Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANALISA

MODUL 5
PERCOBAAN POTENSIOMETRI

KELOMPOK 12 / RABU, 30 MARET 2022


Diva Aurelia Ramadhani
NRP : 5008211004
Naila Choirunisa Jafna Satriadi
NRP : 5008211004

ASISTEN
Alifah Nur Aini Fajrin
NRP : 6008212006

Tanggal Percobaan : 30 Maret 2022


Tanggal Pengumpulan Laporan : 5 April 2022

LABORATORIUM KIMIA ANALISA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN REKAYASA SISTEM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2022
1. TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum, yakni
1) Menentukan titik akhir reaksi netralisasi secara potensiometri dan dengan indikator

2. TINJAUAN PUSTAKA
Potensiometri ialah suatu proses analisis yang berdasar pada pengukuran beda potensial
sel elektrokimia (Anggawijaya dkk, 2014). Potensiometri juga berarti metode analisis di mana
dilakukan secara elektrokimia yang didasarkan pada pengukuran potensial sel pada saat arus
nol. Pengukuran secara potensiometri sendiri terbagi menjadi 2, yakni pengukuran secara
lagsung dan pengukuran secara tak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan dengan
menggunakan elektroda selektif ion yang hanya mampu mendeteksi analit (larutan yang belum
diketahui konsentrasinya) yang sedang dianalisis. Pada pengukuran secara langsung ini akan
dipasang sel galvani yang tegangannya akan disesuaikan dengan aktivitas oleh analit.
Sementara, dalam pengukuran tidak langsung, akan digunakan titrasi secara potensiometri di
mana tegangan sel bergantung pada banyaknya aktivitas oleh salah satu reaktan. Metode
potensiometri lantas dikerjakan dengan acuan perbedaan potensial yang terjadi di permukaan
elektroda yang mengalami reaksi oksidasi reduksi (Hariyati, 2016).
Kelebihan yang dimiliki oleh metode potensiometri mencakup pemakaian biaya yang
tergolong murah. Voltmeter dan elektroda yang digunakan dalam metode ini jauh lebih murah
dibandingkan alat-alat saintifik yang paling modern. Model-model yang sesuai dengan
potensiometri di lapangan langsung harganya tidak mahal, kompak, kuat, dan pemakaiannya
mudah. Potensiometri pada dasarnya bersifat non destruktif terhadap sampel yang mana hal ini
berarti elektroda yang disisipkan tidak akan mengubah komposisi larutan uji (kecuali untuk
sedikit kebocoran elektrolit dari elektroda acuan). Apabila sampel yang direspons oleh
elektroda indikator turut berperan dalam kesetimbangan larutan, maka aktivitasnya akan
diukur ketika dia hadir, tanpa menggangu kesetimbangan itu sendiri. Maka dari itu,
potensiometri secara langsung seringkali bermanfaat untuk menentukan tetapan
kesetimbangan. Potensial-potensial yang stabil dapat diperoleh dengan cukup cepat dan
tegangan dengan mudah dicatat sebagai fungsi waktu. Potensiometri juga terkadang
bermanfaat dalam pemantauan yang kontinu dan tidak diawasi untuk sampel-sampel, seperti
sumber air umum, aliran proses industri, limbah cair yang mengalir untuk pH dan ion- ion lain
seperti fluorida, nitrat, sulfida, dan sianida (Underwood, 2002).
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam potensiometri secara langsung, sel
galvani yang dipasang tegangannya bergantung pada aktivitas analit yang dianalisis.
Kemudian pada titrasi potensiometri, perkembangan ke arah titik ekivalen diamati dan dibahas
dengan cara memonitor tegangan sel yang tergantung dengan aktivitas salah satu reaktan atau
pada suatu perbandingan. Contoh perbandingan yang dimaksud seperti aFe 2+/aFe3+ yang
mengalami perubahan selama titrasi. Sel akan selalu memiliki dua elektroda, yakni elektroda
acuan yang mana potensialnya tetap konstan selama pengukuran dilakukan dan elektroda
indikator yang mana potensialnya memberikan respons terhadap aktivitas yang terjadi dalam
larutan uji (Underwood, 2002).
Elektroda yang merupakan komponen utama dari metode potensiometri ini berfungsi
sebagai sensor untuk larutan analit. Elektroda yang digunakan haruslah bersifat inert, seperti
platinum (Pt), karbon (C), emas (Au), serta palladium. Digunakan elektroda yang bersifat inert
agar tidak ada reaksi yang terjadi antara elektroda dengan analit. Elektroda terdiri dari logam
yang berperan sebagai penghantar elektronik serta larutan yang berfungsi sebagai penghantar

1
ionik (Hariyati, 2016). Seperti yang telah disebutkan di atas, sel akan selalu memiliki dua
elektroda, yakni elektroda acuan dan elektroda indikator. Elektroda acuan ialah elektroda
dengan harga potensial setengah sel yang sudah diketahui, konstan, dan sama sekali tidak
memiliki kepekaan terhadap larutan analit. Contoh dari indikator acuan, antara lain
a. Elektroda kalomel
Berbentuk tabung yang mana terbuat dari gelas atau plastik. Di bagian dalam atau di
bagian dalam tabung terdapat pasta Hg/HgCl yang dihubungkan dengan dengan larutan
KCl jenuh melalui lubang yang sangat kecil. Ketika elektroda ini digunakan, kontak
akan terjadi antara elektroda ini dengan larutan dari setengah sel lainnya melalui
penyekat yang terbuat dari porselen atau asbes berpori
b. Elektroda perak/perak klorida
Elektroda ini mirip dengan elektroda kalomel yang mana terdiri dari suatu elektroda
perak yang dilapisi dengan perak klorida dan dicelupkan ke dalam larutan KCl.
Elektroda berikutnya ialah elektroda indikator yang potensialnya bergantung pada konsentrasi
larutan analit. Elektroda ini dapat diklasifikasikan menjadi elektroda jenis pertama, elektroda
jenis kedua, dan elektroda jenis ketiga
a. Elektroda jenis pertama ialah elektroda yang berhubungan langsung dengan kation
yang berasal dari logam tersebut. Contohnya seperti elektroda tembaga
b. Elektroda jenis kedua merupakan elektroda yang harga potensialnya bergantung pada
konsentrasi suatu anion dengan ion yang berasal dari elektroda di mana elektroda
tersebut membentuk endapan atau ion kompleks yang stabil. Contohnya seperti
elektroda perak untuk analisa halida
c. Elektroda jenis ketiga merupakan elektroda redoks. Contohnya seperti elektroda
merkurium EDTA, logam mulia (platina, emas, dan platinum) juga dapat bertindak
sebagai elektroda indikator pada reaksi redoks
d. Elektroda indikator membran, elektroda ini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yakni elektroda selektif ion dan elektroda selektif molekul. Contohnya seperti elektroda
kaca yang dipakai untuk menetapkan pH
(Anggawijaya dkk, 2014)
Dalam metode potensiometri ini juga terdapat pembuatan kurva secara percobaan yang
dilakukan menggunakan elektroda indikator yang responsif terhadap salah satu sampel atau
larutan dalam reaksi titrasi tersebut. Dalam reaksi redoks, elektroda indikatornya bisa
menggunakan platina dan elektroda selektif ion (ISE) bisa digunakan untuk kasus lain. Apabila
terdapat titik curam pada kurva yang terbentuk, maka daerah itulah yang memiliki titik
ekuivalen atau daerah yang dekat dengan titik ekuivalen sehingga bisa diputuskan pada volume
titran berapa kurva menjadi paling curam.

2
Gambar 1. Kurva Titrasi
(Underwood, 2002)
Oleh karena potensiometri ini berbasis pada proses titrasi, maka digunakan pula
beberapa indikator di dalamnya. Titrasi sendiri merupakan suatu kegiatan analisis di mana
suatu larutan standar dengan volume tertentu ditambahkan ke dalam larutan lain dengan
maksud untuk mengetahui konsentrasi atau komponen yang tidak diketahui pada larutan
tersebut (Padmaningrum, 2006). Titrasi akan dihentikan ketika ia telah mencapai titik akhir
atau titik di mana indikator yang digunakan dalam proses telah mengalami perubahan warna.
Indikator akan berubah warna apabila titik ekivalen terjadi. Titik ekivalen dapat didefinisikan
sebagai titik di mana reaksi penetralan tepat tercapai atau titik ketika jumlah mol analit sama
dengan jumlah mol titran (Setiawati, 2013). Oleh karena indikator berperan sangat penting
dalam proses standarisasi, maka diperlukan indikator yang baik demi menunjang berjalannya
proses. Indikator yang baik ialah indikator yang berubah tepat saat titik ekivalen tercapai.
Perubahan warnanya pun juga harus terjadi secara spontan agar tidak ada keraguan ketika akan
menambahkan titran dan juga titik akhir dapat diketahui dengan jelas. Untuk mengetahui
indikator yang baik, maka kita dapat memilih indikator yang memiliki trayek pH yang
mencakup pH larutan. Indikator yang digunakan dalam metode potensiometri ini ialah metil
merah (MM) yang memiliki trayek pH 4,2-6,3 dan fenolftalein (PP) yang memiliki trayek pH
8,1-10 (Underwood, 2002).
Kemudian, syarat yang harus penuhi dalam melakukan metode potensiometri atau
titrasi potensiometri ini, yakni
a. pH itu tidak ekstrim, berada di rentang 2 sampai 10
b. Kekuatan ion tidak terlalu tinggi (kurang dari 2 atau 3)
c. Tidak ada ion yang berpindah atau bermobilitas tertentu pada konsentrasi yang cukup
besar
d. Tidak ada suspensi yang bermuatan dari partikel berukuran makro atau koloid
e. Nilai pH diukur dekat dengan permukaan bermuatan
(Underwood, 2002)

3. METODOLOGI
3. 1 Prosedur Praktikum
a. Indikator
3
P Mulai

Ambil larutan H3PO4 menggunakan


pipet 10 mL dan masukkan ke
erlenmeyer

Tambahkan 2 Tambahkan 2 Tambahkan 2 Tambahkan 2


tetes indikator tetes indikator tetes tetes indikator
MM MM indikator PP PP

Menjadi Menjadi Tetap Tetap


merah merah bening bening
muda muda

Tambahkan 50 Tambahkan 50 Tambahkan 50 Tambahkan 50


mL aquades mL aquades mL aquades mL aquades

Titrasi dengan Titrasi dengan Titrasi dengan Titrasi dengan


NaOH dan catat NaOH dan catat NaOH dan catat NaOH dan catat
volume yang volume yang volume yang volume yang
diperlukan diperlukan diperlukan diperlukan

A A A A

4
A A A A

Menjadi Menjadi Menjadi Menjadi


bening bening merah merah
muda muda

Selesai Selesai Selesai Selesai

5
b. Potensiometri (Netralisasi H3PO4 dengan NaOH)

Mulai A

H3PO4, NaOH, dan Tambahkan lagi NaOH hingga pH


aquades dalam beaker glass A mencapai
+11,0 dengan perubahan tiap 1 mL
dicatat

Ambil masing-masing 10 mL
Lakukan langkah-langkah yang
H3PO4 dengan pipet volume
sama pada beaker glass B
kemudian letakkan ke beaker glass
A dan B

Ukur serta catat pH dan potensial


Tambah masing-masing 100 mL
larutan pada beaker glass B
aquades ke dalam beaker glass A
menggunakan elektroda pH meter
dan B

Ukur serta catat pH dan potensial Tambahkan 1 mL NaOH ke dalam


sx pada beaker glass A
larutan beaker glass B
menggunakan elektroda pH meter

Ukur serta catat pH dan potensial


Tambahkan 1 mL NaOH ke dalam larutan pada beaker glass B
beaker glass A menggunakan elektroda pH meter

Ukur serta catat pH dan potensial Tambahkan lagi NaOH hingga pH


larutan pada beaker glass A dalam beaker glass B mencapai
menggunakan elektroda pH meter +11,0 dengan perubahan tiap 1 mL
dicatat

A Selesai

6
c. Potensiometri (Netralisasi Na3PO4 dengan HCl)

Mulai A

Na3PO4, HCl, dan Tambahkan lagi HCl hingga pH


aquades dalam beaker glass A mencapai
+2,6 dengan perubahan tiap 1 mL
dicatat

Ambil masing-masing 10 mL
Lakukan langkah-langkah yang
Na3PO4 dengan pipet volume
sama pada beaker glass B
kemudian letakkan ke beaker glass
A dan B

Ukur serta catat pH dan potensial


Tambah masing-masing 100 mL
larutan pada beaker glass B
aquades ke dalam beaker glass A
menggunakan elektroda pH meter
dan B

Ukur serta catat pH dan potensial Tambahkan 1 mL HCl ke dalam


sx pada beaker glass A
larutan beaker glass B
menggunakan elektroda pH meter

Ukur serta catat pH dan potensial


Tambahkan 1 mL HCl ke dalam larutan pada beaker glass B
beaker glass A menggunakan elektroda pH meter

Ukur serta catat pH dan potensial Tambahkan lagi HCl hingga pH


larutan pada beaker glass A dalam beaker glass B mencapai
menggunakan elektroda pH meter +2,6 dengan perubahan tiap 1 mL
dicatat

A Selesai

7
3. 2 Rangkaian Alat

Gambar 2. Rangkaian Alat Praktikum dengan Indikator

Keterangan:
1) Erlenmeyer
2) Buret
3) Statif
4) Klem

2
3

Gambar 3. Rangkaian Alat Praktikum dengan Potensiometer

Keterangan:
1) Beaker glass
2) Elektroda pH meter
3) pH meter atau potensiometer
8
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum ini berjudul percobaan potensiometri yang mana memiliki tujuan untuk
menentukan titik akhir reaksi netralisasi baik secara potensiometri maupun dengan
menggunakan indikator. Potensiometri sendiri merupakan metode analisis di mana dilakukan
secara elektrokimia yang didasarkan pada pengukuran potensial sel pada saat arus nol
(Hariyati, 2016). Seperti tujuannya, percobaan ini dilakukan dengan cara potensiometri dan
juga indikator dan dibedakan menjadi 3 jenis percobaan. Pada percobaan menggunakan
indikator (PTM 1), larutan tugas atau analit yang dipakai ialah asam fosfat (H 3PO4), larutan
titrannya adalah natrium hidroksida (NaOH), dan indikatornya fenolftalein (PP) serta metil
merah (MM). Penggunaan titran NaOH dalam titrasi ini dikarenakan NaOH bersifat basa
sehingga reaksi penetralan bisa lebih mudah terjadi antara larutan asam dan basa jika telah
mencapai suatu titik ekuivalen. Larutan analit sendiri merupakan zat yang akan dititrasi di
mana analit biasanya diletakkan di dalam erlenmeyer. Sementara, titran adalah zat yang telah
diketahui konsentrasinya dan biasanya diletakkan di dalam buret untuk diteteskan ke larutan
lain yang dapat bereaksi dengannya (Hudaya, 2016).
Langkah pertama, siapkan erlenmeyer sebanyak 4 buah dan beri tanda A, B, C, dan D pada
keempat erlenmeyer tersebut. Selanjutnya, larutan H3PO4 diambil menggunakan pipet 10 mL
dan dimasukkan ke masing-masing erlenmeyer. Penggunaan pipet volume disini digunakan
karena larutan yang ingin diambil sudah diketahui secara pasti kuantitas atau volumenya. Pada
erlenmeyer A dan B, tambahkan 2 tetes indikator MM. Indikator MM adalah indikator yang
mengubah warna larutan menjadi merah muda dalam larutan asam dan mempunyai rentang pH
4,2 - 6,3 (merah - tak berwarna). Oleh karena itu, saat larutan H3PO4 (asam) ditetesi indikator
MM, warna larutan berubah dari bening menjadi merah muda. Setelah itu, tambahkan 50 mL
aquades pada erlenmeyer A dan B tersebut. Penggunaan aquades pada percobaan ini
dikarenakan aquades memiliki pH netral dan tidak mengandung mineral atau zat lain sehingga
tidak mengganggu keberlangsungan reaksi. Kemudian, titrasi keduanya dengan NaOH (di
buret) sampai warna larutan kembali menjadi bening atau tidak berwarna. Tercatat bahwa
volume NaOH (titran) yang digunakan adalah sebanyak 3,58 mL pada erlenmeyer A dan
sebanyak 3,7 mL pada erlenmeyer B. Percobaan menggunakan indikator MM dilakukan dua
kali dan dengan wadah yang berbeda guna mendapat hasil pengukuran yang akurat sehingga
jika keduanya dirata-rata, didapatkan volume sebanyak 3,64 mL.
Sementara, untuk erlenmeyer C dan D ditambahkan 2 tetes indikator PP dan larutan tetap
berwarna bening karena pada larutan asam atau netral, indikator PP tidak menunjukkan warna
apapun (bening) dan mempunyai rentang pH 8,1 - 10,0 (tak berwarna - merah). Kemudian
tambahkan pula 50 mL aquades pada erlenmeyer C dan D dan titrasi keduanya dengan NaOH
sampai warna larutan menjadi merah muda. Tercatat bahwa volume NaOH yang digunakan
untuk titrasi adalah sebanyak 4 mL pada erlenmeyer C dan 3,83 mL pada erlenmeyer D. Jika
dirata-ratakan, volume yang didapat sebanyak 3,915 mL. Penggunaan dua indikator dilakukan
untuk menentukan titik ekuivalen dari reaksi H3PO4 dan NaOH berikut
H3PO4 + NaOH → NaH2PO4 + H2O (TE 1)
NaH2PO4 + NaOH → Na2HPO4 + H2O (TE 2)
Na2HPO4 + NaOH → Na3PO4 + H2O (TE 3)
Titik ekuivalen pertama tercapai pada saat erlenmeyer A dan B yang menggunakan
indikator MM dititrasi hingga warna merah muda hilang atau berubah warna menjadi bening
atau tidak berwarna. Kemudian, titik ekuivalen kedua tercapai saat erlenmeyer C dan D yang
menggunakan indikator PP berubah warna dari bening atau tidak berwarna menjadi merah

9
muda. Sementara, titik ekuivalen 3 tidak dapat dideteksi karena HPO42- adalah asam yang
lemah sehingga tidak terjadi perubahan pH yang signifikan.
Percobaan selanjutnya adalah menentukan titik akhir titrasi dengan cara potensiometer.
Pada percobaan ini dibutuhkan alat dan bahan, antara lain alat utama yaitu potensiomer, beaker
glass, larutan H3PO4, larutan Na3PO4, NaOH, HCl, dan aquades. Percobaan pertama dengan
cara potensiometer yaitu menggunakan larutan H3PO4 (PTM 2). Pertama-tama, larutan H3PO4
diambil menggunakan pipet volume 10 mL ke beaker glass A dan B. Penggunaan beaker glass
disini lebih tepat daripada erlenmeyer karena beaker glass memiliki bagian atas lebih luas
sehingga elektroda dapat masuk dengan sempurna. Selanjutnya, tambahkan masing-masing
beaker glass dengan aquades sebanyak 100 mL. Nilai pH dan E larutan kemudian ditentukan
menggunakan potensiometer dengan memasukkan elektroda ke dalam beaker glass dan
diperoleh data yaitu pH 2,21 dan E 289 mV. Setelah itu, larutan di kedua beaker glass tersebut
dititrasi dengan NaOH sebanyak 1 mL dan didapatkan nilai pH 2,27 dan E 276 mV. Untuk
menentukan secara pasti letak titik ekuivalennya, dilakukan titrasi secara bertahap setiap
penambahan titran NaOH sekitar 1 mL. Penambahan dilakukan sampai pH larutan menyentuh
nilai pH ±11 dan E ±300. Digunakan batas pH 11 karena range pH yang dapat diukur dengan
potensiometer adalah berkisar pH 2 - 11. Berikut adalah grafik serta data nilai pH dan E larutan
yang didapat dari penambahan setiap 1 mL NaOH pada beaker glass A dan B (V, pH, E)

Tabel 1. Data Hasil Percobaan Beaker Glass A


Volume NaOH (mL) pH E atau EV
0 2,21 289
1 2,27 276
2,03 2,39 269
3,11 2,94 237
4,16 5,51 82
5,16 6,31 41
6,16 6,80 12
7,19 7,77 -44
8,22 9,84 -165
9,22 10,42 -200
10,83 11 -233

10
Grafik Hubungan Volume NaOH dengan EV pada
Beaker Glass A
400
289 276 269
300 237

200
82
100 41
EV 12
0 -44
0 mL 1 mL 2,03 3,11 4,16 5,16 6,16 7,19 8,22 9,22 10,83
-100 mL mL mL mL mL mL -165 mL -200
mL mL
-233
-200

-300
Volume NaOH

Gambar 4. Grafik Hubungan Volume NaOH dengan Potensial pada Beaker Glass A

Tabel 2. Data Hasil Percobaan Beaker Glass B


Volume NaOH (mL) pH E atau EV
0 2,21 289
1 2,27 276
2 2,38 269
3 2,65 254
4,03 5,52 87
5,03 6,26 44
6,03 6,70 18
7,03 7,35 -20
8,03 9,70 -157
9,03 10,39 -198
10,85 11,01 -234

11
Grafik Hubungan Volume NaOH dengan EV pada
Beaker Glass B
400
289 276 269
300 254

200
87
100 44 18
EV
-20
0
0 mL 1 mL 2 mL 3 mL 4,03 5,03 6,03 7,03 -157
8,03 9,03 10,85
-100
mL mL mL mL mL -198 mL mL
-234
-200
-300
Volume NaOH

Gambar 5. Grafik Hubungan Volume NaOH dengan Potensial pada Beaker Glass B

Terdapat ketidaksesuaian antara prosedur dan juga hasil yang didapat mengenai nilai pH
dan E larutan. Di dalam prosesdur ditunjukkan bahwa kita harus menambahkan NaOH sampai
larutan menunjukkan pH ±11 dengan nilai E ±300. Namun, pada saat praktikum, nilai E terus
menurun hingga saat pH telah menunjukkan angka 10,83, E larutan menunjukkan angka -233
mV. Berdasarkan tabel beaker glass A di atas, titik ekuivalen pertama diprediksi terjadi pada
saat volume NaOH di antara 3,11 dan 4,16. Penentuan tersebut berdasarkan nilai pH keduanya
yang berubah cukup signifikan yaitu 2,94 dan 5,51. Sementara, titik ekuivalen kedua diprediksi
terjadi saat volume NaOH mencapai 7,19 mL dan 8,22 mL dengan pH 7,77 dan 9,84. Setelah
dilakukan perhitungan dari hasil volume, pH, dan E larutan, diperoleh titik ekuivalen H3PO4
pertama tercapai saat volume NaOH sebanyak 2,858 mL. Sedangkan, titik ekuivalen kedua
tercapai saat volume NaOH sebanyak 6,497 mL.
Selanjutnya, jika dilihat pada tabel beaker glass B, titik ekuivalen pertama terjadi pada saat
volume NaOH di antara 3 mL dan 4,03 mL. Hal tersebut ditentukan karena perubahan pH
dikeduanya cukup jauh yaitu 2,65 dan 5,52. Sementara, titik ekuivalen kedua diprediksi terjadi
pada saat volume NaOH mencapai 7,03 mL dan 8,03 mL dengan pH keduanya 7,35 dan 9,7.
Dan setelah dilakukan perhitungan, diperoleh titik ekuivalen pertama tercapai saat volume
NaOH sebanyak 2,940 mL dan titik ekuivalen kedua tercapai saat volume NaOH sebanyak
6,892 mL.
Percobaan ketiga adalah percobaan potensiometer menggunakan larutan Na3PO4 (PTM
3). Langkah dalam percobaan PTM 3 ini kurang lebih sama dengan percobaan PTM 2
sebelumnya. Na3PO4 diambil sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dua beaker glass.
Selanjutnya diencerkan dengan menambahkan aquades sebanyak 100 mL ke masing-masing
beaker glass. Selanjutnya diukur dengan potensiometer dan didapatkan data pH 10,97 dan E -
232 mV. Nilai tersebut adalah nilai yang didapatkan sebelum penambahan titran. Kemudian,
titran HCl ditambahkan 1 mL terlebih dahulu pada kedua beaker glass dan diperoleh data yang
sama yaitu pH 10,64 dan E -214 mV. Untuk mengetahui titik ekuivalen 1 dan 2 secara pasti,
penambahan HCl dilakukan setiap 1 mL hingga nilai pH menunjukkan angka ±2,6 dan E ±2,25.
Berikut adalah grafik serta data nilai pH dan E larutan yang didapat dari penambahan setiap 1
mL HCl pada beaker glass A dan B (V, pH, E)

Tabel 3. Data Hasil Percobaan Beaker Glass A

12
Volume HCl (mL) pH E atau EV
0 10,97 -232
1 10,64 -214
2 10,51 -205
3 10,26 -190
4 9,73 -159
5 9,3 -134
6 6,91 6
7,03 6,36 38
8,03 5,84 68
9,03 4,81 127
9,52 2,58 258

Hubungan Volume HCl dengan EV pada Beaker


Glass A
300 258

200 127
68
100 38
6
EV

0
0 mL 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5-134
mL 6 mL 7,03 8,03 9,03 9,52
-100 -159 mL mL mL mL
-205 -190
-232 -214
-200

-300
Volume HCl

Gambar 6. Grafik Hubungan Volume HCl dengan Potensial pada Beaker Glass A

Tabel 4. Data Hasil Percobaan Beaker Glass B


Volume HCl (mL) pH E atau EV
0 10,97 -232
1 10,65 -214
2,01 10,48 -203
3,04 10,18 -185
4,04 9,67 -155
5,04 8,94 -113
6,07 6,82 11
7,15 6,25 44
8,15 5,66 78
9,15 4,35 154
9,43 2,64 254

13
Hubungan Volume HCl dengan EV pada Beaker
Glass B
300 254

200 154
78
100 44
11
EV

0
0 mL 1 mL 2,01 3,04 4,04 -113
5,04 6,07 7,15 8,15 9,15 9,43
-100 mL -155
mL -185 mL mL mL mL mL mL mL
-203
-232 -214
-200

-300
Volume HCl

Gambar 7. Grafik Hubungan Volume HCl dengan Potensial pada Beaker Glass B

Pada percobaan kali ini juga terdapat ketidaksesuaian antara proses dengan hasil
praktikum. Di dalam prosedur, ditunjukkan bahwa kita harus menambahkan HCl sampai
larutan menunjukkan pH ±2,6 dengan nilai E ±2,25. Namun pada saat praktikum, nilai E terus
meningkat tetapi saat pH berkisar 2,6; E menunjukkan angka 258. Berdasarkan tabel di atas
pada beaker glass A, titik ekuivalen pertama diprediksi terjadi saat volume titran HCl berkisar
antara 5 mL dan 6 mL. Hal ini dikarenakan pada saat volume berikut, perubahan pH terjadi
cukup jauh yaitu 9,3 dan 6,91. Sementara, titik ekuivalen kedua diprediksi terjadi saat volume
HCl berkisar antara 9,03 mL dan 9,52 mL dengan perubahan pH antar keduanya 4,81 dan 2,58.
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh titik ekuivalen Na 3PO4 pertama terjadi saat
penambahan HCl sebanyak 5,049 mL dan titik ekuivalen kedua tercapai saat HCl sebanyak
8,950 mL.
Jika ditinjau dari beaker glass B, titik ekuivalen pertama terjadi saat volume HCl yang
ditambahkan berkisar 5,04 mL dan 6,07 mL dengan perubahan pH antara keduanya adalah
8,94 dan 6,82. Sementara, titik ekuivalen kedua diprediksi terjadi saat volume HCl yang
ditambahkan berkisar 9,15 mL dan 9,43 mL dengan perubahan pH antara 4,35 dan 2,64.
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh titik ekuivalen pertama pada beaker B terjadi saat
penambahan HCl sebanyak 4,853 mL dan titik ekuivalen kedua terjadi saat penambahan HCl
sebanyak 9,008 mL.
Dari data volume dan nilai E larutan yang telah didapatkan, bisa dicari hubungan volume
NaOH dan potensialnya pada netralisasi H3PO4 dengan NaOH melalui grafik. Dalam grafik
terlihat bahwa semakin banyak volume NaOH yang ditambahkan pada larutan H3PO4, maka
nilai potensialnya semakin menurun. Oleh karena nilai potensial yang semakin menurun, nilai
pH nya akan semakin besar. Selanjutnya, pada PTM 3 juga bisa dicari hubungan antara volume
HCl yang digunakan dan potensialnya pada netralisasi Na3PO4 dengan HCl. Ketika volume
HCl semakin ditambahkan, maka nilai potensialnya akan semakin meningkat dan nilai pH akan
semakin kecil. Perlu diketahui jika seluruh rangkaian percobaan di atas dilaksanakan secara
online atau menggunakan website sehingga kebenarannya belum bisa dipastikan. Praktikan
tidak melakukan percobaan secara langsung di laboratorium kimia. Maka, seluruh hasil yang
didapat di atas belum tentu sesuai dengan praktikum yang dilakukan secara langsung.
Praktikan juga kurang teliti ketika melakukan percobaan sehingga hal ini berakibat pada nilai

14
volume untuk mencapai titik ekuivalen 1 dan 2 yang kurang sesuai setelah dilakukan
perhitungan (di luar rentang prediksi yang didapatkan). Selain itu, diperlukan kehati-hatian
ketika mengerjakan prosedur pada website yang ada mengingat larutan tugas tidak dapat diisi
kembali.

5. KESIMPULAN
Dari percobaan standarisasi larutan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
1) Potensiometri ialah suatu proses analisis yang berdasar pada pengukuran beda potensial
sel elektrokimia. Potensiometri juga berarti metode analisis di mana dilakukan secara
elektrokimia yang didasarkan pada pengukuran potensial sel pada saat arus nol.
2) Volume pada titik akhir reaksi netralisasi dapat ditentukan apabila memiliki data terkait
volume titran, pH larutan, serta potensial larutan
3) Setelah melalui proses percobaan dan perhitungan, didapatkan hasil di mana pada
penambahan indikator MM terhadap H3PO4 terjadi perubahan dari merah muda
menjadi bening dengan volume titran (NaOH) rata-rata sebesar 3,64 mL. Sementara
pada penambahan indikator PP terhadap H3PO4 terjadi perubahan dari bening menjadi
merah muda dengan volume titran (NaOH) rata-rata sebesar 3,915 mL
4) Kemudian untuk netralisasi H3PO4 dengan NaOH, diketahui pada beaker glass A, titik
ekuivalen 1 tercapai saat volume NaOH sebesar 2,858 mL dan titik ekuivalen 2 tercapai
saat volume NaOH sebesar 6,497 mL. Sedangkan pada beaker glass B, titik ekuivalen
1 tercapai saat volume NaOH sebesar 2,940 mL dan titik ekuivalen 2 tercapai saat
volume NaOH sebesar 6,892 mL
5) Untuk netralisasi Na3PO4 dengan HCl, diketahui pada beaker glass A, titik ekuivalen 1
tercapai saat volume HCl sebesar 5,049 mL dan titik ekuivalen 2 tercapai saat volume
HCl sebesar 8,950 mL. Sedangkan pada beaker glass B, titik ekuivalen 1 tercapai saat
volume HCl sebesar 4,853 mL dan titik ekuivalen 2 tercapai saat volume NaOH sebesar
9,008 mL
6) Pada keseluruhan grafik diperoleh hasil berupa hubungan di mana pada netralisasi
H3PO4 dengan NaOH, semakin banyak volume NaOH, maka pH akan semakin naik
dan potensial akan semakin menurun. Sedangkan pada netralisasi Na3PO4 dengan HCl,
semakin banyak volume HCl, maka pH akan semakin turun dan potensial akan semakin
naik

DAFTAR PUSTAKA

Anggawijaya, d. (2014). LAPORAN RESMI PRAKTIKUM DASAR TEKNIK KIMIA I.


Semarang: Universitas Diponegoro.
Hariyati, R. (2016). Pengembangan Metode Analisis Kreatin secara Potensiometri dengan
Elektroda Pasta Karbon Termodifikasi Moleculary Imprinted Polymer. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Hudaya, K. H. (2016). DESAIN TITRATOR OTOMATIS UNTUK PENGUKURAN. Jember:
Universitas Jember.
Padmaningrum, R. T. (2006). Titrasi Asidimetri. Makalah.

15
Setiawati, T. (2013). TITRASI ASAM BASA (Penentuan Kadar Asam Asetat Dalam Asam
Cuka). Bandung: KEMDIKBUD PPPPTK IPA.
Underwood, A. L. dan R. A, Day. (2002). ANALISIS KIMIA KUANTITAIF. Jakarta: Erlangga.

16
APPENDIKS

A. Perhitungan
1. Indikator
Erlenmeyer Indikator Volume titran (NaOH) [mL]
A 3,58

B MM 3,7

C 4

PP
D 3,83

 Volume NaOH dengan indikator MM


𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻1 + 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 =
2
3,58 + 3,7
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 =
2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 3,64 𝑚𝐿

 Volume NaOH dengan indikator PP


𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻1 + 𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 =
2
4 + 3,83
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 =
2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 3,915 𝑚𝐿

2. Potensiometer
a) Potensiometri 2 (netralisasi H3PO4 oleh NaOH)
- Beaker glass A
Volume titran pH EV ΔEV ΔV 𝛥𝐸 𝛥2 𝐸
(NaOH) [mL] 𝛥𝑉 𝛥𝑉 2
0 2,21 289 0 0 0 0
1 2,27 276 -13 1 -13 -13
2,03 2,39 269 -7 1,03 -6,79612 6,20388
3,11 2,94 237 -32 1,08 -29,6296 -22,8335
4,16 5,51 82 -155 1,05 -147,619 -117,989
5,16 6,31 41 -41 1 -41 106,619
6,16 6,80 12 -29 1 -29 12
7,19 7,77 -44 -56 1,03 -54,3689 -25,3689
8,22 9,84 -165 -121 1,03 -117,476 -63,1068
9,22 10,42 -200 -35 1 -35 82,4757

17
10,83 11 -233 -33 1,61 -20,4969 -14,5031

Titik ekuivalen 1
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2 𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
−22,835
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 3,11 + ( ) (4,16 − 3,11)
−22,835 − (−117,989)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 2,8580216281
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 2,858 𝑚𝐿

Titik ekuivalen 2
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2 𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
−25,3689
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 7,19 + ( ) (8,22 − 7,19)
−25,3689 − (−63,1068)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 6,4975935068
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 6,497 𝑚𝐿

Grafik beaker glass A


Grafik Hubungan Volume NaOH dengan EV pada
Beaker Glass A
400
289 276 269
300 237

200
82
100 41
12
EV

0 -44
0 mL 1 mL 2,03 3,11 4,16 5,16 6,16 7,19 8,22 9,22 10,83
-100 mL mL mL mL mL mL -165 mL -200
mL mL
-233
-200

-300
Volume NaOH

- Beaker glass B
Volume titran pH EV ΔEV ΔV 𝛥𝐸 𝛥2 𝐸
(NaOH) [mL] 𝛥𝑉 𝛥𝑉 2
0 2,21 289 0 0 0 0
1 2,27 276 -13 1 -13 -13

18
2 2,38 269 -7 1 -7 6
3 2,65 254 -15 1 -15 -8
4,03 5,52 87 -167 1,03 -162,136 -147,136
5,03 6,26 44 -43 1 -43 17
6,03 6,70 18 -26 1 -26 -12
7,03 7,35 -20 -38 1 -38 -12
8,03 9,70 -157 -137 1 -137 -99
9,03 10,39 -198 -41 1 -41 96
10,85 11,01 -234 -36 1,82 -19,7802 21,2198

Titik ekuivalen 1
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2 𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
−8
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 3+( ) (4,03 − 3)
−8 − (−147,136)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 2,9407773689
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 2,940 𝑚𝐿

Titik ekuivalen 2
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2 𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
−12
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 7,03 + ( ) (8,03 − 7,03)
−12 − (−99)
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 6,8920689655
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 6,892 𝑚𝐿

Grafik beaker glass B

19
Grafik Hubungan Volume NaOH dengan EV pada
Beaker Glass B
400
289 276 269
300 254

200
87
100 44 18
EV

-20
0
0 mL 1 mL 2 mL 3 mL 4,03 5,03 6,03 7,03 -157
8,03 9,03 10,85
-100
mL mL mL mL mL -198 mL mL
-234
-200
-300
Volume NaOH

b) Potensiometri 3 (netralisasi Na3PO4 dengan HCl)


- Beaker glass A
Volume titran pH EV ΔEV ΔV 𝛥𝐸 𝛥2 𝐸
(HCl) [mL] 𝛥𝑉 𝛥𝑉 2
0 10,97 -232 0 0 0 0
1 10,64 -214 18 1 18 18
2 10,51 -205 9 1 9 -9
3 10,26 -190 15 1 15 6
4 9,73 -159 31 1 31 16
5 9,3 -134 25 1 25 -6
6 6,91 6 140 1 140 115
7,03 6,36 38 32 1,03 31,068 -108,932
8,03 5,84 68 30 1 30 -1,06796
9,03 4,81 127 59 1 59 29
9,52 2,58 258 131 0,49 267,347 208,347

Titik ekuivalen 1
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
−6
𝑉𝐻𝐶𝑙 =5+( ) (6 − 5)
−6 − 115
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 5,0495867769
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 5,049 𝑚𝐿

Titik ekuivalen 2

20
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
29
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 9,03 + ( ) (9,52 − 9,03)
29 − 208,347
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 8,9507681199
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 8,950 𝑚𝐿

Grafik beaker glass A


Hubungan Volume HCl dengan EV pada Beaker
Glass A
300 258

200 127
68
100 38
6
EV

0
0 mL 1 mL 2 mL 3 mL 4 mL 5-134
mL 6 mL 7,03 8,03 9,03 9,52
-100 -159 mL mL mL mL
-205 -190
-232 -214
-200

-300
Volume HCl

- Beaker glass B
Volume titran pH EV ΔEV ΔV 𝛥𝐸 𝛥2 𝐸
(HCl) [mL] 𝛥𝑉 𝛥𝑉 2
0 10,97 -232 0 0 0 0
1 10,65 -214 18 1 18 18
2,01 10,48 -203 11 1,01 10,8911 -7,10891
3,04 10,18 -185 18 1,03 17,4757 6,58464
4,04 9,67 -155 30 1 30 12,5243
5,04 8,94 -113 42 1 42 12
6,07 6,82 11 124 1,03 120,388 78,3883
7,15 6,25 44 33 1,08 30,5556 -89,8328
8,15 5,66 78 34 1 84 3,44444
9,15 4,35 154 76 1 76 42
9,43 2,64 254 100 0,28 357,143 281,143

Titik ekuivalen 1

21
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
12
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 5,04 + ( ) (6,07 − 5,04)
12 − 78,3883
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 4,8538226164
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 4,853 𝑚𝐿

Titik ekuivalen 2
∆2 𝐸1
∆𝑉12
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 𝑉𝑜 + ∆𝑉
∆2𝐸1 ∆2 𝐸2

( ∆𝑉12 ∆𝑉22 )
42
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 9,15 + ( ) (9,43 − 9,15)
42 − 281,143
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 9,008244021
𝑉𝐻𝐶𝑙 = 9,008 𝑚𝐿

Grafik beaker glass B


Hubungan Volume HCl dengan EV pada Beaker
Glass B
300 254

200 154
78
100 44
11
EV

0
0 mL 1 mL 2,01 3,04 4,04 -113
5,04 6,07 7,15 8,15 9,15 9,43
-100 mL -155
mL -185 mL mL mL mL mL mL mL
-203
-232 -214
-200

-300
Volume HCl

3. Potensiometri secara teoritis


a) Netralisasi H3PO4 dengan NaOH
(TE I): H3PO4(aq) + NaOH(aq)  NaH2PO4(aq) + H2O(1)…………….(1)
(TE II): NaH2PO4(aq) + NaOH(aq)  Na2HPO4(aq) + H2O(l)…………(2)
(TE III): Na2HPO4(aq) + NaOH(aq)  Na3PO4(aq) + H2O(l)…….…….(3)

 Titik Ekuivalen 1
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐻3 𝑃𝑂4 × 𝑀𝐻3 𝑃𝑂4
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 0,5 𝑁 = 10 × 0,2 𝑁
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 4 𝑚𝐿

22
 Titik Ekuivalen 2
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 = 𝑉𝐻3 𝑃𝑂4 × 𝑀𝐻3 𝑃𝑂4
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 × 0,5 𝑁 = 10 × 0,2 𝑁
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 4 𝑚𝐿
Karena melewati titik ekuivalen 1 terlebih dahulu, maka
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 4 𝑚𝐿 + 4 𝑚𝐿
𝑉𝑁𝑎𝑂𝐻 = 8 𝑚𝐿

b) Netralisasi Na3PO4 dengan HCl


(TE I): Na3PO4(aq) + HCl(aq)  Na2HPO4(aq) + NaCl(aq)……….…….(4)
(TE II): Na2HPO4(aq) + HCl(aq)  NaH2PO4(aq) + NaCl(aq).…….….…(5)
(TE III): NaH2PO4(aq) + HCl(aq)  H3PO4(aq) + NaCl(aq)……….…….(6)

B. Laporan Sementara

23
3,58

24
25
26
27
28
C. Dokumentasi

29
30
31
32
33
34
MSDS

KELOMPOK 12
Diva Aurelia R.
NRP : 5008211003
Naila Choirunisa J. S
NRP : 5008211004

POTENSIOMETRI
ASISTEN
Alifah Nur Aini Fajrin
NRP : 6008212006

No. Name Physical and Toxicological Handling Bahan


(Formula) Chemical Information Kimia
Properties

1. Asam Fosfat Sifat Fisika: a. Dapat Saat dipakai:


(H3PO4) 1. Berbentuk menyebabkan Pastikan kita
cair kulit terbakar menggunakan alat
2. Tidak yang parah dan pelindung, seperti jas
berwarna kerusakan mata lab, pelindung mata,
3. Tidak berbau b. Bersifat masker, dan sarung
4. Berat molekul mengiritasi dan tangan. Segera
98 g/mol korosif cuci tangan dengan
5. Titik lebur c. Dapat bersih setelah
sekitar 21°C menyebabkan menangani. Hindari
6. Titik didih batuk, napas penghirupan uap dan
sekitar 158°C tersengal, nyeri, aerosol. Hindari kontak
kejang, langsung dengan bahan
Sifat Kimia: konjungtivitas
1. Bereaksi d. Memiliki risiko Saat disimpan:
hebat dengan kebutaan Pastikan wadah tertutup
basa dan sangat rapat. Wadah
logam oxides jangan terbuat dari
2. Tidak mudah logam atau logam
menguap ringan hingga berat.
Suhu penyimpanan
disarankan ≥ 15°C

Pertolongan pertama
jika kontak langsung
dengan kulit:
Bila terjadi kontak
langsung dengan kulit,
maka segera basuh kulit

35
air yang banyak. Lepas
pakaian yang
terkontaminasi. Setelah
itu, hubungi dokter
untuk konsultasi.

Pertolongan pertama
jika terkena mata:
Segera bilas mata secara
hati-hati dengan air
selama beberapa menit.
Buka kelopak mata
ketika mata dibasuh.
Jangan lupa untuk
melepas lensa kontak
jika memang sedang
memakai. Kemudian,
dapat menguhubungi
dokter untuk konsultasi.

Pertolongan pertama
jika terhirup:
Segera cari tempat yang
memiliki udara segar.
Pastikan korban
menghirup udara segar
sebanyak mungkin.
Minta pertolongan
dokter secepat mungkin

Pertolongan pertama
jika tertelan:
Jika tertelan, beri
korban atau air (paling
banyak dua gelas).
Hindari muntah karena
beresiko perforasi.
Segera panggil dokter
dan jangan coba
menetralisir

2. Natrium Sifat Fisis: a. Bila tertelan, Saat Dipakai:


Hidroksida 1. Massa molar dapat Jangan biarkan air
(NaOH) 40 g/mol menyebabkan masuk ke dalam wadah
2. Berwujud luka bakar dan meminimalkan
putih solid hebat di mulut akumulasi debu. Jangan

36
3. Tidak berbau dan sampai terkena mata
4. Kepadatan kerongkongan, dan kulit sehingga harus
2,13 g/sm3 bahaya menggunakan alat
5. Titik lebur berlubangnya perlindungan diri yang
318°C esophagus dan lengkap.
6. Titik didih perut, serta
1388°C kerusakan Saat Menyimpan:
7. Kelarutan parah dan Simpan di wadah
dalam air permanen pada tertutup rapat dengan
1110 g/L saluran tempat yang sejuk,
8. Kelarutan pencernaan kering, dan berventilasi
dalam etanol b. Bila terkena baik. Tidak disimpan di
139 g/L kulit, dapat wadah alumunium,
9. Kelarutan menyebbakan timah, ataupun seng.
dalam luka bakar dan Jauhkan dari zat yang
metanol 238 ruam kulit bersifat kompatibel,
g/L (dalam kasus asam, dan lembab.
10. Mudah larut ringan) dan
dalam air dan kulit dingin Pertolongan pertama
etanol, namun atau warna jika terjadi kontak
tidak larut pucat. Untuk dengan mata:
dalam eter kontak kulit Siram mata yang terjadi
berulang dan kontak dengan banyak
Sifat Kimia: berkepanjangan air selama minimal 15
1. Bersifat korosif dapat menit dan dapatkan
2. Bila dibiarkan menyebabkan penanganan medis
di udara dermatitis segera
terbuka akan c. Bila terkena
cepat menyerap mata, dapat Pertolongan pertama
karbondioksida menyebabkan jika terjadi kontak
3. Sangat mudah kerusakan mata dengan kulit:
terionisasi berat bahkan Segera basuh kulit
membentuk ion kebutaan dengan banyak air
natrium dan d. Bila terhirup, sekurang-kurangnya 15
hidroksida dapat menit. Dapatkan
menyebabkan bantuan medis segera
pneumonitis dan cuci bersih pakaian
kimia dan yang terkontaminasi
edema paru, sebelum digunakan
serta iritasi kembali
parah saluran
pernapasan Pertolongan pertama
dengan gejala jika tertelan:
batuk, luka Jangan mencoba untuk
bakar, kesulitan dimuntahkan dan jangan
bernapas, memasukkan sesuatu

37
bahkan koma melalui mulut korban
yang tidak sadar. Segera
dapatkan bantuan medis

Pertolongan pertama
jika terhirup:
Bawa ke tempat udara
segar dan longgarkan
pakaian yang ketat. Jika
kesulitan bernapas,
berikan oksigen. Jika
tidak bernapas, berikan
pernapasan buatan.
Dapatkan bantuan
medis segera

3. Metil Merah Sifat Fisika: Bahan ni tidak Saat dipakai:


(MM) 1. Berbentuk diklasifikasikan Pastikan kita
solid (kristal sebagai bahan menggunakan alat
padat atau berbahaya menurut pelindung, seperti jas
bubuk) undang-undang Uni lab, pelindung mata,
2. Berbau Eropa masker, dan sarung
3. Berwarna tangan. Segera
violet atau red cuci tangan dengan
(ungu bersih setelah
kebiruan) menangani. Hindari
4. Berat molekul pengisapan debu.
269,3 g/mol
5. Densitas uap Saat disimpan:
9,3 Pastikan wadah tertutup
sangat rapat. Simpan
SIfat Kimia: wadah tersebut di
1. Mudah tempat kering.
terbakar pada
suhu tinggi Pertolongan pertama
2. Larut dalam jika kontak langsung
air dingin dan dengan kulit:
panas Bila terjadi kontak
3. Larut dalam langsung dengan kulit,
aseton panas, maka segera basuh kulit
benzena, air yang banyak. Setelah
klorofom, itu, hubungi dokter
asam asetat, untuk konsultasi.
alkohol, dan
lemak Pertolongan pertama
4. Sedikit larut jika terkena mata:

38
dalam eter Segera bilas mata secara
minyak bumi hati-hati dengan air
selama beberapa menit.
Buka kelopak mata
ketika mata dibasuh.
Jangan lupa untuk
melepas lensa kontak
jika memang sedang
memakai. Kemudian,
dapat menguhubungi
dokter untuk konsultasi.

Pertolongan pertama
jika terhirup:
Segera cari tempat yang
memiliki udara segar.
Pastikan korban
menghirup udara segar
sebanyak mungkin. Jika
korban tidak bernapas,
berikan napas buatan
atau masker oksigen
jika mungkin. Minta
pertolongan dokter
secepat mungkin

Pertolongan pertama
jika tertelan:
Jika tertelan, beri
korban atau air (paling
banyak dua gelas).
Segera hubungi dokter.

4. Fenolftaelin Sifat Fisis: a. Dapat Saat Dipakai:


(PP) 1. Tidak berwarna menyebabkan Pastikan kita
di bawah pH 8 demam, menggunakan alat
dan berwarna gangguan saluran pelindung, seperti jas
merah di atas pencernaan, lab, pelindung mata,
pH 9,6 mual, muntah, dan sarung tangan.
2. Berat molekul gangguan Segera cuci tangan
sebesar 318,33 kardiovaskular, dengan bersih setelah
g/mol dan gangguan menangani. Jangan
CNS. menghirup
Sifat Kimia: b. Bahan memiliki zat/campuran. Hindari
1. Digunakan efek laksatif bentuk zat yang berupa
sebagai (pencahar) uap/aerosol.

39
indikator asam- c. Bersifat
basa karsinogenitas Saat disimpan:
2. Digunakan d. Dimungkinkan Simpan di wadah yang
dalam titrasi dapat tertutup rapat. Taruh
yang menyebabkan wadah di tempat yang
melibatkan kerusakan kering dan berventilasi
asam lemah genetik baik. Jauhkan dari panas
3. Digunakan (mutagenesitas dan sumber api. Simpan
pula sebagai pada sel nutfah) wadah tersebut dalam
pencahar tempat terkunci atau di
tempat yang hanya bisa
dimasuki oleh orang-
orang yang mempunyai
kualifikasi (berwenang).

Pertolongan pertama
jika terhirup:
Segera cari tempat yang
memiliki udara segar.
Pastikan korban
menghirup udara segar
sebanyak mungkin.
Selanjutnya, hubungi
dokter untuk
dikonsultasikan.

Pertolongan pertama
jika tertelan:
Segera beri korban air
putih (paling banyak
dua gelas). Setelah itu,
hubungi dokter untuk
konsultasi.

Pertolongan pertama
jika kontak langsung
dengan kulit:
Bila terjadi kontak
dengan kulit, lepas
semua pakaian yang
terkontaminasi. Bilaslah
dengan air atau
pancuran air. Setelah
itu, periksakan ke
dokter.

40
Pertolongan pertama
jika terkena mata:
Apabila kontak dengan
mata, bilas mata dengan
air yang banyak. Jangan
lupa untuk melepas
lensa kontak jika
memang sedang
memakai. Setelah itu,
hubungi dokter.

41

Anda mungkin juga menyukai