2020 01 30berkas1969012620060420016
2020 01 30berkas1969012620060420016
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Dekan, Penyusun,
Dr. dr. Billy Kepel, M.Med, Sc. Dr. dr. Jeanette I. Ch. Manoppo, SpA(K)
NIP 196606181996011001 NIP. 196901262006042001
Mengesahkan,
Ketua LP3
2
PERNYATAAN
3
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya sehingga Buku
Ajar Penyakit Hepatologi Anak dapat tersusun. Buku ini merupakan Buku untuk pendidikan
kedokteran Kurikulum Tahun 2019.
Dengan adanya buku ajar ini sebagai media instruksisional diharapkan akan meningkatkan
kualitas pelaksanaan proses pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter. Mahasiswa
diberikan kesempatan untuk memperoleh materi pembelajaran dengan mudah; pengajar dan
dapat berkomunikasi dan berdiskusi dengan dosen maupun rekan pelajar diluar jam tatap
muka terjadwal.
Terima kasih kami ucapkan kepada semua Tim Buku Ajar Penyakit Hepatologi Anak yang
telah membantu menyusun Buku ajar ini sehingga penyusunan Buku Ajar Penyakit Hepatologi
Anak dapat terselesaikan.
Terima kasih juga kami ucapkan narasumber yang memberikan materi kuliah dan kepada
semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah berpartisipasi dalam
penyusunan Buku ajar ini sehingga dapat selesai .
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan yang dapat ditemukan dalam Buku ajar ini.
Untuk itu kami sangat terbuka dan menerima saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak.
Semoga Buku ajar ini dapat memberi panduan untuk tutor, pakar, mahasiswa dan semua
pihak yang terlibat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar Buku ajar Penyakit
Hepatologi pada Anak.
4
DAFTAR ISI
5
RANCANGAN PEMBELAJARAN
Buku ajar Penyakit Hepatologi pada Anak Semester : 04 (empat) Kode: Kur.2016-B020206 sks : 2
:
Program Studi : Pendidikan Dokter Dosen :
Dr. dr. Jeanette I.Ch. Manoppo, Sp.A(K)
CAPAIAN PEMBELAJARAN:
a. Menganalisis penyakit hepatologi anak melalui pemahaman mekanisme normal dan perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat
molekular maupun selular.
b. Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, , dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran
Komunitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat yang berkaitan dengan penyakit
hepatologi.
c. Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran
Pencegahan / Kedokteran Komunitas yang berhubungan dengan prevensi masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
d. Menggunakan data klinik dan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk menegakkan diagnosis penyakit hepatologi.
e. Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan gannguan di hati, empedu, dan pankreas berdasarkan etiologi,
patogenesis, dan patofisiologi.
f. Menentukan prognosis penyakit akibat penyakit hepatologi melalui pemahaman prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu
Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Pencegahan / Kedokteran Komunitas
Matriks Pembelajaran :
8
RANCANGAN TUGAS
A. TUJUAN TUGAS:
Menganalisis penyakit hepatologi pada anak melalui pemahaman mekanisme normal dan perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat molekular maupun selular .
B. URAIAN TUGAS:
1. Obyek Garapan: Membahas Skenario 1
SKENARIO - 1
Seorang ibu membawa anaknya, bayi laki-laki, usia 4 bulan, dengan keluhan kuning sejak 2 hari SMRS disertai dengan tinja yang berwarna dempul, BAB
berwarna kuning dempul, konsistensi padat air, terjadi hilang timbul sejak usia 2 bulan
Pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak sakit, Nadi 150x/menit, Respirasi:46x/m Suhu badan: 36,9oC, Kepala: mata ikterik, air mata (+), mukosa bibir
basah, turgor kulit kembali cepat, ubun-ubun cekung. Thorax: dalam batas normal, Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal, Hepar: teraba 2-2 cm
di bawah arkus costae. normal. Ekstremitas normal.
Laboratorium: Hb: 10,4 gr/dl, Lukosit 5.700/mm3, Ht: 31,5%, Thrombosit: 498.000/mm3 . Natrium 135 mEq/L, Kalium 3,8 mEq/L, Chlorida 97 mEq/L,
Bilirubin total 10.5 g/dl, bilirubin direk 7.5 g/dl
2. Batasan yang harus dikerjakan:
Apa diagnosa kerja kasus ini ?
1 Diferensial Diagnnosis kasus ini ?
2 Penyebab terjadinya kasus ini ?
3. Patogenesa terjadinya infeksi pada kasus ini ?
4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menunjang diagnosis ?
5. Penatalaksanaan kasus ini ?
7. Pengaturan nutrisi pada kasus ini ?
8. Edukasi pada kasus ini ?
3. Metode/Cara Pengerjaan (acuan cara pengerjaan): Tutorial PBL dengan 7 langkah (seven jump)
- Menjelaskan istilah & konsep yang belum dimengerti.
- Identifikasi masalah pada skenario dan membuat pertanyaan
- Analisis masalah dengan menjawab pertanyaan dan membuat hipotesis
- Menyusun daftar penjelasan/peta konsep
- Menetapkan tujuan pembelajaran
9
- Mencari informasi lebih lanjut (belajar mandiri)
- Melaporkan & menyatukan informasi dan evaluasi terhadap masalah awal.
4. Deskripsi Luaran tugas yang dihasilkan:
Laporan hasil diskusi kelompok dan hasil belajar mandiri yang merupakan hasil pembahasan tujuan pemebelajaran yang sudah
disepakati kelompok
C. KRITERIA PENILAIAN (20%):
- Keaktifan dan perilaku dalam diskusi kelompok
- Kualitas laporan diskusi & belajar mandiri perorangan
10
Lembar Penilaian Tutorial
Hari/Tanggal : Tutor :
Kelompok : Buku ajar :
Panduan Penilaian
Peran serta (maksimal bobot 6)
- Kriteria keberhasilan: ikut serta dengan aktif dalam menganalisis dan menjelaskan
Peran Score 2 Score 1 Score 0
serta
Sharing Membagi informasi/pendapat yang Membagi informasi/pendapat yang tidak Tidak membagi informasi sama sekali
sesuai topik sesuai dengan topik
Argumen Menyampaikan argument dan Menyampaikan argument dan pengetahuan Tidak menyampaikan argument
pengetahuan yang logis berdasarkan tidak berdasarkan literatur yang akurat
literatur akurat
Aktifitas Aktif dalam diskusi tanpa dorongan Aktif dalam diskusi dengan dorongan Sama sekali tidak aktif walaupun ada
fasilitator fasilitator dorongan dari fasilitator
Perilaku (maksimal bobot 4) :
Kriteria keberhasilan: hadir tepat waktu dan berperilaku sopan dalam kegiatan menganalisis data dan melaporkan hasil belajar dalam diskusi kelompok.
Perilaku Score 2 Score 1 Score 0
Kehadiran Tidak terlambat Terlambat > 15 menit Tidak hadir
Sopan santun Tingkah laku yang sopan Tingkah laku yang tidak sopan seperti keluar masuk Keluar ruangan dan tidak kembali lagi ke
ruangan diskusi tanpa ijin, mengeluarkan kata-kata ruangan sampai jam diskusi selesai
yang kurang sopan selama diskusi
11
GARIS BESAR MATERI PEMBELAJARAN
8 Infeksi dan Penyebab - Mikroorganisme dan Virus Penyebab Hepatitis dan Kolestasis
Penyakit Hepatologi
IV 9 Skenario 1 (lanjutan) Diskusi tujuan pembelajaran yang dicari lewat belajar mandiri
10 Mikroorganisme Penyebab - Virus Penyebab Infeksi Hepatologi.
Penyakit hepatologi - Bakteri Penyebab Infeksi Hepatologi.
V 11 Patologi anatomi penyakit - Patologi anatomi penyakit Hepatologi
hepatologi. - Patologi anatomi penyakit Sistem Bilier
VI 12 Pemeriksaan Laboratorim - Interpretasi hasil laboratorium atas gangguan produksi dan aliran Hepatologi dan
Klinik untuk Kelainan Sistem Bilier
Hepatologi - serologik seromarker pemeriksaan kelainan penyakit hepatologi dan bilier
13 Farmakologi Obat-obatan
Indikasi pemberian obat, cara kerja obat, waktu paruh, dosis, serta penerapannya pada
yang digunakkan pada
Penyakit Hepatologi keadaan klinik.
VII 14 Skenario 2 Identifikasi pengetahuan yang berkaitan dengan skenario
15 Penyakit hepatologi Kelainan penyakit hepatologi pada anak
pada Anak Perencanaan pengelolaan kelainan penyakit hepatologi pada anak
17
VIII 16 Penyakit Hepatologi Lainnya Penyakit Hepatologi Autoimmune dan Gagal Hati
18
LAMPIRAN
19
B. Riwayat Pendidikan
2.1. Program: S1 S2 S3
2.2. Nama PT FK UKI FK UNSRAT FK UNHAS
2.3. Bidang Ilmu Kedokteran Kedokteran Konsultan
spesialis Gastroentero-
hepatologi
2.4. Tahun Masuk 2001
2.5. Tahun Lulus 1998 2006
2.6. Judul Skripsi/
Tesis/Disertasi
2.7. Nama
Pembimbing/
Promotor
20
E. Publikasi Ilmiah dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir (bisa anggota)
No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomo
r/Tahun
1. The role of Lactobacillus Reuteri Korea Jurnal of 2019
DSM 17938 for the absoroption Pediatrics
of iron preparations in children
with iron deficiency anemia
2.. Hubungan mikroalbuminuria Sari Pediatri 2018. 20(1): 7-
dan tekanan darah pada anak 10
dengan riwayat berat lahir
rendah Kecil masa kehamilan
3. Pengaruh Pemberian gentamisin 2018. Vol. 19
intravena terhadap kadar Kidney Sari pediatri No. 6
injury Molecule-1 Urin pada
neonatus cukup bulan sesuai
masa kehamilan
21
Deteksi Saluran Cerna Manado
Fungsional
J. Penghargaan dalam 10 tahun Terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)
No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Tahun
Penghargaan
1.
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila
di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Manado, …………. 2020
Ketua Tim Pengusul,
(……………………………….)
22
4) Rencana Penganggaran
Tabel Pembiayaan:
23
ATRESIA
BILIER
PENDAHULUAN
Atresia bilier merupakan penyakit hati yang ditandai dengan obstruksi dan fibro-obliterasi progresif saluran bilier ekstrahepatik. Sampai saat
ini penyebab atresia bilier belum diketahui. Kejadian atresia bilier dilaporkan antara 1:8000 sampai 1:18000 kelahiran hidup.1,2 Atresia bilier
merupakan penyebab penyakit hati terminal yang merupakan indikasi utama transplantasi hati pada anak. Gejala awal atresia bilier seringkali sulit
dibedakan dengan ikterus neonatorum fisiologis, sehingga diagnosis dan tata laksana menjadi terlambat. Penyebab lain keterlambatan diagnosis
adalah adanya beberapa diagnosis banding sebagai penyebab hiperbilirubinemia direk yang memerlukan waktu untuk penegakan diagnosis.1
Kelainan ini merupakan salah satu penyebab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan transplantasi hati pada
kebanyakan bayi baru lahir. Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder dapat terjadi. Pasien dengan Atresia Bilier dapat dibagi menjadi
2 kelompok yakni, Atresia Bilier terisolasi (Tipe perinatal) yang terjadi pada 65-60% pasien, namun menurut Hassan dan William, presentasenya
dapat mencapai 85-90% pasien (bukti atresia diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien yang mengalami situs inversus atau
polysplenia/asplenia dengan atau tanpa kelainan kongenital lainnya (Tipe Janin), yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia diketahui < 2 minggu
pasca lahir). Atresia Bilier adalah alasan paling umum untuk transplantasi hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat. 2,4
24
Gambar 1. Tipe atresia bilier. Tipe I obliterasi segmental duktus biliaris komunis; tipe II obliterasi segmental duktus hepatikus; tipe III obliterasi
seluruh duktus biliaris sampai ke tingkat porta hepatis.4
Kelainan patologi sistem bilier ekstrahepatik berbeda-beda pada setiap pasien. Namun jika disederhanakan, maka kelainan patologis itu dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi atresia yang sering ditemukan: (1)
- Tipe 1 : terjadi atresia pada ductus choledocus
- Tipe II : terjadi atresia pada ductus hepaticus communis, dengan stuktur kistik ditemukan pada porta hepatis
- Type III : (ditemukan pada >90% pasien): terjadi atresia pada ductus hepaticus dextra dan sinistra hingga setinggi porta hepatis.
Varian-varian di atas tidak boleh disamakan dengan hipoplasia bilier intrahepatis yang tidak dapat dikoreksi meskipun dengan pembedahan
sekali pun.2
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian dari Atresia Bilier (AB) di USA sekitar 1:15.000 kelahiran, dan didominasi oleh pasien berjenis kelamin wanita. 7 Dan didunia
angka kejadian Atresia Bilier tertinggi di Asia, dengan perbandingan bayi-bayi di negara Cina lebih banyak dibandingkan Bayi di Negara Jepang. 2
Dari segi gender, Atresia Bilier lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Dan dari segi usia, lebih sering ditemukan pada bayi-bayi baru lahir
dengan rentang usia kurang dari 8 minggu.2 Insidens tinggi juga ditemukan pada pasien dengan ras kulit hitam yang dapat mencapai 2 kali lipat
insidens bayi ras kulit putih.3
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin
defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita
dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma
inspissated-bile 1 (1,04%).3
1. Vesica Fellea
Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap yang disebabkan warna cairan empedu yang dikandungnya. Terdiri atas
fundus, corpus dan collum.10
26
- Fundus vesica fellea berproyeksi didepan dinding abdomen terdapat pada perpotongan dari arcus costalis dextra (cartilago ke-9) dilateralnya
ada m. rectus abdominis dextra atau linea mediana dextra.
- Corpus-nya berhubungan dengan facies visceralis hepar.
- Collum akan melanjutkan diri sebagai ductus cysticus, juga memiliki tonjolan seperti kantung yang disebut Hartmann’s pouch. Ductus cysticus
kemudian akan bertemu dengan ductus hepaticus communis.10
2. Ductus Cysticus
Ductus Cysticus merupakan lanjutan dari vesica fellea, terletak pada porta hepatis. Panjangnya kira-kira 3 – 4 cm. Pada porta hepatis
ductus cysticus mulai dari collum vesicae fellea, kemudian berjalan ke postero-caudal di sebelah kiri collum vesicae fellea. Lalu bersatu dengan
ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus.
Mucosa ductus ini berlipat-lipat terdiri dari 3 – 12 lipatan, berbentuk spiral yang pada penampang longitudional terlihat sebagai
valvula, disebut valvula spiralis [Heisteri]. 10
3. Ductus Hepaticus
Ductus hepaticus berasal dari lobus dexter dan lobus sinister bersatu membentuk ductus hepaticus communis pada porta hepatis dekat
pada processus papillaris lobus caudatus. Panjang ductus hepaticus communis kurang lebih 3 cm. Terletak di sebelah ventral a.hepatica propria
dexter dan ramus dexter vena portae. Bersatu dengan ductus cysticus menjadi ductus choledochus. 10
4. Ductus Choledochus
Ductus Choledocus mempunyai panjang kira-kira 7 cm, dibentuk oleh persatuan ductus cysticus dengan ductus hepaticus communis
10
pada porta hepatis. Di dalam perjalanannya dapat di bagi menjadi tiga bagian, sebagai berikut :
1. Bagian yang terletak pada tepi bebas ligamentum hepatoduodenale, sedikit di sebelah dextro-anterior a.hepatica communis dan vena portae;
2. Bagian yang berada di sebelah dorsal pars superior duodeni, berada di luar lig.hepatoduodenale, berjalan sejajar dengan vena portae, dan
tetap di sebelah dexter vena portae ;
27
3. Bagian caudal yang terletak di bagian dorsal caput pancreatik, di sebelah ventral vena renalis sinister dan vena cava inferior. Pada caput
pancreatik ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus Wirsungi membentuk ampulla, kemudian bermuara pada dinding posterior
pars descendens duodeni membentuk suatu tonjolan ke dalam lumen, disebut papilla duodeni major.
II. ETIOLOGI
Etiologi dari .Atresia Bilier belum diketahui secara pasti, cukup banyak spekulasi mengenai hal tersebut. Teori dasar yang berkembang adalah
kesalahan embryogenik yang menetap pada oklusi bilier cabang ekstrahepatik, namun terbantahkan dengan tidak adanya penyakit kuning pada
kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang semakin menghilang selama bulan-bulan pertama kehidupan. Sebagian ahli menyatakan
bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17,18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada
10 – 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus
bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.5
Ada 2 tipe Atresia Bilier yakni bentuk "janin", yang muncul segera setelah lahir dan biasanya memiliki kongenital anomali pada organ lainnya
seperti pada hati, limpa, dan usus, dan bentuk "perinatal", terlihat ikterik beberapa minggu setelah kelahiran yang lebih khas dan akan jelas terlihat
pada minggu kedua sampai keempat pasca kelahiran.1,3
Atresia bilier bukanlah penyakit keturunan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus bayi lahir kembar identik dengan hanya satu anak yang
memiliki penyakit ini. Atresia bilier paling mungkin disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu kelahiran.
Kemungkinan untuk "memicu" hal tersebut bisa saja salah satu atau kombinasi dari faktor-faktor berikut: 1
29
- infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus
- masalah dengan sistem kekebalan tubuh
- komponen abnormal empedu
- kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu
30
IIa Obliterasi duktus hepatikus
komunis (duktus bilier
komunis, duktus cystikus,
dan kandung empedu
semuanya normal)
31
III Semua sistem duktus bilier
ekstrahepatik mengalami
obliterasi, sampai ke hilus.
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi Atresia bilier juga belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan gambaran histopatologik, diketahui bahwa atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan duktus bilier ekstrahepatik mengalami kerusakan secara progresif. Pada keadaan lanjut
proses inflamasi menyebar ke duktus bilier intrahepatik, sehingga akan mengalami kerusakan yang progresif pula. Meskipun gambaran histopatologik
atresia bilier sudah dipelajari secara ekstensif dalam specimen bedah yang telah dieksisi dari system bilier ekstrahepatik bayi yang telah mengalami
portoenterostomy, namun pathogenesis kelainan ini masih belum sepenuhnya dipahami. 2,5
Hasil penelitian terbaru telah mempostulasikan malformasi kongenital pada sistem ductus bilier sebagai penyebabnya. Tapi bagaimana pun juga
kebanyakan bayi baru lahir dengan Atresia Bilier, ditemukan lesi inflamasi progresif yang menandakan telah terjadi suatu infeksi dan/atau gangguan
agen toksik yang mengakibatkan terputusnya duktus biliaris.2
Pada tipe III, varian histopatologis yang sering ditemukan, sisa jaringan fibrosis mengakibatkan sumbatan total pada sekurang-kurangnya satu
bagian sistem bilier ekstrahepatik. Duktus intrahepatik, yang memanjang hingga ke porta hepatis, pada awalnya paten hingga beberapa minggu
pertama kehidupan tetapi dapat rusak secara progresif oleh karena serangan agen yang sama dengan yang merusak ductus ekstrahepatik maupun
akibat efek racun empedu yang tertahan lama dalam ductus ekstrahepatik. 2
32
Peradangan aktif dan progresif yang terjadi pada pengrusakan sistem bilier dalam penyakit Atresia Bilier merupakan suatu lesi dapatan yang
tidak melibatkan satu faktor etiologik saja. Namun agen infeksius dianggap lebih memungkinkan menjadi penyebab utamanya, terutama pada
kelainan atresia yang terisolasi. Beberapa penelitian terbaru telah mengidentifikasi peningkatan titer antibodi terhadap retrovirus tipe 3 pada pasien
- pasien yang mengalami atresia. Peningkatan itu terjadi pula pada rotavirus dan sitomegalovirus. 2
V. DIAGNOSIS
A. GAMBARAN KLINIS
- Anamnesis
Gambaran klinis bayi yang mengalami Atresia Bilier sangat mirip dengan kolestasis, tanpa dilihat dari etiologinya . Gejala utamanya antara lain
ikterus yang bisa muncul segera atau beberapa minggu setelah lahir, urin yang menyerupai teh pekat dan feses warna dempul. Pada kebanyakan
kasus, Atresia Bilier ditemukan pada bayi yang aterm, meskipun insidens yang lebih tinggi lagi ditemukan pada yang BBLR (bayi berat lahir
rendah). Pada kebanyakan kasus, feses akolik tidak ditemukan pada minggu pertama kehidupan. Tapi beberapa minggu setelahnya. Nafsu makan,
pertumbuhan dan pertambahan berat badan biasanya normal.2,4,9
- Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisik tidak dapat mengidentifikasi semua kasus Atresia Bilier. Tidak ada temuan patognomonik yang dapat digunakan untuk
mendiagnosisnya. Beberapa tanda klinis yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik Atresia Bilier, antara lain:
- Hepatomegali dapat ditemukan lebih dahulu pada palpasi abdomen. Splenomegali juga dapat ditemukan, dan apabila sudah ada splenomegali,
maka kita dapat mencurigai telah terjadi sirosis dengan hipertensi portal.
- Ikterus yang memanjang pada neonatus, lebih dari 2 minggu
- Pada pasien dengan sindrom asplenia, dapat ditemukan garis tengah hepar pada palpasi di area epigastrium.
33
- Ada kemungkinan terjadi kelainan kongenital lain seperti penyakit jantung bawaan, terutama apabila ditemukan bising jantung pada
pemeriksaan auskultasi. 10
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Serum bilirubin (total dan direk): hiperbilirubinemia terkonjugasi, didefinisikan sebagai peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2
mg/dL atau lebih dari 20% total bilirubin.10
Bayi dengan Atresia Bilier menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin total, yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi
terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.2
Memeriksa kadar alkaline phosphatase (AP), 5' nucleotidase, gamma-glutamyl transpeptidase (GGTP), serum aminotransferases dan
serum asam empedu. Pada semua tes ini, terjadi peningkatan baik dalam hal sensitivitas maupun spesifitas. Sayangnya, tidak ada satu pun
pemeriksaan biokimia yang dapat membedakan secara akurat antara Atresia Bilier dengan penyebab kolestasis lain pada neonatus. 2
Sebagai tambahan terhadap hiperbilirubinemia terkonjugasi (temuan universal terhadap semua bentuk kolestasis neonatus), abnormalitas
pemeriksaan enzim termasuk peningkatan level AP. Pada bebrapa kasus, peningkatan AP akibat sumber skeletal dapat dibedakan dengan yang
berasal dari hepar dengan menghitung fraksi spesifik hati, 5` nucleotidase. 2
GGTP merupakan protein membrane integral pada kanalikuli bilier dan mengalami peningkatan pada kondisi kolestasis. Kadar GGTP
berhubungan erat dengan kadar AP dan mengalami peningkatan pada semua kondisi yang berkaitan dengan obstruksi bilier. Tapi bagaimana
pun juga terkadang kadar GGTP normal pada beberapa bentuk kolestasis akibat kerusakan hepatoseluler. 2
34
Kadar aminotransferase tidak terlalu menolong dalam menegakkan diagnosis secara khusus, meskipun peningkatan kadar alanine
transferase (>800 IU/L) mengindikasikan kerusakan hepatoseluler yang signifikan dan lebih konsisten pada kondisi sindrom hepatitis
neonatus.2,4
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
• Ultrasonography / Color Doppler Ultrasonography
Sindrom kolestasis neonatus dapat dibedakan dengan anomali sistem bilier ekstrahepatik dengan menggunakan US, terutama kista koledokal.
Saat ini, diagnosis kista koledokal harus dibuat dengan menggunakan US fetal in utero. Pada Atresia Bilier, US dapat menunjukkan ketiadaan
kantung empedu dan tidak berdilatasinya jalur bilier. Sayangnya, sensitifitas dan spesifisitas temuan ini, bahkan untuk di pusat pemeriksaan
yang berpengalaman, tidak mencapai 80%. Karena alasan ini, US dianggap tidak menunjang untuk mengevaluasi Atresia Bilier. 2
Gambar 1. Color Doppler US images in a 32-day-old girl with BA. (a) The presence of hepatic arterial flow (arrow) extended to the hepatic surface. (b) An
arterial waveform was seen in the enlarged vessel at the hepatic surface.11
35
Gambar 2. Tampak bayangan echo inhomogen pada tekstur hepar, dan dinding yang jelas pada common bile duct (CBD) (panah)6
Gambar 3: Atresia biliaris dan kista sentral. Sonogram oblique yang menggambarkan atresia biliaris dan kista sentral besar pada porta hepatis. 12
36
Hepatobiliary scintigraphy selama beberapa tahun digunakan sebagai modalitas untuk mendiagnosis atresia bilier. 13 Sensitivitas dari
scintigraphy untuk mendiagnosis Atresia bilier terlihat cukup tinggi dari 2 retrospektif (83% sampai 100%), dengan secara nyata pasien yang
terkena tidak menunjukkan eksresi. Akan tetapi spesifitas dari modalitas in sedikit berkurang yakni sekitar 33% sampai 80%.
Jika ekskresi dari radiotracer terlihat/keluar dari diagnosis atresia bilier dapat dikeluarkan. Namun jika radiotracer tidak terlihat dalam 24
jam ataupun setelahnya (seperti gambar dibawah ini), dapat dicurigai atresia bilier.6
Gambar 4 : HSS pada pasien dengan Atresia Bilier yang menunjukkan tidak adanya
ekskresi marker ke usus dalam 24 jam.
37
Gambar 5. Perempuan 14 tahun dengan Atresia bilier dan transplantasi hepar. Gambaran intensitas maksimum pada Magnetic
resonance cholangiography memperlihatkan batu bilier (panah) pada proksimal dari duktus hepatikus kiri
Gambar 6. Pada Atresia Bilier tipe 1, pada MRC (A) tampak ductuli
intrahepatic yang hipoplastic (white arrows), yang dapat terlihat pada
cholangiography.
• Cholangiography Intraoperatif
38
Pemeriksaan ini secara definitif dapat menunjukan kelainan anatomis traktus biliaris. Kolangiografi intraoperatif dilakukan ketika
biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam saluran empedu
lalu kemudian difoto X-Ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan. Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan scintiscan
gagal menunjukkan hasil yang adekuat.2,10
Gambar 13. Kolangiogram intraoperatif menggambarkan pengisian kista dan dilatasi sedang duktus intrahepatis tapi tidak ada
hubungan langsung ke duodenum.13
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS
Biopsi hati perkutaneus : Biopsi perkutaneus hati diketahui sebagai teknik paling terpercaya dalam mengevaluasi kolestasis neonatus. Tingkat
morbiditasnya rendah pada pasien yang tidak mengalami koagulopati. Ketika diperiksa oleh patolog yang berpengalaman, suatu spesimen biopsi
yang adekuat, dapat membedakan penyebab kolestasis akibat gangguan obstruksi dengan hepatoseluler, dengan tingkat sensivisitas dan
spesifisitas mencapai 90% untuk Atresia Bilier.2,4 Pada beberapa kondisi kolestasis, termasuk Atresia Bilier, dapat menunjukan perubahan pola
39
histolpatologis. Sehingga perlu dilakukan biopsi serial dengan interval 2 minggu untuk mencapai diagnosis yang definitif. 2 . Temuan Histologis
: Meskipun ada yang fakta yang menyebutkan bahwa Atresia Bilier dapat terjadi karena faktor ontogenik dan dapatan, namun tidak ada temuan
histologis kualitatif yang dapat menunjukkan karakteristik perbedaan keduanya. Spesimen bedah menunjukkan spektrum abnormalitas, termasuk
inflamasi aktif yang disertai degenerasi duktus biliaris, suatu reaksi inflamasi kronik yang disertai proliferasi elemen duktus dan glandular serta
fibrosis. Progresifitas kelainan ini dapat dikonfirmasi melalui gambaran histologisnya. 6
Bukti adanya obstuksi pada traktus biliaris menentukan apakah bayi membutuhkan laparatomi eksplorasi dan kolangiografi intraoperatif.
Proliferasi portal duktus biliaris, pengisian empedu, fibrosis portal-portal dan reaksi inflamasi akut merupakan karakteristik temuan penyebab
obstruksi pada kolestasis neonatus. Pewarnaan Periodic Acid-Schiff (PAS) pada jaringan biopsi dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis defisiensi alpha1-antitrypsin dengan adanya temuan intraseluar berupa granul-granul PAS-positif yang resisten terhadap pecernaan
oleh diastase.6
DIAGNOSIS BANDING
• Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
• Perforasi spontan duktus bilier
• Massa ( neoplasma, batu)
• Hepatitis neonatal idiopatik
• Dysplasia arteriohepatik ( sindrom Alagille)
• Penyakit caroli ( pelebaran kistik pada duktus intrahepatic)
• Hepatitis
PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu ( asam itokolat), dengan memberikan :
40
- Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukoronil transferase ( untuk mengubah
bilirubin indirek menjadi bilirubin direk ); enzim sitokrom P-450 ( untuk oksigenasi toksin), enzim na+ K+ ATPase ( menginduksi
aliran empedu).
- Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuei jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder.
2 ) Melindungi hati dari zat toksik dengan memberikan :
- Asam ursodeoksikolat, 8-12mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis peroral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik.
Terapi Nutrisi, yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides ( MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak 3
Non medikamentosa :
- Konsultasi
Evaluasi kolestasis neonatal dapat dilakukan di pelayanan kesehatan primer dengan bergantung pada rehabilitasi temuan laboratorium. Tes
non-bedah dan eksplorasi bedah lainnya hanya dapat dilakukan di pusat pelayanan kesehatan yang berpengalaman menangani kelainan seperti
ini. Dokter umum tidak boleh menunda diagnosis atresia bilier. Bila ditemukan bayi yang dicurigai menderita icterus obstruktif, maka haus
segera di rujuk ke dokter subspesialis.2
Terapi Bedah
Bila semua pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis atresia bilier hasilnya meragukan, maka Fitzgerald menganjurkan
laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut:
41
• Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk> 4 mg/dl atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan
uji prednison selama 5 hari.
• Gamma-GT meningkat > 5 kali (normal
• Tidak ada defisiensi alfa-1 antitripsin
• Pada sintigrafi hepatobilier tidak ditemukan ekskresi ke usus.
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, maka segera dilakukan intervensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier yang correctable
yaitu tipe I dan II. Pada atresia bilier yang non-correctable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk menentukan patensi duktus
bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten, maka dilakukan operasi Kasai.
Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten, tetap dikerjakan operasi Kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan
jangka pendek) dan bila mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Ada peneliti yang menyatakan adanya kasus-
kasus atresia bilier tipe III dengan keberhasilan hidup > 10 tahun setelah menjalani operasi Kasai. 9
Di negara maju dilakukan transplantasi hati terhadap penderita:
- Atresia bilier tipe III
- Yang telah mengalami sirosis
- Kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh kembang yang sangat terhambat
42
KOMPLIKASI
• Kolangitis
• Hipertensi portal
• Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
• Keganasan7
PROGNOSIS
Sebelum ditemukan transplantasi hati sebagai terapi pilihan pada anak dengan penyakit hati stadium akhir, angka kelangsungan hidup jangka
panjang pada anak penderita Atresia Bilier yang telah mengalami portoenterostomy adalah 47-60% dalam 5 tahun dan 25-35% dalam 10 tahun.
Keberhasilan operasi portoenteromtomy dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
- Umur pada waktu dioperasi, lebih awal lebih baik. Bila operasi dilakukan pada usia <8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%,
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia >8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%
- Gambaran anatomi duktus biliaris ekstra hepatik
- Ukuran duktus biliaris daerah ekstra hepatik
- Ada tidaknya cirrhosis hepatis
- Adanya kolangitis
- Kemungkinan dapat dilakukannya transplantasi hati
Sepertiga dari semua pasien yang telah melakukan operasi portoenterotomy , mengalami gangguan aliran empedu setelah mendapat terapi
bedah, sehingga anak-anak ini terpaksa menderita komplikasi sirosis hepatis pada beberapa tahun pertama kehidupan mereka meskipun
transplantasi hati sudah dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi setelah portoenterostomi antara lain kolangitis (50%) dan hipertensi portal
(>60%).2,4
43