Anda di halaman 1dari 3

Nama : Pambuko bayu L

No induk : 1201816027
Mata kuliah : Hukum Perburuhan &
Ketenagakerjaan
Dosen : Novita Alfiani, S.H., M.H

Contoh kasus penyelesaian hubungan industrial yang dianalisis dan diberikan kritik serta
saran akademik :
( Contoh kasus )

PHK Sepihak SIS Terhadap Mantan Gurunya


Setelah Jakarta International School, kini giliran Singapore International School (SIS) Pantai
Indah Kapuk digugat oleh mantan gurunya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dianggap
semena-mena menjadi sebab sang guru meradang. Guru tersebut di PHK karena melanggar
kontrak berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. PHKnya dilakukan secara sepihak tanpa
adanya surat peringatan terlebih dahulu. 
Francois Xavier Fortis, warga negara Kanada, dipecat SIS karena telah dianggap telah
melanggar peraturan perusahaan. Dalam anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Sudinakertrans) Jakarta Utara tertanggal 4 Januari 2007 dijelaskan Francois telah melanggar
kontrak dengan berulang kali. Pelanggaran yang dilakukan dalam masa percobaan Francois
itu berupa perbuatan dan ucapan tidak pantas kepada staf SIS lainnya. Atas perbuatannya itu,
Francois juga sempat diperingati secara lisan. 
Lewat kantor hukum Adams & Co, Francois menggugat SIS. Dalam surat gugatan ke
Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Francois menjelaskan ia dipekerjakan oleh
SIS sejak 1 Juli 2006 hingga 31 Mei 2008, alias 23 bulan. Pada 30 Nopember 2006 Francois
di PHK karena gagal dalam masa percobaan. Merasa dirugikan, Francois meminta ganti rugi
sebesar Rp. 394 juta. Rinciannya, ialah sisa gaji Rp. 20 juta per bulan dan tunjangan transpor
dan akomodasi sebesar Rp. 2 juta per bulan yang belum dibayar SIS sejak PHK hingga akhir
masa kontraknya. 
Pada 22 Februari lalu mediator Sudinakertrans telah mengeluarkan anjuran yang
menyarankan SIS untuk membayar sisa upah Francois dalam kontrak tersebut. Kepala Bagian
Hukum SIS Haifa Segeira menyatakan Francois telah melanggar suatu pasal dari perjanjian
kerja. Ada beberapa hal yang jelas-jelas sudah disetujui di kontrak, dan dasar kita PHK sudah
tercantum dalam kontrak itu ujarnya. Jadi, menurutnya, selama para pihak sudah sepakat hal-
hal yang tercantum dalam kontrak, perjanjian tersebut dapat dieksekusi. 
Iapun mengaku bingung mengapa Sudinakertrans kurang memperhatikan alasan dan bukti-
bukti yang diajukan SIS. Yang jelas, dalam surat anjuran Sudinakertrans, SIS tercatat
mengakui perjanjian kerja mencantumkan masa orientasi dan SIS menyatakan Francois tak
lulus masa orientasi itu. Dan dinyatakan itu pula alasan Francois di-PHK. Dalam dokumen itu
tidak dicantumkan adanya pemberian surat peringatan dari SIS pada Francois.
Yang dilakukan SIS, Haifa menambahkan, tidak bertentangan dengan norma yang ada. Ia
juga mengaku tak dapat memberi kejelasan apa tepatnya perbuatan Francois yang
menyebabkan guru tersebut di PHK. 
( Analisis kasus )
Pada dasarnya sebelum terjadi kasus PHK terhadap Francois , permasalahan sudah muncul
terlebih dahulu pada masa pembuatan perjanjian kontrak kerja. Perjanjian kontrak kerja
dibuat dalam bentuk PKWT dimana jenis dan sifat pekerjaan yang ditentukan dalam kontrak
kerja tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu
tertentu. Menurut pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 angka 1 dan Kepmenakertrans No. 100
tahun 2004 PKWT haya dapat dibuat untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara
sifatnya, yang bersifat musiman, dan berhubungan dengan produk baru. Sementara pekerjaan
yang dilakoni oleh Francois bersifat tetap dan tidak identik dengan pekerjaan yang dapat
dibuat dengan PKWT. Menurut pasal 59 angka 7 yang tidak memenuhi ketentuan tersebut,
demi hukum menjadi PKWTT.

Kontrak kerja tersebut juga mencantumkan masa percobaan kerja (masa orientasi). SIS
menyatakan Francois tak lulus masa orientasi itu. Padahal jelas tercantum di pasal 58 angka 1
UU No.13 Tahun 2003 PWKT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja. Di
angka 2 tegas dijelaskan apabila diisyaratkan masa percobaan kerja dalam PKWT maka masa
percobaan kerja yang diisyaratkan batal demi hukum.

PHK dilakukan secara sepihak tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu. Padahal
menurut pasal 161 angka 1 pengusaha dapat melakukan PHK setelah pekerja yang
bersangkutan diberikan surat pemanggilan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
Dalam hal ini Francois sama sekali tidak diberi surat peringatan dan langsung di PHK.

Dalam melaksanakan PHk ini Pihak SIS tidak melakukan segala upaya yang harus
dilaksanakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja, selain itu maksud pemutusan
hubungan kerja tersebut tidak dirundingkan terlebih dulu oleh pihak SIS dan Francois, dan
pengusaha (SIS) hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industria. Kalaupun
ingin melakukan PHK seharusnya pihak SIS harus melalui proses PHK yang diatur oleh
undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003.

Selain itu kesalahan Francois bukanlah termasuk kedalam kesalahan berat yang menyebabkan
pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh, sebagaimana diatur
dalam Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003.

Pembuatan kontrak kerja yang dibuat secara PKWT terhadap tenaga pendidk tidak sinkron
pula terhadap hak para pendidik untuk mendapat jaminan kesejahteraan social yang memadai
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 40 UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dengan
pembuatan kontrak kerja secara PKWT terhadap pendidik seperti tidak menghargai peran-
peran tenaga pendidik dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan bagi peserta didik.
Kemudian hal-hal yang diatur dalam kontrak kerja apabila ada ketidaksesuaian dengan
peraturan lebih atas yang berlaku sebaiknya dibatalkan karena akan menimbulkan banyak
problema seperti yang terjadi pada kasus ini.
( Kritik )
Pihak francois harus lebih berani menggugat sis karena francois bukanlah termasuk kedalam
kesalahan berat yang menyebabkan pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh
( Saran )
Sebaiknya pihak francois dan sis melakukan mediasi terlebih dahulu, lalu apabila saat
mediasi tidak ada titik temu lebih baik maka pihak francois langsung saja melanjutkan
gugatan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta dengan berpegang teguh pada Pasal
158 UU No. 13 Tahun 2003.

Anda mungkin juga menyukai