Anda di halaman 1dari 7

Kebenaran tentang GOSIP

Imamat 19:1-37; Yakobus 3:8

“Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu;
janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah Tuhan” (Imamat 19:16).

Menurut Anda apakah arti gossip? Kamus bahasa Indonesia mendefinisikan dengan “obrolan tentang
orang lain; cerita negatif; pergunjingan.” Dan anehnya orang-orang suka sekali akan gossip.

Dosa yang paling sering dilakukan baik oleh orang Kristen adalah dosa lidah. Ada dua kata menarik
yang disebutkan di Perjanjian Lama mengenai dosa lidah ini:

Pertama, “katalaleo” (bhs Ingg: slander) diterjemahkan dengan “fitnah” (Yak. 4:11; 1 Pet. 2:1; 2:12;
3:16).

Kedua, “psithuristas” (bhs. Ingg: gossip) diterjemahkan dengan “bisik-bisikan” (2 Kor. 12:20).

Keduanya merupakan dosa lidah, tetapi apa yang membedakannya? Pada dasarnya keduanya sama,
hanya saja tingkatannya yang sedikit berbeda. Misalnya Anda bermaksud membunuh seseorang.
Anda mengambil senapan otomatis lalu menghampiri orang itu dan Anda memberondongnya dengan
tembakan. Itu yang disebut dengan “katalaleo”. Tetapi kalau Anda mengambil senapan laras panjang
dengan teleskop, lalu memasang peredam dan menembakkan mereka dari jarak jauh tanpa Anda
tahu peluru Anda mengenai siapa. Itu adalah “psithuristas”.

Lidah adalah pembunuh manusia yang paling kejam. Kalau Anda memukul seseorang, dalam
beberapa hari lebamnya akan hilang. Tetapi pukulan yang mengenai hati, maka luka itu akan
meradang bahkan sampai bertahan-tahun. Anda tidak dapat menarik lagi ucapan yang terlanjur
terlontar. Apakah kata “maaf” cukup untuk mengobati hati seseorang terlanjur terluka dengan kata-
kata Anda? Tidak! Butuh waktu yang panjang untuk pemulihan itu.

Yakobus berkata, “tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang
buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan” (Yakobus 3:8). Yakobus berbicara
mengenai fakta. Tak seorang pun berkuasa menjinakkan lidah! Ya , saya yakin ini berlaku untuk
mereka yang belum menyerahkan lidahnya kepada Allah untuk dikuduskan. Jadi sebagai orang
percaya kalau Anda kesulitan menjinakkan lidah Anda, maka segeralah minta Allah menguduskan
lidah Anda, dan supaya Ia memakainya untuk kemuliaan-Nya.

Lidah Anda bukanlah alat iblis untuk menyebarkan fitnah atau gossip. Lidah Anda untuk menjadi
berkat bagi orang lain. Lidah Anda juga untuk alat bagi Kerajaan Allah. Kalau lidah Anda mulai liar
dan sering mengeluarkan “sampah” mintalah Allah menguduskan lidah Anda.
Tema Bulanan:   Kesetaraan dan penghargaan atas perbedaan

Tema Mingguan:  Hidup yang memperhatikan sesama

Bahan Alkitab:

 Imamat 19:9-16
 Lukas 1-:25-37

ALASAN PEMILIHAN TEMA


Kedamaian atau keadaan yang aman, tentram, tenang rukun adalah kebutuhan universal
manusia yang bersifat mutlak. Artinya tanpa kedamaian manusia akan mengalami kesulitan
dalam menjalani dan membangun hidup. Karena itu bagi manusia faktor kedamaian sangat
penting, strategis dan menentukan untuk kelangsungan hidup. Namun bila mencermati
fenomena keberadaan interaksi antara sesama tak jarang ditemukan adanya hal-hal yang
mengganggu bahkan mengancam status kedamaian itu.

Indikator ini dapat saja dibuktikan dengan semakin merebak sikap hidup manusia yang
cenderung terjerat, menjeratkan dan dijeratkan diri sendiri (individu/kelompok), materi,
kebebasan dan kenikmatan. Kecenderungan ini disinyalir melahirkan pandangan bahwa,
“aturan/hukum/norma yang terutama berasal dari nilai-nilai religius untuk menata dianggap
membatasi ruang gerak. Akibatnya seakan me-matisuri-kan nilai yang paling mulia ini “KASIH”
kepada sesama. Implikasi kecenderungan di atas adalah tren kekerasan fisik dan kata-kata
antar sesama semakin menusuk tajam dan menyayat hati. Mulai dari lingkungan keluarga,
tetangga, tempat kerja sampai pada tatanan kehidupan sosial masyarakat luas.

Sementara itu kemiskinan ekonomi makin mengancam kelangsungan hidup manusia. Saat
permasalahan- permasalahan ini tengah mengancam kecepatan kecepatan dan kedahsyatan
globalisasi tidak dapat dibendung yang mengakibatkan. Di mana untuk hal ii menggiring satu
dengan lainnya salingber kompetisi untuk mempertahankan bahkan memenangkan hidup
masing-masing.

Kondisi ini tentu sangat membahayakan “nilai-nilai hidup yang memperhatikan sesama”. Dan
secara fundamental tentunya akan mempengaruhi nilai hakiki keimanan umat Tuhan yaitu:
mengasihi Tuhan Allah dan sesama yang merupakan dasar untuk menjaga kekudusan hidup di
hadapan Tuhan Allah. Karena itu soal hukum kekudusan dari Tuhan Allah sangatlah perlu dan
penting untuk diberitahukan dan diajarkan kepada umat Tuhan sepanjang masa seperti yang
terdapat dalam nas pembacaan ini.

PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Imamat dalam bahasa Ibrani dipakai kata   “wajyiqrat” , disebut oleh orang
Yahudi ‘wayyiqra’ ; yang berarti “dan Dia memanggil”. Menunjuk pada panggilan Tuhan Allah
terhadap umat-Nya Israel untuk menghayati hidup kudus (band.19:2). Teks Imamat 19:9-16
adalah bagian tak terpisahkan dari Hukum Kekudusan yang disampaikan Tuhan Allah kepada
umat-Nya Israel melalui Musa saat bangsa ini sedang menetap di Gurun Sinai (pasal 17-26).
Tujuannya ialah hendak menunjukkan kepada umat Israel cara bagaimana seharusnya mereka
hidup sebagai umat yang kudus. Karena mereka sudah dipanggil dan dipilih, dan karena sudah
ada hubungan yang kudus antara Tuhan dan mereka. Kudus di sini berarti “dipisahkan,
dijauhkan”, mengacu pada pemisahan yang kudus dari yang profan (tidak kudus). Karena itu
Tuhan Allah melalui hukum-hukum-Nya berkehendak agar umat pilihan-Nya ini melakukan
perbuatan-perbuatan kudus terhadap sesama sebagai cerminan mengasihi Tuhan seperti
diutarakan dalam teks pembacaan ini yakni:
Pertama,  jangan mengadakan pembiaran kepada orang miskin, orang asing atau terhadap
mereka yang berkekurangan , (ay.9,10).  Kedua,  takut akan Tuhan Allah melalui membangun
kualitas diri dan kehidupan baik terhadap sesama , (ay.11-14). Ketiga,  berpikir, berucap dan
bertindak adil yang sesungguhnya , (ay.15,16). Dari bentuk hukum kekudusan ini sesungguhnya
yang hendak ditekankan adalah soal mengasihi Tuhan Allah yang berwujud pada mengasihi
sesama atau sikap kehidupan yang memperhatikan sesama. Tapi juga suatu peringatan
menyangkut sikap hidup yang kontra produktif dan kontra keadilan (ay.15,16) Penegasan yang
sama juga tertuang dalam perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Samaria yang murah hati,
(Lukas 10:25-37). Keadilan dan kebenaran tidak boleh dimengerti secara subyektif, tetapi
justru menuntut tindakan konkrit untuk membantu orang yang susah.

Perumpamaan ini mengajarkan tiga hal yaitu substansial memberi pembelajaran kepada ahli
Taurat supaya mereka hanya jangan mengetahui isi hukum Taurat, tetapi mempraktekkannya
terutama dalam hal mengasihi sesama.

Makna dan Implikasi Firman


“Hidup yang memperhatikan sesama,” (Im.19:18) merupakan suatu sikap hidup yang sangat
penting dan mendasar dalam membangun tatanan hidup yang bermartabat. Tatanan hidup yang
bermartabat yakni memperhatikan mereka yang miskin, lemah dan berkekurangan.
Memperhatikan sesama adalah cerminan dari kudusnya hidup mengasihiTuhan Allah. Inilah
yang dikehendaki Allah dalam kehidupan umat-Nya.

Namun menjadi suatu persoalan genting dalam satu komunitas antar sesama bahwa kata
“jangan” itu bisa berubah menjadi “biarlah”. Biarlah orang miskin itu, biarlah orang lemah itu,
biarlah orang yang berkekurangan itu karena apa hubunganku dengan mereka dan apa
untungku terhadap mereka. Biarlah daku berbohong, biarlah aku mengambil bukan hakku,
biarlah aku bersumpah palsu untuk mengelabui, biarlah aku merampas, biarlah aku memeras
mereka karena kalau tidak bagaimana dapat menjadi pemenang dalam persaingan hidup ini?
Biarlah menyebarkan fitnah, biarlah bertindak tidak adil, biarlah mengancam hidup sesama
karena lebih baik menyerang dahulu dari pada diserang.

Sikap, tindakan dan perilaku hidup semacam inilah yang secara eksplisit hendak dikecam Tuhan
Yesus melalui ceritra tentang orang Samaria yang murah hati terhadap para penyamun yang
merampok, memukul dan kehilangan naluri kemanusiaan. Terhadap seorang ahli Tuarat yang
mau cari-cari alasan untuk tidak berbuat kebaikan kepada sesama. Terhadap seorang imam
ketika melihat seorang yang perlu mendapatkan pertolongan melewatiny begitu saja bahkan
pura-pura tidak melihat. Terhadap orang Lewi itu, sudah mengetahui penderitaan sesama tapi
pura-pura tidak mengetahui. Karena itu yang hendak ditonjolkan Yesus adalah bagaimana
menjadi sesama yang memperhatikan lewat tindakan dan perbuatan nyata seperti orang
Samaria itu. Ketika dia melihat orang yang memerlukan bantuan, dia tidak mencari-cari alasan
untuk tidak menolongnya. Melainkan spontanitas rasa ibahnya muncul dan langsung bertindak
memberikan pertolongan dengan tidak memikirkan untung ruginya. Dengan penuh ketulusan
berkorban mengeluarkan apa yang dimilikinya untuk dapat dimiliki serta dinikmati oleh yang
membutuhkan, bahkan katanya ‘kalau kurang aku akan menambah lagi’. Sikap dan tindakan
inilah yang dimaksudkan oleh hukum kasih, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu,
dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal
budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Kata Tuhan Yesus, “Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup. Pergilah, dan perbuatlah
demikian!” Juga merupakan suatu perintah bagi kita sebagai gereja- Nya untuk dilakukan tanpa
tendeng aling-aling. Artinya tanpa macam-macam dan tanpa banyak alasan, harus dan jangan
tidak, “Hidup yang memperhatikan sesama”.
PERTANYAAN DISKUSI

 Jelaskan maksud Tuhan Allah mengadakan hukum ini (Imamat 19:9-16) kepada umat-
Nya Israel berhubungan dengan memperhatikan sesama, dan apakah makna dari ceritra
“orang Samaria yang murah hati” bagi gereja (umat Tuhan) dalam kehidupan masa kini
yang cenderung individualistis (mementingkan diri/kelompok sendiri).
 Apakah hukum-hukum yang terdapat dalam kitab Imamat 19:9-16 ini dipraktekkan umat
Tuhan pada masa kini? Kalau ya, bagaimana penerapannya, kalau tidak apakah
penyebabnya.
 Menurut anda apakah yang menghambat praktek hidup yang memperhatikan sesama.
Dan apakah pada zaman sekarang orang kebanyakan masih memiliki sifat-sifat seperti
“orang samari yang murah hati”?

NAS PEMBIMBING: Mikha 6:8

POKOK-POKOK DOA

 Mendoakan agar hubungan antar manusia terbangun sifat-sifat yang saling


memperhatikan sesama.
 Mendoakan agar umat Tuhan tidak terjebak pada sikap hidup individualistis.    
 Terbangun dan terbentuk kualitas kehidupan manusia yang peka terhadap penderitaan
sesama.

TATA IBADAH YANG DIUSULKAN: HARI MINGGU BENTUK I

NYANYIAN YANG DIUSULKAN:


Panggilan beribadah:  KJ No.7:1,4
Sesudah nas Pembimbing:  KJ No.260:1,2
Pengakuan Dosa:  NKB No.73:1
Berita Anugerah Allah:  NKB No.72:1,3
Hukum Tuhan: Kasih Pasti Lemah Lembut
Persembahan:  Betapa Hatiku Berterima Kasih ; Sungguh ‘Ku bangga Bapa
Penutup: NKB No.211:1,2,3

Lukas 10:25-37; Imamat 19: 9-18

Jika kita merenungkan dan semakin mendalami pertanyaan dari ahli Taurat kepada
Yesus “Siapakah sesamaku manusia?”. Seandainya pertanyaan itu ditujukan
kepada kita kira-kira apa yang akan kita jawab. mungkin Tuhan Yesus menjawab
pertanyaan itu dengan sebuah perumpamaan adalah supaya jawaban Yesus tidak
kasar kepada ahli Taurat itu. Dapat kita bayangkan jika seorang “manusia” bertanya
“Siapakah sesamaku manusia?” seorang manusia tidak lagi dapat mengenal
sesamanya manusia. Apakah dia telah menganggap orang lain “binatang” ataupun
benda mati? Ataukah saat ini orang hanya mengenal sesamanya manusia hanya
yang satu golongan, ras, agama, bangsa ataupun yang hanya satu ide dengan dia
baru dapat dikatakan sesamanya manusia.

Pertanyaan “Siapakah sesamaku manusia” sesungguhnya adalah tanda dari dosa


yang telah menggerogoti kehidupan kita saat ini, sehingga dia tidak lagi mampu
untuk mengenal sesamanya manusia konsep gambar dan rupa Allah itu tidak lagi
mampu di lihat pada sesamanya. Sehingga bagaimana mungkin saya mampu
mengasihi sesamaku manusia sementara saya tidak mampu untuk mengetahui
siapa sesamaku manusia. Sehingga tidak heran jika ada manusia yang lebih
mengasihi “Binatang” peliharaannya dari pada sesamanya manusia dan orang-orang
saat ini tidak sungkan-sungkan lagi untuk menghabisi nyawa orang lain dan
memperlakukan orang lain seperti “Binatang” (Mungkin kita masih ingat beberapa
waktu yang lalu bagaimana terbongkarnya kasus pabrik periuk yang memperlakukan
karyawannya dengan tidak manusiawi).
Dosa telah membutakan mata hati kita untuk dapat melihat siapa sesama kita
manusia. Yesus telah hadir ditengah-tengah kehidupan kita untuk membersihkan
mata hati kita untuk mampu melihat siapa sesama kita. Ketika kita telah menerima
kasih dan anugerah Allah di dalam Yesus Kristus yang memampukan kita melihat
dan mengenal siapa sesama kita, maka sudut pandang kita adalah supaya saling
mengasihi sesama manusia.
Perumpamaan Tuhan Yesus mengenai orang Samaria yang baik hati ingin
memperlihatkan bahwa kasih yang terpancar dari hati manusia itu pada dasarnya
tidak memandang latarbelakang ataupun status. Walaupun orang Samaria itu tidak
mengenal status dari orang yang terkena rampok itu, namun dia mengenal bahwa
dia adalah sesamanya yang membutuhkan pertolongan dan bukan demikian halnya
dengan Imam dan orang Lewi yang tidak memancarkan rasa belas kasihan yang
walaupun mereka memiliki latarbelakang agama yang baik. Menjadi sesama
manusia kita tidak memandang status dan kondisi keadaan tetapi kita memiliki hati
dan tindakan yang berbelas kasihan kepada orang lain.  

Belas kasih tidak akan pernah bisa tersalur dengan baik kepada semua orang ketika
dosa menyelimuti diri kita. Sehingga belas kasih hanya dapat diterapkan pada batas-
batas tertentu saja. Alangkah sulitnya kasih itu tersalur ketika kebencian, dendam
dan sakit hati menyelimuti diri kita. Belas kasih menjadi hal sulit dilakukan dengan
ketulusan ketika pandangan diri kita kepada orang lain masih dibatasi oleh
perbedaan-perbedaan yang ada. Belas kash akan terasa sulit jika diri kita masih
diselimuti oleh rasa takut untuk melakukan kasih.
Kasih Allah melalui Yesus Kristus adalah untuk semua orang maka kehadiran kita
sebagai pengikut Kristus juga adalah untuk semua orang. Maka kita tidak memakai
cara pandang dunia untuk melakukan belas kasih melainkan cara pandang iman
dalam Yesus Kristus. Jika kita memiliki iman yang teguh di dalam Kristus, maka
belas kasih bukanlah sesuatu yang sulit untuk dilakukan, malah sebaliknya belas
kasih menjadi kekuatan kita. Semampu kita belas kasih akan terpancar kepada
orang lain ketika kita benar-benar menyadari hidupku oleh hanya karena belas kasih
Allah.
IBU TERESA DARI KALKUTA: SEBUAH TELADAN PEMBAWA DAN CERMIN KASIH
ALLAH
Dalam kehidupan yang konkrit dapat kita lihat dalam diri Ibu Teresa dari Kalkuta.
Ia menerima panggilan Allah untuk melayani Dia dalam diri orang-orang yang termiskin
dari para miskin pada tahun 1946 dengan cara yang sederhana, yaitu merawat orang
yang sakit dan yang hampir mati yang ditemuinya di sepanjang jalan di Kalkuta.
Walaupun sejak tahun 1944 (saat ia menjadi kepala sekolah) ia mengidap penyakit TBC,
tetapi semangatnya tetap menyala untuk melayani Allah di atas segala sesuatu melalui
orang-orang miskin. Ia melayani Yesus dalam diri kaum miskin, merawatnya, memberi
makan dan pakaian, dan mengunjunginya. Ibu Teresa berkata, ”Yesus ingin menolong
dengan berbagai hidup kita, kesepian kita, perjuangan kita, susah payah kita, kematian
kita. Hanya dengan menjadi satu dengan kita, Dia telah menebus kita. Kita
diperkenankan untuk berbuat yang sama: semua kesepian orang miskin, kemiskinan
material dan spiritual mereka, semuanya harus ditebus, dan kita harus mengambil
bagian, karena hanya dengan menjadi satu dengan mereka kita dapat menebus mereka,
yakni dengan membawa Allah ke dalam kehidupan mereka dan membawa mereka
kepada Allah.” Kita melihat dalam diri Ibu Teresia bahwa ia tumbuh dalam cinta kepada
Yesus. Ia berkata, ”untuk melakukan hal ini kita harus terus mencintai dan mencintai,
memberi dan memberi, hingga cinta itu melukai diri kita. Itulah jalan yang dilakukan
Tuhan Yesus.”

Bacalah Lukas 10:25-37

Gangguan sebagai Kesempatan

... ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu ..., dan kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri.” • Luk. 10:27

Gangguan terhadap rutinitas harianku sering mengganggu, apalagi saat jadwalku padat. Pagi ini aku
terganggu akibat beberapa alasan. Saat belanja di toko, aku bertemu dengan penjaga yang tampak
gusar dan agak kasar. Aku bertanya kepadanya apa yang telah dilakukannya dan cerita kemarahan
kepada anggota keluarganya meluncur keluar. Lalu, aku bertemu seorang rekan kerjaku yang
meminta nasihat. Setelah menjawab pertanyaanku, ia menangis dan menceritakan kematian ibunya
baru-baru ini. Saat makan siang, sekelompok siswa meminta izin untuk makan dalam kelasku. Mereka
pernah digoda dan takut dijahili lagi di kantin.

Apakah ini benar-benar gangguan? Atau di sinikah Allah menginginkanku berada? Sering kita tergesa-
gesa melalui hari-hari sibuk kita seperti memakai kacamata kuda sehingga tidak menyadari
kebutuhan orang lain. Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi orang yang kita temui tiap hari.
Dibutuhkan sedikit waktu untuk mengasihi sesama kita dengan mendengarkan, memberi waktu atau
tempat perlindungan. Penjaga toko itu adalah sesamaku dan saat aku meninggalkannya, ia pun
tersenyum. Rekan kerjaku juga sesamaku dan ia berterima kasih karena dapat mengekspresikan
kesedihannya. Siswaku juga sesamaku, menghabiskan jam istirahat makan siang mereka dengan
gembira dan percaya diri.

Jika kita melihat kesempatan untuk menyebarkan kasih Kristus tiap hari kepada mereka yang kita
temui, kita akan menjadi seperti yang Allah inginkan.
Doa: Tolong kami, Allah yang baik, untuk melihat gangguan dalam hidup kami sebagai kesempatan
untuk membagikan kasih-Mu. Amin. 

Sesama Versi Siapa? (Lukas 10:25-37)

Operator telepon seluler di Indonesia berlomba-lomba memberikan tarif yang termurah bagi
pelanggan, meski tarif murah itu berlaku hanya untuk sesama operator. Asal bertelepon dan
berkirim pesan sesama operator, pasti menguntungkan. Mengamati munculnya kata sesama versi
baru. Sesama berarti berada dalam komunitas yang sama, menggunakan jasa yang sama, dan
menikmati keuntungan yang sama.

Kata sesama juga muncul dalam Hukum Kasih yang sudah turun-temurun diperdengarkan di
kalangan orang Israel. Ketika seorang Ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus mengenai siapakah
sesamaku manusia itu, Tuhan Yesus sama sekali tidak menjawab tentang kesamaan bangsa,
kepandaian, agama, jenis kelamin, status sosial, maupun fasilitas yang diterima. Sangat menarik!
Yesus justru memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Tatkala ada
seseorang yang jatuh ke tangan penyamun, dirampok, dipukul, dan ditinggalkan tak berdaya di jalan,
siapakah yang turun menolong (Lukas 10:30)? Imam dan orang Lewi, yang terkenal karena reputasi
keagamaannya, melintasi jalan itu, tetapi tidak menggubris juga tidak berbelas kasih. Lalu, lewatlah
orang Samaria. Ia menolong orang tersebut sampai tuntas dan pulih.

Orang Samaria bukan berasal dari komunitas sesama. Ia tidak menikmati keuntungan dari menolong
orang yang tertimpa musibah itu. Ia justru harus repot, kehilangan waktu, tenaga, dan dana demi
menolong orang tersebut. Inilah versi sesama yang Tuhan Yesus tegaskan dan himbaukan kepada
ahli Taurat, begitu juga kita sebagai anak-anak Tuhan, yaitu siapa pun yang menunjukkan hati yang
berbelas kasih kepada orang yang membutuhkan pertolongan dengan tidak ada sifat pilih kasih,
itulah sesama.

Anda mungkin juga menyukai