SGD LBM 4 Jiwa Fachrul
SGD LBM 4 Jiwa Fachrul
Gangguan mental simtomatik pengaruh sekunder ke otak dan gangguan primernya dari
luar otak/sistemik.
Gangguan Mental Organik menggunaka 2 kode blok :
- Sindrom psiko patologik : demensia
- Gangguan yang mendasari : penyakit Alzheimer
2. Mengapa pasien dibawa ke bangsal RSJ dengan keluhan kejang setelah minum alcohol?
- Karena adanya ketidakseimbangan antara asetilkolin dengan GABA yang
ditimbulkan seringnya konsumsi alcohol, akan menurunkan aktivitas GABA.
Asetilkolin menyebabkan depolarisasi jika berlebihan akan menimbulkan kejang,
sedangkan GABA dapat menekan kejang. Akhirnya risiko kejang meningkat .
- Kejang dapat disebabkan pada kondisi hipoglikemi, pada alcohol dapat menyebabkan
hipoglikemi karena akan meningkatkan kadar NADH dalam tubuh. Kelebihan NADH
akan mengganggu proses gluconeogenesis, jika proses tersebut dihambat produksi
glukosa akan menurun. Pada otak sumber utama adalah glikogen yang didapat dari
gluconeogenesis, maka akan menurunkan fungsi otak dan mengganggu hubungan
antar neurotransmitter menjadi tidak seimbang.
- Kejang terjadi ketika seseorang menglami putus zat selama beberapa waktu tertentu
baru muncul gejala seperti takikardi, kejang, dll. Gejala akan hilang jika meminum
alcohol lagi, karena sudah mengalami ketergantungan.
3. Mengapa pasien 2 hari sebelum mengeluhkan mual, anoreksia, keringat berlebih, cemas
dan insomnia?
- Pasien kecanduan minum alcohol : alcohol GIT (lambung), pada lambung terdapat
barrier, pada alcohol dapat merudak pertahanan barrier ketika ada kerusukan atau
pertahanan mukosa lambung menurun akan menyebabkan pepsin asam merusak
barrier lambung, asam lambung menjadi meningkat anoreksia.
Ketika lambung sudah meradang akan mengirim impuls ke otak melalui nervus
vagus dan reseptor 5HT3 menimbulkan respon mual
- Alkohol masuk hingga ke lambung lambung sekresi mucus katup pylori
menutup lama diabsorbsi oleh lambung memicu spasme pylorus mual dan
muntah. Karena mencegah agar tidak masuk ke usus halus karena pertahanannya
lebih lemah.
- Kadar alcohol yang dapat menimbulkan mual jika >10%, normalnya kadar 10 %
dalam tubuh masih dapat ditolerasi.
- Hipotalamus bertanggung jawab untuk control suhu tubuh dan keringat, alcohol
memiliki efek untuk merangsang vasodilasi pembuluh darah perifer di hipotalamus
dan memicu kulit untuk produksi keringat berlebih.
- Alkohol memiliki efek pseudo cushing syndrome, ketika tingginya kadar kortisol
dalam tubuh hiperkortisolism cemas, depresi, meningkatkan tekanan darah
- Rapid Eye Movement pada fase tidur, alcohol mampu mengganggu REM
menurunkan sehingga mempengaruhi kualitas tidur. Gangguan pada fase tidur dalam,
alcohol tidak membantu masalah tidur.
5. Bagaimana hubungan riwayat sering bertengkar dengan keluarga dan membolos sekolah
dengan konsumsi alcohol terus-menerus?
- Etanol yang terkandung dalam alcohol mengaktivasi pengeluaran dopamine
efek senang candu. Adanya stressor psikososial, saat konsumsi alcohol dapat
menimbulkan euphoria, otak akan berpikir alcohol dapat mengurangi tekanan dan
masalah.
- Etanol juga dapat menghambat GABA.
- Sindrom ketergantungan fisik : Diketahui jika ada toleransi atau gejala putus zat
(symptom withdrawal), toleransi itu ketika menurunnya pengaruh dari NAPZA atau
alcohol setelah pemakaian berulang, sehingga tubuh membutuhkan lebih agar
menimbulkan efek yang sama.
- Sindrom ketergantungan psikis : keadaan dimana pemakai alkohol memiliki
keinginan/dorongan yang kompulsif dalam menggunakan alcohol sehingga timbul efek
candu dan ketergantungan.
- Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
- Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.
- Teori psikodinamik
tentang gangguan terkait alkohol berpusat pada hipotesis mengenai superego yang
terlalu keras. Menurut teori psikoanalitik, orang dengan superego keras yang
menghukum diri berpaling ke alkohol sebagai cara mengurangi stress, biasanya pada
kepribadian seorang pemalu, penyendiri, tidak sabaran, iritabel. cemas, hipersensitif,
dan terepresi secara seksual. ada tingkat yang tidak terlalu teoretis, alkohol mungkin
disalahgunakan sebagian orang untuk mengurangi ketegangan, ansietas, dan nyeri
psikis. Konsumsi alkohol juga dapat menimbulkan perasaan berkuasa dan peningkatan
harga diri.
Teori Sosiokultural
Beberapa situasi sosial biasanya mengarah ke minum berlebihan, dalam situasi ini,
minum secara sering dan berlebihan sering dianggap normal dan diharapkan secara
sosial.
Faktor Perilaku dan Pembelajaran
Seperti halnya faktor budaya dapat memengaruhi kebiasaan minum, begitu pula
kebiasaan dalam satu keluarga, khususnya, kebiasaan minum orang tua. Namun,
sejumlah bukti mengindi- kasikan bahwa kebiasaan minum dalam keluarga yang
memengaruhi kebiasaan minum anak-anaknya tidak terlalu berkaitan langsung dengan
timbulnya gangguan terkait alkohol dibanding yang diperkirakan sebelumnya. Dari
sudut pandang perilaku, aspek penguatan positif dari alkohol dapat menginduksi
perasaan sehat dan euforia serta dapat mengurangi rasa takut dan ansietas, yang dapat
mendorong untuk minum lebih lanjut.
Teori Genetik
Teori biologis dengan dukungan terbaik tentang alkoholisme berpusat pada genetika.
Salah satu temuan yang mendukung kesimpulan genetik adalah risiko mengalami
masalah alkohol serius tiga sampai empat kali lipat lebih tinggi pada kerabat dekat
seorang alkoholik. Angka masalah alkohol meningkat seiring dengan bertambah
banyaknya jumlah kerabat yang alkoholik, keparahan penyakit mereka, serta
kedekatan hubungan genetik dengan orang yang diteliti. Angka kesamaan, atau
konkordansi, untuk masalah terkait alkohol berat meningkat pada keturunan dari orang
tua alkoholik, bahkan bila anak-anaknya dipisahkan dari orang tua biologis segera
setelah lahir dan dibesarkan tanpa mengetahui masalah dalam keluarga biologis.
Risiko mengalami kesulitan terkait alkohol yang berat tidak meningkat bila diasuh
oleh keluarga angkat yang alkoholik.
Komorbid :
- Gangguan kepribadian anti sosial , memiliki hubungan yang erat dengan konsumsi
alcohol,
- Gangguan mood , 30-40% orang yang memilki gangguan terkait alcohol memiliki
kriteria untuk gg. Mood
- Anxietas , sekitar 25-30% peminum alcohol memenuhi kriteria anxietas, sebenernya
berupaya untuk mengurangi gejala, menimbulkan perasaan senang
11. Apa hubungan dari hasil pemeriksaan fisik dengan gejala yang dialami pasien?
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan,
tekanan darah 135/85 mmHg, suhu 37,5oC, laju pernafasan 26 x/menit, dan nadi 84
x/menit PF DBN
Tidak ditemukan adanya kelainan, hanya ada permasalahan dalam konsumsi alcohol.
12. Apa saja tatalaksana farmakologi dan psikoterapi yang diberikan pada pasien?
13. Tahapan dalam penyalahgunaan napza
STEP 4
STEP 5
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan mental organic?
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik)
yang diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan
sistemik tubuh atau gangguan pada otak sendiri).
Bagian yang disebut “Gangguan Mental Organik” dalam DSM III-R sekarang
disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik Gangguan Kognitif lain, dan
Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak dapat diklasifikasikan di
tempat lain.
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa
yang dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya
penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak, disfungsi ini dapat
primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga
mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang
menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh.
Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi
Maslim. Jakarta 2003. hal 3-43.
Gangguan mental organic adalah gangguan jiwa (psikotik maupun non psikotik) yang
diduga ada kaitannya dengan factor organic spesifik (bias penyakit/gangguan sistemik
tubuh atau gangguan pada otak sendiri).
Gangguan mental organic = gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan
sistemik atau otak yang adapt didiagnosis tersendiri. Termasuk, gangguan mental
simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/gangguan sistemik di luar otak (ekstracerebral).
Gambaran utama :
1) Gangguan fungsi kognitif
Misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning).
2) Gangguan sensorium
Misalnya : gangguan kesadaran ( consciousness) dan perhatian (attention)
3) Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang:
- Persepsi (halusinasi)
- Isi pikiran (waham/delusi)
- Suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas)
Blok gangguan mental organic menggunakan 2 kode:
- Sindrom psikopatologik (misalnya, demensia)
- Gangguan yang mendasari (misalnya, penyakit Alzheimer)
-
Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5, Dr.dr.Rusdi
Maslim SpKj,MKes. Tahun 2013 halaman 22
2. Mengapa pasien dibawa ke bangsal RSJ dengan keluhan kejang setelah minum
alcohol?
Penghentian paparan alkohol secara tiba-tiba menghasilkan otak hyperexcitability.
Hyperexcitability otak bermanifestasi secara klinis sebagai kecemasan, lekas marah,
agitasi, dan tremor. Manifestasi yang parah termasuk kejang
-
- Insomnia
https://pubs.niaaa.nih.gov/publications/arh25-2/110-125.htm
- Cemas
4. Mengapa pasien memiliki keinginan kuat untuk selalu konsumsi alcohol?
Puspitawati (2004) menyebutkan beberapa remaja terjerumus dalam masalah
minuman keras karena dipengaruhi lingkungan pergaulan antara lain sebagai berikut :
1) Remaja yang selalu minum-minuman keras selalu mempunyai “kelompok
pemakai”. Awalnya remaja hanya mencoba-coba karena keluarga atau teman-teman
yang yang menggunakannya, namun ada yang kemudian menjadi kebiasaan.
2) Pada remaja yang “kecewa” dengan kondisi diri dan keluarganya, Sering menjadi
lebih suka untuk mengorbankan apa saja demi hubungan baik dengan teman-teman
sebanyanya.
3) Adanya “ajakan” atau “tawaran” dari teman serta banyaknya film dan sarana
hiburan yang memberikan contoh “model pergaulan moderen” biasanya mendorong
remaja minum-minuman keras secara berkelompok.
4) Apabila remaja telah menjadi terbiasa minum minuman keras dan karena mudah
mendapatkannya, maka remaja akan memakainya sendiri sehingga tanpa disadari
lama-kelamaan akan ketagihan.
Menurut WHO (1996) factor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja ada
beberapa, Antara lain sebagai berikut :
a. Factor Individu/Perorangan
1) Adanya kepercayaan bahwa obat dapat mengatasi semua persoalan.
2) Harapan untuk dapat memperoleh kenikmatan dari efek obat yang ada.
3) Untuk dapat menghilangkan rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan
4) Bagi generasi muda adanya tekanan kelompok sebaya untuk dapat diterima/diakui
dalam kelompoknya.
5) Sebagai pernyataan tidak puas terhadap system atau nilai sosial yang berlaku.
6) Sebagai pernyataan sudah dewasa atau ikut zaman (mode).
7) Ingin coba-coba.
8) Kurang pengawasan dari orangtua.
b. Factor Lingkungan
1) Tempat tinggal berada di lingkungan peredaran atau pemakaian narkotika,
psikotropika atau zat Adiktif lainnya.
2) Bersekolah di tempat atau di lingkungan yang rawan terhadap obat yang sering
digunakan.
3) Bergaul dengan para pengedar dan pemakai.
Siswanto (1993) menambahkan lagi dua factor yang saling berkaitan yang
menyebabkan seseorang menyalahgunakan NAPZA yaitu : a) factor kemudahan
mendapatkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, dan b) factor khasiat
narkotika, psikotropika dan sat adiktif lainnya, di mana orang menyalahgunakan
NAPZA tentu mengharap suatu khasiat dari zat tersebut.
Sumber : Efek Dari Pecandu Alkohol Terhadap Peningkatan Kerusakan Hati, Fakultas
Kedokteran UPN Veteran Jakarta, BINA WIDYA, Volume 23 Nomor 1, Edisi Oktober
2011; TINGKAT STRES DENGAN PENYALAHGUNAAN ALKOHOL PADA REMAJA LAKI-
LAKI, Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
5. Bagaimana hubungan riwayat sering bertengkar dengan keluarga dan
membolos sekolah dengan konsumsi alcohol terus-menerus?
Penyalahgunaan zat, merupakan suatu pola penggunaan zat yang bersifat patologik,
paling sedikit satu bulan lamanya, sehngga menimbulkan gangguan fungsi sosial atau
okupasional. Pola penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi
sepanjang hari, terus menggunakan zat tersebut walaupun penderita mengetahui
dirinya sedang menderita sakit fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan
bahwa ia tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut.
Gangguan yang dapat terjadi adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa
ketidakmampuan memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya
karena perilakunya yang tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif
yang tidak wajar. Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas
akibat intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya karena motivasi memperoleh
uang. masalah emosional yg terjadi bisa disebabkan oleh penyalahgunaan zat secara
patologik dan bisa akibat dari intoksikasi.
ETIOLOGI
1) Etiologi Organobiologik
- Primer
Penyakit otak (serebral) seperti gangguan degenerative, infeksi pada otak, cedera
kranial, gangguan cerebrovaskular, trauma kapitis, epilepsy, neoplasma, toksik
(NAPZA), dan herediter.
- Sekunder
Penyakit sistemik (Ekstracerebral) seperti gangguan metabolism yang menyerang
otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh, endokrin/hormonal,
infeksi sistemik atau penyakit autoimun.
2) Etiologi Psikologik
Seperti krisis yaitu suatu kejadian yang mendadak; konflik, suatu pertentangan batin;
tekanan khususnya dalam dirinya, seperti kondisi fisik yang tidak ideal; frustasi, suatu
kegagalan dalam mencapai tujuan; dan sudut pendidikan dan perkembangan seperti
salah asih, salah asah, salah asuh; dan tak perpenuhinya kebutuhan psikologik seperti
rasa aman, nyaman, perhatian, kasih sayang.
3) Etiologi Sosio-kultural
Problem keluarga, problem dengan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
ekonomi, akses ke pelayanan kesehatan, problem hokum / criminal dan problrm
psikososial lainnya.
ETIOLOGI
Gangguan terkait alcohol, seperti hamper semua kondisi psikiatri lain, mungkin
menggambarkan suatu kelompok proses penyakit heterogen. Pada kasus individu
maupun, factor psikososial, genetic, atau perilaku mungkin lebih penting disbanding
factor lain. Dalam suatu set factor, misalnya factor biologis, satu elemen, seperti gen
reseptor neurotransmitter, mungkin lebih terlibat secara kritis daripada elemen lain,
seperti pompa ambilan neurotransmitter. Kecuali untuk kepentingan riset, tidak perlu
mengidentifikasi factor kausatif tunggal; pengobatan gangguan terkait alkohol
memerlukan pendekatan apapun yang efektif, tanpa menghiraukan teori.
Riwayat Masa Kanak-Kanak
Peneliti telah mengidentifikasi sejumlah faktor dari riwayat masa kanak-kanak
seseorang yang kemudian mengalami gangguan terkait alkohol serta pada anakyang
berisiko tinggi mengalami gangguan tcrkait alkohol karena salah satu atau kedua
orang tua nya mengalami gangguan tersebut. Pada studi eksperimental. anak yang
berisiko tinggi untuk gangguan terkait alkohol, secara rata-rata ditemukan memiliki
kisaran defisit pada uji neurokog nitif, amplitudo gelombang P300 yang rendah pada
uji evoked potential, scrta bcrbagai abnormalitas rekaman elektroensefalogram
(EEG). Temuan ini menduga bahwa fungsi otak biologis yang diturunkan dapat
menjadi predisposisi seseorang untuk mengalami gangguan terkait alkohol. Riwayat
masa kanak-kanak dengan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas atau
gangguan perilaku atau keduanya meningkatkan risiko seorang anak mengalami
gangguan terkait alkohol ketika dewasa. Gangguan kepribadian, khususnya gangguan
kepribadian antisosial, seperti tercantum di atas, juga mempredisposisikan seseorang
mengalami gangguan terkait alkohol.
Teori Psikodinamik
Teori psikodinamik tentang gangguan terkait alkohol berpusat pada hipotesis
mengenai superego yang terlalu keras dan fiksasi pada fase oral perkembangan
psikoseksual. Menurut teori psikoanalitik, orang dengan superego keras yang
menghukum diri berpaling ke alkohol sebagai cara mengurangi stres di bawah sadar
Ansietas pada orang yang terfiksasi pada fase oral dapat diredakan dengan
mengonsumsi zat, misalnya alkohol, dengan mulut. Beberapa psikiater psikodinamik
menggambarkan kepribadian umum orang dengan gangguan terkait alkohol sebagai
scorang permalu, penyendiri, tidak sabaran, iritabel. cemas, hiperscnsitif, dan
terepresi secara seksual. Menurut aforisme psikoanalitik umum, superego terlarut
dalam alkohol. Pada tingkat yang tidak terlalu teoretis, alkohol mungkin
disalahgunakan sebagian orang untuk mengurangi ketegangan, ansictas, dan nyeri
psikis. Konsumsi alcohol juga dapat menimbulkan perasaan berkuasa darn
peningkatan harga diri.
Teori Sosiokultural
Beberapa situasi sosial biasanya mengarah ke minum berlebihan. Asrama
perguruan tinggi dan basis militer merupakan dua contoh; dalam situasi ini. minum
secara sering dan berlebihan sering dianggap normal dan diharapkan secara sosial.
Perguruan tinggi dan universitas akhir-akhir ini berusaha memberi edukasi kepada
mahasiswa tentang risiko kesehatan meminum alkohol dalam jumlah besar. Beberapa
kelompok etnik dan budaya lebih ketat dibanding yang lain terhadap konsumsi
alkohol. Contohnya, bangsa Asia dan Protestan konservatif lebih jarang mengonsumsi
alkohol dibanding Protestan liberal dan Katolik.
Faktor Perilaku dan Pembelajaran
Seperti halnya faktor budaya dapat memengaruhi kebiasaan minum, begitu pula
kebiasaan dalam satu keluarga, khususnya, kebiasaan minum orang tua. Namun,
sejumlah bukti mengind- kasikan bahwa kebiasaan minum dalam keluarga yang
mempengaruhi kebiasaan minum anak-anaknya tidak terlalu berkaitan langsung
dengan timbulnya gangguan terkait alkohol dibandingkan yang diperkirakan
sebelumnya. Dari sudut pandang perilaku. aspek penguatan positif dari alkohol dapat
menginduksi perasaan sehat dan euforia serta dapat mengurangi rasa takut dan
ansietas, yang dapat mendorong untuk minum lebih lanju'.
Teori Genetik
Teori biologis dengan dukungan terbaik tentang alkoholisme berpusat pada
genetika. Salah satu temuan yang mendukung kesimpulan genetik adalah risiko
mengalami masalah alkohol serius tiga sampai empat kali lipat lebih tinggi pada
kerabat dekat seorang alkoholik. Angka masalah alkohol meningkat seiring dengan
bertambah banyaknya jumlah kerabat yang alkoholik, keparahan penyakit mereka,
serta kedekatan hubungan genetic dengan orang yang diteliti.
Investigasi keluarga sedikit berperan untuk memisahkan pentingnya genetik dan
lingkungan, namun studi pada kembar bisa memberi data selangkah lebih maju.
Angka kesamaan, atau konkordansi, untuk masalah terkait alcohol, berat meningkat
pada keturunan dari orang tua alkoholik, bahkan bila anak-anaknya dipisahkan dari
orang fua biologis segera setelah lahir dan dibesarkan tanpa mengetahui masalah
dalam keluar biologis. Risiko mengalami kesulitan terkait alkohol yang berat tidak
meningkat bila diasuh oleh keluarga angkat yang alkoholik. Data ini tidak hanya
mendukung pentingnya faktor genetic pada alkoholisme, tapi juga menyoroti
kompleksitas fenomena tersebut. Tidak adanya bukti suatu lokus mayor tunggal
mengindikasikan kemungkinan bahwa sejumlah kecil gen bekerja dengan penetrasi
inkomplet atau bahwa diperlukan suatu kombinasi sebelum gangguan tersebut
diekspresikan (cara pewarisan poligenik). Hal yang membuat masalah menjadi lebih
kompleks adalah kecenderungan bahwa gangguan ini sepenuhnya merupakan
ekspresi peristiwa lingkungan pada beberapa keluarga dan bahwa faktor genetik yang
berbeda bekerja pada keluarga lain untuk menghasilkan gambaran heterogenisitas
genetika. Sejumlah bukti mengindikasikan bahwa otak anak dengan orang tua yang
mengalami gangguan terkait alkohot menunjukkan sifat tak lazim dalam pengukuran
elektrofisiologis-contohnya, evoked potential dan EEG-dan berespons terhadap infus
alkohol. Reseptor neurotransmiter seperti reseptar dopamin tipe 2 (D2) mungkin
menjadi faktor dalam pewarisan gangguan terkait alkohol. Sejumlah studi
menemukan konsentrasi abnormal neurotransmiter dan metabolit neurotransmiter
pada cairan serebrospinal pasien dengan gangguan terkait alkohol. Hasil dari
sejumlah studi ini menunjukkan konsentrasi neurotransmiter dan metabolit
neurotransmiter yang rendah pada cairan serebrospinal pasien dengan gangguan
terkait alkohol. Hasil berbagai studi ini menunjukkan konsentrasi rendah serotonin,
dopamin, dan GABA atau metabolitnya.
Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, Kaplan & Sadock, Penerbit Buku Kedokteran
EGC Tahun 2004 Halaman 91-92
10. Apa saja tanda dan gejala gangguan mental organic?
Satu atau dua gejala yang disebutkan mungkin pernah dialami sebagian besar orang.
Namun, pada orang dengan gangguan mental organik, gejala ini akan terus terjadi dan
semakin parah seiring waktu. Akibatnya, aktivitas sehari-hari bisa lumpuh karena
kesulitan merawat dirinya sendiri, berkomunikasi, dan bekerja sama dengan orang lain.
11. Apa hubungan dari hasil pemeriksaan fisik dengan gejala yang dialami pasien?
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan, tekanan darah 135/85 mmHg
:hipertensi
Konsumsi minuman alkohol secara berlebihan akan berdampak buruk pada
kesehatan jangka panjang. Salah satu akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan
tersebut adalah terjadinya peningkatan tekanan darah yang disebut hipertensi. Alkohol
merupakan salah satu penyebab hipertensi karena alkohol memiliki efek yang sama
dengan karbondioksida yang dapat meningkatkan keasaman darah, sehingga dalah
menjadi kental dan jantung dipaksa untuk memompa, selain itu konsumsi alkohol yang
berlebihan dalam jangka panjang akan berpengaruh pada peningkatan kadar kortisol
dalam darah sehingga aktifitas rennin-angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkat
dan mengakibatkan tekanan darah meningkat
Mukhibbin, A. Dampak kebiasaan merokok, minuman alkohol dan obesitas
terhadap kenaikan tekanan darah pada masyarakat di Desa Gonilan Kecamatan Kartasura
Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta; 2013.
12. Apa saja tatalaksana farmakologi dan psikoterapi yang diberikan pada pasien?
Terapi
Conseling
Upaya konseling dalam beberapa bulan pertama harus fokus pada masalah kehidupan
sehari-hari untuk membantu pasien mempertahankan tingkat motivasi yang tinggi
untuk tidak minum alkohol dan untuk meningkatkan fungsi mereka. Diskusi ini
berfokus pada upaya yang cenderung menjadi ciri perawatan 3 sampai 6 bulan
pertama. Untuk mengoptimalkan motivasi, sesi pengobatan harus mengeksplorasi
konsekuensi dari minum alkohol, kemungkinan masa depan masalah kehidupan yang
berhubungan dengan alkohol, dan peningkatan diri yang nyata yang dapat diharapkan
dengan mengurangi konsumsi alcohol. Selain itu diperlukan pula diskusi peer group
yang sadar, rencana untuk acara sosial dan rekreasi tanpa minum alkohol, dan
pendekatan untuk membangun kembali komunikasi dengan anggota keluarga dan
teman.
Rehabilitasi
Bagi sebagian besar pasien, rehabilitasi mencakup tiga komponen utama: (1) upaya
berkelanjutan untuk meningkatkan dan mempertahankan tingkat motivasi yang tinggi
untuk pantang; (2) bekerja untuk membantu pasien menyesuaikan diri dengan gaya
hidup yang bebas dari alkohol; dan (3) pencegahan kambuh.
Medikasi
Disulfiram
Psikotropika
Obat antiansietas dan antidepresan dapat mengobati gejala kecemasan pada pasien
dengan gangguan terkait alkohol.
Terapi Prilaku
Halfway House
Pemulangan seorang pasien dari rumah sakit sering kali memiliki masalah
penempatan yang serius. Rumah dan lingkungan keluarga lainnya mungkin
menghalangi, tidak mendukung, atau terlalu tidak berstruktur. Halfway house adalah
suatu sarana pengobatan yang penting yang memberikan bantuan emosional,
konseling, dan pengembalian progresif ke dalam masyarakat.1
Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, Kaplan & Sadock, Penerbit Buku Kedokteran
EGC Tahun 2004 Halaman 91-92
Tahap 2 terjadi ketika seseorang menjadi lebih sering mengonsumsi alkohol. Tidak
hanya pada waktu-waktu tertentu, kebiasaan ini menjadi lebih rutin, misalnya
seminggu sekali.Alasan untuk mengonsumsi alkohol juga bertambah, seperti
konsumsi alkohol untuk bersosialisasi, mengurangi stres, mengatasi rasa bosan, dan
pelarian dari rasa sedih dan kesepian.
Konsumsi alkohol yang rutin dan tidak terkendali sering menimbulkan masalah.
Gejala seperti cemas, depresi, dan sulit tidur dapat dialami, dan masalah pada relasi
sosial dengan orang lain, juga mungkin terjadi.
Pada tahap ini, pengguna alkohol dapat mengalami ikatan terhadap alkohol yang
sudah mengganggu aktivitas sehari-hari. Ia tahu efek sampingnya, namun tidak
dapat mengendalikan konsumsi alkohol.Orang pada alcohol dependence juga
mengalami toleransi tinggi terhadap alkohol. Akibatnya, ia membutuhkan lebih
banyak alkohol untuk merasakan efeknya.Gejala putus zat pun akan dialami oleh
penderita. Contohnya, mual, berkeringat, tremor, mudah marah, jantung berdebar,
dan sulit tidur.
WebMD. https://www.webmd.com/mental-health/addiction/what-is-alcohol-abuse#1
Diakses pada 2 Desember 2020
1) Coba-coba, biasanya seseorang memulai tahap ini karena rasa ingin tahunya
dan agar dia diakui dalam kelompoknya.
2) Sosial atau rekreasional, seseorang menggunakan NAPZA untuk tujuan
bersenang-senang.
3) Situasional, seseorang pengguna NAPZA sudah termasuk ke dalam tahapan yang
lebih tinggi dari tahap sosial, merupakan satu tahap sebelum ketergantungan.
4) Ketergantungan, adalah tahap akhir penyalahgunaan NAPZA, seseorang
merasa sudah tidak dapat hidup bila tidak menggunakan NAPZA.