Anda di halaman 1dari 23

KONSEP SKRINING KESEHATAN, SKRINING KESEHATAN

PADA ANAK SEKOLAH DAN SKRINING KESEHATAN


PADA REMAJA

OLEH :
NI MADE RASITA PUSPITASWARI (P07120216016)
NI LUH PUTU ARY APRILIYANTI (P07120216017)
NI MADE TARIANI (P07120216018)
DIV KEPERAWATAN / TINGKAT 3.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya selaku penulis dapat
menyusun makalah ini yang berjudul " Konsep Skrining Kesehatan, Skrining dan
Kesehatan Pada Anak Sekolah Dan Skrining Kesehatan Pada Remaja" tepat pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini berkat bantuan


dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah.

Denpasar, 10 September 2018

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAAN ..................................................................................... 4

A. Definisi Skrining........................................................................................... 4

B. Tujuan dan Manfaat Skrining ....................................................................... 5

C. Syarat Skrining ............................................................................................. 5

D. Proses Pelaksanaan Skrining ........................................................................ 7

E. Kriteria Evaluasi ........................................................................................... 8

F. Konsep Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah ....................................... 14

G. Tujuan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah ........................................ 14

H. Landasan Pelaksanaan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah ............... 14

I. Langkah-Langkah Pelaksanaan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah . 15

J. Contoh Penerapan Skrining Kesehatan Pada Remaja ................................ 16

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 18

A. Kesimpulan ................................................................................................. 18

B. Saran ........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam beberapa dekade, angka penderita kanker leher rahim di negara-
negara maju mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika Serikat, dalam 50
tahun terakhir insiden kanker leher rahim turun sekitar 70%. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya program deteksi dini dan tatalaksana yang baik.
Sebaliknya, di negara-negara berkembang, angka penderita penyakit ini tidak
mengalami penurunan, bahkan justru meningkat akibat populasi yang
meningkat (Eaker et al., 2001).
Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita.
Diantara alasan tersebut adalah belum adanya sistem pelayanan yang
terorganisasi baik mulai dari deteksi dini sampai penanganan kanker leher
rahim stadium lanjut. Selain itu terbatasnya sarana dan prasana termasuk
tenaga ahli yang kompeten menangani penyakit ini secara merata menjadi
tantangan tersendiri (Eaker et al., 2001).
Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau
menemukan penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak
dalam suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes
atau pemeriksaan secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan
mereka yang betul-betul sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar
menderita (Noor, 2008).
Screening test merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah
yang diterapkan pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan
bertujuan untuk mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup
tinggi menderita penyakit yang sedang diamati (disease under study) sehingga
kepada mereka dapat dilakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi mereka
yang menderita penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan secara dini
(Noor, 2008).
Strategi paling efektif dalam menanggulangi kanker payudara adalah
pencegahan sekunder, yaitu upaya deteksi dini dan pengobatan segera.
Penemuan mammografi adalah terobosan terbesar dalam sejarah penanganan

1
kanker payudara. Pemeriksaan mammografi dapat menemukan kanker
payudara sebelum timbul keluhan atau disebut dengan stadium praklinis. Oleh
karena itu screening test merupakan cara yang paling tepat dalam usaha
pencegahan penyakit berbahaya yang terkadang tanpa menunjukkan gejala.

B. Rumusan Masalah
Dalam suatu karangan ilmiah haruslah disusun secara sistematis dan
runtutan sesuai dengan ketentuan yang ada. Maka dari itu perlu penyusunan
suatu rumusan masalah yang menjadi batu pijak untuk pembahasan makalah ini.
Adapun rumusan masalah ialah sebagai berikut:
1. Apa Definisi Skrining?
2. Apa Saja Tujuan Dan Manfaat Skrining?
3. Apa Saja Syarat Skrining?
4. Bagaimana Proses Pelaksanaan Skrining?
5. Apa Saja Kriteria Evaluasi Dalam Skring ?
6. Bagaimana Kosep Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah?
7. Apa Saja Tujuan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah ?
8. Apa Landasan Dalam Pelaksanaan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah?
9. Apa Saja Langkah-Langkah Pelaksanaan Skrining Kesehetan Pada Anak
Sekolah ?
10. Apa Contoh Penerapan Skrining Kesehatan Pada Anak Remaja ?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan dalam konsep skrining kesehatan, skrining dan
kesehatan pada anak sekolah dan skring kesehatan pada remaja
2. Tujuan Khusus
a. untuk mengetahui Definisi Skrining
b. untuk mengetahui Tujuan Dan Manfaat Skrining?
c. untuk mengetahui Syarat Skrining?
d. untuk mengetahui Proses Pelaksanaan Skrining?
e. untuk mengetahui Apa Saja Kriteria Evaluasi Dalam Skring ?
f. untuk mengetahui Kosep Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah?

2
g. untuk mengetahui Tujuan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah ?
h. untuk mengetahui Landasan Dalam Pelaksanaan Skrining Kesehatan
Pada Anak Sekolah?
i. untuk mengetahui Saja Langkah-Langkah Pelaksanaan Skrining
Kesehetan Pada Anak Sekolah ?
j. untuk mengetahu Contoh Penerapan Skrining Kesehatan Pada Anak
Remaja ?

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan
dalam konsep skrining kesehatan, skrining dan kesehatan pada anak sekolah
dan skring kesehatan pada remaja
2. Manfaat praktis
Dapat dijadiakan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih
lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenisnya

3
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Definisi Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes
skrining merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk
mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau
keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau
masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang
memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi
dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif (Chandra,
2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat
untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan
dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah
diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil
pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis
dilakukan kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut
menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk
menghambat proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit”
untuk menyebut setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk
perkembangannya atau setiap komplikasinya. Pada umumnya, skrining
dilakukan hanya ketika syarat-syarat terpenuhi, yakni penyakit tersebut
merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan, terdapat sebuah uji yang
sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada
suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi, dan terdapat pengobatan
yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit
(Morton, 2008).

4
B. Tujuan dan Manfaat Skrining
Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini
mungkin sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang
sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap
gejala dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu
melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan
situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang
akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal
sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit
tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

C. Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan
memenuhi beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan
persyaratan suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):
1. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti
dalam masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat
tersebut.
2. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi
tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.

5
3. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.
4. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya
cukup lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
5. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standard
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining
berkurang atau malah bertambah frekuensi endemiknya.
6. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan
harus dapat diterima oleh masyarakat secara umum.
7. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti.
8. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
9. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada
titik akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa
melakukan tes tersebut.
10. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit
yang tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk
dilakukan skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit,
HIV/AIDS merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor,
2008)

6
D. Proses Pelaksanaan Skrining

Bagan proses pelaksanaan skrining (Noor, 2008).


Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan
(tes) dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada
suatu saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes
positif dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya
positif dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil
tes negatif dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua
penderita terjaring.
Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu
kelompok populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian
bila suatu penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok
populasi tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya
khusus pada wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan
terutama kepada mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus
untuk satu jenis penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak
untuk lebih dari satu penyakit (Noor, 2008).
Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan
pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko
tinggi menderita penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang
tersebut tidak menderita penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan
pemeriksaan tahap kedua yaitu pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya

7
positif maka dianggap sakit dan mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya
negatif maka dianggap tidak sakit dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil
pemeriksaan yang negatif dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik. Ini
berarti bahwa proses skrining adalah pemeriksaan pada tahap pertama (Budiarto
dan Anggraeni, 2003).
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa
pemeriksaan laboratorium atau radiologis, misalnya :
1. Pemeriksaan gula darah.
2. Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.
Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :
a. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik).
b. Tidak mahal.
c. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
d. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa
(Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Contoh pemanfaatan skrining :
a. Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
b. Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
c. Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
d. Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
e. Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
f. Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
(Bustan, 2000).

E. Kriteria Evaluasi
Suatu alat (test) skrining yang baik adalah mempunyai tingkat validitas
dan reliabilitas yang tinggi, yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut,
dalam memilih tes untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive
Values).

8
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk
memisahkan mereka yang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas
merupakan petunjuk tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat
mengukur secara benar dan tepat apa yang akan diukur. Validitas
mempunyai 2 komponen, yaitu:
a. Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.
b. Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit.
Besarnya nilai kedua parameter tersebut tentunya ditentukan dengan
alat diagnostik di luar tes penyaringan. Kedua nilai tersebut saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya, yakni bila sensitivitas meningkat,
maka spesifisitas akan menurun, begitu pula sebaliknya. Untuk menentukan
batas standar yang digunakan pada tes penyaringan, harus ditentukan tujuan
penyaringan, apakah mengutamakan semua penderita terjaring termasuk
yang tidak menderita, ataukah mengarah pada mereka yang betul-betul
sehat.
Nilai prediktif adalah besarnya kemungkinan dengan menggunakan
nilai sensitivitas dan spesivitas serta prevalensi dengan proporsi penduduk
yang menderita. Nilai prediktif dapat positif artinya mereka dengan tes
positif juga menderita penyakit, sedangkan nilai prediktif negatif artinya
mereka yang dinyatakan negatif juga ternyata tidak menderita penyakit.
Nilai prediktif positif sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit
dalam masyarakat dengan ketentuan, makin tinggi prevalensi penyakit
dalam masyarakat, makin tinggi pula nilai prediktif positif dan sebaiknya.
Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula
diketahui beberapa nilai lainnya seperti:
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang
sebenarnya tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit
dengan hasil test yang negatif pula.

9
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang sebenarnya
menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Contoh “Dari suatu penyaringan yanng dilakukan untuk penyakit A
dengan mempergunakan jenis pemeriksaan B ditemukan hasil sebagai
berikut:”

PENYAKIT JUMLAH
POSITIF NEGATIF
(F/T) (F/T)
HASIL POSITIF A B A+B
PEMERIKSAAN NEGATIF C D C+D
JUMLAH A+C B+D A+B+C+D

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai yang dimaksud yakni :


𝐴
a. Sensitivitas :𝐴+𝐶 x 100 %
𝐵
b. Spesifisitas : 𝐵+𝐷 x 100 %
c. True positive : A
𝐵
d. False positive : B → % False positive : 𝐵+𝐷 x 100 %
e. True negative : D
𝐶
f. False negative : C → % False negative : 𝐴+𝐶 x 100 %
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒
g. Positive predictive value : 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 x 100 %
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒
h. Negative predictive value : 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 x 100 %

Contoh soal 1:
64.810 wanita usia 40-46 tahun mengikuti program skrining untuk
mendeteksi kanker payudara melalui mamografi dengan pemeriksaan fisik.
Setelah 5 tahun, dari 1115 hasil tes skrining yang positif dikonfirmasi 132
terdiagnosis pasti kanker payudara.Sementara pada 63.695 peserta yang
hasil tes skriningnya negatif, ternyata hanya 45 orang yang menderita
kanker payudara. Hitunglah
a. Jumlah positif palsu
b. Nilai sensitivitas tes

10
c. Jumlah negatif palsu
d. Nilai spesifisitas tes
e. Nilai prediktif (+)
f. Nilai prediktif (-)
Kanker payudara JUMLAH
POSITIF NEGATIF
TES POSITIF 132 983 1115
MAMOGRAFI NEGATIF 45 63.650 63.695
JUMLAH 177 64.633 64.810

a. Jumlah positif palsu = 983


𝐴 132 132
b. Sensitivitas = 𝐴+𝐶 x 100 % = 132+45 x 100 % = 177 x 100 % = 74,576 %
c. Jumlah negatif palsu = 45
𝐵 983 983
d. Spesifisitas = 𝐵+𝐷 x 100 % = 983+63.650 x 100 % = 64.633 x 100 % = 1,52 %
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 132
e. Nilai prediktif (+) = 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 x 100 % = 132+983 x 100 %

= 11,838 %
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 63.650
f. Nilai prediktif (-) = 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒
x 100 % = 63.650+45
x

100 % = 99,929 %
Contoh soal 2:
Hubungan penyakit kanker serviks dengan tes IVA positif

Kanker serviks JUMLAH


POSITIF NEGATIF
TES IVA POSITIF 6 24 30
NEGATIF 3 67 70
JUMLAH 9 91 100
Hitunglah nilai-nilainya.
𝐴 6
a. Sensitivitas = 𝐴+𝐶 x 100 % = 6+3 x 100 % = 66,67 %
𝐵 67
b. Spesifisitas = 𝐵+𝐷 x 100 % = 24+67 x 100 % = 73,62 %
c. True positive = 6

11
24
d. False positive = 24 → %FP = 24+67 x 100% = 26,37%
e. True negative = 67
3
f. False negative = 3 → %FN = 3+6 x 100% = 33,33%
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 6
g. Positive predictive value = 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒
x 100% = 6+24
x

100% = 20%
𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 67
h. Negative predictive value = 𝑇𝑟𝑢𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒+𝑓𝑎𝑙𝑠𝑒 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒
x 100% = 67+3
x

100% = 95,7%

2. Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang
konsisten, dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut (Budiarto, 2003):
a. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
1) Stabilitas reagen
2) Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen
dan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu,
sebelum digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji
ulang ketepatannya.
b. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium
penyakit atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya: lelah, kurang tidur,
marah, sedih, gembira, penyakit yang berat, penyakit dalam masa tunas.
Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor psikis.
c. Variabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa:
1) Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil
pemeriksaan yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
2) Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan
dilakukan pemeriksaan oleh beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat
dilakukan dengan mengadakan:
a) Standarisasi reagen dan alat ukur.

12
b) Latihan intensif pemeriksa.
c) Penentuan kriteria yang jelas.
d) Penerangan kepada orang yang diperiksa.
e) Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.
3. Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati
sebagai hasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor
berikut (Budiarto, 2003):
a. Sensitivitas alat uji tapis.
b. Prevalensi penyakit yang tidak tampak.
c. Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.
d. Kesadaran masyarakat.
Bila alat yang digunakan untuk uji tapis mempunyai sensitivitas
yang rendah, akan dihasilkan sedikit negatif semu yang berarti sedikit pula
penderita yang tidak terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji tapis dengan
yield yang rendah. Sebaliknya, bila alat yang digunakan mempunyai
sensitivitas yang tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. Jadi,
sensitivitas alat dan yield mempunyai korelasi yang positif.
Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di
masyarakat akan meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis
seperti TBC, karsinoma, hipertensi, dan diabetes melitus. Bagi penyakit-
penyakit yang jarang dilakukan uji tapis akan mendapatkan yield yang
tinggi karena banyaknya penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat.
Sebaliknya, bila suatu penyakit telah dilakukan uji tapis sebelumnya maka
yield akan rendah karena banyak penyakit tanpa gejala yang telah
terdiagnosis.
Kesadaran yang tinggi terhadap masalah kesehatan di masyarakat
akan meningkatkan partisipasi dalam uji tapis hingga kemungkinan banyak
penyakit tanpa gejala yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan
meningkat (Budiarto, 2003).

13
F. Konsep Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah
Usia anak sekolah merupakan sasaran strategis pelaksanaan program
kesehatan, jumlahnya yang besar mencapai tiga puluh persen dari semua jumlah
penduduk.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hampir setiap anak SD/MI
masih terdapat problem masalah gizi yang cukup serius, dan prevalensi penyakit
kecacingan sudah cukup tinggi, kesehatan gigi dan kesehatan indera
penglihatan serta masalah pendengaran atau telinga pada anak sekolah pun
masih ditemukan.
Meninjau masalah diatas, pelayanan kesehatan di sekolah atau UKS
mengutamakan pada upaya peningkatan kesehatan dalam bentuk promotif dan
preventif.Upaya preventif antara lain kegiatan penjaringan kesehatan atau
Screening kesehatan untuk peserta didik, yang bertujuan untuk meningkatkan
derajat kesehatan peserta didik secara optimal.

G. Tujuan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah


Adapun tujuan khususnya adalah mendeteksi secara dini masalah
kesehatan peserta didik dan tersedianya data atau informasi untuk menilai
perkembangan kesehatan peserta didik, maupun untuk dijadikan pertimbangan
dalam menyusun program pembinaan kesehatan sekolah. Pemanfaatan data
berguna untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program
pembinaan peserta didik.

H. Landasan Pelaksanaan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah


Landasan Hukum dari penyelenggaran kegiatan penjaringan ini di dasari
oleh UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan anak, UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, PP
No 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan SPM, PP No 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, SKB 4 Menteri No 26 Tahun 2003
tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS serta SK MenKes No 1457 Tahun
2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan kesehatan.

14
Kegiatan ini menitik beratkan pada sasaran Penjaringan ke semua peserta didik
dari SD sampai dengan SMA sederajat.
Kebijakan Operasional ini adalah Penjaringan kesehatan peserta didik
yang merupakan bagian dari pelayanan dasar kesehatan sebagai urusan wajib
pemerintahan daerah dan penjaringan dilakukan 1 tahun sekali pada awal tahun
pelajaran terhadap murid kelas 1 SD-SMP-SMA sederajat.
Untuk strategi Operasional nya adalah Pendanaan kegiatan penjarinagn
kesehatan peserta didik dibiayai oleh anggaran Kabupaten/kota dan kegiatan
penjarinagn kesehatan merupakan kegiatan yang di laksanakan untuk
memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan bidang kesehatan dalam
program UKS. Penjaringan kesehatan peserta didik dilakukan oleh suatu tim
penjaringan kesehatan di bawah koordinasi puskesmas.

I. Langkah-Langkah Pelaksanaan Skrining Kesehatan Pada Anak Sekolah


Adapun langkah-langkah yang diambil dalam pelaksanaan penjaringan
kesehatan adalah Tahap persiapan Kegiatan yaitu tahap ini Dinas Kesehatan
menugaskan kepada Puskesmas untuk melaksanakan kegiatan kesehatan
peserta didik di wilayah kerjanya. Kemudian dinas Kesehatan berkoordinasi
dengan lintas sector terkait untuk memberikan informasi dan sosialnya dalam
menghasilkan :
1. Kesepakan mengenai penjaringan
2. Inventarisasi tenaga, sarana dan dana
3. Identifikasi kebutuhan operasional
4. Persiapan pelaksanaan
Kepala Puskesmas Mengadakan pertemuan dengan unsur TP UKS
Kecamatan dan Kepala sekolah serta unsur yang dipandang perlu untuk
menghasilkan inventarisasi data tentang jumlah sekolah, merencana kerja
penjaringan kesehatan, jadwal kerja, tenaga pelaksana, kegiatan pelaksana,
pencatatan dan pelaporan. Pelaksanaan penjaringan kesehatan merupakan
serangkaian kegiatan yang meliputi pemeriksaan fisik, Laboratorium,
Penyimpangan Mental emosional, serta kesegaran jasmani.

15
Rangkaian pemerikasaan tersebut seharusnya dilaksanakan seluruhnya,
namun dalam pelaksanannya dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
wilayah setempat. Penjaringan kesehatan peserta didik meliputi :
1. Penilaian keadaan umum yaitu peserta didik dalam hal ini di priksa
keadaan fisiknya secara umum.
2. Pengukuran Tekanan darah dan denyut nadi dilakukan untuk mengetahui
tekanan darah, denyut nadi dan mengetahui secara dini kelainan jantung.
3. Penilaian status gizi dilakukan juga untuk mengetahui adanya kelainan
Kurang Energi Proteni, Vitamin A, Anemia gizi besi dan Yodium (
GAKY)
4. Pemeriksaan gigi dan mulut dilakukan juga untuk mengetahui keadaan
kesehatan gigi dan mulut peserta didik dan menentukan prioritas sasaran.
5. Tidak lupa juga pemerikasaan indera ( Penglihatan dan pendengaran ) yaitu
untuk mengetahui ketajam penglihatan dan pendengan serta kelainan
organik pada anak dalam upaya pencegahan.
6. Pelaksanaan Pemeriksaan laboratorium juga di lakukan pemeriksaan
faeces dan Hb pada anak untuk mengetahui ada tidaknya infeksi cacing dan
adanya kekurangan darah haemoglobin pada anak tersebut. Kemudian juga
pengukuran kesegaran jasmani juga dilakukan untuk mengukur dan
menentukan kesanggupan atau kemampuan tubuh untuk melakukan
kegiatan sehari hari.
7. Deteksi dini penyimpangan mental emosiona juga untuk mendeteksi secara
dini adanya penyimpangan / masalah mental emosional, agar dapat segera
dilakukan tindakan intervesi.

J. Contoh Penerapan Skrining Kesehatan Pada Remaja


1. Pemeriksaan payudara sendiri (sadari)
Terbukti 95% wanita yang terdiagnosis pada tahap awal kanker
payudara dapat bertahan hidup lebih dari lima tahun setelah terdiagnosis
sehingga banyak dokter yang merekomendasikan agar para
wanitamenjalani ‘sadari’ (periksa payudara sendiri – saat menstruasi – pada
hari ke 7 sampai dengan hari ke 10 setelah hari pertama haid) di rumah

16
secara rutin dan menyarankan dilakukannya pemeriksaan rutin tahunan
untuk mendeteksi benjolan pada payudara.
2. Melihat Perubahan Di Hadapan Cermin.
Lihat pada cermin, bentuk dan keseimbangan bentuk payudara (simetris
atau tidak). Cara melakukan :
a. Tahap 1
Melihat perubahan bentuk dan besarnya payudara, perubahan puting
susu, serta kulit payudara di depan kaca. Sambil berdiri tegak depan
cermin, posisi kedua lengan lurus ke bawah disamping badan.
b. Tahap 2
Periksa payudara dengan tangan diangkat di atas kepala. Dengan
maksud untuk melihatretraksi kulit atau perlekatan tumor terhadap otot
atau fascia dibawahnya.
c. Tahap 3
Berdiri tegak di depan cermin dengan tangan disamping kanan dan kiri.
Miringkan badan ke kanan dan kiri untuk melihat perubahan pada
payudara.
d. Tahap 4
Menegangkan otot-otot bagian dada dengan berkacak pinggang/ tangan
menekan pinggul dimaksudkan untuk menegangkan otot di daerah
axilla.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit.
Tujuan skrining adalah menemukan orang terkena penyakit sedini
mungkin, mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, membiasakan
masyarakat untuk memeriksakan diri sedini mungkin, dan mendapatkan
keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti. Sedangkan
manfaat skrining adalah biaya yang dikeluarkan relatif murah, mendeteksi
kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala menyajikan sedangkan
pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.
Syarat yang harus diperhatikan dalam proses skrining adalah penyakit
yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti, tersediannya obat
yang potensial, fasilitas dan biaya untuk diagnosis, ditujukan pada penyakit
kronis seperti kanker, adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama
tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
Proses skrining dilakukan dengan mengacu pada kriteria sensitivitas dan
spesifisitas. Kriteria evaluasi dalam skrining terdiri dari validitas, reliabilitas
dan yield.
Usia anak sekolah merupakan sasaran strategis pelaksanaan program
kesehatan, jumlahnya yang besar mencapai tiga puluh persen dari semua jumlah
penduduk. pelayanan kesehatan di sekolah atau UKS mengutamakan pada
upaya peningkatan kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif.Upaya
preventif antara lain kegiatan penjaringan kesehatan atau Screening kesehatan
untuk peserta didik, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
peserta didik secara optimal

Landasan Hukum dari penyelenggaran kegiatan penjaringan ini di dasari


oleh UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan anak, UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, PP

18
No 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan SPM, PP No 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, SKB 4 Menteri No 26 Tahun 2003
tentang Pembinaan dan Pengembangan UKS serta SK MenKes No 1457 Tahun
2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pelayanan kesehatan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada maka penyusun dapat memberikan
saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis sendiri
yaitu agar lebih memahami mengenai konsep skrining kesehatan, skrining
kesehatan pada anak sekolah dan skrining kesehatan pada remaja terkhususnya
pada makalah ini yaitu mengenai skrining kesehatan, demi mewujudkan
kualitas pelayanan yang baik dengan pemahaman materi yang baik dalam
pengaplikasiannya di bidang keperawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A
Controlled Community Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer
Screening: Women’s Health Alliance Intervention Study.” Journal Public
Health Management Practice.
Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi
Epidemiologi dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic
Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University
Press.

20

Anda mungkin juga menyukai