Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TENTANG SKRINNING

DOSEN PENGAMPU:
SILVIA ADI PUTRI SKM.M.,Kes

DISUSUN OLEH:

DEWI FITRIA RAHMI

20190023

PROGRAM STUDI D-III ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT

2022
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “SKRINNING “Dalam penulisan
makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya Ibu Silvia Adi Putri
SKM,M,.Kes selaku dosen pengampu yang telah memberikan tugas ini.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan di masa depan.

Bukittinggi,3 Juli 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................4

A.Latar Belakang........................................................................................................4

B.Tujuan Masalah.......................................................................................................5

C.Rumusan Masalah...................................................................................................5

BAB II..............................................................................................................................6

1.Definisi Skrining.......................................................................................................6

2.Tujuan dan Manfaat Skrining..................................................................................7

3.Syarat Skrining........................................................................................................8

4.Proses Pelaksanaan Skrining...................................................................................9

5.Kriteria Evaluasi....................................................................................................11

BAB III...........................................................................................................................17

A.Kesimpulan...........................................................................................................17

B.Saran.....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Dalam beberapa dekade, angka penderita kanker leher rahim di negara-negara
maju mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika Serikat, dalam 50 tahun
terakhir insiden kanker leher rahim turun sekitar 70%. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya program deteksi dini dan tatalaksana yang baik.
Sebaliknya, di negara-negara berkembang, angka penderita penyakit ini tidak
mengalami penurunan, bahkan justru meningkat akibat populasi yang meningkat
(Eaker et al., 2001).
Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita. Diantara
alasan tersebut adalah belum adanya sistem pelayanan yang terorganisasi baik
mulai dari deteksi dini sampai penanganan kanker leher rahim stadium lanjut.
Selain itu terbatasnya sarana dan prasana termasuk tenaga ahli yang kompeten
menangani penyakit ini secara merata menjadi tantangan tersendiri (Eaker et al.,
2001).
Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan
penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu
masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan
secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul
sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita (Noor, 2008).
Screening test merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang
diterapkan pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan
untuk mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita
penyakit yang sedang diamati (disease under study) sehingga kepada mereka

4
dapat dilakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi mereka yang menderita
penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan secara dini (Noor, 2008).
Strategi paling efektif dalam menanggulangi kanker payudara adalah
pencegahan sekunder, yaitu upaya deteksi dini dan pengobatan segera. Penemuan
mammografi adalah terobosan terbesar dalam sejarah penanganan kanker
payudara. Pemeriksaan mammografi dapat menemukan kanker payudara sebelum
timbul keluhan atau disebut dengan stadium praklinis. Oleh karena itu screening
test merupakan cara yang paling tepat dalam usaha pencegahan penyakit
berbahaya yang terkadang tanpa menunjukkan gejala.

B.Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui definisi skrining
2. Untuk Mengetahui tujuan dan manfaat skrining
3. Untuk Mengetahui syarat skrining
4. Untuk Mengetahui proses pelaksanaan skrining
5. Untuk Mengetahui kriteria evaluasi

C.Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi skrinning?
2. Sebutkan tujuan dan manfaat skrinning?
3. Sebutkan syarat skrinning?
4. Bagaimana proses pelaksanaan skrinning?
5. Sebutkan kriteria evaluasi?

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.Definisi Skrining
Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining
merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk
mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan
ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko
tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan
segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk
menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat
untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan
dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah
diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil
pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan
kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil
yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat
proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit” untuk menyebut
setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap
komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat

6
terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan
kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk
mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat
dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah
penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).

2.Tujuan dan Manfaat Skrining


Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):
1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin
sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.
2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.
3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini
mungkin.
4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat
penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala
dini.
5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan
peneliti.
Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang
dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu
melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan
situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang
akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal
sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit
tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

7
3.Syarat Skrining
Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi
beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan
suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):
a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam
masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut.
b. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi
mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan
penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi
tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.
c. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang
dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang
dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.
d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup
lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.
e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat
sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standard
untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang
atau malah bertambah frekuensi endemiknya.
f. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus
dapat diterima oleh masyarakat secara umum.
g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan
pasti.
h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka
yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.

8
i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik
akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan
tes tersebut.
j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap
penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.
Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit yang
tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan
skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit, HIV/AIDS
merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor, 2008).

4.Proses Pelaksanaan Skrining

Bagan proses pelaksanaan skrining (Noor, 2008).


Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes)
dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada suatu
saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes positif
dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya positif
dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil tes negatif

9
dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua penderita
terjaring.
Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu kelompok
populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian bila suatu
penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok populasi
tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus pada
wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan terutama kepada
mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis
penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satu
penyakit (Noor, 2008).
Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan pemeriksaan
terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita
penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut tidak menderita
penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua yaitu
pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan
mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit
dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil pemeriksaan yang negatif
dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik. Ini berarti bahwa proses skrining
adalah pemeriksaan pada tahap pertama (Budiarto dan Anggraeni, 2003).
Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan
laboratorium atau radiologis, misalnya :
a. Pemeriksaan gula darah.
b. Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.
Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :
1. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut
(pemeriksaan diagnostik).
2. Tidak mahal.
3. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan
4. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa (Budiarto dan
Anggraeni, 2003).
10
Contoh pemanfaatan skrining :
 Mammografi untuk mendeteksi ca mammae
 Pap smear untuk mendeteksi ca cervix
 Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi
 Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
 Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
 Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner (Bustan,
2000).

5.Kriteria Evaluasi
Suatu alat (test) skrining yang baik adalah mempunyai tingkat validitas dan
reliabilitas yang tinggi, yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut, dalam
memilih tes untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive Values).
1. Validitas
Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk memisahkan mereka
yang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas merupakan petunjuk
tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat mengukur secara benar dan tepat
apa yang akan diukur. Validitas mempunyai 2 komponen, yaitu:
1. Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.
2. Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit.
Besarnya nilai kedua parameter tersebut tentunya ditentukan dengan alat
diagnostik di luar tes penyaringan. Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi
satu dengan yang lainnya, yakni bila sensitivitas meningkat, maka spesifisitas
akan menurun, begitu pula sebaliknya. Untuk menentukan batas standar yang
digunakan pada tes penyaringan, harus ditentukan tujuan penyaringan, apakah
mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak menderita,
ataukah mengarah pada mereka yang betul-betul sehat.
Nilai prediktif adalah besarnya kemungkinan dengan menggunakan nilai
sensitivitas dan spesivitas serta prevalensi dengan proporsi penduduk yang
11
menderita. Nilai prediktif dapat positif artinya mereka dengan tes positif juga
menderita penyakit, sedangkan nilai prediktif negatif artinya mereka yang
dinyatakan negatif juga ternyata tidak menderita penyakit. Nilai prediktif positif
sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat dengan
ketentuan, makin tinggi prevalensi penyakit dalam masyarakat, makin tinggi pula
nilai prediktif positif dan sebaiknya.
Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui
beberapa nilai lainnya seperti:
a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar
menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.
b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya
tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.
c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit
dengan hasil test yang negatif pula.
d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang sebenarnya
menderita penyakit tetapi hasil test negatif.
Contoh “Dari suatu penyaringan yanng dilakukan untuk penyakit A dengan
mempergunakan jenis pemeriksaan B ditemukan hasil sebagai berikut:”

PENYAKIT JUMLAH
POSITIF NEGATIF
(F/T) (F/T)
HASIL POSITIF A B A+B
PEMERIKSAAN NEGATIF C D C+D
JUMLAH A+C B+D A+B+C+D

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai yang dimaksud yakni :

a. Sensitivitas : x 100 %

12
b. Spesifisitas : x 100 %

c. True positive : A

d. False positive : B → % False positive : x 100 %

e. True negative : D

f. False negative : C → % False negative : x 100 %

g. Positive predictive value : x 100 %

h. Negative predictive value : x 100 %

Contoh soal 1:
64.810 wanita usia 40-46 tahun mengikuti program skrining untuk mendeteksi
kanker payudara melalui mamografi dengan pemeriksaan fisik. Setelah 5
tahun, dari 1115 hasil tes skrining yang positif dikonfirmasi 132 terdiagnosis
pasti kanker payudara.Sementara pada 63.695 peserta yang hasil tes
skriningnya negatif, ternyata hanya 45 orang yang menderita kanker payudara.
Hitunglah
a. Jumlah positif palsu
b. Nilai sensitivitas tes
c. Jumlah negatif palsu
d. Nilai spesifisitas tes
e. Nilai prediktif (+)
f. Nilai prediktif (-)
Kanker payudara JUMLAH
POSITIF NEGATIF
TES POSITIF 132 983 1115

13
MAMOGRAFI NEGATIF 45 63.650 63.695
JUMLAH 177 64.633 64.810

a. Jumlah positif palsu = 983

b. Sensitivitas = x 100 % = x 100 % = x 100 % = 74,576 %

c. Jumlah negatif palsu = 45

d. Spesifisitas = x 100 % = x 100 % = x 100 % = 1,52 %

e. Nilai prediktif (+) = x 100 % = x 100 % =

11,838 %

f. Nilai prediktif (-) = x 100 % = x 100 %

= 99,929 %
Contoh soal 2:
Hubungan penyakit kanker serviks dengan tes IVA positif

Kanker serviks JUMLAH


POSITIF NEGATIF
TES IVA POSITIF 6 24 30
NEGATIF 3 67 70
JUMLAH 9 91 100
Hitunglah nilai-nilainya.

a. Sensitivitas = x 100 % = x 100 % = 66,67 %

14
b. Spesifisitas = x 100 % = x 100 % = 73,62 %

c. True positive = 6

d. False positive = 24 → %FP = x 100% = 26,37%

e. True negative = 67

f. False negative = 3 → %FN = x 100% = 33,33%

g. Positive predictive value = x 100% = x 100%

= 20%

h. Negative predictive value = x 100% = x

100% = 95,7%

2. Reliabilitas
Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang
konsisten, dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut (Budiarto, 2003):
1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:
a. Stabilitas reagen
b. Stabilitas alat ukur yang digunakan
Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen
dan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu, sebelum
digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji ulang
ketepatannya.
2. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit
atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya: lelah, kurang tidur, marah,

15
sedih, gembira, penyakit yang berat, penyakit dalam masa tunas.
Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor psikis.
3. Variabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa:
a. Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan
yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.
b. Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan
pemeriksaan oleh beberapa orang.
Upaya untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan dengan
mengadakan:
1. Standarisasi reagen dan alat ukur.
2. Latihan intensif pemeriksa.
3. Penentuan kriteria yang jelas.
4. Penerangan kepada orang yang diperiksa.
5. Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.

3. Yield
Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai
hasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut (Budiarto,
2003):
1. Sensitivitas alat uji tapis.
2. Prevalensi penyakit yang tidak tampak.
3. Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.
4. Kesadaran masyarakat.
Bila alat yang digunakan untuk uji tapis mempunyai sensitivitas yang
rendah, akan dihasilkan sedikit negatif semu yang berarti sedikit pula penderita
yang tidak terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji tapis dengan yield yang
rendah. Sebaliknya, bila alat yang digunakan mempunyai sensitivitas yang
tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. Jadi, sensitivitas alat dan yield
mempunyai korelasi yang positif.

16
Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat
akan meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis seperti TBC,
karsinoma, hipertensi, dan diabetes melitus. Bagi penyakit-penyakit yang jarang
dilakukan uji tapis akan mendapatkan yield yang tinggi karena banyaknya
penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat. Sebaliknya, bila suatu
penyakit telah dilakukan uji tapis sebelumnya maka yield akan rendah karena
banyak penyakit tanpa gejala yang telah terdiagnosis.
Kesadaran yang tinggi terhadap masalah kesehatan di masyarakat akan
meningkatkan partisipasi dalam uji tapis hingga kemungkinan banyak penyakit
tanpa gejala yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan meningkat
(Budiarto, 2003).

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan
1. Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau
sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit.
2. Tujuan skrining adalah menemukan orang terkena penyakit sedini mungkin,
mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, membiasakan masyarakat
untuk memeriksakan diri sedini mungkin, dan mendapatkan keterangan
epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti. Sedangkan manfaat
skrining adalah biaya yang dikeluarkan relatif murah, mendeteksi kondisi
medis pada tahap awal sebelum gejala menyajikan sedangkan pengobatan
lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.
3. Syarat yang harus diperhatikan dalam proses skrining adalah penyakit yang
dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti, tersediannya obat

17
yang potensial, fasilitas dan biaya untuk diagnosis, ditujukan pada penyakit
kronis seperti kanker, adanya suatu nilai standar yang telah disepakati
bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.
4. Proses skrining dilakukan dengan mengacu pada kriteria sensitivitas dan
spesifisitas.
5. Kriteria evaluasi dalam skrining terdiri dari validitas, reliabilitas dan yield.

B.Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dan para pembaca serta
menambah wawasan kita

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A Controlled
Community Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer Screening:
Women’s Health Alliance Intervention Study.” Journal Public Health
Management Practice.
Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi
Epidemiologi dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
18
Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic
Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University Press.

19

Anda mungkin juga menyukai