Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KISTA GANGLION

A. DEFINISI
Kista ganglion adalah tumor atau benjolan non-kanker yang tumbuh pada

jaringan penghubung otot-tulang, tertutama disekitaran sendi atau tertutup dengan

tendon. Kista ini paling sering muncul pada tangan dan pergelangannya, tapi tidak

jarang juga muncul pada kaki (Kasim, 2020).

Kista ini umumnya berbentuk bulat oval kecil mirip menyerupai kacang

polong. Namun dapat juga membesar hingga ukurannya mencapai sekitar 2,5 cm.

Terkadang posisi kista menyebabkan pergerakan sendi menjadi lebih sulit. Kista

ganglion ini tidak menimbulkan rasa sakit, kecuali keberadaannya menekan saraf yang

ada di sekitarnya (Willy, 2019)

B. ETIOLOGI
Hingga saat ini penyebab terbentuknya kista ganglion masih belum diketahui

secara pasti. Meski begitu, ada beberapa kondisi yang diduga meningkatkan risiko

terjadinya kista ganglion, yaitu osteoarthritis dan cedera pada persendian (Willy,

2019).

Namun, ada beberapa faktor risiko yang membuat beberapa orang bisa

memiliki ganglion (Quamila, 2017) :

a. Usia dan jenis kelamin: ganglion dapat menyerang siapa saja, tapi paling sering

ditemukan pada wanita berusia 20-30 tahunan.

b. Cedera: sendi atau tendon yang pernah terluka di masa lalu lebih mungkin untuk

mengembangkan kista.
c. Aus karena penggunaan berlebih yaitu orang-orang yang terlalu sering

menggunakan sendi tertentu lebih mungkin untuk memiliki benjolan kista.

Pesenam perempuan, khususnya, sangat rentan mengembangkan ganglion.

d. Osteoarthritis: orang yang memiliki arthritis pada persendian jari yang paling

dekat kuku berada pada lebih risiko tinggi terkena kista di dekat persendian

tersebut.

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi kista ganglion masih tidak diketahui secara jelas. Saat ini, beberapa

peneliti menyetujui teori yang menyebutkan bahwa kista ganglion disebabkan oleh

respon sel mesenkim dari penghubung synovial-capsular terhadap cedera minor

berulang. Peregangan yang dilakukan berulang pada ligamen dan kapsul akan memicu

produksi jaringan lubricant hyaluronic acid oleh fibroblast. Namun, teori ini juga

masih tidak dapat dibuktikan karena tidak adanya gambaran pericystic

inflammatory pada hasil pemeriksaan patologi kista ganglion (Kevin, 2019).


D. PATHWAY KISTA GANGLION

Usia Jenis Kelamin Cedera Osteoarthritis

Cedera pada sendi

Terjadi kebocoran kompartemen

Cairan sinovial keluar dari kompartemen

Reabsorbsi terganggu

Cairan sinovial menjadi sekental jeli

Mengisi ruang di luar area kebocoran

Terjadi peremasan pada sendi

Peningkatan tekanan pada kompartemen yang berisi cairan sinovial

Benjolan terbentuk dengan tekanan besar

Terputusnya
MKkontuinitas
Nyeri Tindakan invasif
jaringan Luka Post Op

Keterbatasan Gerak
Keterbatasan gerak
MK: Nyeri
MK : Resiko Iinfeksi
Luka Post Op
MK Gangguan Mobilitas

MK : Gangguan Mobilitas

Gambar 2.1 Pathway Kista Ganglion


E. MANEFESTASI KLINIS

Kista ganglion kebanyakan terjadi pada sendi pergelangan tangan bagian

belakang atau sejajar dengan pungggung tangan, namun juga bisa berkembang

pada pergelangan tangan sisi palmar atau sejajar dengan telapak tangan. Selain

di tempat tersebut, kista ganglion juga bisa terjadi pada sisi lainnya meskipun

lebih jarang, yakni pada (Team, 2019) :

a. Bagian dasar jari di atas telapak tangan, dimana kista ganglion muncul dalam

ukuran kecil sebesar kacang.

b. Pada bagian ujung jari, di bawah kutikula (lapisan kulit). Kista ini disebut

kista mukus.

c. Bagian luar dari lutut dan pergelangan kaki.

d. Bagian atas kaki.

Berikut ciri-ciri kista ganglion yang menyebabkan benjolan pada sendi

(Team, 2019):

a. Massa menonjol

Kista ganglion biasanya muncul sebagai massa yang menonjol dengan

ukuran yang bisa berubah-ubah.

b. Hilang timbul

Benjolan bisa muncul dari waktu ke waktu atau muncul tiba – tiba,

ukurannya bisa mengecil dan hilang, namun bisa muncul kembali pada

waktu lain.

c. Teraba lunak

Jika diraba, maka konsistensi kista ganglion biasanya lunak, berukuran

sekitar 1 hingga 3 cm dan tidak dapat digerakan atau digeser.


d. Nyeri

Kebanyakan kista ganglion menyebabkan beberapa derajat nyeri, biasanya

mengikuti trauma berulang atau akut, namun sekitar 35% muncul tanpa

gejala.

e. Lebih nyeri saat bergerak

Jika nyeri muncul, biasanya bersifat kronik dan memburuk dengan gerakan

sendi.

f. Kelemahan gerak

Ketika kista berhubungan dengan tendon, pasien bisa merasa lemah pada jari

yang bermasalah.

F. KOMPLIKASI

Komplikasi kista ganglion muncul ketika kista menekan saraf pada

persendian, sehingga mengganggu gerakan sendi. Penekanan pada saraf juga

dapat menimbulkan nyeri, kesemutan, mati rasa, hingga melemahnya otot.Selain

itu, komplikasi juga dapat terjadi akibat penanganan yang dilakukan, baik akibat

tindakan aspirasi (penyedotan cairan) maupun operasi. Komplikasi yang dapat

terjadi antara lain (Willy, 2019) :

a. Infeksi pada luka operasi.

b. Pertumbuhan jaringan parut pada bekas luka operasi

c. Gangguan saraf.

d. Kerusakan pembuluh darah.

Walaupun telah diobati, tidak menutup kemungkinan bahwa kista

ganglion dapat muncul kembali (Willy, 2019).


G. PENATALAKSANAAN

Sebagian besar kista ganglion tidak menimbulkan gejala, sehingga tidak

memerlukan penanganan dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun jika

kista ganglion menimbulkan rasa nyeri dan mengganggu aktivitas, dokter dapat

melakukan penanganan dengan beberapa cara di bawah ini (Willy, 2019):

a. Menahan gerakan sendi (immobilization). 

b. Aspirasi atau penyedotan cairan. Tindakan ini dilakukan dengan

menusukkan jarum pada benjolan untuk mengeluarkan cairan dari dalam

kista.

Jika penanganan di atas tidak mampu mengatasi kista ganglion, dokter

akan menyarankan operasi. Terdapat dua jenis operasi untuk mengangkat kista

ganglion, yakni:

a. Artroskopi

Pada operasi ini, dokter ortopedi akan membuat sayatan sebesar lubang

kunci untuk memasukkan alat khusus yang dilengkapi dengan kamera

(artroskop).

b. Pembedahan terbuka

Pada operasi ini, dokter akan melakukan sayatan sepanjang tusuk gigi di

lokasi sendi atau tendon yang mengalami kista ganglion.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/ PENUNJANG

Diagnosis kista ganglion umumnya dapat dilakukan hanya dengan

pemeriksaan fisik saja. Dokter melihat kista ganglion bersadarkan bentuk dan

lokasinya, Benjolan juga akan diperiksa apakah terasa lunak ketika mendapatkan
tekanan. Jika diagnosis belum dapat dipastikan dari pemeriksaan fisik, maka

akan dilakukan beberapa prosedur seperti berikut ini (Willy, 2019):

1. Rontgen, pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan benjolan tersebut

bukan merupakan radang sendi serius atau bahkan tumor tulang.

2. USG, dilakukan untuk melihat ke dalam benjolan dan memastikan apakah

benjolan tersebut merupakan kista atau bukan.

3. MRI, umumnya dilakukan jika kista ganglion memiliki bentuk yang kecil

dan sulit untuk dideteksi.

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan pengumpulan data klien, baik subjektif maupun

objektif melalui anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik (Muttaqin, 2010).

a. Wawancara :

1) Identitas penderita meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat,status perkawinan, suku bangsa,

nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama : Adanya rasa nyeri ketika digerakan, namun

terkadang asimtomatis. Ada terlihat suatu benjolan yang letaknya di

dekat sendi.

3) Riwayat kesehatan sekarang : Berisi tentang kapan terjadinya

benjolan, penyebab yang lain yang menyertai terjadinya ganglion

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.


4) Riwayat kesehatan dahulu : Adanya riwayat ganglion sebelumnya.

Riwayat aktivitas dan pekerjaan klien yang mungkin berhubungan

dengan terjadinya ganglion.

5) Riwayat kesehatan keluarga : Adakah riwayat penyakit yang sama

pada keluarga dan penyakit keturunan ataupun penyakit menular.

6) Riwayat psikososial : Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan

dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya,

serta tanggapan keluarga terhadap penyakit klien.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum : meliputi keadaan klien secara umum,

kesadaran, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.

2) Kepala dan leher : Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah

pembesaran pada leher, adakah gangguan pendengaran, keadaan

lidah, gigi, gusi dan indra penglihatan.

3) Sistem integumen : Turgor kulit, adanya benjolan pada area sendi

yang dapat dipegang dan digerakkan, kelembaban dan suhu kulit,

tekstur rambut dan kuku.

4) Sistem pernafasan : Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dan

nyeri dada.

5) Sistem kardiovaskuler : Perfusi jaringan, nadi perifer, adakah

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia dan kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal : Apakah ada rasa mual, muntah, diare,

konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar

abdomen dan obesitas.


7) Sistem Urinari : Adakah keluhan pada sistem urinaria.

8) Sistem muskuloskeletal : Penyebaran lemak, penyebaran masa otot

dan perubahan tinggi badan.

9) Sistem neurologis : Apakah ada terjadi penurunan sensoris,

parasthesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental dan

disorientasi.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRE OPERASI

1. Nyeri : akut berhubungan dengan kompresi/ destruksi jaringan saraf,

obstruksi jaringan saraf atau inflamasi, serta efek samping berbagai agen

terapi saraf

2. Ansietas berhubungan dengan ancaman/perubahan pada setatus

kesehatan/sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi, ancaman kematian,

perpisahan dari keluarga

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, tidak mengenal

sumber informasi atau keterbatasan kognitif.

K. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil (NOC)
1 Nyeri : akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan 1. Tidak melaporkan 1. Kaji nyeri misalnya,
dengan kompresi/ nyeri lokasi nyeri, frekuensi,
destruksi jaringan 2. Tidak meringis durasi, dan intensitas (0
saraf, obstruksi 3. Tidak ada ekspresi – 10), serta tindakan
jaringan saraf wajah nyeri menghilangkan nyeri
atau inflamasi, yang digunakan.
serta efek 2. Evaluasi terapi tertentu,
samping berbagai misalnya pembedahan
agen terapi saraf 3. Tingkat kenyamanan
dasar misalnya,
relaksasi napas dalam,
aktivitas hiburan
misalnya, musik.
4. Kembangkan rencana
keperawatan nyeri
bersama klien dan tim
medis
2 Ansietas Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan
berhubungan 1. Tidak terjadi distres 1. Tinjau ulang
dengan 2. Tidak ada perasaan pengalaman klien/ orang
ancaman/perubah gelisah terdekat sebelum
an pada setatus 3. Wajah tidak tampak mengalami penyakit
kesehatan/sosial tegang tumor.
ekonomi, fungsi 2. Dorong klien untuk
peran, pola mengungkapkan pikiran
interaksi, dan perasaan.
ancaman 3. Berikan lingkungan
kematian, terbuka, dimana klien
perpisahan dari merasa aman.
keluarga 4. Mendiskusikan perasaan
atau menolak untuk
berbicara.
5. Pertahankan kontak
sering dengan klien,
berbicara dengan
menyentuh.
6. Berikan informasi yangg
dapat dipercaya dan
konsisten serta
dukungan orang
terdekat.
3 Kurang Pengetahuan : Pengajaran : prosedur
pengetahuan Prosedur penanganan /perawatan
berhubungan 1. Prosedur penanganan 1. Tinja ulang dengan
dengan kurang klien/orang terdekat
informasi, tidak tentang pemahaman
mengenal sumber diagnosis, alternatif
informasi atau pengobatan, dan sifat
keterbatasan harapan
kognitif. 2. Tentukan persepsi klien
tentang tumor dan
pengobatan
sebelum/sesudah
menderita tumor atau
pengalaman orang lain
tentang tumor
3. Berikan informasi yang
jelas dan akurat, jawab
pertanyaan secara
khusus, tetapi tidak
memaksa detail detail
yang tidak penting
4. Beritahu perawatan
khusus di rumah,
misalnya kemampuan
untu aktivitas sendiri
5. Lakukan evaluasi
sebelum pulang kerumah
sesuai dengan indikasi
6. Tinjau tanda dan gejala
kebutuhan evaluasi
medis, misalnya infeksi,
perlambatan
penyembuhan, reaksi
obat, peningkatan nyeri.

L. KEPERAWATAN INTRA OPERASI

1. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan

2. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan sensasi.

M. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil (NOC)
1 Risiko Setelah diberikan tindakan Observasi :
perdarahan keperawatan selama 2-3 1. Monitor tanda dan gejala
berhubungan jam, tingkat perdarahan perdarahan
dengan tindakan menurun dengan kriteria 2. Monitor nilai
pembedahan hasil: hematokrit/hemoglobin
1. Perdarahan pasca sebelum dan sesudah
operasi menurun kehilangan darah
2. Hemoglobin membaik 3. Monitor tanda-tanda vital
3. Tekanan darah dan ortostatik
denyut nadi membaik 4. Monitor koagulasi

Teraupetik :
1. Pertahankan bedrest
selama perdarahan
2. Batasi tindakan invasif,
jika perlu
3. Gunakan kasur pencegah
dekubitus
4. Hindari pengukuran suhu
rektal

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
2. Anjurkan menggunakan
kaus kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
mencegah konstipasi
4. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
5. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan
vitamin K
6. Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
obat pengontrol
perdarahan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
produk darah , jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja , jika perlu
2 Risiko cidera Setelah diberikan tindakan 1. Periksa monitor isolasi
berhubungan keperawatan selama 2-3 utama
dengan jam, tingkat cedera 2. Siapkan alat dan bahan
perubahan menurun dengan kriteria oksigenasi dan ventilasi
sensasi hasil: buatan
1.Kejadian cedera 3. Periksa keadekuatan
menurun fungsi dari alat-alat
2. Luka/lecet menurun tersebut
(SLKI,2019) 4. Monitor aksesoris
spesifik yang
dibututhkan untuk posisi
bedah tertentu
5. Periksa persetujuan
bedah dan tindakan
pengobatan lain yang
diperlukan
6. Periksa bersama pasien
atau orang yang
berkepentingan lainnya
mengenai prosedur dan
area pembedahan.
7. Berpartisipasi dalam
fase “time out” dalam
pre operatif untuk
memeriksa terhadap
prosedur; benar pasien,
benar prosedur, benar
area pembedahan, sesuai
kebijakan instansi.
8. Dampingi pasien pada
fase transfer ke meja
operasi sambil
melakukan monitor
terhadap alat
9. Hitung kasa perban, alat
tajam dan instrumen,
sebelum, pada saat dan
setelah pembedahan
10. Sediakan unit
pembedahan elektronik,
alas lapang
pembedahan dan
elektroda aktif yang
sesuai
11. Periksa ketiadaan
pacemaker jantung,
implan elektrik
lainnya,atau prothesis
logam yang merupakan
kontaindikasi
electrosurgicalsurgery
12. Lakukan tindakan
pencegahan terhadap
radiasi ionisasi atau
gunakan alat pelindung
dalam situasi dimana
alat tersebut
dibutuhkan, sebelum
operasi dimulai
13. Sesuaikan koagulasi
dan arus pemotong
sesuai instruksi dokter
atau kebijakan institusi
14. Inspeksi kulit pasien
terhadap cedera setelah
menggunakan alat
pembedahan elektronik.
N. DIAGNOSA KEPERAWATAN POST OPERASI

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan akibat luka

operasi.

2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi.

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka post operasi

(Nanda, 2010)

O. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)


Hasil (NOC)
1 Nyeri Tujuan : Rasa nyeri Manajemen Nyeri :
berhubungan hilang/berkurang 1. Kaji tingkat, frekuensi
dengan Kriteria hasil : dan reaksi nyeri yang
terputusnya 1. Klien mengatakan rasa dialami klien
kontuinitas nyeri 2. Jelaskan pada klien
jaringan akibat berkurang/hilang. tentang sebab-sebab
luka operasi. 2. Klien dapat melakukan timbulnya nyeri.
tindakan atau metode 3. Ciptakan lingkungan
untuk mengatasi atau yang tenang.
mengurangi rasa nyeri. 4. Ajarkan tekhnik
3. Tanda-tanda vital distraksi dan relaksasi
dalam batas normal 5. Atur posisi klien
senyaman mungkin
sesuai keinginan klien.
6. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
analgesik
2 Resiko Tujuan : Tidak terjadi 1. Kaji adanya tanda-tanda
terjadinya infeksi penyebaran infeksi pada
infeksi Kriteria hasil : luka.
berhubungan 1. Tanda-tanda infeksi 2. Anjurkan kepada klien
dengan adanya tidak ada. dan keluarga untuk
luka post 2. Tanda-tanda vital selalu menjaga
operasi. dalam batas normal. kebersihan diri selama
3. Keadaan luka baik. perawatan.
3. Lakukan perawatan luka
secara aseptik
4. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
antibiotik
3 Gangguan Tujuan : Bisa Beraktivitas 1. Ajarkan dan bantu
mobilitas fisik dengan baik pasien dalam proses
berhubungan Kriteria hasil : berpindah.
dengan adanya 1. Klien mampu 2. Ajarkan dan dukung
luka post menggerakkan otot pasien dalam latihan
operasi 2. Klien mampu ROM aktif atau pasif
menggerakkan sendi untuk mempertahankan
3. Klien mampu bergerak atau meningkatkan
dengan mudah kekuatan dan ketahanan
4. Postur tubuh klien otot.
mampu seimbang 3. Instruksikan pasien
untuk mempertahankan
kesejajaran tubuh yang
benar.
4. Kaji lingkungan rumah
terhadap kendala
mobilisasi.

P. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke

status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).

Q. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi

ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi

keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan (Muttaqin,

2010). Evaluasi keperawatan dilakukan dengan cara pendekatan pada SOAP

yaitu :

1. S (Subjektif) merupakan data yang diutarakan pasien dan pandangannya

terhadap data tersebut

2. O (Objektif) merupakan data yang didapat dari hasil observasi perawat yang

berhubungan dengan penyakit klien


3. A (Analisis) merupakan kesimpulan dari data subjektif dan objektif

4. P (Perencanaan) pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk


mencapai status kesehatan yang optimal.

Anda mungkin juga menyukai