Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 1 REVIEW JURNAL

ANATOMI FISIOLOGI DAN PERTOLONGAN PERTAMA

JURNAL INDONESIA: PERBEDAAN PENGARUH EFEK AKUT


INSTRUMENT ASSISTED SOFT TISSUE MOBILIZATION (IASTM)
DAN SELF MYOFASCIAL RELEASE (SMFR) UNTUK
MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING

JURNAL INTERNASIONAL: SOFT-TISSUE INJURY TO THE FOOT


AND ANKLE: LITERATURE REVIEW AND STAGED MANAGEMENT
PROTOCOL

OLEH:
Rahma Dinda Melati (0520040112)

DOSEN PENGAMPU:
dr. Am Maisarah Disrinama, M.Kes.
Mey Rohma Dhani, S.ST., M.T.

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2020
Jurnal Indonesia
Judul Jurnal : PERBEDAAN PENGARUH EFEK AKUT INSTRUMENT
ASSISTED SOFT TISSUE MOBILIZATION (IASTM) DAN
SELF MYOFASCIAL RELEASE (SMFR) UNTUK
MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING
Tahun : 2019
Penulis : Wijianto, Nizar Wazdi
Kode : Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol. 3, No. 2,
Tahun 2019, ISSN 2548-8716
Latar Belakang:
Cedera otot hamstring sangat sering terjadi pada para atlet. Hal ini terbukti cidera
otot hamstring dalam permainan sepakbola mencapai persentasi angka 37%,
menjadi yang tersering dibandingkan cidera otot-otot lain dalam sepak bola (Van,
2015). Fleksibilitas berhubungan dengan ekstensibilitas unit muskulotendinosa.
Kemampuannya untuk menghilangkan dan menghasilkan gaya regangan. Untuk
meningkatkan fleksibilitas otot hamstring, ada beberapa pilihan teknik yang bisa
dilakukan seorang terapis, seperti massage dan streching. Instrumen Assisted Soft
Tissue Mobilization (IASTM) merupakan prosedur terapi yang mana menggunakan
instrumen untuk secara mekanik menstimulus struktur jaringan lunak untuk
mengurangi nyeri otot, ketidaknyamanan, dan meningkatkan secara keseluruhan
mobilitas dan fungsi Self Myofascial Release (SMFR) merupakan salah satu teknik
manual terapi dengan cara memberikan tekanan pada otot dan fascia yang bertujuan
untuk menambah Range of Motion (ROM), mengurangi nyeri, dan meningkatkan
fungsi. Baik IASTM maupun SMFR keduanya memiliki konsep berdasarkan teknik
kompresif karena sama-sama memberikan tekanan positif pada jaringan, tidak
hanya itu tujuan dari teknik-teknik, seperti untuk menurunkan ketegangan otot dan
stiffness, menurunkan nyeri otot, swelling, dan spasme dan meningkatkan
fleksibilitas sendi dan ROM (Schroeder & Best, 2015).

Tujuan:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek akut perubahan
fleksibilitas otot hamstring setelah diberikan IASTM dan SMFR, juga mengetahui
adanya perbedaan efek akut antara pemberian IASTM dan SMFR pada perubahan
fleksibilitas otot hamtring.
Metode:
Penelitian eksperimen dengan membandingan pre dan post tes dari dua kelompok
yang berbeda perlakuan. Kelompok pertama diberikan perlakuan teknik IASTM,
kelompok kedua diberikan perlakuan SMFR. Data yang dikumpulkan dianalisa
menggunakan paired t-test dan mann-whitney test. Penelitian ini dilakukan pada
Juni 2018 di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Dalam penelitian ini
membutuhkan semua orang yang aktif berolahraga yang berjumlah 22 orang, lalu
22 orang tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, yang masing-masing kelompok
memiliki 11 anggota. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik sampling incidental. Jalannya penelitian akan dilaksanakan melalui 5 tahap.
Dalam penelitian ini, analisis data menggunakan uji statistik berdasarkan uji
normalitas sampel penelitian.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan efek akut IASTM terhadap fleksibilitas otot
hamstring (p = 0,001), efek akut SMFR terhadap fleksibilitas otot hamstring (p =
0,000), Perbedaan pengaruh antara passive dan active MFR terhadap ketegangan
otot (p = 0,134). Hasil uji statistik yang telah dilakukan untuk membedakan
pengaruh antara kelompok perlakuan yang diberikan IASTM dan kelompok
perlakuan yang diberikan SMFR. Hasil yang diperoleh dari uji beda pengaruh
kedua data tersebut ialah 0,134. Maka P-value >0,05 dengan adanya hasil ini
menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok yang
diberikan IASTM dan kelompok yang diberikan SMFR, namun kesimpulan akhir
hanya merekomendasikan SMFR karena lebih efektif dan mudah dalam
meningkatkan panjang otot. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan dalam
peningkatan fleksibiltas otot diterapkannya IASTM dan SMFR. Teknik tersebut
akan menyebabkan inflamasi lokal sehingga terjadinya peningkatan extracellular
matrix fibroblast, aktivitas fibroprotein, dan sintesis serta pembentukan kembali
kolagen.

Kesimpulan:
Terdapat peningkatan fleksibilitas otot hamstring pada grup 1 dan grup 2.
Penggunaan teknik SMFR lebih efektif dari pada teknik IASTM grup 1 dan 2.Tidak
ada beda pengaruh yang signifikan antara pemberian IASTM atau SMFR terhadap
fleksibilitas otot hamstring.
Jurnal Internasional
Judul Jurnal : SOFT-TISSUE INJURY TO THE FOOT AND ANKLE:
LITERATURE REVIEW AND STAGED MANAGEMENT
PROTOCOL
Tahun : 2019

Penulis : Alexandre Leme Goody-Santos, Tim Schepers, Stefan Rammelt,


Marcos Hideyo Sakaki, Cristián Ortiz Mateluna, Rafael Barban
Sposeto, Panagiotis Symeonidis, Rogerio Bitar, Husam Darwish,
and Hans Zwipp
Kode : DOI: http://dx.doi.org/10.1590/1413-785220192704221240
Latar Belakang:
Trauma kompleks pada kaki dan pergelangan kaki ditandai dengan patah tulang
dengan kerusakan jaringan lunak yang parah yang terkait dengan cedera
neurovascular dan keterlibatan sendi. Cedera ini juga bisa disebut: mutilasi cedera
pada ekstremitas bawah, cedera ektremitas hancur dan trauma ektremitas bawah
berenergi tinggi. Cedera ini sering muncul pada pasien polytraumatized dan
merupakan prediksi yang tidak menguntungkan pada bagian hasil klinis. Pada
pendekatan awal pasien dengan kompleks trauma kaki dan pergelangan kaki, harus
memilih keputusan antara amputasi atau rekonstruksi tubuh. Trauma kaki dan
pergelangan kaki yang kompleks merupakan peristiwa yang mempengaruhi
kehidupan pasien. bentuk trauma sering menyebabkan beberapa tingkat kecacatan
dank arena itulah merupakab tantangan pengobatan yang sesungguhnya.

Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan tinjauan pustaka dan protokol
manajemen bertahap untuk membantu pasien dalam mengambil keputusan antara
amputasi atau rekonstruksi tubuh untuk mengatasi trauma kompleks pada kaki dan
pergelangan kaki.
Metode:

Setelah satu jam pertama setelah trauma, pasien dengan cedera kaki dan
pergelangan kaki yang parah harus dinilai untuk semua parameter lokal dan
sistemik dan memiliki algoritma pengobatan didefinisikan: perawatan total dini dan
pengobatan bertahap. Pengobatan bertahap sendiri terdiri dari pengobatan awal dan
pengobatan pasti. Pengobatan awal atau pendekatan awal untuk cedera kaki yang
kompleks sudah jelas tujuan dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: mencegah
perkembangan iskemia dan nekrosis, mencegah infeksi, dan memutuskan antara
amputasi dan rekonstruksi
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan sebuah studi multisenter prospektif menyelidiki hasil
fungsional dari 569 pasien dengan cedera ekstremitas bawah yang parah,
mengakibatkan rekonstruksi atau amputasi. Dalam dua tahun perawatan lebih
lanjut, tidak ada perbedaan signifikan antara amputasi dan kelompok rekonstruksi
unttuk skor dan waktu untuk kembali bekerja. Para pasien yang menjalani
rekonstruksi memiliki tingkat penerimaan kembali ke rumah sakit yang lebij tinggi.
Penulis menunjukkan bahwa kualitas hidup pada pasien rekonstruksi anggota tubuh
lebih dapat menerima kenyataan secara psikologis dibandingkan dengan amputasi
pasca trauma, meskipun dilihat dari hal fisik untuk kedua pilihan pengobatan
tersebut adalah sama saja.

Kesimpulan:
Ada banyak perkembangan dalam pengobatan cedera kaki dan pergelangan kaki
yang kompleks selama tiga dekade terakhir. Hasil fungsional akhir perlu
diproyeksikan sejak awal dari pengobatan. Meskipun menyelematkan anggota
tubuh mungkin secara psikologis lebih baik pada prinsipnya, namun kaki kaku,
nyeri dan/atau tidak sensitif tidak berfungsi mungkin mewakili hasil yang jauh lebih
buruk dengan kebutuhan sekunder intervensi. Rawat inap dan rehabilitasi yang
berkepanjangan. Perawatan harus berdasarkan karakter dan kondisi lokal masing-
masing pasien. Jika ahli bedah memilih rekonstruksi pergelangan kaki dan kaki,
fiksasi internal yang stabil dan awal yang lembut cakupan jaringan diikuti oleh
protokol rehabilitasi agresif dan modifikasi alas kaki yang sesuai harus diterapkan
untuk mencapai tujuat pemulihan fungsional secara maksimal. Cedara kaki
kompleks yang sulit diobati dan mungkin memerlukan penanganan tindak lanjut
yang diperpanjang dengan perawatan spesialis.

Anda mungkin juga menyukai