Anda di halaman 1dari 48

KUMPULAN PEMBAHASAN MATERI KELOMPOK

DISUSUN OLEH
NAMA BAYU SEGARA

NIM 217210024

PRIODI EKONOMI PEMBANGUNAN

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKUSLTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur sebelumnya penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KUMPULAN PEMBAHASAN MATERI KELOMPOK” ini dengan tepat
waktu. Sholawat beserta salam tak lupa penulis sampaikan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nanti – nantikan
di yaumul kiamah nanti.

Penulis menyadari dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini


terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, baik dalam penulisan
maupun penyajian materi. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan dalam penyusunan dan penulisan makalah ini
kedepannya.

Pinrang, 12 juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................
DAFTAR ISI............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................
C. Tujuan.........................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. AKHLAK KEPADA ALLAH................................................
B. AKJLAK KEPADA RASUL.................................................
C. AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI.....................................
D. AKHLAK KEPADA KELUARGA........................................
E. AKHLAK KEPADA MASYARAKAT...................................
F. AKHLAK KEPADA NEGARA............................................
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................
B. SARAN...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

    A.   LATAR BELAKANG


Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting,
sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat
tergantung pada bagaimana akhlaknya. Apabila baik akhlaknya, maka sejahteralah lahir
batinnya, apabila rusak akhlaknya, maka rusaklah lahir batinnya.
Konsep akhlaqul karimah adalah konsep hidup yang lengkap dan tidak hanya
mengatur hubungan antara manusia, alam sekitarnya tetapi juga terhadap penciptaannya.
Allah menciptakan ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran. Namun, tidak semua orang
mengetahui atau percaya akan hal itu. Ini dikarnakan keterbatasan pengetahuan manusia
dalam menggali ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Quran itu sendiri . Oleh karna itu,
permasalahan ini diangkat, yakni keterkaitan akhlak islam dengan ilmu yang berdasarkan Al-
Quran dan Hadits.
MATERI AKHLAK KEPADA ALLAH SWT
A.    AKHLAK MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH
      Manusia sebagai hamba Allah sepantasnya mempunyai akhlak yang baik kepada Allah.
Hanya Allah–lah yang patut disembah. Selama hidup, apa saja yang diterima dari Allah
sungguh tidak dapat dihitung. Sebagaimana telah Allah firmankan dalam Qur’an surat An-
nahl : 18, yang artinya “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak
dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
      Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.
      Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara memuji-Nya, yakni
menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai dirinya. Oleh sebab itu, manusia
sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya
adalah sebagai berikut :
1.      Mentauhidkan Allah
Yaitu dengan tidak menyekutukan-Nya kepada sesuatu apapun. Seperti yang
digambarkan dalam Qur’an Surat Al-Ikhlas : 1-4.[1]
2.      Bertaqwa kepada Allah
Maksudya adalah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan apa-
apa yang telah Allah perintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang-Nya.
a.      Hakekat taqwa dan kriteria orang bertaqwa
      Bila ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam, dan Ihsan, maka pada hakikatnya taqwa adalah
integralisasi ketiga dimensi tersebut. Lihat ayat dalam Surah Al- Baqoroh: 2-4, Ali Imron:
133-135.
      Dalam surah Al- Baqoroh ayat 2-4 disebutkan empat kriteria orang- orang yang bertaqwa,
yaitu: 1). Beriman kepada yang ghoib, 2). Mendirikan sholat, 3). Menafkahkan sebagian
rizki yang diterima dari Allah, 4). Beriman dengan kitab suci Al- Qur’an dan kitab- kitab
sebelumnya dan 5). Beriman dengan hari akhir. Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan dengan
iman ( no. 1,4 dan 5 ), Islam (no. 2 ), dan ihsan ( no. 3 ).
      Sementara itu dalam surah Ali Imron 134-135 disebutkan empat diantara ciri- ciri orang yang
bertaqwa, yakni: 1). Dermawan ( menafkahkan hartanya baik waktu lapang maupun sempit),
2). Mampu menahan marah, 3). Pemaaf  dan  4). Istighfar dan taubat dari kesalahan-
kesalahannya. Dalam dua ayat ini taqwa dicirikan dengan aspek ihsan.
b.      Buah dari taqwa
1.      Mendapatkan sikap furqan yaitu tegas membedakan antara hak dan batil (Al- anfal : 29)
2.      Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan (At-thalaq : 2)
3.      Mendapat rezeki yang tidak diduga- duga (At-thalaq : 3)
4.      Mendapat limpahan berkah dari langit dan bumi (Al- A’raf : 96)
5.      Mendapatkan kemudahan dalam urusannya (At-thalaq : 4)
6.      Menerima penghapusan dosa dan pengampunan dosa serta mendapat pahala besar (Al- anfal :
29 & Al- anfal : 5).[2]
3.      Beribadah kepada Allah
Allah berfirman dalam Surah Al- An’am : 162 yang artinya :”Sesungguhnya sholatku,
ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Dapat juga dilihat dalam Surah Al- Mu’min : 11 & 65 dan Al- Bayyinah : 7-8.[3]
4.      Taubat
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa.
Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itu, ketika kita sedang
terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat kemaksiatan, hendaklah segera bertaubat
kepada-Nya. Hal ini dijelaskan dalam Surah Ali-Imron : 135.
5.      Membaca Al-Qur’an
Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya.
Demikian juga dengan mukmin yang mencintai Allah, tentulah ia akan selalu menyebut
asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya. Dalam sebuah hadits,
Rasulullah SAW berkata yang artinya : “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an
itu dapat memberikan syafaat dihari kiamat kepada para pembacanya”.
6.      Ikhlas
Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal semata-mata
mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa
pamrih, hanya semata-mata karena Allah SWT.
a. Tiga unsur keikhlasan:
1.      Niat yang ikhlas ( semata-semata hanya mencari ridho Allah )
2.      Beramal dengan tulus dan sebaik-baiknya
  - Setelah memiliki niat yang ikhlas, seorang muslim yang mengaku  ikhlas melakukan
sesuatu harus membuktikannya dengan melakukan perbuatan itu dengan sebaik-baiknya.
3.      Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat.
            b. Keutamaan Ikhlas[4]
      Hanya dengan ikhlas, semua amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT. Rasulullah
SAW bersabda, yang artinya :”Selamatlah para mukhlisin. Yaitu orang- orang yang bila hadir
tidak dikenal, bila tidak hadir tidak dicari- cari. Mereka pelita hidayah, mereka selalu selamat
dari fitnah kegelapan…”( HR. Baihaqi ).
7.       Khauf dan Raja’
Khauf dan Raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus dimiliki
secara seimbang oleh setiap muslim. Khauf didahulukan dari raja’ karena khauf dari bab
takhalliyyah (mengosongkan hati dari segala sifat jelek), sedangkan raja’ dari bab tahalliyah
(menghias hati dengan sifat-sifat yang baik). Takhalliyyah menuntut tarku al-mukhalafah
(meninggalkan segala pelanggaran), dan tahalliyyah mendorong seseorang untuk beramal.4
8.      Tawakal
       Adalah membebaskan diri dari segala kebergantungan kepada selain Allah dan
menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadanya. Allah berfirman dalam surah Hud:
123, yang arinya :”Dan kepunyaan Allah lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan
kepada-Nya lah dikembalikan urusan- urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan
bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali- kali Tuhanmu tidah lalai dari apa yang kamu
kerjakan.”
      Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal ( ikhtiar ). Tidaklah
dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib sambil berpangku tangan tanpa
melakukan apa- apa.

AKHLAK KEPADA RASUL


Berakhlak Kepada Rasulullah

Setiap muslim meyakini bahwa Allah SWT adalah sember dari segala sumber dalam
kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya,
Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah SWT adalah
pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya.
Sehingga kita harus berakhlak kepadaNYA.
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim harus
mempunyai akhlak kepada Nabi SAW. Karena Nabi Muhammad SAW –lah, satu-satunya
manusia terhebat di dunia ini. Yang telah membawa banyak perubahan bagi dunia yang fana
ini, dan beliaulah cahaya yang menerangi bumi yang dulu kala gelap gulita. Yang sering
dijuluki kekasih Allah SWT. Karena perilakunya beliau pula lah, yang sangat patut untuk di
contoh, ditiru dan di amalkan kesehariannya oleh kita para umatnya. Nabi Muhammad SAW
merupakan Nabi terpilih,Nabi yang utama dan penutup para nabi. Sebelum menerima wahyu
kenabian beliau dikenal sebagai “yang terpercaya”, orang yang paling dapat dipercayai,dan
setelah menerima wahyu kenabian beliau memberikan rahmat kepada seluruh umat manusia.
[1] Seorang mukmin belum sunguh-sunguh beriman dan tak dapat merasakan manisnya
keimanan sebelum ia mencintai Allah dan Rasulnya.[2]
Untuk itu salah satu tanda kesempurnaan akhlak seorang muslim terhadap Allah Swt.
adalah juga memelihara akhlak yang baik dengan Rasulullah saw. Seorang muslim mesti
mempelajari sirah Nabi,prinsip ajaran beliau,mengetahui sifat-sifat dan akhlak beliau serta
adab beliau dalam bertindak dan diam.[3]Jika kedua akhlak ini tersemat dengan baik pada
diri seseorang maka kepribadiannya akan sempurna, demikian juga dengan keimanan,
keyakinan, sertaketakwaannya akan tumbuh kuat.[4] Maka dari itu makalah ini sangat
penting untuk di buat agar kita tahu bagaimana akhlak kepada rasulullah yang baik.

A.    Pengertian Akhlak Kepada Rasulullah Saw.

Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab “akhlaq” dalam bentuk jamak,
sedang bentuk mufradnya adalah khuluq yang berarti budi pekerti,perangai,tingkah laku, atau
tabiat. Secara terminology yakni sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Jadi pengertian akhlak seorang muslim terhadap rasul adalah tingkah laku atau
perbuatan yang dilakukan oleh seorang muslim untuk meneladani sifat-sifat Rasul dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari agar selalu mengamalkan akhlak terpuji dalam
kehidupannya.[5] Kita sebagai orang muslim diharuskan berakhlak kepada Rasulullah sebab
dari beliaulah kita dapat mendapatkan warisn yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.Orang yang
berpegang teguh pada keduanya dipastikan tidak akan tersesat selamanya. Dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai umat muslim
diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa
yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia,
maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya,
dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun.” (HR Ibnu Majah).Dalam hadits lain
yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : “Barang siapa menghidupkan salah satu sunnahku
yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah aku meninggal dunia), maka bagi orang tersebut
pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tanpa dikurangi sedikit pun dari pahala
mereka.” (HR. At-Tirmidzi).

B.     Contoh Ahklak Rasulullah

Ada beberapa akhlak yang dapat di teladani dari Rasulullah saw. Antara lain.

1.      Memuliakan yang Lebih Tua serta Menyayangi yang Kecil


Salah satu sikap mulia yang di anjurkan Rasulullah saw. Terhadap umatnya adalah
menghormati orang yang lebih tuaserta menyayangi yang kecil. Dengan bersikap seperti ini
maka bangunan masyarakat akan semakin kokoh serta jalinan hubungan kasih saying antar
masing-masing individu didalamnya akan semakin erat.Tentang hal ini Rasulullah bersabda
yang artinya “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua,
menyayangi yang muda,menyeru kepada yang makruf,serta mencegah terjadinya
kemungkaran”.
2.      Bersikap Amanah
Sikap amanah ini dimiliki oleh Rasulullah dan dikenal di kalangan anggotanya kaumnya
sebelum predikat tersebut di sematkan oleh Allah Swt. di dada beliau. Melihat urgensi
amanah yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat Rasulullah Saw. Seringkali
berwasiat pada umatnya untuk memegang teguh sifat ini. Beliau bahkan menggolongkan
orang-orang yang tidak dapat menjaga amanah yang di pikulkan kepadanya sebagai orang
munafik.
3.      Keadilan
Rasulullah adalah orang yang paling adil,paling mampu menahan diri, paling jujur
perkataannya, dan paling besar amanatnya. Sebelum diangkat sebagai seorang nabi beliau
sudah dijuluki masyarakat dengan Al-Amin (orang yang terpercaya). Sebelum Islam, pada
zaman jahiliyah beliau di tunjuk sebagai pengadil.
4.      Ketawaduan (Bersikap Rendah Hati)
Kesombongan adalah merupakan salah satu sifat yang paling dibenci oleh
islam,sebaliknya sikap rendah hati adalah salah satu yang paling disukai. Rasulullah adalah
orang yang suka merendah diri tidak gila hormat dan juga jabatan. Dalam sebuah hadist
Qudsi Rasulullah bersabda, Allah Azza Wa jalla berfirman:
“kesombongan adalah selendang-Ku dan keangkuhan merupakan pakaian-Ku. Oleh karna
itu, siapa yang merenggut salah satunya dari sisi-Ku maka akan Aku lemparkan ke dalam
neraka”. (HR, Abu Dawud)
5.      Kasih Sayang

Rasulullah saw. Adalah pelopor utama dalam hal kasih saying dan cinta kasih. Beliau
sama sekali tidak pernah mencela atau menghina orang lain. Mempersatukan para sahabat
dan tidak pernah mencela mereka. Karna kasih sayangnya yang luar biasanya kepada
umatnya,maka tidak sedikit para sahabat yang senang berdekatan dengan beliau.Beliau juga
senantiasa menanyakan apa yang terjadi diantara manusia,membaguskan yang bagus dan
membenarkannya.

6.      Berakhlak Baik/Terpuji


Sifat terpuji merupakan kepribadian seseorang muslim. Rasulullah saw, menasehatkan kita
untuk menghiasi diri dengan akhlak yang mulia dalam pergaulan dengan siapa pun.
Rasulullah saw bersabda, Allah swt.: “Allah menyayangi orang yang bersikap lapang dada
(toleran), baik ketika menjual,membeli,atau menagih sesuatu (kepada orang lain)” (HR.
Bukhari). Anas bin Malik r.a berkata, “Rasulullah saw berkata, “Rasulullah saw. Merupakan
manusia paling baik akhlaknya.” (HR. Muslim).

7.      Memelihara Silaturahmi/Persaudaraan

Rasulullah saw mewasiatkan kepada umatnya untuk menjaga persaudaraan.Sebab


permasalahan social yang timbul itu bersumber dari perselisihan pribadi di antara individu
yang menimbulkan rasa marah, dendam dan permusuhan. Dengan adanya memelihara tali
persaudaraan tersebut maka semua permasalahan dapat dibicarakan dan dicarikan solusi yang
baik. Sesuai dengan sabda beliau yang artinya “muslim yang lain adalah saudara bagi
masing-masing kalian.” Oleh karna itu, berbuat baiklah untuk mereka, damaikanlah apabila
ada perselisihan di antara mereka, minta tolonglah terhadap mereka dalam hal-hal yang tidak
dapat kalian hadapi, serta bantulah mereka dalam menghadapi hal-hal yang tidak mampu
mereka atasi.” (HR.Ahmad)

8.      Menunjukan Wajah Berseri-seri

Islam sangat menaruh perhatian terhadap masalah pergaulan antar manusia. Islam
menginginkan antar hubungan di antara manusia berlangsung dengan baik dan penuh rasa
kasih saying. Contohnya apabila bertemu dengan temannya di perjalanan maka menyapanya
dengan sikap ramah, wajah berseri-seri, serta senyum yang merekah di bibir. Tentang anjuran
seperti ini Rasulullah bersabda, “Setiap perbuatan baik merupakan sedekah.Termasuk dalam
kategori sedekah sikapmu menunjukan wajah yang berseri-seri ketika bertemu dengan
saudaramu sesame muslim serta memberikan memberikan air didalam bejanamu kepadanya.”
(HR. Tirmidzi)

9.      Suka Memaafkan

Sikap suka memaafkan merupakan akhlak yang terpuji. Apabila orang lain telah
menyakiti kita jangan terlalu lama kita memendam rasa marah tersebut maafkanlah orang
yang bersalah tersebut. Sebab dengan kita member maaf Allah akan menambah kemuliaan
bagi orang tersebut. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. “Tidak akan berkurang harta
karena bersedekah dan tidak ada seorangpun yang di zalimi kemudian member maaf
melainkan allah akan menambah kemuliaan dirinya.” (HR. Ahmad)

10.  Gemar Berinfak

Derajat kedermawaan yang tertingi adalah sikap iitsar, yaitu tidak segan-segan berinfak
kepada orang lain meski dirinya sendiri sebetulnya membutuhkannya. Sikap iitsar dikatakan
sebagai puncak kedermawaan karna biasanya yang disebut dengan kedermawaan
sesunguhnya adalah menafkahkan harta yang tidak dibutuhkan. Hal ini tidak begitu berat
dibandingkan dengan sikap menafkahkan sesuatu kepada orang lain di saat dirinya sendiri
sebenarnya sangat membutuhkannya. Berinfak merupakan sarana untuk mensucikan  badan
maupun jiwa. Itulah sebab nasihat Rasulullah saw. dalam hal tersebut. Diantaranya sabda
beliau, :Berusaha keraslah menghindari api neraka meski hanya dengan (menyedekahkan)
sebutir kurma.” (HR. Bukhari)
    
C.       Cara Berakhlak Kepada Rasulullah

Adapun diantara akhlak kita kepada rasulullah yaitu salah satunya ridho dan beriman
kepada rasul , ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang harus kita nyatakan
sebagaimana hadist nabi saw: “Aku ridho kepada allah sebagai tuhan, islam sebagai agama
dan muhammad sebagai nabi dan rasul”.Beriman kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa
kita beriman kepada para Rasul itu sebagai utusan Tuhan kepada ummat manusia. Kita
mengakui kerasulannya dan menerima segala ajaran yang disampaikannya.Banyak cara yang
dilakukan dalam berkhlak kepada Rasulullah SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.            Mengikuti dan mentaati Rasulullah SAW

Mengikuti dan mentaati Rasul merupakan sesuatu yang bersifat mutlak bagi orang-
orang yang beriman. Karena itu, hal ini menjadi salah satu bagian penting dari akhlak kepada
Rasul, bahkan Allah SWT akan menempatkan orang yang mentaati Allah dan Rasul ke dalam
derajat yang tinggi dan mulia, hal ini terdapat dalam firman Allah:

Artinya: Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi-nabi, orang-orang yang
benar, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya (QS 4:69).
Disamping itu, manakala kita telah mengikuti dan mentaati Rasul SAW Allah SWT
akan mencintai kita yang membuat kita begitu mudah mendapatkan ampunan dari Allah
manakala kita melakukan kesalahan, Allah berfirman:
Artinya: Katakanlah: “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang (QS 3:31)
Manakala manusia telah menunjukkan akhlaknya yang mulia kepada Rasul dengan
mentaatinya, maka ketaatan itu berarti telah disamakan dengan ketaatan kepada Allah Swt.
Dengan demikian, ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi seperti dua sisi mata uang
yang tidak boleh dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah berfirman:

Artinya: Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan


barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka (QS 4:80).

2.            Mencintai dan memuliakan Rasulullah

Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam akhlak yang baik kepada Rasul adalah
mencintai beliau setelah kecintaan kita kepada Allah Swt. Penegasan bahwa urutan kecintaan
kepada Rasul setelah kecintaan kepada Allah disebutkan dalam firman Allah

Artinya: Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,


keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik (QS 9:24).

3.            Mengucapkan sholawat dan salam kepada Rasulullah

Mengucapkan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai tanda ucapan
terimakasih dan sukses dalam perjuangannya. Secara harfiyah, shalawat berasal dari kata ash
shalah yang berarti do’a, istighfar dan rahmah. Kalau Allah bershalawat kepada Nabi, itu
berarti Allah memberi ampunan dan rahmat kepada Nabi, Firman Allah SWT,
Rasulullah SAW dalam sabdanya menyatakan sebagai berikut:

Artinya: Orang yang kikir ialah orang yang menyebut namaku didekatnya, tetapinia tidak
bersholawat kepadaku. (H.R Ahmad ).

Artinya: Siapa yang bersholawat kepadaku satu kali, Allah akan bersholawat kepadanya
sepuluh kali sholawat. (H.R Ahmad).

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat, ialah orang
yang paling banyak bersholawat kepadaku. (H.R Turmudzi).

4.            Mencontoh akhlak Rasulullah.

 Jika Rasulullah bersikap kasih saying, keras dalam mempertahankan prinsip, dan
seterusnya maka manusia juga harus demikian. Allah berfirman:
Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia
adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya.(QS al-Fath 29).

5.            Melanjutkan Misi Rasulullah.

Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam. Tugas yang
mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul telah wafat dan Allah tidak
akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun demikian, menyampaikan nilai-nilai harus
dengan kehati-hatian agar kita tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari
Rasulullah Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh sabda Rasul Saw:
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang Bani Israil tidak ada
larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia
mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu
Umar).Demikian beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang
memiliki akhlak yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.
6.            Menghormati Pewaris Rasul

Berupaya menjaga nama baiknya dari penghinaan dan cemoohan orang-orang yang tidak
suka padanya. Berakhlak baik kepada Rasul Saw juga berarti harus menghormati para
pewarisnya, yakni para ulama yang konsisten dalam berpegang teguh kepada nilai-nilai
Islam, yakni yang takut kepada Allah Swt dengan sebab ilmu yang dimilikinya.
[6]
Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS 35:28).

Kedudukan ulama sebagai pewaris Nabi dinyatakan oleh sabda Rasulullah Saw: “Dan
sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi. Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang dinar
atau dirham, sesungguhnya Nabi hanya mewariskan ilmu kepada mereka, maka barangsiapa
yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi).
Karena ulama disebut pewaris Nabi,maka orang yang disebut ulama seharusnya tidak
hanya memahami tentang seluk beluk agama Islam, tapi juga memiliki sikap dan kepribadian
sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi dan ulama seperti inilah yang harus kita
hormati. Adapun orang yang dianggap ulama karena pengetahuan agamanya yang luas, tapi
tidak mencerminkan pribadi Nabi, maka orang seperti itu bukanlah ulama yang berarti tidak
ada kewajiban kita untuk menghormatinya.

7.            Menghidupkan Sunnah Rasul

Kepada umatnya, Rasulullah Saw tidak mewariskan harta yang banyak, tapi yang beliau
wariskan adalah Al-Qur’an dan sunnah, karena itu kaum muslimin yang berakhlak baik
kepadanya akan selalu berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan sunnah (hadits) agar tidak
sesat, beliau bersabda:”Aku tinggalkan kepadamu dua pusaka, kamu tidak akan tersesat
selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunnahku” (HR.
Hakim).Selain itu, Rasul Saw juga mengingatkan umatnya agar waspada terhadap bid’ah
dengan segala bahayanya, beliau bersabda: “Sesungguhnya, siapa yang hidup sesudahku,
akan terjadi banyak pertentangan. Oleh karena itu,kamu semua agar berpegang teguh kepada
sunnahku dan sunnah para penggantiku. Berpegang teguhlah kepada petunjuk-petunjuk
tersebut dan waspadalah kamu kepada sesuatu yang baru, karena setiap yang baru itu bid’ah
dan setiap bid’ah itu sesat, dan setiap kesesatan itu di neraka.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu
Majah, Hakim, Baihaki dan Tirmidzi).Dengan demikian, menghidupkan sunnah Rasul
menjadi sesuatu yang amat penting sehingga begitu ditekankan oleh Rasulullah Saw.

AKHLAK KEPADA DIRI SENDIRI


A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia dengan tujuan utama penciptaannya adalah untuk
beribadah. Ibadah dalam pengertian secara umum yaitu melaksanakan segala perintah dan
menjauhi segala larangannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan. Manusia
diperintahkan-Nya untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan semua yang ada untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Dan Allah SWT sangat membeci manusia yang
melakukan tindakan merusak yang ada. Maka karena Allah SWT membenci tindakan yang
merusak maka orang yang cerdas akan meninggalkan perbuatan itu, dia sadar bahwa jika
melakukan per buatan terlarang akan berakibat pada kesengsaraan hidup di dunia dan
terlebih-lebih lagi di akhirat kelak, sebagai tempat hidup yang sebenarnya.
Arti akhlak secara istilah sebagai berikut; Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M) mengatakan
bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara itu, Imam Al-Ghazali
(1015-1111 M) mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Secara umum akhlak atau perilaku/perbuatan manusia terbagi menjadi dua; pertama; akhlak
yang baik/mulia dan kedua; aklak yang buruk/tercela.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian akhlak terhadap diri sendiri!
2. Jelaskan macam – macam akhlak terhadap diri sendiri!
3. Jelaskan bentuk-bentuk akhlak terpuji terhadap diri sendiri!
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang akhlak terhadap diri sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri
pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri
kita, dan jangan pernah memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau
bahkan membahayakan jiwa.
Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan
hal-hal yang bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga
daya tahan tubuh berkurang, merokok, yang dapat menyebabkan paru-paru kita rusak,
mengkonsumsi obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan otak
kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau beraklak baik terhadap tubuh kita. Selain itu
sesuatu yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki ,
munafik dan lain sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu
merupakan penyakit hati yang harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri dengki
munafiq dan lain sebagainya akan sulit sekali menerima kebenaran, karena hati tidak hanya
menjadi tempat kebenaran, dan iman, tetapi hati juga bisa berubah menjadi tempat kejahatan
dan kekufuran.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka kita dituntut untuk mengenali berbagai macam
penyakit hati yang dapat merubah hati kita, yang tadinya merupakan tempat kebaikan dan
keimanan menjadi tempat keburukan dan kekufuran. Seperti yang telah dikatakan bahwa
diantara penyakit hati adalah iri dengki dan munafik. Maka kita harus mengenali penyakit
hati tersebut.
Dengki. Orang pendeki adalah orang yang paling rugi. Ia tidak mendapatkan apapun dari sifat
buruknya itu. Bahkan pahala kebaikan yang dimilikinya akan terhapus. Islam tidak
membenarkan kedengkian. Rasulullah bersabda: “Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa
Rasulullah Saw. Bersabda, “hati-hatilah pada kedengkian kaerena kedengkian menghapuskan
kebajikan, seperti api yang melahap minyak.” (H.R. Abu Dawud)
Munafiq. Orang munafiq adalah orang yang berpura-pura atau ingkar. Apa yang mereka
ucapkan tidak sama dengan apa yang ada di hati dan tindakannya. Adapun tanda-tanda orang
munafiq ada tiga. Hal ini dijelaskan dalam hadits, yaitu:
‫ وإذا‬,‫ إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف‬,‫ ” أيات المنافقين ثالث‬.‫ قال رسول اهللا صلعم‬:‫عن أبى هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫اؤتمن خان‬
Dari Abu hurairoh r.a. Rasulullah berkata: ” tanda-tanda orang munafiq ada tiga, jika ia
berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”
(H.R. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan an-Nisa’i)
B. Macam – macam akhlak terhadap diri sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani.
a. Menjaga kebersihan dirinya
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Ia menekankan kebersihan secara
menyeluruh meliputi pakaian dan juga tubuh badan. Rasulullah memerintahkan sahabat-
sahabatnya supaya memakai pakaian yang bersih, baik dan rapi terutamanya pada hari
Jum’at, memakai wewangian dan selalu bersugi.
b. Menjaga makan minumnya.
Bersederhanalah dalam makan minum, berlebihan atau melampau di tegah dalam Islam.
Sebaiknya sepertiga dari perut dikhaskan untuk makanan, satu pertiga untuk minuman, dan
satu pertiga untuk bernafas.
c. Tidak mengabaikan latihan jasmaninya
Riyadhah atau latihan jasmani amat penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun
ia dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam tanpa mengabaikan hak-hak Allah,
diri, keluarga, masyarakat dan sebagainya, dalam artikata ia tidak mengabaikan kewajiban
sembahyang, sesuai kemampuan diri, menjaga muruah, adat bermasyarakat dan
seumpamanya.
d. Rupa diri
Seorang muslim mestilah mempunyai rupa diri yang baik. Islam tidak pernah mengizinkan
budaya tidak senonoh, compang-camping, kusut, dan seumpamanya. Islam adalah agama
yang mempunyai rupa diri dan tidak mengharamkan yang baik. Sesetengah orang yang
menghiraukan rupa diri memberikan alasan tindakannya sebagai zuhud dan tawadhuk. Ini
tidak dapat diterima karena Rasulullah yang bersifat zuhud dan tawadhuk tidak melakukan
begitu. Islam tidak melarang umatnya menggunakan nikmat Allah kepadanya asalkan tidak
melampau dan takabbur.
2. Berakhlak terhadap akalnya
a. Memenuhi akalnya dengan ilmu
Akhlak Muslim ialah menjaganya agar tidak rusak dengan mengambi sesuatu yang
memabukkan dan menghayalkan. Islam menyuruh supaya membangun potensi akal hingga
ke tahap maksimum, salah satu cara memanfaatkan akal ialah mengisinya dengan ilmu.
Ilmu fardh ‘ain yang menjadi asas bagi diri seseorang muslim hendaklah diutamakan karena
ilmu ini mampu dipelajari oleh siapa saja, asalkan dia berakal dan cukup umur. Pengabaian
ilmu ini seolah-olah tidak berakhlak terhadap akalnya.
b. Penguasaan ilmu
Sepatutnya umat Islamlah yang selayaknya menjadi pemandu ilmu supaya manusia dapat
bertemu dengan kebenaran. Kekufuran (kufur akan nikmat) dan kealfaan ummat terhadap
pengabaian penguasaan ilmu ini.
Perkara utama yang patut diketahui ialah pengetahuan terhadap kitab Allah, bacaannya,
tajwidnya, dan tafsirnya. Kemudian hadits-hadits Rasul, sirah, sejarah sahabat, ulama, dan
juga sejarah Islam, hukum hakam ibadat serta muamalah.
Sementara itu umat islam hendaklah membuka tingkap pikirannya kepada segala bentuk
ilmu, termasuk juga bahasa asing supaya pemindahan ilmu berlaku dengan cepat. Rasulullah
pernah menyuruh Zaid bin Tsabit supaya belajar bahasa Yahudi dan Syiria. Abdullah bin
Zubair adalah antara sahabat yang memahami kepentingan menguasai bahasa asing, beliau
mempunyai seratus orang khadam yang masing-masing bertutur kata berlainan, dan apabila
berhubungan dengan mereka, dia menggunakan bahasa yang dituturkan oleh mereka.
3. Berakhlak Terhadap Jiwa
Manusia pada umumnya tahu sadar bahwa jasad perlu disucikan selalu, begitu juga dengan
jiwa. Pembersihan jiwa beda dengan pembersihan jasad. Ada beberapa cara membersihkan
jiwa dari kotorannya, antaranya:
a. Bertaubat
b. Bermuqarabah
c. Bermuhasabah
d. Bermujahadah
e. Memperbanyak ibadah
f. Menghadiri majlis Iman
C. Cara Memelihara Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
1). Sabar, yaitu perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri sebagai hasil dari pengendalian
nafsu dan penerimaan terhadap apa yang menimpanya.Sabar diungkapkan ketika
melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa musibah.
2). Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas pemberian nikmat Allah yang tidak bisa terhitung
banyaknya. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan
dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
3). Tawaduk, yaitu rendah hati, selalu menghargai siapa saja yang dihadapinya, orang tua,
muda, kaya atau miskin. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat
iri dan dengki yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
4). Shidiq, artinya benar atau jujur. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam
keadaan benar lahir batin, yaitu benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan.
5). Amanah, artinya dapat dipercaya. Sifat amanah memang lahir dari kekuatan iman.
Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Antara
keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rosulullah SAW bersabda bahwa “ tidaj
(sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang
tidak menunaikan janji.” ( HR. Ahmad )
6). Istiqamah, yaitu sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun
menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan
dalam Al-Quran pada surat Al- Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu
adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun
kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang bersekutukan-Nya.”
7). Iffah, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik dan memelihara kehormatan diri
dari segala hal yang akan merendahkan, merusak, dan menjatuhkannya. Nilai dan wibawa
seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula ditentukan oleh
bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
8). Pemaaf, yaitu sikap suka member maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada
sedikitpun rasa benci dan keinginan untuk membalas. Islam mengajarkan kita untuk dapat
memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus menunggu permohonan maaf dari yang
bersalah.
D. Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri
1. Berakhlak terhadap jasmani:
– jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
– tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
– menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
2. Berakhlak terhadap akalnya:
– memperoleh banyak ilmu
– dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
– membantu orang lain
– mendapat pahala dari Allah SWT
3. Berakhlak terhadap jiwa:
– selalu dalam lindungan Allah SWT
– jauh dari perbuatan yang buruk
– selalu ingat kepada Allah SWT
AKHLAK KEPADA KELUARGA
A. Latar Belakang
Sebagai sang khalik, Allah SWT dengan sangat sempurna menciptakan makhluk-makhluknya
tersebut, bahkan di antara mereka memiliki ketergantungan dan saling membutuhkan satu
sama lain. Begitulah semua makhluk yang diciptakan sang khalik, semuanya harus berjalan
sesuai dengan peraturan-Nya, sedikit saja berani keluar dari aturan-Nya maka malapetaka
bisa menghampirinya.
Semua itu menunjukan kuasa Allah SWT dalam menetapkan perhitungan dan mengatur
sistem alam raya, sekaligus membuktikan pula anugerah-Nya yang sangat besar bagi umat
manusia dan seluruh makhluk. Keteraturan sistem alam raya tersebut harus terimplementasi
sampai ke sistem yang paling kecil, keluarga misalnya. Sebuah keluarga tidak dapat hidup
dengan tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan disiplin yang tinggi.
Kepincangan dalam peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan yang lebih luas.
Dengan demikian, wajib hukumnya setiap makhluk untuk mengikuti seluruh aturan yang
telah ditetapkan sang khalik dalam rangka menjaga kehidupan yang utuh dan penuh
keteraturan.
B. Tujuan
Tujuan pembuatanmakalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah akidah akhlak juga
agar mahasiswa tahu bagaimana akhlak terhadap keluarga serta mengimplementasikan ke
dalam kehidupan sehari-harinya.
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja aspek-aspek akhlak?
2. Sikap yang bagaimana yang harus ditunjukkan orang tua terhadap anak?
3. Sikap yang bagaimana yang harus di tunjukkan anak kepada orang tua?

BAB II
PEMBAHASAN
AKHLAK TERHADAP KELUARGA

A. Aspek Akhlak
Sikap keteraturan yang ditampakkan oleh Allah SWT dalam mengelola alam semesta serta
keteraturan yang harus dimunculkan ketika beribadah harus terimplementasi dalam
kehidupan berkeluarga. Seorang kepala keluarga berkewajiban mengatur dan mengelola
sistem yang akan diberlakukan di dalam keluarganya tersebut. Sistem yang dibangun tersebut
seyogyanya mengakomodasi kepentingan-kepentingan anggota keluarganya secara
keseluruhan, dan sebagai konsekwensinya seluruh anggota harus mempunyai komitmen
untuk tidak keluar dari peraturan yang disepakati, sehingga dengan demikian diharapkan
terjadi keharmonisan di antara anggota keluarga tersebut.
Beberapa sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga tersebut diantaranya:
1. Tanggung jawab
Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa keluarga – sebagaimana halnya bangsa – tidak
dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali dan disiplin yang tinggi.
Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan kehidupan.
Memimpin rumah tangga adalah sebuah tanggung jawab, demikian juga memimpin bangsa.
Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dituntut
pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Tanggung jawab itu pun idealnya harus ditunjang dengan kemampuan di berbagai bidang
termasuk kemampuan leadership (kepemimpinan), dan disadari ataupun tidak, sikap
bertanggung jawab ini akan menjadi contoh atau tauladan bagi anggota keluarga yang lain,
karena sikap bertanggung jawab ini tidak hanya dibutuhkan oleh sang pemimpin tapi juga
harus menjadi karakter setiap anggota keluarga, bahkan seluruh anggota masyarakat dan
bangsa.
2. Kerjasama
Dalam konteks yang lebih besar, kepemimpinan suatu bangsa misalnya tidak mungkin
mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah tidak searah dengan
kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap daerah itu sendiri pun tidak akan berjalan
mulus jika bertentangan dengan kepemimpinan atau langkah-langkah keluarga, dan dalam
lingkup yang lebih sederhana, kepemimpinan keluarga pun tentu tidak akan berdaya jika
tidak ditunjang kerjasama dari seluruh anggota keluarga itu sendiri, dengan demikian
keharmonisan serta keteraturan dalam sebuah keluarga akan sukses jika didukung oleh semua
pihak yang terlibat di dalamnya.
Dari keterkaitan-keterkaitan tersebut, terlihat jelas bahwa keteraturan yang di bangun dalam
keluarga yang bersifat mikro sangat berpengaruh terhadap keteraturan keluarga dalam kontek
makro, yaitu kehidupan berbangsa dan bernegara, dan jelaslah pula bahwa keluarga
merupakan tulang punggung bagi tegaknya suatu bangsa.
3. Perhitungan dan Keseimbangan
Kepemimpinan, betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang tepat.
Jangankan mengelola sebuah keluarga, mengurus satu penjamuan kecil pun mengharuskan
adanya perhitungan, keseimbangan dan keserasian antara jumlah undangan, kapasitas
ruangan, serta konsumsi dan waktu penyelenggaraan. Sangat tidak baik jika kemampuan
material seseorang atau kapasitas ruangan yang tersedia hanya cukup untuk sepuluh orang
misalnya sementara yang diundang seratus orang, tindakan tersebut tentu mengabaikan
keseimbangan . Pengaturan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran
Islam.
Hal tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak dan tanggung jawab terhadap generasi
selanjutnya. Dalam al-Qur’an anak disebut sebagai “buah hati yang menyejukkan”, serta
“Hiasan kehidupan dunia”. Bagaimana mungkin mereka menjadi “buah hati” dan “hiasan
hidup” jika beban yang dipikul orang tuanya melebihi kemampuannya? Bukankah kita
dianjurkan untuk berdoa: “Ya Tuhan kami, janganlah bebani kami apa yang tak sanggup
kami pikul.
4. Disiplin
Keteraturan-keteraturan seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada aspek ibadah,
ternyata berkorelasi dengan sikap kedisiplinan. Keteraturan waktu shalat misalnya,
membutuhkan sikap kedisiplinan bagi yang menjalankannya, tanpa kedisiplinan,
kebermaknaan shalat menjadi berkurang, bahkan bisa jadi hilang. Begitupun ibadah-ibadah
yang lain.
Dalam kehidupan berkeluarga, sikap kedisiplinan ini begitu penting. Untuk mendapatkan
kesejahteraan, seorang kepala keluarga perlu memiliki sikap disiplin dalam mengatur waktu
untuk bekerja, ibadah dan istirahat, demikian juga seorang anak, untuk menggapai cita-
citanya dia harus rela mendisiplinkan diri dan waktunya untuk belajar, bermain, ibadah dan
istirahat. Tanpa kedisiplinan, keteraturan hidup susah tercapai.
5. Kasih sayang
Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam keluarga adalah perasaan
kasih sayang. Seorang ayah rela bekerja keras mencari nafkah tentu karena kasih sayang
terhadap anak dan istrinya, seorang ibu tanpa mengeluh dan tak kenal lelah mengandung
anaknya selama sembilan bulan, inipun dilandasi cinta dan kasih sayang kepada sang jabang
bayi, bahkan setelah sang anak lahir, dia pun rela mengorbankan diri dan waktunya untuk
membesarkan anaknya tersebut, serta masih banyak lagi contoh keajaiban dari kekuatan besar
yang dinamakan cinta yang merupakan anugrah dari Allah SWT.
Sejatinya, kekuatan besar tersebut melandasi seluruh aspek kehidupan berkeluarga, karena
dengan cinta sesuatu yang berat akan terasa mudah. Dan sebaliknya, jika seseorang hatinya
kosong dari cinta atau maka orang tersebut akan cenderung bersifat keras dan kasar, dan pada
akhirnya bisa berakibat tidak baik bagi kelangsungan hidup berkeluarga, seperti timbulnya
penyimpangan-penyimpangan dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda:“Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak
mengasihi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami.”
Walaupun cinta dan kasih sayang ini adalah sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan,
tapi ternyata tidak semua orang mudah mendapatkannya, karena untuk mendapatkannya
diperlukan sebuah perjuangan. Rasulullah SAW bersabda:
“Allah menjadikan kasih sayang di dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya dari para
hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba –Nya yang suka
mengasihi.”
Dengan demikian, perjuangan untuk mendapatkan kasih sayang-Nya adalah dengan berusaha
sekuat tenaga dan terus menerus memancarkan kasih sayang kepada-Nya dan kepada sesama,
karena semakin ia menyayangi atau mengasihi-Nya maka kasih sayang-Nya akan semakin ia
dapatkan.
B. Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak
Hubungan yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari antara orang tua dan
anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh adanya tanggung jawab yang benar
sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar rasa cinta
kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang orang tua terhadap anaknya.
Tetapi hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan akan
membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk, karena anak tidak mendapat
suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh suasana orang tuanya. Dan
banyak lagi faktor-faktor tidak langsung dalam keluarga yang mempengaruhi pembinaan
pribadi anak. Di samping itu, banyak pula pengalaman-pengalaman yang mempunyai nilai
pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang dilakukan oleh orang terhadap
anak, baik melalui latihan-latihan atau pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan
pribadi anak.
1. Contoh Tauladan
Suatu sikap keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif yang dilaksanakan oleh orang
tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses pendisiplinan diri anak sejak dini, agar anak
lekas terbiasa berbuat baik sesuai dengan aturan dan norma yang ditetapkan di masyarakat
berdasarkan kaidah yang berlaku orang tua yang dapat memberi contoh tauladan yang baik
kepada anak-anaknya adalah orang tua yang mampu dan dapat membimbing anak-anaknya
ke jalan yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
2. Pembentukan Sikap
Ngalim Purwanto (1997:140), mengemukakan definisi sikap ialah “Suatu cara bereaksi
terhadap suatu perangsang” suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu
terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Untuk mengetahui sejauh mana
peranan sikap orang tua terhadap anak, maka akan diperinci setiap sikap serta akibatnya yang
dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian yang terbentuk, yaitu:
1) Sikap Terlalu Menyayangi Dan Melindungi Serta Memanjakan
2) Sikap Otoriter
3) Sikap Demokratis

C. Birrul Walidain
Birrul Wlidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru artinya kebajikan. Al-walidain
artinya dua orang tua atau ibu dan bapak. Birrul Walidain merupakan suatu istilah yang
berasal langsung dari Nabi Muhammad saw, yang berarti berbuat kebajikan kepada kedua
orang tua. Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-Karim menggunakan istilah ihsan
(wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT berikut ini:
‫وقضىربكاﻻتعبدوااﻻاياهوباالوالديناحسانا‬
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”(QS. Al-Isra’ 23)
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada kedua orang tua
kita, Allah SWT berfirman:
‫ووصينااﻻنسانبوالديهحسنا‬
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu bapaknya…”(QS.
Al-Ankabut 8)
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua langsung
sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:

‫ووصينااﻻنسانبوالديهحملتهامهوهناعلىوهنوفصلهفىعاميناناشكرلىولوالديكالىالمصير‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman 14)
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT berhubungan
dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua. Rasulullah bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb (Allah) ada
pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi)
Bentuk-bentuk Birrul Waldain
1) Mengikuti keinginan dan saran orang tua
2) Menghormati dan Memuliakan kedua orang tua
3) Membantu kedua orang tua secara fisik dan materiil
4) Mendo’akan kedua orang tua
Demikianlah Allah SWT dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat
istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang sangat mulia, dan
sebaliknya durhaka kepada salah satu atau keduanya juga menempati posisi yang sangat hina.
Secara khusus Allah mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam
mengandung, menyusui, merawat, dan mendidik anaknya. Kemudian bapak walaupun tidak
ikut mengandung, tetapi dia berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi,
membesarkan, dan mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu
yang tidak terbatas.
Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah wajar apabila seorang anak menghormati dan
menyanyangi kedua orang tua setelah cintanya kepada Allah SWT.

AKHLAK KEPADA MASYARAKAT


Akhlak Kepada Masyarakat

PENGERTIAN AKHLAQ
Secara etimologis (lugbatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq
yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan.  Seakar dengan kata Khaliq ”Pencipta”, makhluk (yang diciptakan) dan
khalq (pnciptaan). Dengan asal tersebut maka definisi akhlaq adalah tata perilaku seseoang
terhadap orang lain dan lingkungannya.
Kesamaan akar kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup pengertian
terciptanya keperpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq
(manusia). Dari pengertian seperti ini, akhlaq bukan saja aturan/ norma perilaku yang
mengatur hubungan antara sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam sekalipun.[1]
Ada beberapa definisi tentang akhlaq di antaranya:
a.         Imam al-Ghazali:
“Akhlaq addalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.” [2]
b.        Abdul Karim Zaidan:
“(Akhlaq) adalah nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan
timbangannya, seseorang dapat menilai baik atau buruk, untuk kemudian memilih,
melakukan atau meninggalakannya.” [3]
c.         Ibrahim Anis:
“Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam
perbuatan , baik  atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.” [4]
Dari kutipan di atas dapat difinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam
jiwa manusia, sehingga dia akan muncul  secara spontan bilamana diperlukan, tanpa
memerlukan pemikiran atau pertimbangan teerlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan
dari luar.
Jadi definisi akhlaq kepada masarakat adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
yang dilakukan secara spontan tanpa pertimbangan terlebih dahulu dalam lingkungan atau
kehidupaan.

  PENTINGNYA MATERI INI DIBAHAS


Dalam kehidupan kita tidak akan pernah terhindar dari akhlaq kepada lingkungan
“masyarakat” dan karena kita adalah mahluk sosial. Materi ini sangat penting agar kita bisa
mengetahui cara berakhlak yang baik di dalam lingkungan “masyarakat.”
Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak
beriman!” Seorang sahabat bertanya: “Siapa dia (yang tidak beriman itu) ya
Rasulallah?” Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari
keburukannya” (HR. Bukhari)

 Ini adalah salah satu hadits yang menerangkan bahwa pentingnya akhlaq kepada
masyarakat. Sampai-sampai tiga kali Rasulullah SAW menyebutkan kata “Demi Allah dia
tidak beriman”, ini kata yang sangat kita kwatirkan. Sebab jika kita tidak memperdulikan
tetangga kita bahkan saling membenci bisa-bisa Allah sangat membenci kita. Semoga kita
bukan golong yang seperti itu.
 Seseorang yang mendirikan shalat tentunya tidak akan melakukan perbuatan (akhlaq)
yang tergolong keji dan mungkar, sebab apalah arti shalat apabila tetap saja melakukan
perbuatan keji dan mungkar.
Demi mencari ridha Allah SWT tentulah seorang hamba akan selalu berusaha
menjankan perintah-Nya seperti menahan dari kata-kata yang kotor dan perbuatan yang
tercela.

3.             IDENTIFIKASI PROBLEMATIKA AHKLAK


Sering terjadinya peselisihan diantara masyarakat sangat dipengaruhi oleh akhlak
terhadap lingkungan (masyarakat). Kurangnya keharmonisan di dalam kehiduppan
bermasyakat menjadi sorotan yang lumayan penting.
Banyak kejadian-kejadian yang timbul karena kurang terciptanya hubungan komunikasi
yang tidak lancar antara tetangga atau masyarakat (lingkungan). Banyaknya fitnah-fitnah
dalam masyarakat membuat situasi kehidupan kurang harmonis.

A.           PEMBAHASAN
Akhlak Kepada Masyarakat
Masyarakat di sini bisa juga diartikan yang berada disekitar kita yaitu tetangga.
Tetangga sangat erat hubungannya dengan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali
kita dapat tahu tentang akhlak diri sendiri malah dari orang lain (tetangga), atau bisa disebut
sebagai tolak ukur akhlak kita.
Sebagian ulama muslim, diantaranya Prof. Manur Rajab, Berpendapat bahwa norma/
akhlaq berarti sesuatu yang di jadikan tolak ukur untuk memberikan penilaian saat terjadi
pertentanngan antar berbagai pola perilaku bahwa pola ini lebih baik dari pada pola itu.
Ia mengatakan : “Dengan apa kita menilai baik-buruk perilaku perbuatan manusia.”
Kemudian  prof. Rajab menetapkan sebuah kesimpulan penting bahwa pendapat para filsuf,
tradisi masyarakat setempat.an hukum konvensional tidak layak di jadikan sebgai norma/
akhlaq sebab etika yang valid harus bersifat baku, alias tidak berubah-rubah, dan besifat
umum higga bisa diterapkan bagi segenap manusia anpa pandang bulu, tempat, dan waktu.
Kemudian, tridisi juga berbeda-beda antar masyarakat satu dengan masyarakat lain.
Disamping karena faktor perbedaan waktu, sementara kaum konvensional merpakan
produk manusia yang bisa salah dan bisa benar dan hukum-hukum konvensional inipun
beragam sesuai dengan keragaman visi pembuatannya.
Oleh karena itu , keiganya tidak layak di jadikan sebgai norma akhlaq yang sahih.
Adapun norma yang sahih adalah agama Islam, sebab ia merupakan wahyu dari Tuhan, dan
Dia tentu saja lebih mengetahui perundang-undangan atau aturan hukum yang tepat dan
bermaslahat bagi umat manusia. Serta lebih mengerti soal aturan-aturan peribadatan maupun
perilaku-perilaku mulia yang bisa menyantunkan diri mereka dan meluruskan akhlaq mereka.
Dan semua itu berlandaskan prinsip iman dan islam.
Akhlak kepada masyarakat mempelajari tentang bagaimana cara kita bertingkah laku di
masyarakat. Akan di lihat dari 3 segi atau sudut, diantaranya;
1.         Dari segi Agama
Tujuan dari kehidupan bermasyarakat diantaranya ialah menumbuhkan rasa cinta,
perdamaian, tolong-menolong, yang merupakan fondasi dasar dalam masyarakat Islam.
Dalam suatu hadits digambarkan kondisi seseorang yang beriman dengan berakhlak mulia
dalam kehidupan masyarakat.
Selain kita memperlakukan dengan baik diri kita sendiri, kita juga harus memperhatikan
saudaranya (kaum muslim semuanya) dan juga tetangga kita. Tetangga selalu ada ketika kita
membutuhkan bantuan.
Seperti yang diriwayatkan dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah beriman seoarang dari kalian hingga ia menyukai saudaranya sebagaimana  ia
menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari)

Demikianlah masyarakat Islam dibentuk , yakni melandaskan persaudaraan antar


sesamaoarang yang beriman. Agar masyarakat Islam dapat mencapai tujuannya guna
merealisasikan ibadah kepada ALLAH SWT dengan lingkup yang sangat luas.
Dari hadits shahih bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak masuk sorga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (H.R
Muslim).

Bisa disebutkan bahwa apabila salah satu tetangga kita sedang tertimpa suatu masalah
dan sangat membutuhkan bantuan hendaklah membantu jangan hanya berdiam diri padahal
kita tidak sadar sedang melakukan kesalahan-kesalahan. Pastilah Allah SWT sangat tidak
suka terhadap orang yang seperti itu, maka masuklah ke neraka (tidak masuk sorga).
Dari beberapa sumber diatas juga memberikan pengetahuan kita bahwa pentingnya
hubungan baik dengan masyarakat (tetangga).

Apabila seoarang tetangga kita ada yang ingin menjual rumahnya, baik itu karena
desakan ekonomi (terlilit hutang)  maka yang paling berhak membeli rumah adalah tatangga
(setelah saudara).
Seperti yang telah tertuang bahwasanya Rasulallah SAW bersabda:

“Tetangga adalah orang yang paling berhak membeli ruamah tetangganya.” (HR. Bukhari
dan Muslim) [5]

Kehidupan di masyarakat patilah akan menjumpai kegiatan silaturahim. Orang yang


berakhlak baik baisanya senang dengan bertamu atau silaturahim, karena ini dapat mengutkan
hubungan sesama muslim.
Beberapa hal kegiatan dalam masyarakat antara lain;

Bertamu
Sebelum memasuki rumah, yang bertamu hendaklah meminta izin kepada penghuni
rumah dan setelah itu mengucapkan salam.
Dengan Firman ALLAH SWT:

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi   salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih
baik bagimu , agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nur 24: 27)

Allah SWT menjelaskan agar orang mukmin selalu beriman kepada-Nya dan berakhlaq
dalam bertamu dengan cara yang telah ditetapakan. Tamu hendaklah meminta izin kepada
pemilik rumah terlebih dahulu barulah mengucapkan salam. Ada beberapa ulama yang
mayoritas ahli fiqh berselisih pendapat. Mereka berargumentasi dari beberapa hadits
Rasulullah SAW riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn ‘Abd Al-Bar.
[6]
Meskipun dari sumber hadits yang berbeda-beda tetapi mereka menyatakan hal yang
sama yaitu mengucapkan salam terlebih dahulu baru meminta izin (as-salam qabl al-kalam).
Dari perbedaan tadi, ada beberapa ulama yang berargumentasi lain. Mereka menyatakan
bahwa, apabila tamu melihat salah seorang penghuni rumah maka dia (tamu) mengucapkan
salam terlebih dahulu. Akan tetapi apabila tamu tidak melihat pemilik rumah maka hendaklah
dia (tamu) meminta izin dulu baru mengucapkan salam. Pendapat terskhir inilah yang diambil
oleh al-Mawardi.[7]
 Rasulullah SAW bersabda:

“Jika seorang di antara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka
hendaklan dia kembali.” (HR. Bukhari Muslim)

Menurut Rasulullah SAW  sendiri, dalam meminta izin boleh dilakukan maksimal hanya
tiga kali. Sudah sewajarnya dan seharusnya apabila seorang tamu sudah meminta izin tiga
kali namun tidak ada jawaban maka tamu tadi kembali pulang. Jika berani masuk rumah
tanpa izin dapat berakibat  buruk pada tamu it sendiri seperti disangka pencuri oleh warga
setempat yang melihatnya.
 Tamu tidak boleh mendesakan keinginannya untuk bertamu  setelah ketukan ketukan
ketiga, dakarenakn dapat mengganggu pemilik rumah. Tuan rumah sekalipun dianjurkan
untuk menerima dan memuliakan tamu, akan tetapi tetappunya hak untuk menolak
kedatangan tamu dikarenakan tidak sedang siap dikunjungi oleh tamu.[8]
Meminta izin kepada pemilik rumah dilakukan maksimal tiga kali itu memiliki sebab,
diantaranya:

1.    ketukan pertama sebagai isyarat kepada pemilik rumah bahwa telah kedatangan tamu.
2.    Ketukan kedua memberikan waktu untuk membereskan barang-barang yang mungkin
berantakan dan menyiapkan segala sesuatu yang piperlukan.
3.    Ketukan ketiga biasanya pemilik rumah sudah siap membukakan pintu. Akan tetapi bisa saja
pada waktu ketukan kedua pemilik rumah sudah membukakan pintu, tergantung situasi dan
kondisi pemilik rumah. [9]
Namun bila pada ketukan ketingga tetap tidak dibukakan pintu, kemungkinan pemilik
rumah tidak bersedia menerima tamu atau sedang tidak berada di rumah.
Merujuk firman Allah SWT:

“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum
kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja) lah ”, maka
hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersiih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” (QS. An-Nur 24:28)[10]

Maksud dari ayat ini adalah pada saat bertamu namun tidak ada orang di dalamnya,
bahkan ditolak pemilik rumah janganlah masuk karena akan dinilai kurang memiliki akhlak.
Ini akan akan menjaga nama dan kehormatan tamu itu sendiri juga berdampak pada nama
baiik pemilik rumah.

Menerima Tamu
Salah satu akhlak yang terpuji dalam Islam adalah menerima dan memuliakan tamu
tanpa membedakan status sosial.
Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang
baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia
memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 Hadits diatas dapat kita selidiki bahwa apabila seseorang beriman kepada Allah dan Hari
Akhir dalam berbicara katakanlah hal yang baik jangan berkata yang tercela, bahkan lebih
baik lagi diam dari pada tidak dapat berkata baik. Memuliakan tetangganya disini bisa
diartikan menyambut baik tetangganya jangan malah merasa tidak nyaman apabila tamu
datang serta menyambut baik tamu. Selain dengan tetangga, seorang Muslim harus dapat
berhubungan baik dengan baik di lingkungan pendidikan, lingkungan kerja, sosial dan yang
lainnya.
Jika tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, maka pemilikan rumah atau
tuan rumah wajib menerima dan menjamunya dengan batasan maksimal tiga hari. Apabila
tamu mau menginap lebih dari tiga hari, terserah tuan rumah tetap menjamunya atau tidak.
Rasulullah SAW bersabda;

“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jizahnya sehari semalam. Apa yang dibelajakan
untuk tamu diatas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak bolaeh bagi tamu tetapmenginap
(lebih dari tiga hari). Karena hal itu akan memberatkan tuan rumah.”  (HR. Tirmidzi)
Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan
lagi kewajiban.
Menurut Imam Malik yang dimaksud dengan  jaizah sehari semalam adalah memuliakan
dan  menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan yang istimewa menjadi hidangan
yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud
dengan jaizah adalah memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari-semalam. Ini
karena disesuaikan di daerah padang pasir, diperlukan bekal minimal sehari-semalam sampai
bertemu dengan tempat persinggahan berikutnya. [11]
Kedua pemahaman di atas dapat di kompromikan dengan melakukan kedua-duanya
apabila memeng tamunya membutuhkan bekal guna melanjutkan perjalanan. Tapi apa pun
bentuknya, tujuannya sama yaitu untuk memuliakan tamunya dengan sedemikian rupa.

Berhubungan baik dengan  tetangga


Sesudah anggota keluarga kita, orang yang paling dekat adalah tetangga. Begitu
pentingnya peran tangga sampai-sampai Rasulullah SAW menganjurkan kepada siapa saja
yang akan membeli rumah atau mebeli tanah selanjutnya dibangun rumah, hendaklah
memperhatikan siapa yang akan menjadi tetangganya.
Beliau bersabda;
“Tetangga sebelum rumah, kawan sebelum jalan, dan bekal sebelum perjalanan.” (HR.
Khathib)

Dari hadits di atas adalah pentingnya peran tetangga dalam hidup bermasyakat terutama
dalam memilih tempat untuk dijadikan tetangga dalam hidup bermasyakat terutama dalam
memilih tempat untuk dijadikan rumah saja kita harus memilih dengan beberapa aspek yang
harus diperhatikan.
Kita dapat melihat dari sebuah kata “tetangga sebelum rumah” dalam kehidupan
bermasyarakat, maksudnya kita sebelum membangun sebuah rumah harus memilih atau
mengetaui kondisi tetangga kita. Diharapkan jaangan sembarang dalam hal ini, karena akan
berdampak pada diri kita sendiri.
Baik buruknya sikap tetangga kita tentu tergantung  juga bagaimana kita bersikap kepada
mereka. Dalam kesempatan lain Rasulullah SAW juga mengatakan bahwa tetangga yang baik
adalah salah satu dari tiga hal yang membahagiakan hidup, dengan sabdanya;
“Di antara yang membuat bahagia seoarang Muslim adalah tetangga yang baik, rumah
yang lapang, dan kendaraan yang nyaman.”  (HR. Hakim)

 Beberapa hal yang membuat bahagia seorang muslim dalam kehidupan bermasyarakat
yaitu tetangga yang baik, coba kita bayangkan bila tetangga kita selalu konflik/ tidak akur.
Kehidupan kita tidak akan berjalan harmonis.
Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk berbut baik dengan tetangganya, baik
tetangga dekat maupun jauh. Pastilah orang akan akan sangat senang apabila tatangganya
baik kepada kita dan kita pun tidak akan segan untuk membalas kebaikan tatangga kita itu.
Ini menimbulkan dampak yang positif, namun bila tetangga kita berselisih dengan kita
pastinya akan ragu untuk menyapa baik tetangga.

Bentuk Hubungan baik dengan tetangga


Bentuk-bentuk hubungan baik dengan tetangga ini Raulullah SAW pernah berpesan
kepada Abu Dzar:

“Jika engkau memasak gulai, perbanyaklah kuahnya, kemudian peerhatikanlah tetangga-


tetanggamu, dan berilah mereka sepantasnya.” (HR.Muslim)
Salah satu hubungan baik dengan tetangga dapat dilihat dari hadits shahih diatas, bahwa
apabila kita sedang memasak gulai atau memasak yang lainnya ingatlah kepada tatangga kita.
Sehingga walupun bahan gulai yang sedang dimasak kurang, kita dapat menambah
gulainya.Setelah masak, perhatikanlah tetangga kita. Berilah mereka tetangga kita gulai yang
kita masak tadi dengan sepantasnya.
Dijelaskan juga bahwa seorangyang hidup saling berdampingan (bermasrakat) harus
memperhatikan tetangganya. Mengulurkan tangan untuk mengatasi kesulitan hidup yang
dihadapi oleh teetangga. Jangan sampai seseorang dapat tidur nyenyak, sementara
tetangganya menangis kelaparan. Seperti yang sabda Rasulullah SAW:

“Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang dapat tidur dengan perut kenyang sementara
tetangganya kelaparan, padahal dia mengetahui” (HR. Bazzar)

Dalam hadits yang lebih panjang, Rasulullah SAW menguraikan bagaimana berbuat baik
dengan tetangganya. Beliau bersabda:
“Hak tetangga itu ialah, apabila ia sakit kamu menjenguknya, apabila ia meninggal kamu
mengiringi jenazahnya, apabila ia membutuhkan sesuatu kamu meminjaminya, apabila ia
tidak memiliki pakaian kamu memberinya pakaian, apabila ia mendapatakan kebajikan
kamu kmau mengucapkan selamat kepadanya, apabila ia mendapatkan musibah kamu
bertakziah kepadanya, jangan engkau meninggalkan rumahmu atas rumahnya sehingga
angin terhalang masuk rumahnya, dan janganlah kamu menyakitinya dengan bau
periukmu kecuali kamu memberinya sebagian dari masakan itu.” (HR. Tabranni)

2.        DARI  SEGI  ETIKA


Dalam segi etika dalam bertamu/ meminta izin dan mengucapkan salam perlu
diperhatikan        sebagai berikut;
a)        Mengunakan kata-kata yang sopan setiap orang, tidak hanya pada waktu bertamu saja. Akan
tetapi pada waktu kapan saja dan dimana saja.
b)        Jangan bertamu sembarang waktu, bertamulah pada saat yang tepat dimana tuan rumah
diperkirakan tidak akan terganggu. Misalnya jangan bertamu pada saat istirahat atau waktu
tidur.
c)        Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama karena dikawatirkan akan merepokan tuan
rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang, mungkin saja tuan rumah masih ada
kepentingan lain.
d)       Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu, misalnya memeriksa
dan perabotan rumah, dan memasuki ruangan pribadi tanpa izin penghuni rumah. Diizinkan
pemilik rumah bukan berarti boleh melakukan apa saja. Ini akan sang berdampak buruk, bisa
saja kita malah dianggap mau mencuri.
e)        Bila disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu.
Maksud hormati di sini yaitu memakan apa yang  disuguhkan namun sekadanya saja. Jangan
malah semua hidingnya di makan semua (melihat etika di daerah jawa). Berbeda bila
disuguhi air minum, baiknya minuman itu kita habiskan.
f)         Hendaklah pamit waktu mau pulang. Meninggalkan rumah tanpa pamit di samping tidak
terpuji, juga mengundang fitnah. Bisa saja kita disangka-sangka tidak baik oleh tetangga
lainnya, karena inin bisa mengundang fitnah.

Dalam menerima tamu atau memuliakan tamu yang dilakukan antara lain:
a>  Menyambut kedatangan tamu dengan muka yang manis dan senyuman.
Dengan diawali muka yang manis disertai senyuman akan membawa awal yang baik
bagi tamu. Tamu akan merasa nyaman bahkan senang bertamu di tempat kita.
b> Menggunakan tutur kata yang lemah lembut.
Gunakanlah kata-kata yang lemah lembut, jangan malah kita menggunakan kata-kata
yang kasar. Ini akan berdapak  pada kesalah fahaman tamu kepada kita, karena yang datang
itu kita belum tau sifatnya juga. Dampak lainnya juga menyebabkan hati yang bertamu
menjadi senang.
c>  Mempersilahkannya duduk di tempat yng baik.
Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga
kerapian dan kebersihannya. Yujuannya agar memberikan kenyamanan kepada tamu dan
lebih menghargainya. Mungkin tamu tadi tidak datang setiap saat.

Dalam berkendara
Ketika kita menggunakan kendaraan, apalagi melewali jalan desa atau perumahan
tetangga. Hendaklah kita sadar diri dan mengunakan dan mengunakan etika yang baik,
seperti:
1> Kurangi kecepatan yang standar pada kecepatan antara 20-40 km/jam.Tinggal bagaimana
kondisi yang sebenarnya.
2> Menyapa orang bila berpapasan, bahkan bersikap rendah diri.

Dalam meminjam barang


Dalam meminjam barang milik tetangga, hendaklah segera dikembalikan walaupun
tetangga tidak menyuruh untuk mengembalikan secepatnya. Dikawatirkan yang meminjam
lupa tidak mengembalikan, bahkan lupa mengembalikan. Dapat mengurangi kepercayaan
teetangga.

3.        DARI SEGI BUDAYA


Akhlak lingkungan dapat dilihat dari segi budaya adalah hal yang tidak dapat
dihindarkan.  Tetangga adalah harapan kita apabila ada suatu masalah untuk memberikan
bantuannya. Peran tetangga sangat besar, sehingga menjadi suatu adat atau kebiasaan
masyarakat Jawa seperti;
a.         Mengabulkan/ menghadiri undangan
Mengabulkan undangan adalah salah satu kewajiban sosial sesama muslim. Ini menjadi
tradisi pergaulan dalam masyarakat. Bisa kita banyangkan pandangan masyarakat atau
tetangga, jika kita tidak menghadiri undanganya. Akan banyak orang menggap buruk prilaku
kita, masyarakat pun bisa-bisa tidak menyenangi kita.
b.        Sadranan
Sadranan adalah kegiatan adat yang biasa dilakukan masyarakat pada saat salah satu
rumah warga akan dibangun atau di renofasi. Biasanya tuan rumah yang akan merenofasi
rumahnya akan mengundang tetangga sitar rumahnya sekitar 10 orang bisa kurang, bisa juga
lebih.
Diantara 10 orang tadi ada beberapa orang yang lumayan ahli dalam bidangnya, untuk
jumlahnya tergantung pemilik rumah. Lamanya sadranan juga tergantung pemilik rumah dan
tergantung pada waktu selesainya renofasi.Sementara itu pemilik rumah setiap hari
menyiapkan makan untuk para pekeja semua.
Tidak ada upah dalam kegiatan renofasi, kecuali untuk pekerja yang disewa oleh pemilik
rumah. Kontribusi bagi yang lain adalah diberi bungkusan makanan yang matang dalam
bahasa jawa disebut sompet/ punjungan.

d>      Yasinan dan Tahlilan


Kegiatan masyarakat seperti  ini masih melekat di kehidupan masyarakat kita. Kegiatan
yasinan dan tahlilan sering dilaksanakan biasanya pada acara-acara khusus yang sudah
membudaya pada masyarakat seperti;
1.         Setelah sesorang meninggal dunia.
Selain tujuannya untuk mendoa kan seseorang yang meninggal dunia, juga menanmkan
akhlak yang baik padatiap individu. Biasanya dilakukan selama 7 hari berturut-turut setelah
kematian. Dilakukan juga pada saat 100 setelah meninggal dan 1000 hari setelah meninggal.
2.         Puputan/ penamaan bayi sewaktu umur 7 hari.
Budaya puputan sudah lama dilakukan masyarakat, pada acara ini bayi yang sudah
berumur 7 hari akan diberi nama dan pencukuran rambut.
3.         Syukuran selesainya rehab rumah, dan masih banyak lagi kegiatan serupa.
AKHLAK KEPADA NEGARA
A.    Pendahuluan
Umat manusia tentunya menginginkan surga sebagai tempat tujuan. Untuk mencapai
surga, kita harus melewatinya di kehidupan duniawi ini. Mencari pahala sebanyak-banyaknya
dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala larangan. Walaupun manusia
tidak sempurna, tetapi tidak ada salahnya jika kita sebagai manusia mempelajari hal apa saja
yang menjadi perintah Allah dan apa saja yang dilarang Allah.
Salah satu dari berbagai hal yang harus kita pelajari adalah akhlaq. Banyak akhlak di
dalam islam yang harus kita pelajari agar bisa dilaksanakan dikehidupan nyata. Terdapat
banyak akhlak yaitu Akhlak kepada Allah, Akhlak kepada Rasulullah,Akhlak kepada Kedua
Orang Tua dan Guru,Akhlak kepada Diri Sendiri,Akhlak di Tengah Masyarakat,Akhlak
terhadap Lingkungan,Akhlak dalam Bernegara. Dan masih banyak lagi. semua akhlak harus
kita tahu batasan-batasannya, yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Semua akhlak penting,
karena akhlaq bisa menentukan kepribadian. Tidak ada satu akhlak pun yang tidak penting.
Di zaman globalisasi ini, banyak orang yang mengaku islam tapi akhalq nya tidak seperti
yang diajakan Rasulullah saw. Banyak orang yang akhlaq nya sudah rusak karena pengaruh
sekularisme, dan pengaruh-pengaruh lain dari barat. Sangat memprihatinkan keadaan
tersebut. Jika generasi penerus bangsa akhlaq nya tidak bagus, lalu mau jadi apa negara kita
ini? Jika disuatu saat nanti, indonesia dipenuhi budaya yang seperti ini, warga tidak berakhlaq
memilih presiden yang tidak berakhlaq. Bisa anda bayangkan keadaan negeri kita jika
keadaannya seperti itu? Dari kasus tersebut, salah satu akhlaq yang penting yang harus kita
ketahui adalah akhlak dalam bernegara.
Bagaimana seharusnya sikap kita sebagai manusia yang taat kepada Allah menjalankan
kewajiban sebagai seorang warga negara dalam suatu negara? Bernegara di dalam islam
sudah terjadi sejak zaman Rasulullah saw. banyak hal yang harus kita lakukan untuk
memenuhi kewajiban kita sebagai hamba Allah dan juga sebagai Warga negara. Patuh
terhadap aturan negara juga merupakan salah satu yang Allah perintahkan.

B.     Akhlak
a.    Pengertian akhlak
Akhlak merupakan komponen dasar islam yang ketiga berisi ajaran tentang perilaku atau
sopan santun. Atau dengan kata lain akhlak dapat disebut sebagai aspek ajaran islam yang
mengatur perilaku manusia. Dalam pembahasan akhlak diatur mana perilaku yang terfgolong
baik dan buruk.
Akhlak maupun syariah pada dasarnya mengajarkan perilaku manusia, yang berbeda di
antara keduanya adalah obyek materia. Syariah melihat perbuatan manusia dari segi hukum,
yaitu wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram. Sedangkan akhlak melihat perbuatan manusia
dari segi nilai atau etika, yaitu perbuatan baik dan buruk.
Akhlak merupakan bagian yang sangat penting dalam ajaran agama islam, karena
perilaku manusia merupakan objek utama ajaran islam. Bahkan maksud diturunkan agama
adalah untuk membimbing sikap dan perilaku manusia agar sesuai dengan fitrahnya. Agama
menyuruh manusia agar meninggalkan kebiasaan buruk dan menggantikannya dengan ikap
dan perilaku yang baik. Agama menuntun manusia agar memelihara an mengembangkan
kecenderungan mental yang bersih dan jiwa yangsuci. Karena itulah rasul bersabda “tiadalah
aku diutus melainkan untuk menyempurnakan akhlak dan perilaku manusia”
Alhasil, akhlak merupakan sistematika islam. Sebagai sistem, akhlak memiliki spektrum
yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain. Dan makhluk lain, serta terhadap
tuhannya.

b.      Ruang lingkup akhlak


Adapun ruang lingkup bidang studi akhlak adalah:
1. Akhlak terhadap diri sendiri meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan
larangan merusak, membinasakan dan menganiyaya diri baik secara jasmani
(memotong dan merusak badan), maupun secara rohani (membirkan larut dalam
kesedihan).
2. Akhlak dalam keluarga meliputi segala sikap dan perilaku dalam keluarga, contohnya
berbakti pada orang tua, menghormati orang tua dan tidak berkata-kata yang
menyakitkan mereka.
3. Akhlak dalam masyarakat meliputi sikap kita dalam menjalani kehidupan soaial,
menolong sesama, menciptakan masyarakat yang adil yang berlandaskan Al-Qur’an
dan hadis.
4. Akhlak dalam bernegara meliputi kepatuhan terhadap Ulil Amri selama tidak
bermaksiat kepada agama, ikut serta dalam membangun Negara dalam bentuk lisan
maupun fikiran.
5. Akhlak terhadap agama meliputi berimn kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya,
beribadah kepada Allah. Taat kepada Rasul serta meniru segala tingkah lakunya.

Prinsip akhlak dalam Islam yang paling menonjol adalah bahwa manusia dalam
melakukan tindakan-tindakannya, ia mempunyai kehendak-kehendak dan tidak melakukan
sesuatu. Ia harus bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya dan harus menjaga
perintah dan larangan akhlak. Tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab pribadi
muslim, begitupun dalam kehidupan sehari-hari harus selalu menampakkan sikap perbuatan
berakhlak. Akan tetapi akhlak bukalah semata-mata hanya perbuatan akan tetapi lebih kepada
gambaran jiwa yang tersembunyi.

c.       Tasawuf akhlaki


Akhlak manusia juga merupakan objek dari taswuf. Kata akhlak dan tasawuf jika
disatukan akan terbentuk sebuah frase yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologi, tasawuf
akhlaki ini bermakna membersihkan tingkah laku, atau saling membersihkan tingkah laku.
Sistem pembinaan akhlak (dalam tasawuf akhlaki)
1.      Takhalli
Takhali merupakan langkah pertama yang harus dijalani seseorang, yaitu usaha
mengosongkan diri dari perilaku atau akhlak tercela. Hal ini dapat dicapai dengan
menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha menlenyapkan
dorongan hawa nafsu.
2.      Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
sikap, perilaku, akhlak terpuji. Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa dikosongkan dari
akhlak-akhlak jelek.
3.      Tajalli
Untuk memantapkan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, rangkaian
pendidikan akhlak disempurnakan pada fase tajalli. Tahap tajalli ini termasuk
penyempurnaan kesucian jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan kesucian
jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah dan memperdalam
perasaan cinta itu

Karakteristik tasawuf akhlaki


1.      Melandaskan diri pada Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam ajaran-ajarannya, cenderung
memakai landasan Qur’ani dan hadis sebagai kerangka pendekatannya.
2.      Kesinambungan antara hakikat dengan syariat, yaitu keterkaitan antara tasawuf (sebagai
aspek batiniah) dengan fiqh (sebagai aspek lahirnya)
3.      Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antar tuhan dan manusia
4.      Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan pengobatan jiwa dengan
cara latihan mental (takhalli,tahalli,dan tajalli)
5.      Tidak menggunakan teminologi-teminologi filsafat. Terminologi-terminologi yang
dikembangkan lebih transparan
C.    Negara
Pengertian negara menurut dalam ensiklopedi Pouler Politik Pembangunan Pancasila
(1983: 224) dijelaskan secara etimologis bahwa istilah negara berasal dari nagari atau nagara
(sansakerta) yang berarti kota,desa,daerah,wilayah,atau tempat tinggal seorang pangeran.
Negara dalam bahasa inggris sering disebut state atau staat dalam bahasa Belanda. Kata state
berasal dari bahasa latin stato. Istilah stato digunakan pertama kali oleh Machiaveli untuk
menyebut wilayah negara atau pemerintahan yang dikuasai. Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia ber-negara diartikan sebagai mempunyai negara dan menjalankan
pemerintahan negara.
Seperti yang telah diungkapkan oleh beberapa tokoh ilmu negara, terdapat pengertian negara
yang beraneka ragam. Salah satunya yang tela dikutip oleh Miriam Budiardjo (2007:39-40)
1.      Roger H. Soltau menyatakan bahwa negara adalah alat atau wewenang yang menatur atau
mengendalikan persoalan bersama, atas nama masyarakat.
2.      Max Weber mengemukakan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah
Dari definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa negara adalah suatu
organisasi di antara sekelompok atau beberapa kolompok manusia yang bersama-sama
mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang
mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Negara adalah organisasi yang memiliki wilayah,rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat
serta mempunyai hak istimewa, seperti hak memaksa, hak monopoli, hak mencangkup
semua, yang bertujuan untuk menjamin perlindungan, keamanan, keadilan, serta tercapainya
tujuan bersama.
a.    Negara dan agama
Dikalangan cendikiawan muslim, polemik tentang hubungan antara agama dan negara
masih terjai perbedaan pendapat. Di indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau
pandangan yaitu pendapat dan pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis
Madjid mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara
islam sebagai berikut :
“dari tinjauan yang lebihprinsipil, konsep “negara islam” adalah suatu distorsi hubungan
proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang
dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang
dimensinya adalah spiritual dan pribadi”. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini
jelas telah memisahkan antara kehiupan negara dan agama. Seorang intelektual muslim
terkemuka yaitu M.Rasjidi yang pernah menjabat Mentri Agama dan Duta Besar di Mesir dan
Pakistn, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam di Universitas
Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan judul “Koreksi Terhadap
Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi”. Kritik H.M.Rasjidi terhadap pandangan Nurcholis
dikutip oleh Muhammad Tahir Azhari, Guru Besar Hukum Islam di Fakultas Hukum UI
dalam bukunya yang berjudul Negara Hukum, Suatu studi tentang Prinsip-Prinsip nya dilihat
dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada periode Negara Madinah dan Masa.
H.M. Rasjidi menunjukan bahwa pendapatnya bertentangan dengan pendapat Nurcholis
Madjid. Namun menurut penulis, perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena perbedaan
dalam memahami ajaran islam dan tidak berarti bahwa Nurcholis tidak percaya kepada al-
Qur’an. Karena selama ini pemikiran Nurcholis dibidang lain juga tidak bertentangan dengan
umumnya umat islam. Memang Nurcholis madjid mengatakan bahwa antara agama dan
negara tidak dapat dipisahkan, yaitu melalui individu warga negara trdapat pertalian tak
terpisahkan antara motvasi ataupun sikap batin bernegara dan kegiatan atau sikap lahir
bernegara. Namun antara keduanya harus dibedakan dalam dimensi spiritual guna mengurus
dan mengawasi sikap batin wagra negara, maka tak mungkun pula memberikan predikat
keagamaan pada negara tersebut. Pandangan yang hampir mirip dengan Nurkholis Madjid
adalah suatu pemikiran yang pernah dikedepankan oleh H. Moh.Syafa’at Mintaredja dalam
bukunya Islam dan Politik;Islam dan Negara Indonesia. Mintaredja mempertegas
pandangannya itu dengan menggunakan kalimat dengan bahasa inggris “between religion and
state in the islam”. Dengan demikian, menurut Mintaredja, dalam batas ertentu ada juga
pemisahan antara negara dan agama. Argumen yang ia gunakan untuk memperkuat
pendapatnya itu adalah sebuah hadis Rasulullah yang ia pahami bahwa “Kamu lebih
mengetahui urusan keduniaanmu/keduniaanmu” tanpa menjelaskan latar belakang lahirnya
hadis itu.
Dalam konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam islam ada juga pemisahan antara
negara dan agama, M.Tahrir Azhary berpendapat, baik Nurkholis maupun Mintaredja telah
terjebak kedalam pikiran yang rancu, karena menurutnya, islam dapat diartikan baik sebagai
agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama yang berarti luas. Dengan demikian
menurut M.Tahrir Azhary, konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan jalan
pikirannya sendiri. Kalau islam dalam arti luas ia tafsirkan sebagai “way of life now in the
earth and in the beaven after death”. Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah
islam merupakan suatu totalistas yang komprehensif an karena itu tidak mengenal pemisahan
antara kehidupan beragama dan negara. M.Tahrir Azhary menyubutkan bahwa hadis yang
dipergunakan Mintaredja untuk memperkuat pendapatnya nampaknya kurang tepat dan tidak
sesuai dengan konteksnya. Karena sesungguhnya hadis itu adalah dalam konteks pertanian,
ketika Nabi menegur seseorang yang melakukan penyilangan pohon kurma. Dengan
demikian hadis yang dikemukakan oleh Mintaredja itu tidak ada relevansinya dengan
masalah kenegaraan.
Pendekatan Nurkhalis Madjid dan Mintaredja tersenut pernah juga digunakan oleh Ali
Abdurrazik, seorang sarjana Mesir yang menulis buku dengan judul al islam wa Usul al-
Hukum. Abdurazaik juga sampai paa konklusi yang sama bahwa dalam islam terdapat
pmisahan antara agama dan negara. Akan tetapi pendapat mereka tidak mendapat sambutan
di kalangan umat islam. Bahkan buku tersebut telah mengguncangkan masyarakat secara luas
dan al-Azae secara khusus pada saat keluarnya buku itu. Berkenaan buku tersebut, kmudian
dibentuk suatu panitia khusus yang anggotanya terdiri dari para ulama al-Azhar terkemuka
untuk mengadili engarangnya. Akhirnya diutuskan pencabutan gelar akademisna dan dia
dikeluarkan dari barisan para ulama. Hampir semua ulama dan para pemikir juga
menyampaikan sanggahan terhadap tulisannya itu, baik dari kalanga al-Azhar maupun dari
luar al-Azhar. Di antara orang-orang yang menulis sanggahan Ali Abdurraziq adalah Al-
Allamah asy-Syaikh Muhammad Al-Khadhr Husain, Syaikh al-Azhar sebelum itu dalam
bukunya Naqdhu Kitabil islam wa Ushulul Hukmi, begitu pula yang dilakukan seseorang
mufti Mesir pada masa itu, yakni Al-Allaniah Asy-Saikh Muhammad Bukhait Al-Muthi’y.
Cara berfikir mereka dinilai sekuler dan sebagaimana ditegaskan H. M. Rasjidi “segala
persoalan sekularisasi adalah konteks kebudayaan baat atau Chirtendom (ala Kristen).
Dengan demikian sekularisasi dan paham sekularisme tidak dikenal dalam islam.
Berdasakan fakta ontntik, jelas bahwa dalam al-Qur’an maupun dalam Sunnah Rasul
kehidupan agama (dalam hal ini islam) dengan kehidupannegara tidak mungkin dipisahkan.
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin al-Qur’an yang
memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara
hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat ali imron.ayat 112. Ayat
tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang trdapat pada surat AnNisa’ ayat 58-59 yang
artinya “sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan menyuruh kalian menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian
menetapkan dengan adil., sesungguhnya Allah memberi pengajaan yang sebaik-baiknya
kepadakalian. Sesungguhnya Allah adalah m,aha pendengar lagi maha melihat. Hai orang-
orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan ulil amri di antara kamu
sekalian.
Menurut Yusuf al-Qardhawy ayat 58 ditujukan kepada ulil amri dan penguasa, agar
mereka memperhatikan amanat dan tetap menetapkan hukum secaaa adil. Menyia-nyiakan
amanat dan keadilan merupakan ancaman yang ditandai dengan kehancuran umat dan negara.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya “jika amanat disia-siakan, maka
tunggulah kehancurannya”. Ada yang bertanya “bagaimana menyia-nyiakannya?”. Beliau
menjawab “jika urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah saat
kehancurannya” (Hadis diriwayatkan al-Bukhary).
Sedangkan ayat 59 surat An-Nisa’, menurut Yusuf al-Qardhway ditunjukan kepada
rakyat yang mukmin, bahwa mereka harus taat kepada “Ulil Ami”. Tetapi dengan sarat,
ketaatan ini dilakukan setelah ada ketaatan kepada Allah dan Rasul-nya. Disamin itu, ada
pula perintah untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya jika terjadi silang pendapat atau
kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini jelas mengharuskan orang-orang muslim memiliki
daulah yang diataati. Jika tidak, urusan ini menjadi sia-sia.
Dalam konteks inilah sesungguhnya masalah hubungan agama islam dengan negara
harus ditempatkan. Dengan demikian jelas bahwa dalam islam, agama dan negara memunyai
pertalian yang erat. Hal ini didukung kenyataan yang ada dalam sejarah selama masa
Rasulullah SAW dan masa Khulufa al-Rasyidin dalam periode Negara Madinah. Fakta ini
menunjukan bahwa islam sejak lahirnbya selalu berkaitan dengan aspek-aspek kenegaraan
dan kemasyarakatan. Keadaan ini diakui oleh banyak sarjana muslim,seperti yang sudah
disebutkan dan juga oleh para sarjana Barat seperti Bernard Lewis berpendapat bahwa
“Persembahan kepada kaisar apa-apa yang menjadi milik kaisar, dan kepada “tuhan apa yang
menjadi milik tuhan. Tentunya ini adalag doktrin dari praktek kristen. Hal ini benar-benar
asing bagi islam. Tiga agama besar timur tengah memiliki banyak perbedaan dalam
hubungan mereka dengan negara dan sikapnya terhadap kekuatan politik. Judaisme
dipertalikan dengan negara meskipun kemudian dipisahkan darinya bentrokan mereka dengan
agama pada saat-saat sekarang ini menimbulkan roblem-problem yang sampai saat ini belum
terpecahkan. Kristen terpisah bahkan antagonistic dengan negara, dengannya baru
dikemudian baru mereka terliba. Sedangkan islam sejak dari masa hidup pendiriannya adalah
sebuah negara, dan eperalian antara negara dan agama tertancap tanpa dapat terhapuskan di
dalam ingatan dan kesadaran pengikut setianya, di dalam kitab suci, sejarah dan
pengalamannya bertahan dengan susah payah sebagai minoritas buronan selama berabad-
abad membentuk masyarakat mereka sendiri, hukum-hukum mereka sendiri di dalam suatu
institusi yang dikenal dengan nama gereja hingga dengan masuknya kristennya Constantinus
Kaisar Roma dan Romanisasi Kristen.
Di dalam prosesnya sangat berbeda sekali. Muhammad tidak mati di tiang salib.
Sebagaimana dia seorang Nabi, maka beliau juga seorang prajurit sekaligus negarawan, keala
emerintahan dan pendiri dari suatu kerajaan, dan pengikut-pengikutnya ditopang oleh seluruh
kepercayaan akan manifestasi. Islam sudah dipertalikan dengan kekuasaan sejak masa-masa
awalnbya, sejak tahun-tahun pertama pembentukannya, oleh Nabi dan Pengikut-Pengikutnya
yang mula-mula. Petalian antara agama dan kekuasaan, komunitas dan politik ini sudah daat
dilihat di dalam al-Qur’an sendiri dan naskah lain yang lebi dini yang atasnya orang islam
mendasarkan kepercayaannya. Sebagai salah satu konsekuensinya, di dalam islam agama
bukanlah sebagaimana yang dalam kristen suatu sistem atau segmen, di dalam kehidupan,
mengatur beberapa hal, sebaliknya agama berhubungan dengan seluruh kehidupan, bukan
suatu yuridiksi yang terbatas, melainkan total.
Pendapat bahwa dalam islam, agama dan negara mempunyai pertalian yang erat,
didukung oleh fakta sejarah selama masa Rasululllah dan Khulafa’ Rasyidin selama periode
Negara Madinah merupakan bukti-bukti yang kuat, bahwa islam sejak lahirnya selalu
berkaitan dengan aspek-aspek kenegaraan dan kemasyarakatan. Sejarah telah mengungkapan
bahwa rasulullah saw telah semaksimal mempergunakan kekuatan dan pikiran, yang ditopang
hidayah Allah berupa wahyu untuk mendirikan daulah islam dan negara bagi dakwah beliau
serta pengikutnya pada saat itu tidak ada bentuk kekuasaan yang ditetapkan kecuali
kekuasaan syari’at. Oleh karena itu beliau sendiri mendatangi berbagai kabilah, agae mereka
beriman kepada rasulullah SAW, mendukung dan ikut menjaga dakwah beliau, hingga
akhirnya Allah menganugrahkan “Anshar” dari kaum Aus dan Khazraj yang beriman kepada
risalah beliau. Ketika islam sudah menyebar dikalangan masyarakat, maka pada musim haji
datang urusan dari mereka yang ter4diri dari tujuh puluh tiga orang laki-laki dan dua wanita,
lalu mereka berbaiat kepada beliau dan menyatakan kesediaan untuk melindungi baliau
sebagaimana mereka melindungi diri mereka sendiri, istri, dan anak-anak mereka, siap untuk
tunduk dan taat,memerinahkan kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan
seterusnya. Mereka menyatakan baiat atas semua itu sampai hijrah ke Madinah sebagai upaya
untuk mendirikan masyarakat yang berdaulat, dengan daulah islam yang berdiri sendiri.
Tatkala Rasulullah SAW wafat pertama kali yang menyibukan para sahabat adalah
pemilihan pemimpin bagi mereka. Bahkan mereka lebih mengutamakan urusan ini dari pada
penguburan jenazah Rasulullah saw. Maka setelah melalui musyawarah, terpilihlah Abu
Bakar dan umat menyerahkan urusan mereka kepada Abu Bakar dan begitu pula yang terjadi
setelah Abu Bakar wafat dan seterusnya. Dengan adanya ijma’ sejarah ini, yang dimulai dari
era sahabat dan tabi’in, para ulama islam menggunakannya sebagai dalil tentang kewajiban
mengangkat pemimpin, yang menjadi simbul terpenting dari eksistensi daulah islam.
Sepanjang sejarah, orang-orang muslim tidak pernah mengenal adanya pemisahan antara
agama dan daulah, kecuali setelah muncul sekularisme pada zaman sekarang, dimana
sebenarnya Rasulullah saw pernah memperingatkan dan memerintahkan untuk melawannya.

b.   Negara dalam islam


Satu-satunya pertimbangan dari manusia modern adalah mendapatkan keuntungan
ekonomi atau kekayaan, ia bersedia untuk mengorbankan apapun untuk mencapai tujuan ini,
atas nama negara dan karena cinta bangsa. Harta, bangsa, dan negara menduduki tempat
kehormatan tertinggi dalam hati orang beradab. Bangsa dan negara sekarang pun sedang
membawa peradaban kepada kehancurang yang tidak dapat dihindari. Di arat, suatu negara,
sama saja apakah ia diberi etika demokrasi atau fasis, komunis, pasti bertujuan ekspansi,
agresi, dan eksploitasi negara lain yang lemah. Agresi dalam salah satu bentuknya adalah sari
patinya negara beradab. Yang lemah tidak mempunyai hak apapun: hak hanya dimiliki orang
yang punya kuasa, yang mempunyai kekuatan untuk menuntut penghormatan dan perhatian.
Mentalitas ini dikembangkan oleh bangsa barat, dan meghasilkan negara-negara yang
berusaha mempunyai angkatan perang dan persenjataan yang melebihi negara lain. Dan ini
menghasilkan konflik yang mematikan antara negara-negara dan keinginan untuk
menghancurkan satu sama lain.
Sebab pokok dari keadaan ini terletak sama sekali pada konsep matrealisme tentang
negara. Tentu saja tiap negara harus mempunyai kekuatan, untuk memberhentikan agresi dan
melindungi yang lemah, dalam memberi keadilan sebaik-baiknya kepada semua pihak.
Kemajuan ilmu pengetahuan telah melipat gandakan kekuatan ini beribu kali. Lain dari pada
itu, pandangan hidup yang matrelialistis tealah membuat orang semakin tidak peduli dalam
memergunakan kekuatan dan kekuasaannya terhadap sesama manusia, sedangkan dengan
bersamaan kemajuan dalam menguasai alam, penguasaan atas diri sendiri , yaitu satu-satunya
yang dapat mengekang kewenang-wenangan manusia terhadap manusia lain. Mengalami
kemunduran dan diremehkan. Akibatnya ialah, bahwa kekuasaan negara yang semakin besar
ini, yang mau tidak mau, harus dilaksanakan oleh pribadi-pribadi, lebih banyak dipergunakan
untuk memperbudak dan menghancurkan manusia daripada untuk menyelamatkannya dari
kesewenang-wenangan dan untuk menjunjung tinggi hak dan keadilan. Benarlah apa yang
pernah dikatan orang, bahwa ilmu pengetahuan telah memberikan kepada manusia kekuasaan
pantas untuk dewa, tetapi manusia dalam mempergunakannya menyandang kepribadian
seorang biadab, malah menjadi ancaman bagi kebahagiaannya, sedangkan orang yang begitu
terpesona oleh berhala ini, hinga ia sadar atau tidak sadar dengan bekerja sebagai bagian dari
mesin ini, ikut meghancurkan kemanusiaan.
Islam menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab semacam itu, suatu
pemerintahan oleh orangorang yang menyadari, bahwa diatas segala al mereka bertanggung
jawab kepada Allah atas semua yang mereka kerjakan. Orang yang harus dihormati dan
memberi kepercayaan kepada seseorang untuk memegang pemerintahan itu jelas
menghormati dia adalah mereka yang paling banyak menjunjung tinggi kewajiban. Orang
yang demikian itulah yang harus diberi otoritas atas orang lain.
“Masing-masing kamuadalah pemerintah dan masing-masing akan ditanyai tentang
warga negaranya; lelaki adalah pemerintah dania akan ditanyai tentang orang yang ada di
rumahnya, dan wanita adalah pemerintah rumah atas suaminya dan ia akan ditanyai tentang
siapa saja yang dalam peliharaannya; dan seorang pelayan adalah pemerintah terhadap barang
mlik majikannya dan ia akan ditanyai tentang apa yang diamanatkan kepada dia” (Bu.11:11)
Semua orang adalah sema dalam hukum termasuk orang yang diserahkan amanah
pimpinan dan termasuk pula Nabi Suci sendiri , yang harus tunduk kepada hukum sama
seperti tiap pengikutnya.
Negara islam adalah negara yang demokratis dalam arti yang sesungguhnya. Kepala
negara adalah pelayann negara yang dibayar gaji tertentu untuk keperluannya dari kas negara,
seperti semua pelayan negara(pegawai). Kewajiban rakyat terhadap negara ialah
menghormati undang-undang dan mentaati perintahnya, asal ini tidk minta pendurhakaan
terhadap Allah dan Rasulnya. Hukum Qur’an adalah tertinggi, tetapi tidak ada larangan untuk
membuat undang-undang untuk memenuhi kebutuhan rakyat asal tidak bertentangan dengan
jiwa dari hukum yang diwahyukan. Akan tetapi undang-undang yang diperlukan harus
disusun menurut perintah dasar “Dan mereka yang perkaranya dipustuskan dengan
musyawarah antara mereka (42:38)
Karena ada perintah-perintah yang jelas untuk bermusyawarah guna membuat
undang-undang atau memutuskan perkara yang besar, maka para khalifah pertama
mempunyai dewan-dewan untuk menolong mereka dalam hal demikian. Juga dalam sejarah
dini islam ini. Imam-imam besar seperti Imam Abu Hanifah secara bebas mempergunakan
pengkiasan dalam membentuk undang-undang dan ijtihad diakui sebagai sumebr
undangundang islam disamping Qur’an dan Sunnah. Kedua prinsip demokrasi yaitu
kedudukan tertingggi dari undang-undang dan mengadakan permusyawaratan pada waktu
membuat undang-undang dan mengambil keputusan penting lainnya. Dengan demikian
ditetapkan sendiri leh Nabi Suci. Prinsip ketiga dari demokrasi yaitu pemilihan kepala negara
juga diakuinya. Ia sampai mengatakan bahwa seorang negro pun dapat ditunjuk untuk
memerintahkan orang arab, dan dalam hal demikian ia harus ditaati seperti semua kepala
negara (Bu. 10:54). Karena alasan semacam itulah, maka tindakan pertama dari para sahabat
sepeninggalnya adalah memilih kepala negara. Pada waktu tentang wafat nya tersiar, orang
muslim berkumpul dan secara bebas mempebincangkan siapa yang harus menggantikan
Nabi Suci ebagai epala negara. Kaum Anshar, penduduk Madinah, berpendapat bahwa harus
ada dua kepala, satu dari kaum Quraisy dan satu dari mereka, akan tetapi kekliruan pendapat
ini ditujukan oleh Abu Bakar, yang dalam satu khutbah menjelaskan bahwa satu negara harus
hanya mempunyai satu kepala (Bu. 62 :6). Dan seterusnya Abu Bakar dipilih, karena sepert
Umar katakan, ia adalah yang palinbg baik” dari mereka dan “yang paling pantas di antara
kaum Muslim, untuk mengurus perkara mereka” (Bu. 93:2). Pantas untuk memerintah adalah
satu-satunya ukuran untuk menentukan pilihan, seperti ditetapkan oleh al-Qur’an “Allah
memerintahkan kamu untuk menyerahkan(jabatan) kepercayaan kepada mereka yang
sepantas-pantasnya” (4:58).
D.    Akhlak dan Bernegara
a.      Akhlak bernegara
Sesungguhnya , akhlak adalah nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang
mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap,
natural, dan refleks. Jadi, jika nilai islam mencakup semua sektor kehidupan manusia, maka
perintah beramal shalih pun mencakup semua sektor kehidupan manusia.
Tentunya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian akhlak bernegara
ini untuk membuat diri kita ‘kebal’ terhadap kebatilan yang nantinya akan menggoda iman
kita , dalam melaksanakan bakti kita kepada negara.
1.    Musyawarah
Musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu.
Adapun salah satu ayat dalam Al – Qur’an yang membahas mengenai Musyawarah adalah
surah Al-Syura ayat 38:

َ‫َوالَّ ِذينَ ا ْستَ َجابُوا لِ َربِّ ِه ْم َوأَقَا ُموا الصَّالةَ َوأَ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َرزَ ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِقُون‬

Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-
Syura: 38)
Dalam ayat diatas , syura atau musyawarah sebagai sifat ketiga bagi masyarakat Islam
dituturkan setelah iman dan shalat . Menurut Taufiq asy-Syawi , hal ini memberi pengertian
bahwa musyawarah mempunyai martabat setelah ibadah terpenting , yakni shalat , sekaligus
memberi pengertian bahwa musyawarah merupakan salah satu ibadah yang tingkatannya
sama dengan shalat dan zakat . Maka masyarakat yang mengabaikannya dianggap sebagai
masyarakat yang tidak menetapi salah satu ibadah .
Memang , musyawarah sangat diperlukan untuk dapat mengambil keputusan yang paling baik
disamping untuk memperkokoh rasa persatuan dan rasa tanggung jawab bersama . Ali Bin
Abi Thalib menyebutkan bahwa dalam musyawarah terdapat tujuh hal penting yaitu ,
mengambil kesimpulan yang benar , mencari pendapat , menjaga kekeliruan , menghindari
celaan , menciptakan stabilitas emosi , keterpaduan hati , mengikuti atsar.
2.    Perilaku Adil
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang memerintahkan supaya manusia
berlaku adil dan menegakkan keadilan. Perintah itu ada yang bersifat umum dan ada yang
khusus dalam bidang-bidang tertentu. Yang bersifat umum misalnya :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl 16:90)
Sedangkan yang bersifat khusus misalnya bersikap adil dalam menegakkan hukum (QS. An-
Nisa’ 4: 58); adil dalam mendamaikan conflik (QS. Al-Hujurat 49:9); adil terhadap musuh
(QS. Al-Maidah : 8) adil dalam rumah tangga (QS. An-Nisa’ 4:3 dan 129); dan adil dalam
berkata (QS. Al-An’am 6:152).

b.      Nomokrasi Islam


Pemikiran tentang negara elah diletakan dasar-dasarnya oleh seorang pemikir islam yang
terkenal dan telah diakui otoritasnya oleh sarjana barat yaitu Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun
telah menemukan tipologi negara dengan menggunakan tolak ukur kekuasaan. Pada dasarnya
ia menggambarkan dua keadaan manusia yaitu keadaan alamiah dan keadaan yang
berperadaban. Dalam keadaan yang terakhir inilah manusia mengenal dasar negara hukum.
Ibnu Khaldun berpendapat, bahwa dalam mulk siyasi ada dua macam bentuk negara
hukum yaitu (1) siyasah diniyah, dan (2) siyasah’agliyah. Muhammad Tahir
menterjemahkan siyasah diniyah dengan nomokrasi islam dan siyasah’agliyah dengan
nomokrasi sekuler. Adapun nomokrasi islam adalah suatu negara hukum yang memiliki
prinsip-prinsip umum sebagai berikut (1) prinsip kekuasaan sebagai amanah (2) prinsip
musyawarah (3) prinsip peradilan (4) prinsip persamaan (5) prinsip pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (6) prinsip perdamaian (7) prinsip
kesejahteraan dan (8) prinsip ketaata rakyat.
Dalam al-Qur’an disebutkan bawa sesungguhnya Penguasa Hakiki dan Mutlak adalah Allah
SWT. Kekuasaannya sangat luas dan tidak terbatas, mencangkup segala sesuatu yang ada di
alam semesta ini. Hal ini diungkapkan dalam surat Ali Imran , ayat 189 yang artinya
“kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan Allah maha Perkasa atas segala sesuatu”
Dalam surat al-Baqarah ayat 30 dilihat dari segi hukum islam ialah posisi mannusia
sebagai pengemban amanah Allah. Dalam hal ini Allah telah melimpahkan suatu tugas
kepada manusia untuk mengatur dan mengelola bumi ini dengan sebaik-baiknya menurut
ketentuan-ketentuan yang ia gariskan.
Dengan demikian kekuasaan yang dimiliki manusia hanyalah sekedar amanah dari Allah
swt. Oleh karena itu seorang penguasa dalam memegang amanahnya harus sesuai dengan
ketntuan yang telah ditetapkan Allah, yakni harus menerakan prinsip-prinsip umum
nomokrasi islam sebagaimana telah disebutkan.
1)      Prinsip kekuasaan sebagai amanah
2)      Prinsip musyawarah
3)      Prinsip keadilan
4)      Prinsip persamaan
5)      Prinsip peradilan bebas
6)      Prinsip perdamaian
7)      Prinsip kesejahteraan
8)      Prinsip ketaatan rakyat

E.     Kesimpulan
Akhlak merupakan komponen dasar islam yang berisi ajaran tentang perilaku atau
sopan santun. Atau dengan kata lain akhlak dapat disebut sebagai aspek ajaran islam yang
mengatur perilaku manusia. Sedangkan negara adalah suatu organisasi di antara sekelompok
atau beberapa kolompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu
dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia tadi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diperlukan pengertian akhlak bernegara
ini untuk membuat diri kita ‘kebal’ terhadap kebatilan yang nantinya akan menggoda iman
kita dalam bernegara khususnya. Akhlak bernegara mencangkup dalam kegiatan musyawarah
dan keadilan. Sedangkan nomokrasi Islam terdiri dari 8 prinsip yang harus diciptakan dalam
sebuah negara.
DAFTAR PUSTAKA
http://unyudua.blogspot.com/2014/12/akhlak
bernegara.html
http://fauziahturr.blogspot.com/2013/03/akhlak-terhadap-
masyarakatalam.html
https://sartikahinata.wordpress.com/2013/02/17/akhlak-
terhadap-keluarga/
http://berbagiilmu185.blogspot.com/2015/03/berakhlak-
kepada-rasulullah.html
https://sartikahinata.wordpress.com/2013/02/17/akhlak-
terhadap-keluarga/
https://www.academia.edu/14634468/_MAKALAH_AKHLAK_
TERHADAP_ALLAH_SWT

Anda mungkin juga menyukai