Obyektif presentasi :
Deskripsi :
Tujuan :
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Pekerjaan : -
Lain-lain :
Daftar Pustaka :
Nath A. Brain abscess and parameningeal infections, In: Goldman L, Ausiello D, eds Cecil
Medicine , 23rd ed. Philadelphia , Pa : Saunders Elsevier ; 2007 ; chap 438.
Braundwald E, Fauci ES, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed.2005.
Hasil Pembelajaran :
Subyektif
Pasien datang dengan keluhan lemah separuh badan kiri tiba-tiba sejak beberapa jam sebelum
masuk rumah sakit. Keluarga mengaku , mulut pasien mencong kearah kiri dan berbicara
tidak jelas. Saat di rumah sakit, pasien sempat mengalami kejang di sisi kiri badan. Muntah
( - ) , sakit kepala ( - ), Riwayat jatuh sebelumnya disangkal .
Obyektif
Timbul mendadak
Usia lanjut
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
NERVUS KRANIAL
PUPIL
Isokor : Isokor
Kanan Kiri
Reflek Cahaya
Langsung + +
Konsensual + +
N. VII (FASIALIS)
Kanan Kiri
Uvula : ke kanan
DISATRIA :+
N. XII (HIPOGLOSUS)
MOTORIK
Derajat kekuatan otot : 5555 4444
5555 3333
REFLEKS ABNORMAL
Babinsky : +
Chadock : +
Assessment
Definisi
Stroke menurut definisi WHO adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik
lokal maupun menyeluruh (global), berlangsung cepat, lebih dari 24 jam atau berakhir dengan
maut tanpa ditemukan penyebab lain selain gangguan vaskuler.
Klasifikasi :
Stroke Iskemik
Trombosis serebri
Emboli serebri
Stroke Hemoragik :
Perdarahan subarakhnoid
Stroke in evolution
Completed stroke
Sistem vertebro-basilar
Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di
jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau
vertebralis, dapat berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian
kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada
katup mitralis.
Fibralisi atrium
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural
(seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan
atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard
dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan
trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisitemia, anemia sickle sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
Faktor resiko :
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras / etnis
Dapat di modifikasi
- Hipertensi
- Merokok
- Diabetes
- Dislipidemia
- Atrial fibrilasi
Patofisiologi :
Insufisiensi hemodinamik
Autoregulasi serebrovaskular mampu mempertahankan aliran darah selama Mean Arterial
Pressure [ MAP ] berada pada kisaran 50-150 mmHg . CBF tiap daerah otak harus
disesuaikan dengan kebutuhan metabolic daerah itu. Jika MAP < 50 mmHg , otak akan ada
dalam status patologis [ iskemia ] , autoregulasi gagal dan CBF akan menurun. Deficit
neurologis yang nyata muncul ketika CBF turun sampai ambang kritis iskemi [ < 20
ml/100gr/menit ].
Hipoperfusi
Stroke Iskemik terjadi akibat tersumbatnya pembuluh darah sehingga suplai darah ke bagian
otak terganggu. Sumbatan dapat terjadi oleh karena trombosis maupun oleh emboli. Daerah
yang paling parah kekurangan suplai darah akan mengalami infark, sementara daerah yang
mengalami kekurangan ringan disebut daerah iskemik ( penumbra ). Penumbra inilah yang
menjadi sasaran penyelamatan pada terapi stroke. akut.
Diagnosis
Diagnosa Banding
SH
Hipoglikemia
Hiponatremia
Neoplasma otak
Abses otak
Epilepsi
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan Umum
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten memerlukan
intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian
induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi. Pada kasus dimana
kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg.
Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas
darah menunjukkan terjadinya hipoksia.
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan
peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis yang kurang
baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan normoglikemik tidak boleh
diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar karena dapat
menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula
darah harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus
dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga
pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal jika pasien
dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu,
pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik
> 220 mmHg atau tekanan darah diastolic > 120 mmHg.
- Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberikan terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD <110 mmHg.
Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS<180 mmHg dan TDD <105
mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena hipertermia
(utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik.
Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi
sebagai neuroprotektor.
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan mencapai
puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin
digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset. Meskipun
profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang dengan
menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.
2 . Penatalaksanaan Khusus
A. Terapi Trombolitik
Rekomendasi pengobatan stroke didasarkan pada perbedaaan antara keuntungan dan kerugian
dalam tatalaksana yang diberikan. Fibrinolitik dengan rtPA secara umum memberikan
keuntungan reperfusi dari lisisnya thrombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna.
Pemberian fibrinolitik merupakan rekomendasi yang kuat diberikan sesegera mungkin setelah
diagnosis stroke iskemik akut ditegakkan ( awitan 3 jam pada pemberian intravena dan 6 jam
pemberian intrarterial).
1. kriteria inklusi
a. Usia ≥ 18 tahun
e. Pasien atau keluarga mengerti dan menerima keuntungan dan risiko yang mungkin
timbul dan harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau keluarga untuk dilakukan
terapi rtPA.
2. kriteria ekslusi
b. Deficit neurologis yang ringan dan cepat membaik atau perburukan deficit neurologis
yang berat
e. Infark multilobular
k. Wanita hamil
Rekomendasi
a. Pemberian IV rtPA dosis 0,9 mg/kgBB ( maksimum 90mg ), 10% dari dosis total
diberikan sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit,
terapi tersebut harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset.
b. Disamping komplikasi perdarahan, efek samping lain yang mungkin terjadi, yaitu
angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas parsial, harus
diperhatikan.
c. Pasien dengan hipertensi yang tekanan darahnya dapat diturunkan dengan obat
antihipertensi secara aman, harus dijaga kestabilan tekanan darah sebelum memulai
rtPA.
B. Antikoagulan
Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan mencegah timbulnya stroke ulang awal,
menghentikan perburukan neurologi, atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akur
tidak direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke iskemik akut.
Pemberian aspirin dengan dosis awal 325mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke
dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut(21). Aspirin tidak boleh digunakan sebagai
pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, aeperti pemberian rtPA intravena. Jika
direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan. Penggunaan aspirin sebagai
adjunctive therapy dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan.
Penggunaan klopidogrel saja atau dengan kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik
akut, tidak dianjurkan kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris
tak stabil.
D. Terapi Neuroprotektif
Pemakaian obat-obat neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, sampai saat ini
belum dianjurkan.Namun, citicolin masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x100mg intravena 3 hari dan dilanjutkan
dengan oral 2x1000mg selama 3minggu
Plan
Penatalaksanaan :
3. Medikamentosa :
4. Aspilet 1x80 mg ( po )
6. Lansoprazole 1x1 ( po )
7. Catopril 3x25 mg ( po )
8. Mecobalamin 2x1 ( po )
9. Simvastatin 1x10 mg ( po )
Pendidikan : Pasien ini memerlukan konsultasi/rujukan ke bagian penyakit saraf agar
mendapat terapi yang sesuai dan mencegah terjadinya deficit neurologis yang menetap
maupun komplikasi lainnya.
Kontrol : -.