Anda di halaman 1dari 19

Sistem

Manajemen Pasca
Kebakaran
Oleh: Kelompok 3
Anggota Kelompok 3
Lorem ipsum dolor sit amet

Aulia’ur Rahmah Prawiningsih


11181010000022 11181010000059

Diah Pitaloka P Ghina Shafa


11181010000030 11181010000080

Ksatria Pandji Amirah Nur Hakim


11181010000058 11181010000092
PENYELIDIKAN
DAN PELAPORAN
KEBAKARAN
PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEBAKARAN
Apabila terjadi kebakaran di tempat kerja, maka investigasi/penyelidikan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab dari kebakaran
tersebut dan melakukan tindakan perbaikan untuk mencegah kejadian serupa. Berikut beberapa prosedur investigasi dan pelaporan kebakaran
berdasarkan U.S. Department of Justice (2000) mengenai “Fire and Arson Scene Evidence: A Guide for Public Safety Personnel”.

A. Observasi Kondisi pada Lokasi Kebakaran

Saat api berhasil dipadamkan dan tim investigator dipanggil ke lokasi, maka perlu dipastikan keamanan dari sisa struktur dan
bangunan yang telah terbakar serta tidak boleh ada perubahan dilakukan di lokasi selain untuk kepentingan keamanan dan keselamatan
hingga proses investigasi selesai.

First responders perlu mengobservasi kondisi dan aktivitas yang terjadi saat tiba di lokasi kebakaran, karena informasi ini dapat
berguna dan disimpan sebagai bukti oleh investigator kebakaran. First responder merupakan personel (petugas) pelayanan publik yang
pertama kali tiba di lokasi kebakaran untuk memberikan bantuan, seperti pemadam kebakaran ataupun petugas ambulans. Beberapa
informasi yang bisa didapatkan dari observasi kondisi dari first responders antara lain:

- Keadaan saksi dan korban - Kondisi cuaca


- Kondisi ataupun aktivitas di sekitar bangunan - Karakteristik yang tidak biasa pada lokasi
- Kondisi api dan asap kebakaran (volume asap dan api, kebakaran
warna api, tinggi api, lokasi api, serta arah gerakan api - Teknik pemadaman api yang digunakan
dan asap). - Status alarm keamanan dan kebakaran, serta
- Kondisi bangunan sprinklers.
PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEBAKARAN

B. Evaluasi Lokasi Kebakaran


a) Sebelum memasuki dan mulai menginvestigasi kebakaran, investigator perlu untuk menghubungi incident commander dan melakukan
briefing untuk menentukan batasan, aspek legal, serta mengidentifikasi kebutuhan dan bantuan yang diperlukan selama investigasi
berlangsung.
b) Prosedur berfokus kepada batasan dan pengendalian akses terhadap lokasi kebakaran, untuk melindungi integritas hasil investigasi serta
keamanan dari sisa struktur dan bangunan yang terbakar.
c) Investigator perlu mengembangkan daftar orang-orang yang memiliki informasi seputar kejadian kebakaran, mulai dari aktivitas
menjelang terjadinya kebakaran, hingga proses pemadaman.
d) Investigator menentukan dan mendokumentasikan sistem operasi dan keamanan lokasi kebakaran, serta kondisi saat kebakaran
berlangsung. Data dari sistem deteksi dan pemadam kebakaran dapat menyediakan informasi mengenai sumber api dan penyebarannya.
e) Investigator mengidentifikasi sumber api, serta penyebab terjadinya api, dengan berpedoman kepada NFPA 921 tentang investigasi
kebakaran dan ledakan, ataupun pedoman nasional lainnya yang terkait.
PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEBAKARAN

C. Mendokumentasikan Kondisi dan Lokasi Kebakaran


Dokumentasi dapat didukung dengan rekaman video atau audio, foto, hingga dokumen yang berisi deskripsi
kondisi dan lokasi kebakaran.

D. Mengelola Bukti dari Lokasi Kebakaran


Untuk menjaga integritas bukti serta hasil investigasi kebakaran, maka perlu dilakukan pengamanan dan tindakan
pencegahan terhadap perubahan bukti dan kondisi di lokasi kebakaran yang dapat mempengaruhi proses penentuan
penyebab kebakaran.
Apabila ada bukti fisik, setelah didokumentasikan, maka bukti tersebut dapat dibawa dengan menggunakan
container atau packaging yang sesuai dengan aturan dan prosedur laboratorium. Bukti fisik dapat berupa serpihan atau
barang yang janggal dari sisa kebakaran, jejak sepatu, bercak darah, maupun bukti lainnya yang dapat mendukung
proses penentuan penyebab dan proses terjadinya kebakaran.
PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEBAKARAN

E. Penyelesaian Investigasi Kebakaran


a) Pemberian izin membuka lokasi kebakaran
Investigator perlu memastikan bahwa seluruh bukti telah dikumpulkan, proses investigasi di lokasi kejadian
sudah benar-benar selesai, mendiskusikan temuan dengan anggota tim, mendapatkan hasil pemeriksaan dari uji
forensic, hasil wawancara, atau riwayat potensi tindak kriminal, serta memberikan pertimbangan hukum untuk
kemudian membuka dan memberikan izin pembersihan, perubahan kondisi, serta akses ke lokasi kebakaran.
a) Pelaporan kepada lembaga yang sesuai
Setelah investigasi selesai, maka investigator perlu menyusun laporan hasil investigasi dan
mendiseminasikan hasil tersebut kepada lembaga dan pihak berwenang, seperti perusahaan yang mengalami
kebakaran, pihak kepolisian, sistem pelaporan insiden nasional, dan lembaga berwenang terkait sesuai dengan
regulasi yang berlaku.
PENYELIDIKAN DAN PELAPORAN KEBAKARAN

Contoh Format Laporan Kebakaran


AUDIT
KEBAKARAN
Bangunan yang mengalami kebakaran akan mengalami kerusakan dari tingkat yang paling ringan sampai berat, tergantung dari
tingginya temperatur dan durasi kebakaran. Untuk melihat seberapa kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, dilakukan
beberapa tahapan penelitian sebagai berikut :
1. Visual Inspection, yaitu pengamatan perubahan fisik elemen struktur untuk mendeteksi temperatur tertinggi yang
dialami, serta untuk mendeteksi kekuatan dan kekakuan struktur.
2. Non-destructive Test, yaitu test tidak merusak dengan menggunakan alat Rebound Hammer Test untuk mendapatkan
kriteria kekerasan beton, yang kemudian dihubungkan dengan kuat tekan beton normal.
3. Destructive Test, yaitu test merusak, dengan mengambil sample dengan core drill dan core case yang selanjutnya
dilakukan test kuat tekan, kuat tarik, dan chemical test.
4. Full Scale Loading Test, yaitu test pembebanan skala penuh, langsung pada elemen struktur terparah sampai dengan 2
kali beban rencana, dan merekam respon lendutan yang terjadi di beberapa titik kritis untuk mendapatkan hasil estimasi
kekuatan sisa.
Studi Kasus
ANALISA KELAYAKAN BANGUNAN PASCA
KEBAKARAN BERDASARKAN MUTU BETON
EKSISTING (Studi Kasus Bangunan Ruko Ex
Columbus di Pondok Gede)
Pendahuluan
Kebakaran gedung mulai mendapat perhatian serius dari semua pihak, setelah Indonesia didera
sejumlah kasus kebakaran gedung yang cenderung meningkat tajam. Peran ahli struktur dalam menangani
bangunan pasca kebakaran adalah untuk menanksir temperature tertinggi yang dialami oleh elemen-elemen
struktur pada saat kebakaran terjadi, menaksir kekuatan sisa struktur bangunan pasca kebakaran dan
mengusulkan teknik perkuatan elemen-elemen struktur agar bangunan dapat berfungsi kembali. Penyebab
utama kebakaran adalah akibat kelalaian manusia, baik kelalaian paada tahap perencanaan, pelaksanaan
maupun tahap pemanfaatan. Terjadinya perubahan temperatur yang cukup tinggi pada peristiwa kebakaran
akan membawa dampak pada struktur beton bangunan. Akibat tingginya temperatur suhu api yang terjadi
pada struktur beton bangunan akan mempengaruhi kualitas/ kekuatan struktur beton tersebut, sehingga
menyebabkan kekuatan beton menurun dan penggunaan struktur bangunan tersebut akan
berkurang.Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan analisis kondisi eksisting gedung kebakaran
tersebut. Analisis dilakukan berdasarkan kerusakan yang terjadi akibat kebakaran dan metode perbaikan
untuk mengembalikan kondisi bangunan menjadi layak digunakan kembali.
Metodologi

Penelitian ini dilakukan pada bangunan pasca kebaran yaitu Ruko Ex. Colombus yang terdiri dari 3
(Tiga) lantai dan Atap dak. Konstruksi struktur bangunan existing terdiri dari beton bertulang
konvensional (kolom, balok dan pelat lantai). Pada saat ini kondisi bangunan mengalami keretakkan pada
plesteran dinding akibat kebakaran, dan kondisi lembab pada setiap lantai akibat bocor.
Hasil dan Pembahasan

Struktur Kolom

Kolom pada bangunan eksisting, masih ditutupi plesteran. Setelah plesteran dibuka dengan cara chipping, kondisi mutu beton
kolom relatif tidak keras. Hal ini terbukti dengan pengujian hasil tes di Laboratorium, dimana hasilnya adalah lebih dari 50 %
mutu beton banyak yang yang non struktural ( Strukturil ). Dari hasil core drill dan test beton lainnya mutu beton dibawah K-225
dari sample pengujian yang kita ambil lebih besar jumlahnya, bila dibandingkan dengan mutu beton kolom di atas K-225. Kondisi
tulangan kolom banyak yang mengalami korosi, pada tulangan yang kondisinya tidak terbungkus kulit beton dengan sempurna.
Tulangan didalam kolom yang terbungkus sempurna berdasarkan dari sampel yang dilakukan chipping ada yang dalam kondisi baik
dan beberapa kondisi tulangan kolom yang ditemukan ada yang merenggang dan hangus terbakar akibat kebakaran.
Struktur Balok

Mutu beton Balok pada umumnya memiliki mutu beton yang bervariasi dari mutu beton K-100 sampai mutu beton K-
300 kg/cm2 . Tetapi pada saat survei kami menemukan balok yang mengalami keropos dan sarang beton. Dari hasil
pengamatan ada beberapa Balok ada yang mengalami retak. Pada Struktur Balok kami juga menemukan balok mengalami
lendutan (Hasil penyelidikan survei elevasi) dan keropos permukaan betonnya sehingga tulangan menjadi berkarat
Akibat beton tersebut tidak membungkus besi tulangan seluruhnya. Berkaratnya tulangan dapat mengurangi kemampaun
besi tulangan dalam menahan lentur akibat beban. Pembesian pada balok ditemukan ada yang tidak memiliki selimut
beton. Sehingga tulangan menonjol pada permukaan balok, hal ini menyebabkan tingginya korosi pada tulangan yanng
timbul. Pada saat kebakaran dan pemadaman bagian tulangan inilah yang paling terkena dampak hangus terbakar,
merenggang, dan korosi atau karatan
Hasil dan Pembahasan

Stuktur Pelat

Ciri-ciri kegagalan struktur ditemukan pada bagian struktur pelat, hal ini dikarenakan pelat pada bangunan eksisting pasca
kebakaran telah melendut dan beberapa bagian mengalami penurunan. Pelat yang melendut disebabkan ketebalan pelat tidak merata,
sedangkan pada pelat yang turun disebabkan oleh pemasangan perancah (Bekisting Pelat) yang tidak baik atau terlalu jauh. Mutu
beton pelat pada umumnya memiliki mutu beton yang bervariasi dari mutu beton K-100 sampai mutu beton K-300 kg/cm2 . Tetap lebih
besar jumlah mutu beton pelat yang dibawah K-225 ( mutu beton non struktur ). Padahal untuk bangunan ruko atau komersial
seharusnya mutu beton diatas K-225. Dari hasil pengamatan terdapat pelat yang mengalami sarang beton hal ini tidak baik untuk
kekuatan struktur khususnya kemampuan layan karena tidak bercampurnya material beton dengan baik. Pembesian pada pelat
ditemukan ada yang tidak memiliki selimut beton hampir sama dengan struktur penunjangnya balok. Sehingga tulangan menonjol pada
permukaan balok, hal ini menyebabkan tingginya korosi pada tulangan yanng timbul. Pada saat kebakaran dan pemadaman bagian
tulangan inilah yang paling terkena dampak hangus terbakar, merenggang, dan korosi atau karatan.
Komponen Non Struktur

Dinding pada pada umumnya mengalami retak dan pecah. Dinding yang mengalami retak diagonal satu arah merata selebar 1
- 4 mm. Retak diagonal juga terjadi di lantai atasnya dengan tipe yang sama hal ini disebabkan akibat kebakaran dapat
mempengaruhi kualitas plesteran dinding. Pasca kebakaran dibawah mutu beton strukural yang diharapkan SNI, Mutu
Tulangan sudah jauh berkurang dibandingkan pada saat awal disain, Banyak kami jumpai lendutan pada bagunan struktur,
dari hasil permodelan dikomputer dengan Program ETABS kemampuan layan struktur eksisting tidak dapat melayani beban
yang telah di tentukan oleh SNI ( Beban Gempa ) dan kombinasi beban lainnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa di atas maka kondisi bangunan Ruko Ex. Colombus pasca kebakaran jika dilihat dari
kondisi struktur bangunan digolongkan menjadi rusak sedang menuju rusak berat. Pengaruh kebakaran memerikan
faktor penurunan mutu beton pada bangunan eksisting sehingga pada saat dilakukan permodelan ETABS
kemampuan layan struktur eksisting tidak dapat melayani beban yang telah ditentukan oleh SNI (Beban Gempa)
dan kombinasi beban lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

● Herlina, L., & Prasetyo, D. (2014). Analisis Kelayakan Bangunan Pasca Kebakaran Berdasarkan Mutu Beton
Eksisting (Studi Kasus Bnagunan Riuko Ex. Columbus di Pondok Gede). Jurnal Sipil, 14(2), 67-75.
● U.S. Department of Justice. (2000). Fire and Arson Scene Evidence: A Guide for Public Safety Personnel.
Washington, DC: U.S. Department of Justice Office of Justice Programs. Available from
https://www.ojp.gov/pdffiles1/nij/181584.pdf

Anda mungkin juga menyukai