Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harga saham merupakan salah satu indikator keberhasilan pengelolaan

perusahaan, jika harga saham suatu perusahaan selalu mengalami kenaikan, maka

investor atau calon investor menilai bahwa perusahaan berhasil mengelola usahanya

(Brigham & Houston, 2014:387). Kepercayaan investor dan calon investor sangat

bermanfaat bagi emiten maka keinginan untuk berinvestasi pada emiten semakin

kuat. Semakin banyak permintaan saham terhadap suatu emiten maka dapat

menaikan harga saham tersebut. Jika harga saham yang tinggi dapat dipertahankan

maka kepercayaan investor dan calon investor terhadap emiten juga semakin tinggi

dan dalam hal ini dapat menaikkan nilai emiten. Sebaliknya, jika harga saham

mengalami penurunan secara terus menurus berarti dapat menurunkan nilai emiten di

mata investor dan calon investor.

Harga suatu saham di pasar modal dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik

faktor internal mapun eksternal. Faktor internal merupakan suatu faktor yang dilihat

dari dalam perusahaan yang sifatnya spesifik atas saham tersebut seperti penjualan,

kinerja keuangan, kinerja manajemen, kondisi perusahaan, dan industri di mana

perusahaan tersebut bergerak. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor

yang sifatnya makro dalam mempengaruhi harga saham di bursa seperti inflasi,

tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang asing, dan faktor-faktor non ekonomi

seperti kondisi sosial, politik, dan faktor lainnya. (Martalena & Melinda, 2011:14).

1
2

Tahun 2013 menjadi tahun kelabu bagi IHSG (Indeks Harga Saham

Gabungan) karena diakhir tahun 2013, nilai IHSG hanya mencapai sekitar 4.100-

4.200. Padahal sempat diprediksi akan mampu ditutup mendekati level 5.000, karena

pada bulan Mei 2013 nilai IHSG saat itu mampu menembus rekor sepanjang sejarah

yaitu ditutup pada level 5.200. Padahal nilai IHSG pada tahun sebelumnya selalu

mengalami kenaikan pada setiap penutupan diakhir tahun sejak tahun 2001 sampai

tahun 2012, terkecuali pada akhir tahun 2008 karena adanya krisis ekonomi global.

Adapun sejarah nilai IHSG dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1
Sejarah Nilai IHSG

Nilai IHSG Tanggal


392 Akhir Desember 2001
424 Akhir Desember 2002
679 Akhir Desember 2003
1,000 Akhir Desember 2004
1,162 28 Desember 2005
1,813 Akhir Desember 2006
2,745 28 Desember 2007
1,355 30 Desember 2008
2,534 30 Desember 2009
3,703 30 Desember 2010
3,821 30 Desember 2011
4,316 28 Desember 2012
5,214 20 Mei 2013
4,212 27 Desember 2013
Sumber : www.id.wikipedia.org

Menurunnya laju IHSG dipicu oleh dua penilaian negatif yang cukup kuat.

Pertama, yakni imbas kekhawatiran yang besar atas rencana bank sentral Amerika

Serikat (AS), The Federal Reserve ( The Fed ), untuk mengurangi pembelian

obligasi secara terus-menerus melalui program Quantitative Easing (QE) tahap tiga.

Yang kedua yaitu adanya potret data-data makroekonomi domestik yang terlihat

kurang solid. Hal tersebut dapat dilihat dari lonjakan inflasi pasca keputusan
3

pemerintah atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi per Juni 2013

serta berlanjutnya tekanan pada nilai tukar (kurs) terhadap dolar AS

(www.id.beritasatu.com).

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis akan menganalisis salah satu

faktor yang mempengaruhi harga saham, yaitu kondisi perusahaan. Kondisi

perusahahaan dalam hal ini diartikan sebagai kinerja keuangan perusahaan. Analisis

terhadap laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara perhitungan rasio keuangan

yang akan memberikan gambaran atau penjelasan tentang baik atau buruknya kondisi

keuangan perusahaan di masa lalu, sekarang, dan juga meramalnya dimasa

mendatang.

Jenis rasio keuangan yang sering digunakan dalam menilai kinerja keuangan

perusahaan adalah rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, rasio profitabiltas,

rasio pertumbuhan dan rasio nilai pasar. Dari berbagai macam jenis rasio yang

digunakan untuk menilai kinerja keuangan, maka yang akan dibahas dalam penilitian

ini dan cukup mampu untuk mewakili rasio-rasio umum di atas adalah Debt to

Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity.

Penelitian tentang kinerja keuangan perusahaan terhadap harga saham ini

sebelumnya dilakukan oleh Stella (2009) yang mendapatkan hasil berupa Debt to

Equity Ratio yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Lain

halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Arif Nugroho (2012) yang

menunjukkan bahwa variabel Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif namun tidak

signifikan terhadap harga saham.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Prabandaru Adhe Kusuma (2012)

yang mendapatkan hasil berupa Earning Per Share yang berpengaruh postif dan
4

signifikan terhadap harga saham. Selanjutnya hasil serupa didapatkan oleh Amalia

Dwi Wulandari (2012) yakni Earning Per Share berpengaruh postif namun tidak

signifikan terhadap harga saham manufaktur yang terdaftar di BEI.

Penelitian mengenai ROE dilakukan oleh Rescyana Putri Hutami (2012)

dengan hasil bahwa ROE berpengaruh postif dan signifikan terhadap harga saham

manufaktur pada periode 2006-2010. Kemudian penelitian mengenai ROE juga

dilakukan oleh Rosalina dengan hasil positif tapi tidak signifikan pada harga saham

perusahaan manufaktur pada sektor industri barang komsumsi yang terdaftar di BEI.

Selanjutnya Penelitian yang dilakukan oleh Sarah D Nainggolan (2014) yang

mengemukakan bahwa DER, EPS, dan ROE berpengaruh secara signifikan terhadap

harga saham perusahaan manufaktur pada periode 2010-2012 yang terdaftar di BEI.

Berdasarkan penelitian-penelitian di atas yang menunjukkan adanya hasil

yang tidak konsisten untuk waktu dan tempat yang berbeda, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja keuangan perusahaan

khususnya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga

terbentuk judul

“ Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning per share, dan Return On

Equity terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia Periode 2011-2016”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditentukan perumusan

masalah yang dapat di formulasikan sebagai berikut :


5

1. Bagaimana pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On

Equity secara parsial terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang

terdaftar di BEI Periode 2011-2016 ?

2. Bagaimana pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On

Equity secara simultan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2016?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk

mengetahui :

1. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity secara

parsial terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI

Periode 2011-2016.

2. Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity secara

simultan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode 2011-2016.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengertahuan sebagai sumber bacaan atau referensi bagi para pembaca serta dapat

memberikan informasi teoritis untuk penelitian dimasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi investor dan calon investor


6

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi bagi para investor dan

calon investor dalam proses pengambilan keputusan investasi serta menganalisis Debt

to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On Equity suatu perusahaan

manufaktur agar sesuai dengan harga saham.

b. Bagi akademisi

Penelitian ini bermanfaat sebagai referensi tambahan bagi penelitian

selanjutnya yang memerlukan pengembangan materi tentang Debt to Equity Ratio,

Earning Per Share , dan Return On Equity serta Harga Saham.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat sebagai penerapan ilmu Keuangan yang telah

peneliti dapatkan selama proses perkuliahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Saham

a. Definisi Saham

Saham adalah surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas

suatu perusahaan. Dengan menerbitkan saham, memungkinkan perusahaan-

perusahan yang membutuhkan pendanaan jangka panjang untuk menjual kepentingan

dalam bisnis. Menurut Tambunan (2008 : 1), “saham adalah bukti penyertaan modal

pada sebuah perusahaan.” Dengan membeli saham perusahaan, berarti investor

menginvestasikan modal atau dana yang nantinya akan digunakan oleh pihak

manajemen untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Pengertian saham

menurut Tandelilin (2010:81), “adalah merupakan surat bukti kepemilikan atas asset-

aset perusahaan yang menerbitkan saham.” Dengan memiliki saham suatu

perusahaan, maka investor akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan

perusahaan setelah dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan.

Menurut Fahmi (2012:81), “saham merupakan kertas tanda bukti penyertaan

kepemilikan modal/ dana pada suatu perusahaan yang tercantum dengan jelas nilai

nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang jelas kepada

setiap pemegangnya.” Dari uraian pengertian saham di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa pengertian saham adalah merupakan suatu surat berharga yang akan diberikan

kepada para investor jika telah mengikut sertakan modal mereka terhadap salah satu

perusahaan yang terkait dan dalam perlindungan hukum.

7
8

b. Jenis-jenis Saham

Menurut Darmadji & Fakhruddin (2012:16), “ ada beberapa jenis saham jika

ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim maka saham terbagi atas

saham biasa (commond stock) dan saham preferen (Preferred Stock).”

Commond Stock atau saham biasa adalah saham yang menempatkan

pemiliknya paling yunior dalam hal pembagian dividen dan hak atas harta kekayaan

perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa merupakan saham

yang paling banyak dikenal dan diperdagangkan di pasar. Sebagai pemegang saham

jenis ini biasanya memiliki hak yakni hak kontrol ( pemegang saham dapat

melakukan hak kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi dirapat

tahunan pemegang saham atau tindakan-tindakan yang membutuhkan persetujuan

pemegang saham), hak menerima pembagian keuntungan, hak preemptive atau

preetive right (hak untuk mendapatkan persentase kepemilikan yang sama jika

perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham dengan memberikan prioritas

kepada pemegang saham lama untuk membeli tambahan saham baru, sehingga

persentase kepemilikan tidak berubah).

Jenis saham yang kedua yaitu saham preferen (Preferred Stock). Saham ini

mempunyai karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa

menghasilkan pendapatan tetap, tetapi bisa juga mendatangkan hasil seperti yang

dikehendaki investor. Ada dua hal penyebab saham preferen serupa dengan saham

biasa yaitu mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo

yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar deviden. Persamaan

saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal yaitu klaim atas laba dan
9

aktiva, dividen tetap selama masa berlaku dari saham, mewakili hak tebus dan dapat

ditukar dengan saham biasa.

Beberapa karakteristik saham preferen yaitu :

1) Pemegang saham preferen mempunyai hak untuk menerima dividen terlebih

dahulu dibandingkan dengan pemegang saham biasa.

2) Saham preferen umumnya memberikan hak dividen kumulatif, yaitu memberikan

hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen tahun-tahun sebelumnya yang

belum dibayarkan, dan dibayarkan sebelum pemegang saham biasa menerima

dividennya.

3) Saham preferen pada masa likuidasi mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva

perusahaan dibandingkan dengan hak yang dimiliki oleh saham biasa pada saat

likuidasi. Besarnya hak atas aktiva adalah sebesar nilai nominal saham

prferennya termasuk semua dividen yang belum dibayarkan jika bersifat

kumulatif.

c. Definisi Harga Saham

Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:102), menyatakan bahwa “ harga

saham adalah harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu.” Sedangkan harga

saham menurut Tandelilin (2010:341), “ adalah cerminan dari ekspektasi investor

terhadap faktor-faktor earning, aliran kas, dan tingkat return yang diisyaratkan

investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi

ekonomi makro suatu negara serta kondisi ekonomi global.

Jika permintaan investor akan suatu saham meningkat dan penawaran lebih

kecil, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat. Sebaliknya, jika

penawaran investor lebih besar dan permintaan akan suatu saham perusahaan lebih
10

kecil, maka harga saham akan menurun. Jadi, dengan kata lain harga saham secara

umum juga dapat diartikan sebagai harga pasar dari suatu saham perusahaan. Harga

saham merupakan harga yang terbentuk di bursa saham.

Menurut Jogiyanto (2010:8), “harga saham didefinisikan sebagai harga saham

yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan

tentukan oleh permintaan dan penawaran saham yang bersangkutan di pasar modal.

Sedangkan menurut Darmadji dan Hendry (2011:88), “harga saham ditentukan pada

saat harga saham penutupan pada saat laporan keuangan diterbitkan (closing price).

Jadi berdasarkan pernyataan di atas maka penulis menggunakan closing price

sebagai indikator harga saham.

d. Penilaian Harga Saham

Menurut Hartono (2010:121), Penilaian Harga Saham adalah sebagai berikut:

1) Nilai Buku
Nilai buku perlembar saham adalah nilai aktiva bersih dengan memiliki satu
lembar saham. Bila aktiva bersih dengan total equitas pemegang saham, maka
nilai buku per lembar saham adalah total equitas dibagi dengan jumlah saham
yang beredar.

2) Nilai Pasar
Nilai pasar adalah nilai saham yang berlaku di pasar, yang ditunjukkan oleh
harga saham tersebut di pasar. Nilai ini dibentuk oleh penjualan dan pembelian
di pasar modal.

3) Nilai Intrinsik
Nilai intrinsik adalah merupakan nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya
terjadi. Dalam membeli atau menjual saham, investor harus membandingkan
nilai intrinsik dengan pasar saham yang bersangkutan sehingga investor harus
mengerti cara menghitung nilai intrinsik saham. Ada dua maca analisis yang
digunakan untuk menganalisis nilai intrinsik yaitu analisis fundamental dan
analisis teknis.
11

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Harga saham yang terjadi di bursa saham selalu berubah dari waktu ke waktu,

hal ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor ini dapat berasal

dari dalam (internal) perusahaan maupun dari luar (eksternal perusahaan).

Menurut Alwi (2008:87), “faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham

yaitu:

1) Faktor Internal
a) Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualanseperti periklanan, rincian
kontrak, laporan keamanan prodak, dan laporan penjualan.
b) Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman yang
berhubungan dengan ekuitas dan hutang.
c) Pengumuman badan direksi manajemen ( management board of director
announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur, manajemen, dan
struktur organisasi.
d) Pengumuman pengambilan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi
ekuitas, laporan take over oleh pengakusisian dan diakuisisi.
e) Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan ekspansi
pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
f) Pengumuman ketenaga kerjaan (labour announcements), seperti negosiasi baru,
kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g) Pengumuman laporan keuangan perusahaan seperti earning per share, dividen
per share, return on asset, debt to equity ratio, return on equity, dan lain-lain.

2) Faktor Eksternal
a) Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan dan
deposito, kurs valuta asing, inflasi serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b) Pengumuman hokum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan terhadap
perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap
manajernya.
c) Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti pertemuan
laporan tahunan, insider trading, volume atau harga saham perdagangan,
pembatasan/penundaan trading.
d) Gejolak politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang
berpengaruh signifikansi pada terjadinyapergerakan harga saham di bursa efek
suatu Negara.
e) Berbagai isu baik dari dalam maupun luar negeri.
12

2. Debt to Equity Ratio (DER)

a. Definisi Debt to Equity Ratio

Menurut Raharjaputra (2011:202), “debt to equity ratio (DER) dihitung

melalui perbandingan antara jumlah hutang dengan modal sendiri/ ekuitas”.

Sedangkan menurut Rudianto (2013:194), mengemukakan bahwa “debt to equity

ratio adalah rasio yang menggambarkan seberapa besar modal pemilik dapat

menutupi hutang-hutang kepada kreditur. Semakin kecil rasio ini maka akan semakin

baik”.

Sedangkan menurut Kasmir (2015:157), “DER merupakan rasio yang

digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas.” Rasio ini berguna untuk mengetahui

jumlah dana yang disediakan pemimjam (kreditor dengan pemilik perusahaan). DER

merupakan jenis rasio leverage yaitu rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan

mendanai operasi bisnisnya dengan membandingkan antara ekuitas sendiri dan

pinjaman dari kreditor atau dengan kata lain DER merupakan rasio yang

menggambarkan seberapa besar bagian yang dari modal sendiri yang dimiliki oleh

emiten untuk dijadikan jaminan terhadap hutang. Semakin banyak hutang yang

dimiliki oleh perusahaan, maka semakin besar resiko perusahaan tersebut. Ketika

perusahaan hendak mengajukan hutang yang lebih besar, maka perusahaan harus

berkomitmen untuk menanggung arus kas keluar yang tetap selama periode ke

depan.

b. Komponen-komponen Debt to Equity Ratio (DER)

Berdasarkan penjelasan di atas maka, adapun komponen-komponen yang

terkait dengan DER adalah ekuitas dan hutang atau kewajiban. Adapun pengertian
13

ekuitas menurut Rahardjaputra (2011:8), “ekuitas adalah modal sendiri yang

disetorkan oleh pemegang saham ( shareholders) kepada perusahaan.” Kemudian

menurut Suwardjono (2008:303), “suatu pos dapat dikatakan sebagai kewajiban jika

kewajiban tersebut memenuhi atau memiliki karakteristik berupa pengorbanan yang

pasti dimasa mendatang, keharusan sekarang untuk mentransfer asset, dan timbul

akibat transaksi di masa lalu.”

c. Cara menghitung Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Kasmir (2015:157), rumus DER adalah sebagai berikut :

total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas

Total hutang di sini adalah kewajiban (hutang) jangka pendek ditambah

dengan kewajiban (hutang) jangka panjang perusahaan dan total ekuitas adalah

semua jenis modal yang dimiliki oleh perusahaan.

3. Earning per Share (EPS)

a. Definisi Earning Per Share

Earning per share merupakan rasio yang mendasar dan berguna bagi

investor. Bagi investor, earning per share penting karena menggabarkan earning

masa depan suatu perusahaan. Earning per share dapat dianalisis melalui laporan

keuangan perusahaan.

Menurut Fahmi (2012:97), “ Earning per share atau pendapatan per lembar

saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada pemegang saham

dari setiap lembar saham yang dimiliki.” Sedangkan, menurut Sutrisno (2012:223), “

Earning per share atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan

perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik.”


14

Menurut Kasmir (2013:207), pengertian EPS adalah “rasio laba per lembar

saham atau disebut juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur

keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham.”

Jadi rasio ini mencerminkan laba per lembar saham yang diperoleh para

pemegang saham berdasarkan jumlah saham yang dimiliki dalam periode waktu

tertentu. Alasan utama EPS menjadi fokus utama dibanding laba adalah karena

tujuan utama dari perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang

saham. Nilai EPS yang tinggi merupakan daya tarik bagi investor, karena semakin

tinggi nilai EPS maka kemampuan perusahaan untuk memberikan pendapatan

kepada pemegang sahamnya semakin tinggi. Eraning per share adalah perbandingan

antara laba bersih setelah pajak ( earning after tax) dengan jumlah saham yang

beredar.

b. Komponen-komponen Earning Per Share (EPS)

Adapun komponen komponen yang terkait dengan earning per share adalah

earning after tax dan jumlah saham beredar. Menurut Sutrisno (2012:223), “earning

after tax (EAT) merupakan laba operasi yang diperoleh perusahaan setelah dikurangi

dengan beban pajak penghasilan, sedangkan jumlah lembar saham merupakan

keseluruhan lembar saham yang dimiliki oleh perusahaan.”

c. Cara menghitung Earning Per Share

Menurut Kasmir (2013:207) , rumus EPS yaitu :

Laba Bersih
Earning Per Share=
jumlah saham beredar

4. Return On Equity

a. Definisi Return On Equity


15

Menurut Rudianto (2013:192), “return on equity adalah rasio yang

menunjukkan kemampuan manajemen dalam memaksimalkan tingkat pengembalian

kepada pemegang saham atas setiap rupiah ekuitas yang digunakan oleh

perusahaan”.

Return On Equity merupakan salah satu dari analisis profitabilitas yang paling

penting dalam laporan keuangan. Dalam suatu perusahaan, semakin tinggi return on

equity yang dihasilkan maka menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dalam

penggunaan modal sendiri yang dilakukan semakin efektif dan efisien untuk

menghasilkan laba bersih (Sudana, 2015:25).

Menurut Harahap (2015:305), “return on equity (ROE) adalah rasio

rentabilitas yang menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur

dengan modal pemilik”.

Jadi berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik bahwa ROE adalah rasio

profitabilitas yang menunjukkan besarnya kinerja perusahaan dalam mengelola

modalnya untuk menghasilkan laba yang nantinya juga akan dibagi kepada investor.

Jadi, semakin besar ROE, maka investor akan mendapatkan pengembalian yang baik.

ROE yang tinggi akan menarik investor dalam berinvestasi.

b. Komponen-komponen Return On Equity

Dalam hal ini adalah laba bersih dan total ekuitas adalah komponen utama

pada return on equity (ROE). Kasmir (2011:303), “menyatakan bahwa pengertian

laba bersih (net profit) merupakan laba yang telah dikurangi biaya-biaya yang

merupakan beban perusahaan dalam suatu periode tertentu termasuk pajak.”

Sedangkan total ekuitas adalah semua modal yang berasal dari perusahaan.

c. Cara menghitung Return On Equity


16

Menurut Kasmir (2015:104), rumus return on equity yaitu:

laba bersih setelah pajak


ROE¿ x 100%
total ekuitas

B. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah tentang pengaruh Debt to

Equity Ratio, Earning per Share, dan Return On Equity terhadap harga saham salah

satu perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Adapun mengenai variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 4 variabel. Dimana ada 3 variabel

independen yang ditandai dengan huruf “x” dan 1 variabel dependen yang ditandai

dengan huruf “y”. variabel independen yang digunakan yaitu Debt to Equity Ratio

(X1), Earning Per Share (X2), dan Return On Equity (X3). Sedangkan variabel

dependen dalam penelitian ini adalah harga saham (Y).

Adapun mengenai hubungan antara variabel dependen dan independen dalam

penelitian ini adalah :

1. Pengaruh debt to equity ratio terhadap harga saham

Dalam hal ini debt to equity ratio diduga memiliki pengaruh negatif terhadap

harga saham, karena debt to equity ratio adalah rasio yang mencerminkan

kemampuan perusahaan menjaminkan modalnya terhadap dana dari luar perusahaan.

Semakin besar debt to equity ratio yang dimiliki artinya hutang perusahaan juga

semakin tinggi dan akan sangat berisiko. Risiko yang tinggi akan membuat calon

investor berpikir ulang terhadap perusahaan tersebut, sehingga permintaan akan

saham perusahaan bersangkutan akan menurun dan akan berimbas pada harga saham

yang ikut menurun.

2. Pengaruh earning per share terhadap harga saham


17

Earning per share adalah rasio yang mencerminkan seberapa besar

keuntungan yang diperoleh para investor per lembar sahamnya. Jadi, makin tinggi

Earning Per Share maka sudah dipastikan tinggi pula laba atau keuntungan yang

diperoleh perusahaan dan laba yang tinggi merupakan suatu aspek yang banyak

diinginkan oleh para calon investor. Ini akan berimbas baik terhadap harga saham

perusahaan karena permintaan akan suatu saham akan meningkat pula. Artinya

earning per share secara teoritis diduga memiliki pengaruh positif terhadap harga

saham.

3. Pengaruh return on equity terhadap harga saham

Return on equity menjadi ratio yang digunakan para calon investor untuk

mengukur kinerja manajemen dalam memaksimalkan ekuitas atau modal sendiri

untuk memperoleh laba. semakin tinggi nilai return on equity, maka calon investor

akan berfikir untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan. Artinya

permintaan akan suatu saham akan meningkat dan harga sama juga ikut meningkat.

Dalam hal ini, diduga return on equity berpengaruh positif terhadap harga saham.

4. Pengaruh debt to equity ratio, earning per share, dan return on equity secara

bersamaan terhadap harga saham

Berdasarkan pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa debt to equity

ratio memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham, earning per share dan return

on equity berpengaruh positif terhadap harga saham, maka disimpulkan bahwa ketiga

rasio ini memiliki pengaruh dalam menentukan harga saham. Jika untuk lebih

jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.1

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran

Debt to Equity Ratio


(X1)
Earning Per Share Harga Saham (Y)
(X2)
18

Return On Equity
(X3)

Keterangan:
=Pengaruh tiap-tiap variabel independen terhadap variabel
dependen
=Pengaruh tiap tiap variabel independen secara bersamaan
terhadap variabel dpenden

C. Hipotesis

Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dapat ditarik beberapa hipotesis

dalam penelitian ini, yaitu :

1. Diduga, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), Return On

Equity (ROE) berpengaruh secara parsial signifikan terhadap harga saham

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

2. Diduga, Debt to Equity Ratio (DER), Earning Per Share (EPS), dan Return On

Equity (ROE) secara simultan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan

manufaktur yang terdaftar di BEI.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Desain Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel

dependen atau variabel terikat dan variabel independen atau variabel bebas.

Berdasarkan judul penelitian dan rumusan masalah yang telah dibahas sebelumnya

yakni “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity

terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”, maka

variabel yang akan diteliti adalah:

a. Variabel bebas (Independent Variable) yang ditandai dengan symbol X yaitu

Debt to equity ratio (X1), Earning per share (X2), dan Return on equity (X3).

b. Variabel Terikat (Dependent Variable) yaitu Harga saham dengan simbol (Y)

2. Desain Penelitian

Berdasarkan jenis data yang digunakan, maka penelitian ini termasuk

penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak

menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data

tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan

manufaktur sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah tangga yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

dokumentasi dengan data sekunder yang diperoleh dari website resmi Bursa Efek

Indonesia berupa laporan keuangan perusahaan. Kemudian dari laporan keuangan

ini, peneliti mencari nilai debt to equity ratio (DER), earning per share (EPS), dan

20
20

return on equity (ROE) perusahaan. Setelah data tersebut diperoleh, kemudian

dianalisis dengan menggunakan uji normalitas guna menguji model regresi yang

digunakan variabel pengganggu yang memiliki distribusi normal atau tidak. Adapun

skema dari desain penelitian dapat di lihat dari gambar 3.1

Gambar 3.1 Skema Desain Penelitian

Perusahaan Manufaktur

Teknik Pengumpulan data


Laporan Keuangan Dokumentasi

Debt to equity ratio Earning Per Share Return On Equity


(DER) (EPS) (ROE)
Indikatornya: Indikatornya: Indikator:
Total kewajiban Laba bersih setelah Laba Bersih
Total Ekuitas/ pajak Total Ekuitas/
Modal Sendiri Lembar Saham Modal Sendiri

Analisis Data:
Analisis Regresi Linear Berganda
Uji Asumsi Klasik
Uji Hipotesis (Uji T dan Uji F)
Uji Determinasi

Hasil

Kesimpulan

B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


21

1. Definisi Operasional Variabel

Definisi Operasional Variabel adalah segala sesuatu yang didasarkan pada

sifat-sifat yang akan didefinisikan, dengan kata lain keseluruhan variabel yang perlu

didefinisikan secara operasional agar dapat memberikan persamaan persepsi.

Adapun pada penelitian ini terdapat variabel yang dilibatkan yaitu Debt to

equity ratio, earning per share dan return on equity serta harga saham.

a. Debt to equity ratio adalah rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan

mendanai operasi bisnisnya dengan membandingkan antara ekuitas sendiri dan

pinjaman dari kreditor.

b. Earning per share adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan

keuntungan per lembar saham pemilik.

c. Return on equity adalah kemampuan manajemen dalam memaksimalkan tingkat

pengembalian kepada pemegang saham atas ekuitas yang digunakan perusahaan.

d. Harga saham adalah harga suatu saham yang ditentukan oleh sebarapa banyak

permintaan dan penawaran saham yang terjadi di pasar bursa diwaktu tertentu.

2. Pengukuran Variabel

Untuk pengukuran varibel dapat diambil dari beberapa rumus yang telah

dibahas pada halaman-halaman sebelumnya yaitu ada tiga pengukuran variabel yang

terdiri dari :

1) Debt to equity ratio dihitung dengan cara mengukur jumlah hutang atau dana dari

luar perusahaan terhadap modal sendiri. Adapun rumus DER menurut Kasmir

(2015:157), yaitu:
22

total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas

2) Earning per share dihitung dengan cara mengukur seberapa besar laba bersih

yang diperoleh untuk dibagikan kepada para pemegang saham. Rumus EPS

menurut Kasmir (2013:107) adalah:

Laba Bersih
EPS=
jumlah saham beredar

3) Return on equity dihitung melalui perbandingan laba bersih dengan total ekuitas

yang dimiliki perusahaan. Adapun satuan yang digunakan adalah persentase.

Berikut rumus dari return on equity menurut Kasmir (2015: 104):

laba bersih setelah pajak


ROE¿ x 100%
total ekuitas

4) Harga saham sendiri dapat dilihat langsung pada bursa efek Indonesia dengan

pembagian empat kuartal dalam satu periode berjalan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013:117), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Jadi, populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang

terdaftar di BEI periode 2011-2016 dengan jumlah 125 perusahaan.

DAFTAR PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA


EFEK INDONESIA PERIODE 2011-2016
KODE MEMENUHI
No. NAMA PERUSAHAAN
PERUSAHAAN KRITERIA
23

1 Akasha Wira International Tbk ADES YA


2 Alasaka Industrindo Tbk. ALKA TIDAK
3 Alkindo Naratama Tbk ALDO TIDAK
4 Alumindo Light Metal Industry Tbk. ALMI TIDAK
5 Anugrah Kagum Karya Utama Tbk AKKU TIDAK
6 Argha Karya Prima Tbk AKPI TIDAK
7 Argo Pantes Tbk ARGO TIDAK
8 Arwana Citra Mulia Tbk. ARNA TIDAK
9 Asahimas Flat Glass Tbk. AMFG TIDAK
10 Asia Pasific Fibers Tbk POLY TIDAK
11 Asia Pasific Investama Tbk. MYTX TIDAK
12 Asiaplast Industries Tbk APLI TIDAK
13 Astra Auto Part Tbk AUTO TIDAK
14 Astra International Tbk ASII TIDAK
15 Bantoel International Investama Tbk RMBA TIDAK
16 Barito Pasific Tbk BRPT TIDAK
17 Berlina Tbk BRNA TIDAK
18 Beton Jaya Manunggal Tbk. BTON TIDAK
19 Budi Starch & Sweetner Tbk BUDI TIDAK
20 Centex Tbk CNTX TIDAK
21 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR TIDAK
22 Chandra Asri Petrochemical Tbk TPIA TIDAK
23 Charoen Pokphand Indonesia Tbk CPIN TIDAK
24 Citra Turbindo Tbk. CTBN TIDAK
25 Darya Varia Laboratoria Tbk DVLA TIDAK
26 Delta Djakarta Tbk DLTA TIDAK
27 Duta Pertiwi Nusantara DPNS TIDAK
28 Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk. DAJK TIDAK
29 Ekadharma International Tbk EKAD TIDAK
30 Eratex Djaya Tbk ERTX TIDAK
31 Eterindo Wahanatama Tbk ETWA TIDAK
32 Ever Shine Textile Industry Tbk ESTI TIDAK
33 Fajar Surya Wisesa Tbk. FASW TIDAK
34 Gajah Tunggal Tbk GJTL TIDAK
35 Goodyear Indonesia Tbk GDYR TIDAK
36 Gudang Garam Tbk GGRM TIDAK
37 Gunawan Dianjaya Steel Tbk. GDST TIDAK
38 Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk. HMSP TIDAK
39 Hanson International Tbk MYRX TIDAK
40 Holcim Indonesia Tbk. SMCB TIDAK
41 Indah Kiat Pulp & paper Tbk. INKP TIDAK
24

42 Indal Aluminium Industry Tbk. INAI TIDAK


43 Indo Acitama Tbk SRSN TIDAK
44 Indo Kordsa Tbk BRAM TIDAK
45 Indo Rama Synthetic Tbk INDR TIDAK
46 Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. INTP TIDAK
47 Indofarma Tbk INAF TIDAK
48 Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ICBP TIDAK
49 Indofood Sukses Makmur Tbk INDF TIDAK
50 Indomobil Sukses International Tbk IMAS TIDAK
51 Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL TIDAK
52 Indospring Tbk INDS TIDAK
52 Intan Wijaya International Tbk INCI TIDAK
Inti Keramik Alam Asri Industri
53 IKAI TIDAK
Tbk.
54 Jakarta Kyoei Steel Tbk. JKSW TIDAK
55 Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA TIDAK
56 Jaya Pari Steel Tbk JPRS TIDAK
57 Jembo Cable Company Tbk JECC TIDAK
58 Kabelindo Murni Tbk KBLM TIDAK
59 Kalbe Farma Tbk KLBF TIDAK
60 Kedaung Indag Can Tbk KICI TIDAK
61 Kedawung Setia Industrial Tbk KDSI TIDAK
62 Keramika Indonesia Assosiasi Tbk. KIAS TIDAK
Kertas Basuki Rachmat Indonesia
63 KBRI TIDAK
Tbk.
64 Kimia Farma Tbk KAEF TIDAK
65 KMI Wire and Cable Tbk KBLI TIDAK
66 Krakatau Steel Tbk KRAS TIDAK
67 Langgeng Makmur Industry Tbk LMPI TIDAK
68 Lion Metal Works Tbk LION TIDAK
69 Lionmesh Prima Tbk LMSH TIDAK
70 Malindo Feedmill Tbk MAIN TIDAK
71 Mandom Indonesia Tbk TCID YA
72 Martina Berto Tbk MBTO YA
73 Mayora Indah Tbk MYOR TIDAK
74 Merck Indonesia Tbk MERK TIDAK
75 Merck Sharp Dohme Pharma Tbk SCPI TIDAK
76 Mulia Industrindo Tbk. MLIA TIDAK
77 Multi Bintang Indonesia Tbk MLBI TIDAK
78 Multi Prima Sejahtera Tbk LPIN TIDAK
79 Multistrada Arah Sarana Tbk MASA TIDAK
80 Mustika Ratu Tbk MRAT YA
25

81 Nippon Indosari Corporindo Tbk ROTI TIDAK


82 Nippres Tbk NIPS TIDAK
83 Nusantara Inti Corpora Tbk UNIT TIDAK
84 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. TKIM TIDAK
85 Panasia Indo Resources Tbk HDTX TIDAK
86 Pan Brothers Tbk PBRX TIDAK
87 Pelangi Indah Canindo Tbk PICO TIDAK
88 Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL TIDAK
89 Polychem Indonesia Tbk ADMG TIDAK
90 Prashida Aneka Niaga Tbk PSDN TIDAK
91 Prima alloy steel Universal Tbk PRAS TIDAK
92 Primarindo Asia Infrastructure Tbk BIMA TIDAK
93 Pyridam Farma Tbk PYFA TIDAK
94 Ricky Putra Globalindo Tbk RICY TIDAK
95 Sat Nusa Persada Tbk PTSN TIDAK
96 Sekar Laut Tbk SKLT TIDAK
97 Sekawan Intipratama Tbk SIAP TIDAK
98 Selamat Sempurna Tbk SMSM TIDAK
99 Semen Indoneasia Tbk. SMGR TIDAK
100 Sepatu Bata Tbk BATA TIDAK
101 Siantar Top Tbk STTP TIDAK
102 Siearad Produce Tbk. SIPD TIDAK
103 Siwani Makmur Tbk SIMA TIDAK
104 SLJ Global Tbk SULI TIDAK
105 Sumber Energi Andalan Tbk. ITMA TIDAK
106 Sumi Indo Kabel Tbk IKBI TIDAK
107 Sunson Textile Manufacturer Tbk SSTM TIDAK
108 Suparma Tbk. SPMA TIDAK
109 Supreme Cable Manufacturing and SCCO TIDAK
Commerce Tbk
110 Surya Toto Indonesia Tbk. TOTO TIDAK
111 Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS TIDAK
112 Tempo Scan Pasific Tbk TSPC TIDAK
113 Tifico Fiber Indonesia Tbk TFCO TIDAK
114 Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk AISA TIDAK
115 Tirta Mahakam Resources Tbk TIRT TIDAK
116 LOTTE Chemical Tbk FPNI TIDAK
117 Toba Pulp Lestari Tbk. INRU TIDAK
118 Trias Sentosa Tbk TRST TIDAK
119 Ultrajaya Milk Industry and Trading ULTJ TIDAK
Company Tbk
26

120 Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC TIDAK


121 Unilever Indonesia Tbk UNVR YA
122 Unitex Tbk UNTX TIDAK
123 Voksel Electric Tbk VOKS TIDAK
124 Wilmar Cahaya Indonesia Tbk CEKA TIDAK
125 Yana Prima Hasta Persada Tbk YPAS TIDAK

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2013:118), “Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki populasi tersebut, bila populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi”. Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah porpusive sampling. Menurut Sugiyono (2013:124),

“Porpusive Sampling adalah teknik pengambilan sampel menggunakan pertimbangan

dan kriteria tertentu.” Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Perusahaan manufaktur dengan sub sektor kosmetik dan barang keperluan rumah

tangga yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2016.

b. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan dengan periode berakhir 31

Desember selama minimal enam tahun berturut-turut.

c. Perusahaan yang memiliki laba bersih setelah pajak selama kurang lebih enam

tahun berturut-turut.

d. Perusahaan yang memilki data tentang harga saham, DER, EPS, dan ROE selama

periode 2011-2016.

Jumlah sampel dalam penelitian ini yangs sesuai dengan kriteria-kriteria di atas

adalah berjumlah lima perusahaan yakni: 1. Akasha Wira International Tbk,


27

2. Martina Berto Tbk, 3. Mustika Ratu Tbk, 4. Mandom Indonesia, dan 5. Unilever

Indonesia.

D. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut

Erlina (2008:24), “ data sekunder adalah merupakan data yang telah dikumpulkan

lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data.”

Data tersebut diperoleh dari data yang telah dipublikasikan oleh Bursa Efek

Indonesia (BEI).

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara

dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder

dengan perantara tertentu yaitu data yang diambil dari website resmi Bursa Efek

Indonesia (www.idx.co.id) yaitu berupa laporan keuangan dan ringkasan kinerja

keuangan perusahaan manufaktur subsektor kosmetik dan barang keperluan rumah

tangga dengan periode keuangan 2011-2016.

F. Rancangan Analisis Data

Rancangan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara

bersamaan terhadap variabel dependen. Menurut Sugiyono (2013:283), membuat

persamaan garis dengan tiga prediktor dengan rumus:

Y’ = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3


Keterangan :
28

Y’ = harga saham
X1 = DER
X2 = EPS
X3 = ROE
a = konstanta
b1 = koefisien korelasi DER
b2 = koefisien korelasi EPS
b3 = koefisien korelasi ROE”

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Bertujuan untuk menguji model regresi yang digunakan variabel pengganggu

atau resual yang memiliki distribusi normal atau tidak. Menurut Priyatna (2013:58),

“Jika nilai signifikansi >0.5 maka data tersebut adalah berdistribusi normal,

sedangkan nilai signifikansi <0.5 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.”

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Priyatna (2013:59), “ Multikolinearitas atau kolinearitas ganda

adalah keadaan antara variabel independen pada model regresi yang terjadi hubungan

linier yang sempurna atau mendekati sempurna.” Model regresi yang baik adalah

yang tidak terjadi multikolinearitas. Menurut Purbayu (2005:238), “ gejala

multikolinearitas dapat dilihat dengan korelasi yang signifikan antar variabel

independen.” Cara mendeteksi adanya multikolinearitas adalah dengan

melihat nilai tolerance atau VIF. Semakin tinggi VIF dan semakin kecil nilai

tolerance mengindikasikan bahwa multikolinearitas antara variabel independen

semakin tinggi. Menurut Priyatna (2013:60), kriteria pengambilan keputusan dalam

uji multikolinearitas adalah sebagai berikut:

1) Nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi
multikolinearitas.
29

2) Nilai tolerance kurang dari 0,1 dan nilai VIF lebih dari 10 maka terjadi
multikolinearitas.

c. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji model regresi terjadi ketidaksamaan

varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik

adalah yang tidak mengandung masalah heteroskedastisitas atau bias disebut

homokedastisitas. Ketentuan tentang pengambilan keputusan tentang uji

heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola titik-titik scatterplots regresi melalui

SPSS. Jika titik titik yang menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di

bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

(Priyatna, 2013:60).

Indikator ada tidaknya heteroskedastisitas dalam uji ini yaitu nilai

signifikansinya <0.5 kesimpulannya tidak terjadi heteroskedastisitas dan jika nilai

signifikansi >0.5 kesimpulannya adalah terjadi heteroskedastisitas.

3. Pengujian Hipotesis

a. Menguji Signifikansi dengan Uji t

Uji t untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu DER, EPS, dan

ROE secara parsial terhadap variabel dependen yaitu harga saham. Rumus untuk uji t

r √ n−2
menurut Siregar (2015: 222) adalah : t hitung =
√1−(r )2

Dimana: r = nilai korelasi


30

n = jumlah data
Pengujian dalam hipotesis adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan Hipotesis antara DER, EPS dan ROE terhadap saham.
Ho = tidak terdapat pengaruh signifikansi antara DER, EPS, dan ROE terhadap
harga saham.
Ha = terdapat pengaruh signifikansi antara DER, EPS, dan ROE terhadap harga
saham.
2) Penetapan tingkat signifikan (α). besarnya α dalam penelitian ini adalah 0.05

Menurut Siregar (2015:203) korelasi Uji t dihitung dengan menggunakan rumus

berikut:

n ( ∑ xy )−(∑x . ∑ y)
r=
√¿¿¿

Keterangan:

r = Nilai koefisien korelasi


x = Variabel bebas
y = Variabel terikat

Nilai korelasi (r) = (-1 ≤ 0 ≤ 1)

Kriteria:

 Apabila r = -1 artinya korelasi negative sempurna, yaitu terjadi hubungan

bertolak belakang antara variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas

naik maka variabel terikat turun.

 Apabila r = 1 artinya korelasi positif sempurna, yaitu terjadi hubungan searah

variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas naik maka variabel terikat

juga naik.

b. Uji F (Simultan)
31

Uji F digunakan untuk menguji apakah variabel-variabel bebas secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat dengan taraf

signifikan 5%.

Menurut siregar (2015:229) Uji F dihitung dengan menggunakan rumus


berikut:
2
( Rx . y ) (n−m−1)
m(1−r 2x , y )
Keterangan:
R = Nilai korelasi
M = Jumlah variabel bebas
N = Jumlah data

Kriteria:

a) Jika probabilitas (sig F) >α (0,05) maka H0 diterima, artinya tidak ada pengaruh

yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

b) Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka H0 ditolak, artinya ada pengaruh yang

signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Menurut Siregar (2015:229) korelasi Uji F dihitung dengan menggunakan rumus

berikut:

b .∑ xy
R=
√ ∑y

Keterangan:
R = Nilai koefisien korelasi
x = Variabel bebas
y = Variabel terikat

Nilai korelasi (R) = (-1 ≤ 0 ≤ 1)

Kriteria:
32

 Apabila R = -1 artinya korelasi negative sempurna, yaitu terjadi hubungan

bertolak belakang antara variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas

naik maka variabel terikat turun.

 Apabila R = 1 artinya korelasi positif sempurna, yaitu terjadi hubungan searah

variabel bebas dan variabel terikat, bila variabel bebas naik maka variabel terikat

juga naik.

4. Uji Koefisien determinasi (R2)

Menurut Sujarweni (2015:164) “Koefisien determinasi digunakan untuk

mengetahui persentase perubahan variabel terikat (y) yang disebabkan oleh variabel

bebas (x).” Nilai R2 mempunyai interval antara 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≥1 ¿ . Semakin

besar nilai R2 (mendekati1) maka semakin baik hasil untuk model regresi tersebut.

Semakin mendekati 0, maka variabel bebas secara keseluruhan tidak dapat

menjelaskan variabel terikat.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Objek Penelitian

a. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)

merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa

Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah

memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dan

Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivative. Secara historis, pasar

modal telah hadir jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek

telah hadir sejak jaman kolonial Belanda tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar

modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan

pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan

pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada

beberapa periode kegiatan pasar mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan

oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari

pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi

yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada

tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan

seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah. Secara

34
34

singkat, sejarah perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai

berikut:

 Desember 1912, Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh

Pemerintah Hindia Belanda.

 1914-1918, Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I.

 1925-1942, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di

Semarang dan Surabaya.

 Awal Tahun1939, karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang

dan Surabaya ditutup.

 1942-1952, Bursa Efek Jakarta ditutp kembali selama Perang Dunia II.

 1956, program nasionalisasi Perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.

 1956-1977, perdagangan di Bursa Efek vakum.

 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ

dijalankan di bawah BAPEPAM (Badan Pelaksana PasarModal). Pengaktifan

kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong

sebagai emiten pertama.

 1977-1987, perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga tahun

1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrument perbankan

dibandingkan isntrumen pasar modal.

 1987, ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang

memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum

dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.


35

 1988-1990, paket deregulasi di bidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan.

Pintu BEJ terbuka untuk asing, aktivitas bursa terlihat meningkat.

 2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh

Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri

dari broker dan dealer.

 Desember 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 1988 (PAKDES 88)

yang memberikan perusahaan untuk go public dan beberapa kebjikan lain yang

bersifat positif bagi pertumbuhan pasar modal.

 16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh

Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.

 13 Juli 1992, Swastanisasi BEJ, BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas

Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

 22 Mei 1995, Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan system

computer JATS (Jakarta Automated Trading System).

 10 November 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 tahun 1995

tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai januari 1996.

 1995. Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.

 2000. Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di Pasar

Modal Indonesia.

 2002. BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

 2007. Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan

berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).


36

 02 Maret 2009. Peluncuran Perdana Sistem Perdagangan Baru PT. Bursa Efek

Indonesia: JATS-NextG

Sumber: www.idx.co.id

Demi mendukung strategi dalam melaksanakan peran sebagai fasilifator dan

regulator pasar modal, BEI selalu mengembangkan diri dan siap berkompetisi dengan

bursa-bursa dunia lainnya, dengan memperhatikan tingkat risiko yang

terkendali, instrument perdagangan yang lengkap, sistem yang andal dan tingkat likuiditas

yang tinggi. Hal ini tercermin dengan keberhasilan BEI untuk kedua kalinya mendapat

penghargaan sebagai “The Best Stock Exchange of the Year 2010 in Southeast Asia”.

Adapun sejarah dari perusahaan manufaktur sektor kosmetik dan barang keperluan

rumah tanggayang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) PT. Akasha Wira International Tbk. (ADES)

Perseroan pada awalnya didirikan dengan nama PT. Alfindo Putra Setia,

berdasarkan akta pendirian No. 11, tanggal 6 Maret 1985, yang dibuat di hadapan

Miryam Magdalena Indrani Wiardi, SH, notaris di Jakarta. Akta pendirian tersebut

telah disetujui oleh Mentri Kehakiman pada tanggal 13 Juli 1985 sesuai dengan surat

keputusan No. C2-4221.HT01.01.TH85, terdaftar dalam buku daftar Pengadilan

Negeri, Jakarta Barat No. 682/1985 tanggal 5 Agustus 1985, dan telah dicantumkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia No.49 Tanggal 20 Juni 1989, Tambahan

Berita Negara No. 1081. Di tahun 1994, perseroan melaksanakan penawaran perdana

saham kepada masyarakat sejumlah 15.000.000 saham biasa dengan harga nominal

saham Rp 1.000 ( seribu rupiah) per saham dengan harga penawaran Rp 3.850 (tiga

ribu delapan ratus lima puluh rupiah) per saham. Perseroan mencatatkan seluruh

sahamnya di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) pada tanggal

14 Juli 1994.
37

Pada tahun 2006, Perseroan mengubah status badan hukumnya dari

perusahaan lokal non fasilitas menjadi Perusahaan Modal Asing (PMA) berdasarkan

persetujuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam suratnya

No.42/V/PMA/2006 Tanggal 10 Maret 2006.

Anggaran Dasar Perseroan telah diubah beberapa kali dan perubahan terakhir

terdapat dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Perubahan Anggaran Dasar

Perseroan No.280 tanggal 21 Oktober 2010 yang dibuat di hadapan Aulia Taufani

SH, notaris pengganti Sutjipto SH, notaris di Jakarta,dan telah disetujui oleh Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU-01060.AH.02.01 Tahun 2011 tertanggal 7

januari 2011.

2) PT. Martina Berto Tbk. (MBTO)

Perusahaan ini didirikan pada tahun 1977 oleh Dr HC. Martha Tilaar, (Alm)

Pranata Bernard, dan Theresa Harsini Setiady. Pada tahun 1981, perusahaan

mendirikan pabrik modern pertama di Jl. Pulo Ayang No 3, Pulogadung Industrial

Estate, yang memproduksi kosmetik dan jamu dengan merek “Sariayu Martha

Tilaar” untuk pertama kalinya. Pada tahun 1986, Perusahaan mendirikan pabrik

modern kedua di Jl. Pulo Kambing, kawasan Industri Pulogadung (Pabrik Pulo

Kambing). Kaena pertumbuhan penjualan yang pesat, pada tahun 1995, perusahaan

mengalihkan produksi herbal untuk Gunung Putri, Bogor. Sementara factory Pulo

Ayang ditransfer ke anak perusahaan, yaitu PT Cempaka Belkasindo Indah ini

memproduksi kosmetik dengan merek “Mirabella” dan “Cempaka” juga

dikombinasikan dengan produksi di pabrik Pulo Kambing. Selanjutnya, Pulo Ayang

dialihkan dan memungkinakan sebagai kantor penjualan samping untuk perusahaan


38

Distribution Center, yang terletak di Jl. Pulo Ayang No 24-25, Kawasan Industri

Pulogadung.

Pada tahun 1993, Perusahaan mengakuisisi PT Cedefindo, dimana bidang

usaha utama adalah Kontrak Manufaktur (Makloon) dalam produk kosmetik,

sebagai perluasan bisnis perusahaan untuk hulu. Selanjutnya, perusahaan menjual

aset pabrik di Gunung Putri dan kemudian terus menjalan pabrik jamu dengan

perjanjian sewa samapi akhir 2011. Adapun aktivitas perusahaan utama adalah:

 Memproduksi barang kosmetik dan obat tradisional (jamu)

 Pemasaran dan Niaga kosmetik, perawatan kecantikan dan barang obat

tradisional.

 Selain itu, perusahaan memiliki dukungan dari kegiatan usaha yang

dilakukan oleh anak perusahaan, PT Cedefindo, yang kosmetik

manufaktur kontrak atau makloon dengan kering, semi-padat, cair, dan

aerosol. Selain itu, termasuk layanan formulasi, pendaftaran, pembuatan

bahan baku/kemasan, proses produksi, pengemasan, dan satu-stop

layananan logistik untuk internal Martha Tilaar Group dan eksternal

kepada perusahaan lain.

3) PT MUSTIKA RATU TBK (MRAT)

Perseroan berdiri pada tahun 1975, yang dimulai dari dalam garasi kediaman

Ibu BRA. Mooryati Soedibyo. Tahun1978, perseroan mulai menjalankan usahanya

secara komersial, yaitu dengan memproduksi jamu yang didistribusikan di Jakarta,

Semarang, Surabaya, Bandung, dan Medan. Dalam perkembangannya permintaan

konsumen yang semakin meningkat dan respon pasar yang sangat positif menrima

produk-produknya, hingga pada tahun 1980-an perseroan melakukan ekspansi


39

dengan mengembangkan berbagai jenis kosmetika tradisional. Pada tanggal 8 April

1981 pabrik Perseroan resmi dioperasikan. Dalam rangka memperkokoh struktur

permodalan serta mewujudkan visinya sebagai Perusahaan Kosmetika dan Jamu

Alami Berteknologi Tinggi di Indonesia, perseroan mendapatkan persetujuan efektif

dari Badan Pengawas Pasar modal serta melakukan penawaran umum perdana dan

memcatatkan sahamnya di PT Bursa Efek Indonesia pada tahun 1995. Perusahaan

mulai menerapkan standar International 9001 (versi yang terbaru ISO 9001:2008)

tahun 2009 tentang Manjamen Sistem Mutu serta ISO 14001 tentang Sistem

Majanajen Lingkungan sejak tahun 1996. Selain itu, Perseroan telah memeperoleg

sertifikat Gaood manufacturing Procces (GMP) sejak tahun 2004 serta sertifikat halal

untuk produk the tahun 2010. Ruang lingkup kegiatan Perseroan meliputi pabrikasi,

perdagangan dan distribusi jamu, kosmetik tradisional serta minuman sehat, dan

kegiatan usaha lain yang berkaitan. Perseroan berdomisili di Jl. Gatot Subroto Kav.

74-75, Jakarta Selatan dan pabrik berlokasi di Jl. Raya Bogor KM 26,4 Ciracas,

Jakarta Timur.

4) PT. MANDOM TBK (TCID)

PT Mandom Indonesia Tbk berdiri sebagai perusahaan joint venture antara

Mandom Corperation, Jepang dan PT The City Factory. Perseroan berdiri dengan

nama PT Tancho Indonesia dan pada tahun 2001 berganti menjadi PT Mandom

Indonesia Tbk.

Pada tahun 1993, perseroan menjadi perushaan ke-167 dan perusahaan joint

venture Jepang ke-11 yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Saat ini

jumlah perseroan adalah 201.066.667 lembar saham dengan nilai nominal Rp

500/saham.
40

Kegiatan produksi komersial perseroan dimulai pada tahun 1971 dimana pada

awalnya Perseroan menghasilkan produk perawatan rambut, kemudian berkembang

dengan memproduksi wangi-wangian dan kosmetik. Perseroan mempunyai dua

lokasi pabrik di Kawasan Industri MM2100, Bekasi: Factory 1 yang berada di Jl.

Irian khusus memproduksi seluruh produk kosmetik Perseroan sementara Factory 2

yang berada di Jl. Jawa berfungsi untuk memproduksi kemasan plastik dan juga

sebagai pusat logistik.

Merek utama Perseroan antara lain Gatsby, Pixy, dan Pucelle. Selain itu,

Perseroan juga memproduksi berbagai berbagagai macam produk lain dengan merek

Tancho, Mandom, Spalding, Lovillea, Miratone, dan juga beberapa merek yang

khusus diproduksi untuk impor.

Mandom Indonesia Tbk (TCID) didirikan tanggal 5 November 1969 dan

nama PT Tancho Indonesia dan mulai memproduksi secara komersial pada bulan

April 1971. Kantor pusat TCID terletak di Kawasan Industri MM 2100, Jl. Irian Blok

PP, Bekasi 17520. Sedangkan pabrik berlokasi di Sunter, Jakarta dan Kawasan

Industri MM2100, Cibitung-Jawa Barat. Pada tanggal 28 Agustus 1993, TCID

memperoleh pernataan efektif dari BAPEPAM-LK untuk melakukan penawaran

umum perdana saham TCID (IPO) kepada masyarakat sebanyak 4.400.000 saham

dengan nilai nominal Rp 1000,- per saham dan harga penawaran Rp. 7.350,- per

saham. Saham-saham tersebut dicatat pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal

30 September 1993.
41

5) PT UNILIVER INDONESIA TBK (UNVR)

Sejak didirikan pada PT Uniliver Indonesia telah tumbuh mennjadi salah satu

perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Food & Ice cream

di Indonesia. PT Unilever Indoensia Tbk (perusahaan) didirikan tanggal 5

November 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat

oleh Tn. A.H. Van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur

Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada atanggal 16 Desember

1933, terdaftar di Raad van Justutue di Batavia dengan No.302 pada tanggal 22

Desember 1933 dan diumumkan dalam Javasche Courant pada tanggal 9 januari

1934 tambahan No. 3.

Pada tanggal 22 November 2000, perusahaan mengadakan perjanjian dengan

PT Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT Anugrah

Lever (PT AL) yang bergerak dibidang pembuatan, pengembangan, pemasaran, dan

penjualan kecap, saus cabe dan saus saun lain dengan merek dagang Bango, Parkiet

dan Sakura dan merek-merek lain atas dasar lisensi perusahaan kepada PT AI.

Pada tanggal 3 Juli 202, perusahaan mengadakan perjanjian dengan Texchem

Resources Berhad, untuk mendirikan perusahaan baru yakni PT Technopia Lever

yang bergerak bergerak dibidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang dengan

menggunakan merek dagang Domestos Nomos. Pada tanggal 7 November 2003,

Texchem Resources Berhad mengadakan perjanjian jual beli saham dengan PT

Technopia Singapore Pte.Ltd, yang dalam perjanjian tersebut Texchem Resources

Berhad sepakat untuk menjual sahamnnya di PT Technopia Lever kepada Technopia

Singapore Pte.Ltd.
42

Dalam Rapat Umum Luar Biasa pada tanggal 8 Desember 2003, perusahaan

menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham

PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak

terkait). Akuisisi ini berlaku pada tanggal penandatanganan jual beli saham antara

perusahaan dan Unilever Overseas Holding Limited tanggal 21 Januari 2004. Pada

tanggal 20 juli 2004, perusahaan dengan digabung denganPT KI. Penggabungan

tersebut dilakukan dengan metode yang sama dengan metode pengelompokan saham

(pooling of interest). Perusahaan yang merupakan perusahaan yang menerima

penggabungan dan setelah menrima penggabungan tersebut PT KI tidak lagi menjadi

badan hukum yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan dengan

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam suratnya No.

740/III/PMA/2004 tertanggal 9 Juli 2004.

Pada tahun 2007, PT Unilever Indonesia Tbk telah menandatangani

perjanjian bersyarat dengan PT ULtrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk

(Ultra) sehubungan dengan pengambil alihan industry minuman sari buah melalui

pengalihan merek “Buavita” dan “Gogo” dari ultra ke Unilever. Perjanjian telah

terpunhi dan unilever dan ultra telah menyelesaikan transaksi pada bulan Januari

2008.

2. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan tiga variabel independen

dan satu variabel dependen yaitu sebagai berikut:


43

a. Debt to Equity Ratio

Debt to Equity Ratio atau yang disingkat dengan DER adalah salah satu rasio

leverage yang mengukur sejauh mana perusahaan mendanai operasi bisnisnya

dengan membandingkan antara ekuitas sendiri dan pinjaman dari kreditor atau pihak

luar.

Menurut Kasmir (2015:157), rumus DER adalah sebagai berikut :

total liabilitas
DER ¿ x 100%
total ekuitas

Dari rumus debt to equity ratio di atas, maka financial leverage perusahaan

Konstruksi Bangunan dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

1) PT. AKASHA WIRA INTERNATIONAL Tbk

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2011-2016


DER Perkembangan
Tahun Total Utang Total Ekuitas
(%) (%)
2011 Rp 190,302,000,000 Rp 125,746,000,000 151.34  
2012 Rp 179,972,000,000 Rp 209,122,000,000 86.06 (65.28)
2013 Rp 176,286,000,000 Rp 264,778,000,000 66.58 (19.48)
2014 Rp 209,066,000,000 Rp 295,799,000,000 70.68 4.10
2015 Rp 324,855,000,000 Rp 328,369,000,000 98.93 28.25
2016 Rp 383,091,000,000 Rp 382,388,000,000 100.18 1.25
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel 4.1 diatas, nilai DER pada PT. Akasha Wira International Tbk selama 6

tahun mengalami fluktuasi. Dimulai pada tahun 2011, persentase DER menyentuh angka

151,34% dengan total utang yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar Rp

190.302.000.000 serta total ekuitas sebesar Rp. 125.746.000.000. Ini mengasumsikan bahwa

perusahaan masih lebih banyak menggunakan pendanaan dari luar perusahaan dibandingkan

dengan modal sendiri. Namun pada tahun 2012 dan 2013, nilai DER mulai mengalami

penurunan, yakni sebesar 65,28% dan 19,48%, artinya perusahaan mulai mengurangi

penggunaan dana dari luar dan meningkatkan atau menambahkan ekuitasnya. Pada tahun
44

2012, nilai hutangnya berkurang yakni dari Rp. 190.302.000.000 menjadi Rp.

179.972.000.000 dan ekuitasnya meningkat yakni dari Rp.125.746.000.000 menjadi Rp

209.122.000.000. Namun pada tahun 2014, nilai DER pada perusahaan meningkat yaitu

sebesar 70,68 %, lebih tinggi daripada nilai DER pada tahun 2013. Artinya, walaupun nilai

DER pada perusahaan meningkat, penggunaan atas ekuitasnya masih tinggi daripada

penggunaan dana dari luar. Jadi kesimpulannya adalah, pada tahun 2011, perusahaan masih

menekankan penggunaan dana dari luar perusahaan dan pada tahun-tahun berikutnya,

perusahaan sudah mulai mengambil kebijakan berupa pengurangan pinjaman dan

meningkatkan ekuitasnya.

2) PT. MARTINA BERTO Tbk

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2011-2016


DER
Tahun Total Utang Total Ekuitas Perkembangan (%)
(%)
2011 Rp 141,131,000,000 Rp 400,542,000,000 35.24  
2012 Rp 174,931,000,000 Rp 434,563,000,000 40.25 5.02
2013 Rp 160,451,000,000 Rp 451,318,000,000 35.55 (4.70)
2014 Rp 180,110,000,000 Rp 442,892,000,000 40.67 5.12
2015 Rp 214,686,000,000 Rp 434,214,000,000 49.44 8.78
2016 Rp 269,032,000,000 Rp 440,927,000,000 61.02 11.57
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tahun 2011 nilai DER pada PT. Martina Berto adalah 35,24% dengan

total hutang Rp 141.131.000.000 yang terdiri dari hutang jangka pendek sebesar Rp

112.665.000.000 dan hutang jangka panjangnya adalah Rp 28.466.000.000, serta

total ekuitas sebesar Rp 400.542.000.000. Kemudian ditahun 2012 nilai DER sedikit

meningkat menjadi 40,25% dengan total hutang sebesar Rp 174.931.000.000 yang terdiri

dari hutang jangka pendek sebesar Rp 137.513.000.000 dengann hutang jangka panjang

sebesar Rp37.418.000.000, dan total ekuitas sebesar Rp 434.563.000.000. Peningkatan DER

yang terjadi karena peningkatan hutang yang yang lebih besar daripada peningkatan ekuitas.
45

Kemudian ditahun 2013, nilai DER sedikit memgalami penurunan yaitu menjadi

35,55%. Penurunan nilai DER ini disebabkan oleh turunnya nilai hutang menjadi Rp

160.451.000.000 dengan peningkatan ekuitas sebesar Rp 451.318.000.000. Berdasarkan

penjelasan di atas, nilai DER akan meningkat ketika perusahaan lebih banyak menambahkan

nilai hutangnya daripada nilai ekuitasnya. Untuk nilai DER sebesar 35,24% artinya,

penggunaan dana dari luar perusahaan untuk kegiatan perusahaan adalah sekitar 35,24% dari

total penggunaan dana untuk kegiatan perusahaan. Berdasarkan data di atas, PT. Martina

Berto Tbk masih lebih menekankan pada penggunaan ekuitas atau dana dari dalam

perusahaan daripada dana dari luar perusahaan.

3) PT. MUSTIKA RATU Tbk

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2011-2016


DER
Tahun Total Utang Total Ekuitas Perkembangan (%)
(%)
2011 Rp 64,063,000,000 Rp 358,429,000,000 17.87  
2012 Rp 69,586,000,000 Rp 385,887,000,000 18.03 0.16
2013 Rp 61,792,000,000 Rp 377,791,000,000 16.36 (1.68)
2014 Rp 114,841,000,000 Rp 383,945,000,000 29.91 13.55
2015 Rp 120,064,000,000 Rp 377,026,000,000 31.85 1.93
2016 Rp 113,945,000,000 Rp 369,089,000,000 30.87 (0.97)
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Dapat dilihat pada tabel 4.3 di atas, perkembangan nilai DER pada PT.

Mustika Ratu Tbk juga mengalami fluktuasi. Fluktuasi ini jelas terjadi karena total

utang dan total ekuitas PT Mustika Ratu dari tahun ke tahun mengalami perubahan

yang cukup signifikan. Dimulai pada tahun 2011. Total hutang perusahaan yakni

sebesar Rp 64.063.000.000 yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar Rp

52.063.000.000 dan utang jangka panjang sebesar Rp 12.000.000.000, sedangkan

total ekuitasnya sebesar Rp 358.429.000.000. Kemudian pada tahun 2012, total

hutangya menjadi Rp 69.586.000.000 dengan utang jangka pendek sebesar Rp

58.646.000.000 dan utang jangka panjang sebesar Rp 10.940.000.000 dengan total


46

ekuiats sebesar Rp 385.887.000.000, dengan peningkatan nilai utang dan ekuitas

perusahaan, maka nilai DER juga akan meningkat yaitu 17,87% tahun 2011 menjadi

18,03% di tahun 2012.

Kemudian tahun 2013 nilai DER pada PT. Mustika Ratu Tbk turun menjadi

16,36% lebih rendah dari tahun 2012, ini disebabkan oleh total utang perusahaan

berkurang menjadi Rp 61.792.000.000 yang terdiri dari utang jangka pendek sebesar

Rp51.810.000.000 dan utang jangka panjanng sebesar Rp 9.982.000.000 serta total

ekuitas yang sedikit menurun daripada tahun sebelumnya yaitu Rp 377.026.000.000.

Nilai DER tertinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 31,85%, ini disebabkan

karena total utang pada perusahaan meningkat menjadi Rp 120.064.000.000 dengan

total ekuitas sebesar Rp 377.026.000.000

Berdasarkan uraian di atas, selama kurun waktu enam tahun perusahaan

masih lebih banyak menggunakan ekuitas sendiri daripada pendanaan dari luar,

walaupun dari tahun ke tahun perusahaan terus menambahkan pendanaannya dari

luar namun dengan total ekuitas lebih tinggi.

4) PT. MANDOM Tbk

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2011-2016


DER Perkembangan
Tahun Total Utang Total Ekuitas
(%) (%)
2011 Rp 110,452,000,000 Rp 1,020,413,000,000 10.82  
2012 Rp 164,751,000,000 Rp 1,096,822,000,000 15.02 4.20
2013 Rp 282,961,000,000 Rp 1,182,991,000,000 23.92 8.90
2014 Rp 611,509,000,000 Rp 1,252,171,000,000 48.84 24.92
2015 Rp 367,225,000,000 Rp 1,714,871,000,000 21.41 (27.42)
2016 Rp 401,943,000,000 Rp 1,783,159,000,000 22.54 1.13
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)
47

Dilihat dari tabel 4.4 nilai DER pada PT. Mandom Tbk juga mengalami

fluktuasi, kenaikan dan penurunan yang terjadi karena total utang maupun total

ekuitas juga mengalami kenaikan dan penurunan. Nilai DER tertinggi terjadi pada

tahun 2014 yaitu 48,84% dengan total kewajiban atau total utang sebesar Rp

611.509.000.000 dengan total ekuitas adalah Rp 1.252.171.000.000 sedangkan pada

tahun sebelumnya yaitu tahun 2013 nilai DER pada PT. Mandom Tbk adalah 23,92%

dengan total utang sebesar Rp 282.961.000.000 dan total ekuitas sebesar Rp

1.182.991.000.000

Dalam jangka waktu 6 tahun berturut-turut, PT Mandom Tbk lebih banyak

menggunakan ekuitas sendiri daripada penggunaan dana dari luar perusahaan.

Walaupun kenaikan pada nilai DER tidak dapat dihindari namun perusahaan

konsisten pada total ekuitas yang lebih tinggi.

5) PT. UNILEVER INDONESIA Tbk

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio Tahun 2011-2016


DER Perkembangan
Tahun Total Utang Total Ekuitas
(%) (%)
2011 Rp 6,801,000,000,000 Rp 3,681,000,000,000 184.76  
2012 Rp 8,017,000,000,000 Rp 3,968,000,000,000 202.04 17.28
2013 Rp 9,094,000,000,000 Rp 4,255,000,000,000 213.73 11.68
2014 Rp 9,534,000,000,000 Rp 4,747,000,000,000 200.84 (12.88)
2015 Rp 10,903,000,000,000 Rp 4,827,000,000,000 225.88 25.03
2016 Rp 12,042,000,000,000 Rp 4,704,000,000,000 255.99 30.12
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Dapat dilihat pada tabel 4.5, bahwa PT. Unilever Indonesia dalam nilai DER nya

jauh lebih tinggi daripada ke empat perusahaan sebelumnya. Pada tahun 2011, nilai DER

pada PT. Unilever Indonesia adalah 184,76% , tahun 2012 nilai DERnya meningkat menjadi

202,04%. Peningkatan nilai DER terjadi karena PT Unilever Indonesia mengalami kenaikan

total utang yang cukup signifikan yaitu Rp 6.801.000.000.000 di tahun 2011 dan Rp
48

8.017.000.000.000 di tahun 2012 dengan total ekuitas yang tidak terlalu mengalami kenaikan

yaitu Rp 3.681.000.000.000 tahun 2011 dan Rp 3.968.000.000.000 tahun 2012.

Pada tahun 2014, nilai DER pada PT. Unilever Indonesia mengalami penurunan

menjadi 200,88%, ini disebabkan oleh kenaikan yang cukup banyak terjadi pada ekuitas

perusahaan dengan total utang yang tidak terlalu mengalami kenaikan yaitu pada tahun 2013

total ekuitasnya adalah Rp 4.255.000.000.000 kemudian naik menjadi Rp 4.747.000.000.000

tahun 2014 sedangkan total utangnya yaitu Rp 9.094.000.000.000 pada tahun 2013 dan naik

menjadi Rp 9.534.000.000.000

Berdasarkan data di atas, dapat diasumsikan bahwa PT. Unilever Indonesia lebih

banyak menggunakan pendanaan dari luar perusahaan daripada menggunakan ekuitas sendiri

berbeda dengan perrusahaan yang telah dibahas sebelumnya.

b. Earning Per Share (EPS)

Earning per share atau yang disingkat dengan EPS adalah merupakan rasio

yang mengukur keberhasilan manajemen dalam memaksimalkan keuntungan untuk

perlembar saham pemiliknya. Semakin tinggi nilai EPS maka kemampuan

perusahaan untuk memberikan pendapatan pada pemegang sahamnya semakin tinggi.

Rumus Earning Per Share menurut Kasmir (2013:207) adalah:


Laba Bersih
Earning Per Share=
jumlah saham beredar
Berdasarkan rumus di atas, maka EPS perusahaan manufaktur sub sektor

barang kosmetik dan rumah tangga dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 4

berikut:

1) PT. Akasha Wira International Tbk


49

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016


EPS
Tahun Laba Bersih Jumlah Saham Beredar Perkembangan
(Rp)
2011 Rp 25,868,000,000 589,896,800 43.85  
2012 Rp 83,376,000,000 589,896,800 141.33 97.48
2013 Rp 55,656,000,000 589,896,800 94.34 (46.99)
2014 Rp 31,072,000,000 589,896,800 52.67 (41.67)
2015 Rp 32,839,000,000 589,896,800 55.66 2.99
2016 Rp 55,951,000,000 589,896,800 94.84 39.18
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel 4.6 nilai EPS PT Akasha Wira International Tbk pada tahun 2011

adalah sebesar Rp43,85, artinya adalah setiap lembar saham mampu menghasilkan

laba bersih sebesar Rp 43,85. Kemudian pada tahun 2012, angka EPS mengalami

kenaikan yang cukup drastis yaitu sebesar Rp 141,33 ini dikarenakan laba bersihnya

juga meningkat pada tahun 2012 dengan nominal saham yang sama pada tahun 2011

yaitu sebanyak 589.896.800. Dalam jangka waktu 6 tahun berturut-turut, laba bersih

yang diperoleh PT Akasha Wira International mengalami naik turun, dan laba bersih

tertinggi yang diperoleh perusahaan adalah pada tahun 2012 dan laba bersih terendah

terjadi pada tahun 2011.

Jika pada tahun 2012 laba bersih yang diperoleh PT Akasha Wira

International adalah yang tertinggi namun ditahun berikutnya yaitu tahun 2013, laba

bersih yang diperoleh menurun yaitu Rp 55.656.000.000 sehingga mengakibatkan

nilai EPS juga menurun yaitu dari Rp 141.33 menjadi Rp 94,34 penurunan laba

bersih ini berlanjut hingga tahun 2014 dan kemudian perlahan lahan naik pada tahun

selanjutnya. Tahun 2016 PT Akasha Wira International kembali mendapatkan laba

bersih sebesar Rp 55.951.000.000 dengan tingkat EPS-nya adalah 94,84. Penurunan

laba bersih pada PT Akasha Wira International ini terjadi karena beban pokok

penjualan dan beban usahanya bertambah cukup banyak dibandingkan penjualan


50

bersih yang terjadi. Sedangkan untuk kenaikan laba bersih terjadi karena penjualan

bersih yang diterima naik, laba atas usaha ikut naik, begitupun dengan beban ikut

naik tapi kenaikan untuk bebannya sendiri tidak cukup banyak untuk mengurangi

angka laba bersih yang diterima.

2) PT. Martina Berto Tbk

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016


Tahu Jumlah Saham Perkembanga
Laba Bersih EPS (Rp)
n Beredar n
2011 Rp 42,659,000,000 1,070,000,000 39.86
2012 Rp 45,523,000,000 1,070,000,000 42.54 2.68
2013 Rp 16,163,000,000 1,070,000,000 15.11 (27.43)
2014 Rp 4,210,000,000 1,070,000,000 3.93 (11.18)
-Rp
2015
14,057,000,000 1,070,000,000 (3.13) (7.06)
2016 Rp 8,814,000,000 1,070,000,000 8.23 11.36
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel di atas, nilai EPS pada tahun 2011 adalag Rp 39,86 dengan laba

bersih yang diperoleh adalah Rp 42.659.000.000 serta jumlah saham beredar adalah

1.070.000.000. pada tahun selanjutnya laba bersih pada PT Martina Berto meningkat

menjadi Rp 45.523.000.000 sehingga EPSnya juga ikut meningkat yaitu sebesar Rp 42,54,

namun pada tahun 2013, laba bersih yang diperoleh perusahaan menurun cukup drastis yaitu

menjadi Rp.16.163.000.000 dan ini berakibat nilai EPSnya juga ikut menurun yaitu Rp

15,11. Bahkan pada tahun 2015, perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 14.057.000.000

dengan nilai EPSnya adalah -3,13.

Penurunan laba bersih yang diperoleh PT Martina Berto ini terjadi karena pada tahun

2015 ekonomi dunia masuk dalam kategori ketidakpastian, dimana ekonomi Eropa yang

belum pulih, serta bayang-bayang the Fed yang akan melakukan tapering off. Selain itu juga

terjadi karena penurunan transaksi perdagangan dunia yang ditandai dengan melemahnya

pertumbuhan ekonomi China. Kerugian pada tahun 2015 ini juga terjadi karena
51

meningkatnya biaya produksi akibat melemahnya nilai tukar rupiah serta meningkatnya

biaya operasi.

Di tahun 2016, perusahaan mampu mengembalikan kestabilan labanya yaitu menjadi

Rp 8.814.000.000 yang di tahun sebelumnya adalah kerugian menjadi keuntungan pada

tahun ini. Ini berimbas pada nilai EPSnya kembali naik yaitu Rp 8.23.

3) PT. Mustika Ratu Tbk


Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016
Tahun Laba Bersih Jumlah Saham Beredar EPS (Rp) Perkembangan
2011 Rp 27,868,000,000 428,000,000 65.11
2012 Rp 30,751,000,000 428,000,000 71.84 6.73
2013 -Rp 6,700,000,000 428,000,000 (15.65) (87.49)
2014 Rp 7,372,000,000 428,000,000 17.22 32.87
2015 Rp 1,046,000,000 428,000,000 2.44 (14.78)
2016 -Rp 5,549,000,000 428,000,000 (12.96) (15.40)
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Dilihat pada tabel 4.8 Laba bersih yang diperoleh PT Mustika Ratu juga

mengalami fluktuasi yang menyebabkan EPS juga berfluktuasi. Laba bersih tertinggi

terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar Rp 30.751.000.000 dengan nominal saham

sebanyak 428.000.000 sehingga nilai EPS nya adalah Rp 71,84 per lembar saham

beredar. Namun tahun 2013 PT Mustika ratu malah mengalami kerugian yang paling

tinggi yaitu sebanyak Rp 6.700.000.000 dengan nilai EPSnya adalah –Rp15,65

perlembar saham.

Kenaikan maupun penurunan keuntungan perusahaan tentu dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Kerugian yang terjadi pada tahun 2013 terjadi karena total penjualan

yang berkurang yaitu Rp 358.127.000.000 dibandingkan dengan Rp458.197.000.000

pada tahun 2012. Selain itu juga terjadi peningkatan beban-beban yang menyebabkan

turunnya laba yang diperoleh. Beban penjualan pada tahun 2012 adalah Rp
52

169.900.000.000 meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 174.200.000.000, sedangkan

beban umum dan administrasinya dari tahun 2012 sebesar Rp 42.800.000.000

menurun menjadi Rp 40.800.000.000. Kerugian kembali terjadi pada tahun 2016

yaitu Rp 5.549.000.000. Ini berarti nilai EPS pada PT Mustika Ratu bisa dikatakan

tidak stabil dikarenakan adanya kerugian yang cukup banyak pada beberapa tahun

belakangan.

4) PT. Mandom

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016


Tahun Laba Bersih Jumlah Saham Beredar EPS (Rp) Perkembangan
2011 Rp 140,039,000,000 201,066,667 696.48
2012 Rp 150,374,000,000 201,066,667 747.88 51.40
2013 Rp 160,148,000,000 201,066,667 796.49 48.61
2014 Rp 175,829,000,000 201,066,667 874.48 77.99
2015 Rp 544,474,000,000 201,066,667 2,707.92 1,833.44
2016 Rp 162,060,000,000 201,066,667 806.00 (1,901.92)
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel 4.9 perkembangan nilai EPS pada PT Mandom cukup mengalami

kenaikan yang cukup selama lima tahun berturut-turut. Dimulai pada

tahun 2011 nilai EPS nya adalah Rp 65,11 dengan laba bersih sebesar Rp

140.039.000.000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 201.066.667. Kemudian

meningkat terus hingga pada tahun 2015 dengan nilai EPS sebesar Rp 2.707,92

dengan laba bersih sebesar Rp 544.474.000.000 dengan nilai nominal saham yang

sama pada tahun 2011, perolehan laba bersih ini dikarenakan selain jumlah penjualan

meningkat, juga karena terjadinya pejualan tanah dan bangunan kantor dan pabrik

perseroan di Sunter.
53

Penerimaan Laba bersih pada tahun 2016 terlihat lebih sedikit daripada tahun

sebelumnya itu karena adanya penjualan tanah yang terjadi, dan pada tahun 2016

angka penjualan juga bertambah yaitu dari Rp 2.314.890.000.000 pada tahun 2015

naik menjadi Rp 2.526.776.000.000 pada tahun 2016.

5) PT Unilever Indonesia
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Earning Per Share Tahun 2011-2016
Jumlah Saham
Tahun Laba Bersih EPS (Rp) Perkembangan
Beredar
2011 Rp 4,163,000,000,000 7,630,000,000 546.60
2012 Rp 4,839,000,000,000 7,630,000,000 634.20 87.60
2013 Rp 5,353,000,000,000 7,630,000,000 701.57 67.37
2014 Rp 5,739,000,000,000 7,630,000,000 752.16 50.59
2015 Rp 5,852,000,000,000 7,630,000,000 766.97 14.81
2016 Rp 6,391,000,000,000 7,630,000,000 837.61 70.64
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Berbeda dengan perusahaan perusahaan sebelumnya yang mengalami

kenaikan dan penurunan pada nilai EPSnya, PT Unilever Indonesia cenderung

memiliki nilai EPS yang terus meningkat selama enam tahun berturut-turut. Dapat

dilihat pada tabel 4.10 nilai EPS pada tahun 2011 adalah Rp546,60 kemudian naik

menjadi Rp.634,20 pada tahun 2012, kemudian naik lagi hingga tahun 2016.

Kenaikan nilai EPS ini terjadi karena perolehan laba bersih yang diterima juga

mengalami kenaikan cukup yang signifikan, contohnya pada tahun 2011 laba

bersihnya sebesar Rp 4.163.000.000.000 terus meningkat hingga tahun 2016 yaitu

sebesar Rp 6.391.000.000.000 dengan nominal saham yang sama yaitu

7.630.000.000.

Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan penjualan yang terjadi juga

signifikan, bersama dengan kenaikan jumlah beban yang cukuk normal. Penambahan
54

ekuitas yang digunakan untuk produksi yang juga mempengaruhi perolehan laba

yang diperoleh.

c. Return On Equity

Return On Equity adalah salah satu ratio profitabilitas yang mengukur sejauh

mana perusahaan mampu memaksimalkan penggunaan eukitasnya untuk

memperoleh laba bersih.

Menurut Kasmir (2015:104), rumus return on equity yaitu:

laba bersih setelah pajak


ROE¿ x 100%
total ekuitas

Berdasarkan rumus yang dikemukan oleh Kasmir, nilai Return On Equity

dapat dilihat pada uraian tabel 4.

1) PT. Akasha Wira International Tbk

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Return On Equity Tahun 2011-2016


Perkembangan
Tahun Laba Bersih Total Ekuitas ROE (%)
(%)
2011 Rp 25,868,000,000 Rp 125,746,000,000 20.57 -
2012 Rp 83,376,000,000 Rp 209,122,000,000 39.87 19.30
2013 Rp 55,656,000,000 Rp 264,778,000,000 21.02 (18.85)
2014 Rp 31,072,000,000 Rp 295,799,000,000 10.50 (10.52)
2015 Rp 32,839,000,000 Rp 328,369,000,000 10.00 (0.50)
2016 Rp 55,951,000,000 Rp 382,388,000,000 14.63 4.63
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel 4.11, dapat dilihat bahwa nilai Return On Equity atau yang

disingkat menjadi ROE pada PT Akasha Wira International Tbk cukup mengalami

perubahan selama 6 tahun berturut-turun. Pada tahun 2012, nilai ROE perusahaan

cukup tinggi yaitu 39.87% dengan laba bersih sebesar Rp 83.376.000.000 dan total

ekuitas sebesar Rp 209.122.000.000, ini dapat diasumsikan bahwa setiap satu rupiah

ekuitas yang digunakan perusahaan mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp


55

0,39 per ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Dari tahun 2011 hingga 2012, nilai

ROE pada PT. Akasha Wira International cukup mengalami kenaikan, tapi pada

tahun 2013 hinga tahun 2015, nilai ROE pada perusahaan mengalami penurunan, ini

disebabkan oleh posisi laba yang berubah-ubah dengan ekuitas yang terus meningkat.

2) PT. MARTINA BERTO Tbk

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Return On Equity Tahun 2011-2016


ROE Perkembangan
Tahun Laba Bersih Total Ekuitas
(%) (%)
2011 Rp 42,659,000,000 Rp 400,542,000,000 10.65 -
2012 Rp 45,523,000,000 Rp 434,563,000,000 10.48 (0.17)
2013 Rp 16,163,000,000 Rp 451,318,000,000 3.58 (6.89)
2014 Rp 4,210,000,000 Rp 442,892,000,000 0.95 (2.63)
2015 -Rp 14,057,000,000 Rp 434,214,000,000 (3.24) (4.19)
2016 Rp 8,814,000,000 Rp 440,927,000,000 2.00 5.24
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Tabel 4.12 memperlihatkan nilai ROE pada PT. Martina Berto Tbk cukup

mengalami penurunan yang signifikan, dimulai pada tahun 2011, nilai ROE

perusahaan adalah 10,65% kemudian turun menjadi 10,48% pada tahun 2012.

Penurun ini terus berlanjut hingga tahun 2015 yaitu menjadi minus 3,24%.

Tahun 2015, perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp 14.057.000.000

dengan total ekuitas yang ada saat itu adalah Rp 434.214.000.000. Kerugian pada

tahun 2015 terjadi karena penurunan margin laba kotor dan meningkatnya beban

operasi terhadap penjualan dibandingkan pada tahun 2014. Pendapatan perusahaan

juga mengalami penurunan menjadi Rp. 1,99 Milyar pada tahun 2015 dari Rp. 4,39

Milyar pada tahun 2014.

Tahun 2016, nilai DER kembali pada posisi normal yaitu 2,00% karena di

tahun 2016, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar Rp Rp 8.814.000.000


56

dengan total ekitas sebesar Rp 440.927.000.000. Peningkatan ini terjadi disebabkan

oleh meningkatnya laba kotor yaitu sebesar Rp 357.708.000.000 dan penurun biaya

operasi dibandingkan tahun 2015.

3) PT. MUSTIKA RATU Tbk

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Return On Equity Tahun 2011-2016


ROE Perkembangan
Tahun Laba Bersih Total Ekuitas
(%) (%)
2011 Rp 27,868,000,000 Rp 358,429,000,000 7.78 -
2012 Rp 30,751,000,000 Rp 385,887,000,000 7.97 0.19
2013 -Rp 6,700,000,000 Rp 377,791,000,000 (1.77) (9.74)
2014 Rp 7,372,000,000 Rp 383,945,000,000 1.92 3.69
2015 Rp 1,046,000,000 Rp 377,026,000,000 0.28 (1.64)
2016 -Rp 5,549,000,000 Rp 369,089,000,000 (1.50) (1.78)
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Pada tabel 4.13. PT Mustika Ratu Tbk selama enam tahun berturut-turut dua

kali mengalami kerugian sehingga ikut mempengaruhi nilai ROE pada perusahaan.

Tahun 2013, kerugian perusahaan mencapai Rp 6.700.000.000 dengan total ekuitas

yang ada sebesar Rp 377.791.000.000 sehingga nilai ROE nya adalah minus 1,77%.

Dibandingkan tahun 2012, total ekuitasnya berkurang yaitu Rp 385.887.000.000

menjadi Rp 377.791.000.000 pada tahun 2013.

Kerugian terjadi karena menurunnya penjualan bersih yaitu sebesar Rp

358.127.000.000 tahun 2013 dari Rp 458.197.000.000 tahun 2012. Kemudian beban

penjualan yang meningkat dari Rp 169.900.000.000 tahun 2012 menjadi Rp

174.200.000.000 tahun 2013. Kerugian di tahun 2013 ini lebih tinggi daripada

kerugian yang terjadi pada tahun 2016.


57

4) PT. MANDOM Tbk

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Return On Equity Tahun 2011-2016


ROE Perkembangan
Tahun Laba Bersih Total Ekuitas
(%) (%)
Rp1,020,413,000,00
2011 Rp140,039,000,000 0 13.72 -
Rp1,096,822,000,00
2012 Rp150,374,000,000 0 13.71 (0.01)
Rp1,182,991,000,00
2013 Rp160,148,000,000 0 13.54 (0.17)
Rp1,252,171,000,00
2014 Rp175,829,000,000 0 14.04 0.50
Rp1,714,871,000,00
2015 Rp544,474,000,000 0 31.75 17.71
Rp1,783,159,000,00
2016 Rp162,060,000,000 0 9.09 (22.66)
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Tabel 4.14 menunjukkan perubahan nilai ROE yang cukup signifikan.

Dimulai tahun 2011, nilai ROE pada PT. Mandom Tbk adalah 13,72% dengan total

ekuitas sebesar Rp 1.020.413.000.000 dan laba bersoh sebesar Rp 140.039.000.000.

Kemudian tahun 2012, nilai ROE perusahaan adalah 13,71%, angka ini sedikit

menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penurunan yang terjadi adalah

0,01%. Hal tersebut terjadi karena kenaikan laba bersih pada tahun 2012 tidak

sejalan dengan meningkatnya nilai ekutas yang terjadi.

Nilai tertinggi ROE pada PT Mandom Tbk terjadi pada tahun 2015 yaitu

sebesar 31,80% dengan laba bersih mencapai Rp 544.474.000.000 dengan total

ekuitasnya adalah Rp 1.714.871.000.000. Peningkatan laba bersih yang cukup besar

ini terjadi karena adanya penjualan tanah, bangunan kantor dan pabrik perseroan di

Sunter, Jakarta Utara.

5) PT. Unilever Indonesia Tbk

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Return On Equity Tahun 2011-2016


ROE Perkembangan
Tahun Laba Bersih Total Ekuitas
(%) (%)
58

Rp3,681,000,000,00
2011 Rp4,163,000,000,000 0 113.09 -
Rp3,968,000,000,00
2012 Rp4,839,000,000,000 0 121.95 8.86
Rp4,255,000,000,00
2013 Rp5,353,000,000,000 0 125.80 3.85
Rp4,747,000,000,00
2014 Rp5,739,000,000,000 0 120.90 (4.91)
Rp4,827,000,000,00
2015 Rp5,852,000,000,000 0 121.23 0.34
Rp4,704,000,000,00
2016 Rp6,391,000,000,000 0 135.86 14.63
Sumber: www.idx.co.id (data sudah diolah)

Dapat dilihat pada tabel 4.15, PT Unilever Indonesia memiliki rata-rata

memiliki nilai ROE yang tinggi. Tahun 2011, nilai ROE perusahaan adalah 113,09%

dengan laba bersih Rp 4.163.000.000.000 dan nilai ekuitasnya adalah Rp

3.681.000.000.000. Ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam mengelola ekuitasnya

cukup baik karena, setiap Rp 1 nilai ekuitas perusahaan mampu menghasilkan laba

sebesar Rp1,13 pada tahun 2011.

Kemudian pada tahun 2014, nilai ROE perusahaan cukup mengalami

penurunan yaitu 120,90% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 125,80%

pada tahun 2013. Ini terjadi karena kenaikan pada laba bersih tidak cukup signifikan

daripada kenaikan pada nilai ekuitas yang terjadi pada tahun 2014.

Tahun 2016, nilai ROE pada perusahaan terbilang yang paling tinggi diantara

enam tahun berturut-turut yaitu sebesar 135,86% dengan total laba bersih sebesar Rp

6.391.000.000.000 dan total ekuitas sebesar Rp 4.704.000.000.000.

d. Harga Saham

Harga Saham adalah harga saham di bursa saham pada saat tertentu yang

ditentukan oleh pelaku pasar dan oleh permintaan dan penawaran saham yang
59

bersangkutan di pasar modal. Cara melihat harga saham pada perusahaan dapat

dilihat pada website resmi Bursa Efek Indonesia, yang terbagi atas empat kuartal.

Yang dalam satu kuartal terdiri dari tiga bulan. Harga saham juga dapat dilihat pada

annual report perusahaan yang bersangkutan.

Adapun rangkuman harga perusahaan manufaktur yang menjadi objek

penelitian dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.16

Tabel 4.16 Harga Saham Perusahaan Manufaktur berdasarkan


harga per lembar saham
Perusahaan Tahun Harga Saham
PT. Akasha Wira International Tbk 2011 Rp 1,145.00
2012 Rp 1,400.00
2013 Rp 3,106.00
2014 Rp 1,712.00
2015 Rp 1,257.00
2016 Rp 1,154.00
PT. Martina Berto tbk 2011 Rp 483.75
2012 Rp 395.00
2013 Rp 380.83
2014 Rp 245.50
2015 Rp 157.41
2016 Rp 158.16
PT. Mustika Ratu Tbk 2011 Rp 516.25
2012 Rp 554.16
2013 Rp 507.91
2014 Rp 392.16
2015 Rp 235.16
2016 Rp 213.08
PT. Mandom tbk 2011 Rp 8,108.33
2012 Rp 9,170.83
2013 Rp 11,545.83
2014 Rp 16,389.58
2015 Rp 18,147.91
2016 Rp 14,554.16
PT. Unilever Indonesia tbk 2011 Rp 14,554.16
2012 Rp 22,966.66
2013 Rp 28,116.66
2014 Rp 30,781.25
2015 Rp 38,922.91
60

  2016 Rp 43,204.00
Sumber: www.idx.co.id

Pada tabel 4.16, harga saham PT Akasha Wira International Tbk mengalami

kenaikan dan penurunan, kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu Rp 3.106

per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar adalah 589.896.800, kenaikan

ini terjadi disebabkan meningkatnya permintaan di bursa efek dengan penawaran

yang saam pada tahun sebelumnya.

Kemudian untuk PT Martina Berto Tbk, harga saham teringgi terjadi pada

tahun 2011 yaitu sebesar Rp 483,75 per lembar saham dengan lembar saham yang

beredar adalah 1.070.000.000 dan harga saham terendah terjadi pada tahun 2015

yaitu Rp 157,41 per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar sama dengan

tahun tahun sebelumnya.

Untuk harga saham tertinggi pada PT Mustika Ratu terjadi pada tahun 2012

dengan nilai Rp 554,16 per lembar sahamnya dengan lembar saham beredar adalah

428.000.000. Harga saham terendah terjadi pada tahun 2016 yaitu Rp 213,08 per

lembar saham.

PT. Mandom mencatat harga tertinggi sahamnya terjadi pada tahun 2015

yaitu sebesar Rp 18.147,91 per lembar saham dengan total lembar saham beredar

201.066.667 dan harga saham terendah terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp

8.108,33 per lembar sahamnya.

Untuk harga saham PT Unilever Indonesia, diantara ke lima perusahaan,

maka harga saham perusahaan inilah yang memiliki harga saham yang paling tinggi.

Harga saham tertinggi PT Unilever Indonesia tercatat pada tahun 2016 yaitu sebesar
61

Rp 43.204 per lembar dengan total lembar saham beredar adalah 7.630.000.000 dan

harga terendah tercatat pada tahun 2011 yaitu RP 14.554,16 per lembar.

Kenaikan maupun penurunan harga saham bisa terjadi karena berubahnya

permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar bursa. Permintaan dan penawaran

yang berubah bisa disebabkan oleh beberapa faktor.

3. Analisis pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, dan Return On

Equity terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear

berganda, uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji t dan uji F,

dimana Harga Saham dijadikan sebagai variabel dependent dan Debt to Equity Ratio,

Earning Per Share, dan Return On Equity sebagai variabel independent

Tabel 4.17 Hasil perhitungan Debt to Equity Ratio, Earning Per Share, Return On
Equity dan Harga Saham Perusahaan Manufaktur

Tahu DER EPS ROE Harga Saham


Perusahaan
n (%) (Rp) (%) (Rp)
151.3
PT. Akasha Wira International Tbk 2011 4 43.85 20.57 1,145
2012 86.06 141.33 39.87 1,400
2013 66.58 94.34 21.02 3,106
2014 70.68 52.67 10.50 1,712
2015 98.93 55.66 10.00 1,257
100.1
  2016 8 94.84 14.63 1,154
PT. Martina Berto Tbk 2011 35.24 39.86 10.65 483.75
2012 40.25 42.54 10.48 395
2013 35.55 15.11 3.58 380.83
2014 40.67 3.93 0.95 245.50
2015 49.44 (3.13) (3.24) 157.41
  2016 61.02 8.23 2.00 158.16
PT. Mustika ratu Tbk 2011 17.87 65.11 7.78 516.25
2012 18.03 71.84 7.97 554.16
62

2013 16.36 (15.65) (1.77) 507.91


2014 29.91 17.22 1.92 392.16

2015 31.85 2.44 0.28 235.16


  2016 30.87 (12.96) (1.50) 213.08
PT. Mandom Tbk 2011 10.82 696.48 13.72 8,108.33
2012 15.02 747.88 13.71 9,170.83
2013 23.92 796.49 13.54 11,545.83
2014 48.84 874.48 14.04 16,389.58
2015 21.41 2,707.92 31.75 18,147.91
  2016 22.54 806.00 9.09 14,554.16
184.7
PT Unilever Indonesia Tbk 2011 6 546.60 113.09 14,554.16
202.0
2012 4 634.20 121.95 22,966.66
213.7
2013 3 701.57 125.80 28,116.66
200.8
2014 4 752.16 120.90 30,781.25
225.8
2015 8 766.97 121.23 38,922.91
255.9
  2016 9 837.61 135.86 43,204

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 4.17 dapat dilihat pada PT. Akasha

Wira International Tbk mulai tahun 2011-2013 nilai DER mengalami penurunan

bersamaan dengan itu harga saham pada PT Akasha Wira Internatiomal malah

mengalami kenaikan harga, kemudian pada tahun 2014-2016, nilai DER pada PT.

Kasha Wira International mengalami kenaikan berbanding terbalik dengan harga

saham perusahaan yang malah mengalami penurunan.

Berbeda dengan PT Akasha Wira International, PT. Unilever Indonesia

cenderung memiliki nilai DER yang terus meningkat dengan harga saham yang juga

ikut meningkat selama 6 tahun. Jadi dapat disumpulkan bahwa DER tidak selamanya

satu garis lurus dengan harga saham.


63

Kemudian untuk nilai EPS, pada PT. Unilever Indonesia juga cenderung terus

meningkat dengan harga saham yang ikut juga meningkat. Hal yang sama juga

terjadi pada PT Mandom, kenaikan nilai EPS juga turut meningkatkan harga

sahamnya. Berbeda dengan tiga perusahaan sebelumnya yaitu PT. Akasha Wira

International, PT. Martina Berto, dan PT. Mustika Ratu nilai EPSnya cenderung

tidak sejalan dengan harga saham.

Pada PT. Martina Berto, nilai ROE pada tahun 2011-2015 terus mengalami

penurunan, dengan harga saham yang ikut menurun, namun di tahun 2016, nilai ROE

pada perusahaan kembali meningkat yang mengakibatkan harga saham perusahaan

juga ikut naik. Kasus yang sama juga terjadi pada ke-empat perusahaan lainnya. Jadi

dapat disimpulkan bahwa ROE berada padasatu garis lurus dengan harga saham.

a. Analisis Regresi Linear Berganda

Persamaan regresi dapat dilihat dari tabel hasil uji coefficients berdasarkan

output SPSS versi 20 terhadap ketiga variabel independen yaitu debt to equity,

earning per share, dan return on equity terhadap variabel dependen yaitu harga

saham yang ditunjukkan pada tabel 4.18

Tabel 4.18 Hasil Uji AnalisisRegresi Linear Berganda


Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -1348.884 1816.203 -.743 .464

DER(X1) 21.661 36.342 .130 .596 .556


1
EPS(X2) 8.016 2.072 .358 3.868 .001

ROE(X3) 166.209 62.515 .621 2.659 .013


a. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Output SPSS


64

Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh dua atau

lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen. Persamaan regresi dapat

dilihat dari tabel hasil uji coefficients. Pada tabel coefficients yang dibaca adalah nilai

dalam kolom B, baris pertama menunjukkan konstanta (a) dan baris selanjutnya

menunjukkan konstanta variabel independen. Berdasarkan tabel di atas maka model

regresi yang digunakan adalah sebagai berikut.

Harga Saham = 1348,884+21,661(DER)+8,016(EPS)+166,209(ROE)

Berdasarkan model regresi dan tabel 4.18 di atas maka hasil regresi berganda

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Persamaan regresi linear berganda di atas, diketahui mempunyai konstanta

sebesar 1348,884 dengan tanda positif. Sehingga besaran konstanta

menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen (debt to equity ratio,

earning per share, dan return on equity) diasumsikan konstan, maka variabel

dependen yaitu Harga Saham akan naik sebesar 13.488,84%.

2. Koefisien variabel Debt to Equity Ratio = 21,661, berarti setiap kenaikan Debt

to Equity Ratio sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan Harga Saham sebesar

216,61%. (Dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya adalah tetap).

3. Koefisien variabel Earning Per Share = 8,016 berarti setiap kenaikan Earning

Per Share sebesar1% akan menyebabkan kenaikan Harga Saham sebesar

80,16%. (Dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya adalah tetap).

4. Koefisien variabel Return On Equity = 166,209 berarti setiap kenaikan Return

On Equity sebesar1% akan menyebabkan kenaikan Harga Saham sebesar

81.662,09%. (Dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya adalah tetap).


65

b. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati

normal. Salah satu metode untuk mengetahui normalitas adalah dengan

menggunakan metode analisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram

ataupun dengan melihat secara Normal Probability Plot (P-Plot). Normalitas data

dapat dilihat dari penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal pada grafik Normal

Probability Plot atau dengan melihat histogram dari residualnya, Uji normalitas

dengan grafik Normal Probability Plot (P-Plot) akan membentuk satu garis lurus

diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika

distribusi normal maka garis yang menggambarkan dan sesungguhnya akan

mengikuti garis diagonalnya.

Uji normalitas yang pertama dengan melihat grafik secara histogram dan

grafik Normal Probability Plot sebagaimana terlihat berikut ini:

Gambar Hasil Grafik Histogram


66

Dari gambar di atas terlihat bahwa pola berdistribusi mendekati normal, akan

tetapi jika kesimpulan normal atau tidaknya data hanya dilihat dari grafik histogram,

maka hal ini dapat menyesatkan khususnya untuk jumlah sampel yang kecil. Metode

lain yang digunakan dalam analisis grafik adalah dengan melihat normal Probability

Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Jika distribusi

data residual normal, maka garis yang akan menggambarkan data sesungguhnya akan

mengikuti garis diagonalnya. Uji normalitas dapat dilihat menggunakan Normal

Probability Plot sebagai berikut :


67

Pada gambar di atas memperlihatkan grafik normal Probability Plot

menunjukkan bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal, dan menunjukkan pola distribusi normal, sehingga dapat disimpulkan

bahwa asumsi normalitas terpenuhi.

2) Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah regresi yang

tidak menunjukkan adanya gejala korelasi yang kuat diantara variabel bebasnya. Uji

multikolineritas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan nilai VIF. Jika nilai

tolerance tidak mendekati angka 1 atau kurang dari 0,01 dan nilai VIF diatas 10 maka

terjadi multikolineritas, begitupun sebaliknya. Hasil pengujian disajikan dalam tabel

4.19 berikut:

Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinearitas


Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF

(Constant)

DER(X1) .110 9.096


1
EPS(X2) .614 1.629

ROE(X3) .096 10.376


a. Dependent Variable: Harga Saham

Tabel 4.19 menunjukkan bahwa nilai tolerance pada DER= 0,110 EPS=

0,614 dan ROE= 0,096 dan nilai VIF pada DER= 9,096 EPS= 1,629 dan ROE=

10,376. Dapat disimpulkan bahwa pada variabel DER dan EPS tidak terjadi
68

hubungan multikolinearitas, ini dikarenakan nilai tolerance ke dua variabel tersebut

lebih dari 0,01 dan nilai VIF nya kurang dari 10,00, berbeda dengan variabel ROE

yang mendapatkan nilai tolerance 0.096 lebih dari 0,01 namun untuk VIFnya

variabel ROE mendapatkan nilai 10,376 yang artinya lebih dari 10,00 standar VIF.

3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain. Jika residualnya mempunyai varian yang sama disebut terjadi homoskedastisitas

dan jika variansinya tidak sama atau berbeda disebut terjadi heteroskedastisitas.

Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas.

Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel independen

dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan

residualnya (SRESID), ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat diketahui

dengan dua hal, antara lain:

a) Jika pencaran data yang berupa titik-titk membentuk pola tertentu dan

beraturan, maka terjadi masalah heteroskedastisitas.

b) Jika pencaran data yang berupa titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan

menyebar diatas dan di bawah sumbuh Y, maka tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas.
69

Adapun grafik hasil pengujian heteroskedastisitas menggunakan IMB SPSS

Versi 20 pada

penelitian ini

memperlihatkan tentang hasil uji heteroskedastisitas yang dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Gambar Hasil Uji Heteroskedastisitas


70

Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa data (titik-titik) menyebar

secara merata di atas dan di bawah garis nol, tidak berkumpul disatu tempat, serta

tidak membentuk pola tertentu sehingga dapat disimpulkan bahwa pada uji regresi ini

tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

c. Uji Hipotesis

1) Uji T (Uji Parsial)

Uji Statistik t parsial dalam analisis regresi berganda bertujuan untuk

mengetahui apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan uji t yaitu jika nilai

signifikansi < 0,05 maka variabel independen berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependent. Jika nilai signifikan > 0,05 maka variabel independent tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji t dapat disajikan dalam

tabel 4.20 berikut ini:

Tabel 4.20 Hasil uji t


Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) -1348.884 1816.203 -.743 .464

DER(X1) 21.661 36.342 .130 .596 .556


1
EPS(X2) 8.016 2.072 .358 3.868 .001

ROE(X3) 166.209 62.515 .621 2.659 .013


a. Dependent Variable: ROA
71

Tabel 4.20 menunjukkan bahwa nilai sig untuk variabel debt to equity ratio

adalah 0,556 lebih besar dari taraf signifikasi 0,05 (0,046>0,05) yang artinya variabel

DER tidak berpengaruh secara parsial terhadap variabel dependen harga

saham,variabel earning per share adalah 0,001 lebih kecil dari taraf signifikasi 0,05

(0,001<0,05) dan variabel return on equity memiliki nilai sig 0,013 yang lebih kecil

dari taraf signifikansi 0,05 (0,013<0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

variabel earning per share dan return on equity mempengaruhiharga saham secara

parsial.

2) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Uji F pada prinsipnya bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari dua atau

lebih (variabel independen) secara simultan terhadap variabel dependen. Dasar

pengambilan keputusan dalam uji F berdasarkan nilai signifikansi hasil output SPSS

yaitu jika variabel signifikan < 0,05 maka variabel independen secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Jika nilai signifikan > 0,05 maka

variabel independent secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Hasil uji F dapat disajikan dalam tabel 4.21 berikut ini:

Tabel 4.21 Hasil uji F


ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 3914562325.237 3 1304854108.412 54.790 .000b

1 Residual 619205986.106 26 23815614.850

Total 4533768311.342 29

a. Dependent Variable: Harga Saham


b. Predictors: (Constant), ROE(X3), EPS(X2), DER(X1)
Sumber : Output SPSS
72

Tabel 4.21 menunjukkan bahwa nilai F adalah 54,790 dengan nilai sig 0,000

hal ini menunjukkan bahwa nilai sig yang didapat lebih kecil dari taraf signifikasi

0,05 ( 0,000<0,05), maka Hα diterima artinya variabel independen debt to equity

ratio, earning per share dan return on equity berpengaruh secara simultan terhadap

variabel dependen harga saham.

d. Uji Determinasi

Kekuatan pengaruh variabel independen terhadap variasi variabel dependen

dapat diketahui dari besarnya nilai koefisien determinan ( R2), yang berbeda antara

nol dan satu.

Tabel 4.22 hasil uji determinasi


Model Summary b

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .929a .863 .848 4880.12447


a. Predictors: (Constant), leverage, Likuiditas
b. Dependent Variable: ROA

Sumber: output SPSS

Berdasarkan tabel 4.22 menunjukkan koefisien korelasi (R) dan koefisien

determinasi (R square). Nilai R menerangkan tingkat hubungan antar variabel-

variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dari hasil olah data

diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,929 atau 92,9% yang artinya hubungan

antara variabel X (debt to equity ratio, earning per share dan return on equity)

terhadap variabel Y (Harga Saham) dalam kategori kuat.

R square menjelaskan seberapa besar variasi Y yang disebabkan oleh X, dari

hasil perhitungan diperoleh nilai R2 sebesar 0,863 atau 86,3%. Adjusted R Square
73

merupakan nilai R2 yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu

penjajakan model, dari hasil perhitungan nilai adjusted R square sebesar 86,3%.

Artinya 86,3% Harga Saham dipengaruhi oleh ketiga variabel independen debt to

equity ratio, earning per share dan return on equity. Sedangkan sisanya 13,7%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar model untuk ke lima perusahaan sampel.

B. Pembahasan

Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan mengenai pengaruh

variabel independen secara parsial terhadap variabel dependennya.

1. Pengaruh Debt to Equity Ratio (X1) terhadap Harga Saham (Y)

Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel Debt to Equity Ratio dengan

variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Debt to Equity Ratio secara parsial tidak

berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham. Dilihat pada uji t, bahwa Debt to

Equity Ratio dengan nilai sebesar 0,556 yang artinya lebih besar dari 0,05, dengan

kata lain Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Harga Saham.

Jika Debt to Equity Ratio mengalami kenaikan, maka harga saham pada perusahaan

manufaktur belum tentu mengalami kenaikan pula. Debt to Equity Ratio yang tinggi

dapat diartikan bahwa perusahaan manufaktur memiliki lebih banyak pendanaan dari

luar untuk operasi perusahaan. Namun ini tidak cukup mempengaruhi mengenai

kenaikan maupun penurunan harga saham.

2. Pengaruh Earning Per Share (X2) terhadap Harga Saham (Y)

Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel Earning Per Share dengan

variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Earning Per Share secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Dilihat pada uji t, bahwa Earning Per

Share dengan nilai sebesar 0,001 lebih kecil dari 0,05, yang artinya bahwa setiap
74

perubahan dan peningkatan variabel independen secara parsial akan memberikan

pengaruh pada variabel dependen. Karena jika nilai Earning Per Share meningkat,

artinya pengembalian laba bersih untuk para pemegang saham meningkat, dengan

demikian, melihat prospek pengembalian laba terhadap pemegang saham,

permintaan akan saham perusahaan yang berkaitan akan lebih banyak lagi dan

berimbas pada kenaikan harga saham perusahaan.

3. Pengaruh Return On Equity (X3) terhadap Harga Saham

Hasil pengujian parsial (uji t) antara variabel Return On Equity dengan

variabel Harga Saham dapat dilihat bahwa Return On Equity secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Dilihat pada uji t, bahwa Return On

Equity dengan nilai sebesar 0,013 lebih kecil dari 0,05, yang artinya bahwa setiap

perubahan dan peningkatan variabel independen secara parsial akan memberikan

pengaruh pada variabel dependen. Kenaikan nilai pada return on equity adalah

merupakan kondisi dimana perusahaan mampu memaksimalkan ekuitasnya untuk

mendapatkan keuntungan sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan dalam

pengoperasiannya baik dalam hal penggunaan ekuitasnya. Melihat kinerja

perusahaan yang demikian baik akan terlihat positif dikalangan para calon investor

sehingga permintaan akan saham pada perusahaan yang bersangkutan akan naik dan

berimbas pada kenaikan harga sahamnya.

Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan mengenai pengaruh

variabel independen secara simultan terhadap variabel dependennya dapat dilihat

pada tabel signifikan dalam uji F yang memperoleh nilai sebesar 54,790 dengan nilai

signifikan sebesar 0,000. Dimana kriteria uji F berpengaruh signifikan jika

memperoleh nilai <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa 0,000 lebih kecil dari 0,05
75

maka H0 ditolak. Artinya variabel independen Debt to Equity ratio, Earning Per

Share dan Return On Equity berpengaruh secara simultan terhadap profitabilitas. Hal

ini terbukti dengan kenaikan dan penurunan harga saham yang terjadi pada saat

ketiga variabel independen mengalami perubahan yang cukup signifikan dari tahun

ke tahun.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini meneliti tentang pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per

Share dan Return On Equity terhadap Harga Saham pada perusahaan Manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2016. Berdasarkan hasil

pengujian dan pembahasan yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil uji regresi simultan menunjukkan bahwa variabel independen

Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity terhadap Harga

Saham pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Berdasarkan hasil uji regresi simultan menunjukkan bahwa variabel independen

debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa efek Indonesia, berbeda dengan

variabel earning per share dan return on equity yang berpengaruh secara

signifikan terhadap harga saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia.

3. Berdasarkan output nilai signifikan menunjukkan bahwa variabel independen

Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Return On Equity sama memiliki

pengaruh paling dominan terhadap variabel dependen Harga Saham pada

perusahaan perbankan di BEI dari tahun 2013-2015.

B. Keterbatasan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat

melemahkan hasil penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah Jumlah

76
77

variabel yang terbatas sehingga memberikan informasi yang kurang lengkap kepada

pembaca yang membutuhkan informasi mengenai rasio perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa efek indonesia.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan maka dapat diberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi perusahaan manufaktur diharapkan agar dalam penggunaan dana dari

luar perusahaan sedikit lebih diminimalkan daripada penggunaan ekuitas sendiri.

Maksudnya dalam melakukan peminjaman dana dari luar, ada baiknya

perusahaan lebih baik menggunakan pendanaan hutang jangka pendek daripada

hutang jangka panjang dan kemudian membandingkannya denggan ekuitas

sendiri.

2. Bagi perusahaan manufaktur agar lebih meningkatkan keuntungan atau laba

bersihnya dengan meningkatkan kinerja operasi perusahaan dan mengurangi hal-

hal yang bisa mengurangi laba bersih seperti biaya-biaya yang masih bisa

diminimalkan lagi agar dalam pengembalian laba bersih terhadap pemegang

saham lebih besar.

3. Bagi perusahaan manufaktur agar lebih memaksimalkan penggunaan

ekuitasnya dalam pengoperasian perusahaan agar mendapatkan penghasilan

yang lebih besar dari tahun tahun sebelumnya.

4. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan agar dapat menambah jumlah sampel

yang lebih besar dan tidak hanya pada perusahaan manufaktur sub sektor

kosmetik dan barang keperluan rumah tangga saja. Periode perusahaan juga

dapat ditambahkan agar hasil penelitian lebih akurat. Dan penambahan pada
78

variabel lain juga dapat dilakukan agar dapat memberikan informasi tentang

tingkat kesehatan perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Admaja, L. S. (2008). Teori & Praktik Manajemen Keuangan. Yogyakarta : Andi.

Alwi, I.Z. (2008). Pasar Modal dan Teori Aplikasi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah.

Brigham, dan Houston. (2010). Dasar-dasar Manajemen Keuangan Buku 1 :


Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat.

Darmadji, T. dan Hendry M. F. (2011). Pasar Modal di Indonesia : Pendekatan


Tanya Jawab. Jakarta : Salemba Empat.

Darmadji, T. dan Fakhruddin M. (2012). Pasar Modal di Indonesia : Edisi Ketiga.


Jakarta:Salemba Empat.

Erlina, (2008). Metodologi Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manajemen.


Edisi Kedua, Cetakan Pertama. Medan: Usu Press.

Fahmi, I. (2012). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan ke-2. Bandung: Alfabeta.

Harahap, S. S. (2015). Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta:Rajawali


Pers.
Hartono, J. (2010). Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta : BPFE.

Kasmir. (2013). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(2015). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Martalena, dan Maya M. (2011). Pengantar Pasar Modal. Edisi I. Yogyakarta: Andi.

Priyatna, D. (2013). Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariete dengan SPSS.


Yogyakarta : Gava Media

Rahardjaputra, H. S. (2011). Buku Panduan Praktis Manajemen Keuangan dan


Akuntansi untuk Eksekutif Perusahaan. Jakarta : Salemba Empat.

Rudianto. (2013). Pengantar Akuntansi: Konsep dan Teknik Penyusunan Laporan


Keuangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Siregar, S. (2015). Statistika Terapan: Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kencana.

Sudana, I Made (2015). Manajemen Keuangan Perusahaan, Teori dan Praktik


Edisi 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

76
80

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif Kualitatif


dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sujarweni, W. (2015). SPSS Untuk Penelitian .Yogyakarta : Pustaka Baru Press

Sutrisno. (2012). Manajemen Keuangan Teori, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:


Ekonosia.
Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi : Perekayasaan dan Pelaporan Keuangan.
Edisi Ketiga. Yogyakarta : BPFE.

Tambunan, A. P. (2008). Menilai Harga Wajar Saham : Stock Valuation. Jakarta :


Elex Media Komputindo.

Tandelilin, E. (2010). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio.


Yogyakarta:Gava Media.

Sumber Lainnya
Arif, A. (2012). Pengaruh Faktor Fundamental dan Kondisi Ekonomi terhadap
Harga Saham Perusahaan Outomotive and Allied Product yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Yogyakarta

Prabandaru, A.K. (2012). Pengaruh Return On Invesment (ROA), Earning Per Share
(EPS), dan Dividen Per Share (DPS) terhadap Harga Saham Perusahaan
Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2008-
2010. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Rescyana, P.H. (2012). Pengaruh Dividen Per Share, Return On Equity dan Net
Profit Margin terhadap Harga Saham Perusahaan Industri Manufaktur yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia Periode 2006-2010. Jurnal Nominal, 1(1),
90-101.

Rosalina, L. (2012). Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Harga Saham pada


Sektor Barang Komsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian.
Samarinda: Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman.

Sarah, D.N. (2014). Pengaruh Debt to Equity, Earning Per Share, dan Return On
Equity terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta.

Sari, N.I. (01 Januari 2014). 2013 Jadi Tahun Kelabu IHSG. Dipetik 05 November
2017, dari http://www.merdeka.com/uang/2013-jadi-tahun-kelabu-bagi-ihsg-
kaleideskop-2013-html.
81

Stella. (2009). Pengaruh Price to Earning Ratio, Debt to Equity Ratio, Return On
Assets, dan Price to Book Value terhadap Harga Pasar Saham. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi Vol.11. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta.

Wikipedia. (27 Februari 2018). Indeks Harga Saham Gabungan. Dipetik 09


November 2017, dari http://wikipedia.org/wiki/Indeks-Harga-Saham-
Gabungan.

www.idx.co.id
82

L
A
M
P
I
R
A
N
83

LAMPIRAN 1
Kode
Kriteri Kriteri Kriteri Kriteri
No Perusahaa Keterangan
a1 a2 a3 a4
n
1 ADES √ √ √ √ Terpilih
2 ALKA - √ √ √ Tidak Terpilih
3 ALDO - √ √ √ Tidak Terpilih
4 ALMI - √ √ √ Tidak Terpilih
5 AKKU - √ √ √ Tidak Terpilih
6 AKPI - √ √ √ Tidak Terpilih
7 ARGO - √ √ √ Tidak Terpilih
8 ARNA - √ √ √ Tidak Terpilih
9 AMFG - √ √ √ Tidak Terpilih
10 POLY - √ √ √ Tidak Terpilih
11 MYTX - √ √ √ Tidak Terpilih
12 APLI - √ √ √ Tidak Terpilih
13 AUTO - √ √ √ Tidak Terpilih
14 ASII - √ √ √ Tidak Terpilih
15 RMBA - √ √ √ Tidak Terpilih
16 BRPT - √ √ √ Tidak Terpilih
17 BRNA - √ √ √ Tidak Terpilih
18 BTON - √ √ √ Tidak Terpilih
19 BUDI - √ √ √ Tidak Terpilih
20 CNTX - √ √ √ Tidak Terpilih
21 IGAR - √ √ √ Tidak Terpilih
22 TPIA - √ √ √ Tidak Terpilih
23 CPIN - √ √ √ Tidak Terpilih
24 CTBN - √ √ √ Tidak Terpilih
25 DVLA - √ √ √ Tidak Terpilih
26 DLTA - √ √ √ Tidak Terpilih
27 DPNS - √ √ √ Tidak Terpilih
28 DAJK - √ √ √ Tidak Terpilih
29 EKAD - √ √ √ Tidak Terpilih
30 ERTX - √ √ √ Tidak Terpilih
31 ETWA - √ √ √ Tidak Terpilih
32 ESTI - √ √ √ Tidak Terpilih
33 FASW - √ √ √ Tidak Terpilih
34 GJTL - √ √ √ Tidak Terpilih
35 GDYR - √ √ √ Tidak Terpilih
36 GGRM - √ √ √ Tidak Terpilih
37 GDST - √ √ √ Tidak Terpilih
84

38 HMSP - √ √ √ Tidak Terpilih


39 MYRX - √ √ √ Tidak Terpilih
40 SMCB - √ √ √ Tidak Terpilih
41 INKP - √ √ √ Tidak Terpilih
42 INAI - √ √ √ Tidak Terpilih
43 SRSN - √ √ √ Tidak Terpilih
44 BRAM - √ √ √ Tidak Terpilih
45 INDR - √ √ √ Tidak Terpilih
46 INTP - √ √ √ Tidak Terpilih
47 INAF - √ √ √ Tidak Terpilih
48 ICBP - √ √ √ Tidak Terpilih
49 INDF - √ √ √ Tidak Terpilih
50 IMAS - √ √ √ Tidak Terpilih
51 IPOL - √ √ √ Tidak Terpilih
52 INDS - √ √ √ Tidak Terpilih
52 INCI - √ √ √ Tidak Terpilih
53 IKAI - √ √ √ Tidak Terpilih
54 JKSW - √ √ √ Tidak Terpilih
55 JPFA - √ √ √ Tidak Terpilih
56 JPRS - √ √ √ Tidak Terpilih
57 JECC - √ √ √ Tidak Terpilih
58 KBLM - √ √ √ Tidak Terpilih
59 KLBF - √ √ √ Tidak Terpilih
60 KICI - √ √ √ Tidak Terpilih
61 KDSI - √ √ √ Tidak Terpilih
62 KIAS - √ √ √ Tidak Terpilih
63 KBRI - √ √ √ Tidak Terpilih
64 KAEF - √ √ √ Tidak Terpilih
65 KBLI - √ √ √ Tidak Terpilih
66 KRAS - √ √ √ Tidak Terpilih
67 LMPI - √ √ √ Tidak Terpilih
68 LION - √ √ √ Tidak Terpilih
69 LMSH - √ √ √ Tidak Terpilih
70 MAIN - √ √ √ Tidak Terpilih
71 TCID √ √ √ √ Terpilih
72 MBTO √ √ √ √ Terpilih
73 MYOR - √ √ √ Tidak Terpilih
74 MERK - √ √ √ Tidak Terpilih
75 SCPI - √ √ √ Tidak Terpilih
76 MLIA - √ √ √ Tidak Terpilih
77 MLBI - √ √ √ Tidak Terpilih
85

78 LPIN - √ √ √ Tidak Terpilih


79 MASA - √ √ √ Tidak Terpilih
80 MRAT - √ √ √ Terpilih
81 ROTI √ √ √ √ Tidak Terpilih
82 NIPS - √ √ √ Tidak Terpilih
83 UNIT - √ √ √ Tidak Terpilih
84 TKIM - √ √ √ Tidak Terpilih
85 HDTX - √ √ √ Tidak Terpilih
86 PBRX - √ √ √ Tidak Terpilih
87 PICO - √ √ √ Tidak Terpilih
88 NIKL - √ √ √ Tidak Terpilih
89 ADMG - √ √ √ Tidak Terpilih
90 PSDN - √ √ √ Tidak Terpilih
91 PRAS - √ √ √ Tidak Terpilih
92 BIMA - √ √ √ Tidak Terpilih
93 PYFA - √ √ √ Tidak Terpilih
94 RICY - √ √ √ Tidak Terpilih
95 PTSN - √ √ √ Tidak Terpilih
96 SKLT - √ √ √ Tidak Terpilih
97 SIAP - √ √ √ Tidak Terpilih
98 SMSM - √ √ √ Tidak Terpilih
99 SMGR - √ √ √ Tidak Terpilih
100 BATA - √ √ √ Tidak Terpilih
101 STTP - √ √ √ Tidak Terpilih
102 SIPD - √ √ √ Tidak Terpilih
103 SIMA - √ √ √ Tidak Terpilih
104 SULI - √ √ √ Tidak Terpilih
105 ITMA - √ √ √ Tidak Terpilih
106 IKBI - √ √ √ Tidak Terpilih
107 SSTM - √ √ √ Tidak Terpilih
108 SPMA - √ √ √ Tidak Terpilih
109 SCCO - √ √ √ Tidak Terpilih
110 TOTO - √ √ √ Tidak Terpilih
111 TBMS - √ √ √ Tidak Terpilih
112 TSPC - √ √ √ Tidak Terpilih
113 TFCO - √ √ √ Tidak Terpilih
114 AISA - √ √ √ Tidak Terpilih
115 TIRT - √ √ √ Tidak Terpilih
116 FPNI - √ √ √ Tidak Terpilih
117 INRU - √ √ √ Tidak Terpilih
118 TRST - √ √ √ Tidak Terpilih
86

119 ULTJ - √ √ √ Tidak Terpilih


120 UNIC - √ √ √ Tidak Terpilih
121 UNVR √ √ √ √ Terpilih
122 UNTX - √ √ √ Tidak Terpilih
123 VOKS - √ √ √ Tidak Terpilih
124 CEKA - √ √ √ Tidak Terpilih
125 YPAS - √ √ √ Tidak Terpilih
87

LAMPIRAN 2
Kode
Perusahaa Tahun Total Utang Total Ekuitas DER Perkembangan
n (%) (%)
151.3
ADES 2011 Rp 190,302,000,000 Rp 125,746,000,000 4  
  2012 Rp 179,972,000,000 Rp 209,122,000,000 86.06 (65.28)
  2013 Rp 176,286,000,000 Rp 264,778,000,000 66.58 (19.48)
  2014 Rp 209,066,000,000 Rp 295,799,000,000 70.68 4.10
  2015 Rp 324,855,000,000 Rp 328,369,000,000 98.93 28.25
100.1
  2016 Rp 383,091,000,000 Rp 382,388,000,000 8 1.25
MBTO 2011 Rp 141,131,000,000 Rp 400,542,000,000 35.24  
  2012 Rp 174,931,000,000 Rp 434,563,000,000 40.25 5.02
  2013 Rp 160,451,000,000 Rp 451,318,000,000 35.55 (4.70)
  2014 Rp 180,110,000,000 Rp 442,892,000,000 40.67 5.12
  2015 Rp 214,686,000,000 Rp 434,214,000,000 49.44 8.78
  2016 Rp 269,032,000,000 Rp 440,927,000,000 61.02 11.57
MRAT 2011 Rp 64,063,000,000 Rp 358,429,000,000 17.87  
  2012 Rp 69,586,000,000 Rp 385,887,000,000 18.03 0.16
  2013 Rp 61,792,000,000 Rp 377,791,000,000 16.36 (1.68)
  2014 Rp 114,841,000,000 Rp 383,945,000,000 29.91 13.55
  2015 Rp 120,064,000,000 Rp 377,026,000,000 31.85 1.93
  2016 Rp 113,945,000,000 Rp 369,089,000,000 30.87 (0.97)
TCID 2011 Rp 110,452,000,000 Rp 1,020,413,000,000 10.82  
  2012 Rp 164,751,000,000 Rp 1,096,822,000,000 15.02 4.20
  2013 Rp 282,961,000,000 Rp 1,182,991,000,000 23.92 8.90
  2014 Rp 611,509,000,000 Rp 1,252,171,000,000 48.84 24.92
  2015 Rp 367,225,000,000 Rp 1,714,871,000,000 21.41 (27.42)
  2016 Rp 401,943,000,000 Rp 1,783,159,000,000 22.54 1.13
184.7
UNVR 2011 Rp 6,801,000,000,000 Rp 3,681,000,000,000 6  
202.0
  2012 Rp 8,017,000,000,000 Rp 3,968,000,000,000 4 17.28
213.7
  2013 Rp 9,094,000,000,000 Rp 4,255,000,000,000 3 11.68
200.8
  2014 Rp 9,534,000,000,000 Rp 4,747,000,000,000 4 (12.88)
225.8
  2015 Rp10,903,000,000,000 Rp 4,827,000,000,000 8 25.03
255.9
  2016 Rp12,042,000,000,000 Rp 4,704,000,000,000 9 30.12
88

LAMPIRAN 3
Kode Lembar
Tahu
Perusahaa Laba Bersih Saham EPS (%) Perkembanga
n
n Beredar n (%)
43.85  
ADES 2011 Rp 25,868,000,000 589,896,800
141.33 97.48
  2012 Rp 83,376,000,000 589,896,800
94.34 (46.99)
  2013 Rp 55,656,000,000 589,896,800
52.67 (41.67)
  2014 Rp 31,072,000,000 589,896,800
55.66 2.99
  2015 Rp 32,839,000,000 589,896,800
94.84 39.18
  2016 Rp 55,951,000,000 589,896,800
1,070,000,00
MBTO 2011 Rp 42,659,000,000 0 39.86
1,070,000,00
  2012 Rp 45,523,000,000 0 42.54 2.68
1,070,000,00
  2013 Rp 16,163,000,000 0 15.11 (27.43)
1,070,000,00
  2014 Rp 4,210,000,000 0 3.93 (11.18)
1,070,000,00
  2015 -Rp 14,057,000,000 0 (3.13) (7.06)
1,070,000,00
  2016 Rp 8,814,000,000 0 8.23 11.36
MRAT 2011 Rp 27,868,000,000 428,000,000 65.11
  2012 Rp 30,751,000,000 428,000,000 71.84 6.73
  2013 -Rp 6,700,000,000 428,000,000 (15.65) (87.49)
  2014 Rp 7,372,000,000 428,000,000 17.22 32.87
  2015 Rp 1,046,000,000 428,000,000 2.44 (14.78)
  2016 -Rp 5,549,000,000 428,000,000 (12.96) (15.40)
TCID 2011 Rp140,039,000,000 201,066,667 696.48
  2012 Rp150,374,000,000 201,066,667 747.88 51.40
  2013 Rp160,148,000,000 201,066,667 796.49 48.61
  2014 Rp175,829,000,000 201,066,667 874.48 77.99
2,707.9
  2015 Rp544,474,000,000 201,066,667 2 1,833.44
89

  2016 Rp162,060,000,000 201,066,667 806.00 (1,901.92)


7,630,000,00
UNVR 2011 Rp4,163,000,000,000 0 546.60
7,630,000,00
  2012 Rp4,839,000,000,000 0 634.20 87.60
7,630,000,00
  2013 Rp5,353,000,000,000 0 701.57 67.37
7,630,000,00
  2014 Rp5,739,000,000,000 0 752.16 50.59
7,630,000,00
  2015 Rp5,852,000,000,000 0 766.97 14.81
7,630,000,00
  2016 Rp6,391,000,000,000 0 837.61 70.64

LAMPIRAN 4
Kode
Tahu ROE
Perusahaa Laba Bersih Total Ekuitas Perkembanga
n (%)
n n (%)
ADES 2011 Rp 25,868,000,000 Rp 125,746,000,000 20.57 -
  2012 Rp 83,376,000,000 Rp 209,122,000,000 39.87 19.30
(18.85
  2013 Rp 55,656,000,000 Rp 264,778,000,000 21.02 )
(10.52
  2014 Rp 31,072,000,000 Rp 295,799,000,000 10.50 )
(0.50
  2015 Rp 32,839,000,000 Rp 328,369,000,000 10.00 )
  2016 Rp 55,951,000,000 Rp 382,388,000,000 14.63 4.63
MBTO 2011 Rp 42,659,000,000 Rp 400,542,000,000 10.65 -
(0.17
  2012 Rp 45,523,000,000 Rp 434,563,000,000 10.48 )
(6.89
  2013 Rp 16,163,000,000 Rp 451,318,000,000 3.58 )
(2.63
  2014 Rp 4,210,000,000 Rp 442,892,000,000 0.95 )
-Rp (4.19
  2015 14,057,000,000 Rp 434,214,000,000 (3.24) )
  2016 Rp 8,814,000,000 Rp 440,927,000,000 2.00 5.24
MRAT 2011 Rp 27,868,000,000 Rp 358,429,000,000 7.78 -
  2012 Rp 30,751,000,000 Rp 385,887,000,000 7.97 0.19
  2013 -Rp 6,700,000,000 Rp 377,791,000,000 (1.77) (9.74
90

)
  2014 Rp 7,372,000,000 Rp 383,945,000,000 1.92 3.69
(1.64
  2015 Rp 1,046,000,000 Rp 377,026,000,000 0.28 )
(1.78
  2016 -Rp 5,549,000,000 Rp 369,089,000,000 (1.50) )
Rp1,020,413,000,00
TCID 2011 Rp 140,039,000,000 0 13.72 -
Rp1,096,822,000,00 (0.01
  2012 Rp 150,374,000,000 0 13.71 )
Rp1,182,991,000,00 (0.17
  2013 Rp 160,148,000,000 0 13.54 )
Rp1,252,171,000,00
  2014 Rp 175,829,000,000 0 14.04 0.50
Rp1,714,871,000,00
  2015 Rp 544,474,000,000 0 31.75 17.71
Rp1,783,159,000,00
  2016 Rp 162,060,000,000 0 9.09 (22.66)
Rp4,163,000,000,00 Rp3,681,000,000,00
UNVR 2011 0 0 113.09 -
Rp4,839,000,000,00 Rp3,968,000,000,00
  2012 0 0 121.95 8.86
Rp5,353,000,000,00 Rp4,255,000,000,00
  2013 0 0 125.80 3.85
Rp5,739,000,000,00 Rp4,747,000,000,00
  2014 0 0 120.90 (4.91)
Rp5,852,000,000,00 Rp4,827,000,000,00
  2015 0 0 121.23 0.34
Rp6,391,000,000,00 Rp4,704,000,000,00
  2016 0 0 135.86 14.63

LAMPIRAN 5
Perusahaan Tahun Harga Saham
PT. Akasha Wira International Tbk 2011 Rp 1,145.00
  2012 Rp 1,400.00
  2013 Rp 3,106.00
  2014 Rp 1,712.00
  2015 Rp 1,257.00
91

  2016 Rp 1,154.00
PT. Martina Berto tbk 2011 Rp 483.75
  2012 Rp 395.00
  2013 Rp 380.83
  2014 Rp 245.50
  2015 Rp 157.41
  2016 Rp 158.16
PT. Mustika Ratu Tbk 2011 Rp 516.25
  2012 Rp 554.16
  2013 Rp 507.91
  2014 Rp 392.16
  2015 Rp 235.16
  2016 Rp 213.08
PT. Mandom tbk 2011 Rp 8,108.33
  2012 Rp 9,170.83
  2013 Rp 11,545.83
  2014 Rp 16,389.58
  2015 Rp 18,147.91
  2016 Rp 14,554.16
PT. Unilever Indonesia tbk 2011 Rp 14,554.16
  2012 Rp 22,966.66
  2013 Rp 28,116.66
  2014 Rp 30,781.25
  2015 Rp 38,922.91
  2016 Rp 43,204.00

LAMPIRAN 6
Hasil Uji AnalisisRegresi Linear Berganda
Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients

B Std. Error Beta


92

(Constant) -1348.884 1816.203 -.743 .464

DER(X1) 21.661 36.342 .130 .596 .556


1
EPS(X2) 8.016 2.072 .358 3.868 .001

ROE(X3) 166.209 62.515 .621 2.659 .013


a. Dependent Variable: Harga Saham

Sumber: Output SPSS

Hasil Uji Multikolinearitas


Coefficientsa
Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF

(Constant)

DER(X1) .110 9.096


1
EPS(X2) .614 1.629

ROE(X3) .096 10.376


a. Dependent Variable: Harga Saham
Hasil uji t
Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.


Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) -1348.884 1816.203 -.743 .464

DER(X1) 21.661 36.342 .130 .596 .556


1
EPS(X2) 8.016 2.072 .358 3.868 .001

ROE(X3) 166.209 62.515 .621 2.659 .013


Dependent Variable: ROA

Hasil uji F
ANOVAa

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 3914562325.237 3 1304854108.412 54.790 .000b

1 Residual 619205986.106 26 23815614.850

Total 4533768311.342 29
93

a. Dependent Variable: Harga Saham


b. Predictors: (Constant), ROE(X3), EPS(X2), DER(X1)
Sumber : Output SPSS

Anda mungkin juga menyukai