Anda di halaman 1dari 6

PRAKTIKUM: ORTOGONAL POLINOMIAL

 Prosedur UJI BEDA NYATA dan ORTHOGONAL POLINOMIAL merupakan bentuk


prosedur analisis data lanjutan.
 Analisis data lanjutan ini hanya dilakukan JIKA hasil ANAVA menunjukkan
kesimpulan BERBEDA NYATA atau BERBEDA SANGAT NYATA. Sebaliknya jika
kesimpulan menyatakan TIDAK BEDA NYATA maka TIDAK PERLU dilakukan
analisis data lanjutan.
 Khusus untuk ORTHOGONAL POLINOMIAL hanya dilakukan jika perlakuan
berbentuk perlakuan kuantitatif.

A. PROSEDUR ORTHOGONAL POLINOMIAL (MEMECAH JK PERLAKUAN)


Tujuan dilakukan analisis data dengan prosedur Orthogonal Polinomial adalah untuk
mengetahui bentuk respon suatu perlakuan. Analisis ini hanya dilakukan jika bentuk
perlakuannya merupakan perlakuan kuantitatif berupa level, dosis, konsentrasi, atau
frekuensi aplikasi dengan jarak perbedaan level yang sama.

Contoh perlakuan kuantitatif :

Kasus 1 : Perlakuan terdiri dari pakan ternak dengan kandungan protein 12, 16, 20 dan
24 persen.

Kasus 2 : Perlakuan dalam pembuatan keju tanpa penambahan CaCl2 (R0); penambahan
CaCl2 0,15% (R1); penambahan 0,30% CaCl2 (R2); penambahan 0,45% CaCl2 (R3); dan
penambahan 0,60% CaCl2 (R4).

Kasus 3 : Perlakuan terdiri 4 macam pakan yaitu R0=Penggunaan minyak ikan lemuru
sebanyak 0,0%; R1=Penggunaan minyak ikan lemuru sebanyak 2,5%; R2=Penggunaan
minyak ikan lemuru sebanyak 5,0%; R3=Penggunaan minyak ikan lemuru sebanyak
7,5%.

Kasus 4 : Perlakuan terdiri :


A : Konsentrat
B : Konsentrat + kotoran sapi 1 %
C : Konsentrat + kotoran domba 1 %
D : Konsentrat + kotoran ayam 1 %

Pada kasus 4, perlakuannya BUKAN PERLAKUAN KUANTITATIF tetapi perlakuan


KUALITATIF. Pada kasus 4 ini, TIDAK DAPAT dilakukan analisis Orthogonal
Polinomial.

Pembahasan prosedur analisis orthogonal polinomial menggunakan contoh RAL pada


tatap muka sebelumnya.

1. Persiapan :
Data yang diperlukan untuk melakukan analisis orthogonal polinomial adalah
a. data total setiap perlakuan (notasi Yi. Atau ∑Ti) yang diperoleh dari tabulasi data
analisis RAL;
b. Tabel Orthogonal Polinomial, yang berisi koefisien kontras untuk setiap derajat
polinom (bentuk responnya). Perhatikan tabel orthogonal dibawah ini; dan
c. Tabel Fisher (F).

Praktikum Rancangan Penelitian 1|Page


Penjelasan penggunaan tabel di atas :

Misal pada contoh soal RAL jumlah perlakuannya = 4 yaitu R1, R2, R3 dan R4
(lihat kembali Tabulasi Data contoh RAL), maka informasi yang akan digunakan
diperoleh pada kolom jumlah perlakuan = 4, maka dapat dilihat pada jumlah
perlakuan 4, bentuk respon yang akan diuji ada 3 (tiga) yaitu Linier, Kuadrater
dan Kubik (lihat pada kolom derajat polinom), kemudian di bawah kolom Total
Perlakuan terdapat angka-angka yang merupakan koefisien kontras (jumlah
angkanya sesuai dengan jumlah perlakuannya).

Kolom pembagi (∑Ci2) digunakan pada saat perhitungan JK, sebagai contoh pada
baris Linier maka pembaginya = 20, nilai tersebut diperoleh dari jumlah kuadrat
koefisien kontrasnya {(-32)+(-12)+(12)+(32)} = 20.

Untuk memudahkan pemahaman langkah ke-2 yaitu prosedur analisis


orthogonal polinomial, di bawah ini disajikan kembali Tabulasi Data dari contoh
RAL.

Perlakuan Ulangan Total


(level
protein
Perlakuan
1 2 3 4 5 6
pakan) (Yi.)
A (12%) 70 73 73 74 73 72 435
B (16%) 80 82 81 80 78 79 480
C (20%) 88 88 86 87 90 89 528
D (24%) 98 95 98 93 96 99 579
Total 2022

Praktikum Rancangan Penelitian 2|Page


2. Prosedur analisis orthogonal polinomial :
Pada langkah ke-2 ini, analisis data dilakukan dengan bantuan tabel sebagai berikut :
Perlakuan R1 R2 R3 R4 CiTi r Ci2 JK
 Ti 435 480 528 579 (a) (b) (a2/b)

Linier -3 -1 1 3 480 6x20 = 120 1920,00


Kuadrat 1 -1 -1 1 6 6x 4 = 24 1,50
Kubik -1 3 -3 1 0 6x20 = 120 0,00
TOTAL JK Perlakuan = 1921,50

Langkah-langkah analisis :
a. Salin setiap Total Perlakuan dari Tabulasi Data RAL sebelumnya.

b. Tuliskan derajat polinom dan koefisien kontrasnya (lihat di Tabel Orthogonal


Polinomial)

c. Hitung ∑CiTi diberi kode (a) untuk masing-masing derajat polinom sebagi berikut
:
Linier : (-3)(435)+(-1)(480)+(1)(528)+(3)(579) = 480
Kuadrater : (1)(435)+(-1)(480)+(-1)(528)+(1)(579) = 6
Kubik : (-1)(435)+(3)(480)+(-3)(528)+(1)(579) = 0

d. Hitung r∑Ci2 diberi kode (b) untuk masing-masing derajat polinom sebagai
berikut :
Catatan : kode r adalah jumlah ulangan setiap perlakuan (dalam contoh RAL setiap
perlakuan diulang 6 kali, sehingga r = 6), sedang untuk nilai ∑Ci2 untuk setiap
derajat polinom dapat dilihat pada Tabel Orthogonal Polinomial, atau dihitung
langsung seperti penjelasan sebelumnya.
Linier : 6 x 20 = 120
Kuadrater : 6 x 4 = 24
Kubik : 6 x 20 = 120

e. Hitung JK untuk setiap derajat polinom sebagai berikut :


JK = (∑CiTi)2/(r∑Ci2) atau (a)2/(b)
JK Linier : (480)2 / 120 = 1920
JK Kuadrater : (6)2 / 24 = 1,50
JK Kubik : (0)2 / 120 =0

f. Jumlahkan hasil perhitungan JK Derajat polinom.


Langkah ini sebagai kontrol atau cek silang, yaitu jumlah dari JK derajat polinom
harus sama dengan JK Perlakuan.
(JK Linier + JK Kuadrater + JK Kubik) = JK Perlakuan
Hal inillah yang mendasari prosedur Orthogonal Polinomial disebut juga dengan
prosedur MEMECAH JK PERLAKUAN.

g. Salin hasil perhitungan JK derajat polinom ke dalam tabel ANAVA. Ada yang
menyebut sebagai tabel ANAVA LANJUT sebagi berikut :

Praktikum Rancangan Penelitian 3|Page


Sumber
JK DB KT Fhit F0,05 F0,01
Variasi
Perlakuan 1921,50 3 640,50 232,91 3,10 4,94
Linier 1920,00 1 1920,00 698,18 4,35 8,10
Kuadrater 1,50 1 1,50 0,55 4,35 8,10
Kubik 0 1 0 0 4,35 8,10
Galat 55,00 20 2,75  = 1,658
Total 1976,50 23 KK = 1,97 %
Catatan :
Derajat bebas setiap derajat polinom = 1
Karena JK Linier, Kuadrater dan Kubik maupun derajat bebasnya merupakan pecahan dari JK dan
DB perlakuan, maka dalam baris TOTAL tidak ikut dijumlahkan.
Fhit untuk masing-masing derajat polinom (Linier, Kuadrater dan Kubik) diperoleh dengan cara
membagi KT masing-masing derajat polinom dengan KT Galat.

h. Buat kesimpulan hasil analisis data.


Uji sumber variasi bentuk respon Linier, Kuadrater dan Kubik dengan cara
membandingkan niilai Fhit masing-masing dengan nilai F tabel yaitu F0,05 dan F0,01
dan buat kesimpulan hasil uji tersebut sebagi berikut :
Hasil di atas menunjukkan bahwa :
1) Linier : F hitung > F 0.01 atau 689,18 > 8,10 berarti Bentuk respon Linier
berpengaruh sangat nyata terhadap PBBH (** atau P<0,01).
2) Kaudrater dan Kubik : F hitung < F 0.05 atau 0,55 dan 0 < 4,35 berarti Bentuk
respon Kuadrater dan Kubik tidak berpengaruh nyata terhadap PBBH (ns
atau P>0,05).
Kesimpulan :
Bentuk respon pertambahan level protein pakan (perlakuan) mengikuti bentuk
linier, yaitu semakin tinggi level protein pakan akan semakin tinggi pula PBBH.
Untuk menjelaskan bentuk linier secara kuantitatif maka analisis dilanjutkan
dengan menghitung persamaan garisnya yaitu persamaan garis regresi linier.

i. Menghitung persamaan garis regresi.


Karena hasil uji menunjukkan bentuk respon adalah linier maka selanjutnya
mencari persamaan garis regresi linier Y = a + bX.
Untuk langkah menghitung persamaan garis regresi tidak dibahas secara
mendetail, karena prosedur analisis datanya telah disampaikan pada mata kuliah
STATISTIKA, oleh karena itu dalam hal ini hanya akan dibahas persiapan data
untuk dianalisis dan penjelasan makna persamaan garis yang diperoleh untuk
keperluan pembahasan penulisan laporan dan penyusunan kesimpulan.
Proses analisisnya dapat dilakukan secara manual seperti dalam bahasan
STATISTIKA maupun menggunakan aplikasi seperti EXCEL atau SPSS.
1) Menyiapkan data, untuk memulai perhitungan regresi linier perlu disiapkan
data. Menggunakan data dalam contoh soal RAL, selanjutnya disusun data
dalam bentuk tabulasi data sebagai berikut :

Praktikum Rancangan Penelitian 4|Page


No Level PBBH X2 Y2 XY
perlakuan (Y)
(X)
1 12 70 144 4900 840
2 12 73 144 5329 876
3 12 73 144 5329 876
4 12 74 144 5476 888
: : : : : :
: : : : : :
: : : : : :
24 24 99 576 9801 2376

2) Menghitung koefisien regresi dan susun persamaan garisnya.


b XY = JHKXY / JKX =  xy /  x2 = 960 / 480 = 2,0
a = Ybar – (bXY. Xbar) = 84,25 – (2,0)(18) = 48,25
Pers Garis Y = 48,25 + 2,0 X

3) Menghitung koefisien determinasi (R2).


Koefisien Korelasi ( rXY ) :
r XY =  xy /  ( x2 .  y2) = 960 /  ( 480 x 1976,5) = 0,986
Koefisien Determinasi ( R2 )
R2 = (rXY)2 = (0,986)2 x 100 % = 97,14 %

4) Kesimpulan :
Dua hal penting yang berhubungan langsung dengan kesimpulan dan makna
persamaan garis regresi adalah nilai koefisien regresi dan koefisien
determinasi.
Koefisien regresi menunjukkan besarnya perubahan nilai Y karena nilai X
berubah satu unit. Hasil perhitungan diperoleh koefisien regresi = 2,0 berarti
setiap kenaikan 1% level protein pakan, maka PBBH meniingkat (naik) sebesar
2,0 gram.
Koefisien determinasi menunjukkan besarnya peran variabel X terhadap
perubahan variabel Y, sehingga semakin besar nilai koefisien determinasi
semakin besar peran variabel dalam mengubah variabel Y.
Hasil perhitungan diperoleh koefisien deteminasi = 97,14%, berarti 97,14%
perubahan pada PBBH ditentukan oleh perubahan level protein pakan. Karena
koefisien determinasi merupakan fungsi dari koefisien korelasi, maka kita
dapat pula menjelaskan sebagai tingkat keeratan hubungan antara PBBH dan
Level protein pakan. Hasil menunjukan bahwa antara PBBH dan Level protein
pakan memiliki hubungan yang sangat erat (rXY = 0,986).
Kesimpulan :
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa “ Sebatas level protein pakan yang
diteliti ( 12% sd 24%) pengaruhnya bersifat linier mengikuti persamaan garis Y
= 48,25 + 2,0 X dan koefisien determinasi sebesar 97,14%”.

Praktikum Rancangan Penelitian 5|Page


Untuk melengkapi pembahasan, biasanya persamaan garis regresi disajikan
dalam bentuk gambar. Untuk menggambar persamaan garis dapat
menggunakan alat bantu aplikasi seperti EXCEL atau SPSS atau software
lainnya.
Di bawah ini disajikan gambar dari persamaan garis linier yang telah dihitung
sebagi berikut :

Regresi Linier

100
95
P B B H (gram)

90
85
80
75
70
65
60
12 16 20 24

Dosis protein dalam ransum (%)

Praktikum Rancangan Penelitian 6|Page

Anda mungkin juga menyukai