PENDAHULUAN
Dalam pendirian sebuah bangunan terdapat beberapa sistem utilitas yang perlu
diperhatikan, salah satunya adalah sistem pencegahan dan pemadam kebakaran. Kebakaran
merupakan bencana yang merugikan bagi semua pihak, baik pemilik bangunan,
pengelola/pengguna atau masyarakat lainnya yang berada dalam gedung. Seiring
meningkatnya ukuran dan kompleksitas bangunan gedung, sudah seharusnya pula diiringi
dengan peningkatan perlindungan terhadap masyarakat.
Sejak dahulu api merupakan kebutuhan hidup manusia, dari hal kecil hingga
hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian
skala besar dalam industri dalam peleburan logam. Tetapi sudah tidak dapat dikendalikan
lagi, api menjadi musuh manusia yang merupakan malapetaka dan dapat menimbulkan
kerugian baik materi maupun jiwa manusia. Hal tersebut yang biasa disebut kebakaran.
Saat ini banyak sekali kita temui bangunan bertingkat tinggi yang difungsikan
untuk kegiatan publik. Seiring dengan berkembangnya pembangunan, maka sistem
pengamanan yang disediakan juga semakin canggih dan bervariasi. Salah satunya adalah
sistem pemadam kebakaran. Selain sistem pemadaman terdapat pula beberapa sistem lain
yang terkait diantaranya yaitu sistem evakuasi, sistem pencegahan dan fire safety
management.
Kebakaran yang terjadi pada suatu bangunan maupun wilayah dapat dicegah
melalui hal-hal yang memang sudah dipersiapakan sebalumnya. Pencegahan terhadap
kebakaran dapat disosialisasikan kepada masyarakat umum. Apabila kebakaran sudah
terjadi maka hal yang dapat dilakukan adalah pemadaman api dan evakuasi korban. Proses
pemadaman dilakukan dengan menggunakan beberapa peralatan penunjang seperti alat
penyediaan air maupun proses penyaluran air menuju titik api. Bangunan yang baik adalah
bangunan yang sudah dilengkapi oleh semua sistem utilitas utama maupun penunjang.
Oleh sebab itu sistem pemadam kebakaran sangat diperlukan pada setiap bangunan baik
itu yang difungsikan sebagai ruang privat maupun ruang publik.
Sains Bangunan dan Utilitas 2 |SISTEM PEMADAM KEBAKARAN 1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada penjelasan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat
kami jabarkan diantaranya :
LANDASAN TEORI
Jangka waktu pembuatan tugas berkisar sekitar satu minggu setelah pemberian
tugas. Tugas dikerjakan secara berkelompok dengan masing-masing kelompok rata-rata
terdiri dari lima hingga enam orang anggota. Tugas ini akan dipresentasikan di depan kelas
oleh kelompok yang bersangkutan sesuai jadwal yang telah dibuat.
Tugas disusun dalam bentuk makalah yang terdiri dari empat bab yang membahas
mengenai salah satu sistem utilitas bangunan. Sebelum pengumpulan, tugas dapat melalui
proses asistensi terlebih dahulu kepada dosen yang bersangkutan untuk mendapatkan
kejelasan mengenai materi yang diterima. Tugas ini menjadi salah satu syarat penilaian
evaluasi yang diberikan bagi mahasiswa.
Pembahasan tugas ini dilakukan dengan cara diskusi antar anggota kelompok dan
juga pencarian data melalui referensi-referensi yang ada, misalnya dari buku dan internet.
Penyusunan tugas ini dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif, yaitu pembahasan
secara menyeluruh dan detail mengenai suatu yang dijadikan pokok bahasan. Selain itu
kami juga mencantumkan beberapa buah gambar sebagai referensi tambahan bagi
pembaca.
PEMBAHASAN
PROSES KEBAKARAN
Kebakaran berawal dari proses reaksi oksidasi antara unsur Oksigen ( O2 ), Panas
dan Material yang mudah terbakar ( bahan bakar ). Keseimbangan unsur – unsur
tersebutlah yang menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah definisi singkat mengenai
unsur – unsur tersebut :
a. Oksigen
Oksigen atau gas O2 yang terdapat diudara bebas adalah unsur penting
dalam pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau keaktifan
pembakaran suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12 % tidak akan
menimbulkan pembakaran.
b. Panas
Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu / temperatur,
sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar. Sumber – sumber
panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat energi mekanik, pusat
reaksi kimia dan sebagainya.
Sistem pendeteksi kebakaran adalah sistem yang menyangkut mengenai cara kerja
alat-alat yang digunakan untuk menganalisa atau mengenali tejadinya kebakaran sejak
awal proses timbulnya api atau asap. Sistem ini berfungsi untuk mengantisipasi meluasnya
proses kebakaran pada suatu bangunan (gedung) dan untuk memberikan peringatan bagi
penghuni gedung agar dapat segera dievakuasi atau menyelamatkan diri.
3. Smoke Detector adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya gumpalan asap.
tector
madam-
013/05/alat-
-alarm.html
4. Gas Detector / Pendeteksi Gas / Gas
Alarm Standalone Gas Detector adalah
alat yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya kebocoran gas
berbahaya seperti LPG dan Methane.
Detector ini dapat berfungsi tanpa
harus menggunakan panel controller.
Gambar 3.1.5. Gas Detector
Ketika mendeteksi gas berbahaya,alat
Sumber : http://sistem-pemadam-
ini akan membunyikan built-in kebakaran.blogspot.com/2013/05/alat-
sirine.Alat ini dapat ditempatkan pada pendeteksi-kebakaran-fire-alarm.html
dinding ruang yang rentan terhadap kebocoran gas. Disamping sebagai Gas detector,
alat ini dapat diintegrasikan dengan alarm system.
Sebagai alat pemberi tanda jika terjadi kebakaran, bangunan dilengkapi dengan
sistem tanda bahaya (alarm system) yang panel induknya berada dalam ruang pengendali
kebakaran, sedang sub-panelnya dapat dipasang di setiap lantai berdekatan dengan kotak
hidran. Pengoperasian tanda bahaya dapat dilakukan secara manual dengan memecahkan
kaca tombol sakelar tanda kebakaran atau bekerja secara otomatis, di mana tanda bahaya
kebakaran dihubungkan dengan sistem detektor (detektor asap atau panas) atau sistem
sprinkler.
Ketika detektor berfungsi, hal itu akan terlihat pada monitor yang ada pada panel,
utama pengendalian kebakaran, dan tanda bahaya dapat dibunyikan secara manual, atau
secara otomatis, di mana pada saat detektor berfungsi terjadi arus pendek yang akan
menyebabkan tanda bahaya tertentu berbunyi.
Sederhananya, sensor dapat berupa sakelar yang ditempatkan pada lokasi tertentu
dan dapat difungsikan secara manual untuk membuat tanda bahaya berfungsi. Pada benda-
benda yang diam, panjang pantulan gelombangnya tetap sama, tetapi jika ada objek yang
bergerak, maka terjadi perubahan panjang pantulan gelombang, dan hal ini akan
mengaktifkan tanda bahaya.
Prinsip di atas digunakan pada sensor ultrasonik dan sensor gelombang mikro.
Sensor ultra sonik dapat dikacaukan jika terjadi turbulensi udara akibat sistem tata udara
atau adanya bunyi yang disebabkan oleh dering telephon, suara kipas udara, atau getaran
peralatan dalam ruangan. Sensor ultrasonik dapat mencakup luas 7,00 meter x 9,00 meter.
Sedangkan pada gelombang mikro, sensor baru berfungsi jika objek telah mencapai jarak
tertentu, dan perkiraan dimensi objek yang bergerak dapat diatur. Hal ini dimaksudkan
untuk menghindari kemungkinan kekeliruan antara manusia dan binatang peliharaan dan
gangguan akibat adanya turbulensi atau getaran benda-benda. Sensor gelombang mikro
Dalam perencanaan sistem ini hal yang perlu diperhatikan antara lain:
Tipe A : Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu
menahan secara struktural terhadap beban bangunan.
Tipe B : Kontruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang dalam bangunan.
Tipe C : Komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat
terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural
terhadap kebakaran.
USAHA PENCEGAHAN
Pencegahan dalam hal ini adalah suatu usaha secara bersama untuk menghindari
kebakaran dalam arti meniadakan kemungkinan terjadinya kebakaran. Usaha ini pada
mulanya dilakukan oleh pihak yang berwenang dan menuntut peran serta dari masyarakat.
Sedangkan usaha – usaha yang dilakukan Pemerintah adalah :
Sistem pemadam kebakaran atau sistem fire fighting merupakan sistem yang
difungsikan untuk menanggulangi bahaya api yang terjadi di dalam gedung. Sistem
pemadam kebakaran disediakan di gedung sebagai preventif (pencegah) terjadinya
kebakaran. Namun ini difungsikan ketika bencana kebakaran sudah melanda gedung atau
Akan lebih baik jika cara pemadaman kebakaran diketahui terlebih dulu. Dari pengertian
tentang penyebab kebakaran maka dapat ditemukan sistem pemadaman api, yaitu :
c. Cara isolasi, adalah sistem pemadaman dengan cara mengurangi kadar O2 pada
lokasi sekitar benda- benda terbakar. Sistem ini disebut juga dengan sistem
lokalisasi, yaitu dengan membatasi / menutupi benda – benda yang terbakar agar
tidak bereaksi dengan O2, contohnya :
Menutup benda – benda yang terbakar dengan karung yang dibasahi air,
misalnya pada kebakaran yang bermula dari kompor.
Sistem ini terdiri dari sistem sprinkler, sistem hydrant dan Fire Extinguisher. Dan
pada tempat-tempat tertentu digunakan juga sistem fire gas. Tetapi pada umumnya sistem
yang digunakan terdiri dari :
A. Sistem sprinkler
Instalasi pipa pada sistem sprinkler berfungsi untuk mengatasi kebakaran secara
otomatis disetiap ruangan melalui head sprinkler , pipa sprinkler dipasang pada setiap
lantai (dalam plafon) dengan jarak antara 3 sampai 5 meter , bila terjadi kebakaran pada
1. Wet Riser System merupakan keseluruhan instalasi pipa sprinkler berisikan air
bertekanan dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap. Pada
umumnya gedung bertingkat menggunakan sistem Wet Riser. Pada sprinkler ini,
pada katup kendalinya biasanya dilengkapi dengan peralatan tabung penghambat
(retard chamber) yang berfungsi untuk menghindarkan aktifnya alarm gong dari
akibat terjadinya kelebihan tekanan air sesaat yang dikirim melalui katup kendali.
Cara kerja sistem ini adalah melalui pecahnya kepala srinkler yang
menerima rangsangan panas berdasarkan tingkat suhunya. Air memancar dari
kepala sprinkler dan mengakibatkan tekanan dalam jaringan instalasi turun sampai
ke titik tertentu sesui desain/rancangan. Turunnya tekanan selanjutnya akan
mengaktifkan.
2. Dry Riser System merupakan keseluruhan instalasi pipa sprinkler tidak berisikan air
bertekanan, peralatan penyedia air akan mengalirkan air secara otomatis jika
instalasi fire alarm memerintahkannya.
Pada saat panas atau asap pada ruang yang dilindungi mencapai suhu
tertentu atau jumlah tertentu, panas/asap tersebut akan dideteksi oleh detektor yang
terpasang pada sistem sprinkler ini. Selanjutnya detector ini akan mengaktifkan
katup curah (Deluge value). Air yang mengalir ke sistem sprinkler selanjutnya akan
mengaktifkan pompa kebakaran dan alarm bel yang sekaligus berfungsi memberi
peringatan kepada petugas sebelum terpancarnya air dari kepala sprinkler yang
pecah.
2. Kepala sprinkler
Kepala sprinkler adalah bagian dari sprinkler yang berada pada ujung jaringan pipa
dan diletakkan sedemikian rupa sehingga akibat adanya perubahan suhu tertentu akan
memecahkan kepala sprinkler tersebut dan akan memancarkan air secara otomatis. Jenis
kepala sprinkler dibedakan atas :
a. Arah pancaran
Kepala sprinkler dengan arah pancaran seperti ini biasanya di pasang dimana
faktor teknis ataupun estetika tidak dimungkinkan pemasangan instalasi
pemipaan.
Sumber : http://pkppksupadio.wordpress.com/
Keterangan gambar :
Sumber : http://pkppksupadio.wordpress.com/
Sains Bangunan dan Utilitas 2 |SISTEM PEMADAM KEBAKARAN 16
Tingkat kepekaan kepala sprinkler berdasarkan warna dan tingkat suhunya dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
Tingkat suhu ºC
Jingga 57
Merah 69
Kuning 79
Hijau 93
Biru 141
Ungu 182
Hitam 204/260
B. Sistem Hydrant
Hydrant adalah sistem pemadam api yang menggunakan media air, secara
sistemnya tidak berbeda dengan sistem pompa air yang ada dirumah. Berdasarkan
tempat/lokasinya sistem hidran kebakaran dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Hidran Kelas 1 :
b. Hidran kelas II :
Ialah hidran yang dilengkapi dengan slang berdiameter gabungan antara Hidran
kelas I dan II diatas.
INSTALASI HYDRANT
Sumber : http://sistem-pemadam-kebakaran.blogspot.com/2013/04/sistem-
hydrant.html
Tempat penyimpanan air (Reservoir)
Reservoir merupakan
pemadaman kebakaran. Biasanya reservoir ini berbentuk satu tanki ataupun beberapa
tangki yang terhubung satu dengan yang lainnya. Reservoir ini bisa berada di atas tanah
maupun dalam tanah. Dan harus dibuat sedemikian rupa hingga dapat menampung air
untuk supply air hydrant selama minimal 30 menit penggunaan hydrant dengan kapasitas
minimum pompa 500 galon per menit.
Selain itu reservoir juga harus dilengkapi dengan mekanisme pengisian kembali
dari sumber-sumber air yang dapat diandalkan untuk menjaga level air yang tersedia dalam
reservoir. Mekanisme pengisian reservoir ini terdiri dari sistem pompa yang dihubungan
dengan sumber air yang dapat diandalkan misalnya dengan air tanah, air sungai, dll.
2. Sistem Distribusi
Untuk mendukung proses dan sistem kerja hydrant, diperlukan sistem distribusi
yang menggunakan pipa untuk menghubungkan sumber air hingga ke titik selang hydrant.
Dalam perancangan jaringan pipa hydrant, yang terbaik adalah menggunakan system
jaringan interkoneksi tertutup contohnya sistem ring atau O. Sistem ini memberikan
beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut:
Sistem pipa utama (primary feeders) dari hydrant biasanya berukuran 12-16 inch.
Pipa sambungan ke dua (secondary feeders) biasanya berukuran 8-12 inch. Sedangkan
untuk cabang pipa biasanya berukuran 4.5-6 inch. Pada ujung pipa hydrant tersambung
dengan pilar hydrant. Disamping pilar hydrant terpasang box yang digunakan untuk
menyimpan selang hydrant (hose). Selang ini terbuat dari bahan kanvas yang panjangnya
berkisar 20-30 meter.
Untuk mendukung supply air hydrant, dibuatlah suatu sambungan pipa yang
berinterkoneksi dengan sistem pipa hydrant yang disebut sambungan Siamese. Sambungan
ini terdiri dari satu atau dua sambungan pipa yang fungsinya adalah untuk memberikan
supply air tambahan pada sistem hydrant. Sambungan ini sangat berguna bagi petugas
pemadam kebakaran untuk memberikan supply air tambahan melalui mobil pemadam
kebakaran atau sistem pilar hydrant umum.
Sistem ini terdiri atas panel kontrol pompa, motor penggerak, dan unit pompa.
Pompa dikontrol melalui sistem panel kontrol, sehingga dapat menghidupkan serta
mematikan keseluruhan system dan juga untuk mengetahui status dan kondisi pompa.
Motor penggerak pompa merupakan sistem mekanik elektrik yang mengaktifkan pompa
untuk menyedot dan menyemburkan air. Unit pompa untuk hydrant biasanya terdiri dari:
Pompa Generator
Digunakan sebagai sumber tenaga cadangan pada saat listrik mati.
Pompa Utama
Digunakan sebagai penggerak utama untuk menyedot air dari sumber ke titik
hydrant.
Pompa Jockey
Digunakan untuk mempertahankan tekanan air pada sistem hydrant.
KOMPONEN HYDRANT
Bak penampungan air hydrant untuk memasok kebutuhan sistem hidran kebakaran
berada di basement berdekatan dengan tangki filter air tanah dan air PDAM. Untuk
pasokan air tersebut dapat menggunakan pompa dan peralatan seperlunya untuk
menyediakan pasokan air ke sambungan selang. Fungsi Pompa ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan air kebakaran dari groundtank sampai ke ujung pengeluaran (nozzel).
Pompa kebakaran atau biasa disebut Fire Pump diperhitungkan dengan besar debit
kebutuhan air hydrant kebakaran dan Head (tinggi permukaan air sampai ujung
pengeluaran tertinggi ditambah kehilangan tekanan). Adapun komponen dalam instalasi
pipa hydrant :
1. Pipa Hydrant
5. Siemense Conection
Sistem Alarm Kebakaran Kota adalah suatu cara atau alat komunikasi dari
penduduk/ warga masyarakat Kepada Dinas Kebakaran Kota untuk
menginformasikan tentang adanya bahaya kebakaran guna mendapatkan
pertolongan pemadaman. Sistem Tanda Bahaya Kebakaran seperti ini pada
kebanyakan kota di Indonesia mengunakan peasawat telepon dgn nomor panggail
113. Sistem alarm kebakaran Kota terdiri dari dua sistem yaitu :
Sistem Lokal
Alarm kebakaran sistem lokal mengunakan titik panggil (Box circuits) yang
di pasang di beberapa tempat tertentu di dalam wilayah kota. Box tersebut
dilengkapi dengan saklar berupa tombol tekan, tombol tarik atau handle
tarik
Sistem Central, (Pusat )
Alarm kebakaran kota sistem central pada hakekatnya memiliki komponen
yang sama dengan sistem lokal hanya perbedaannya terletak pada prinsip
kerjanya saja.
1) Manual, dengan menggunakan titik panggil manual ( Manual call box ) atau sesuai
dengan petunjuk pemakaian pada titik panggil tersebut.
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. APAR sering disebut dengan tabung
gas fire extinguisher atau racun api. Fire extinguisher atau yang biasanya disebut racun
api adalah alat yang digunakan untuk memadamkan api skala kecil yang biasanya
berbentuk tabung dan untuk kebutuhan pemadaman api yang sifatnya darurat. Alat
pemadam api ini tidak diperuntukkan untuk pemadaman api yang sifatnya sudah out-of-
control, seperti kebakaran dimana api yang telah membakar langit-langit bangunan, atau
situasi-situasi kebakaran yang memang hanya bisa diatasi oleh petugas pemadam
kebakaran yang sudah terlatih.
1. Terdiri dari jenis tertentu dan bukan merupakan pemadam untuk segala jenis
kebakaran, oleh karena itu sebelum menggunakannya perlu diidentifikasi jenis
bahan terbakar.
2. Hanya ideal dioperasikan pada situasi tanpa angin kuat, Fire extinguisher atau
racun api kimiawi ideal dioperasikan pada suhu kamar.
Fire extinguisher atau racun api dibagi menjadi 4 kategori berdasarkan perbedaan tipe-tipe
api. Masing-masing pemadam api juga memiliki rating numerik yang menunjukkan
besarnya api yang bisa ditangani oleh fire extinguisher tersebut. Semakin besar angkanya,
semakin besar kemampuan memadamkan apinya. Berikut adalah tipe-tipe alat pemadam
api fire extinguisher :
Pemadam untuk zat-zat cair (liquid) yang mudah terbakar seperti gasoline
(bensin), kerosin, minyak dan oli. Angka rating pada pemadam tipe ini
menunjukkan berapa persegi wilayah api yang dapat dipadamkannya.
Alat pemadam ini menggunakan air dan karbon dioksida sebagai baham
pemadam. Jenis pemadam ini cocok untuk memadamkan api yang membakar kertas
dan kayu. Dan tidak boleh digunakan pada area-area yang terdapat peralatan yang
menggunakan listrik atau cairan kimia organik yang tidak larut didalam air. Akhir-
akhir ini sudah dikembangkan alat pemadam yang menggunakan air yang mengandung
foaming agent (bahan pembentuk busa) yang dikenal dengan AFFF yang dapat
digunakan untuk kebakaran pada cairan kimia mudah terbakar dan peralatan listrik.
Sumber
b. Carbon : http://safety108.blogspot.com/2011_09_01_archive
dioxide extinguishers, warna hitam e.html
Alat pemadam ini menggunakan gas Halon sebagai bahan pemadam. Alat
pemadam jenis ini digunakan di pabril, laboratorium atau area workshop dimana
terdapat kemunkinan minyak dan bahan mudah terbakar. Tapi jenis pemadan ini tidak
bias digunakan untuk area-area dimana terdapat peralatan
elektronik. Jenis pemadam ini dikembangkan untuk memadam
kebakaran pada pesawat udara. Alat pemadam ini mengeluarkan
uap dan gas yang menyelimuti api dan menyingkirkan oksigen
sehingga dapat memadamkan api. Atom Bromin merupakan
terminator dari proses oksidasi yang terjadi pada saat kebakaran.
Salah satu kelemahan dari jenis pemadam ini adalah jika
terdapat logam yang terbakar maka BCF dapat terdegradasi dan
membentuk hydrogen halide yang bersifat beracun dan korosif.
Jika digunakan pada area confine space maka Gambar 3.2.12. Halon
(bromochlorofluoromethane BCF
diperlukan ventilasi yang cukup. type) extinguishers, Warna Hijau
Sumber :
d. Powder extinguishers (gas cartridge type), http://liayuliasitirohmah.blogspot.com/
Warna Biru
Sumber : http://liayuliasitirohmah.blogspot.com/
TANGGA DARURAT
Tangga pada bangunan bertingkat rendah dan tinggi, disediakan sebagai tangga
darurat dan tangga kebakaran. Keduanya memiliki syarat yang berbeda. Tangga darurat
digunakan oleh pemakai bila alat transportasi lain tidak berfungsi seperti lift atau escalator.
Berbeda dengan tangga kebakaran, sesuai dengan namanya, tangga kebakaran memang
digunakan pada saat kebakaran. Untuk itu faktor keselamatan sangat diperhatikan pada
tangga jenis ini.
Tangga darurat, diletakkan terbuka dan dekat dengan lobby lift, sehingga pemakai
mudah menemukannya. Tangga kebakaran diletakkan pada tempat tertentu yang
memenuhi persyaratan keselamatan terhadap bahaya kebakaran. Persyaratan mengenai
elemen penyusun dan tata letak tangga darurat diantaranya sebagai berikut.
Sebagai pemakai gedung, sebaiknya juga memahami perbedaan tangga darurat dan
tangga kebakaran, sehingga dapat menggunakan kedua jenis tangga ini dengan tepat.
Keselamatan bersama dapat terjadi dengan adanya penggunaan tangga yang tepat sesuai
fungsi.
KORIDOR
Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran yang terdekat tidak
boleh lebih dari 25 m.
PINTU DARURAT
Persyaratan Umum
Pintu penahan asap, baik terdiri dari satu ataupun lebih akan memenuhi
persyaratan butir bila pintu tersebut dikonstruksikan sebagai berikut:
Daun pintu dapat berputar disatu sisi dengan arah sesuai arah bukaan
keluar; atau berputar dua arah.
Daun pintu mampu menahan asap pada suhu 2000 C selama 30 menit
Pintu akan kembali menutup secara penuh setelah pembukaa secara manual.
Setiap kaca atau bahan kaca yang menyatu dengan pintu kebakaran atau
merupakan bagian pintu kebakaran harus memenuhi standar yang berlaku.
LIFT PEMADAM
Gambar 3.3.1 Mobil pemadam sebagai lift untuk petugas pemadam kebakaran
Sumber : https://www.google.com/liftpemadam
RUANG KOMPARTEMEN
SISTEM TANDA
Suatu tanda eksit harus jelas terlihat bagi orang yang menghampiri
eksit dan harus dipasang pada, di atas atau berdekatan dengan setiap :
Pintu yang memberikan jalan ke luar langsung dari satu lantai ke tangga,
jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur tahan api, yang
Berfungsi sebagai eksit yang memenuhi persyaratan
Pintu dari suatu tangga, jalan terusan atau ramp yang dilindungi struktur
tahan
Api atau tiap level hamburan ke jalan umum atau ruang terbuka; dan eksit
horisontal, dan
Pintu yang melayani atau membentuk bagian dari eksit yang disyaratkan
pada lantai
Tanda Penunjuk Arah
Dalam setiap bangunan harus memiliki jalur evakuasi darurat yang berguna untuk
mengevakasi penghuni bangunan apabila terjadi suatu bencana dalam bangunan tersebut,
Kebakaran umumnya ditandai dengan bunyi alarm, dan pengumuman dari Gedung
mengenai keadaan darurat kebakaran. Saat alarm tanda kebakaran berbunyi itu berarti
proses kebakaran mulai terjadi dan sistem pemadam kebakaran pada suatu bangunan akan
bekerja. Saat sistem pemadaman mulai bekerja secara otomatis ada baiknya apabila
penghuni bangunan dapat menyelamatkan diri dengan mengikuti prosedur keamanan dan
penanggulangan kebakaran yang baik dan benar. Hal yang pelu dilakukan bagi penghuni
bangunan adalah sebagai berikut.
1. TETAP TENANG. Semakin kita tenang, semakin kita bisa berpikir dan tanggap.
Mengikuti latihan tanggap darurat di tempat kerja masing-masing atau di fasilitas
publik lainnya (atau bahkan di rumah), bisa membuat kita semakin tenang dan tahu apa
yang harus dilakukan.
2. PADAMKAN API BILA TERLATIH. Bila melihat api, segera beritahu orang
terdekat di sekitar anda. Dan apabila anda terlatih menggunakan alat pemadam api
ringan (APAR), maka raihlah APAR terdekat dan padamkan api tersebut. Mintalah
orang lain yang terdekat dengan anda untuk menghubungi petugas sekuriti atau petugas
tanggap darurat ketika anda memadamkan api. Bila tidak terlatih, segera beritahu orang
terdekat di sekitar anda dan menjauhlah dari sumber api. Orang terdekat (yang
terlatih), petugas sekuriti ataupun petugas tanggap darurat akan memadamkan api
tersebut.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan selama proses evakuasi diantaranya sebagai berikut.
Berbagai kejadian yang menimpa bangunan gedung tinggi akibat kebakaran atau
emergency lainnya baik karena akibat kelalaian atau sebab lain seperti kasus kebakaran
sejumlah bangunan di pusat bisnis Pontianak baru-baru ini ( Nopember 2003 ) dan Hotel
Perdana Wisata ( 2002 ), atau pun akibat kesengajaan ( arsom fire ) seperti kasus di
gedung WTC ( 2001 ), gedung JW Marriot ( 2003 ), dan hotel Harmoni Nagoya Batam
( 2003 ), telah menyadarkan pentingnya penerapan Fire Safety Management ( FSM ).
Penerapan FSM telah dipersyatkan dalam Kepmeneg PU No. 11/KPTS/2000 tentang
Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Perkotaan.Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar bangunan tinggi belum menerapkan system
FSM dengan baik dan konsisten. Undang-Undang Bangunan Gedung ( UUBG-2002 )
yangmensyaratkan aspek keselamatan bangunan perlu ditindaklanjuti dengan penerapan
pedoman teknis seperti FSM dan Rencana Tindak Darurat Kebakaran atau Fire
Emergency Plan (FEP) yang merupakan sub bagian dari FSM.
C. Kepmenneg PU no.11/KPTS/2000
Dalam Kepmenneg PU no. 11/KPT/2000 tentang Ketentuan Teknis
Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan, Bab IV Manajemen
Penanggulangan Kebakaran Bangunan Gedung, Klausul 1.1 point 1, mensyaratkan
adanya manajemen keselamatan kebakaran pada suatu bangunan gedung :
“Setiap bangunan umum termasuk apartemen yang berpenghuni minimal
500 orang, atau yang memiliki luas lantai minimal 5.000 m2, atau mempunyai
ketinggian bangunan lebih dari 8 lantai, atau bangunan rumah sakit, diwajibkan
menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).”
Tujuan adanya Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK) ini, masih
dalam Kepmen yang sama,sebagaimana disebutkan dalam Bab IV klausul 2.1 point
2:
“Bangunan gedung melalui penerapan MPK harus mampu mengatasi
kemungkinan terjadinya kebakaran melakui kesiapan dan keandalan system
proteksi yang ada, serta kemampuan petugas menangani pengendalian kebakaran,
sebelum bantuan dari instansi pemadam kebakaran tiba.”
Fire Safety Management harus dilaksanakan dari mulai proses desain gedung,
commisioning dan operasional gedung. Selama ini dalam pembangunan gedung, pemilik
gedung hanya melibatkan konsultan perencana bangunan (arsitek), manajemen konstruksi,
listrik dan kontraktor bangunan tetapi belum melibatkan konsultan fire safety. Artinya
pihak pemilik/pengelola harus lebih berkoordinasi dengan pihak-pihak yang kompeten
untuk setiap bidang, tidak terkecuali masalah fire safety, dalam perencanaan pembangunan
gedung. Sementara di negara maju dalam pembangunan gedung harus melibatkan fire
safety consultant.
Penyusunan Fire Safety Management memang tidak mudah karena terdiri dari
beberapa rangkaian system yang harus dijelaskan secara terinci dan dapat diaplikasikan.
Berikut ini adalah model / elemen Fire Safety Management System untuk gedung dalam
keadaan beroperasi, yakni:
Management Commitment
Baseline Assessment
Pre-Fire Planning
Implementation
Control
Audit
Management Review
Dari elemen-elemen Fire safety Management tersebut memperlihatkan bahwa
komitmen dari manajemen menjadi dasar dalam penyusunan Fire Management System.
Dan biasanya komitmen menjadi kendala tersendiri seperti yang sudah dijelaskan dalam
penelitian Fire Safety Management.
Elemen berikutnya adalah Baseline Assessment.Tujuan dari baseline assessment
adalah untuk memberikan gambaran kepada manajemen atas kondisi terakhir aspek-aspek
keselamatan gedung miliknya atau yang dikelolanya.Aspek-aspek tersebut adalah personil,
peralatan dan sistem atau prosedur yang ada. Dengan data yang terkumpul dari ketiga
aspek tersebut maka pemilik/pengelola gedung akan dapat melihat posisi kesiapannya
b. Pengendalian Asap
Pada saat terjadinya kebakaran atau kondisi darurat, terutama pada
bangunan tinggi, tangga kedap api/asap merupakan tempat yang paling aman dan
harus bebas dari gas panas dan beracun. Ruang tangga yang bertekanan (Pressurized
Stair Well) diaktifkan secara otomatis pada saat kebakaran. Pengisian ruang tangga
dengan udara segar bertekanan positif akan mencegah menjalarnya asap dari lokasi
yang terbakar.
Sains Bangunan dan Utilitas 2 |SISTEM PEMADAM KEBAKARAN 47
c. Kompartemen
Kompartemen merupakan tempat yang menyediakan penampungan
sementara bagi penghuni atau pengguna bangunan untuk menunggu sampai api
dipadamkan atau jalur menuju pintu keluar sudah aman. Fungsi kompartemen adalah
menahan dan membatasi penjalaran api agar dapat melindungi pengguna bangunan
dan barang-barang dalam bangunan untuk tidak secara langsung bersentuhan dengan
sumber api.
e. Pintu keluar
Beberpa syarat pintu keluar untuk keamanan pada bangunan hotel,
diantaranya :
Pintu harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya selama dua jam.
Pintu harus dilengkapi minimal dengan tiga engsel.
Pintu harus dilengkapi dengan tuas/tungkai pintu yang beerada diluar ruang
tangga.
Pintu dapat dilengkapi dengan kaca tahan api dengan luas maksimal 1m 2
dan diletakkan disetengah bagian atas dari daun pintu.
Pintu harus dicat dengan warna merah.
a. Kontruksi Bangunan
Gedung bertingkat dibangun dengan menggunakan kontruksi beton yang
pada dasarnya tidak mudah terbakar. Lay out interior gedung haruslah
merupakan ruang terbuka (open space) hal ini memungkinkan memperlambat
api untuk menjalar. Penyekat ruang plafond terpasang dengan bahan asbes
tahan api, memungkinkan penahan menjalarnnya api.
b. Jarak Antar Bangunan
Jika bangunan gedung bertingkat lebih dari satu bangunan, usahakan jarak
bangunan satu dengan bangunan lainnya berjarak minimal 30 m yang dapat
dipergunakan untuk akses masuk mobil pemadam kebakaran dengan
perkerasan lapisan conblock.
c. Akses Petugas Pemadam Kebakaran Didalam Gedung
Fasilitas yang tersedia untuk akses petugas adalah lobby gedung yang dapat
dipergunakan untuk koordinasi operasi pemadaman kebakaran dan juga
tersedianya akses berupa lift dan tangga .
d. Akses Untuk Evakuasi
Tersedia tangga darurat yang tertutup dengan pintu tahan api, tangga
darurat diharuskan adanya lebih dari satu buah, dengan jarak maksimal 20 m
dari akses pintu masuk atau pintu keluar gedung. Tangga darurat harus
langsung menuju ke arah luar bangunan.
e. Lingkungan Bangunan
Pada areal lingkungan bangunan harus tersedia hydrant dengan sumber air
yang memadai yang bisa berasal dari tangki bawah tanah, ataupun sumber air
lainnya.
Rumah sakit merupakan suatu wadah fasilitas umum untuk masyarakat dibidang
kesehatan yang terorganisir melalui tenaga medis serta sarana kedokteran. Rumah sakit
melayani kesehatan masyarakat yang bersifat promotif (peningkatan kesehatan), preventif
(pencegahan sebelum sakit), kuratif (penyembuhan dalam kondisi sakit) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan). Rumah Sakit merupakan bangunan dengan zona dan alur aktifitas
yang beragam. Sebagian besar pengguna bangunannya ialah pasien yang tidak memiliki
kemampuan untuk mengevakuasi dirinya sendiri ketika terjadi kebakaran, sehingga
berpengaruh penting dalam mendesain pola sirkulasi yang baik serta dapat menjadi jalur
evakusi kebakaran bagi pasien juga petugas medis yang aman pada saat terjadi kebakaran,
dan tetap menempatkan peralatan pendukung evakuasi kebakaran di sepanjang jalur
evakuasi. Berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pengamanan pasif gedung
rumah sakit :
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan diantaranya yaitu sebagai berikut.
Rohmah, Lia Yulia Siti.2012.” Cara Kerja Alat Pemadam Kebakaran (Fire Extinguisher)”
http://liayuliasitirohmah.blogspot.com/2012/12/cara-kerja-alat-pemadam-kebakaran-
fire.html. Tanggal akses 2 Maret 2014