Anda di halaman 1dari 3

Iman, Pengharapan dan Kasih

Hampir semua agama mengajarkan dan melandasi diri dengan


ajaran dan penghayatan akan iman, harapan, dan kasih, Ketiganya
merupakan kebajikan utama banyak agama. Demikian pula dengan
agama atau Gereja Katolik.
Gereja menyebut diri “persekutuan iman, harapan dan cinta kasih”
(LG 8 dan 65), “yang oleh Roh Kudus dicurahkan dalam hati semua
anggota Gereja” (AA 3 dan 4). Ketiga keutamaan ini, yang pada
dasarnya satu, merupakan sikap dasar orang beriman. Iman yang
menggerakkan hidup, memberi dasar kepada harapan dan
dinyatakan dalam kasih. Ketiganya bersatu, tetapi tidak seluruhnya
sama. Dalam Kitab Suci dibedakan antara iman yang menyambut
Sabda Allah, pengharapan yang terarah kepada karunia
keselamatan, dan kasih yang menerima sesama manusia (Kol 1:4-5;
1Tes 5:8; Ibr 10:22-24; 1Ptr 1:21). Kesatuan antara iman dan
pengharapan jelas, sebab “Allah adalah Allah yang setia, yang
memegang perjanjian dan kasih-setia-Nya terhadap orang yang
kasih kepada-Nya dan berpegang pada perintah-Nya” (Ul 7:9).
Tuhan tidak mengingkari janji. Percaya kepada Tuhan berarti
“percaya akan kasih-setia-Nya untuk seterusnya dan selamanya”
(Mzm 52:10), sebab terhadap setiap orang Allah itu setia pada janji-
janji-Nya. “Allah yang memanggil kamu adalah setia”, kata St.
Paulus, “dan karena itu Ia tidak membiarkan kamu dicobai
melampaui kekuatanmu” (1Kor 1:9; 10:13). Pengharapan berarti
kepercayaan pada janji-janji Allah. Oleh karena itu harapan adalah
daya-gerak iman. Dengan iman orang menyambut Allah yang
datang kepadanya; dengan harapan orang mau mendatangi Allah
sendiri. Tentu saja, dari kekuatannya sendiri manusia tidak mampu
mendatangi Allah. Akan tetapi, karena ia mengetahui bahwa “Allah
yang memanggil adalah setia”, ia berani mengandalkan panggilan
Allah dan mengarahkan diri kepada-Nya penuh gairah.
Pengharapan adalah iman, yang seolah-olah tidak sabar lagi
mengejar rahmat Allah; kalau-kalau dapat menangkapnya, karena
dia sendiri sudah ditangkap oleh Allah (bdk. Flp 3:12). Iman
disempurnakan dalam pengharapan.
Tanda iman dan harapan adalah kasih. Dalam hal ini paling jelas
ajaran St. Yohanes: “Jikalau seorang berkata, ‘Aku mengasihi Allah,’
dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena
barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak
mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1Yoh 4:20). Titik
pangkal adalah kasih kepada Allah. Kalau manusia telah
menyerahkan diri kepada Allah dalam iman dan pengharapan, itu
merupakan awal kasih kepada Allah. Bagi orang beriman, lebih-
lebih dalam pengharapan, Allah adalah tujuan dan pegangan hidup.
Mudah sekali orang berkata bahwa ia mengasihi Allah, namun toh
ternyata hal itu tidak dapat dikontrol. Maka Yohanes berbicara
mengenai tanda-bukti bahwa kita benar-benar mengasihi Allah,
ialah kasih kepada sesama. Allah jelas mengasihi kita, Seluruh alam
ciptaan dan terutama karya penyelamatan-Nya yang memuncak
dalam pengutusan Anak-Nya, menjadi bukti. Maka, “jikalau Allah
sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling
mengasihi” (1Yoh 4: 11), “bukan dengan perkataan atau dengan
lidah, melainkan dengan perbuatan dan dalam kebenaran” (3: 18).
Kasih yang dinyatakan dalam perbuatan adalah sikap pokok hidup
orang beriman. Oleh karena itu Paulus dapat berkata: “Tinggal tiga
ini, iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di
antaranya ialah kasih” (1Kor 13:13). Kasih adalah “pengikat yang
mempersatukan dan menyempurnakan” (Kol 3:14).

Apa yang begitu penting dari pengharapan Kristen?


Apabila masa depan kita tidak dijamin dan dipuaskan oleh Tuhan, maka kita akan
merasa khawatir secara berlebihan. Hal ini bisa mengakibatkan ketakutan yang
melumpuhkan atau cara mengatur diri, menjadi serakah. Pada akhirnya kita akan
berpikir tentang diri kita sendiri, masa depan kita, masalah – masalah kita dan
potensi kita, dan hal – hal tersebut menghalangi kita untuk melakukan kasih kepada
orang lain.
Dengan kata lain, pengharapan adalah tempat asal kasih orang Kristen yang
melibatkan pengorbanan diri. Hal ini terjadi karena kita membiarkan Tuhan
memikirkan kita sehingga kita tidak sibuk melakukan banyak hal untuk memikirkan
diri sendiri. Kita berkata, “ Tuhan, saya hanya ingin berada di dekat orang – orang
lain besok, karena saya tahu Tuhan akan ada di sana untuk saya.”
Apabila kita tidak memiliki pengharapan bahwa Kristus ada untuk kita, maka kita
akan terikat pada pertahanan diri dan penguatan diri. Tetapi apabila kita
menyerahkan diri kita untuk di rawat dan diperhatikan Tuhan untuk masa depan kita
– baik lima menit ataupun lima abad dari sekarang – maka kita bisa terbebas dari
memikirkan diri sendiri dan kita bisa mengasihi orang lain. Dengan begitu kemuliaan
Tuhan akan terpancar lebih jelas, karena dengan cara itulah Dia akan tampak.
Pada saat Tuhan memuaskan kita dengan mendalam sehingga kita bebas dan
mampu mengasihi orang lain, maka manifestasi Tuhan akan lebih terlihat. Dan itulah
yang kita inginkan lebih dari apapun.
Apakah perbedaan antara definisi Kristen tentang pengharapan dan
bagaimana pengharapan itu digunakan?
Dalam kosa kata Bahasa Inggris biasanya kata ‘pengharapan” dibedakan dari kata
kepastian. Kita akan berkata, “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi saya
harap hal itu terjadi.”
Jika anda membaca kata “pengharapan” dalan Alkitab (seperti yang tertulis pada 1
Petrus 1: 13 –“letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang
dikaruniakan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus”), pengharapan
bukanlah pemikiran yang tidak pasti. Pengharapan bukanlah kalimat seperti ini,
“Saya tidak tahu apakah akan terjadi, tapi saya harap hal itu terjadi.” Hal itu sama
sekali bukan hal yang dimaksud dari pengharapan Kristen.
Pengharapan Kristen adalah pada saat Tuhan sudah berjanji bahwa sesuatu akan
terjadi dan anda meletakkan kepercayaan anda di dalam janji tersebut.
Pengharapan Kristen adalah sebuah kepercayaan bahwa sesuatu akan terjadi
dengan pasti karena Tuhan sudah menjanjikannya dan hal itu pasti terjadi.
Bagaimana kita membangun pengharapan kita di dalam Tuhan?
Pengharapan adalah bagian penting dari iman. Iman dan pengharapan, dalam
pikiran saya, adalah kenyataan yang saling bersentuhan: pengharapan adalah iman
tentang waktu yang akan datang. Jadi sebagian besar bagian dari iman adalah
pengharapan.
Alkitab berkata, “Jadi iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman
Kristus.”(Roma 10:17). Hal ini mengandung pengertian bahwa pengharapan, seperti
iman, juga dikuatkan oleh firman Tuhan. Pengaharapan timbul dari menbaca janji –
janji-Nya yang hebat dan berharga dan melihat kepada Kristus yang telah menebus
mereka.
Saya akan menyimpulkan seperti ini: Ayat Alkitab yang paling penting bagi saya,
mungkin, adalah Roma 8:32:
Ia yang tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita
semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama –
sama dengan Dia?

Sekarang, bagian terakhir dari pengharapan adalah melakukannya. Tetapi hal itu
didasari oleh pernyataan yang kokoh seperti batu karang bahwa “ Tuhan tidak
menyayangkan anak-Nya sendiri.”
Jadi, inti dari apa yang kita lihat dalam alkitab untuk membangun pengharapan kita
adalah, ‘Apa yang sudah dilakukan Kristus kepada saya dalam kondisi keberdosaan
saya, sehingga saya mampu mengetahui bahwa saya tidak akan menghadapi
penghakiman dan penghukuman dan bahwa segala sesuatu bekerja bersama –
sama untuk kebaikan saya? Dan jawabannya adalah bahwa Kristus mati untuk saya,
bangkit lagi untuk saya, dan sehingga segala janji – janji Tuhan berlaku di dalam
Dia.
Sekarang, marilah kita mengalihkan pandangan kita dari situasi – situasi yang
menyerang kita, marilah lihat kepada Kristus, marilah lihat janji – janji-Nya dan
peganglah erat – erat janji tersebut. Pengharapan berasal dari janji – janji Tuhan
yang berakar di dalam hal – hal yang dilakukan Kristus.

Anda mungkin juga menyukai