PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
perusahaan, jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka
investor atau calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil mengelola usahanya
(Brigham & Houston, 2014:387). Kepercayaan investor dan calon investor sangat
bermanfaat bagi emiten maka keinginan untuk berinvestasi pada emiten semakin
kuat. Semakin banyak permintaan saham terhadap suatu emiten maka dapat
menaikan harga saham tersebut. Jika harga saham yang tinggi dapat dipertahankan
maka kepercayaan investor dan calon investor terhadap emiten juga semakin tinggi
dan dalam hal ini dapat menaikkan nilai emiten. Sebaliknya, jika harga saham
mengalami penurunan secara terus menurus berarti dapat menurunkan nilai emiten di
Harga suatu saham di pasar modal dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor internal mapun eksternal. Faktor internal merupakan suatu faktor yang dilihat
dari dalam perusahaan yang sifatnya spesifik atas saham tersebut seperti penjualan,
yang sifatnya makro dalam mempengaruhi harga saham di bursa seperti inflasi,
tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang asing, dan faktor-faktor non ekonomi
seperti kondisi sosial, politik, dan faktor lainnya. (Martalena & Melinda, 2011:14).
1
2
Tahun 2013 menjadi tahun kelabu bagi IHSG (Indeks Harga Saham
Gabungan) karena diakhir tahun 2013, nilai IHSG hanya mencapai sekitar 4.100-
4.200. Padahal sempat diprediksi akan mampu ditutup mendekati level 5.000, karena
pada bulan Mei 2013 nilai IHSG saat itu mampu menembus rekor sepanjang sejarah
yaitu ditutup pada level 5.200. Padahal nilai IHSG pada tahun sebelumnya selalu
mengalami kenaikan pada setiap penutupan diakhir tahun sejak tahun 2001 sampai
tahun 2012, terkecuali pada akhir tahun 2008 karena adanya krisis ekonomi global.
Tabel 1.1
Sejarah Nilai IHSG
Menurunnya laju IHSG dipicu oleh dua penilaian negatif yang cukup kuat.
Pertama, yakni imbas kekhawatiran yang besar atas rencana bank sentral Amerika
Serikat (AS), The Federal Reserve ( The Fed ), untuk mengurangi pembelian
obligasi secara terus-menerus melalui program Quantitative Easing (QE) tahap tiga.
Yang kedua yaitu adanya potret data-data makroekonomi domestik yang terlihat
kurang solid. Hal tersebut dapat dilihat dari lonjakan inflasi pasca keputusan
3
pemerintah atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per Juni 2013
(www.id.beritasatu.com).
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan menganalisis salah satu
perusahahaan dalam hal ini diartikan sebagai kinerja keuangan perusahaan. Analisis
terhadap laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara perhitungan rasio keuangan
yang akan memberikan gambaran atau penjelasan tentang baik atau buruknya kondisi
mendatang.
Jenis rasio keuangan yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan
perusahaan adalah rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabiltas,
rasio pertumbuhan dan rasio nilai pasar. Dari berbagai macam jenis rasio yang
digunakan untuk menilai kinerja keuangan, maka yang akan dibahas dalam penilitian
ini dan cukup mampu untuk mewakili rasio-rasio umum di atas adalah Debt to
sebelumnya dilakukan oleh Stella (2009) yang mendapatkan hasil berupa Debt to
Equity Ratio yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Lain
halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif Nugroho (2012) yang
menunjukkan bahwa variabel Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif namun tidak
yang mendapatkan hasil berupa Earning Per Share yang berpengaruh postif dan
4
signifikan terhadap harga saham. Selanjutnya hasil serupa didapatkan oleh Amalia
Dwi Wulandari (2012) yakni Earning Per Share berpengaruh postif namun tidak
dengan hasil bahwa ROE berpengaruh postif dan signifikan terhadap harga saham
dilakukan oleh Rosalina dengan hasil positif tapi tidak signifikan pada harga saham
perusahaan manufaktur pada sektor industri barang komsumsi yang terdaftar di BEI.
mengemukakan bahwa DER, EPS, dan ROE berpengaruh secara signifikan terhadap
harga saham perusahaan manufaktur pada periode 2010-2012 yang terdaftar di BEI.
yang tidak konsisten untuk waktu dan tempat yang berbeda, maka penulis tertarik
terbentuk judul
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On
2. Bagaimana pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk
mengetahui :
1. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity secara
Periode 2011-2016.
2. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity secara
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
pengertahuan sebagai sumber bacaan atau referensi bagi para pembaca serta dapat
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi bagi para investor dan
calon investor dalam proses pengambilan keputusan investasi serta menganalisis Debt
to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity suatu perusahaan
b. Bagi akademisi
c. Bagi peneliti
A. Tinjauan Pustaka
1. Saham
a. Definisi Saham
dalam bisnis. Menurut Tambunan (2008 : 1), “saham adalah bukti penyertaan modal
menginvestasikan modal atau dana yang nantinya akan digunakan oleh pihak
menurut Tandelilin (2010:81), “adalah merupakan surat bukti kepemilikan atas asset-
perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan
kepemilikan modal/ dana pada suatu perusahaan yang tercantum dengan jelas nilai
nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang jelas kepada
setiap pemegangnya.” Dari uraian pengertian saham di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian saham adalah merupakan suatu surat berharga yang akan diberikan
kepada para investor jika telah mengikut sertakan modal mereka terhadap salah satu
7
8
b. Jenis-jenis Saham
Menurut Darmadji & Fakhruddin (2012:16), “ ada beberapa jenis saham jika
ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim maka saham terbagi atas
pemiliknya paling yunior dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan
yang paling banyak dikenal dan diperdagangkan di pasar. Sebagai pemegang saham
jenis ini biasanya memiliki hak yakni hak kontrol ( pemegang saham dapat
melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi dirapat
preetive right (hak untuk mendapatkan persentase kepemilikan yang sama jika
kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru, sehingga
Jenis saham yang kedua yaitu saham preferen (Preferred Stock). Saham ini
mempunyai karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa
menghasilkan pendapatan tetap, tetapi bisa juga mendatangkan hasil seperti yang
dikehendaki investor. Ada dua hal penyebab saham preferen serupa dengan saham
biasa yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo
yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar deviden. Persamaan
saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal yaitu klaim atas laba dan
9
aktiva, dividen tetap selama masa berlaku dari saham, mewakili hak tebus dan dapat
dividennya.
3) Saham preferen pada masa likuidasi mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva
perusahaan dibandingkan dengan hak yang dimiliki oleh saham biasa pada saat
likuidasi. Besarnya hak atas aktiva adalah sebesar nilai nominal saham
kumulatif.
saham adalah harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu.” Sedangkan harga
terhadap faktor-faktor earning, aliran kas, dan tingkat return yang diisyaratkan
investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
Jika permintaan investor akan suatu saham meningkat dan penawaran lebih
kecil, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat. Sebaliknya, jika
penawaran investor lebih besar dan permintaan akan suatu saham perusahaan lebih
10
kecil, maka harga saham akan menurun. Jadi, dengan kata lain harga saham secara
umum juga dapat diartikan sebagai harga pasar dari suatu saham perusahaan. Harga
yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan
tentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal.
Sedangkan menurut Darmadji dan Hendry (2011:88), “harga saham ditentukan pada
saat harga saham penutupan pada saat laporan keuangan diterbitkan (closing price).
1) Nilai Buku
Nilai buku perlembar saham adalah nilai aktiva bersih dengan memiliki satu
lembar saham. Bila aktiva bersih dengan total equitas pemegang saham, maka
nilai buku per lembar saham adalah total equitas dibagi dengan jumlah saham
yang beredar.
2) Nilai Pasar
Nilai pasar adalah nilai saham yang berlaku di pasar, yang ditunjukkan oleh
harga saham tersebut di pasar. Nilai ini dibentuk oleh penjualan dan pembelian
di pasar modal.
3) Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik adalah merupakan nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya
terjadi. Dalam membeli atau menjual saham, investor harus membandingkan
nilai intrinsik dengan pasar saham yang bersangkutan sehingga investor harus
mengerti cara menghitung nilai intrinsik saham. Ada dua maca analisis yang
digunakan untuk menganalisis nilai intrinsik yaitu analisis fundamental dan
analisis teknis.
11
Harga saham yang terjadi di bursa saham selalu berubah dari waktu ke waktu,
hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor ini dapat berasal
yaitu:
1) Faktor Internal
a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualanseperti periklanan, rincian
kontrak, laporan keamanan prodak, dan laporan penjualan.
b) Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang
berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
c) Pengumuman badan direksi manajemen ( management board of director
announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan
struktur organisasi.
d) Pengumuman pengambilan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi
ekuitas, laporan take over oleh pengakusisian dan diakuisisi.
e) Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan ekspansi
pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
f) Pengumuman ketenaga kerjaan (labour announcements), seperti negosiasi baru,
kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g) Pengumuman laporan keuangan perusahaan seperti earning per share, dividen
per share, return on asset, debt to equity ratio, return on equity, dan lain-lain.
2) Faktor Eksternal
a) Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan
deposito, kurs valuta asing, inflasi serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b) Pengumuman hokum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap
perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap
manajernya.
c) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti pertemuan
laporan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan,
pembatasan/penundaan trading.
d) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang
berpengaruh signifikansi pada terjadinyapergerakan harga saham di bursa efek
suatu Negara.
e) Berbagai isu baik dari dalam maupun luar negeri.
12
ratio adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar modal pemilik dapat
menutupi hutang-hutang kepada kreditur. Semakin kecil rasio ini maka akan semakin
baik”.
digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.” Rasio ini berguna untuk mengetahui
jumlah dana yang disediakan pemimjam (kreditor dengan pemilik perusahaan). DER
merupakan jenis rasio leverage yaitu rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan
pinjaman dari kreditor atau dengan kata lain DER merupakan rasio yang
menggambarkan seberapa besar bagian yang dari modal sendiri yang dimiliki oleh
emiten untuk dijadikan jaminan terhadap hutang. Semakin banyak hutang yang
dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar resiko perusahaan tersebut. Ketika
perusahaan hendak mengajukan hutang yang lebih besar, maka perusahaan harus
berkomitmen untuk menanggung arus kas keluar yang tetap selama periode ke
depan.
terkait dengan DER adalah ekuitas dan hutang atau kewajiban. Adapun pengertian
13
menurut Suwardjono (2008:303), “suatu pos dapat dikatakan sebagai kewajiban jika
pasti dimasa mendatang, keharusan sekarang untuk mentransfer asset, dan timbul
total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas
dengan kewajiban (hutang) jangka panjang perusahaan dan total ekuitas adalah
Earning per share merupakan rasio yang mendasar dan berguna bagi
investor. Bagi investor, earning per share penting karena menggabarkan earning
masa depan suatu perusahaan. Earning per share dapat dianalisis melalui laporan
keuangan perusahaan.
Menurut Fahmi (2012:97), “ Earning per share atau pendapatan per lembar
saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham
dari setiap lembar saham yang dimiliki.” Sedangkan, menurut Sutrisno (2012:223), “
Earning per share atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan
Menurut Kasmir (2013:207), pengertian EPS adalah “rasio laba per lembar
saham atau disebut juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur
Jadi rasio ini mencerminkan laba per lembar saham yang diperoleh para
pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki dalam periode waktu
tertentu. Alasan utama EPS menjadi fokus utama dibanding laba adalah karena
saham. Nilai EPS yang tinggi merupakan daya tarik bagi investor, karena semakin
kepada pemegang sahamnya semakin tinggi. Eraning per share adalah perbandingan
antara laba bersih setelah pajak ( earning after tax) dengan jumlah saham yang
beredar.
Adapun komponen komponen yang terkait dengan earning per share adalah
earning after tax dan jumlah saham beredar. Menurut Sutrisno (2012:223), “earning
after tax (EAT) merupakan laba operasi yang diperoleh perusahaan setelah dikurangi
Laba Bersih
Earning Per Share=
jumlah saham beredar
4. Return On Equity
kepada pemegang saham atas setiap rupiah ekuitas yang digunakan oleh
perusahaan”.
Return On Equity merupakan salah satu dari analisis profitabilitas yang paling
penting dalam laporan keuangan. Dalam suatu perusahaan, semakin tinggi return on
penggunaan modal sendiri yang dilakukan semakin efektif dan efisien untuk
rentabilitas yang menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur
Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik bahwa ROE adalah rasio
modalnya untuk menghasilkan laba yang nantinya juga akan dibagi kepada investor.
Jadi, semakin besar ROE, maka investor akan mendapatkan pengembalian yang baik.
Dalam hal ini adalah laba bersih dan total ekuitas adalah komponen utama
laba bersih (net profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang
Sedangkan total ekuitas adalah semua modal yang berasal dari perusahaan.
B. Kerangka Pikir
Equity Ratio, Earning per Share, dan Return On Equity terhadap harga saham salah
satu perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Adapun mengenai variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 variabel. Dimana ada 3 variabel
independen yang ditandai dengan huruf “x” dan 1 variabel dependen yang ditandai
dengan huruf “y”. variabel independen yang digunakan yaitu Debt to Equity Ratio
(X1), Earning Per Share (X2), dan Return On Equity (X3). Sedangkan variabel
Dalam hal ini debt to equity ratio diduga memiliki pengaruh negatif terhadap
harga saham, karena debt to equity ratio adalah rasio yang mencerminkan
Semakin besar debt to equity ratio yang dimiliki artinya hutang perusahaan juga
semakin tinggi dan akan sangat berisiko. Risiko yang tinggi akan membuat calon
saham perusahaan bersangkutan akan menurun dan akan berimbas pada harga saham
keuntungan yang diperoleh para investor per lembar sahamnya. Jadi, makin tinggi
Earning Per Share maka sudah dipastikan tinggi pula laba atau keuntungan yang
diperoleh perusahaan dan laba yang tinggi merupakan suatu aspek yang banyak
diinginkan oleh para calon investor. Ini akan berimbas baik terhadap harga saham
perusahaan karena permintaan akan suatu saham akan meningkat pula. Artinya
earning per share secara teoritis diduga memiliki pengaruh positif terhadap harga
saham.
Return on equity menjadi ratio yang digunakan para calon investor untuk
untuk memperoleh laba. semakin tinggi nilai return on equity, maka calon investor
permintaan akan suatu saham akan meningkat dan harga sama juga ikut meningkat.
Dalam hal ini, diduga return on equity berpengaruh positif terhadap harga saham.
4. Pengaruh debt to equity ratio, earning per share, dan return on equity secara
ratio memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham, earning per share dan return
on equity berpengaruh positif terhadap harga saham, maka disimpulkan bahwa ketiga
rasio ini memiliki pengaruh dalam menentukan harga saham. Jika untuk lebih
Return On Equity
(X3)
Keterangan:
=Pengaruh tiap-tiap variabel independen terhadap variabel
dependen
=Pengaruh tiap tiap variabel independen secara bersamaan
terhadap variabel dpenden
C. Hipotesis
1. Diduga, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return On
2. Diduga, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), dan Return On
METODOLOGI PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel
dependen atau variabel terikat dan variabel independen atau variabel bebas.
Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya
yakni “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity
Debt to equity ratio (X1), Earning per share (X2), dan Return on equity (X3).
b. Variabel Terikat (Dependent Variable) yaitu Harga saham dengan simbol (Y)
2. Desain Penelitian
tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan
manufaktur sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga yang terdaftar
dokumentasi dengan data sekunder yang diperoleh dari website resmi Bursa Efek
ini, peneliti mencari nilai debt to equity ratio (DER), earning per share (EPS), dan
20
20
dianalisis dengan menggunakan uji normalitas guna menguji model regresi yang
digunakan variabel pengganggu yang memiliki distribusi normal atau tidak. Adapun
Perusahaan Manufaktur
Analisis Data:
Analisis Regresi Linear Berganda
Uji Asumsi Klasik
Uji Hipotesis (Uji T dan Uji F)
Uji Determinasi
Hasil
Kesimpulan
sifat-sifat yang akan didefinisikan, dengan kata lain keseluruhan variabel yang perlu
Adapun pada penelitian ini terdapat variabel yang dilibatkan yaitu Debt to
equity ratio, earning per share dan return on equity serta harga saham.
a. Debt to equity ratio adalah rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan
d. Harga saham adalah harga suatu saham yang ditentukan oleh sebarapa banyak
permintaan dan penawaran saham yang terjadi di pasar bursa diwaktu tertentu.
2. Pengukuran Variabel
Untuk pengukuran varibel dapat diambil dari beberapa rumus yang telah
dibahas pada halaman-halaman sebelumnya yaitu ada tiga pengukuran variabel yang
terdiri dari :
1) Debt to equity ratio dihitung dengan cara mengukur jumlah hutang atau dana dari
luar perusahaan terhadap modal sendiri. Adapun rumus DER menurut Kasmir
(2015:157), yaitu:
22
total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas
2) Earning per share dihitung dengan cara mengukur seberapa besar laba bersih
yang diperoleh untuk dibagikan kepada para pemegang saham. Rumus EPS
Laba Bersih
EPS=
jumlah saham beredar
3) Return on equity dihitung melalui perbandingan laba bersih dengan total ekuitas
4) Harga saham sendiri dapat dilihat langsung pada bursa efek Indonesia dengan
1. Populasi
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
2. Sampel
karakteristik yang dimiliki populasi tersebut, bila populasi besar dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi”. Teknik pengambilan sampel
dan kriteria tertentu.” Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Perusahaan manufaktur dengan sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah
c. Perusahaan yang memiliki laba bersih setelah pajak selama kurang lebih enam
tahun berturut-turut.
d. Perusahaan yang memilki data tentang harga saham, DER, EPS, dan ROE selama
periode 2011-2016.
Jumlah sampel dalam penelitian ini yangs sesuai dengan kriteria-kriteria di atas
2. Martina Berto Tbk, 3. Mustika Ratu Tbk, 4. Mandom Indonesia, dan 5. Unilever
Indonesia.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Erlina (2008:24), “ data sekunder adalah merupakan data yang telah dikumpulkan
Data tersebut diperoleh dari data yang telah dipublikasikan oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI).
dengan perantara tertentu yaitu data yang diambil dari website resmi Bursa Efek
Y’ = harga saham
X1 = DER
X2 = EPS
X3 = ROE
a = konstanta
b1 = koefisien korelasi DER
b2 = koefisien korelasi EPS
b3 = koefisien korelasi ROE”
a. Uji Normalitas
atau resual yang memiliki distribusi normal atau tidak. Menurut Priyatna (2013:58),
“Jika nilai signifikansi >0.5 maka data tersebut adalah berdistribusi normal,
sedangkan nilai signifikansi <0.5 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.”
b. Uji Multikolinearitas
adalah keadaan antara variabel independen pada model regresi yang terjadi hubungan
linier yang sempurna atau mendekati sempurna.” Model regresi yang baik adalah
melihat nilai tolerance atau VIF. Semakin tinggi VIF dan semakin kecil nilai
1) Nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi
multikolinearitas.
29
2) Nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 10 maka terjadi
multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik
SPSS. Jika titik titik yang menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
(Priyatna, 2013:60).
3. Pengujian Hipotesis
Uji t untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu DER, EPS, dan
ROE secara parsial terhadap variabel dependen yaitu harga saham. Rumus untuk uji t
r √ n−2
menurut Siregar (2015: 222) adalah : t hitung =
√1−(r )2
n = jumlah data
Pengujian dalam hipotesis adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan Hipotesis antara DER, EPS dan ROE terhadap saham.
Ho = tidak terdapat pengaruh signifikansi antara DER, EPS, dan ROE terhadap
harga saham.
Ha = terdapat pengaruh signifikansi antara DER, EPS, dan ROE terhadap harga
saham.
2) Penetapan tingkat signifikan (α). besarnya α dalam penelitian ini adalah 0.05
berikut:
n ( ∑ xy )−(∑x . ∑ y)
r=
√¿¿¿
Keterangan:
Kriteria:
bertolak belakang antara variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas
variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas naik maka variabel terikat
juga naik.
b. Uji F (Simultan)
31
signifikan 5%.
Kriteria:
a) Jika probabilitas (sig F) >α (0,05) maka H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh
b) Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka H0 ditolak, artinya ada pengaruh yang
berikut:
b .∑ xy
R=
√ ∑y
Keterangan:
R = Nilai koefisien korelasi
x = Variabel bebas
y = Variabel terikat
Kriteria:
32
bertolak belakang antara variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas
variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas naik maka variabel terikat
juga naik.
mengetahui persentase perubahan variabel terikat (y) yang disebabkan oleh variabel
besar nilai R2 (mendekati1) maka semakin baik hasil untuk model regresi tersebut.
A. HASIL PENELITIAN
Bursa Efek Indonesia disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)
merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa
memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dan
Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivative. Secara historis, pasar
modal telah hadir jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek
telah hadir sejak jaman kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar
modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada
oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari
yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan
seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara
34
34
berikut:
1925-1942, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di
Awal Tahun1939, karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang
1942-1952, Bursa Efek Jakarta ditutp kembali selama Perang Dunia II.
1956, program nasionalisasi Perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ
kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong
1977-1987, perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga tahun
1987, ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh
yang memberikan perusahaan untuk go public dan beberapa kebjikan lain yang
16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai januari 1996.
2000. Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di Pasar
Modal Indonesia.
2002. BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
2007. Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
02 Maret 2009. Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT. Bursa Efek
Indonesia: JATS-NextG
Sumber: www.idx.co.id
regulator pasar modal, BEI selalu mengembangkan diri dan siap berkompetisi dengan
yang tinggi. Hal ini tercermin dengan keberhasilan BEI untuk kedua kalinya mendapat
penghargaan sebagai “The Best Stock Exchange of the Year 2010 in Southeast Asia”.
Adapun sejarah dari perusahaan manufaktur sektor kosmetik dan barang keperluan
rumah tanggayang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Perseroan pada awalnya didirikan dengan nama PT. Alfindo Putra Setia,
berdasarkan akta pendirian No. 11, tanggal 6 Maret 1985, yang dibuat di hadapan
Miryam Magdalena Indrani Wiardi, SH, notaris di Jakarta. Akta pendirian tersebut
telah disetujui oleh Mentri Kehakiman pada tanggal 13 Juli 1985 sesuai dengan surat
Negeri, Jakarta Barat No. 682/1985 tanggal 5 Agustus 1985, dan telah dicantumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia No.49 Tanggal 20 Juni 1989, Tambahan
Berita Negara No. 1081. Di tahun 1994, perseroan melaksanakan penawaran perdana
saham kepada masyarakat sejumlah 15.000.000 saham biasa dengan harga nominal
saham Rp 1.000 ( seribu rupiah) per saham dengan harga penawaran Rp 3.850 (tiga
ribu delapan ratus lima puluh rupiah) per saham. Perseroan mencatatkan seluruh
sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tanggal
14 Juli 1994.
37
perusahaan lokal non fasilitas menjadi Perusahaan Modal Asing (PMA) berdasarkan
Anggaran Dasar Perseroan telah diubah beberapa kali dan perubahan terakhir
Perseroan No.280 tanggal 21 Oktober 2010 yang dibuat di hadapan Aulia Taufani
SH, notaris pengganti Sutjipto SH, notaris di Jakarta,dan telah disetujui oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-01060.AH.02.01 Tahun 2011 tertanggal 7
januari 2011.
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1977 oleh Dr HC. Martha Tilaar, (Alm)
Pranata Bernard, dan Theresa Harsini Setiady. Pada tahun 1981, perusahaan
Estate, yang memproduksi kosmetik dan jamu dengan merek “Sariayu Martha
Tilaar” untuk pertama kalinya. Pada tahun 1986, Perusahaan mendirikan pabrik
modern kedua di Jl. Pulo Kambing, kawasan Industri Pulogadung (Pabrik Pulo
Kambing). Kaena pertumbuhan penjualan yang pesat, pada tahun 1995, perusahaan
mengalihkan produksi herbal untuk Gunung Putri, Bogor. Sementara factory Pulo
Distribution Center, yang terletak di Jl. Pulo Ayang No 24-25, Kawasan Industri
Pulogadung.
aset pabrik di Gunung Putri dan kemudian terus menjalan pabrik jamu dengan
perjanjian sewa samapi akhir 2011. Adapun aktivitas perusahaan utama adalah:
tradisional.
Perseroan berdiri pada tahun 1975, yang dimulai dari dalam garasi kediaman
konsumen yang semakin meningkat dan respon pasar yang sangat positif menrima
dari Badan Pengawas Pasar modal serta melakukan penawaran umum perdana dan
mulai menerapkan standar International 9001 (versi yang terbaru ISO 9001:2008)
tahun 2009 tentang Manjamen Sistem Mutu serta ISO 14001 tentang Sistem
Majanajen Lingkungan sejak tahun 1996. Selain itu, Perseroan telah memeperoleg
sertifikat Gaood manufacturing Procces (GMP) sejak tahun 2004 serta sertifikat halal
untuk produk the tahun 2010. Ruang lingkup kegiatan Perseroan meliputi pabrikasi,
perdagangan dan distribusi jamu, kosmetik tradisional serta minuman sehat, dan
kegiatan usaha lain yang berkaitan. Perseroan berdomisili di Jl. Gatot Subroto Kav.
74-75, Jakarta Selatan dan pabrik berlokasi di Jl. Raya Bogor KM 26,4 Ciracas,
Jakarta Timur.
Mandom Corperation, Jepang dan PT The City Factory. Perseroan berdiri dengan
nama PT Tancho Indonesia dan pada tahun 2001 berganti menjadi PT Mandom
Indonesia Tbk.
Pada tahun 1993, perseroan menjadi perushaan ke-167 dan perusahaan joint
venture Jepang ke-11 yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Saat ini
500/saham.
40
Kegiatan produksi komersial perseroan dimulai pada tahun 1971 dimana pada
lokasi pabrik di Kawasan Industri MM2100, Bekasi: Factory 1 yang berada di Jl.
yang berada di Jl. Jawa berfungsi untuk memproduksi kemasan plastik dan juga
Merek utama Perseroan antara lain Gatsby, Pixy, dan Pucelle. Selain itu,
Perseroan juga memproduksi berbagai berbagagai macam produk lain dengan merek
Tancho, Mandom, Spalding, Lovillea, Miratone, dan juga beberapa merek yang
nama PT Tancho Indonesia dan mulai memproduksi secara komersial pada bulan
April 1971. Kantor pusat TCID terletak di Kawasan Industri MM 2100, Jl. Irian Blok
PP, Bekasi 17520. Sedangkan pabrik berlokasi di Sunter, Jakarta dan Kawasan
umum perdana saham TCID (IPO) kepada masyarakat sebanyak 4.400.000 saham
dengan nilai nominal Rp 1000,- per saham dan harga penawaran Rp. 7.350,- per
saham. Saham-saham tersebut dicatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal
30 September 1993.
41
Sejak didirikan pada PT Uniliver Indonesia telah tumbuh mennjadi salah satu
perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Food & Ice cream
November 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat
oleh Tn. A.H. Van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur
1933, terdaftar di Raad van Justutue di Batavia dengan No.302 pada tanggal 22
Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 januari
Lever (PT AL) yang bergerak dibidang pembuatan, pengembangan, pemasaran, dan
penjualan kecap, saus cabe dan saus saun lain dengan merek dagang Bango, Parkiet
dan Sakura dan merek-merek lain atas dasar lisensi perusahaan kepada PT AI.
yang bergerak bergerak dibidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang dengan
Singapore Pte.Ltd.
42
Dalam Rapat Umum Luar Biasa pada tanggal 8 Desember 2003, perusahaan
PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak
terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal penandatanganan jual beli saham antara
perusahaan dan Unilever Overseas Holding Limited tanggal 21 Januari 2004. Pada
tersebut dilakukan dengan metode yang sama dengan metode pengelompokan saham
badan hukum yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan dengan
perjanjian bersyarat dengan PT ULtrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk
(Ultra) sehubungan dengan pengambil alihan industry minuman sari buah melalui
pengalihan merek “Buavita” dan “Gogo” dari ultra ke Unilever. Perjanjian telah
terpunhi dan unilever dan ultra telah menyelesaikan transaksi pada bulan Januari
2008.
Debt to Equity Ratio atau yang disingkat dengan DER adalah salah satu rasio
dengan membandingkan antara ekuitas sendiri dan pinjaman dari kreditor atau pihak
luar.
total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas
Dari rumus debt to equity ratio di atas, maka financial leverage perusahaan
Konstruksi Bangunan dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Pada tabel 4.1 diatas, nilai DER pada PT. Akasha Wira International Tbk selama 6
tahun mengalami fluktuasi. Dimulai pada tahun 2011, persentase DER menyentuh angka
151,34% dengan total utang yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar Rp
190.302.000.000 serta total ekuitas sebesar Rp. 125.746.000.000. Ini mengasumsikan bahwa
perusahaan masih lebih banyak menggunakan pendanaan dari luar perusahaan dibandingkan
dengan modal sendiri. Namun pada tahun 2012 dan 2013, nilai DER mulai mengalami
penurunan, yakni sebesar 65,28% dan 19,48%, artinya perusahaan mulai mengurangi
penggunaan dana dari luar dan meningkatkan atau menambahkan ekuitasnya. Pada tahun
44
2012, nilai hutangnya berkurang yakni dari Rp. 190.302.000.000 menjadi Rp.
209.122.000.000. Namun pada tahun 2014, nilai DER pada perusahaan meningkat yaitu
sebesar 70,68 %, lebih tinggi daripada nilai DER pada tahun 2013. Artinya, walaupun nilai
DER pada perusahaan meningkat, penggunaan atas ekuitasnya masih tinggi daripada
penggunaan dana dari luar. Jadi kesimpulannya adalah, pada tahun 2011, perusahaan masih
menekankan penggunaan dana dari luar perusahaan dan pada tahun-tahun berikutnya,
meningkatkan ekuitasnya.
Pada tahun 2011 nilai DER pada PT. Martina Berto adalah 35,24% dengan
total hutang Rp 141.131.000.000 yang terdiri dari hutang jangka pendek sebesar Rp
total ekuitas sebesar Rp 400.542.000.000. Kemudian ditahun 2012 nilai DER sedikit
meningkat menjadi 40,25% dengan total hutang sebesar Rp 174.931.000.000 yang terdiri
dari hutang jangka pendek sebesar Rp 137.513.000.000 dengann hutang jangka panjang
yang terjadi karena peningkatan hutang yang yang lebih besar daripada peningkatan ekuitas.
45
Kemudian ditahun 2013, nilai DER sedikit memgalami penurunan yaitu menjadi
35,55%. Penurunan nilai DER ini disebabkan oleh turunnya nilai hutang menjadi Rp
penjelasan di atas, nilai DER akan meningkat ketika perusahaan lebih banyak menambahkan
nilai hutangnya daripada nilai ekuitasnya. Untuk nilai DER sebesar 35,24% artinya,
penggunaan dana dari luar perusahaan untuk kegiatan perusahaan adalah sekitar 35,24% dari
total penggunaan dana untuk kegiatan perusahaan. Berdasarkan data di atas, PT. Martina
Berto Tbk masih lebih menekankan pada penggunaan ekuitas atau dana dari dalam
Dapat dilihat pada tabel 4.3 di atas, perkembangan nilai DER pada PT.
Mustika Ratu Tbk juga mengalami fluktuasi. Fluktuasi ini jelas terjadi karena total
utang dan total ekuitas PT Mustika Ratu dari tahun ke tahun mengalami perubahan
yang cukup signifikan. Dimulai pada tahun 2011. Total hutang perusahaan yakni
perusahaan, maka nilai DER juga akan meningkat yaitu 17,87% tahun 2011 menjadi
Kemudian tahun 2013 nilai DER pada PT. Mustika Ratu Tbk turun menjadi
16,36% lebih rendah dari tahun 2012, ini disebabkan oleh total utang perusahaan
berkurang menjadi Rp 61.792.000.000 yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar
Nilai DER tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 31,85%, ini disebabkan
masih lebih banyak menggunakan ekuitas sendiri daripada pendanaan dari luar,
Dilihat dari tabel 4.4 nilai DER pada PT. Mandom Tbk juga mengalami
fluktuasi, kenaikan dan penurunan yang terjadi karena total utang maupun total
ekuitas juga mengalami kenaikan dan penurunan. Nilai DER tertinggi terjadi pada
tahun 2014 yaitu 48,84% dengan total kewajiban atau total utang sebesar Rp
tahun sebelumnya yaitu tahun 2013 nilai DER pada PT. Mandom Tbk adalah 23,92%
1.182.991.000.000
Walaupun kenaikan pada nilai DER tidak dapat dihindari namun perusahaan
Dapat dilihat pada tabel 4.5, bahwa PT. Unilever Indonesia dalam nilai DER nya
jauh lebih tinggi daripada ke empat perusahaan sebelumnya. Pada tahun 2011, nilai DER
pada PT. Unilever Indonesia adalah 184,76% , tahun 2012 nilai DERnya meningkat menjadi
202,04%. Peningkatan nilai DER terjadi karena PT Unilever Indonesia mengalami kenaikan
total utang yang cukup signifikan yaitu Rp 6.801.000.000.000 di tahun 2011 dan Rp
48
8.017.000.000.000 di tahun 2012 dengan total ekuitas yang tidak terlalu mengalami kenaikan
Pada tahun 2014, nilai DER pada PT. Unilever Indonesia mengalami penurunan
menjadi 200,88%, ini disebabkan oleh kenaikan yang cukup banyak terjadi pada ekuitas
perusahaan dengan total utang yang tidak terlalu mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2013
tahun 2014 sedangkan total utangnya yaitu Rp 9.094.000.000.000 pada tahun 2013 dan naik
menjadi Rp 9.534.000.000.000
Berdasarkan data di atas, dapat diasumsikan bahwa PT. Unilever Indonesia lebih
banyak menggunakan pendanaan dari luar perusahaan daripada menggunakan ekuitas sendiri
Earning per share atau yang disingkat dengan EPS adalah merupakan rasio
barang kosmetik dan rumah tangga dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 4
berikut:
Pada tabel 4.6 nilai EPS PT Akasha Wira International Tbk pada tahun 2011
adalah sebesar Rp43,85, artinya adalah setiap lembar saham mampu menghasilkan
laba bersih sebesar Rp 43,85. Kemudian pada tahun 2012, angka EPS mengalami
kenaikan yang cukup drastis yaitu sebesar Rp 141,33 ini dikarenakan laba bersihnya
juga meningkat pada tahun 2012 dengan nominal saham yang sama pada tahun 2011
yaitu sebanyak 589.896.800. Dalam jangka waktu 6 tahun berturut-turut, laba bersih
yang diperoleh PT Akasha Wira International mengalami naik turun, dan laba bersih
tertinggi yang diperoleh perusahaan adalah pada tahun 2012 dan laba bersih terendah
Jika pada tahun 2012 laba bersih yang diperoleh PT Akasha Wira
International adalah yang tertinggi namun ditahun berikutnya yaitu tahun 2013, laba
nilai EPS juga menurun yaitu dari Rp 141.33 menjadi Rp 94,34 penurunan laba
bersih ini berlanjut hingga tahun 2014 dan kemudian perlahan lahan naik pada tahun
laba bersih pada PT Akasha Wira International ini terjadi karena beban pokok
bersih yang terjadi. Sedangkan untuk kenaikan laba bersih terjadi karena penjualan
bersih yang diterima naik, laba atas usaha ikut naik, begitupun dengan beban ikut
naik tapi kenaikan untuk bebannya sendiri tidak cukup banyak untuk mengurangi
Pada tabel di atas, nilai EPS pada tahun 2011 adalag Rp 39,86 dengan laba
bersih yang diperoleh adalah Rp 42.659.000.000 serta jumlah saham beredar adalah
1.070.000.000. pada tahun selanjutnya laba bersih pada PT Martina Berto meningkat
menjadi Rp 45.523.000.000 sehingga EPSnya juga ikut meningkat yaitu sebesar Rp 42,54,
namun pada tahun 2013, laba bersih yang diperoleh perusahaan menurun cukup drastis yaitu
menjadi Rp.16.163.000.000 dan ini berakibat nilai EPSnya juga ikut menurun yaitu Rp
15,11. Bahkan pada tahun 2015, perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 14.057.000.000
Penurunan laba bersih yang diperoleh PT Martina Berto ini terjadi karena pada tahun
2015 ekonomi dunia masuk dalam kategori ketidakpastian, dimana ekonomi Eropa yang
belum pulih, serta bayang-bayang the Fed yang akan melakukan tapering off. Selain itu juga
terjadi karena penurunan transaksi perdagangan dunia yang ditandai dengan melemahnya
pertumbuhan ekonomi China. Kerugian pada tahun 2015 ini juga terjadi karena
51
meningkatnya biaya produksi akibat melemahnya nilai tukar rupiah serta meningkatnya
biaya operasi.
tahun ini. Ini berimbas pada nilai EPSnya kembali naik yaitu Rp 8.23.
Dilihat pada tabel 4.8 Laba bersih yang diperoleh PT Mustika Ratu juga
mengalami fluktuasi yang menyebabkan EPS juga berfluktuasi. Laba bersih tertinggi
terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 30.751.000.000 dengan nominal saham
sebanyak 428.000.000 sehingga nilai EPS nya adalah Rp 71,84 per lembar saham
beredar. Namun tahun 2013 PT Mustika ratu malah mengalami kerugian yang paling
perlembar saham.
beberapa faktor. Kerugian yang terjadi pada tahun 2013 terjadi karena total penjualan
pada tahun 2012. Selain itu juga terjadi peningkatan beban-beban yang menyebabkan
turunnya laba yang diperoleh. Beban penjualan pada tahun 2012 adalah Rp
52
yaitu Rp 5.549.000.000. Ini berarti nilai EPS pada PT Mustika Ratu bisa dikatakan
tidak stabil dikarenakan adanya kerugian yang cukup banyak pada beberapa tahun
belakangan.
4) PT. Mandom
Pada tabel 4.9 perkembangan nilai EPS pada PT Mandom cukup mengalami
tahun 2011 nilai EPS nya adalah Rp 65,11 dengan laba bersih sebesar Rp
meningkat terus hingga pada tahun 2015 dengan nilai EPS sebesar Rp 2.707,92
dengan laba bersih sebesar Rp 544.474.000.000 dengan nilai nominal saham yang
sama pada tahun 2011, perolehan laba bersih ini dikarenakan selain jumlah penjualan
meningkat, juga karena terjadinya pejualan tanah dan bangunan kantor dan pabrik
perseroan di Sunter.
53
Penerimaan Laba bersih pada tahun 2016 terlihat lebih sedikit daripada tahun
sebelumnya itu karena adanya penjualan tanah yang terjadi, dan pada tahun 2016
angka penjualan juga bertambah yaitu dari Rp 2.314.890.000.000 pada tahun 2015
5) PT Unilever Indonesia
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016
Jumlah Saham
Tahun Laba Bersih EPS (Rp) Perkembangan
Beredar
2011 Rp 4,163,000,000,000 7,630,000,000 546.60
2012 Rp 4,839,000,000,000 7,630,000,000 634.20 87.60
2013 Rp 5,353,000,000,000 7,630,000,000 701.57 67.37
2014 Rp 5,739,000,000,000 7,630,000,000 752.16 50.59
2015 Rp 5,852,000,000,000 7,630,000,000 766.97 14.81
2016 Rp 6,391,000,000,000 7,630,000,000 837.61 70.64
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)
memiliki nilai EPS yang terus meningkat selama enam tahun berturut-turut. Dapat
dilihat pada tabel 4.10 nilai EPS pada tahun 2011 adalah Rp546,60 kemudian naik
menjadi Rp.634,20 pada tahun 2012, kemudian naik lagi hingga tahun 2016.
Kenaikan nilai EPS ini terjadi karena perolehan laba bersih yang diterima juga
mengalami kenaikan cukup yang signifikan, contohnya pada tahun 2011 laba
7.630.000.000.
signifikan, bersama dengan kenaikan jumlah beban yang cukuk normal. Penambahan
54
ekuitas yang digunakan untuk produksi yang juga mempengaruhi perolehan laba
yang diperoleh.
c. Return On Equity
Return On Equity adalah salah satu ratio profitabilitas yang mengukur sejauh
Pada tabel 4.11, dapat dilihat bahwa nilai Return On Equity atau yang
disingkat menjadi ROE pada PT Akasha Wira International Tbk cukup mengalami
perubahan selama 6 tahun berturut-turun. Pada tahun 2012, nilai ROE perusahaan
cukup tinggi yaitu 39.87% dengan laba bersih sebesar Rp 83.376.000.000 dan total
ekuitas sebesar Rp 209.122.000.000, ini dapat diasumsikan bahwa setiap satu rupiah
0,39 per ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Dari tahun 2011 hingga 2012, nilai
ROE pada PT. Akasha Wira International cukup mengalami kenaikan, tapi pada
tahun 2013 hinga tahun 2015, nilai ROE pada perusahaan mengalami penurunan, ini
disebabkan oleh posisi laba yang berubah-ubah dengan ekuitas yang terus meningkat.
Tabel 4.12 memperlihatkan nilai ROE pada PT. Martina Berto Tbk cukup
mengalami penurunan yang signifikan, dimulai pada tahun 2011, nilai ROE
perusahaan adalah 10,65% kemudian turun menjadi 10,48% pada tahun 2012.
Penurun ini terus berlanjut hingga tahun 2015 yaitu menjadi minus 3,24%.
dengan total ekuitas yang ada saat itu adalah Rp 434.214.000.000. Kerugian pada
tahun 2015 terjadi karena penurunan margin laba kotor dan meningkatnya beban
juga mengalami penurunan menjadi Rp. 1,99 Milyar pada tahun 2015 dari Rp. 4,39
Tahun 2016, nilai DER kembali pada posisi normal yaitu 2,00% karena di
oleh meningkatnya laba kotor yaitu sebesar Rp 357.708.000.000 dan penurun biaya
Pada tabel 4.13. PT Mustika Ratu Tbk selama enam tahun berturut-turut dua
kali mengalami kerugian sehingga ikut mempengaruhi nilai ROE pada perusahaan.
yang ada sebesar Rp 377.791.000.000 sehingga nilai ROE nya adalah minus 1,77%.
174.200.000.000 tahun 2013. Kerugian di tahun 2013 ini lebih tinggi daripada
Dimulai tahun 2011, nilai ROE pada PT. Mandom Tbk adalah 13,72% dengan total
Kemudian tahun 2012, nilai ROE perusahaan adalah 13,71%, angka ini sedikit
menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penurunan yang terjadi adalah
0,01%. Hal tersebut terjadi karena kenaikan laba bersih pada tahun 2012 tidak
Nilai tertinggi ROE pada PT Mandom Tbk terjadi pada tahun 2015 yaitu
ini terjadi karena adanya penjualan tanah, bangunan kantor dan pabrik perseroan di
Rp3,681,000,000,00
2011 Rp4,163,000,000,000 0 113.09 -
Rp3,968,000,000,00
2012 Rp4,839,000,000,000 0 121.95 8.86
Rp4,255,000,000,00
2013 Rp5,353,000,000,000 0 125.80 3.85
Rp4,747,000,000,00
2014 Rp5,739,000,000,000 0 120.90 (4.91)
Rp4,827,000,000,00
2015 Rp5,852,000,000,000 0 121.23 0.34
Rp4,704,000,000,00
2016 Rp6,391,000,000,000 0 135.86 14.63
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)
memiliki nilai ROE yang tinggi. Tahun 2011, nilai ROE perusahaan adalah 113,09%
cukup baik karena, setiap Rp 1 nilai ekuitas perusahaan mampu menghasilkan laba
pada tahun 2013. Ini terjadi karena kenaikan pada laba bersih tidak cukup signifikan
daripada kenaikan pada nilai ekuitas yang terjadi pada tahun 2014.
Tahun 2016, nilai ROE pada perusahaan terbilang yang paling tinggi diantara
enam tahun berturut-turut yaitu sebesar 135,86% dengan total laba bersih sebesar Rp
d. Harga Saham
Harga Saham adalah harga saham di bursa saham pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku pasar dan oleh permintaan dan penawaran saham yang
59
bersangkutan di pasar modal. Cara melihat harga saham pada perusahaan dapat
dilihat pada website resmi Bursa Efek Indonesia, yang terbagi atas empat kuartal.
Yang dalam satu kuartal terdiri dari tiga bulan. Harga saham juga dapat dilihat pada
2016 Rp 43,204.00
Sumber: www.idx.co.id
Pada tabel 4.16, harga saham PT Akasha Wira International Tbk mengalami
kenaikan dan penurunan, kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu Rp 3.106
per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar adalah 589.896.800, kenaikan
Kemudian untuk PT Martina Berto Tbk, harga saham teringgi terjadi pada
tahun 2011 yaitu sebesar Rp 483,75 per lembar saham dengan lembar saham yang
beredar adalah 1.070.000.000 dan harga saham terendah terjadi pada tahun 2015
yaitu Rp 157,41 per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar sama dengan
Untuk harga saham tertinggi pada PT Mustika Ratu terjadi pada tahun 2012
dengan nilai Rp 554,16 per lembar sahamnya dengan lembar saham beredar adalah
428.000.000. Harga saham terendah terjadi pada tahun 2016 yaitu Rp 213,08 per
lembar saham.
PT. Mandom mencatat harga tertinggi sahamnya terjadi pada tahun 2015
yaitu sebesar Rp 18.147,91 per lembar saham dengan total lembar saham beredar
201.066.667 dan harga saham terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp
maka harga saham perusahaan inilah yang memiliki harga saham yang paling tinggi.
Harga saham tertinggi PT Unilever Indonesia tercatat pada tahun 2016 yaitu sebesar
61
Rp 43.204 per lembar dengan total lembar saham beredar adalah 7.630.000.000 dan
harga terendah tercatat pada tahun 2011 yaitu RP 14.554,16 per lembar.
permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar bursa. Permintaan dan penawaran
3. Analisis pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On
berganda, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji t dan uji F,
dimana Harga Saham dijadikan sebagai variabel dependent dan Debt to Equity Ratio,
Tabel 4.17 Hasil perhitungan Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Return On
Equity dan Harga Saham Perusahaan Manufaktur
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.17 dapat dilihat pada PT. Akasha
Wira International Tbk mulai tahun 2011-2013 nilai DER mengalami penurunan
bersamaan dengan itu harga saham pada PT Akasha Wira Internatiomal malah
mengalami kenaikan harga, kemudian pada tahun 2014-2016, nilai DER pada PT.
cenderung memiliki nilai DER yang terus meningkat dengan harga saham yang juga
ikut meningkat selama 6 tahun. Jadi dapat disumpulkan bahwa DER tidak selamanya
Kemudian untuk nilai EPS, pada PT. Unilever Indonesia juga cenderung terus
meningkat dengan harga saham yang ikut juga meningkat. Hal yang sama juga
terjadi pada PT Mandom, kenaikan nilai EPS juga turut meningkatkan harga
sahamnya. Berbeda dengan tiga perusahaan sebelumnya yaitu PT. Akasha Wira
International, PT. Martina Berto, dan PT. Mustika Ratu nilai EPSnya cenderung
Pada PT. Martina Berto, nilai ROE pada tahun 2011-2015 terus mengalami
penurunan, dengan harga saham yang ikut menurun, namun di tahun 2016, nilai ROE
juga ikut naik. Kasus yang sama juga terjadi pada ke-empat perusahaan lainnya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa ROE berada padasatu garis lurus dengan harga saham.
Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients berdasarkan
output SPSS versi 20 terhadap ketiga variabel independen yaitu debt to equity,
earning per share, dan return on equity terhadap variabel dependen yaitu harga
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau
lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen. Persamaan regresi dapat
dilihat dari tabel hasil uji coefficients. Pada tabel coefficients yang dibaca adalah nilai
dalam kolom B, baris pertama menunjukkan konstanta (a) dan baris selanjutnya
Berdasarkan model regresi dan tabel 4.18 di atas maka hasil regresi berganda
earning per share, dan return on equity) diasumsikan konstan, maka variabel
2. Koefisien variabel Debt to Equity Ratio = 21,661, berarti setiap kenaikan Debt
3. Koefisien variabel Earning Per Share = 8,016 berarti setiap kenaikan Earning
1) Uji Normalitas
variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati
menggunakan metode analisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram
ataupun dengan melihat secara Normal Probability Plot (P-Plot). Normalitas data
dapat dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik Normal
Probability Plot atau dengan melihat histogram dari residualnya, Uji normalitas
dengan grafik Normal Probability Plot (P-Plot) akan membentuk satu garis lurus
diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
Uji normalitas yang pertama dengan melihat grafik secara histogram dan
Dari gambar di atas terlihat bahwa pola berdistribusi mendekati normal, akan
tetapi jika kesimpulan normal atau tidaknya data hanya dilihat dari grafik histogram,
maka hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode
lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal Probability
Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Jika distribusi
data residual normal, maka garis yang akan menggambarkan data sesungguhnya akan
menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, dan menunjukkan pola distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan
2) Uji Multikolonieritas
adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah regresi yang
tidak menunjukkan adanya gejala korelasi yang kuat diantara variabel bebasnya. Uji
multikolineritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai VIF. Jika nilai
tolerance tidak mendekati angka 1 atau kurang dari 0,01 dan nilai VIF diatas 10 maka
4.19 berikut:
(Constant)
Tabel 4.19 menunjukkan bahwa nilai tolerance pada DER= 0,110 EPS=
0,614 dan ROE= 0,096 dan nilai VIF pada DER= 9,096 EPS= 1,629 dan ROE=
10,376. Dapat disimpulkan bahwa pada variabel DER dan EPS tidak terjadi
68
lebih dari 0,01 dan nilai VIF nya kurang dari 10,00, berbeda dengan variabel ROE
yang mendapatkan nilai tolerance 0.096 lebih dari 0,01 namun untuk VIFnya
variabel ROE mendapatkan nilai 10,376 yang artinya lebih dari 10,00 standar VIF.
3) Uji Heteroskedastisitas
lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama disebut terjadi homoskedastisitas
dan jika variansinya tidak sama atau berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas.
dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan
a) Jika pencaran data yang berupa titik-titk membentuk pola tertentu dan
b) Jika pencaran data yang berupa titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan
heteroskedastisitas.
69
Versi 20 pada
penelitian ini
memperlihatkan tentang hasil uji heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
secara merata di atas dan di bawah garis nol, tidak berkumpul disatu tempat, serta
tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji regresi ini
c. Uji Hipotesis
terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan uji t yaitu jika nilai
variabel dependent. Jika nilai signifikan > 0,05 maka variabel independent tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji t dapat disajikan dalam
Tabel 4.20 menunjukkan bahwa nilai sig untuk variabel debt to equity ratio
adalah 0,556 lebih besar dari taraf signifikasi 0,05 (0,046>0,05) yang artinya variabel
saham,variabel earning per share adalah 0,001 lebih kecil dari taraf signifikasi 0,05
(0,001<0,05) dan variabel return on equity memiliki nilai sig 0,013 yang lebih kecil
dari taraf signifikansi 0,05 (0,013<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel earning per share dan return on equity mempengaruhiharga saham secara
parsial.
Uji F pada prinsipnya bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari dua atau
pengambilan keputusan dalam uji F berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS
yaitu jika variabel signifikan < 0,05 maka variabel independen secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikan > 0,05 maka
dependen. Hasil uji F dapat disajikan dalam tabel 4.21 berikut ini:
Total 4533768311.342 29
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai F adalah 54,790 dengan nilai sig 0,000
hal ini menunjukkan bahwa nilai sig yang didapat lebih kecil dari taraf signifikasi
ratio, earning per share dan return on equity berpengaruh secara simultan terhadap
d. Uji Determinasi
dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan ( R2), yang berbeda antara
variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dari hasil olah data
diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,929 atau 92,9% yang artinya hubungan
antara variabel X (debt to equity ratio, earning per share dan return on equity)
hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0,863 atau 86,3%. Adjusted R Square
73
penjajakan model, dari hasil perhitungan nilai adjusted R square sebesar 86,3%.
Artinya 86,3% Harga Saham dipengaruhi oleh ketiga variabel independen debt to
equity ratio, earning per share dan return on equity. Sedangkan sisanya 13,7%
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model untuk ke lima perusahaan sampel.
B. Pembahasan
Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel Debt to Equity Ratio dengan
variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Debt to Equity Ratio secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. Dilihat pada uji t, bahwa Debt to
Equity Ratio dengan nilai sebesar 0,556 yang artinya lebih besar dari 0,05, dengan
kata lain Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham.
Jika Debt to Equity Ratio mengalami kenaikan, maka harga saham pada perusahaan
manufaktur belum tentu mengalami kenaikan pula. Debt to Equity Ratio yang tinggi
dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur memiliki lebih banyak pendanaan dari
luar untuk operasi perusahaan. Namun ini tidak cukup mempengaruhi mengenai
Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel Earning Per Share dengan
variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Earning Per Share secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Dilihat pada uji t, bahwa Earning Per
Share dengan nilai sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05, yang artinya bahwa setiap
74
pengaruh pada variabel dependen. Karena jika nilai Earning Per Share meningkat,
artinya pengembalian laba bersih untuk para pemegang saham meningkat, dengan
permintaan akan saham perusahaan yang berkaitan akan lebih banyak lagi dan
variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Return On Equity secara parsial
Equity dengan nilai sebesar 0,013 lebih kecil dari 0,05, yang artinya bahwa setiap
pengaruh pada variabel dependen. Kenaikan nilai pada return on equity adalah
perusahaan yang demikian baik akan terlihat positif dikalangan para calon investor
sehingga permintaan akan saham pada perusahaan yang bersangkutan akan naik dan
pada tabel signifikan dalam uji F yang memperoleh nilai sebesar 54,790 dengan nilai
memperoleh nilai <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa 0,000 lebih kecil dari 0,05
75
maka H0 ditolak. Artinya variabel independen Debt to Equity ratio, Earning Per
Share dan Return On Equity berpengaruh secara simultan terhadap profitabilitas. Hal
ini terbukti dengan kenaikan dan penurunan harga saham yang terjadi pada saat
ketiga variabel independen mengalami perubahan yang cukup signifikan dari tahun
ke tahun.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per
Share dan Return On Equity terhadap Harga Saham pada perusahaan Manufaktur
pengujian dan pembahasan yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity terhadap Harga
debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham
variabel earning per share dan return on equity yang berpengaruh secara
Efek Indonesia.
Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity sama memiliki
B. Keterbatasan
76
77
variabel yang terbatas sehingga memberikan informasi yang kurang lengkap kepada
C. Saran
sebagai berikut:
sendiri.
hal yang bisa mengurangi laba bersih seperti biaya-biaya yang masih bisa
yang lebih besar dan tidak hanya pada perusahaan manufaktur sub sektor
kosmetik dan barang keperluan rumah tangga saja. Periode perusahaan juga
dapat ditambahkan agar hasil penelitian lebih akurat. Dan penambahan pada
78
variabel lain juga dapat dilakukan agar dapat memberikan informasi tentang
Alwi, I.Z. (2008). Pasar Modal dan Teori Aplikasi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.
Martalena, dan Maya M. (2011). Pengantar Pasar Modal. Edisi I. Yogyakarta: Andi.
76
80
Sumber Lainnya
Arif, A. (2012). Pengaruh Faktor Fundamental dan Kondisi Ekonomi terhadap
Harga Saham Perusahaan Outomotive and Allied Product yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta
Prabandaru, A.K. (2012). Pengaruh Return On Invesment (ROA), Earning Per Share
(EPS), dan Dividen Per Share (DPS) terhadap Harga Saham Perusahaan
Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008-
2010. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.
Rescyana, P.H. (2012). Pengaruh Dividen Per Share, Return On Equity dan Net
Profit Margin terhadap Harga Saham Perusahaan Industri Manufaktur yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010. Jurnal Nominal, 1(1),
90-101.
Sarah, D.N. (2014). Pengaruh Debt to Equity, Earning Per Share, dan Return On
Equity terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.
Sari, N.I. (01 Januari 2014). 2013 Jadi Tahun Kelabu IHSG. Dipetik 05 November
2017, dari http://www.merdeka.com/uang/2013-jadi-tahun-kelabu-bagi-ihsg-
kaleideskop-2013-html.
81
Stella. (2009). Pengaruh Price to Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On
Assets, dan Price to Book Value terhadap Harga Pasar Saham. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi Vol.11. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta.
www.idx.co.id
82
L
A
M
P
I
R
A
N
83
LAMPIRAN 1
Kode
Kriteri Kriteri Kriteri Kriteri
No Perusahaa Keterangan
a1 a2 a3 a4
n
1 ADES √ √ √ √ Terpilih
2 ALKA - √ √ √ Tidak Terpilih
3 ALDO - √ √ √ Tidak Terpilih
4 ALMI - √ √ √ Tidak Terpilih
5 AKKU - √ √ √ Tidak Terpilih
6 AKPI - √ √ √ Tidak Terpilih
7 ARGO - √ √ √ Tidak Terpilih
8 ARNA - √ √ √ Tidak Terpilih
9 AMFG - √ √ √ Tidak Terpilih
10 POLY - √ √ √ Tidak Terpilih
11 MYTX - √ √ √ Tidak Terpilih
12 APLI - √ √ √ Tidak Terpilih
13 AUTO - √ √ √ Tidak Terpilih
14 ASII - √ √ √ Tidak Terpilih
15 RMBA - √ √ √ Tidak Terpilih
16 BRPT - √ √ √ Tidak Terpilih
17 BRNA - √ √ √ Tidak Terpilih
18 BTON - √ √ √ Tidak Terpilih
19 BUDI - √ √ √ Tidak Terpilih
20 CNTX - √ √ √ Tidak Terpilih
21 IGAR - √ √ √ Tidak Terpilih
22 TPIA - √ √ √ Tidak Terpilih
23 CPIN - √ √ √ Tidak Terpilih
24 CTBN - √ √ √ Tidak Terpilih
25 DVLA - √ √ √ Tidak Terpilih
26 DLTA - √ √ √ Tidak Terpilih
27 DPNS - √ √ √ Tidak Terpilih
28 DAJK - √ √ √ Tidak Terpilih
29 EKAD - √ √ √ Tidak Terpilih
30 ERTX - √ √ √ Tidak Terpilih
31 ETWA - √ √ √ Tidak Terpilih
32 ESTI - √ √ √ Tidak Terpilih
33 FASW - √ √ √ Tidak Terpilih
34 GJTL - √ √ √ Tidak Terpilih
35 GDYR - √ √ √ Tidak Terpilih
36 GGRM - √ √ √ Tidak Terpilih
37 GDST - √ √ √ Tidak Terpilih
84
LAMPIRAN 2
Kode
Perusahaa Tahun Total Utang Total Ekuitas DER Perkembangan
n (%) (%)
151.3
ADES 2011 Rp 190,302,000,000 Rp 125,746,000,000 4
2012 Rp 179,972,000,000 Rp 209,122,000,000 86.06 (65.28)
2013 Rp 176,286,000,000 Rp 264,778,000,000 66.58 (19.48)
2014 Rp 209,066,000,000 Rp 295,799,000,000 70.68 4.10
2015 Rp 324,855,000,000 Rp 328,369,000,000 98.93 28.25
100.1
2016 Rp 383,091,000,000 Rp 382,388,000,000 8 1.25
MBTO 2011 Rp 141,131,000,000 Rp 400,542,000,000 35.24
2012 Rp 174,931,000,000 Rp 434,563,000,000 40.25 5.02
2013 Rp 160,451,000,000 Rp 451,318,000,000 35.55 (4.70)
2014 Rp 180,110,000,000 Rp 442,892,000,000 40.67 5.12
2015 Rp 214,686,000,000 Rp 434,214,000,000 49.44 8.78
2016 Rp 269,032,000,000 Rp 440,927,000,000 61.02 11.57
MRAT 2011 Rp 64,063,000,000 Rp 358,429,000,000 17.87
2012 Rp 69,586,000,000 Rp 385,887,000,000 18.03 0.16
2013 Rp 61,792,000,000 Rp 377,791,000,000 16.36 (1.68)
2014 Rp 114,841,000,000 Rp 383,945,000,000 29.91 13.55
2015 Rp 120,064,000,000 Rp 377,026,000,000 31.85 1.93
2016 Rp 113,945,000,000 Rp 369,089,000,000 30.87 (0.97)
TCID 2011 Rp 110,452,000,000 Rp 1,020,413,000,000 10.82
2012 Rp 164,751,000,000 Rp 1,096,822,000,000 15.02 4.20
2013 Rp 282,961,000,000 Rp 1,182,991,000,000 23.92 8.90
2014 Rp 611,509,000,000 Rp 1,252,171,000,000 48.84 24.92
2015 Rp 367,225,000,000 Rp 1,714,871,000,000 21.41 (27.42)
2016 Rp 401,943,000,000 Rp 1,783,159,000,000 22.54 1.13
184.7
UNVR 2011 Rp 6,801,000,000,000 Rp 3,681,000,000,000 6
202.0
2012 Rp 8,017,000,000,000 Rp 3,968,000,000,000 4 17.28
213.7
2013 Rp 9,094,000,000,000 Rp 4,255,000,000,000 3 11.68
200.8
2014 Rp 9,534,000,000,000 Rp 4,747,000,000,000 4 (12.88)
225.8
2015 Rp10,903,000,000,000 Rp 4,827,000,000,000 8 25.03
255.9
2016 Rp12,042,000,000,000 Rp 4,704,000,000,000 9 30.12
88
LAMPIRAN 3
Kode Lembar
Tahu
Perusahaa Laba Bersih Saham EPS (%) Perkembanga
n
n Beredar n (%)
43.85
ADES 2011 Rp 25,868,000,000 589,896,800
141.33 97.48
2012 Rp 83,376,000,000 589,896,800
94.34 (46.99)
2013 Rp 55,656,000,000 589,896,800
52.67 (41.67)
2014 Rp 31,072,000,000 589,896,800
55.66 2.99
2015 Rp 32,839,000,000 589,896,800
94.84 39.18
2016 Rp 55,951,000,000 589,896,800
1,070,000,00
MBTO 2011 Rp 42,659,000,000 0 39.86
1,070,000,00
2012 Rp 45,523,000,000 0 42.54 2.68
1,070,000,00
2013 Rp 16,163,000,000 0 15.11 (27.43)
1,070,000,00
2014 Rp 4,210,000,000 0 3.93 (11.18)
1,070,000,00
2015 -Rp 14,057,000,000 0 (3.13) (7.06)
1,070,000,00
2016 Rp 8,814,000,000 0 8.23 11.36
MRAT 2011 Rp 27,868,000,000 428,000,000 65.11
2012 Rp 30,751,000,000 428,000,000 71.84 6.73
2013 -Rp 6,700,000,000 428,000,000 (15.65) (87.49)
2014 Rp 7,372,000,000 428,000,000 17.22 32.87
2015 Rp 1,046,000,000 428,000,000 2.44 (14.78)
2016 -Rp 5,549,000,000 428,000,000 (12.96) (15.40)
TCID 2011 Rp140,039,000,000 201,066,667 696.48
2012 Rp150,374,000,000 201,066,667 747.88 51.40
2013 Rp160,148,000,000 201,066,667 796.49 48.61
2014 Rp175,829,000,000 201,066,667 874.48 77.99
2,707.9
2015 Rp544,474,000,000 201,066,667 2 1,833.44
89
LAMPIRAN 4
Kode
Tahu ROE
Perusahaa Laba Bersih Total Ekuitas Perkembanga
n (%)
n n (%)
ADES 2011 Rp 25,868,000,000 Rp 125,746,000,000 20.57 -
2012 Rp 83,376,000,000 Rp 209,122,000,000 39.87 19.30
(18.85
2013 Rp 55,656,000,000 Rp 264,778,000,000 21.02 )
(10.52
2014 Rp 31,072,000,000 Rp 295,799,000,000 10.50 )
(0.50
2015 Rp 32,839,000,000 Rp 328,369,000,000 10.00 )
2016 Rp 55,951,000,000 Rp 382,388,000,000 14.63 4.63
MBTO 2011 Rp 42,659,000,000 Rp 400,542,000,000 10.65 -
(0.17
2012 Rp 45,523,000,000 Rp 434,563,000,000 10.48 )
(6.89
2013 Rp 16,163,000,000 Rp 451,318,000,000 3.58 )
(2.63
2014 Rp 4,210,000,000 Rp 442,892,000,000 0.95 )
-Rp (4.19
2015 14,057,000,000 Rp 434,214,000,000 (3.24) )
2016 Rp 8,814,000,000 Rp 440,927,000,000 2.00 5.24
MRAT 2011 Rp 27,868,000,000 Rp 358,429,000,000 7.78 -
2012 Rp 30,751,000,000 Rp 385,887,000,000 7.97 0.19
2013 -Rp 6,700,000,000 Rp 377,791,000,000 (1.77) (9.74
90
)
2014 Rp 7,372,000,000 Rp 383,945,000,000 1.92 3.69
(1.64
2015 Rp 1,046,000,000 Rp 377,026,000,000 0.28 )
(1.78
2016 -Rp 5,549,000,000 Rp 369,089,000,000 (1.50) )
Rp1,020,413,000,00
TCID 2011 Rp 140,039,000,000 0 13.72 -
Rp1,096,822,000,00 (0.01
2012 Rp 150,374,000,000 0 13.71 )
Rp1,182,991,000,00 (0.17
2013 Rp 160,148,000,000 0 13.54 )
Rp1,252,171,000,00
2014 Rp 175,829,000,000 0 14.04 0.50
Rp1,714,871,000,00
2015 Rp 544,474,000,000 0 31.75 17.71
Rp1,783,159,000,00
2016 Rp 162,060,000,000 0 9.09 (22.66)
Rp4,163,000,000,00 Rp3,681,000,000,00
UNVR 2011 0 0 113.09 -
Rp4,839,000,000,00 Rp3,968,000,000,00
2012 0 0 121.95 8.86
Rp5,353,000,000,00 Rp4,255,000,000,00
2013 0 0 125.80 3.85
Rp5,739,000,000,00 Rp4,747,000,000,00
2014 0 0 120.90 (4.91)
Rp5,852,000,000,00 Rp4,827,000,000,00
2015 0 0 121.23 0.34
Rp6,391,000,000,00 Rp4,704,000,000,00
2016 0 0 135.86 14.63
LAMPIRAN 5
Perusahaan Tahun Harga Saham
PT. Akasha Wira International Tbk 2011 Rp 1,145.00
2012 Rp 1,400.00
2013 Rp 3,106.00
2014 Rp 1,712.00
2015 Rp 1,257.00
91
2016 Rp 1,154.00
PT. Martina Berto tbk 2011 Rp 483.75
2012 Rp 395.00
2013 Rp 380.83
2014 Rp 245.50
2015 Rp 157.41
2016 Rp 158.16
PT. Mustika Ratu Tbk 2011 Rp 516.25
2012 Rp 554.16
2013 Rp 507.91
2014 Rp 392.16
2015 Rp 235.16
2016 Rp 213.08
PT. Mandom tbk 2011 Rp 8,108.33
2012 Rp 9,170.83
2013 Rp 11,545.83
2014 Rp 16,389.58
2015 Rp 18,147.91
2016 Rp 14,554.16
PT. Unilever Indonesia tbk 2011 Rp 14,554.16
2012 Rp 22,966.66
2013 Rp 28,116.66
2014 Rp 30,781.25
2015 Rp 38,922.91
2016 Rp 43,204.00
LAMPIRAN 6
Hasil Uji AnalisisRegresi Linear Berganda
Coefficientsa
(Constant)
Hasil uji F
ANOVAa
Total 4533768311.342 29
93