Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AQIDAH AKHLAK

“SIFAT-SIFAT TERPUJI I”

DOSEN PENGAMPU :
RODHIYAH M.Pd.

OLEH KELOMPOK 7:
1. NUR RAHMATIL HALIMAH
2. KURNIA MADANI NAIMAH
3. AAN SAGITA
4. IQLIMA
5. IKE NURIYANTI
6. ISMAWATI

YAYASAN NURUL ISLAM (YASNI)


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
MUARA BUNGO
TAHUN 2020

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT. yang memberikan
kesehatan dan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya, tak lupa pula penulis haturkan sholawat dan salam kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suritauladan yang baik
bagi manusia.
Berkenaan dengan tugas yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Aqidah
Akhlak yaitu membuat makalah yang berjudul “sifat-sifat terpuji I” maka penulis
sebagai Mahasiswa berkewajiban untuk mengerjakannya dan wajib
mengumpulkan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang ikut serta dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap dengan adanya makalah ini, dapat
membantu teman-teman dalam memahami tentang aqidah akhlak.

Muara Bungo, November 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Definisi Akhlak terpuji.............................................................................. 4
B. Macam-macam akhlak terpuji................................................................... 6
BAB III. PENUTUP............................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai seorang muslim hendaknya menyadari betapa banyak kenikmatan
yang tidak bisa dihitung yang diberikan oleh Allah Swt. Nikmat-nikmat yang
tidak terhitung itu dimulai semenjak kita berada di dalam rahim sampai dia
kembali menghadap-Nya. Hendaknya kita mensyukuri dengan lisan dari hati yang
terdalam serta dibarengi tindakan untuk menaati segala perintah-Nya. Begitulah
kita beretika kepada Allah. Jangan sampai kita mengingkari kebaikan Allah Swt.
Karena hal itu tidaklah etis.1
Ada banyak tindakan yang bisa kita lakukan dalam upaya kita untuk
mencerminkan rasa syukur kita kepada Allah Swt. Atas segala nikmat yang
diberikannya-Nya kepada kita. Ada beberapa etika yang akan dibahas pada
makalah ini, seperti; taqwa, cinta dan ridha, ikhlas, dll.2
Semua itu adalah bagian dari etika kita kepada Sang Maha Pencipta. Semoga
pemaparan makalahi ni dapat bermanfaat bagi pemakalah pada khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya.

B.     Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, dan agar
permasalahan lebih mudah untuk dibahas, maka dalam makalah ini penulis
merumuskan beberapa contoh etika seorang musim kepada Allah Swt.,
diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan taqwa?
2.      Apa yang dimaksud dengan cinta dan ridha?
3.      Apa yang dimaksud dengan ikhlas
4.      Apa yang dimaksud dengan khauf dan raja’?

1 Abu Bakar Jabir El Jazair,Pola Hidup Muslim [minhajul Muslim]: Etika, Bandung: Remaja


Rosdakarya (1993), Hal. 7
2 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI (2001).

3
C.    Tujuan Penulisan
1.    Memahami Apa yang dimaksud dengan taqwa?
2.    MemahamiApa yang dimaksud dengan cinta dan ridha?
3.    MemahamiApa yang dimaksud dengan ikhlas
4.    Memahami Apa yang dimaksud dengan khauf dan raja’?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Keutamaan Akhlak Terpuji

Akhlak terpuji disebut juga akhlakul kharimah atau akhlakul mahmudah,


artinya segala macam perilaku atau perbuatan baik yang tampak dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan  akhlak buruk  yang disebut juga akhlak mazmumah, yaitu
segala macam perilaku atau perbuatan buruk/tercela yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada
petunjuk al-qur’an da al-hadis. Jika kita perhatikan al-qur’an atau hadis dapat
dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik dan ada pula yang mengacu
kepada yang buruk. Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnyaal-
hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, azizah dan al-birr.
Keutamaan akhlak terpuji disebutkan dalam hadist salah satunya adalah
hadis yang diriwayatkan oleh Abu dzar dari Nabi Muhammad saw, yang artinya:
“ wahai abu dzar! ‘maukah aku tunjukan dua hal yang sangat ringan
dipunggung, tetapi sagat berat ditimbangan(pada hari kiamat kelak?)’, Abu dzar
menjawab, ‘hendaklah kamu melakukan akhlak terpuji dan banyak diam. Demi
Allah yang tanganku berada digenggamannya, tidak ada makhluk lain yang dapat
bersolek dengan dua hal tersebut” (H.R Al-baihaqi)
Akhlak buruk atau akhlakul mazmumah adalah akhlak yang tercela dan
akhlak baik pun bisa menjadi akhlak tercela jika dalam melakukan perbuatan baik
itu niat dan cara melakukannya dengan cara tidak baik.
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebit
dengan akhlak tercela. Akhlak terceka merupakan tingkah laku yang tercela yang
dapat merusak keimanan seseorang dan adapat menjatuhkan amartabatnya sebagai
manusia.3

3 http://nrlisti.blogspot.co.id/

5
Akhlak terpuji merupakan terjemahan dari ungkapan bahasa Arab akhlaq
mahmudah. Mahmudah merupakan bentuk maf”ul dari kata hamida yang berarti
“di puji”. Akhlak terpuji disebut pula dengan akhlaq karimah (akhlak mulia), atau
makarim al-akhlaq (akhlak mulia), atau al-akhlaq al-munjiyat (ahlak yang
menyelamatkan pelakunya).
Berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang pengertian aklhlak
terpuji:
  Menurut Al-Ghazali, akhlak terpuji merupakan sumber ketaatan dan kedekatan
kepada Allah SWT. Sehingga mempelajari dan menggamalkannya merupakan
kewajiban individual setiap muslim.
  Menurut Al-Quzwaini, akhlak terpuji adalah ketepatan jiwa dengan pelaku
yang baim dan terpuji.
  Menurut Al-Mawardi, akhlak terpuji adalah perangai yang baik dan ucapan
yang baik.
  Menurut Ibnu Hazm, pangkal akhlak terpuji ada empat, yaitu adil, paham,
keberanian, dan kedermawanan.
Keutamaan akhlak terpuji disebutkan dalam banyak hadis. Diantaranya
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dzarr dari Nabi Muhammad SAW:
Artinya:
Wahai Abu Dzarr! ‘Maukah aku tunjukkan dua hal yang sangat ringan di
punggung, tetapi sangat berat di timbangan (pada hari kiamat kelak)?’ Abu
Dzarr menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulluah’. Beliau melanjutkan, ‘Hendaklah
kamu melakukan akhlak terpuji dan banyak diam. Demi Allah yang tanganku
berada digengaman-Nya, tidak ada makhluk lain yang dapat bersolek dengan
kedua hal tersebut’.” (H.R. al-Baihaqi)

6
B. Macam-macam akhlak terpuji
1. Taqwa

Pengertian taqwa adalah memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti
segala perintah-Nya dan mnjauhi segala larangan-Nya. ‘Afif ‘Abd al-Fattah
Thabbarah dalam bukunya Rub ad-Din al-Islami mendefinisikan taqwa dengan : “
Seseorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan
Tuhannya dan dari segala sesuatu yang mndatangkan mudharat, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi orang lain”. Thabbarah mengatakan bahwa makna
asal dari taqwa adalah pemeliharaan diri.

Hakikat Taqwa
Ajaran Islam dibagi menjadi Iman, Islam dan Ihsan, maka hakikatnya
taqwa adalah integralisasi ketiga dimensi tersebut.
“ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang
bertakwa. “ ( Q.S Al-Baqarah 2:177)
“ Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezk yang Kami anugerahkan kepada
mereka. dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat “. ( Q.S Al-Baqarah 2:2-4)

7
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji
atau Menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.” (Q.S Ali Imran 3: 133-135)
Dalam Surat Ai-Baqarah ayat 177 Allah SWT mendefinisikan al-birru
dengan Iman (Rukun Iman), Islam (mendirikan shalat dan menunaikan zakat) dan
ihsan(mendermakan harta yang dicintai nya, menepati janji dan sabar).
Dalam Surat al-Baqarah ayat 3-4 di atas desebutkan empat kriteria orang-
orang yang bertaqwa, yaitu :
-          Beriman kepada yang ghaib
-          Mendirikan shalat
-          Bersedekah
-          Beriman kepada kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab suci sebelumnya
-          Beriman kepada hari akhir.
Sementara dalam surat Ali Imran ayat 134-135 disebutkan 4 di antara ciri-ciri
orang yang bertaqwa yaitu :
-          Dermawan
-          Mampu menahan marah
-          Pemaaf
-          Istighfar dan taubat dari semua kesalahannya.
Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hakikat taqwa adalah
memadukan secara integral aspek iman, Islam dan Ihsan dalam diri seseorang.
Dengan demikian orang yang bertaqwa adalah orang yang dalam waktu
bersamaan menjadi Mukmin, Muslim dan Muhsin.

8
Bertaqwa Secara Maksimal
Dalam surat Ali-Imran ayat 102 Allah SWT memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman supaya bertaqwa kepada-Nya dengan maksimal, yaitu dengan
mengerahkan semuapotensi yang dimiliki, Firman-nya:

102. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar


takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
Keadaan beragama Islam. (QS. Ali-Imran 3:102)

Dalam ayat itu sudah dijelskan oleh Allah SWT cara bertaqwa secara
maksimal yaitu dengan melakukan islamisasi seluruh aspek dan ruang lingkup
kehidupan (Islamiyahal-hayah), karena bagaimana mungkin seorang dapat mati
sebagai Muslim kalau dia tidak selalu menjadi Muslim sepanjang hidupnya.

Buah dari Taqwa


Seseorang yang brtaqwa kepada Allah SWT akan dapat memetik buahnya,
baik didunia maupun akhirat, Buah itu antra lain:
-          Mendapatkan sikap furqan yaitu sikap tegas membedakan mana yang baik dan
buruk.
-          Mendapatkan Limpahan berkah dari langit dan bumi
-          Mendapatkan jalan keluar dari keulitan
-          Mendapatkan rezeki tanpa diduga-duga
-          Mendapatkan kemudahan dalam urusannya
-          Menerima penghapusan dan pengampunan dosa serta mendapatkan pahala yang
besar

9
2.     Cinta dan Ridha

Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang
menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan
penuh semangat dan asa kasih sayang. Bagi seorang mukmin, cinta, pertama dan
utama sekali diberikan kepada Allah SWT. Allah lebih dicintai dari segala-
galanya. Allah berfirman: (Al-baqarah 2:165)

165. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah.
(QS. AlBaqarah 2:165)
Sejalan dengan cintanya kepada Allah Swt, seorang Mukmin akan
mencintai Rasul dan jihad pada jalan-Nya. Ini lah yang disebut dengan cinta
utama. Sedangkan cinta kepada Ibu Bapak, anak-anak, sanak saudara, harta benda,
kedudukan dan segala macamnya adalah cinta menengah yang harus berada di
bawah cinta utama. Artinya, segala sesuatu baru boleh dicintai kalau di izin kan
oleh Allah dan Rasul-Nya dan pelaksanaan cinta itu harus pula sesuai dengan
syariat yang telah diturunkan-Nya.
Apabila cinta menengah diangkat melebihi cinta utama maka cintanya
jatuh menjadi hina, tidak ada nilainya. Inilah yang disebut dengan ncinta paling
rendah.
Sejalan dengan cinta, seorang Muslim haruslah dapat bersikap ridha dengan
segala aturan dan keputusan Allah Swt.
Artinya dia harus dapat menerima sepenuh hati, tanpa penolakan sedikit pun
segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah,
larangan, maupun petunjuk-petunjuk lainnya. Dia ridha karena dia mencintai
Allah dan yakin bahwa Allah lah yang Maha Pengasih dan Penyayang.

10
Demikian sikap cinta dan ridha kepada Allah Swt. Dengan cinta kita
mengharap ridha-Nya, dan dengan ridha kita mengharapkancinta-Nya.

3.    Ikhlas

Secara etimologis ikhlash (bahasa Arab) berasal dari kata lasha dengan arti
bersih, jernih, murni; tidak bercampur. Secara terminologis yang dimaksud
dengan ikhlas adalah beramal semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih; hanya semata-
mata mengharapkan ridha Allah SWT.

Unsur Keikhlasan
-          Niat yang Ikhlas (ikhlash an-niyah)
Dalam Islam Faktor niat sangat penting. Apa saja yang dilakukanoleh seorang
Muslim haruslah berdasarkan niat mencari ridha Allah SWT (lillahi
rabbil’alamin), bukan berdasarkan motivasi lain.
-          Beramal dengan sebaik-baiknya (itqan al-amal)
Niat yang ikhlas harus diikuti dengan amal yang sebaik-baik nya. Harus
membuktikanny dengn melakukan perbutan itu sebaik-baiknya.
-          Pemanfaatan hasil usaha dengan tepat (jaudah al-ada’)

Menyangkut dengan pemanfaatan hasil yang diperoleh. Misalnya


menuntut ilmu. Setelah seorang Muslim berhasil melalui dua tahap keikhlasan,
yaitu niat ikhlas kerena Allah SWT dan belajar dengan rajin dll.
Riya
Riya menghapuskan Amalan
Lawa dari ikhlas adalah riya. Yaitu melaksanakan sesuatu bukan karena Allah
tetapi karena ingin dipuji atau karena pamrih lainnya.
Contohnya seorang pedagang,  setelah ia luruskan motivasinya dan berusaha
secara profesional lalu setelah berhasil mendapatkan kekayaan untuk apa
kekayaan itu dimanfaatkan ? apakah hanya sekadar untuk memuaskan hawa

11
nafsu? Apakah dia belanjakan hartanya untuk kebaikan atau kemaksiatan? hal
inilah yang menentukan keikhlasannya.
4.    Khauf dan Raja’

Khauf dan Raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus
dimiliki secara seimbang oleh setiap Muslim. Bila salah satu domain dari yang
lainnya akan melahirkan pribadi yang tidak seimbang. Yaitu sikap orang kafir dan
orang-orang yang merugi, Allah SWT berfirman :

87. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir". (QS. Yusuf 12:87)
99. Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.
(QS. Al-A’raf 7:99)
1.      Khauf
Secara bahasa khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa
aman, maka khauf berarti rasa takut. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang
dimiliki seorang hamba di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah
serta kepedihan siksa-Nya. Khauf (Takut) adalah tempat persinggahan yang amat
penting dan paling bermanfaat bagi hati. Ini merupakan keharusan bagi setiap
orang.
Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 175:
Artinya : “Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah
kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Ali Imran: 175).

Orang yang mempunyai sifat khauf lebih suka melarikan diri atau menahan
diri, sedangkan orang yang memiliki sifat khassyah lebih suka berlindung kepada
ilmu. Perumpamaan di antara keduanya seperti orang yang sama sekali tidak
mengerti ilmu kedokteran dan seorang dokter yang andal.

12
a. Macam-Macam khauf

Takut dilihat dari dzatnya dibagi menjadi 3 macam:


1. Takut yang bersifat rahasia, yaitu takut kepada selain Allah, seperti takut
kepada berhala dan taghut jika mereka menyakitinya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. Hud: 54-55:

“Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami


telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.” Huud menjawab:
“Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian
bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku
dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.”

Inilah yang dilakukan para penyembah kuburan dan sejenisnya yaitu


berhala, mereka takut kepadanya dan menakut-nakuti ahli tauhid jika mereka
mengingkari penyembahan kepadanya dan menyuruh mengikhlaskan ibadah
kepada Allah. Ini merupakan bentuk penafian terhadap tauhid.

2. Jika seseorang meninggalkan apa yang diwajibkan atasnya, karena takut


dari sebagian manusia. Hukumnya adalah haram dan termasuk syirik kepada
Allah bagi orang yang menafikan kesempurnaan tauhid.

3. Takut yang bersifat naluri, yaitu takut dari musuh atau binatang buas serta
yang lainnya. Hal ini tidak dicela, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam
kisah Musa AS, “Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut
menunggu-nunggu…” QS. Al Qashash : 28.

Contoh prilaku khauf adalah memelihara hatinya dari dengki, sombong, riya
dll.

13
2.      Raja’

Raja’ atau harap adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada
masa yang akan datang. Raja’ harus didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh,
harapan tanpa usaha namanya angan-angan kosong (tamanni).Rajâ’ merupakan
sikap optimis total. Ibarat seorang pedagang yang rela mempertaruhkan seluruh
modal usahanya karena meyakini keuntungan besar yang bakal segera diraihnya.
Ibarat seorang ‘pecinta’ yang rela memertaruhkan segala miliknya demi
menggapai cinta kekasihnya. Dia meyakini bahwa cintanya itulah bahagianya.
Tanpanya, hidup ini tiada arti baginya. Rajâ’ atau pengharapan yang demikian
besar menjadikan seseorang hidup dalam sebuah dunia tanpa kesedihan. Sebesar
apa pun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu menghapus ‘senyum’
optimisme dari wajahnya.

Perbedaan raja’ (mengharap) dengan tamanny (berangan-angan), bahwa


berangan-angan itu disertai kemalasan, pelakunya tidak pernah bersungguh-
sungguh dan berusaha. Sedangkan mengharap itu disertai dengan usaha dan
tawakal. Yang pertama seperti keadaan orang yang berangan-angan andaikan dia
mempunyai sepetak tanah yang dapat dia tanami dan hasilnya pun dipetik. Yang
kedua seperti keadaan orang yang mempunyai sepetak tanah dan dia olah dan
tanami, lalu dia berharap tanamannya tumbuh. Karena itu para ulama telah
sepakat bahwa raja’ tidak dianggap sah kecuali disertai usaha.

Raja’ itu ada tiga macam, dua mecam adalah Raja’ yang terpuji dan yang
satu adalah tercela, yaitu:

1. Harapan seseorang agar dapat taat kepada Allah berdasarkan cahaya


dari Allah, lalu dia mengharap pahala-Nya.

2. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan mengharap ampunan


Allah, kemurahan dan kasih sayang-Nya.

14
3. Orang yang melakukan kesalahan dan mengharap rahmat Allah tanpa
disertai usaha. Ini sesuatu yang menipu dan harapan yang dusta.

Hubungan Khauf Dan Raja’

Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila
keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas
kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengan khauf akan membawa diri
seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang
diharamkan; dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap
apa yang ada di sisi Allah.

Pendek kata, dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat
bahwa dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan
bersemangat memperbanyak amalan-amalan.Kedua sikap di atas harus dimiliki
oleh seorang mukmin. Sikap ini menjadi ciri mukmin yang baik yang bisa
menempatkan diri kapan ia harus berada pada posisi khauf dan kapan ia mesti
berada pada posisi raja`. Namun, Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki menyatakan,
“Bagi seorang pemuda ia lebih baik mengutamakan sikap al-khauf sebab nafsu
syahwat di masa muda jauh lebih besar yang dikhawatirkan dapat menyeret pada
perbuatan buruk jika tidak mengutamakan sikap tersebut.”

15
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

       Jadi dari penjabaran yang telah kita uraikan dalam materi diatas, dapat kita
berikan kesimpulan akhlak tersebut merupakan sutu bentuk atau cerminan yang
tertatanam dalam diri seseorang dan hal tersebut terealisasi dalam kehidupannya
sehari – hari. Sehingga ada yang dinamakan dengan akhlak terpuji, dan ada juga
yang dinamakan dengan akhlak tercelah.Adapun  bentuk dari akhlak terpuji
tersebut ada beberapa bagian, taqwa,cinta, ridha, ikhlas, khaufdan raja’.

     Semuanya ini memiliki sisi positif dari pergaulan yang kita lakukan, baik
dalam melakukan hubungan yang bersifat horizontal atau dalam melakukan
hubungan dengan AllahSWT atau dalam melakukan hubunga secara vertikal yaitu
dalam melakukan hubungan atau bergaul antar sesama Manusia.

B.     Saran

      Dari pembahasan yag telah kami sajikan diatas, kami berharap mudah –
mudahan setelah kita mempelajari pelajaran mengenai akhak terpuji ini, agar bisa
kita jadikan sebagai rujukan dalam melakukan pergaulan dalam kehidupan baik
bergaul dengan Allah atau bergaul antar sesama manusia, kemudian juga kami
selaku pemakalah berharap kepada segenap pembaca makalah ini, agar jangan
mengambil rujukan hanya terfokus kepada materi yang telah  kami sajikan dalam
makalah ini saja, akan tetapi mari kita sama – sama aktif dalam mencari buku –
buku dan sumber lainnya yang membahas masalah akhlak terpuji ini secara
mendalam, sehingga lebih memantapkan pengetahuan kita mengenai pembahasan
akhlak terpuji tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Jabir El Jazair, Pola Hidup Muslim [minhajul Muslim]: Etika,


Bandung: Remaja Rosdakarya (1993).

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI (2001).

http://nrlisti.blogspot.co.id/

17

Anda mungkin juga menyukai