Anda di halaman 1dari 15

BAB VI

POTENSIOMETRI

6.1. Tujuan Percobaan


- Menentukan titik akhir reaksi netralisasi secara potensiometri dan dengan
indikator.
- Membuat kurva reaksi titrasi netralisasi secara potensiometri.
6.2. Tinjauan Pustaka
Potensimetri adalah salah satu metode analisis yang paling sering digunakan.
Potensiometri adalah sebuah metode pengukuran perbedaan potensial antara dua
elektroda yang diukur ketika arus listrik antara dua elektroda berada bernilai sedikit
dibawah nilai nol. Pada kondisi potensiometri paling ideal, potensi yang ditimbulkan
elektroda bermacam-macam tergantung bergantung pada konsentrasi analit sedangkan
potensial meningkat taip detiknya sejak elektroda dalam kondisi konstan (Wilson,
2006).
Titrasi potensiometri bisa didefinisikan sebagai tirasi yang titik akhirnya dideteksi
dengan cara mengukur perubahan potensal dari elektroda yang sesuai (yang
memeberikan respon karena adanya perubahan konsentrasi) selama titrasi. Eletroda
yang merespon perubahan konsentrasi ion pada larutan disebut elektroda indikator.
Elektroda indikator dikombinasikan dengan elektroda referensi (yang potensialnya tidak
berubah ketika proses titrasi berlangsung) untuk membentuk sebuah sel dan e.m.f. dari
sel yang terbentuk kemudian diukur selama titrasi. e.m.f. sel berubah secara berangsur-
angsur. Hingga titik akhir titrasi dan berubah dengan cepat pada titik yang sangat dekat
dengan titik akhir titrasi dan perubahan secara berangsur-angsur lagi-lagi terjadi setelah
melewati titik akhir. Ketika e.m.f., E direncanakan sebagai ordinat dan volume dari
titran yang ditambahkan sebagai absis, nilai dari inflaksi (jarak rata-rata ke titik sadel)
(Gadag, 2006).
Pada potensiometri, informasi mengenai komposisi dari sampel didapatkan
melalui munculnya perbedaan potensial yang terjadi antara dua elektroda. Potensiometri
adalah sebuah metode analisis klasik yang ada sebelum abad ke-20. Pemilihan elektroda
potensiometri yang saat ini digunakan secara meluas diberbagai bidang, termasuk
diagnosa klinis, kontrol proses industri, pengawasan lingkungan hidup, serta fisologi.
Sebagai contoh, metode ini digunakan di seluruh rumah sakit di seluruh dunia untuk
61
62

mengakses berbagai elektrolit darah yang penting secara fisiologis (K+, Na+, Ca2+, Mg2+,
H+, Cl-) yang sesuai dengan jenis berbagai masalah kesehatan. Kecepatan perkembagan
metode potensimetri pada bidang ini adalah karena kebutuhan akan derajat perhitungan
potensiometris yang bertemu dengan kebutuhan akan analisis kimia secara cepat,
murah, dan akurat. Prinsip utama perhitungan potensiometrik didasarkan pada Ion-
Selective Electrodes (ISEs) (Wang, 2006).
pH meter adalah instrumen yang sangat sensitif yang digunakan untuk mengukur
konsentrasi ion hidrogen (pH) sebuah larutan. Pada dasarnya, pH meter digunakan pada
preparasi dan mengontrol kualitas reagen. Pengukuran pH juga merujuk pada analisis
potensiometrik. pH yang didapatkan dari pengukuran berbeda-beda berdasarkan pada
pH dari kedua larutan (Ochei, 2008).
Salah satu alat yang sering digunakan di laboratorium adalah pHmeter. pH meter
modern dilengkapi denan instruksi pabrik untuk mengkalibrasi dan menggunakan.
Instruksi ini harus diikuti sebagaimana yang tertulis.
Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu pengukuran yang paling banyak
digunakan di laboratorium. Pengukuran pH banyak diterapkan di berbagai bidang,
diantaranya industri, kesehatan, pengolahan limbah, bioteknologi dan di dalam
pengendalian berbagai proses industri. Pengukuran pH yang digunakan untuk tujuan
tersebut harus valid, terutama untuk produk yang terkait dengan kesehatan manusia,
seperti obat-obatan, makanan, minuman dan pembuangan limbah industri. Hasil
pengukuran pH yang valid dapat diperoleh apabila pH meter telah dikalibrasi
menggunakan bahan acuan tersertifikasi, bahan acuan tersertifikasi adalah suatu bahan
acuan yang telah dikarakterisasi satu atau lebih sifatnya dengan suatu prosedur yang
valid secara metrologi, disertai dengan suatu sertifikat yang memberikan nilai dan
ketidakpastian bagi sifat tersebut serta pernyataan ketertelusurannya. Dengan demikian,
CRM bertanggung jawab atas ketertelusuran pengukuran. Terdapat ratusan laboratorium
yang memiliki pH meter di Indonesia, baik laboratorium penguji, laboratorium
pendidikan (universitas dan sekolah menengah) maupun laboratorium industri. Seluruh
laboratorium tersebut memerlukan larutan standar pH untuk keperluan kalibrasinya
(Nuryatini, 2016).
63

Terdapat beberapa jenis elektroda yang digunakan sebagai indikator, antar lain:
1. Elektroda ion logam-logam
Elektroda jenis pertama terdiri dari elektroda logam meliputi elektroda perak,
raksa, tembaga, kadmium, seng, dan timah hitam yang bisa bertindak sebagai
elektroda bagi ion-ion mereka. Misalnya potensial elektroda tunggal untuk
sepotong kawat perak yang dicelupkan ke dalam suatu larutan garam perak
berubah-ubah menurut besarnya aktivitas ion perak sesuai dengan persamaan
Nernst:
Ag+ + e Ag Eo = +0,80 V..............(6.1)

E = +0,80 –0,0592 log


() ()
.....................(6.2)
Elektroda logam jenis kedua adalah elektroda perak-perak klorida yang bekerja
sebagai elektroda referensi. Sedangakan elektroda logam jenis ketiga yang
digunakan sebagai indikator dalam titrasi-titrasi EDTA potensiometrik dari 29
ion logam termasuk logam alkali dan tanah serta logam transisi dan logam
berat.
2. Elektroda Inert
Sebuah elektroda Inert, biasanya platina , juga bekerja dengan baik sebagai
elektroda indikator untuk beberapa pasangan redoks. Fungsi logamnya semata-
mata untuk membangkitkan kecenderungan sistem tersebut dalam mengambil
atau melepaskan elektron; logam itu sendiri tidak ikut serta secara nyata dalam
reaksi redoks.
3. Elektroda membran
Dilihat dari segi mekanisme terbentuknya potensial, elektroda membran pada
dasarnya berbeda dengan elektroda logam. Elektroda-elektroda itu tidak
langsung terlibat; alih-alih, membran-membran tersebut berfungsi melalui jenis
dari penetrasi diferensial ion-ion (Underwood, 2002).
Dasar dari pH analisis ini adalah perubahan perbedaan potensial melalui lapisan
transparan tipis yang membatasi dua larutan dengan pH yang berbeda. Perbedaan
64

potensial ini dideteksi oleh dua elektroda referensi yang berkontak dengan tegangan
kontak yang dikenali. Kedua elektroda referensi ditempatkan di kedua sisi membran.
Persamaan Nernst digunakan untuk memperhitungkan efek dari aktivitas yang
berbeda pada potensial elektroda (Manahan, 2000).
Jika larutan buffer pada bagian dalam elektroda mempunyai pH=7, maka tidak
ada tegangan yang terbaca, bila elektroda tersebut digunakan untuk mengukur larutan
dengan pH 7,0, maka:
E = 0,145 – 0,0591 log (H+) = 0,145 – 0,0591 pH..................(6.3)
Eg = Esel – 0,0591 pH..........................................................................................(6.4)
Eg = 0 – (0,0591) (7) = - 0,4137 V.....................................................................(6.5)
(Khopkar 2010)
Dalam titrasi yang terjadi tidak secara otomatis, potensial diukur setelah
penambahan tiap tetes berurutan dari titran, dan pembacan yang diperoleh dialurkan
lawan volume titran pada kertas grafik, untuk memperoleh kurva titrasi seperti yang
dipaparkan pada gam ba 6.1.(a). Dalam bayak hal dapat digunakan suatu potensiometer
sederhana. Tetapi jika digunakan elektroda kaca seperti dalam kebanyakan titrasi asam
basa, diperlukan peranti ukur dengan impedansi masukan yang tinggi; secara khas orang
menggunakan pH-meter komersial. Karena pH-meter ini telah biasa digunakan, alat ini
digunakan secara meluas untuk semua jenis titrasi, bahkan dalam hal-hal penggunaanya
tak diwajibkan.
65

Gambar 6.1. Kurva titrasi potensiometri


Jika kurva titrasi sudah didapatkan, maka unsur subjektif akan masuk ke dalam
prosedur itu. Analis harus menetapkan di bagian mana kurva itu paling curam,
umumnya dengan memilihnya. Mungkin ia menarik garis vertikal lewat bagian kurva
yang curam dan mencari titik potong ini dengan sumbu volume. Pasti ada suatu
ketidakpastian dalam prosedur ini, dan tentu saja ini akan tercermin dalam pembacaan
volume yang mutakhir. Untuk suatu reaksi yang memang berlangsung lengkap, kurva
titrasi itu begitu curam di dekat titik kesetaraan sehingga ketidaktentuan itu kecil saja;
untuk suatu reaksi yang tetapan kesetimbangannya kecil, kecermatan mereproduksi titik
akhir akan menjadi jelek.
Gambar 6.1.(b) menunjukkan suatu alur arah lereng suatu kurva titrasi, yakni

ΔE
berubahnya volume ( ΔV ) lawan volume titran. Kurva yang diperoleh meningkat

ke maksimum pada titik kesetaraan. Volume pada titik kesetaraan ditetapkan dengan
menarik garis vertikal dari puncak ke sumbu volume. Tentu masih ada suatu
ketidakpastian dalam mencari letak yang eksak puncak kurva tersebut. Makin dapat
lengkap reaksi itu, makin tajam puncak itu, dan makin akurat lokasi titik kesetaraannya.
66

Gambar 6.1.(c) mennujukkan suatu alur dari perubahan arah lereng suatu kurva
2
Δ E ΔE
2
titrasi Δ V lawan volume titran. Pada titik dimana arah lereng ΔV mencapai

maksimum turunan arah lereng itu adalah nol. Titik akhir dicari letaknya dengan
2
Δ E
menarik garis vertikal saat Δ2V adalah nol ke sumbu volume. Bagian dari kurva
2
Δ E
yang menghubungkan nilai maksimum dan minimum Δ2V makin curam dengan
makin dapat lengkapnya reaksi titran itu (Underwood, 1986).
Kelebihan metode potensiometri adalah biayanya yang murah. Voltmeter dan
elektroda jauh lebih murah daripada instrumen-instrumen saintifik modern lainnya.
Potensiometri umumnya bersifat nondestruktif terhadap sampel dalam artian bahwa
penyisipan elektroda tidak mengubah komposisi larutan uji (kecuali untuk sedikit
kebocoran elektrolit dari elektroda acuan). Jika spesies yang direspon oleh elektroda
indikator berpartisipasi dalam kesetimbangan larutan, maka aktivitasnya diukur ketika
ia hadir tanpa mengganggu kesetimbangan itu sndiri; dengan demikian potensiometri
langsung seringkali sanagat bermanfaat untuk menetapkan tetapan kesetimbangan.
Potensial-potensial yang stabil sering diperoleh dengan cukup cepat dan tegangan
mudah dicatat sebagai fungsi waktu. Dengan demikian potensiometri kadang-kadang
bermanfaat untuk pemantauan yang kontinu dan tidak diawasi seperti sampel-sampel
seperti sumber air uum, aliran proses industri, limbah cair yang mengalir untuk pH dan
ion-ion lain seperti flourida, nitrat, sulfiadia dan sianidi (Underwood, 2002).
Pengembangan elektroda yang digunakan dalam potensiometri merupakan area
yang cukup menjanjikan. Keberhasilan penggunaan tungsten oksida sebagai elektroda
selektif pH yang dilakukan oleh Fenster et al. (2008) menjadi acuan dalam meneliti
kemungkinan penggunaan tungsten oksida sebagai elektroda dalam analisis asam
amino. Sifat tungsten oksida yang responsif terhadap adanya ion H+ dalam larutan dapat
dikembangkan untuk analisis asam amino. Asam amino merupakan salah satu jenis
senyawa yang mampu menghasilkan H+ dalam larutan, sehingga keberadaannya dapat
dideteksi oleh tungsten oksida secara potensiometri (Maulidah, 2014).
Kekurangan metode potensiometri adalah
- Seringkali terlalu sensitif terhadap jeni-jenis lain melebihi kebutuhan
67

- Membutuhkan waktu untuk kalibrasi


- Memiliki batas deteksi yang tinggi (Stec, 2010).
6.3. Tinjauan Bahan
A. Aquadest
- rumus kimia : H2O
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : cair
- berat molekul : 18,02 g/mol
- titik leleh : 0oC
- warna : tidak berwarna
B. Asam oksalat
- rumus kimia : H2C2O4.2H2O
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padat
- berat molekul : 126.07 g/mol
- titik leleh : 101,5 oC
- warna : tidak berwarna, putih
C. Indikator Fenolftalein
- rumus kimia : C20H14O4
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : cair
- berat molekul : 318.33 g/mol
- titik leleh : 260 oC
- warna : kekuning-kuningan
D. Indikator metil merah
- rumus kimia : C15H15N3O2
- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padatan
- berat molekul : 269.3 g/mol
- titik leleh : 179 oC ̶ 182 oC
- warna : merah
E. Natrium Hidroksida
68

- rumus kimia : NaOH


- bau : tidak berbau
- bentuk fisik : padatan
- berat molekul : 40 g/mol
- titik leleh : 323 oC
- warna : putih
6.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk - Aquadest (H2O)
- Beakerglass - Asam Oksalat Dihidrat (H2C2O4.2H2O)
- bola hisap - Buffer pH 7
- botol Aquadest - Fenolftalein (C20H14O4)
- buret - Indikator Metil Merah (C15H15N3O2)
- corong kaca - Natrium Hidroksida (NaOH)
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- labu ukur
- pH meter
- pipet tetes
- pipet volume
- spatula
- statif dan klem
- timbangan digital
6.5. Prosedur Percobaan
A. Preparasi larutan
- Membuat larutan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 100 mL
- Membuat larutan asam oksalat 0,5 N sebanyak 250 mL.
B. Menentukan titik akhir reaksi netralisasi larutan natrium hidroksida dengan
larutan asam oksalat menggunakan indikator
- Pipet 10 mL larutan natrium hidroksida dan memasukkan ke dalam 4 buah
Erlenmeyer
- Menambahkan 2 tetes indikator Fenolftalein ke dalam Erlenmeyer 1 dan 2 dan
menambahkan 2 tetes indikator metil merah ke dalam Erlenmeyer 3 dan 4,
aduk larutan sampai homogen
- Menitrasi dengan larutan asam oksalat pada semua Erlenmeyer sampai timbul
warna bening pada Erlenmeyer 1 dan 2 dan timbul warna merah muda pada
Erlenmeyer 3 dan 4
69

- Mengamati dan catat hasilnya.


C. Menentukan titik akhir reaksi netralisasi larutan natrium hidroksida dengan
larutan asam oksalat secara potensiometri
- Menghidupkan alat pH meter dan mengaturnya menggunakan larutan Buffer
dengan pH 7 sehingga pada pH meter menunjukkan skala 7.00
- Memipet 10 mL larutan natrium hidroksida dan memasukkan ke dalam
Beakerglass 250 mL
- Menambahkan Aquadest pada Beakerglass sehingga volume larutan ± setengah
volume Beakerglass dan mengaduknya hingga homogen
- Menentukan pH larutan tersebut
- Membahkan larutan asam oksalat sebanyak 1 mL melalui buret dan setelah
beberapa menit ukur kembali pH nya
- Menambahkan 1 mL asam oksalat melalui buret ke dalam larutan tersebut
hingga didapatkan selisih pH terkecil.
6.6. Data Pengamatan
Tabel 6.1. Data pengamatan penentuan titik akhir reaksi netralisasi dengan indikator
Keterangan 1 2 3 4
Volume larutan yang dititrasi (mL) 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL
Volume larutan peniter (mL) 6 mL 6,1 mL 4,1 mL 4 mL
Tabel 6.2. Data Pengamatan penetuan titik akhir reaksi netralisasi secara potensiometri
VAsam Oksalat E E ∆E ∆2 E
pH
(mL) (Volt) V ∆V ∆2 V
0 -0,4642 0 0,0177 0,0119 12
1 -0,4465 -0,4465 0,0296 0,0295 11,7
2 -0,4169 -0,2085 0,0591 0,1241 11,2
3 -0,3578 -0,1193 0,1832 -0,0473 10,2
4 -0,1746 -0,0437 0,1359 -0,0112 7,1
5 -0,0387 -0,0077 0,1247 -0,1785 4,8
6 0,0086 0,0014 -0,0538 0,0775 4
7 0,0322 0,0046 0,0237 0,0461 3,6
8 0,0559 0,0070 0,0698 -0,0462 3,2
9 0,0795 0,0088 0,0236 -0,0058 2,8
10 0,0973 0,0097 0,0178 -0,1210 2,5
11 0,1032 0,0094 -0,1032 0,1032 2,4
70

6.7. Grafik

14

12
f(x) = − 1.03 x + 11.94
R² = 0.9
10

8
pH

0
0 2 4 6 8 10 12
Volume Asam Oksalat

Grafik 6.1. Perbandingan antar pH dengan volume asam oksalat


71

0.2
f(x) = 0.06 x − 0.46
R² = 0.9
0.1

0
0 2 4 6 8 10 12
Potensial Sel (E)

-0.1

-0.2

-0.3

-0.4

-0.5
Volume Asam Oksalat

Grafik 6.2. Perbandingan antara potensial sel dengan volume asam oksalat

0.1

f(x) = 0.02 x − 0.19


0 R² = 0.36
0 2 4 6 8 10 12

-0.1
E/V

-0.2

-0.3

-0.4

-0.5
Volume Asam Oksalat

E
Grafik 6.3. Perbandingan antara V dengan volume asam oksalat
72

0.2

0.15

0.1
f(x) = − 0.01 x + 0.1
R² = 0.19
0.05
Axis

0
0 2 4 6 8 10 12
-0.05

-0.1

-0.15
Volume Asam Oksalat

ΔE
Grafik 6.4. Perbandingan antara ΔV dengan volume asam oksalat
0.15

0.1

0.05

0 f(x) = 0 x + 0
0 2 4 6 8 10 12
R² = 0
l

-0.05

-0.1

-0.15

-0.2
Volume Asam Oksalat

2
Δ E
Grafik 6.5. Perbandingan antara Δ2V dengan volume asam oksalat
6.8. Persamaan reaksi
2 NaOH(aq) + H2C2O4 (aq) 2 Na2C2O42- (aq) + 2 H2O(l)
73

(Natrium Hidroksida) (Asam Oksalat) (Natrium Oksalat) (Air)


(Kotz, 2014)
6.9. Pembahasan
A. Preparasi Larutan
- Untuk membuat larutan natrium hidroksida 0,2 N sebanyak 100 mL, harus
menimbang natrium hidroksida 0,8 gram, kemudian diencerkan dengan
Aquadest dalam labu ukur 100 mL hingga tanda batas. Sedangkan untuk
membuat larutan asam oksalat 0,5 N sebanyak 250 mL, harus mengambil 7,9
gram asam oksalat, kemudian diencerkan dengan Aquadest dalam labu ukur
250 mL sampai tanda batas.
B. Menentukan titik akhir reaksi netralisasi larutan natrium hidroksida dengan
larutan asam oksalat menggunakan indikator
- Untuk menentukan titik akhir netralisasi dengan indikator, hal yang perlu
dilakukan adalah mengambil larutan natrium hidroksida dengan cara memipet
10 mL dan memasukkannya ke dalam 4 buah Erlenmeyer. Menambahakan 2
tetes indikator Phenolptalein kedalam Erlenmeyer 1 dan 2, sedangkan
Erlenmeyer 3 dan 4 ditambahakan 2 tetes indikator metil merah, kemudian
masing-masing erlenmeyer dikocok sampai homogen. Masing-masing
Erlenmeyer dititrasi dengan larutan asam oksalat sampai mengalami perubahan
warna, untuk Erlenmeyer 1 dan 2 dari warna merah muda sampai tak berwarna,
sedangkan Erlenmeyer 3 dan 4 dari tak berwarna sampai merah muda. Dengan
volume larutan yang dititrasi 10 mL pada Erlenmeyer 1 dan 2 diperoleh
volume larutan peniter (asam oksalat) sebanyak 6 mL, sedangkan untuk
volume larutan yang dititrasi 10 mL pada Erlenmeyer 3 dan 4 diperoleh
volume larutan peniter (asam oksalat) sebanyak 4 mL.
- Kesalahan yang terjadi, yaitu perbedaan yang jauh antara volume peniter yang
jauh untuk menitrasi Erlenmeyer 1 dan 2, sekitar 6 dengan Erlenmeyer 3 dan 4,
sekitar 4 adalah titrasi yang tidak dilakukan secara langsung setelah penetesan
indikator metil merah, sehingga terjadi penguapan larutan natrium hidroksida
karena natrium hidroksida termasuk larutan yang mudah menguap (hidrolik)
sehingga massa natrium hidroksida berkurang.
74

C. Menentukan titik akhir reaksi netralisasi larutan natrium hidroksida dengan


larutan asam oksalat secara potensiometri
- Dilakukan dengan cara mengambil 10 mL larutan natrium hidroksida dan
memnindahkannya ke dalam Beakerglass 250 mL dan ditambahkan Aquadest
pada Beakerglass sampai volumenya 100 mL. Menambahan setiap 1 mL asam
oksalat untuk membandingkan antara volume asam oksalat dengan pHnya yang
diukur dengan pH-meter. Titik ekivalen reaksi netralisasi secara potensiometri
dapat ditentukan dengan kurva titrasi yang diperoleh dengan menggambar
grafik, dengan menghitung kenaikan pH per satuan kenaikan volume titran
antara V dengan pH, grafik antara volume dengan ΔE/ΔV dengan menentukan
titik maksimum dan minimum, dan grafik antara volume dengan Δ 2E/ΔV2
dengan menentukan titik nol.
6.10. Kesimpulan
- Titrasi yang dilakukan dengan penambahan indikator membutuhkan 6 mL
untuk penggunaan indikator Phenolptalein untuk mendapatkan larutan bening,
sedangkan titrasi serupa dengan penambahan indikator metil merah
membutuhkan 4 mL untuk mendapatkan warna merah muda. Sedangkan titrasi
secara potensiometri menggunakan pH meter membutuhkan 11 mL asam
oksalat untuk memperoleh selisih pH terkecil (0,1) pada pH 2,4.
- Grafik yang didapatkan dari titrasi secara potensiometri adalah grafik antara
pH dengan volume, potensial dengan volume, potensial per volume dengan
volume, perubahan potensial per perubahan volume dengan volume, dan
perubahan kuadrat volume per perubahan kuadrat volume dengan volume.
75

Anda mungkin juga menyukai