Anda di halaman 1dari 12

PORTOFOLIO

Topik : Stroke Non Haemoragik

Tanggal (kasus) : 30 Oktober 2013 Presenter : dr. Maria Endah Purwani

Tanggal presentasi : Pendamping : dr.B.Theresia.A.Juliastanti

Tempat presentasi : RSUD Kefamenanu

Obyektif presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi :

Tujuan :

Bahan bahasan : Tinjauan Riset Kasus Audit


Pusaka

Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Email Pos


diskusi

Data pasien : Nama : Tn. Y No. registrasi : xxxx

Nama klinik : Telp : - Terdaftar sejak : -

Data utama untuk bahan diskusi :

Diagnosis/ Gambaran Klinis : Stroke Non Haemoragik

Riwayat Pengobatan : -

Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Lemah di sisi badan sebelah kiri

Riwayat Keluarga/ Masyarakat : -

Riwayat Pekerjaan : -

Lain-lain :

Daftar Pustaka :

PERDOSSI . Guidline Stroke tahun 2011.


Rohkamm. Color Atlas of Neurology 2nd ed . 2004 : Thieme , p.183-184.

Allan H R, Robert H B. Adams and Victor’s Principle of Neurology. 2005 ; p.664-669

Nath A. Brain abscess and parameningeal infections, In: Goldman L, Ausiello D, eds Cecil
Medicine , 23rd ed. Philadelphia , Pa : Saunders Elsevier ; 2007 ; chap 438.

Braundwald E, Fauci ES, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed.2005.

Brain tumor , di kutip dari: www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007222.htm

Hyponatremia , dikutip dari : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001431

Hasil Pembelajaran :

Gambaran umum Stroke Non Haemoragik

Diagnosis Stroke Non Haemoragik

Penatalaksanaan Stroke Non Haemoragik

Edukasi tentang penyebab, faktor resiko, dan penatalaksanaan yang tepat

Subyektif

Pasien datang dengan keluhan lemah separuh badan kiri tiba-tiba sejak beberapa jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga mengaku , mulut pasien mencong kearah kiri dan berbicara
tidak jelas. Saat di rumah sakit, pasien sempat mengalami kejang di sisi kiri badan. Muntah
( - ) , sakit kepala ( - ), Riwayat jatuh sebelumnya disangkal .

Obyektif

Pasien didiagnosis dengan SNH, dasar diagnosis pasien ini adalah :

Dari anamnesis didapatkan ;

Timbul mendadak

Kelemahan anggota gerak sebelah badan

Mulut mencong dan bicara pelo

Kejang tubuh sisi kiri


Riwayat hipertensi

Usia lanjut

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

NERVUS KRANIAL

N. III, IV, VI (OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSEN)

PUPIL

Bentuk : Bulat, Ø 3mm / 3 mm

Isokor : Isokor

Kanan Kiri

Reflek Cahaya

Langsung + +

Konsensual + +

N. VII (FASIALIS)

Sikap wajah (dalam istirahat) : Asimetris, mencong ke kiri

Kanan Kiri

Menyeringai (SNL) Baik Mendatar

N. IX, X (GLOSOFARINGEUS, VAGUS)

ARKUS FARING : Kiri lebih rendah

Uvula : ke kanan

DISATRIA :+

N. XII (HIPOGLOSUS)

Julur lidah : Deviasi ke kiri

MOTORIK
Derajat kekuatan otot : 5555 4444

5555 3333

REFLEKS ABNORMAL

Babinsky : +

Chadock : +

Assessment

Definisi

Stroke menurut definisi WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik
lokal maupun menyeluruh (global), berlangsung cepat, lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
maut tanpa ditemukan penyebab lain selain gangguan vaskuler.

Klasifikasi :

Berdasarkan patologi anatomi

 Stroke Iskemik

 Trombosis serebri

 Emboli serebri

 Stroke Hemoragik :

 Perdarahan Intra serebral

 Perdarahan subarakhnoid

Berdasarkan Stadium/ Pertimbangan waktu

 TIA - Transient Ischemic Attack

 RIND - Reversible Ischemic Neurological Deficit

 Stroke in evolution

 Completed stroke

Berdasarkan sistem pembuluh darah


 Sistem karotis

 Sistem vertebro-basilar

Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.

1. Emboli

Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di
jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau
vertebralis, dapat berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.

Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian
kiri atrium atau ventrikel.

 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis.

 Fibralisi atrium

 Infarksio kordis akut

 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis

 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus


sistemik.

Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:

 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.

 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.

 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).

 Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard

2. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).

Faktor resiko :

Tidak dapat di modifikasi

- Usia

- Jenis kelamin

- Low birth weight dan faktor genetik

- Ras / etnis

Dapat di modifikasi

- Hipertensi

- Merokok

- Diabetes

- Dislipidemia

- Atrial fibrilasi

- Penyakit jantung lainnya , dsb.

Patofisiologi :

Insufisiensi hemodinamik
Autoregulasi serebrovaskular mampu mempertahankan aliran darah selama Mean Arterial
Pressure [ MAP ] berada pada kisaran 50-150 mmHg . CBF tiap daerah otak harus
disesuaikan dengan kebutuhan metabolic daerah itu. Jika MAP < 50 mmHg , otak akan ada
dalam status patologis [ iskemia ] , autoregulasi gagal dan CBF akan menurun. Deficit
neurologis yang nyata muncul ketika CBF turun sampai ambang kritis iskemi [ < 20
ml/100gr/menit ].

Hipoperfusi

Stroke Iskemik terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga suplai darah ke bagian
otak terganggu. Sumbatan dapat terjadi oleh karena trombosis maupun oleh emboli. Daerah
yang paling parah kekurangan suplai darah akan mengalami infark, sementara daerah yang
mengalami kekurangan ringan disebut daerah iskemik ( penumbra ). Penumbra inilah yang
menjadi sasaran penyelamatan pada terapi stroke. akut.

Diagnosis

Diagnosis SNH berdasarkan ;

- Anamnesis: riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap


SNH, riwayat keluarga, serta gejala klinis.

- Pemeriksaan fisik umum maupun neurologis

- Pemeriksaan laboratorium : darah rutin , elektrolit , GDS, Ur/Cr, kolestrol, trigliserid,


asam urat.

- Pemeriksaan penunjang : funduskopi , lumbal pungsi, EKG , CT-Scan , USG , ECG,


foto thoraks , PET SPECT [ radionuklir ].

Diagnosa Banding

SNH dengan diagnosa banding :

 SH

 Hipoglikemia

 Hiponatremia

 Neoplasma otak

 Abses otak

 Epilepsi

Tatalaksana

Tujuan terapi SNH [ akut ] adalah:


Untuk menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah
pasien tiba. Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi,
pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian terapi
trombolitik.

1. Penatalaksanaan Umum

a. Airway and breathing

Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan
intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian
induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg.
Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas
darah menunjukkan terjadinya hipoksia.

b. Circulation

Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.

c. Pengontrolan gula darah

Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang
baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglikemik tidak boleh
diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula
darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus
dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga
pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.

d. Posisi kepala pasien

Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien
dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu,
pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.

e. Pengontrolan tekanan darah


Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologis. Pada sebagian
besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah
awitan serangan stroke. Berbagai Guidelines (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009)
merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan
secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini :

- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolic > 120 mmHg.

- Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS<180 mmHg dan TDD <105
mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.

f. Pengontrolan demam

Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia
(utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik.
Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor.

g. Pengontrolan edema serebri

Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai
puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin
digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.

h. Pengontrolan kejang

Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun
profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan
menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.

2 . Penatalaksanaan Khusus

A. Terapi Trombolitik

Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaaan antara keuntungan dan kerugian
dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rtPA secara umum memberikan
keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna.
Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan ( awitan 3 jam pada pemberian intravena dan 6 jam
pemberian intrarterial).

1. kriteria inklusi
a. Usia ≥ 18 tahun

b. Diagnosis klinis stroke dengan deficit neurologis yang jelas

c. Awitan dapat ditentukan secara jelas (<3 jam)

d. Tidak ada bukti perdarahan intracranial dari CT scan

e. Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan risiko yang mungkin
timbul dan harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau keluarga untuk dilakukan
terapi rtPA.

2. kriteria ekslusi

a. Usia > 80 tahun

b. Deficit neurologis yang ringan dan cepat membaik atau perburukan deficit neurologis
yang berat

c. Gambaran perdarahan intracranial pada CT scan

d. Riwayat trauma kepala atau stroke dalam 3 bulan terakhir.

e. Infark multilobular

f. Kejang pada saat onset stroke

g. Tekanan darah sistolik >185 mmHg, diastolic >110 mmHg

h. Glukosa darah <50 mg/dl atau >400 mg/dl

i. Gejala perdarahan subaraknoid

j. Jumlah platelet <100.000/mm3

k. Wanita hamil

Rekomendasi

a. Pemberian IV rtPA dosis 0,9 mg/kgBB ( maksimum 90mg ), 10% dari dosis total
diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit,
terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset.

b. Disamping komplikasi perdarahan, efek samping lain yang mungkin terjadi, yaitu
angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas parsial, harus
diperhatikan.

c. Pasien dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat diturunkan dengan obat
antihipertensi secara aman, harus dijaga kestabilan tekanan darah sebelum memulai
rtPA.
B. Antikoagulan

Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal,
menghentikan perburukan neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akur
tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.

C. Antiplatelet (Anti agregasi Trombosit)

Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut(21). Aspirin tidak boleh digunakan sebagai
pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, aeperti pemberian rtPA intravena. Jika
direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Penggunaan aspirin sebagai
adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan.
Penggunaan klopidogrel saja atau dengan kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik
akut, tidak dianjurkan kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris
tak stabil.

D. Terapi Neuroprotektif

Pemakaian obat-obat neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, sampai saat ini
belum dianjurkan.Namun, citicolin masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x100mg intravena 3 hari dan dilanjutkan
dengan oral 2x1000mg selama 3minggu

Plan

Diagnosis : Pasien didiagnosis dengan SNH

Penatalaksanaan :

Penangan pasien diberikan sebagai berikut :

1. Oksigen 5 LPM ( Os Bed Rest Total )

2. IVFD : NaCl 0.9 % + Piracetam 3 gr 20 tpm

3. Medikamentosa :

4. Aspilet 1x80 mg ( po )

5. Citicolin 2x1 amp ( iv )

6. Lansoprazole 1x1 ( po )

7. Catopril 3x25 mg ( po )

8. Mecobalamin 2x1 ( po )

9. Simvastatin 1x10 mg ( po )
Pendidikan : Pasien ini memerlukan konsultasi/rujukan ke bagian penyakit saraf agar
mendapat terapi yang sesuai dan mencegah terjadinya deficit neurologis yang menetap
maupun komplikasi lainnya.

Konsultasi : Menjelaskan mengenai tatalaksana yang diberikan.

Rujukan : Rujukan kepada dokter penyakit dalam dan dokter saraf

Kontrol : -.

Anda mungkin juga menyukai