
Ibn Bajjah, meskipun ada beberapa
masyarakat dalam satu keluarga atau
perbedaan dengan al-Farabi, Warga Negara
masyarakat wilayah desa, masyarakat
utama menurut Ibnu Bajjah, masyarakat
terbaik adalah masyarakat yang
tidak lagi memerlukan dokter atau hakim.
bekerjasama, saling tolong menolong untuk
sebab mereka hidup dalam keadaan puas
mencapai kebahagiaan.Masyarakat ini
terhadap rezeki yang diberikan Allah yang
disebut masyarakat utama.
dalam istilah agama disebut al-qana’ah .
Al-Farabi membagi Negara atau mereka yang tidak mau memakan makanan
pemerintah menjadi Negara (kota) utama yang akan merusak kesehatan.
al-madinah al-fadhilah, negara jahil al-madinah
al-jahilah, Negara sesat al-madinah al-dhalah,
Negara fasik al-madinah al-fasiqah, dan
21 Asep Sulaiman, Mengenal Filsafat
negara berubah al-madinah al-
Islam…Hlm.39
22 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan

Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada,


2014). Hlm. 84-89
20 Asep Sulaiman, Mengenal Filsafat Islam, 23 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam, Filosof dan

(Bandung: Yrama Widya, 2016). Hlm.38 Filsafatnya…Hlm. 84-89


173

Menurut Ibn Khaldun, pendidikan karakter kebangsaan saat ini


pengembangan pendidikan Islam harus memang dirasakan mendesak.Gambaran
membentuk pola pikir relatifistik- situasi masyarakat, bahkan situasi
temporalistik-materialistik, dengan pola pikir pendidikan Islam di Indonesia menjadi
seperti itu, Ibn Khaldun mengamati dan motivasi pokok pengarusutamaan
menganalisa gejala-gejala sosial beserta mainstreaming implementasi pendidikan
sejarahnya, yang pada akhirnya tercipta karakter berwawasan kebangsaan.
suatu teori kemasyarakatan yang modern,
Pendidikan Islam sebagai core
kaitannya dengan konsep filosofis
advantage dalam mempersiapkan kekuatan
pendidikan Islam, Ibn Khaldun tidak ingin
karakter kebangsaan perlu digagas secara
terjebak pada pemikiran konservatif, bahwa
konseptual sejak dini. Keyakinan ini juga
pencarian ilmu pengetahuan dalam
menjadi pondasi dasar bagi kacamata dunia
pendidikan Islam tidak hanya hasil
untuk mengatakan bahwa bangsa Indonesia
pengamatan inderawi dan nalar akal pikiran
merupakan bangsa yang kuat disemua
manusia, melainkan akan terwujud dengan
sektor, gambaran kondisi ini, oleh Fathur
mengedepankan watak kebudayaan culture
Rokhman diprediksi dalam penelitiannya
oriented. Sebab, akal pikir adalah sarana
pada tahun 2045 atau 100 tahun setelah
manusia memperoleh kehidupan, saling
Indonesia merdeka akan menjadi Negara
berinteraksi antar sesama dan
yang berkarakter kuat diberbagai lini.
kemasyarakatan secara kohesif dan dinamis
Kondisi ini didukung oleh pertumbuhan
akan mewujudkan konsep idealitas
ekonomi terbesar ke-16 di
pendidikan karakter dalam konteks 25
dunia. Indonesia memiliki potensi untuk
kehidupan kemasyarakatan.24
menjadi Negara ke-7 (G7) pada tahun
Kontekstualisasi Konsep Pendidikan 2030.Dalam konteks ini, bangsa Indonesia
Karakter dalam berkebangsaan Di perlu mempersiapkan generasi muda
Indonesia menyambut Bonus Demografi tahun 2025-
2035.Penguatan karakter berwawasan
The founding fathers Republik
kebangsaan melalui pengembangan konsep
Indonesia, Ir. Soekarno, menyatakan
praktis pendidikan Islam di Indonesia
bahwa Bangsa ini harus dibangun dengan
menjadi jalan satu-satunya untuk menjadi
mendahulukan pembangunan karakter
bangsa yang kuat pada tahun 2045.26
character building, karena karakter inilah,
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa
yang maju, jaya, dan bermartabat. Jika
karakter tidak dibangun sejak dini, maka 25 Fathur Rokhman dkk, Character education
bangsa Indonesia akan menjadi bangsa for Golden Generation 2045 (National Caracter Building
for Indonesian Golden Years), Semarang State
budak. Di Indonesia pelaksanaan University: Procedia, Social and Behavioral Sciences
141 (2014) 1161-1165.
26 Fathur Rokhman dkk, Character education
24 Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran for Golden Generation 2045(National Caracter Building
Utama Teori Pendidikan Islam: Perspektif Sosiologis- for Indonesian Golden Years), Semarang State
Filosofis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2002), University: Procedia, Social and Behavioral Sciences
Hlm.191-194 141 (2014) 1161-1165.

Dwi Fitri Wiyono


174
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

Program Penguatan Pendidikan Penutup


Karakter (PPK) yang digagas oleh
Pada bagian akhir tentang
kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
konseptualisasi pendidikan karakter
Republik Indonesia yang kemudian direvisi
kebangsaan ini, penulis menyimpulkan ada
melalui Peraturan Presiden Nomor 87
beberapa hal mendasar yang perlu
Tahun 2017 merupakan aspek yuridis dari
dikoreksi dari implementasi pendidikan
kebijakan pemerintah yang bisa
Islam di Indonesia sebagai upaya
dikontekstualisasikan dengan konsep
kontekstualisasi penguatan pendidikan
pendidikan karakter tokoh-tokoh Islam
karakter diantaranya sebagai berikut:
klasik. Dalam konteks pendidikan di
Indonesia, nilai-nilai karakter bangsa Pertama, Pendidikan akhlak
Indonesia terdapat 18 karakter yang wajib sistematis-integralistik, dari uraian tokoh-
dimiliki oleh peserta didik diantaranya tokoh ulama’ klasik diatas, konsep
adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, pendidikan karakter dalam pendidikan
kerja keras, kreatif, mandiri demokratis, Islam perlu dirumuskan secara sistematis
rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, dan gradual, antara kurikulum pendidikan
prestasi, cinta damai, membaca, usia dini, tingkat dasar, menengah dan
komunikatif, peduli lingkungan, peduli perguruan tinggi sebagaimana kurikulum
social dan tanggung jawab. Salah satu dari yang dirumuskan oleh Ibnu Sina yang
18 karakter tersebut dibahas oleh Ibnu Sina mengacu pada tingkat perkembangan
dalam mendesain konsep kurikulum peserta didik. Mulai usia 3-5 tahun hingga
menempatkan karakter kepedulian usia 14 tahun keatas. Konsep dan metode
lingkungan harus dimulai sejak dini yakni pentahapan pendidikan Islam juga
usia 3-5 tahun masa perkembangan peserta ditegaskan oleh Ibn Khaldun dalam
didik. Konsep pendidikan cinta lingkungan metode pengajaran yang disebut dengan
bertujuan menjadikan anak memiliki Tadarruj.Pendidikan akhlak atau
kebiasaan mencintai kebersihan yang juga pendidikan karakter tidak hanya terpaku
menjadi salah satu ajaran mulia dalam pada individualitas diri peserta didik tapi
Islam. Ibn Sina merupakan tokoh ulama’ terintegrasi dalam nilai-nilai kehidupan
klasik yang merumuskan kurikulum social sebagai satu entitas masyarakat
berdasarkan tingkat perkembangan usia berbangsa dan bernegara.
peserta didik, dimana konsentrasi
Kedua, Pendidikan berkesadaran
pendidikan akhlak, cinta kebersihan
jiwa al-nafs, tujuan pendidikan di Indonesia
lingkungan, dan budi pekerti melalui seni
terlalu menekankan pada aspek material,
ditempatkan pada usia awal (usia balita),
hanya berorientasi pada keterampilan dan
sebelum peserta didik memperoleh
individualitas religious, kurang menyentuh
pengetahuan keterampilan.27
pada dimensia kesadaran jiwa al-nafs.
Kecerdasan jiwa perlu menjadi perhatian
27 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh
penting didalam menentukan tujuan
Pendidikan Islam, Suatu Kajian Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
pendidikan Islam dengan menggunakan
Hlm.71-73 metode dan pendekatan penyucian jiwa
175

tazkiyah al-nafs, proses pembelajaran dalam Daftar Pustaka


pendidikan Islam selain menggunakan
Al-Jauziyah, Ibn. Qayyim, Miftah Dar as-
model integralistik perlu metode penyucian Sa’adah, terj. Abdul Matin, (Solo:
jiwa, materi pembelajaran tasawuf secara Tiga Serangkai, 2009)
praksis harus mampu menjadi pondasi dan Aly, Hery Noer Ilmu Pendidikan Islam,
membuka kesadaran peserta didik akan (Jakarta: Logos, 1999)
pentingnya aktualisasi hidup yang Bloom, Benyamin S, Taxanomy of
berkarakter yang secara teks sumber Educational Objectivitas, (New York:
David Mckay Company, 1984)
hukum Islam mengatur tentang hal
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter,
tersebut. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014)
Ketiga; Pendidikan berorientasi pada Iqbal, Abu Muhammad, Pemikiran
Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
karakter sosial-kemasyarakatan, Tujuan
Pustaka Pelajar, 2015)
Pendidikan tidak hanya berorientasi pada Maemonah, Reward and Punishment Sebagai
individualitas peserta didik secara Metode Pendidikan Anak Menurut
fungsional, akan tetapi mampu Ulama’ Klasik (Studi Pemikiran Ibnu
dipraksiskan dalam kehidupan sehari-hari Miskawaih, al-Ghazali dan al-Zarnuji,
di masayarakat. Konseptualisasi pendidikan (Semarang: Tesis Program Pasca
karakter kebangsaan, oleh para tokoh Islam Sarjana IAIN Walosongo, 2009)
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan
klasik termanifestasikan dalam konsep
Peradaban (Jakarta: Yayasan wakaf
tujuan pendidikan Islam yang menekankan Paramadina)
pada aspek sosial atau kemasyarakatan. Nashir, Haedar, Pendidikan Karakter Berbasis
Agama dan Budaya, (Yogyakarta:
Konseptualisasi pendidikan karakter dapat Multi Presindo, 2013)
dirumuskan dengan model internalisasi Nata, Abuddin, Pendidikan Karakter dalam
nilai-nilai karakter yang bersumber dari Wacana Intelektual Muslim dan
alqur’an dan hadits yang digagas oleh Khazanah Dunia Pendidikan Islam,
tokoh-tokoh intelektual klasik kedalam Makalah Seminar, Institut Agama
muatan kurikulum yang berlaku pada setiap Islam (IAIN) Imam Bonjol, Padang
tahun 2011
satuan pendidikan (KTSP/kurikulum
Rokhman, Fathur dkk, Character education for
2013). Setiap pemangku mata pelajaran Golden Generation 2045 (National
diharuskan untuk mengembangkan Caracter Building for Indonesian Golden
penanaman pendidikan karakter Years), (Semarang State University:
berdasarkan nilai-nilai ideologis, filosofis, Procedia, Social and Behavioral
agama, budaya, dan kepribadian luhur Sciences, 2014)
bangsa Indonesia. Samani, Muchlas, Konsep dan Model
Pendidikan Karakter, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014)
Shoimin, Aris, Guru Berkarakter: Untuk
Implementasi Pendidikan Karakter,
(Yogyakarta: Gavamedia, 2014)

Dwi Fitri Wiyono


176
Nidhomul Haq, Vol 2 No 3 Tahun 2017

Sonhaji, Ahmad, Membangun Peradaban


Bangsa dalam Perspektif Multikultural,
(Malang: UM Press, 2015)
Sulaiman, Asep, Mengenal Filsafat Islam,
(Bandung: Penerbit Yrama Widya,
2016)
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak, Ibn
Miskawaih, (Yogyakarta: Belukar,
2004)
Tolkhah, Imam, Membuka Jendela Pendidikan
Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi
Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta:
Grafindo Persada, 2004)
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam: Filosof dan
Filsafatnya, (Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2014)

Anda mungkin juga menyukai