Anda di halaman 1dari 11

Lembar Pertanyaan wajib dikumpulkan

kembali bersama Lembar Jawaban.

UJIAN TENGAH SEMESTER

Semester : Genap TA 2020/2021


Modul : Hukum Ketenagakerjaan (19 L1)
Waktu : 29 Maret 2021 (09.00-11.40)

BACA TERLEBIH DAHULU INSTRUKSI DI BAWAH INI:

1. Bacalah petunjuk dan topik makalah secara teliti sebelum mengerjakan.


2. Tulis nama, NIM, Kelas dan mata kuliah pada lembar kerja/lembar jawaban anda.
3. Seluruh jawaban ditulis pada lembar kerja/lembar jawaban menggunakan ketikan
dalam bentuk word. Ketikan harus rapi dan jelas. Ukuran kertas A4 (margin : top and
left = 4 cm, bottom and right = 3 cm, huruf Times New Roman, ukuran font = 12,
jarak 1,5 spasi, justify).
4. Urutan file UTS : Lembar Kerja/Lembar Jawaban dan Lembar Pertanyaan disatukan
ke dalam satu file bentuk pdf. Nama File : Nama_Kelas_NIM_UTS_Hukum
Ketenagakerjaan. Kemudian di-submit ke moodle, sesuai jadwal UTS.
5. Selama ujian berlangsung, tidak dibenarkan bekerja sama atau copy paste dari internet,
hindari plagiarisme. Jika didapati kecurangan, Anda mendapatkan nilai 0.

Pastikan kembali Anda telah menuliskan Student ID, Kelas, dan nama pada lembar
kerja/lembar jawaban Anda. Tidak akan ada toleransi apabila Anda lupa menuliskan hal
tersebut yang mengakibatkan lembar jawaban Anda tidak teridentifikasi.

PIHAK UNIVERSITAS BERHAK MEMBERIKAN SANKSI APABILA


ANDA LALAI MENGIKUTI KETENTUAN YANG TELAH DITETAPKAN.
SOAL :
1. Titik berat upaya penanganan masalah ketenagakerjaan adalah penempatan tenaga kerja. Uraikan
apa yang dimaksud dengan penempatan tenaga kerja? dan uraikan pula apa prinsip serta asas-
asasnya. (Bobot nilai :10
2. Mr. Law adalah seorang pekerja TKA, dipekerjakan oleh Tuan Sutanto (WNI) sebagai HRD di
perusahaan yang dimiliki Tuan Susanto. Perusahaan bergerak di bidang usaha hiburan malam.
Perjanjian antara Tuan Susanto dan Mr. Law adalah PKWT, yakni sejak tanggal 2 Januari 2020
s.d 30 Desember 2020. Mr. Law sering diprotes pekerja WNI yang bekerja di perusahaan
tersebut, karena bertindak arogan dan sering terjadi miskomunikasi karena Mr. Law tidak dapat
berbahasa Indonesia. Akibatnya suasana kerja menjadi tidak kondusif. Akhirnya Mr. Law
diberhentikan oleh Tuan Sutanto sejak tanggal 05 September 2020.
Pertanyaan : (Bobot nilai :20)
a. Apakah syarat penggunaan TKA Mr. Law oleh Sutanto telah dipenuhi sesuai perundang-
undangan Ketenagakerjaan Indonesia? dan apa konsekuensi hukumnya bagi Tuan Susanto
bila syarat tersebut tidak terpenuhi? Jelaskan disertai dasar hukumnya.
b. Apa saja kewajiban Sutanto terhadap Mr. Law yang telah diputus hubungan kerjanya
sebelum jangka waktu PKWT menurut Hukum Ketenagakerjaan Indonesia? Jelaskan disertai
dasar hukumnya.

3. Jelaskan perbedaan pengertian “pemberi kerja” dengan “pengusaha” menurut ketentuan UU


No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Bobot nilai : 10)

4. Jumanto dkk. (26 org) dipekerjakan oleh PT. A (Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja) di
perusahaan PT. SERASI JAYA (Pemberi Pekerjaan) di berbagai tugas, yakni sebagai operator
mesin, pengepak produk, supir forklip dan stockies barang. PT. SERASI JAYA bergerak di
bidang usaha produksi minyak makan. Perjanjian kerja antara Jumanto dkk. dengan PT. A adalah
PKWT selama 1 (satu) tahun, sejak tanggal 1 April 2018 s.d 31 Maret 2019, kemudian
diperpanjang selama 2 tahun lagi mulai 1 April 2019 s. 31 Maret 2021.
Setelah PKWT dengan PT. A berakhir, Jumanto dkk. dipanggil oleh personalia PT. SERASI
JAYA dan ditanya apakah masih mau bekerja? kemudian disuruh menandatangani PKWT baru.
Bagi yang tidak mau menandatangani dianggap tidak mau bekerja lagi. Ternyata Jumanto dkk.
dialihkan menjadi pekerja PT. B (Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja) yang baru, tetapi jenis
pekerjaannya sama dan tetap bekerja di PT. SERASI JAYA. Masa kerja 2 tahun, yakni mulai
tanggal 1 April 2021 s.d 31 Maret 2023. Karena butuh pekerjaan Jumanto dkk.
menandatanganinya.
Pertanyaan : (Bobot nilai : 30)
a. Apakah Jumanto dkk. dapat dinyatakan sebagai pekerja tetap di PT. SERASI JAYA menurut
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (yang berlaku saat itu) ? Jelaskan jawaban
saudara disertai dasar hukumnya.
b. Uraikan syarat-syarat PKWT antara Jumanto dkk. dengan PT. B berdasarkan UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasca UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
c. Setelah PKWT Jumanto dkk dengan PT. B berakhir, hak apa yang diperoleh Jumanto dkk
menurut PP No. 35 Tahun 2021? dan siapa yang bertanggung jawab atas pembayarannya?

5. Perjanjian Kerja Bersama merupakan salah satu Sarana Hubungan Industrial.


Pertanyaan : (Bobot nilai : 20)
a. Uraikan apa perbedaan Perjanjian Kerja bersama dengan Peraturan Perusahaan?
b. Apakah maksudnya Perjanjian Kerja Bersama tidak boleh “bertentangan” dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku? apa konsekuensi hukumnya bila bertentangan?

6. Jelaskan mengapa pemerintah harus memberikan pelindungan yang seimbang kepada pekerja
dan kepada pemberi kerja?. (Bobot nilai : 10)

Selamat Ujian. “Kejujuran adalah awal segala kebaikan”.

Nama : Kevin raymond nainggolan


19L1
Hukum ketenagakerjaan
03051190060
Jawaban

1.penempatan tenaga kerja adalah mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja
><Kemudian pemberi kerja memperoleh tenaga kerja sesuai kebutuhan >< tenaga kerja
memperoleh pekerjaan sesuai bakat, minat & kemampuan nya

Asas asas
1.terbuka : pemberi informasi kepada pencari kerja secara jelas.
A,L : jenis pekerjaan, besarnya upah, dan jam kerja. Hindari perselisian setelah tk di
tempatkan.
2.bebas: pencari bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tk shg.
Tidak ada paksaan satu sama lain
3.objektif: pemberi kerja menawarkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan
persyaratan jabatan yang di butuhkan
4.adil dan setara tanpa diskriminatif : penempatan TK dilakukan berdasarkan kemampuan TK
dan tdk berdasarkan dgn ras , jnis kelamin , warna kulit, agama dan aliran politik.

Prinsip : setiap tk mempunyai hak dan kesempatan yang sama memilih,mendapatkan , atau
pidanh pekerjaan dan mempeoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri
(Ps.31UUK).
-Tidak bleh ada perlakuan diskrimanatif dalam bentuk apapun

2. A. pasal 161 ayat (1) undang undang 13 tahun 2003 tenaga ketenagakerjaa (UU)
ketenagakerjaan .syarat untuk melakukan phk yaitu.
dalam hal pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang di atur dalam perjanjian kerja ,
pertaruran perusahaan atau perjanjian kerja bersama , pengusaha dapat melakukan
pemutusan hub kerja setelah kepada pekerja dan buruh di berikan surat peringatan pertama,
kedua , dan ketiga secara berturut turut.
Sedang kan di dalam kasus tersebut MR. Law sama sekali belum mendapatkan surat teguran
dari HRD(tuan susanto).sehingga Tuan susanto telah melaggar uu ketenaga kerjaan tersebut.
Pasal 151 ayat 1 uu ketenagakerjaan ialah disebut kan bahwa pengusaha , pekerja/buruh dan
pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakn agar jangan terjadi PHK.
B Di Pasal 155 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PHK tanpa adanya penetapan
dari lembaga penyelesaian hubungan industrial akan menjadi batal demi hukum. Artinya,
PHK sepihak tersebut dianggap tidak pernah terjadi dan selama putusan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun
pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya
Jika melihat kasus mr law tidak memutusakan sepihak oleh hrd tersebut berarti demi hukum
tertulis mr law masih menjadi pegawai tuan susanto dan harus bekerja dan perusahan harus
tetap membayar upah mr law selama belum ada keputusan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.

Sebagai ketentuan pasal 61 ayat 1 ketenagakerjaan, pihak yang mengakhiri hubungan kerja
diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/ buruh sampai
batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

Menurut Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan perjanjian kerja berakhir apabila:


a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja (untuk PKWT);
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.

tidak ada d sebutkan lantaran adanya beda bahasa didalam pasal tersebut

3. -Pemberi Kerja merupakan orang, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

-Pengusaha merupakan orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan


suatu perusahaan (termasuk perusahaan asing yang berusaha di Indonesia) milik
sendiri ataupun secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan milik orang lain.

pengertian “pemberi kerja” lebih luas dari pengertian “pengusaha”. Untuk itu,
pemberi kerja yang dimaksud UU 13/2003 dapat dikelompokan kedalam dua
klasifikasi, yaitu: (1) “Non-Pengusaha sebagai Pemberi Kerja” dan (2) “Pengusaha
sebagai Pemberi Kerja”.

Pemberi kerja}Non pengusaha >1.orang. 2.badan hukum. 3 badan lainnya

Pemberi kerja }Pengushaa >1.orang. 2.persekutuan. 3.badan hukum


1.orang>U.D P.D., P.O P.B
2.Persekutuan >1.persekutuan perdata 2.persekutuan firma. 3.persekutuan
comanditer(CV)
3.badan hukum>1.perusahan terbatas(PT) 2.perusahaan umum (perum).
3.koperasi.4 yayasan .perkumpulan.
Non-Pengusaha sebagai Pemberi Kerja
Mengingat pemberi kerja bukan pengusaha, maka hubungan hukum yang terbentuk tidak
disebut sebagai hubungan kerja. Sehingga hak dan kewajiban dalam hubungan hukum yang
terbentuk tidak tunduk pada pengaturan dalam UU 13/2013.
Adapun bentuk-bentuk Non-Pengusaha sebagai Pemberi Kerja adalah sebagai berikut:

Orang
Orang (persoon) sebagai subjek hukum adalah setiap manusia yang mempunyai hak.
Berlakunya orang sebagai pembawa hak adalah sejak ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia
meninggal.[1] Orang yang diklasifikasikan kedalam “Non-Pengusaha sebagai Pemberi
Kerja”, cukup banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang majikan
yang mempekerjakan satu atau lebih Asisten Rumah Tangga (“ART”), tukang kebun, tukang
bangunan, ataupun sopir (driver).

Badan Hukum
Sebagai subjek hukum, badan hukum (legal entity) merupakan “orang” yang diciptakan oleh
hukum dalam bentuk badan ataupun perkumpulan.[2] Sebagaimana halnya manusia sebagai
subjek hukum, badan hukum juga dapat membuat perjanjian, menjual asset, menggugat,
digugat, membayar pajak, dijatuhi hukuman administrasi, bahkan dituntut secara pidana dan
dijatuhi hukuman “denda”.
Badan hukum yang diklasifikasikan kedalam “Non-Pengusaha sebagai Pemberi Kerja”
merupakan badan hukum yang pendiriannya sama sekali tidak ditujukan untuk memperoleh
keuntungan atau menjalankan perusahaan. Misalnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(“BPJS”) atau Lembaga Penjamin Simpanan (“LPS”).

Badan-Badan Lainnya
Walaupun frasa “badan-badan lainnya” di dalam Pasal 1 angka 4 UU 13/2003 tidak
diuraikan lebih lanjut, akan tetapi, dapat dipastikan bahwa badan tersebut bukanlah
institusi/instansi pemerintah yang memperkerjakan Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) atau
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (“PPPK”). Sebagaimana diketahui, PNS
maupun PPPK secara yuridis tunduk dan dilindungi oleh UU 5/2014.[3]
Untuk itu, badan-badan lain yang dimaksud oleh Pasal 1 angka 4 UU 13/2003 merupakan
badan-badan yang didirikan bukan dalam rangka menjalankan perusahaan atau mencari
keuntungan. Seperti Badan Layanan Umum (BLU), komisi-komisi, biro-biro, dan banyak
lainnya.
Pengusaha Sebagai Pemberi Kerja
Mengingat pemberi kerja merupakan pengusaha, maka hubungan hukum yang
terbentuk disebut sebagai hubungan kerja. Oleh karena itu, hak dan kewajiban para
pihak tunduk pada pengaturan dalam UU 13/2013. Berikut ini dijelaskan bentuk-
bentuk subjek hukum yang diklasifikasikan kedalam “Pengusaha sebagai Pemberi
Kerja”:
Orang
Pada praktiknya, “orang” yang menjalankan suatu perusahaan dikenal dengan
bentuk Perusahaan Dagang (P.D.), Perusahaan Bangunan (P.B.), Perusahaan
Otobis (P.O.), atau Usaha Dagang (U.D.). Perusahaan dengan bentuk ini, hanya
dijalankan oleh satu orang (dhi. seorang pengusaha). Jikapun ditemukan banyak
orang yang bekerja dengannya, orang-orang tersebut tidak lain hanyalah para
pembantu pengusaha, yang hubungan hukumnya bersifat perburuhan atau
pemberian kuasa.[1]
Bentuk usaha belakangan ini yang marak dilakukan oleh hanya seorang pengusaha
adalah kegiatan waralaba (franchise). Seperti kegiatan usaha dengan merek dagang
KFC, Pizza Hut, Alfa-mart, KUMON, atau English First (EF). Sepintas, usaha
waralaba tidak mungkin dijalankan oleh satu “orang” karena mempunyai nama
besar dan sistem yang sudah matang. Namun demikian, usaha jenis ini pada
praktiknya kebanyakan dijalankan oleh seorang pengusaha yang berdasar
perjanjian waralaba mempunyai hak untuk memasarkan barang atau jasa
tertentu.[2]
Dengan tidak berbadan hukum, maka orang sebagai pengusaha bertanggung jawab
secara pribadi (personal liability) terhadap para pekerja-nya. Menjadikan seluruh
harta/kekayaan pengusaha, sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari harta
perusahaan. Apabila kekayaan perusahaan tidak cukup untuk membayar atau
melaksanakan kewajibannya kepada pekerja, maka kekayaan pribadi si-
pengusahalah yang digunakan untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Persekutuan
Persekutuan merupakan bentuk kerjasama usaha antara dua orang atau lebih (biasanya
disebut sebagai “sekutu”) yang saling mengikatkan diri untuk menjalankan suatu perusahaan.
Untuk itu, setiap sekutu dalam persekutuan dapat disebut sebagai pengusaha. Secara
umum bentuk dari persekutuan dikelompokkan menjadi (1) Persekutuan Perdata
(maatschap); (2) Persekutuan Firma; dan (3) Persekutuan Komanditer (commanditair
vennootschap). Untuk lebih jelasnya sebagaimana dijelaskan berikut:

Persekutuan Perdata (maatschap)


Persekutuan perdata merupakan bentuk kerjasama antara dua sekutu atau lebih yang saling
mengikatkan diri untuk memberikan suatu pemasukan (inbreng) berupa uang, barang atau
tenaga kedalaman perusahaan. Kerjasama ini diadakan dengan tujuan untuk membagi
keuntungan hasil usaha secara pro-rata sesuai dengan porsi atau besarnya pemasukan
(inbreng) yang dimasukkan kedalam persekutuan.[3]
Pada mulanya, bentuk-bentuk persekutuan perdata didominasi oleh bentuk kerjasama dua
orang atau untuk memasarkan jasa/keahlian tertentu. Seperti: Persek. Advokat; Persek.
Dokter (Klinik); atau Persek. Akuntan (AKP). Pada perkembangannya, juga dikenal
kerjasama dua atau lebih sekutu berbadan hukum untuk membentuk Kerja Sama Operasi
(KSO), Konsorsium, Club Deal, Joint Operation atau Sindikasi. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa subjek hukum yang menjalin kerjasama berbentuk persekutuan perdata
tidak terbatas pada “orang” tetapi juga dapat diadakan oleh “badan hukum”.
Pada prinsipnya, perbuatan atau tindakan hukum seorang sekutu adalah tindakan pribadi si
sekutu. Oleh karena itu, sekutu yang bertanggung jawab memenuhi kewajiban perusahaan
kepada pekerja, hanyalah sekutu yang melakukan perjanjian/perikatan dengan pekerja
tersebut. Namun demikian, dalam hal seorang sekutu telah memperoleh “kuasa” atau
“persetujuan” dari seluruh sekutu persekutuan untuk mengadakan hubungan hukum dengan
pekerja, maka seluruh anggota persekutuan bertanggung jawab secara pribadi terhadap
pemenuhan kewajiban persekutuan kepada pekerja.
Dengan kata lain, apabila kekayaan persekutuan perdata tidak cukup membayar atau
melaksanakan kewajibannya kepada pekerja, maka pekerja dapat menuntut pemenuhan
haknya kepada masing-masing anggota persekutuan, untuk jumlah dan bagian yang sama.
Meskipun, pemasukan (inbreng) sekutu yang satu, lebih kecil dari pemasukan (inbreng)
anggota sekutu yang lain.

Firma (vennootshap onder firma)


Firma adalah persekutuan perdata (maatschap) yang didirikan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama. Faktor individu sekutu sangat memegang peranan
penting. Namun, yang menonjol dan diperlihatkan keluar adalah bentuk “kerja sama” para
sekutu yang bertindak sebagai satu perusahaan bernaung dibawah satu nama.[4]
Pada prinsipnya, sesuai dengan akta pendirian firma, setiap pengusaha sebagai sekutu di
dalam firma berwenang untuk berbuat dan bertindak keluar untuk dan atas nama (on and
behalf) firma, tanpa memerlukan “kuasa” ataupun “persetujuan”. Sepanjang tidak melampaui
batas kewenangan yang telah digariskan dalam akta pendirian firma, setiap tindakan
pengusaha sebagai sekutu firma akan mengikat seluruh anggota sekutu firma terhadap
kewajiban yang timbul.[5]
Dalam hal harta/kekayaan firma tidak cukup memenuhi kewajiban firma kepada pekerjanya,
maka pemenuhan kewajiban tersebut dipikulkan terhadap kekayaan pribadi seluruh
pengusaha sebagai sekutu firma secara “tanggung renteng”.

Persekutuan Komanditer (Commanditair Vennootschap)


Persekutuan komanditer atau Commanditair Vennootschap (“CV”) adalah persekutuan firma
yang mempunyai satu orang atau lebih sekutu pasif (biasanya disebut “sekutu komanditer”)
dan sekutu aktif yang melakukan pengurusan perusahaan (biasanya disebut “sekutu
komplementer”).
Pihak disebut sebagai pengusaha pada CV hanyalah sekutu komplementer sedangkan sekutu
komanditer lebih tepat disebut sebagai investor/pemodal. Sepanjang sekutu komanditer tidak
turut campur tangan dalam pengurusan dan penguasaan CV, maka ia sama sekali tidak
bertanggungjawab secara pribadi terhadap kewajiban persekutuan.[6]
Sedangkan sekutu komplementer selaku “pengusaha” mempunyai tanggung jawab yang tidak
terbatas dalam pemenuhan kewajiban CV terhadap pekerjanya. Apabila kekayaan CV tidak
cukup untuk melaksanakan kewajibannya kepada para pekerjanya, maka pemenuhan
kewajiban tersebut dipikulkan kepada para pengusaha sebagai sekutu komplementer yang
meliputi harta pribadinya.
Badan Hukum
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, badan hukum merupakan subjek hukum yang
terpisah (separate entity) dan bebas (independent) dari pemilik/pemegang saham maupun dari
pengurusnya “organ badan hukum”. Oleh karena itu, apabila badan hukum menjalankan
suatu perusahaan, maka yang disebut sebagai “pengusaha” adalah badan hukum itu sendiri,
bukan organ-organnya. Adapun bentuk-bentuk dari badan hukum yang merupakan
“Pengusaha sebagai Pemberi Kerja”, terdiri atas:

Perseroan Terbatas (“PT”)


PT merupakan persekutuan modal yang terdiri atas saham, didirikan berdasarkan perjanjian
untuk melakukan kegiatan usaha, dan dilahirkan melalui proses hukum dalam bentuk
pengesahan pemerintah.[7] Dikarenakan PT merupakan badan hukum, maka kegiatan sehari
harinya dilakukan oleh organ-organ PT yang terdiri dari Direksi, Dewan Komisaris dan Rapat
Umum Pemegang Saham (“RUPS”).
Direksi merupakan organ yang bertindak mewakili PT baik di dalam maupun di luar
pengadilan. Dewan Komisaris merupakan organ yang secara bersama-sama mengawasi
jalannya kegiatan usaha PT. Sedangkan RUPS merupakan organ tertinggi dalam perusahaan
yang mempunyai kewenagan diluar kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris.
Meskipun Direksi merupakan organ yang mempunyai wewenang mewakili PT dalam
mengadakan perjanjian kerja, bukan berarti anggota Direksi “selaku pribadi” ikut memikul
tanggung jawab pelaksanaan kewajiban PT terhadap pekerja. Pihak yang bertanggung jawab
dalam pemenuhan hak pekerja adalah PT itu sendiri, bukan anggota Direksi, bukan anggota
Dewan Komisaris dan bukan pula pemegang saham. Hal ini sesuai dengan prinsip
pertanggungjawaban terbatas (limited liability) dan subjek hukum terpisah (separate entity)
yang digariskan Pasal 3 ayat (1) UU 40/2007.[8]
Pada umumnya, betuk-bentuk PT dikenal dan diklasifikasikan sebagaimana berikut:

1. PT (Tertutup),merupakan PT yang biasanya dikendalikan, diurus dan dioperasikan sendiri


oleh pemilik (pemegang saham);
2. PT Publik, merupakan PT yang telah memiliki lebih dari 300 (tiga ratus) orang pemegang
saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar
rupiah);[9]
3. PT Terbuka (Tbk.), merupakan PT Publik atau PT yang telah melakukan penawaran
umum terhadap sahamnnya di lantai bursa (public offering);[10]
4. PT Persero, merupakan PT yang seluruh atau minimal 51% sahamnya dimiliki oleh
Negara (BUMN);[11]
5. PT Milik Daerah, merupakan perseroan yang sahamnya dimiliki oleh Daerah, yang
bertujuan untuk menambah penghasilan daerah (BUMD);
6. PT Penanaman Modal Asing (PT. PMA), merupakan PT yang pemegang sahamnya
adalah warga negara asing, badan usaha asing dan/atau pemerintah asing, baik yang
dimiliki 100% pihak-pihak asing atau secara patungan; [12]
7. PT Penanaman Modal Dalam Negeri (PT. PMDN), merupakan PT yang pemegang
sahamnya 100% pihak-pihak Indonesia yang dalam pengoperasiannya diberikan fasilitas-
fasilitas ataupun keringanan tertentu oleh Pemerintah.
Kantor Cabang atau Perwakilan
Pada praktiknya, pendirian cabang perusahan diawali dengan pembuatan akta pendirian
cabang, kadang juga disertai pemberian kuasa kepada pemimpin cabang.[13] Kantor cabang
merupakan unit atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat berkedudukan di tempat
yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian
tugas dari perusahaan induknya.[14]
Antara perusahaan induk dan cabangnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Posisi hukum (legal standing) kepala cabang akan selalu bertindak untuk dan atas nama (on
and behalf) perusahaan pusatnya. Oleh karena itu, kantor cabang tidak dapat digolongkan
sebagai badan hukum yang berdiri sendiri atau terpisah dari kantor pusatnya.
Di samping kantor cabang perusahaan nasional yang cukup banyak dikenal umum, terdapat
bentuk kantor cabang perusahaan asing yang juga dikenal di Indonesia, seperti: Kantor
Perwakilan Perusahaan Asing (KPPA); Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing
(KP3A); dan Perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA).[15] Di dalam dunia
perbankan, terdapat juga bank yang merupakan cabang dari bank berbadan hukum asing,
seperti Citibank sebagai cabang Citibank, N.A yang berkantor pusat di New York. U.S.A
Citigroup Inc.[16]
Berdasarkan praktek peradilan Indonesia, setiap representative office perusahaan asing yang
ada di Indonesia dianggap sebagai mewakili pusat perusahaan (the full authorized) yang ada
di luar negeri. Baik cabang ataupun perwakilan perusahaan asing dapat menjadi pihak dalam
pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari perusahaan induk (corporate
body)yang ada di luar negeri.[17]
Oleh karena itu, apabila kantor cabang atau kantor perwakilan tidak melaksanakan
kewajibannya kepada para pekerja, maka pekerja dapat menuntut pemenuhan haknya secara
langsung kepada kantor cabang atau kantor perwakilan. Tentunya, tanpa membebaskan
kewajiban kantor pusat perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kantor cabang.

Perusahaan Umum (“Perum”)


Perum merupakan BUMN yang seluruh modalnya dimiliki Negara. Seperti: Perum Peruri;
Perum Perumnas; Perum Perhutani; dan Perum Damri. Disamping mengejar keuntungan,
tujuan didirikannya Perum adalah untuk memberikan kemanfaatan umum berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang bermutu/berkualitas tinggi dan tentunya dengan harga yang
terjangkau.[18]
Berbeda dengan modal dalam PT yang terbagi atas saham, modal Perum tidak terbagi atas
saham. Sebagai badan hukum, Organ Perum terdiri dari Menteri, Dewan Pengawas dan
Direksi. Walaupun berbeda dari segi Organ, akan tetapi prinsip pertanggungjawaban Perum
terhadap pekerjanya adalah sama dengan prinsip pertanggungjawaban PT terhadap
pekerjanya.

Koperasi
Koperasi merupakan badan usaha berbadan hukum yang beranggotakan orang perseorangan
atau badan hukum, yang kegiatannya dilakukan berdasarkan prinsip Koperasi, dan sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.[19]
Dengan demikian, kegiatan usaha Koperasi lebih berkaitan langsung dengan kepentingan
anggota Koperasi, yaitu meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota. Sebagai badan
hukum, organ Koperasi terdiri atas Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Prinsip
pertanggungjawaban Koperasi terhadap pekerja-nya adalah sama dengan prinsip
pertanggungjawaban PT terhadap pekerja-nya.

Yayasan
Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.[20] Sebagai badan hukum, dalam menjalankan
kegiatannya, Yayasan diwakili oleh organ Yayasan yaitu: Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Berbeda dengan badan hukum yang dijelaskan sebelumnya, Yayasan sebagai badan hukum
hanya diperkenankan menjalankan kegiatan “usaha” atau kegiatan-kegiatan tidak mempunyai
tujuan memperoleh keuntungan.
Pendiriaan Yayasan haruslah dengan tujuan sosial, keagamaan, maupun kemanusiaan (nir-
laba). Namun demikian, disebabkan Pasal 1 angka 6 UU 13/2003 secara jelas
menggolongkan “bentuk usaha-usaha sosial” sebagai bentuk “perusahaan”, maka Yayasan
juga diklasifikasikan dalam “Pengusaha sebagai Pemberi Kerja”. Terkait prinsip
pertanggungjawaban Yayasan sebagai badan hukum terhadap pekerjanya, adalah sama
dengan prinsip pertanggungjawaban PT terhadap pekerjanya.

Perkumpulan
Menurut Wirjono Prodjodikoro, dalam arti luas Perkumpulan merupakan berkumpulnya dan
bekerjasamanya orang-orang yang sama-sama mempunyai kepentingan baik materil maupun
moral spiritual.[21] Oleh karena itu, baik persekutuan maupun badan hukum yang telah
dijelaskan sebelumnya juga merupakan merupakan bentuk-bentuk dari Perkumpulan dalam
arti luas.
Sedangkan dalam arti sempit, Perkumpulan atau disebut dalam bahasa Belanda
disebut Vereeniging. Merupakan badan berkumpulnya orang-orang, bukan persekutuan,
bukan PT, bukan Yayasan dan bukan Koperasi. Dalam hal ini, sifatnya bukan untuk mencari
keuntungan tetapi bertujuan dibidang kerohanian, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
pendidikan, keolahragaan, musik, tarian, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
berlaku.[22] Seperti: Ormas Muhammadiyah; PSSI; LSM; PAHAM. Terkait dengan
tanggung jawab Perkumpulan sebagai badan hukum terhadap pekerjanya, adalah sama
dengan prinsip pertanggungjawaban PT terhadap pekerjannya.

4. A. Jadi, demi hukum, terhitung setelah April 2019 status Anda seharusnya sudah menjadi
karyawan dengan PKWTT atau menjadi karyawan tetap berdasarkan Pasalayat (7) UU
Ketenagakerjaan . Oleh karena itu Anda dapat menuntut perusahaan untuk menetapkan Anda
menjadi karyawan tetap.

B. PKWT antara PT SERASI JAYA sudah memenuhi syarat yang berlaku menurut Pasal 66
ayat 4 yang berbunyi sesuai dengan peraturan undang – undang karena telah berbadan
hukum.

C. Yang bertanggung jawab untuk membayarnya adalah PT B


Hak – hak apa saja yang di peroleh yaitu:
• Uang pengganti hak cuti yang belum diambil dan belum gugur masa berlakunya. Cuti yang
belum gugur adalah cuti yang tidak diambil selama cuti tersebut belum hangus. Cuti yang
hangus adalah cuti yang tidak diambil selama 1 tahun sejak cuti tersebut diberikan atau hari
jatuhnya cuti. Beberapa perusahaan bahkan memiliki kebijakan kurang dari 1 tahun.

• • Hak uang pisah adalah imbalan yang diberikan kepada karyawan kontrak atas
pekerjaannya selama ini. Besarannya sangat bergantung pada kebijakan perusahaan yang
tertuang dalam perjanjian kerja bersama dengan karyawan yang bersangkutan.

5.perarutaran perusahaan hanya di buat sepihak oleh pengusaha , sedangkan


Perjanjian kerja bersama dibuat oleh pengusaha bersama pekerja /serikat buru , yang
notabenenya sebagai resprensentasi pekerja/buruh dalam perusahann.

Jika peraturan perusahan seperti jam masuk kerja , gaji , cuti,dilarang membocorkan rahasia
perusanaa dll, sudah ada ketentuan di dalam perarutaran perusahaan tersebut , sehingga
pekerja harus turut taati perarutaran perusahaan tersebut
Perjanjian kerja bersama , menyepakati 2 bela pihak, yang menguntungkan 2bela pihak agar
terjalin nya kerja sama yang baik.

B. b jika bertentangan akan batal demi hukum dan pk dianggap tidak pernah ada

6. karena jika lebih mementingkan salah satu pohak maka pihak yg lain akan dirugikan
Sebagai contoh, jika pemerintah mementingkan gaji pegawai dibanding pendapatan
pengusaha maka perushaan akan rugi. Sebaliknya jika gaji pegawai dikurangi maka pegawai
tidak sejahtera dan tidak seimbang antar pihak

Anda mungkin juga menyukai